bab vi proses difusi, kategori adopter dan laju

advertisement
BAB VI
PROSES DIFUSI, KATEGORI ADOPTER DAN LAJU ADOPSI
INOVASI SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI) DI
DUSUN MUHARA
Adanya komponen waktu dalam proses difusi, dapat mengukur tingkat
keinovativan dan laju adopsi inovasi. Sehubungan dengan itu, bab ini akan
menjelaskan proses difusi dengan menjelaskan unsur-unsur difusi, yaitu: inovasi,
saluran komunikasi, waktu dan sistem sosial, kemudian kategori adopter dan laju
adopsi inovasi SRI yang terjadi di Dusun Muhara.
6.1 Proses Difusi Inovasi Padi SRI di Dusun Muhara
Mengacu pada definisi difusi inovasi menurut Rogers dan Shoemaker
(1971), mengemukakan empat unsur dalam suatu proses difusi, yaitu: (1) inovasi,
(2) saluran komunikasi, (3) waktu, dan (4) sistem sosial. Keempat unsur tersebut
senantiasa dapat diidentifikasi dalam studi difusi ini, yang secara rinci akan
dijelaskan di bawah ini.
6.1.1
Inovasi SRI
Sebagaimana telah dikemukakan pada bab sebelumnya, inovasi adalah
suatu gagasan, praktek, atau objek yang dipandang sebagai baru oleh individu.
Inovasi yang diacu dalam penelitian ini berasal dari Lembaga Nagrak-SRI
Organic Center (NORC) yang tertera pada Tabel 1. Inovasi ini tidak jauh berbeda
dengan inovasi yang diterapkan dan menjadi standar acuan petani adopter SRI di
Dusun Muhara sebagaimana terlampir dalam Lampiran 6.
Inovasi SRI yang dianggap baru oleh petani di Dusun Muhara dibanding
budidaya padi konvensional adalah menggunakan pupuk organik, adanya seleksi
bernas dengan cara direndam selama 24-48 jam dan dikeringkan selama 24-48
jam, jarak tanam yang diperluas menjadi 30 x 30 cm atau 35 x 35 cm, pengairan
sedikit atau macak-macak, jumlah benih yang relatif lebih sedikit lima kg/ha,
umur tanam benih yang lebih cepat 7-15 hari, cara tanamnya menggunakan bibit
tunggal dengan posisi akar membentuk huruf L dan dangkal, penyiangan 3-5
kali/musim tanam, pestidida menggunakan pestisida nabati dan pengelolaan hama
terpadu, masa produksi relatif singkat 100 hari, dan hasil gabah kering pungutnya
lebih tinggi 8-12 ton/ha. Tabel 15 menjelaskan distribusi petani yang
melaksanakan budidaya inovasi SRI.
Tabel 15. Distribusi Petani yang Menerapkan Inovasi SRI di Dusun Muhara Tahun 2009 (dalam
persen)
Inovasi budidaya SRI
Jumlah petani yang
menerapkan
Pupuk Kompos, campuran antara kotoran hewan (kohe) dan daun-daunan
100
Jarak tanam 30x30 cm, 35x35 cm
59
Sedikit air (macak-macak)
100
Lama perendaman 24-48 jam (berkecambah)
100
Pengeringan benih 24-48 jam
100
Jumlah benih 5 kg/ha
0
Tempat persemaian di nampan dengan pemilihan benih bermutu
18
Umur pembibitan 7-15 hari
91
Benih tunggal, horizontal (L) dan dangkal
41
Penyiangan 3-5 kali/musim tanam
81
Pestisida nabati (MOL) dan pengelolaan hama terpadu
100
Masa produksi 100 hari
100
Hasil Gabah Kering Pungut 7-12 ton/ha
21
Berdasarkan Tabel 15 di atas, hampir seluruh komponen budidaya SRI
yang dianggap baru diterapkan oleh petani, kecuali tempat persemaian dan bibit
tunggal karena masih menggunakan pola yang lama dan tidak ada tempat atau
lahan untuk menyimpan wadah sebagai tempat persemaian. Untuk jumlah benih
tidak ada satupun yang menerapkan anjuran 5 kg/ha, karena petani tidak ingin
beresiko jika ada benih padi yang mati atau terkena hama dan hasil gabah kering
pungut hanya 21 persen yang sesuai dengan anjuran budidaya SRI karena
mungkin penerapan budidaya SRI nya masih belum benar dan juga ada dugaan
terkena hama dan masih adanya residu dari pupuk kimia.
6.1.2
Saluran Komunikasi
Merujuk pada Rogers dan Shoemaker (1971), saluran komunikasi adalah
cara-cara melalui mana sebuah pesan diperoleh penerima dari sumber, yang
46
dibedakan ke dalam saluran komunikasi interpersonal dan media massa. Saluran
komunikasi interpersonal lebih efektif membangun dan merubah sikap, sementara
saluran media massa efektif merubah pengetahuan tentang inovasi. Tabel 16 di
bawah ini menjelaskan tentang sumber informasi inovasi budidaya SRI di Dusun
Muhara.
Tabel 16. Sumber Informasi tentang Inovasi Budidaya SRI di Dusun Muhara pada Tahun 2009
(dalam persen)
sumber informasi
Jumlah
PPL
91
Ketua Kelompok Tani
93
KTNA
3
Sesama anggota Kelompok Tani
85
Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya
76
Radio
3
Televisi
1
Ditinjau dari penyebaran inovasi budidaya SRI, maka kesadaran akan
adanya teknologi baru dalam pertanian banyak melalui penyuluh petanian
lapangan (PPL), ketua kelompok tani, sesama anggota kelompok tani dan Dinas
Pertanian Kabupaten Tasikmalaya berturut-turut 91 persen, 93 persen, 85 persen
dan 76 persen. Hal tersebut menunjukkan bahwa saluran komunikasi interpersonal
lebih dominan dibanding saluran media massa yang hanya empat persen yang
terdiri dari radio dan televisi.
6.1.3
Waktu
Inovasi SRI diintroduksikan di Dusun Muhara mulai musim tanam (MT) 1
pada tahun 2006 sampai penelitian berlangsung sudah memasuki MT10. Tabel 17
dibawah ini memperlihatkan jumlah petani yang menerapkan inovasi SRI setiap
musim tanamnya.
47
Tabel 17. Jumlah petani yang menerapkan inovasi SRI di Dusun Muhara di setiap musim tanam
(dalam persen)
Awal menerapkan
inovasi SRI
MT1
6.1.4
petani yang menerapkan inovasi
SRI
18
MT2
7
MT3
10
MT4
24
MT5
6
MT6
15
MT7
6
MT8
6
MT9
9
Sistem Sosial
Oleh karena difusi inovasi terjadi dalam sistem sosial, maka struktur sosial
dipandang mempengaruhi difusi inovasi melalui beberapa cara, diantaranya
peranan tokoh pemuka pendapat (tokoh masyarakat) dan agen perubah. Dalam
konteks peranan tokoh masyarakat, dimungkinkan adanya individu yang
mengembangkan struktur komunikasi homofili dan heterofili. Semakin homofili
struktur komunikasi, semakin cepat laju adopsi, dan sebaliknya.
Sebagaimana diketahui bahwa tokoh masyarakat yang berperan penting di
Dusun Muhara dalam penyebaran budidaya inovasi SRI adalah Ketua
Kelompoktani Mukti Tani III yaitu Bpk. Didi Faturohman, dimana peranannya
mengembangkan struktur komunikasi homofili. Hal tersebut dibuktikan dengan
hanya memiliki lahan sawah 0,09 ha dengan tingkat pendidikan formal
terakhirnya tamatan Sekolah Dasar (SD), tetapi beliau lebih terdedah terhadap
media massa, lebih kosmopolit dan lebih sering berkomunikasi dengan agen
perubah (penyuluh), dalam hal aksesibilitas, beliau memiliki partisipasi sosial
yang lebih tinggi dibanding anggota kelompoktaninya dan lebih inovatif. Beliau
juga termasuk kategori pemuka pendapat yang monomorfis, dimana cenderung
bertindak sebagai pemuka pendapat hanya dalam kelompoktani saja.
Sebagai ketua kelompotani, beliau berperan dalam penyebaran budidaya
inovasi SRI di Dusun Muhara yang diintroduksikan oleh Dinas Pertanian
Kabupaten Tasikmalaya dengan cara petani yang mengikuti penyuluhan dan
48
pelatihan SRI serta tertarik untuk menerapkan budidaya inovasi SRI di sawahnya,
hasil panennya akan dibeli dengan harga yang relatif lebih tinggi dibanding hasil
panen padi konvensional, misalnya saja kisaran harga gabah kering giling
konvensional Rp. 3.400,-, gabah kering giling SRI akan dihargai Rp. 3.600,- pada
waktu panen MT9 tahun 2009, sekarang mungkin lebih tinggi lagi harga jualnya
karena memang padi SRI ini return of invesment-nya tinggi. Cara ini dilakukan
Bpk. Didi dengan cara bekerjasama dengan GAPOKTAN SIMPATIK
Tasikmalaya yang diketuai oleh Uu Syaeful Bahri dalam hal penggalangan dana
agar petani tertarik untuk menerapkan budidaya inovasi SRI. Hal ini didukung
dengan adanya kerja sama dari perusahaan eskportir beras PT Bloom Agro yang
diketuai oleh Emelly Sutanto dengan GAPOKTAN SIMPATIK untuk
memasarkan beras organik ke luar negeri. Di samping itu untuk menunjang
penerapan inovasi SRI ini, beliau mengusahakan mesin pengolah organik dan
pembuatan saung kompos. Agar bisa dirasakan oleh para petani adopter SRI
nantinya, beliau mendirikan koperasi khusus di bidang pertanian organik
menyangkut penggunaan mesin pengolah organik dan saung kompos, sehingga
petani yang menjadi anggota koperasi bisa terbantu dalam penyediaan pupuk
organik yang ketersediannya sangat terbatas di Dusun Muhara.
Meskipun begitu, penyebaran inovasi SRI ini tidak terlepas dari
kendala/hambatan-hambatan yang ada di Dusun Muhara. Kendala yang dihadapi
dalam mendiseminasikan budidaya SRI di Dusun Muhara diantaranya adalah:
petani merasa “kotor” dalam berbudidaya SRI, banyak aktifitas budidaya padi
yang harus dikerjakan oleh petani dibanding budidaya konvensional, produksi
padi belum terasa meningkat karena banyaknya serangan hama dan mungkin juga
pola budidaya SRI nya masih belum sesuai dengan anjuran budidaya SRI, dan
budidaya SRI lebih kompleks dibanding budidaya konvensional. Pada intinya Bpk
Didi menyimpulkan ada tiga kendala yang dihadapi: (1) sumberdaya manusia,
dalam hal ini petani di Dusun Muhara masih rendah, (2) mengembalikan atau
merubah pola budidaya padi dari budidaya padi konvensional menuju budidaya
padi SRI (back to nature), dan (3) masih tersedianya pupuk kimia dan pestisida
kimia.
49
6.2 Kurva Penerimaan dan Kategori Adopter Inovasi SRI di Dusun Muhara
6.2.1 Kurva Penerimaan Inovasi SRI di Dusun Muhara
Merujuk Rogers dan Shoemaker (1971), distribusi adopter pada kurva-S
meningkat sangat lambat pada awalnya, yakni ketika hanya beberapa adopter saja
pada titik tertentu. Kemudian terjadi percepatan/akselerasi peningkatan adopter
sampai maksimum ketika hampir separuh dari individu-individu dalam sistem
sosial telah mengadopsi inovasi. Selanjutnya peningkatannya secara gradual akan
menurun oleh karena hanya tinggal beberapa orang saja yang akhirnya
mengadopsi. Kurva-S ini dinyatakan mengikuti distribusi normal karena
dukungan teori kurva belajar (learning curves).
120
100
80
79
60
59
85
91
100
65
Persen
40
20
35
18
25
0
MT1 MT2 MT3 MT4 MT5 MT6 MT7 MT8 MT9
Gambar 2. Kurva Penerimaan Inovasi SRI di Dusun Muhara pada Tahun 2009
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Dusun Muhara, ternyata grafik
penerimaan inovasi SRI tidak membentuk kurva S atau cumulative S-curve,
seperti yang terlihat pada Gambar 2. Berdasarkan gambar di atas, bahwa
penerimaan inovasi SRI oleh petani Dusun Muhara mengikuti waktu yang
berbeda-beda. Pada mulanya yang menerima inovasi SRI hanya 18 persen saja
pada musim tanam satu, dan selanjutnya dari musim tanam berikutnya terus
meningkat dan menurun kembali. Hal ini diduga karena yang dominan menjadi
pengambilan keputusan inovasi SRI adalah tipe pengambilan keputusan otoritas
sebesar 91 persen (Lampiran 4), sehingga menjadi lebih kompleks dalam
dibandingkan tipe opsional. Kemudian diperkuat frekuensi pertemuan/pelatihan
SRI sebanyak 13 kali sebagian besar memang dilakukan setelah pelatihan, dimana
petani tidak terlalu berminat mengikutinya, karena bagi mereka motivasinya
50
memperoleh stimulan uang maupun stimulan barang (sarana produksi), dan itu
diberikan pada awal pelatihan selama enam hari sehingga yang mengikuti
pertemuan/pelatihan SRI selama enam hari itu lah yang sebanyak 18 persen
menerima dan menerapkan inovasi SRI pada musim tanam pertama.
6.2.2
Kategori Adopter Inovasi SRI di Dusun Muhara
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya tingkat keinovativan adalah waktu
(bulan) yang dibutuhkan petani sejak mendengar/mengenal inovasi SRI sampai
dengan menerapkannya di usahatani mereka. Oleh karena inovasi SRI telah
diintroduksikan sejak MT1 tahun 2006 dan sampai penelitian berlangsung
memasuki MT10, serta merujuk pada Rogers dan Shoemaker (1971) yang
menyatakan adanya lima kategori adopter dalam setiap sistim sosial dan fakta
sebagaimana dijelaskan tersebut di atas, maka dalam penelitian ini penerima
inovasi budidaya SRI pada MT1 sampai MT2 disebut inovator, penerima inovasi
SRI pada MT3 sampai MT4 disebut penganut dini (early adopter), penerima
inovasi SRI pada MT5 sampai MT6 disebut early majority, penerima inovasi SRI
pada MT7 sampai MT9 disebut late majority, dan penerima inovasi SRI pada
MT9 disebut Laggards. Dengan kategori tersebut diatas, maka didapatkan jumlah
dan kategori golongan penerima inovasi budidaya SRI di Dusun Muhara seperti
gambar di bawah ini.
40
35
34
30
25
25
21
20
15
Persen
12
10
9
5
0
Innovators
Early
Early
Late
Laggards
Adopters Majority Majority
Gambar 3. Kurva Adopter Petani Padi System of Rice Intensification (SRI) di Dusun Muhara pada
Tahun 2009
51
Berdasarkan Gambar 3 di atas, kurva kategori adopter tidak membentuk
genta (Bell-shape curve) karena tidak mengikuti suatu sebaran normal, sehingga
tidak sejalan dengan asumsi bahwa jika suatu inovasi diintroduksikan kepada
suatu sistem sosial, maka dengan berjalannya waktu akan menemukan bahwa
orang yang mengadopsi inovasi akan semakin bertambah banyak. Kategori
adopter early majority lebih tinggi persentasenya dibanding kategori adopter
lainnya. Pada kategori adopter innovators persentasenya lebih tinggi 21,5 persen
dibanding acuan baku Rogers dan Shoemaker (1971) yaitu 2,5 persen. Hal ini
diduga, sebagaimana penjelasan di atas, banyak petani yang mengadopsi inovasi
SRI karena ada program dari Dinas Pertanian Kabupaten Tasikmalaya dan ada
stimulan insentif sehingga para petani tertarik untuk berpartisipasi dalam
penyuluhan pengenalan inovasi SRI di Dusun Muhara selama tujuh hari berturutturut. Dugaan ini diperkuat oleh data pada lampiran 4 bahwa sebagian besar tipe
pengambilan keputusan inovasi SRI ada otoritas sebesar 91 persen, sehingga pada
musim tanam berikutnya banyak petani yang ikut mengadopsi inovasi SRI.
Setelah MT3-MT4, banyak petani yang kurang minatnya terhadap inovasi
budidaya SRI, seperti yang terlihat pada Gambar 2 pada kategori adopter early
majority, late majority dan laggards semakin menurun persentasenya, masingmasing 20 persen, 13 persen dan 10 persen. Hal ini diakibatkan budidaya inovasi
SRI dirasa lebih sulit dilakukan dibandingkan budidaya inovasi konvensional,
seperti penggunaan pupuk organik, disamping ketersediaanya tidak memadai
dengan kebutuhan petani, juga dianggap kotor oleh kalangan petani tertentu
dibandingkan pupuk kimia yang hanya tinggal menyebarkannya saja. Selain itu,
pemasaran beras/gabah organik umumnya petani SRI menjual hasil panen kepada
para pedagang lokal dengan harga yang belum memadai, walaupun masih terdapat
perbedaan harga dengan gabah/beras biasa, namun harga jual padi organik
dirasakan oleh para petani belum menguntungkan karena belum memberikan nilai
tambah yang diharapkan.
Ada beberapa perbedaan antara kelima golongan kategori adopter Inovasi
SRI tersebut dilihat dari waktu penerimaan, status sosial, luas sawah,
partisipasi/hubungan dengan pejabat, dan sumber informasi. Beberapa perbedaan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 18 di bawah ini.
52
Tabel 18. Ciri-ciri Kategori Adopter Inovasi SRI dilihat Menurut Kategori Penerima di Dusun
Muhara Tahun 2009
Ciri-ciri
Waktu penerapan
inovasi SRI
Status sosial
Luas sawah
Partisipasi/hubungan
sosial
Sumber informasi
inovasi SRI
Innovators
Kategori Adopter Inovasi SRI
Early
Early
Late
Adopters
Majority
Majority
Laggards
MT1-MT2
MT3-MT4
MT5-MT6
MT7-MT8
MT9-MT10
sedang
rendah
sedang
rendah
sedang
rendah
sedang
rendah
sedang
rendah
tinggi
sedang
sedang
sedang
sedang
PPL, Ketua
Kelompok
Tani,
Sesama
anggota
kelompok
tani, Dinas
Pertanian
Kabupaten
PPL, Ketua
Kelompok
Tani,
Sesama
anggota
kelompok
tani, Dinas
Pertanian
Kabupaten
PPL, Ketua
Kelompok
Tani,
Sesama
anggota
kelompok
tani, Dinas
Pertanian
Kabupaten
PPL, Ketua
Kelompok
Tani,
Sesama
anggota
kelompok
tani, Dinas
Pertanian
Kabupaten
PPL, Ketua
Kelompok
Tani,
Sesama
anggota
kelompok
tani, Dinas
Pertanian
Kabupaten
Dari Tabel 18, dapat kita lihat bahwa kategori adopter innovators
merupakan golongan yang pertama menerima inovasi SRI dalam pertanian yang
telah disebarkan kepada para petani, dan kemudian menyusul golongan early
adopters, early majority, late majority dan laggards. Pada kelima kategori adopter
inovasi SRI tersebut, terdapat kesamaan dalam hal status sosial, luas sawah, dan
sumber informasi. Hal ini berbeda dengan tulisannya Sastramihardja dan Veronica
(1976) bahwa golongan innovators mempunyai status sosial, luas sawah,
partisipasi/hubungan sosial yang lebih tinggi daripada golongan-golongan yang
menyusul kemudian.
Secara umum Rogers dan Shoemaker (1971) membuat generalisasi bahwa
kategori adopter innovators berada di kategori lebih tinggi pada karakteristik
pribadi (variabel pengaruh) dibanding kategori adopter early adopters, akan tetapi
relatif lebih rendah dibanding kategori adopter early majority, dan begitu juga
selanjutnya sampai laggards. Berdasarkan Tabel 18 dan penjelasan di atas, dapat
di simpulkan bahwa kategori adopter inovasi SRI di Dusun Muhara tidak sesuai
dengan generalisasi Rogers dan Shoemaker, karena pada kategori adopter
innovators sampai laggards, status sosial dan luas sawah dominan berada pada
kategori sedang dan rendah dan sumber informasi inovasi SRI juga sama,yaitu:
53
PPL, ketua kelompok tani, sesama anggota kelompok tani dan Dinas Pertanian
Kabupaten.
6.3 Laju Adopsi Inovasi SRI di Dusun Muhara
Di Dusun Muhara terdapat tiga kampung, yaitu Cinusa, Muhara dan
Tanjung Sirna. Di tiga kampung tersebut tidak semua penduduk bekerja sebagai
petani, 68 persen dari total petani di Dusun Muhara bekerja sebagai petani adopter
SRI. Merujuk Rogers dan Shoemaker (1971) yang telah dikemukakan pada bab
sebelumnya, laju adopsi adalah kecepatan relatif dimana suatu inovasi diadopsi
oleh anggota-anggota suatu sistem sosial. Laju adopsi ini diukur sebagai jumlah
penerima yang mengadopsi inovasi dalam suatu sistem sosial pada periode waktu
tertentu. Tabel 19 menjelaskan tentang laju adopsi inovasi SRI di Dusun Muhara.
Tabel 19. Laju Adopsi Inovasi SRI di Dusun Muhara pada Tahun 2009
Rumahtangga Petani yg
Mengadopsi SRI
Total
Rumahtangga
Petani Padi Sawah
Laju Adopsi SRI (dalam
persen)
Cinusa
41
57
72
Muhara
12
23
52
Tanjung Sirna
15
30
50
Kampung
Data pada Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa laju adopsi yang paling
tinggi berada di Kampung Cinusa, dibandingkan Kampung Muhara dan Tanjung
Sirna dengan persentase berturut-turut sebesar 72 persen, 52 persen dan 50 persen.
Hal ini disebabkan karena ketua kelompok tani dan kontak tani berdomisili di
Kampung Cinusa sehingga diduga pengaruh kepemimpinan ketua kelompok tani
di Kampung Cinusa tersebut sangat besar dalam penyebaran inovasi SRI.
Selanjutnya Kampung Muhara menempati posisi kedua karena jarak antara
Kampung Cinusa dengan Kampung Muhara berdekatan di samping ada salah satu
kontak tani yang berdomisili di Muhara. Kampung Tanjung Sirna laju adopsinya
menjadi yang paling rendah diantara keduanya dikarenakan jarak dengan Cinusa
lebih jauh dibanding jarak Cinusa-Muhara dan juga tidak ada kontak tani yang
berdomisili di Tanjung Sirna.
54
Download