BAB II Tinjauan Pustaka

advertisement
24
II. TINJAUAN PUSTAKA
Proses Pengambilan Keputusan
Proses pengambilan keputusan merupakan efek atau konsekuensi dari
kegiatan
komunikasi.
Komunikasi
secara
umum
adalah
suatu
proses
penyampaian pesan dari sumber kepada penerima Berlo (1960) menyebutnya
dengan
model
linear
atau
searah.
Dalam
model
linear,
komunikasi
dikatakan efektif, jika penerima mampu menerima pesan sesuai dengan
apa
yang dikehendaki
dianggap
relevan,
oleh
sumber.
Model
komunikasi
linear
masih
namun seringkali berujung dengan ketidakpuasan dan
ketimpangan. Model komunikasi linear disebut juga dengan model SMCRE
(source, message, channel, receiver dan effect). DeVito (1997) tidak sependapat
dengan model tersebut. Ia menambahkan elemen gangguan
pesan, konteks
tertentu,
(noise) pada
serta umpan balik. Dengan demikian, proses
komunikasi tidak lagi linear, tetapi berkesinambungan.
Teori difusi inovasi sebagaimana dikemukakan Rogers (2003) seperti
terlihat dalam model lima tahap proses pengambilan keputusan merupakan
salah
satu
teori
yang
menggambarkan
proses
komunikasi
yang
berkesinambungan. Rogers menjelaskan tahapan yang terjadi dalam sebuah
proses penyebarluasan gagasan atau ide baru terdiri atas: pengetahuan,
persuasi, keputusan, implementasi dan konfirmasi sebagaimana tampak pada
Gambar 1.
PRIOR CONDITIONS
1. Previous practice
2. Felt needs/problems
3. Innovativeness
4. Norms of the social systems
COMMUNICATION CHANNELS
I. KNOWLEDGE
Characteristics of the
Decision-Making Unit
1. Socioeconomic
characteristics
2. Personality variables
3. Communication
behavior
II. PERSUASION
Perceived
Characteristics of
the Innovation
1. Relative advantage
2. Compatibility
3. Complexity
4. Trialability
5. Observability
III. DECISION
1. Adoption
IV. IMPLEMENTATION
V. CONFIRMATION
Continued
Later Adoption
Discontinueance
2. Rejection
Continued
Gambar 1. Model Lima Tahap Proses Pengambilan Keputusan (Rogers, 2003)
25
Rogers
mengingatkan bahwa istilah tahapan dapat berguna sebagai
alat untuk menyederhanakan realitas yang kompleks, sehingga memudahkan
pemahaman mengenai perubahan perilaku manusia, khususnya dalam
memperkenalkan inovasi. Selain memperlihatkan tahapan, model di atas juga
mengindikasikan suatu tingkatan efek. Gagasan dasar hirarki efek komunikasi
adalah bahwa seorang individu biasanya harus melalui perubahan pengetahuan
hingga perubahan perilaku yang terbuka dalam rangkaian tahapan kumulatif
yang umumnya sejajar dengan tahapan dalam proses keputusan-inovasi.
Rogers menjelaskan bahwa tingkat pertama yang terjadi dalam proses
penyebarluasan gagasan adalah pengetahuan. Pada tingkatan ini, terjadi proses
(1) mengingat informasi, (2) memahami pesan, dan (3) pengetahuan atau
ketrampilan mengadopsi inovasi secara efektif. Setelah pengetahuan, tahapan
dilanjutkan dengan tahap
persuasi.
Menurut Rogers persuasi terjadi ketika
individu atau unit pengambil keputusan membentuk sikap setuju atau tidak setuju
terhadap inovasi.
Pada tingkatan ini terjadi proses (1) menyukai inovasi, (2)
membahas perilaku baru dengan orang lain, (3) menerima pesan mengenai
inovasi, (4) membentuk citra positif mengenai pesan dan inovasi, dan (5)
dukungan bagi perilaku inovatif dari sistem.
Keputusan untuk mengadopsi inovasi merupakan tahap ketiga yang
terjadi setelah melewati tahap persuasi. Keputusan terjadi ketika individu terlibat
secara aktif untuk memilih mengadopsi atau menolak mengadopsi inovasi . Pada
tingkatan ini muncul (1) niat mencari informasi tambahan tentang inovasi dan (2)
niat untuk mencoba inovasi.
Menurut Rogers, proses keputusan untuk mengadopsi inovasi
merupakan proses mental dimana individu melangkah dari pengetahuan awal
mengenai inovasi menuju suatu keputusan untuk mengadopsi atau menolak
dan untuk mengkonfirmasi atas keputusan yang diambilnya. Proses ini bersifat
individual,
sehingga
berbeda
dengan
difusi.
Difusi
merupakan
proses
dimana inovasi dikomunikasikan kepada para anggota sistem sosial.
Pada tiap tahap atau
tingkatan perubahan terjadi interaksi dengan
saluran komunikasi, yang berarti juga interaksi dengan sumber-sumber
(komunikator) yang beragam. Dalam penelitian ini, sumber difokuskan pada
individu perorangan. Selain itu, penelitian ini juga membatasi interaksi
tahap perubahan sikap dan keputusan.
pada
26
Model difusi-inovasi dalam penelitian ini
menjadi rujukan dalam
membangun proposisi hirarki efek dari penyampaian pesan oleh tipe komunikator
yang berbeda-beda. Jika dikembalikan pada model SMCRE, maka model difusi
inovasi memberikan rincian tentang efek proses komunikasi.
Sikap
Sikap merupakan kecendrungan individu untuk merespons dengan cara
yang khusus terhadap stimulus yang ada dalam lingkungan sosial. Sikap
merupakan suatu kecendrungan untuk mendekat atau menghindar, positif atau
negatif terhadap berbagai keadaan sosial, apakah itu institusi, pribadi, situasi,
ide, konsep dan sebagainya (Gerungan 2004). Sikap merupakan reaksi atau
respons yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmodjo
1992).
Komponen-komponen sikap
1) Kognitif. Komponen kognitif merupakan aspek sikap yang berkenaan
dengan penilaian individu terhadap objek atau subjek. Informasi yang
masuk ke dalam otak manusia, melalui proses analisis, sintesis dan
evaluasi akan menghasilkan nilai baru yang akan diakomodasikan atau
diasimilasikan dengan pengetahuan yang telah ada didalam otak
manusia.
2) Afektif, yaitu nilai-nilai baru yang diyakini benar, indah dan sebagainya
pada akhirnya akan mempengaruhi emosi atau komponen afektif dari
sikap individu. Oleh karena itu, komponen afektif dapat dikatakan sebagi
perasaan (emosi) individu terhadap objek atau subjek, yang sejalan
dengan hasil penilaiannya.
3) Perilaku. Komponen perilaku merupakan sikap yang terbentuk dari tingkah
laku seseorang dan perilakunya. Komponen kognitif, afektif dan
kecenderungan bertindak merupakan suatu kesatuan sistem, sehingga
tidak dapat dilepas satu dengan yang lainnya. Ketiga komponen tersebut
secara bersama-sama membentuk sikap pribadi.
Komponen sikap berdasarkan teori di atas meliputi kognitif, afektif dan
konatif tetapi dalam penelitian ini yang akan diteliti hanya dari dimensi kognitif
dan afektif.
Notoatmodjo (1992) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen
27
pokok, yaitu:
1) Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3) Kecendrungan untuk bertindak.
Ketiga komponen itu secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Sikap dapat pula diklasifikasikan menjadi sikap individu dan sikap sosial
(Gerungan 2004):
1)
Sikap individu, yaitu sikap yang dimiliki dan dinyatakan oleh seseorang.
Sikap seseorang pada akhirnya dapat membentuk sikap sosial, manakala
ada keseragaman sikap terhadap suatu objek.
2)
Sikap sosial, sikap sosial dinyatakan oleh cara-cara kegiatan yang sama
dan berulang-ulang terhadap objek sosial dan biasanya dinyatakan oleh
sekelompok orang atau masyarakat.
Sejalan dengan pengertian sikap yang dijelaskan di atas, dapat dipahami
bahwa:
1)
Sikap ditumbuhkan dan dipelajari sepanjang perkembangan orang yang
bersangkutan dalam kaitannya dengan objek tertentu.
2)
Sikap merupakan hasil belajar manusia, sehingga sikap dapat ditumbuhkan
dan dikembangkan melalui proses belajar.
3)
Sikap selalu berhubungan dengan satu objek, sehingga berdiri sendiri.
4)
Sikap
dapat berhubungan dengan
satu
objek, tetapi dapat pula
berhubungan dengan sederet objek sejenis.
5)
Sikap memiliki hubungan dengan aspek motivasi dan perasaan atau emosi.
Notoatmodjo (2003) membagi tingkatan sikap menjadi empat bagian
utama, yaitu:
1)
Menerima (receiving), menerima diartikan sebagai kesediaan untuk
menerima perkataan orang lain.
2)
Merespon (responding), merespon menunjukkan partisipasi aktif dengan
mendengarkan dan memberi reaksi secara verbal maupun non verbal serta
merasakan kepuasan dalam merespon.
3)
Menghargai (valuing), Menghargai berarti memberikan penghargaan pada
suatu objek atau tingkah laku dimana seseorang termotivasi untuk
menunjukkan sikapnya.
28
4)
Bertanggung jawab (responsible), tanggung jawab atas segala sesuatu
yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang
paling tinggi.
Menurut Azwar (2005) pembentukan sikap dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu:
1)
Pengalaman pribadi.
Pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat, karena itu,
sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut
terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.
2)
Pengaruh orang lain yang dianggap penting.
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu di antara komponen sosial
yang ikut mempengaruhi sikap. Pada umumnya, individu cenderung untuk
memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang
dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan
untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
3)
Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan sikap serta memiliki pola sikap dan perilaku tertentu
dikarenakan
mendapat
reinforcement
(penguatan,
ganjaran)
dari
masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan
perilaku lain.
4)
Media massa.
Pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual
secara langsung.
5)
Lembaga pendidikan dan lembaga agama.
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem
mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya
meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Konsep
moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan maka
tidak mengherankan jika konsep tersebut berperan dalam menentukan
sikap individu terhadap sesuatu hal.
6)
Pengaruh faktor emosional, merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau mempertahankan
29
ego.
Peranan Sumber Informasi dalam Membentuk Sikap dan Keputusan
Sebagaimana terlihat dalam model Difusi Inovasi yang telah digambarkan
sebelumnya, bahwa sumber-sumber informasi berperan penting dalam setiap
tahap dalam proses penyebarluasan inovasi. Saluran komunikasi yang berbeda
memainkan peran yang berbeda yang mengakibatkan efek yang berbeda.
Rogers membedakan saluran komunikasi ke dalam (1) interpersonal
versus mass media dan (2) localite versus cosmopolite. Saluran komunikasi ini
memiliki
peran
yang
berbeda
dalam
menciptakan
pengetahuan
dan
mempersuasi individu dalam mengubah sikap terhadap inovasi. Menurut Rogers
(2003) saluran komunikasi interpersonal dinilai efektif dalam mengubah sikap
karena dua alasan yaitu:
1) provide a two way exchange of information. one individual can scure
clarification or additional information about an innovation from another
individual this characteristic of interpersonal networks often allow them to
overcome the social psychological barriers of selective exposure,
selective perception, and selective retention
2) persuade an individual to form or to change a strongly held attitude. this
role of interpersonal channels is especially important in persuading an
individual to adopt a new idea
Saluran komunikasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah saluran
komunikasi interpersonal.
Proses difusi inovasi dikenal dengan agent of
change (agen pembaharu atau opinion leader). Agen pembaharu adalah orang
yang aktif berusaha menyebarkan inovasi ke dalam suatu sistem sosial.
Agen
pembaharu
adalah
petugas kesehatan,
guru, petugas
lapangan,
pekerja sosial, juru da'wah, missionaris, penjaja dagang, kader partai di
lingkungan,
juru
penerang,
konsultan
asing,
atau
siapa
saja
yang
berusaha menawarkan gagasan-gagasan baru, barang-barang baru, dan
tindakan-tindakan baru (inovasi) kepada anggota masyarakat dan berusaha
agar orang-orang itu mengadopsi inovasi yang ditawarkan. Agen pembaharu
adalah orang yang mempengaruhi putusan inovasi dalam sistem sosial
menurut arah yang diinginkan oleh lembaga pembaharu.
30
Fungsi utama agen pembaharu adalah menjadi mata rantai penghubung
antara dua sistem sosial atau lebih.
Agen pembaharu adalah Petugas
Kesehatan dan Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) sebagai mata
rantai yang
menghubungkan
masyarakat
dengan puskesmas sebagai
lembaga pembaharuan.
Menurut Schiffman dan Kanuk (2004) kepemimpinan pendapat atau
agen perubahan
merupakan kekuatan konsumen yang sangat dinamis dan
berpengaruh. Sebagai sumber informasi informal, para pemimpin pendapat
dinilai sangat efektif mempengaruhi para konsumen dalam keputusan mereka
yang berhubungan dengan produk. Para pemimpin pendapat merupakan
sumber informasi yang sangat dipercaya karena biasanya dianggap obyektif
memberikan informasi atau nasihat yang menyangkut produk atau jasa yang
mereka berikan.
Tinggi
Sumber Personal
dan Interpersonal
Tingkat
Kepentingan
Sumber Mass
Media Impersonal
Rendah
Kesadaran
Minat
Penilaian
Percobaan
Adopsi
Gambar 2. Tingkat kepentingan relatif berbagai tipe sumber informasi dalam
proses pemakaian (Schiffman & Kanuk, 2004)
31
Tugas-Tugas Agen Pembaharu (Sumber Informasi KB)
Menurut Rogers ada tujuh tugas utama yang harus ditempuh oleh
seorang agen pembaharu (Sumber Informasi KB) dalam menyebarkan inovasi
kepada masyarakat yaitu:
1) menumbuhkan keinginan masyarakat untuk melakukan perubahan
2) membina suatu hubungan dalam rangka perubahan.
3) mendiagnosa permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat
4) menciptakan keinginan perubahan di kalangan klien.
5) menerjemahkan keinginan perubahan tersebut menjadi tindakan yang
nyata
6) menjaga kestabilan perubahan dan mencegah terjadinya drop out
7) mencapai suatu terminal hubungan.
Tahap awal yang harus dilakukan oleh agen perubahan (petugas
kesehatan dan PLKB) dalam upaya untuk mendorong khalayak mengadopsi
program KB,
anggota
petugas KB harus
sistem
sosial untuk
berusaha membangkitkan
melakukan
perubahan
keinginan
dalam
di
kehidupan
mereka. Perubahan yang dimaksud terutama berkaitan dengan sikap dan
keputusan target khalayak untuk mengadopsi program KB. Untuk itu, Petugas
KB perlu membina hubungan baik, melakukan kontak, menumbuhkan sikap
saling
percaya
mempercayai
kemampuan petugas
dan
mampu
berempati.
KB untuk menempatkan diri pada
Empati
situasi
adalah
kliennya,
kemampuan untuk memahami dan menghayati sikap, kepercayaan, perasaan
dan tindakan kliennya (Soekidjo 1992).
Dalam proses adopsi, Petugas KB harus diterima oleh anggota sistem
sosial.
Tanpa penerimaan yang baik, inovasi sulit diadopsi oleh anggota
sistem sosial. Langkah selanjutnya adalah petugas KB melakukan diagnosa
atas permasalahan yang dihadapai dan mampu menterjemahkan keinginan atau
kepentingan target sasaran. Petugas kesehatan
harus selalu berupaya
membentuk pendapat yang positif pada diri sasarannya (pasangan usia subur,
ibu-ibu balita), yaitu dengan memberikan
rangsangan
atau
stimulus.
Mendorong pasangan usia subur, ibu-ibu pemilik balita untuk ikut serta dalam
program KB.
Keikutsertaan
masyarakat
akan
merangsang
terjadinya
32
perubahan sikap. Bila perubahan sikap telah terjadi, maka pembinaan perlu
dilakukan agar masyarakat memutuskan untuk mengadopsi program KB.
Kebanyakan agen perubahan berkonsentrasi pada penciptaan kesadaran
akan pengetahuan, yang sebenarnya lebih efisien jika
dilakukan oleh media
massa. Peran agen perubahan lebih dituntut untuk menjelaskan how-to
knowledge sedangkan principles-knowledge diserahkan pada pendidikan formal.
Jika hal terakhir itu diserahkan pada agen perubahan, maka tugasnya makin
sulit. Karena itu, dibutuhkan agen perubahan yang dipandang ahli dan dapat
dipercaya oleh khalayaknya.
Agen perubahan sebagai sumber informasi berperan penting dalam
proses pembentukan sikap dan keputusan target sasaran untuk mengadopsi
inovasi (ide, gagasan) . Rakhmat (2001) menjelaskan bahwa ketika komunikator
berkomunikasi, yang berpengaruh bukan saja apa yang dikatakan, tetapi juga
keadaan sendiri. He doesn't communicate what he says, he communicates what
he is. la tidak dapat menyuruh pendengar hanya memperhatikan apa yang ia
katakan. Pendengar juga akan memperhatikan siapa yang mengatakan. Kadangkadang siapa lebih penting dari apa. Fatwa keagamaan dari seorang Kiai,
petunjuk kesehatan dari seorang dokter, penjelasan perkembangan mode dari
seorang perancang, atau uraian teknik belajar dari seorang psikolog akan lebih
kita dengar daripada yang dikemukakan oleh orang lain. Sebaliknya, kita sukar
mempercayai petunjuk bertani dari diplomat, bimbingan penggunaan alat-alat
kosmetik dari ahli matematika, atau cara-cara berumah tangga dari seorang
bujangan.
Rakhmat (2001) mengutip Aristoteles:
Persuasi tercapai karena karakteristik personal pembicara, yang ketika ia
menyampaikan pembicaraannya, kita menganggapnya dapat dipercaya.
Kita lebih penuh dan lebih cepat percaya pada orang-orang baik daripada
orang lain: Ini berlaku umumnya pada masalah apa saja dan secara mutlak
berlaku ketika tidak mungkin ada kepastian dan pendapat terbagi.
Aristoteles menyebut karakter komunikator ini sebagai ethos. Ethos terdiri
diri dari pikiran baik, akhlak yang baik, dan maksud yang baik (good sense, good
moral character, good will). Pendapat Aristoteles ini diuji secara ilmiah 2300
tahun kemudian oleh Hovland dan Weiss (1951). Hovland dan Weiss menyebut
ethos ini credibility yang terdiri dari dua unsur: Expertise (keahlian) dan
trustworthiness (dapat dipercaya). Kedua komponen ini telah disebut dengan
33
istilah-istilah lain oleh ahli komunikasi yang berbeda. Untuk expertness, Mc
Croskey (1968) menyebutnya authoritativeness; Markham (1968) menamainya
faktor reliable-logical; Berlo et al., (1969) menggunakan qualification. Untuk
trusworthinees, peneliti lain menggunakan istilah safety, character, atau
evaluative factor. Dalam penelitian ini tidak akan dipersoalkan mana istilah yang
benar, tapi yang akan digunakan di sini adalah istilah kredibilitas, sebagai faktor
yang mempengaruhi efektivitas sumber.
Unsur lainnya yang juga mempengaruhi efektivitas sumber adalah: atraksi
komunikator (source attractiveness) dan kekuasaan (source power). Seluruhnya
kredibilitas, atraksi dan kekuasaan oleh Jalaludin Rakhmat disebut sebagai ethos
(sebagai penghormatan pada Aristoteles, psikolog komunikasi yang pertama).
Ethos adalah nilai diri seseorang yang merupakan paduan dan aspek kognisi,
afeksi, dan konasi. Seorang komunikator yang memiliki ethos tinggi, dicirikan
oleh kesiapan, kesungguhan, ketulusan, kepercayaan, ketenangan, keramahan,
dan
kesederhanaan.
Jika
komunikasi
persuasif
ingin
berhasil
seorang
komunikator harus memiliki sikap reseptif, selektif, digestif, asimilatif, dan
transitif.
Kredibilitas adalah seperangkat persepsi komunikate tentang sifat-sifat
komunikator. Kredibilitas itu masalah persepsi, kredibilitas berubah bergantung
pada pelaku persepsi (komunikate), topik yang dibahas, dan situasi. (Rakhmat
2001). Kredibilitas tidak ada pada diri komunikator, tetapi terletak pada persepsi
komunikate. Dapat terjadi atau dijadikan. Sebagai contoh: Kita
dapat
menghadirkan "the man-on-the-street" di ruangan kuliah dan mengumumkan
pada mahasiswa bahwa orang itu adalah doktor dalam sosiologi. Pembentukan
persepsi orang lain dengan deskripsi verbal. Tentu saja dapat menurunkan
kredibilitas komunikator dengan memberinya pakaian-pakaian yang lusuh atau
menyuruhnya berperilaku yang menyebalkan. Pemanipulasian persepsi orang
lain dengan petunjuk nonverbal. (Rakhmat 2005).
Hal-hal yang mempengaruhi persepsi komunikate tentang komunikator
sebelum ia melakukan komunikasi disebut prior ethos (Andersen 1972). Sumber
komunikasi memperoleh prior ethos karena berbagai hal membentuk gambaran
tentang diri komunikator dari pengalaman langsung dengan komunikator itu atau
dari pengalaman wakilan (vicarious experiences); misalnya, karena sudah lama
bergaul dengan dia dan sudah mengenal integritas kepribadiannya atau karena
34
sudah sering melihat atau mendengarnya dalam media massa. Boleh jadi
membentuk prior ethos komunikator dengan menghubungkannya pada kelompok
rujukan orang itu; kita meletakkannya dalam kategori pada skema kognitif,
misalnya
melalui gelar-gelar (seperti, haji, ustad, doktor, dokter, artis) yang
melahirkan persepsi tentang kelompok yang mendalami bidang tertentu. Mungkin
juga prior ethos terbentuk karena sponsor atau pihak-pihak yang mendukung
komunikator. Bila organisasi yang berstatus tinggi memperkenalkan kepada
orang banyak, bila ahli yang terkenal membawa Anda pada suatu pertemuan,
memiliki prior ethos karena sponsor (by sponsorship and endorsement). Boleh
jadi prior ethos juga timbul
seperti dikatakan di atas oleh petunjuk-petunjuk
nonverbal yang ada pada diri komunikator. Kebanyakan penelitian kredibilitas
berkenaan dengan prior ethos.
Menurut Rubin, et al., (1994) source credibility (SC/ kredibilitas sumber)
mengacu pada kedapatdipercayaan (believability) sumber informasi. Selanjutnya,
Berlo, et al., (1974) berpendapat bahwa kredibilitas sumber ethos, prestige, or
image mulanya dipandang sebagai sikap dimensi penerima mengenai sumber.
Namun, pandangan ini berubah pada pertengahan 1960-an ketika dua bidang
riset mulai memperkenalkannya sebagai sikap yang multidimensional. Pertama,
Berlo et al., (1974) yang menawarkan dua dimensi kredibilitas: persepsi
mengenai keahlian (Perceived Expertness) dan persepsi mengenai kepercayaan
(Perceived Trustworthiness).
Trustworthiness
atau dapat dipercaya adalah
kesan penerima
(persuade) tentang sumber komunikasi persuasif (persuader) yang berkaitan
dengan wataknya, seperti kejujuran, ketulusan,
kebermoralan, bersifat
adil,
bersikap sopan, berperilaku etis atau sebaliknya. Berkaitan dengan aspek
kepercayaan ini, sebuah
pertanyaan
yang
apakah penerima percaya bahwa posisi
sebagai
pembicara, tidak
popularitas,
bertujuan
perlu
dipertimbangkan adalah
persuader
lain,
seperti
itu benar-benar murni
untuk
mendapatkan
untuk memperoleh suara terbanyak atau untuk sejumlah uang.
Dalam hal ini, Mar'at (1982) menjelaskan
bahwa
agar
mendapatkan
kepercayaan maka persuader dalam menyampaikan pesannya harus mampu
mengolah pesannya agar tampak bahwa pesan itu tidak menguntungkan
bagi
(1966)
dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut, penelitian Walster dan
membuktikan
hal
tersebut.
Yang diteliti
mereka
adalah
Davis
efek
35
komunikasi seorang pelaku kriminal yang mengusulkan untuk memberi lebih
banyak kebebasan terhadap individu dan menentang polisi, apa yang dia
sampaikan
perilaku)
ternyata
objek
mengusulkan
tidak
memberikan perubahan
penelitian.
agar
Sebaliknya manakala
kekuasan
polisi
(sikap
pendapat
pelaku
kriminal
dan
itu
ditambah, justru hal itu menyebabkan
perubahan yang cukup besar.
Persuader
yang
berprestasi
rendah
serta diragukan integritasnya
dapat memberikan pengaruh yang cukup besar jika ia berbicara tentang aspekaspek yang kelihatannya tidak menguntungkan dirinya, apalagi jika hal itu
merugikan
dirinya.
Kondisi
yang
sama
dapat terjadi apabila penerima
(persuade) mengira bahwa komunikasi yang terjadi tersebut tidak seharusnya
dilakukan dan bukan ditujukan pada dirinya (Mar’at 1982). Orang cenderung
akan lebih mudah terpengaruh apabila mereka “secara tidak sengaja”
mendengar
komunikasi
persuasif,
langsung ditujukan pada
daripada apabila komunikasi itu secara
dirinya (Walster dan Festinger, 1962; Brock
dan
Becher, 1965 dalam Mar'at 1982).
Persepsi terhadap
“tujuan
untuk mempengaruhi” merupakan aspek
yang menentukan untuk diterima dan atau ditolaknya komunikasi persuasif.
Jika
penerima (persuade)
menganggap
sumber (persuader)
sedang
berusaha untuk mengubah dirinya (sikap, pendapat dan perilaku) maka
mungkin ia akan curiga, dan hal itu dapat mengurangi perubahan tersebut.
Namun
demikian, hal
ini bukan
berarti setiap persuader
selalu
akan
dicurigai. Manakala persuader merupakan orang yang berkredibilitas tinggi,
dan
atau
persuader
disenangi penerima
akan
maka
diterima persuade
pesan-pesan
dengan
senang
yang
hati,
disampaikan
dan ia rela
mengubah dirinya, sesuai dengan yang dikehendaki persuader. Oleh karena itu,
dalam kondisi demikian aspek kejelasan pesan sangat diperlukan.
Skala orisinil McCroskey (1966) telah digunakan untuk mengkonfirmasi
bahwa kredibilitas pembicara secara aktual dipersepsi sebagai kredibilitas tinggi
dan kredibilitas rendah. (Carbone, 1975 Mehrley & McCroskey 1970); untuk
menilai kredibilitas para saksi persidangan/trial witnesses (Kaminski & Miller,
1984 Pryor & Buchanan 1984) dan superiors langsung dalam organisasi
(Falcione 1974).
36
Kredibilitas pembicara (McCroskey, 1968 Riggio, 1972) memiliki 3 aspek
utama kompetensi mengacu kepada pengetahuan dan kepakaran yang menurut
khalayak dimiliki pembicara. Karakter mengacu pada itikad dan perhatian
pembicara
kepada
khalayak. Karisma
mengacu
pada
kepribadian
dan
kedinamisan. Skala penilaian untuk mengevaluasi kredibilitas pembicara yakni
kompetensi : knowledgeable, experienced, confident, informed. Karakter meliputi:
fair, concerned, consistent, similar. Karisma meliputi : positive, assertive,
enthusiastic, active.
Kredibilitas adalah persepsi persuadee tentang diri persuader yang
berkaitan dengan tingkat keahlian, dapat dipercaya, kompetensi, dinamisme,
sosiabilitas, dan karismatik. Secara garis besar, komponen kredibilitas terdiri atas
keahlian dan dapat dipercaya. Namun demikian ada beberapa komponen lain
yang masih terkait, yakni rasa aman, kualifikasi, dinamisme, dan sosiabilitas.
Keahlian merupakan kesan yang dibentuk persuadee tentang sumber
komunikasi persuasif berkaitan dengan topik yang dibicarakan. Dapat dipercaya
adalah kesan yang dibentuk persuadee tentang sumber komunikasi persuasif
berkaitan dengan wataknya, seperti kejujuran, ketulusan, kebermoralan, bersifat
adil, bersikap sopan, berperilaku etis, atau sebaliknya.
Untuk memprediksi penilaian persuadee terhadap tingkat dapat dipercaya
si persuader, dapat dilakukan dengan analisis atribusional, yakni penilaian yang
didasarkan pada pertalian dengan alasan pernyataan persuader. Dalam analisis
atribusional terdapat tiga pertalian, yakni, apa yang dikemukakan merefleksikan
kebenaran, bias pengetahuan, dan bias pernyataan.
Kredibilitas
sumber
komunikasi
persuasif
dapat
diukur
dengan
mengembangkan konstruk semantic differential (perbedaan semantik). Sifat
bipolar dalam semantic differential mencakup tiga sifat, yakni evaluasi, potensi,
dan kegiatan.
Pengaruh kredibilitas sumber pada penerima, dalam jangka waktu yang
lama akan memudar. Keadaan demikian disebut dengan sleeper effect. Saluran
komunikasi yang dirancang dengan baik dan disajikan dengan tepat, ternyata
dapat meningkatkan kredibilitas sumber.
Faktor-faktor vokalik, seperti nilai pembicaraan, variasi titinada, kualitas
vokal, dan artikulasi dapat berpengaruh terhadap kredibilitas sumber. Hal ini
akan dilihat dari nonfluencies yang terdiri atas vocalized pause, repetition,
37
sentence corrections, stuttering, dan slip-tongue correction. Self reference dan
prestige reference merupakan dua aspek yang berkaitan dengan artistic proof.
Kedua aspek tersebut sangat penting untuk meningkatkan kredibilitas.
Penerima/Receiver
DeFleur (1989) memodifikasi teori respons dengan teorinya yang
dikenal sebagai perbedaan individu dalam komunikasi (individual differences).
Diasumsikan, bahwa pesan-pesan media berisi stimulus tertentu berinteraksi
secara berbeda-beda dengan karakteristik pribadi dari para anggota audiens.
Teori DeFleur secara eksplisit mengakui adanya intervensi peubah-peubah
psikologis
yang berinteraksi
dengan
terpaan
media
massa
dalam
menghasilkan efek. Berangkat dari teori perbedaan individu, DeFleur (1989)
mengembangkan model psikodinamik yang didasarkan pada keyakinan bahwa
kunci dari persuasi yang efektif terletak pada modifikasi struktur psikologis
internal dan individu. Melalui modifikasi inilah respons tertentu yang diharapkan
muncul dalam perilaku individu akan tercapai. Pandangan Defleur fokus
pada peubah-peubah yang berhubungan dengan individu sebagai penerima
pesan, suatu kelanjutan dari asumsi sebab akibat dan berdasarkan pada
perubahan sikap sebagai ukuran perubahan perilaku.
Menurut Nelly (1988) karakteristik personal adalah ciri-ciri atau sifat-sifat
yang dimiliki oleh seseorang (individu) atau masyarakat, yang ditampilkan
melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindak terhadap lingkungannya. Ia sering
kali digunakan untuk membedakan seseorang atau suatu kelompok masyarakat
dengan yang lainnya.
McQuail dan Windahl (1981) menyatakan bahwa orang berbeda
akan memberikan
memiliki
respons
tingkat predisposisi
memberikan
respon.
Umur,
yang
berlainan,
motivasional
karena
yang
jenis kelamin,
individu-individu
berbeda
pendapatan,
dalam
pekerjaan,
pendidikan, suku dan agama diasumsikan turut menentukan seleksivitas
seseorang
bahwa
individu
terhadap
komunikasi.
karakteristik
personal
yang
Setiawan
meliputi
umur,
(2006) menyatakan
pendidikan,
gender,
kesehatan, suku, agama dan faktor komunitas, serta karakteristik sumber
informasi sangat mempengaruhi kemampuan seseorang atau masyarakat dalam
menerima dan menerapkan suatu informasi atau inovasi.
38
Lionberger
dan
Gwin
(1982)
menyatakan
bahwa
karakteristik
personal yang perlu diperhatikan adalah umur, pendidikan dan karakteristik
psikologis. Termasuk karakteristik psikologis adalah rasionalitas, fleksibilitas
mental, dogmatism, orientasi usaha dan kemudahan menerima inovasi.
Lebih jelas Lionberger dan Gwin (1982) menyatakan
tempat
tinggal,
kesehatan,
suatu
kedudukan
umur
perubahan.
dan
atau
sikap
status
bahwa
pendidikan,
sosial, kemampuan
manajemen,
mempengaruhi
Sedangkan
menurut
penerimaan individu atas
Sumardjo
(1999)
karakteristik
personal yang patut diperhatikan adalah umur, pendidikan, pengalaman,
kekosmopolitan, keterampilan, persepsi, gender, motivasi, kesehatan dan
fasilitas informasi. Banyak penelitian lain membuktikan bahwa beberapa
karakteristik personal (tingkat
pendidikan)
sangat
mempengaruhi
tingkat
pemahaman, perubahan sikap dan perubahan perilaku sumber informasi
terhadap informasi-informasi yang diperoleh, baik secara langsung maupun
melalui media massa.
McLeod dan O’Keefe (1972) menyatakan bahwa peubah demografi
seperti jenis kelamin, umur dan status sosial merupakan indikator yang
digunakan untuk menerangkan perilaku seseorang.
Menurut Kotler (1980) dan Anwar (1982) karakteristik personal meliputi
juga pendidikan formal, sikap terhadap inovasi, agama, ras, status sosial dan
kebangsaan. Susanto (1997) menegaskan bahwa
seseorang
sangat
dipengaruhi
oleh
perilaku
karakteristik
komunikasi
yang dimilikinya.
(Schramm,1973). Lerner (1978) mengungkapkan bahwa kedudukan seseorang
dalam lapisan atau struktur sosial juga mempengaruhi perilaku komunikasinya.
Karakteristik personal juga mempengaruhi penggunaan saluran komunikasi yang
dipilih sebagai sumber informasi.
Selanjutnya
Rogers (2003)
mengungkapkan
bahwa
karakteristik
personal turut mempengaruhi persepsi orang tersebut dan persepsi akan
mempengaruhi perilakunya. Rakhmat (2005) menegaskan bahwa seseorang
akan mendengar, membaca apa yang diinginkannya dan menolak apa yang
tidak dikehendakinya sesuai dengan persepsinya.
Menurut Slamet (1981) tumbuh dan berkembangnya
partisipasi
seseorang dalam suatu aktivitas sangat dipengaruhi oleh tiga unsur pokok,
yaitu: (1) adanya kesempatan yang diberikan, (2) adanya kemauan untuk
39
berpartisipasi,
(3)
adanya
kemampuan
untuk
berpatisipasi.
Partisipasi
hakekatnya merupakan bentuk keterlibatan aktif dan sukarela, baik karena
motivasi instrinsik maupun motivasi ekstrinsik dalam keseluruhan
kegiatan
yang
bersangkutan,
yang
mencakup
proses
pengambilan keputusan
dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian (pemantauan, evaluasi dan
pengawasan) serta pemanfaatan hasil-hasil kegiatan yang dicapai.
Secara umum, karakteristik personal
seseorang
mempengaruhi
keberhasilan dari kegiatan komunikasi. Keberagaman karakteristik-karakteristik
personal sebagai fakta yang
mempengaruhi
tingkat
efektivitas
individu
sebagai pribadi maupun sebagai mahluk sosial, jelas tidak dapat dipisahkan
dari faktor eksternalnya.
Download