Living Planet VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 MAGAZINE IDN © WWF-Indonesia / Dibal RANUH 2011 MAGAZINE Gaya Hidup Kita, Masa Depan Bumi Living Planet Living Planet DIGITAL MAGAZINE Apabila Anda hanya ingin menerima versi elektronik Living Planet Magazine, silakan kirim email ke : MAGAZINE [email protected] Living Planet Magazine diterbitkan oleh WWF-Indonesia setiap empat bulan sekali 05 Tulis “LPM” pada subyek email Anda 06 16 13 22 12 © Teks (2011) WWF-Indonesia Tidak diperbolehkan mencetak ulang sebagian atau seluruh isi Living Planet Magazine tanpa izin dari WWF-Indonesia. Terima Kasih kepada seluruh kontributor dan ilustrator yang menyumbangkan karyanya untuk WWF-Indonesia dalam Living Planet Magazine 05 UTAMA | Gaya hidup kita, masa depan bumi 16 INSPIRASI 10 CATATAN | Bukan satu jam saja... 18 PANDO | Jangan tanggung-tanggung 13 LEMBAR SALAM 21 TANAH AIR | LOMBOK, sebuah kesaksian... 14 KABAR WWF 24 SINERGI Living Planet Magazine menggunakan kertas daur ulang. Terimakasih kepada PT. Surya Palacejaya yang memberikan harga khusus untuk WWF. SAPA PANDA Satu totalitas... ©Dok. Majalah Pesona Salam hangat! Pada sebuah Car Free Day, saya mendorong sepeda Rich, putra bungsu saya yang berumur empat tahun. Kami takjub, banyak orang menikmati Minggu pagi di Jakarta dengan bersepeda atau berjalan kaki. Ini membuat saya berfikir: apakah bersepeda setiap Car Free Day bisa dikatakan sudah bergaya hidup hijau? Setelah lebih lama merenung, saya melihat bahwa sebenarnya bergaya hidup hijau itu mudah: beragam tips sederhana bergaya hidup hijau ada di mana-mana. Mulai dari membawa botol minum sendiri, membawa kantong belanja untuk mengurangi penggunaan plastik, memilah sampah rumah tangga, dan lain sebagainya. Bayangkan, bila semua orang yang berada di Car Free Day juga melakukan berbagai aktivitas ‘hijau’ lain sehari-hari. Mari kita lakukan refleksi. Apakah kita bergaya hidup hijau hanya sebatas trend saja? Apakah kita melakukannya karena "gaya" atau tidak mau dikatakan ketinggalan jaman? Saya pribadi sudah memilah sampah, menggunakan kantong belanja sendiri, menggunakan alat-alat listrik yang hemat energi di rumah. Akan tetapi, secara pribadi saya belum dan mungkin sulit bersepeda ke kantor. Sebagai gantinya, saya memilih berangkat dan pulang kantor bersamasama rekan kerja (car pooling). Bergaya hidup hijau terletak pada keinginan kita untuk berbuat sebaik-baiknya. 04 Earth Hour yang digelar pada tanggal 26 Maret 2011 membawa pesan sederhana tetapi bermakna dalam: “Setelah 1 Jam Jadikan Gaya Hidup”. Maka, mari kita benar-benar perjuangkan gaya hidup hijau dan menyelaraskannya dengan kebutuhan kita. Kita menyelamatkan bumi, kita merasakan manfaatnya. Salam lestari, Devy Suradji SUSUNAN REDAKSI LIVING PLANET MAGAZINE VOLUME I NO. 3 DESEMBER 2011 Penanggung Jawab Efransjah (CEO WWF-Indonesia) Pemimpin Redaksi Devy Suradji Wakil Pemimpin Redaksi Adji Santoso Redaktur Pelaksana Silfia Febrina Masayu Yulien Vinanda Dewan Redaksi Israr Ardiansyah Rina Aryanti Susilowati Lestari Desmarita Murni Verena Puspawardani Dewi Satriani Maitra Widiantini Redaksi Nur Anisah Nancy Ariaini Dyah Ekarini Shintya Kurniawan Dita Ramadhani Aulia Rahman Annisa Ruzuar Fotografi Irza Rinaldi Patricia Dini Setyorini Saipul Siagian Jimmy Syahirsyah Kerjasama Wini Dewi Aliani Maya Bellina Ikhsanul Khoiri Paramita Mentari Kesuma Margareth Meutia Teresia Prahesti Donny Prasmono Linda Sukandar Anggita Vela Basis Data Primayunta Novy Anaktototy Konsultan Yohan Andreas (Desain) Sugiri (Ilustrasi) Staf Sekretariat Redaksi Ariestiyani Prilia Diah Tetranti Alamat Redaksi : WWF-Indonesia | Gedung Graha Simatupang Tower 2C Floor #7 Jln.TB Simatupang Kav.38 Jakarta Selatan, Indonesia | Tel.: (021) 7829426 – 29 | Website: wwf.or.id WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE UTAMA 05 GAYA HIDUP KITA, MASA DEPAN BUMI VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 © WWF-Canon / Tanya PETERSEN Perubahan iklim pada dasarnya merupakan peristiwa alam yang alami. Namun, akibat ulah manusia melepaskan sejumlah besar Gas Rumah Kaca (GRK) ke atmosfer, temperatur bumi pun meningkat dramatis. Inilah yang lalu dikenal dengan istilah Pemanasan Global. UTAMA © WWF-Indonesia / SUPRIYANTO 06 PEMANASAN GLOBAL? Para ahli menyebut kenaikan temperatur bumi akan mencapai 1,4 sampai 6,3 derajat Celcius hingga tahun 2100. Padahal, setiap kenaikan 2 derajat Celcius saja akan menyebabkan banyak terjadi kepunahan, terutama pada spesies yang sulit beradaptasi di daerah kutub dan tropis. Bagi Indonesia, negara yang bergantung pada kekayaan alam, peristiwa kebakaran hutan dan pemucatan terumbu karang menjadi permasalahan serius, terutama pada masyarakat yang tinggal di daerah sekitar hutan dan pesisir pantai. Meski tingkat emisi GRK terus meningkat, ada banyak peluang untuk menguranginya. Kejadian ini bukan akhir segalanya. PEMANASAN GLOBAL HUTAN LESTARI, IKLIM TERJAGA Dalam konteks perubahan iklim, hutan seperti pisau bermata dua. Bila dikelola dengan baik maka ia mampu memaksimalkan fungsinya untuk menyerap dan menyimpan karbon. Sementara, bila tidak dikelola dengan baik, beralih fungsi menjadi lahan non hutan dan lalu dirusak, maka hutan akan menjadi sumber emisi yang besar. Hutan menutupi antara 86 – 93 juta hektar, atau hampir setengah total wilayah darat Indonesia. Menurut data terakhir Kementerian Kehutanan, Indonesia kehilangan 1,18 juta hektar hutan setiap tahunnya. Deforestasi dan alih fungsi hutan, termasuk lahan gambut, menghasilkan sekitar 60 persen total emisi Indonesia. WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE © WWF-Indonesia / PRIMAYUNTA dilakukan melalui pemetaan partisipatif bersama masyarakat dan analisis High Conservation Value Forest. Sementara di Kutai Barat, Kalimantan Timur, WWF berupaya meminimalkan dampak negatif lingkungan yang mungkin muncul akibat pembangunan. Upaya membantu perencanaan tata ruang Kabupaten Kutai Barat, diharapkan mampu berkontribusi terhadap upaya mengurangi emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan, meningkatkan mata pencaharian masyarakat, mempertahankan ekosistem dan nilai keanekaragamanragaman hayati, serta mempertahankan fungsi wilayah tersebut sebagai koridor keanekaragaman hayati di sekitar kawasan lindung. Beragam upaya tersebut dikemas dalam perencanaan program RPAN (REDD+ for People and Nature) WWFIndonesia di Kutai Barat untuk Ekonomi Hijau PEMANASAN GLOBAL Kondisi ini mendorong Indonesia memilih menanggulangi deforestasi dan degradasi hutan sebagai salah satu cara utama mengurangi emisi dan menghadapi perubahan iklim. Solusi ini dikenal sebagai REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yakni insentif positif bagi negara berkembang yang melindungi hutannya. Skema ini pun lalu berkembang menjadi REDD+. Tidak hanya mengurangi emisi dari deforestasi dan kerusakan hutan, tetapi juga meningkatkan penyerapan karbon melalui konservasi dan pengelolaan hutan lestari serta peningkatan cadangan karbon hutan. PANAS BUMI : ENERGI RAMAH LINGKUNGAN Listrik telah menjadi kebutuhan sehari-hari kita. Ia tidak terpisahkan dari masyarakat kota-kota besar dengan tingkat konsumsi yang sangat tinggi. Lihat saja berderet aktivitas ini: menyalakan lampu di saat gelap, mendinginkan ruangan dengan kipas angin ataupun AC, memasak nasi dengan rice cooker, menyalakan TV sebagai sarana hiburan dan informasi, mengisi batere telepon seluler sebagai sarana komunikasi. Semua membutuhkan listrik! PEMANASAN GLOBAL REDD+ DAN LANGKAH WWF WWF merespon peluang REDD+ ini dengan melakukan persiapan di empat wilayah kerjanya. Taman Nasional Tesso Nilo di Riau dan Taman Nasional Sebangau di Kalimantan Tengah adalah lokasi pilihan untuk menunjukkan peran signifikan kawasan konservasi dalam pelaksanaan REDD+. Sementara, dua lokasi lain: Kutai Barat dan Unurum Guay (Jayapura) adalah tempat melihat kesiapan REDD+ di tingkat kabupaten. Di Unurum Guay, Papua, identifikasi potensi REDD VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 Namun, sebagian besar listrik yang kita nikmati sehari-hari berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar energi fosil seperti bahan bakar minyak (BBM) dan batubara yang tergolong jenis energi yang tidak terbarukan dalam waktu cepat. Semakin besar konsumsi energi ini, maka akan semakin cepat habis cadangannya di dalam perut bumi. Selain masalah terbatasnya persediaan, setiap tahapan dalam proses energi fosil mulai dari pemanfaatan hingga limbah akhir pembakarannya menghasilkan polusi dan emisi yang berbahaya bagi manusia dan juga kerusakan lingkungan. Lebih jauh lagi, emisi yang dihasilkan berkontribusi pada peningkatan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer yang berdampak pada pemanasan global dan terjadinya perubahan iklim. 07 WWF melihat pentingnya pengembangan panas bumi dalam mendukung ketahanan energi nasional dan konservasi lingkungan. Pada 2010, WWF mengembangkan program “Ring of Fire (ROF)” dengan target yang sangat ambisius yakni membangun lingkungan yang kondusif bagi pemanfaatan panas bumi dan sumber energi terbarukan lainnya secara berkelanjutan di Indonesia dan Filipina dari 3.000 MW di tahun 2009 hingga 12.000 MW di 2020. Sebagai Negara dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, Indonesia menjadi target dan prioritas utama dalam program ROF tersebut karena sejauh ini dari total potensi yang bumi sebesar 28.000 MW, energi panas bumi baru dimanfaatkan kurang lebih 4%! Pada 2015, ditargetkan akan ada dua proyek percontohan untuk pemanfaatan panas bumi yang berkelanjutan dan mendukung upaya konservasi di wilayah kerja WWF-Indonesia di Sumatera. 08 Untuk mencapai target tersebut, WWF berusaha mendorong perbaikan sektor energi agar lebih berkelanjutan dan mendukung upaya pengembangan energi panas bumi di Indonesia. WWF mempromosikan kebijakan energi ramah lingkungan, langkah menuju pembangunan berkelanjutan, ekonomi ramah lingkungan, dan peningkatan pengetahuan masyarakat. Bila dibandingkan dengan batubara, panas bumi memiliki banyak keuntungan baik dari sisi ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Dari sisi ekonomi komponen biaya, Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) jauh lebih murah karena tidak ada komponen biaya bahan bakar serta resiko fluktuasi biaya akibat harga bahan bakar yang tidak stabil dan cenderung meningkat. Dari sisi lingkungan, PLTP lebih ramah lingkungan karena emisi yang dihasilkan sangat rendah yaitu sekitar 180 Kg/MWh, lima kali lebih rendah dibandingkan emisi yang dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang hampir mencapai 1000 Kg/MWh. Dalam jangka panjang keberlanjutan PLTP lebih terjamin mengingat panas bumi merupakan energi yang terbarukan. Bila diakumulasi secara total dari hulu hingga hilir, area lahan yang dibutuhkan untuk PLTP lebih efisien yaitu 0,4 – 3,2 hektar per Megawatt dibandingkan PLTU yang mencapai 7,7 hektar per Megawatt. © WWF-Indonesia / PRIMAYUNTA Rentetan dampak negatif yang ditimbulkan oleh energi listrik, mendorong WWF untuk mengembangkan energi alternatif yang lebih ramah lingkungan. Maka, dikembangkanlah energi panas bumi, energi yang umumnya terletak di wilayah vulkanik atau wilayah yang terdapat banyak gunung api. PEMANASAN GLOBAL SIAP SEBELUM BENCANA Iya, kita sadar dengan adanya fenomena perubahan iklim akibat aktivitas kita mengeluarkan gas rumah kaca secara berlebihan. Iya, kita paham adanya ancaman serius bagi manusia bila keanekaragaman hayati dan ekosistem terganggu karena aktivitas kita tersebut dan karena dampak perubahan iklim. Lalu, apa kita juga mengerti bahwa bencana datang tanpa pemberitahuan dan tanpa memilih korban? Semua orang di seluruh dunia sudah, sedang, atau berpotensi mengalami terkena dampak perubahan iklim yang fatal dan ekstrim, seperti topan badai, banjir, atau kekeringan. Cuaca ekstrim menyebabkan petani tidak dapat menentukan musim dan nelayan sulit melaut. Naiknya paras muka laut telah menenggelamkan beberapa pemukiman penduduk di wilayah pesisir. Belum lagi dampaknya bagi kesehatan masyarakat. Adakah yang bisa kita lakukan supaya bisa bertahan dan kembali ke kondisi semula ketika itu terjadi? Adaptasi adalah jawabannya. Saat ini WWF-Indonesia bersama dengan mitra peneliti dan berbagai komunitas tengah mendokumentasikan kejadian di seluruh pelosok negeri yang bisa dikatakan dampak perubahan iklim. Beragam cerita dari Berau, Kalimantan Timur, kesaksian seorang warga pesisir Kaledupa di Wakatobi, Sulawesi Tenggara yang mulai mengalami kekeringan, hingga petani di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang kerap kali gagal panen. Kumpulan fakta tersebut menjadi acuan penting bagi WWF dalam mencari solusi dan mengembangkan strategi adaptasi bagi ekosistem dan komunitas yang terkena dampak perubahan iklim. WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE WHAT YOU CAN DO LANGKAH SEDERHANA KURANGI EMISI Bicara soal lingkungan, pasti yang paling sering kita dengar kebanyakan cerita hutan yang rusak, flora dan fauna terancam punah, bahkan dibunuh, sampai Indonesia yang masuk peringkat tinggi dunia penghasil emisi karbon dari kebakaran dan penebangan hutan. Fakta pilu itu pun semakin mencoreng dengan adanya data yang menyebutkan bahwa laju kehilangan dan kerusakan hutan tahun 19902000 di Indonesia setara dengan 364 lapangan bola per jam. Kemudian bermunculanlah program penanaman pohon dimana-mana. Lalu apakah ini akan cukup mengembalikan hutan Indonesia ke kondisi awal? Apakah hutan kita cukup jadi pemasok oksigen warga negaranya? Apakah emisi yang sudah terlanjur lepas bisa diserap lagi? Sama sekali tidak. Kegiatan menanam kembali tidak bergerak secepat kegiatan kita berkontribusi merusak hutan dari penggunaan produk-produk hasil hutan, atau selama kita belum mau mengurangi emisi. Berikut langkah praktis untuk berkontribusi dalam menekan tingkat emisi: 1. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi mungkin bukan perkara mudah bagi sebagian besar orang, terutama masyarakat di kota-kota besar. Selain perasaan gengsi, tidak adanya kendaraan umum yang memadai adalah beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan kendaraan pribadi. Namun jika harus mengendarai kendaraan pribadi pastikan bahwa kendaraan tersebut hemat BBM. Selain itu, kurangi penggunaan kendaraan pribadi untuk jarak dekat. Alternatif kendaraan untuk jarak dekat diantaranya adalah jalan kaki atau bersepeda. 2. Mengurangi sampah rumah tangga dan industri. Sampah yang semakin banyak dan tidak didaur ulang memiliki kandungan metan yang tinggi yang mampu melepas banyak karbon di atmosfer. Mulailah berkreasi untuk mendaur ulang sampah menjadi barang-barang yang bermanfaat. 3. Menerapkan budaya hemat energi. Langkah sederhana yang dapat diterapkan adalah dengan mengurangi penggunaan lampu atau peralatan elektronik lainnya yang tidak diperlukan. 4. Menjaga kelestarian hutan dengan mengurangi penggunaan kertas. Konsumsi kertas dapat diminimalkan dengan memakai atau mencetak kertas bolak-balik, menggunakan dokumen elektronik atau memanfaatkan fasilitas email. Penulis: Verena Puspawardani, Masayu Yulien Vinanda, Iwan Wibisono, Indra Sari Wardhani, Chrisandini, Paramita Mentari K. VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 © WWF-Indonesia 09 © WWF - Indonesia 10 © WWF - Indonesia / Muh. Ihsan RIZALDI © WWF - Indonesia / Muh. Ihsan RIZALDI CATATAN EARTH HOUR: BUKAN “SATU JAM SAJA” Sejak 2009, Jakarta bersama dengan beberapa kota besar di pulau Jawa – Bali menggelapkan malam di hari Sabtu, tiap minggu terakhir bulan Maret untuk kampanye global Earth Hour. Semua lampu dan peralatan elektronik yang tidak sedang dipakai serentak dimatikan antara jam 20.30 – 21.30 sebagai ekspresi kepedulian terhadap perubahan iklim global. WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE Tahun ini, Earth Hour berhasil mengajak 1,8 milyar penduduk dunia dari 5.251 kota di 135 negara karena kampanye ini menyatukan kesamaan rasa terhadap Bumi lewat aksi nyata maupun melalui aktivitas dunia maya. Kelompok komunitas, pelajar, dan mahasiswa pun mengerahkan massanya untuk memperingati aksi Earth Hour secara mandiri. Di Jakarta misalnya, mahasiswa London School of Public Relations menggelar aksi bagi-bagi pohon pada saat pelaksanaan Car Free Day. Tidak hanya itu, pesepeda dari berbagai komunitas sepeda di Jakarta pun turut menggelar aksi swadaya peringati Earth Hour 2011. Ratusan penggowes yang tergabung dalam Jakarta Critical Mass (JCM) menggowes dari depan FX Plaza Sudirman menuju lokasi puncak peringatan Earth Hour 2011 di Balaikota, Jalan Medan Merdeka,Jakarta Pusat. VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 © WWF - Indonesia / Muh. Ihsan RIZALDI © WWF - Indonesia / Des SYAFRIZAL, Muh. Ihsan RIZALDI Komunitas Parkour pun tak ketinggalan. Seni olah tubuh yang identik dengan gerakan melompat, bergelantungan, memanjat ini menerjunkan puluhan traceur (sebutan bagi para penggiat Parkour) melakukan aksi serentak di Car Free Day untuk Earth Hour. 11 © WWF - Indonesia /Muh. Ihsan RIZALDI Sementara pada puncak acara Earth Hour 2011 di Balaikota, sejumlah selebritis ibukota turut hadir mengkampanyekan kampanye hemat energi tersebut. Salah satunya adalah kapten tim nasional sepak bola, Bambang Pamungkas. Selain berpartisipasi dalam Earth Hour, ia juga mengajak publik untuk menerapkan gaya hidup ramah lingkungan. 12 © WWF - Indonesia / Dino FITRIZA Namun Earth Hour tidak berhenti sampai di situ. Earth Hour hakikatnya bukanlah perayaan mematikan lampu semata. “Setelah 1 jam, jadikan gaya hidup,” itulah pesan yang senantiasa digaungkan. Aksi mematikan lampu hanyalah simbol bahwa sesuatu yang dimulai dari diri sendiri perlu diteruskan secara kolektif. Jadi, ketika lampu menyala kembali, saatnya buat kita terus beraksi. Teks oleh: Verena Puspawardani © WWF-Indonesia © WWF-Indonesia / Donny PRASMONO KETIKA PARA SELEBRITIS JADI FUNDRAISER WWF-INDONESIA © WWF-Indonesia / Donny PRASMONO KABAR WWF KETIKA PARA SELEBRITIS JADI FUNDRAISER WWF-INDONESIA “Hai! saya Pandji Pragiwaksono! saya SOGI! saya Igor dari SAYKOJI! saya RAS Muhamad! Apakah kalian sudah pernah dengar WWF-Indonesia!” sapa para selebritis tersebut saat menjalani perannya sebagai Fundraiser WWF-Indonesia. 14 Ya, nama-nama beken itu pernah menjadi sukarelawan Fundraiser WWF-Indonesia dalam satu hari. Seperti layaknya armada fundraising lainnya, mereka beredar di beberapa ruang publik seperti mal, memberikan informasi tentang pentingnya menjaga lingkungan serta melestarikan alam di Indonesia , hingga mengajak masyarakat untuk menjadi bagian keluarga besar pejuang konservasi WWF-Indonesia dengan bergabung menjadi suporter wwf. Bukan tugas yang mudah memang, menyapa orang yang lalu lalang di pusat perbelanjaan, lalu menghentikannya dan memberikan informasi, serta mengajak mereka menjadi pendukung sebuah organisasi lingkungan. Tentunya banyak penolakan yang diterima para celebrity fundraiser ini. Pengunjung mal yang dihampiri sering kali menghindar dengan berpura-pura sibuk telepon, lari kecil menjauh, bahkan berjalan acuh tak acuh tanpa melirik sedikitpun. Namun yang patut diapresiasi adalah para selebritis ini tidak pernah menyerah: mereka terus berusaha menyapa dengan senyuman dan mencoba mendekati secara ramah. Perjuangan mereka pun tidak sia-sia. Semakin banyak pengunjung mal yang berhenti dan mau mendengarkan walau hanya dalam hitungan menit. Sejak perekrutan suporter dimulai awal tahun 2006, saat ini suporter WWF se-Indonesia berjumlah 40.000 orang. Dengan terobosan kali ini, diharapkan semakin banyak yang tergerak dukung pelestarian lingkungan. (Oleh : Donny Prasmono ) WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE © WWF-Indonesia MENYIBAK HUTAN HUJAN TROPIS BUKIT BARISAN SELATAN Selama tiga hari sejak 25-28 September 2011, beberapa fundraiser dari Inggris, Selandia Baru, Filipina, dan Jepang berkesempatan mengunjungi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), kawasan konservasi di Provinsi Lampung yang oleh UNESCO ditetapkan sebagai Situs Warisan Gugusan Pegunungan Hutan Hujan Tropis Sumatera. Setelah bertemu Project Leader WWF di Lampung Yob Charles, para peserta menuju lokasi penangkaran kupukupu Taman Kupu-kupu Gita Persadadan serta Koperasi Mitra Tani (KOMIT), koperasi yang digagas oleh para petani kopi, coklat dan beras organik binaan WWF. Setelah itu, kami lalu melanjutkan perjalanan menuju Elephant Patrol Camp di desa Pemerihan yang ditempuh selama kurang lebih 3 jam. Sambil makan malam, para peserta berbincang dengan para Mahout (pawang gajah). Mereka inilah yang melatih gajah-gajah patroli TNBBS menelusuri hutan untuk menghalau gajah-gajah liar yang seringkali merusak kebun masyarakat. Keesokan harinya, kami diajak berpatroli dengan gajah di sekitar kawasan penyangga TNBBS. Elephant Patrol TNBBS ini baru dibentuk pada bulan Juli 2009, terdiri dari 4 ekor gajah dengan 4 mahout. Gajah itu didatangkan dari Pusat Konservasi Gajah Way Kambas, Lampung. Ada pula tambahan satu gajah kecil berumur tiga tahun bernama Tomi. Ia ditemukan di sekitar TNBBS terpisah dari kelompoknya saat ia masih berumur 1 tahun. Sejak itu, Tomi mengikuti “kelompok” barunya ini karena dia pun tidak bisa kembali ke kelompoknya. Tomi sangat lucu dan menggemaskan. Semoga, suatu hari Tomi bisa menjadi gajah patrol yang tangguh. Agenda berikutnya adalah mengunjungi kebun petani coklat. Para peserta berdiskusi dan melihat langsung apa yang telah dilakukan oleh para petani coklat yang didampingi oleh WWF untuk meningkatkan produksi coklat yang lebih baik tanpa harus merambah hutan. Setelah melihat kebun coklat, saatnya menuju kebun kopi masyarakat lokal binaan WWF. Tidak jauh dari lokasi kebun kopi terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Mkrohidro (PLTMH) yang dibuat oleh masyarakat dampingan WWF. Dengan memanfaatkan air VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 terjun, pembangkit listrik ramah lingkungan tersebut mampu dioptimalkan untuk mensuplai listrik bagi masyarakat sekitar. Petualangan berlanjut esok harinya. Dengan menempuh perjalanan sekitar tiga jam, peserta pun tiba di Rhino Camp, tempat persinggahan yang dikelola oleh Rhino Protection Unit (RPU). Bersama para ranger Rhino Camp, mereka menyaksikan bunga terbesar di dunia: Rafflesia arnoldi. Namun sayang sekali, saat itu bunga tersebut belum mekar. Selain itu juga peserta menjumpai jejak-jejak gajah liar, babi hutan, rusa. Hari menjelang sore ketika peserta tiba di tujuan terakhir dari agenda perjalanan yaitu mengunjungi tempat pengolahan kopi Kuyungarang. Mereka disambut oleh Ibu Dami, ketua kelompok Unit Usaha Sekar Sedayu. Kelompok yang terdiri dari kaum ibu-ibu inilah yang memproses biji kopi yang dihasilkan kebun masyarakat di kawasan penyangga TNBBS menjadi kopi bubuk Kuyungarang. Di unit ini, biji kopi juga mendapat perlakuan khusus, misalnya ada sortasi untuk memilih atau memisahkan kotoran serta memilih besar kecilnya biji kopi. Pada kesempatan kali itu kami beruntung dapat merasakan kopi yang sangat terkenal dan termahal di dunia, kopi luwak. Secangkir kopi luwak racikan ibu Dami menutup perjalanan indah kami di TNBBS. (Oleh: Wini Dewi Aliani ) 15 INSPIRASI © WWF-Indonesia / Saipul SIAGIAN Albertus Tjiu Menyelaraskan konservasi dan pemberdayaan masyarakat “Konservasi bukan sekedar penyelamatan alam dan spesies yang hidup di dalamnya. Lebih dari itu, konservasi harus menguntungkan masyarakat.” Premis itulah yang melekat kuat di diri Albertus Tjiu, peneliti orangutan yang juga Project Leader WWF Kantor Kapuas Hulu. Awal bergabung di WWF tahun 1996, lelaki keturunan Tionghoa ini ditempatkan di Kapuas Hulu, kabupaten yang letaknya 700 km dari kota Pontianak, ibukota Kalimantan Barat. Sebagai research assistant, ia menghabiskan sebagian besar waktunya di hutan, mengumpulkan data di sekitar wilayah Taman Nasional Betung Kerihun. 16 Pengalamannya itu memberikannya pemahaman yang mendalam tentang konservasi. Lelaki kelahiran Sambas 9 Februari 1972 ini meyakini, konservasi yang ideal adalah ketika hutan tetap hijau dan lestari, satwa liar dapat hidup terjamin di habitat alaminya, serta masyarakat mengelola hutan dan sumber daya alam di dalamnya dengan arif dan bertanggungjawab. Di tahun 2001, program WWF di Kapuas Hulu sempat vakum karena terhentinya pendanaan. Albert sempat terjun dalam bisnis multi level marketing dan meraih sukses besar. Ketika proyek WWF siap dilanjutkan lagi, Albert pun berada di persimpangan jalan. Namun suami dari Sutiani dan ayah tiga anak ini memilih WWF. Ia harus sering meninggalkan keluarga karena berkantor di Putussibau. “Kepuasan saya adalah dengan menyaksikan langsung bagaimana masyarakat dapat merasakan manfaat dari upaya-upaya konservasi yang kami lakukan,” tegas Albert seraya menceritakan komentar masyarakat sekitar sebelum memahami kerja tim yang dipimpinnya, “Orangutan kalian perhatikan, kami manusia malah tidak,” ujarnya menirukan. Kebahagiaan Albert tak terkira ketika masyarakat dampingannya berhasil memperbaiki tingkat kesejahteraannya, seperti ketika WWF memfasilitasi dibangunnya pembangkit listrik tenaga mikrohidro di Sungai Lung. “Hidup masyarakat desa berubah drastis, tidak lagi bergantung pada bahan bakar fosil, listrik kini bisa dinikmati oleh seluruh penduduk desa. Di malam hari mereka dapat melakukan kegiatan produktif, seperti menenun dan menganyam,” jelasnya antusias. Sejak dilakukannya PHVA (Population Habitat Viability Assessment) pada tahun 2004 yang menemukan bahwa orangutan subspecies Pongo pygmaeus pygmaeus adalah yang paling terancam punah dan habitatnya berada di dalam wilayah Taman Nasional (TN) Betung Kerihun dan TN Danau Sentarum, maka WWF Program Kalimantan Barat mulai menggiatkan konservasi orangutan. “Ini tantangan terbesar bagi kami: meyakinkan masyarakat dan pemangku kepentingan lain bahwa program konservasi orangutan bermanfaat. Dengan kemiripan genetis (DNA) 97% dengan manusia, orangutan merupakan kerabat yang paling dekat dengan manusia. ” Sejak awal 2011, Albert dipercaya WWF untuk memegang posisi sebagai Project Leader WWF Kantor Kapuas Hulu. FORINA (Forum Orangutan Indonesia) Regional Kalimantan Barat pun telah mempercayai Albert sebagai ketua sejak September lalu. Menyaksikan orangutan di habitat alami secara langsung memberi kesan mendalam baginya. Itu mengasah semangatnya “Seperti juga manusia, orangutan butuh tempat tinggal yang layak,” pungkasnya. (Oleh : Chrisandini) WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE INSPIRASI © WWF-Indonesia / Saipul SIAGIAN Emon A. Syafrudin Bangun masyarakat sadar lingkungan Menjadi agen perubahan bagi masyarakat sekitar, menginspirasi mereka untuk peduli lingkungan dengan tindakan sederhana. Itulah kesimpulan yang saya dapatkan setelah berbincang bincang dengan Emon, staf keamanan WWF-Indonesia kantor Jakarta. Tujuh belas tahun bekerja di WWF, lelaki berdarah Sunda ini pun termotivasi untuk menularkan virus peduli lingkungan pada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Salah satu upaya yang dilakukannya adalah dengan menyelenggarakan Earth Hour. Kampanye global untuk perubahan iklim dengan cara mematikan lampu selama satu jam tersebut menurutnya adalah aksi sederhana yang dapat dilakukan oleh setiap individu. Maret 2011 lalu adalah tahun ketiga ia dan warganya berpartisipasi dalam Earth Hour. “Pertama kali, saya hanya melibatkan satu RT untuk mengikuti Earth Hour. Tahun kedua dan tahun ketiga, semakin banyak yang ikut berpartisipasi yaitu sampai tiga RT sekaligus yang kurang lebih jumlahnya hampir 300 KK. “ Posisi sosial kemasyarakatannya sebagai Sekretaris RT menjadi modal utama untuk memperkuat pengaruhnya di masyarakat. Di berbagai forum RT, ia kerap kali berkampanye tentang pentingnya hemat energi. “Awalnya memang sulit untuk membangun kesadaran masyarakat akan pentingnya mengurangi tingkat konsumsi listrik. Namun, perlahan, saya beri pengertian pada mereka bahwa dengan mematikan lampu selama satu jam pada saat beban listrik berada di puncak, banyak sekali manfaat yang akan mereka rasakan langsung. Salah satunya adalah berkurangnya beban listrik yang harus mereka bayar setiap bulannya.” Tidak hanya itu, ayah beranak dua ini pun juga mengadopsi Earth Hour setiap 6 bulan sekali. Pada acara itu, warganya dikomandoi untuk mematikan lampu mereka selama 1 jam. “Setiap hari Sabtu minggu ke-2 di bulan Juli. Jadi sesungguhnya kami sudah melakukan Earth Hour 3 kali dalam setahun. Kami mencoba menjadikan ini sebagai kebiasaaan. Kebiasaan yang akhirnya akan mengakar dan VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 membudaya,” ungkap lelaki kelahiran Kuningan 47 tahun lalu ini. Sukses dengan Earth Hour, Emon pun mulai mengajak warganya menanam pohon. Bibit pohon produktif seperti mangga, rambutan, dan belimbing dibagikan ke warga yang sebelumnya telah diminta untuk menyiapkan media tanam di halaman masing-masing. Dua tahun sudah program menanam pohon dilaksanakan di lingkungan RTnya. Setahun terakhir ini, ia juga aktif menggiatkan pembuatan biopori atau sumur resapan. Dengan kesabaran ekstra mendampingi satu persatu warganya, kini 100 KK di RTnya telah membuat lubang biopori di halamannya masingmasing. “Di musim-musim kemarau panjang ini, warga kami sama sekali tidak kekurangan air. Ini adalah keuntungan nyata yang kami rasakan dari adanya sumur resapan. Intinya adalah bagaimana masyarakat mampu merasakan manfaat langsung dari setiap program yang dicanangkan. Kesadaran masyarakat akan tumbuh dengan sendirinya jika mereka memahami bahwa ada keuntungan yang mereka dapat,” pungkasnya. (Oleh : Masayu Yulien Vinanda) 17 WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 Pernahkah kamu menghitung berapa emisi yang kita keluarkan dari listrik? 8,4% JAWABAN A Pernah dan sudah beberapa kali coba 82% JAWABAN B 9,6% JAWABAN C. Belum Pernah Tidak Tahu HITUNG! Misalnya, untuk sebuah lampu 100 watt yang digunakan selama 10 jam setiap harinya, konsumen di golongan R1 harus membayar = 0.1 kWh x 10 x 30 hari x Rp 305,- = Rp. 9,150,- sebulan. Sementara apabila lampu tersebut diganti dengan lampu hemat energi 20 watt, konsumen hanya perlu membayar = 0.02 kWh x 10 x 30 hari x Rp 305,- = Rp. 1,830,- sebulan. ! ZONA SUPPORTER Yuk, hitung emisi pemakaian listrik kita! LAMA TARIF TOTAL kWh BIAYA (jumlah pemakaian X PEMAKAIAN X DASAR LISTRIK = LISTRIK listrik) (sesuai kelompok golongan) DALAM JAM > Total kWh bisa dilihat di tagihan listrik . > Lama pemakaian listrik di rumah juga bisa dikonfirmasikan dengan penghuni rumah lainnya. > Tarif Dasar Listrik (TDL) menurut www.pln.co.id • Golongan R1 (< 2200 VA), 1 kWh = Rp 320,- untuk pemakaian sampai dengan 20 kWh • Golongan R2 (2200 VA – 6600 VA), 1 kWh = Rp 575,• Golongan R3 (>6600 VA), 1 kWh = Rp 621,- Kesimpulannya, penghematan yang didapat jika kamu mengganti lampu 100 watt ke lampu 20 Watt untuk pemakaian 10 jam/hari? • Penghematan energi listrik/bulan: (100W-20W) x 10 jam/hari x 30 hari = 2400 Wh = 2,4 kWh • Penghematan biaya/bulan: • Tarif R1 (< 2.200 VA) = rata-rata Rp. 320,- /kWh 2,4 kWh x Rp. 320,- = Rp. 768,• Tarif R2 (2.200 – 6.600 VA) = Rp. 575,-/kWh 2,4 kWh x Rp 575,- = Rp. 1.380,• Tarif R3 (>6.600 VA) = Rp. 621,-/kWh 2,4 kWh x Rp 621,- = Rp.1,490,Emisi CO2 yang direduksi/bulan: Koefisien emisi CO2 di Indonesia menurut IPPC (1998) = 781.2621 gram/kWh 2,4 kWh x 781.2621 gr/kWh = 1.875 g = 1,875 kg CO2 INI BARU 1 ALAT ELEKTRONIK. ADA BERAPA ALAT ELEKTRONIK DI RUMAH ANDA? WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE TANAH AIR 21 LOMBOK, SEBUAH KESAKSIAN “Musim tanam yang tak tentu buat kami merugi.” Suatu pagi hari bulan Agustus di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, tepatnya di Taman Nasional Gunung Rinjani. Gunung api tertinggi ketiga di Indonesia setelah Kerinci di Sumatera dan Semeru di Jawa ini menjadi resapan air dan hulu bagi banyak sungai yang mengalir di Lombok. Dataran tingginya dipenuhi hutan, sementara dataran rendahnya hingga ke Lombok Barat, Lombok Tengah, dan Lombok Timur banyak ditanami padi, kedelai, kopi, tembakau, katun, kayu manis, dan vanili. VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 © WWF - Indonesia / Verena PUSPAWARDANI 22 Di area ini, terdapat danau terkenal yakni Segara Anak, kaldera Gunung Rinjani yang terisi air sedalam 230 m. Danau ini berfungsi sebagai waduk yang menyediakan air bagi 2,4 juta penduduk Lombok. Airnya mengalir melalui tebing-tebing yang curam menjadi air terjun yang indah. Di tengahnya terdapat Gunung Barujari yang merupakan anak Gunung Rinjani yang masih aktif. Sungai-sungai yang terbentuk dari mata air di Gunung Rinjani mengalir ke penjuru Lombok dan dibendung menjadi dam-dam yang mengairi banyak persawahan dan perkebunan. Sejak dulu, airnya tidak pernah habis sekalipun musim kering. Namun, kali ini ada cerita berbeda. Musim kemarau panjang merampas keberlangsungan pasokan sumber air. Para petani pun kian merana. Pak Kamarudin, 35 tahun, anggota Kelompok Tani Kawasan Mareje Bonga, Dusun Padrik, Desa Mangkung, Kabupaten Lombok Tengah, adalah salah satunya. WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE © WWF - Indonesia / Verena PUSPAWARDANI © WWF - Indonesia / Verena PUSPAWARDANI “Saya petani padi di musim hujan dan petani tembakau dan jagung di musim kering. Beberapa tahun belakangan, saat waktunya bertanam padi, hujannya berhenti. Buah padi jadi kosong. Hasil panen kurang produktif. Dari 10 – 12 karung jadi cuma 3 karung. Jadi kami takut menanam. Kalau saja dam itu mampu menyediakan air seperti biasa, kami percaya diri. Tapi baru pertengahan musim kering saja, airnya sudah jauh menyusut,” keluh Kamarudin. Sebaliknya, saat harusnya musim kering, hujannya tidak berhenti. Kebun tembakau kelompok petani dari Desa Mangkung ke Desa Tanah Awi rusak semua. Begitu juga dengan jagung. Hampir semua busuk atau menghasilkan kualitas rendah. Bisa dikatakan, gagal panen mulai sering terjadi di dua tahun terakhir. © WWF - Indonesia / Verena PUSPAWARDANI Maka, inisiatif penanaman pohon di kaki Gunung Rinjani pun lahir. Masyarakat percaya, dengan menanam pohon, kuantitas sumber air yang menyusut di musim kering akibat penebangan hutan dapat pulih. Dikoordinasikan oleh Ama Chairil, 43 tahun, dan Ama Hilal, 33 tahun, dari Desa Sapit, Kabupaten Lombok Timur, reforestasi pun digiatkan. Di kawasan Sakat, masih bagian TN Gunung Rinjani, para petani lokal dibantu WWF-Indonesia dalam program NEWtrees bekerja sama menanam hutan dengan jenis pohon lokal, seperti Suren, Klokos Udang, dan Rajumas. Banyak yang mulai merasakan dampak perubahan iklim di daerahnya. Anda termasuk salah satunya? Bagi kisah Anda dan tindakan yang Anda atau komunitas Anda lakukan. Silakan juga kirim foto atau video yang menunjukkan dampak perubahan iklim di daerah Anda. Klik www.wwf.or.id/climate Oleh : Verena Puspawardani. VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 © WWF-Indonesia 23 © iStockphoto.com SINERGI 24 CLIMATE SAVERS: KOMITMEN SEKTOR BISNIS Upaya serius dilakukan dengan maksud untuk menunjukkan kepada para pembuat kebijakan, pemain industri dan konsumen bahwa sektor bisnis siap untuk berperan dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) secara nyata tanpa mengurangi produktivitas bisnis. Climate Savers adalah program kerjasama unggulan WWF dengan sektor bisnis dan industri dengan visi berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2050 sebanyak 80% dari level 1990 serta menjaga pemanasan global di bawah temperatur 2 derajat Celsius pada tingkat rata-rata sebelum revolusi industri. Untuk mencapainya, WWF dan para perusahaan yang terlibat berupaya untuk mendukung pembangunan 'ekonomi rendah karbon’. The Coca-Cola Company, Hewlett-Packard, Johnson & Johnson, Nike, Nokia, dan Sony merupakan beberapa anggota Climate Savers tersebut. Sejak tahun 1999 hingga 2010, sejumlah perusahaan yang tergabung dalam program Climate Savers telah mengurangi emisi CO2 sebanyak 50 juta ton secara kolektif, yang kurang lebih ekuivalen dengan jumlah emisi CO2 per tahun negara sebesar Swiss. WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE © WWF-Canon / Jean-Luc ZIEGLER CLIMATE SAVERS DI INDONESIA Di Indonesia, program Climate Savers diupayakan dengan menjalin hubungan kerjasama dengan wakil para anggotanya di tingkat nasional, Lafarge Cement Indonesia, misalnya, menyesuaikannya lewat peninjauan pencapaian komitmen dan target perusahaan. Hal ini dikarenakan oleh terdapatnya tuntutan persyaratan komitmen pengurangan emisi CO2 yang berskala besar dan menyeluruh dalam program Climate Savers, sehingga pada umumnya hanya mampu dilaksanakan oleh perusahaan besar maupun perusahaan multinasional. Meskipun demikian, program tersebut terbuka bagi perusahaan nasional yang hendak memiliki komitmen serupa. Pada skala yang lebih kecil dan ringan, program penurunan emisi GRK dan konsumsi energi di Indonesia dapat dicapai dengan partisipasi perusahaan dalam program WWF Green Office dan Earth Hour Indonesia. Kisah Sukses: SATU DEKADE KERJASAMA WWF DAN LAFARGE Dari tahun ke tahun, jumlah dan skala komitmen perusahaan anggota kian meningkat. Hingga kini, total terdapat 26 perusahaan yang bergabung dalam Climate Savers. Kerjasama WWF dan Lafarge selama satu dekade terakhir merupakan salah satu kisah sukses program ini. AKSI LAFARGE DALAM CLIMATE SAVERS Lafarge telah memperbaharui komitmen satu dekadenya dalam Climate Savers setelah melampaui target penurunan emisi CO2 per ton semen sebanyak 21.7% pada tahun 2010. Selanjutnya, Lafarge berkomitmen untuk mengurangi emisi bersih-nya sebanyak 33% atas level 1990 terhadap angka tahun 2020 melalui kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan seperti: penyediaan solusi desain bangunan ramah lingkungan yang menyeluruh dibandingkan dengan produksi bahan dasar semen semata dan dukungan terhadap intervensi kebijakan perubahan iklim di tingkat nasional dan global. LAFARGE CEMENT INDONESIA DAN WWF-INDONESIA Lafarge dan WWF percaya bahwa komitmen perusahaan adalah kunci untuk mengubah perilaku pasar dan mendukung perubahan paradigma menuju pembangunan berkelanjutan. Sebagai salah satu pemimpin dunia di industri bahan bangunan, Lafarge menjadi mitra konservasi global pertama yang diawali dengan penandatanganan perjanjian kerjasama selama lima tahun pada tahun 2000 dengan fokus perubahan iklim dan keanekaragaman hayati. Langkah bersama tersebut telah diperbaharui pada tahun 2005 dan 2009, dengan penambahan ruang lingkup menjadi persistent pollutants, water conservation, sustainable construction dan local initiatives development. WWF dan Lafarge telah mengadakan kajian teknis High Conservation Value Area (HCVA) atas kawasan operasional Lafarge di Lhoknga, Provinsi Aceh. Kajian ini adalah yang pertama kali ada di dunia dalam skema kerjasama global Lafarge-WWF dan menjadi percontohan untuk perwakilan Lafarge dan WWF lainnya. Dengan dukungan tim yang terdiri dari para tenaga ahli independen, hasil identifikasi dan pemetaan atas kawasan tersebut telah dipublikasikan kepada publik secara transparan. Hasil kajian itu menjadi landasan untuk perencanaan rekonstruksi pabrik semen Lafarge yang telah hancur total akibat bencana Tsunami tahun 2004 dan penyusunan sistem manajemen lingkungan Lafarge. Dengan dampingan WWF, Lafarge berhasil mencapai target-target perubahan transformatifnya dan menjadi anggota program WWF Climate Savers, Water Footprint Network dan pendiri Cement Sustainability Initiative. Untuk informasi lebih lanjut mengenai Climate Savers, silahkan kunjungi wwf.panda.org/climatesavers (oleh Paramita Mentari Kesuma) VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 25 © WWF-Indonesia / Sandi Jaya SAPUTRA 26 5 ORGANISASI SERUKAN REFORMASI ENERGI PADA “MOVING PLANET” Dalam rangka memperingati hari aksi global (Global Day of Action) yang dirayakan di seluruh dunia pada 24 September 2011, lima organisasi yakni WWF-Indonesia, Greenpeace, 350.org, Greeners, dan IESR (Institute for Essential Services Reform) menggelar aksi bersama melawan pemborosan energi melalui Moving Planet. Moving Planet adalah aksi global yang didekasikan untuk membebaskan bumi dari ketergantungan terhadap energi fosil. Ribuan aksi secara bersamaan digelar pada 24 September di ratusan negara di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, beberapa kegiatan Moving Planet dipusatkan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Bali. Salah satunya adalah gerakan 350 jam Indonesia Bersepeda. Mulai 13 hingga 24 September 2011, para pesepeda menggowes sejauh 1000 km melintasi BaliYogyakarta-Bandung. Tidak hanya itu, Jumat, 23 September, WWF-Indonesia sebagai salah satu penyelenggara Moving Planet di Indonesia menggelar Diskusi Media dengan tajuk “Hentikan Candu Energi Fosil.” Sementara untuk puncak aksi, dipusatkan di depan Gedung Sate, Bandung. Selain masyarakat umum, 28 komunitas sepeda bergabung di lokasi tersebut untuk menyambut kedatangan rombongan Indonesia Bersepeda. Kelima organisasi tersebut meminta agar Pemerintah RI mewujudkan komitmen yang lebih agresif dan nyata terhadap penyediaan dan pemanfaatan energi terbarukan yang lebih bersih dan berkelanjutan sebagai solusi untuk membebaskan Indonesia dari ketergantunagn terhadap energi fosil. Tidak hanya itu, pemerintah juga dihimbau untuk mendorong efisiensi energi dalam kebijakan energi nasional. (Oleh : Verena Puspawardani dan Masayu Yulien Vinanda) WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE © WWF-Indonesia / Saipul SIAGIAN NEWTREES-BCA HIJAUKAN TN. GUNUNG RINJANI Dukungan sektor usaha terhadap program reforestasi WWF-Indonesia “NEWtrees” kian menguat saja. Kali ini, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) merealisasikan komitmennya dalam mendukung insiatif penghijauan tersebut dengan menyumbangkan 2000 pohon untuk Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Seluruh biaya penanaman dan pemeliharaan pohon merupakan sumbangan BCA terkait penjualan Obligasi Ritel Indonesia (ORI) seri 008. Skema kerjasama ini adalah yang ketiga kalinya dilakukan oleh BCA dan WWFIndonesia. Di tahun-tahun sebelumnya, BCA juga telah mendonasikan hasil penjualan ORI 007 dalam bentuk 2000 pohon yang telah ditanam di wilayah konservasi Gunung Rinjani. Selama masa penawaran ORI008, BCA akan menyumbang Rp 1000 untuk setiap pembelian ORI008 senilai Rp 5 juta melalui BCA. Seluruh dana ini nantinya akan digunakan untuk membiayai penanaman dan pemeliharaan 2000 bibit pohon tersebut. Director of Forest, Freshwater and Terrestrial Species WWF-Indonesia Anwar Purwoto menyambut baik kontribusi BCA dalam upaya reforestasi di TN. Gunung Rinjani. Menurutnya, selama 10 tahun terakhir, sekitar 43 persen mata air di Gunung Rinjani lenyap. Padahal di lain sisi, kawasan tersebut merupakan daerah penyimpanan air dan penyangga sistem kehidupan yang sangat vital bagi 3 juta masyarakat Lombok. ”Langkah BCA dalam mendukung upaya reforestasi di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani diharapkan dapat mendorong pelaku bisnis lain melakukan hal serupa. Karena menyelamatkan ekosistem yang sangat unik ini merupakan bagian dari upaya serius untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan di Indonesia,” tegas Anwar. Tahap pembibitan 2000 pohon NEWtrees sudah dimulai sejak bulan Juni tahun 2011 dan penanaman rencananya akan dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2011 setelah bibit pohon dianggap cukup kuat untuk ditanam di alam bebas. Pasca penanaman, BCA juga akan membantu WWF-Indonesia dalam upaya pemeliharaan dan monitoring pohon. (Oleh : Masayu Yulien Vinanda) © WWF-Indonesia / Saipul SIAGIAN ANGGOTA GFTN-INDONESIA, PT.SJM RAIH SERTIFIKAT FSC Untuk pertama kalinya di Indonesia, sebuah konsesi hutan alam berhasil melakukan integrasi rencana pengelolaan produksi dan pelestarian satwa langka, khususnya orangutan lewat pendekatan pengelolaan hutan secara lestari. Keberhasilan tersebut ditandai dengan penyerahan secara resmi sertifikat pengelolaan hutan lestari dari Forest Stewardship Council (FSC) kepada PT. Suka Jaya Makmur (SJM), Jumat, 19 Agustus 2011. berlokasi di Ketapang, Kalimantan Barat itu diperkirakan menjadi habitat penting bagi sekitar 600 – 700 individu orangutan jenis Pongo pygmaeus wurmbii. Menurut hasil penelitian WWF-Indonesia tahun 2010, kawasan hutan produksi seluas 171.340 hektar yang Sejak tahun 2009 WWF-Indonesia melalui program Global Forest and Trade Network (GFTN) Indonesia dan program VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 27 Spesies mulai bekerja sama dengan PT. SJM mengembangkan rencana pengelolaan perusahaan. Program itu untuk menyelaraskan kegiatan operasi perusahaan dan konservasi orangutan di dalam konsesi . Kerjasama tersebut sejalan dengan sertifikasi FSC yang mensyaratkan konservasi dan pengelolaan secara lestari. Dalam kerjasama ini WWF memfasilitasi survei lokasi sarang dan pohon pakan orangutan serta jarak edar keseharian orangutan. Hasil survei tersebut kemudian dipadukan dalam rencana pengelolaan produksi kayu perusahaan dan dijadikan acuan kebijakan perusahaan, misalnya menjadi prosedur kerja standar (SOP) PT. SJM. ”Kemitraan dengan pihak pengelola hutan alam menjadi elemen penting dan strategis untuk konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia yang perlu terus didukung dan dikembangkan. WWF-Indonesia bangga bisa memberikan kontribusi bagi pengembangan rencana pengelolaan yang mengintegrasikan antara produksi dan pelestarian orangutan di Indonesia,” ungkap Direktur Eksekutif WWF-Indonesia Dr. Efransjah. Menurutnya, kemitraan dengan PT. SJM terbukti mampu mendorong nilai–nilai lingkungan seperti keberadaan satwa yang dilindungi dan kesejahteraan masyarakat lokal di dalam hutan yang berjalan harmonis dengan produksi kayu perusahaan. ”Pencapaian sertifikat FSC adalah wujud komitmen dan konsistensi semua pihak menuju perubahan bersama. Keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan bahan baku dari hutan alam untuk jangka panjang dengan kelestarian alam harus terus dijaga,” pungkas Wakil Direktur PT. Suka Jaya Makmur Handjaja. (Oleh : Dita Ramadhani) © WWF-Indonesia WWF DAN CV. CIHANJUANG BANGUN PLTMH 28 DI KALIMANTAN BARAT Saat ini WWF-Indonesia telah mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dengan kapasitas 5 kilowatt di Dusun Sungai Lung, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat. Pada pembangunan PLTMH tersebut, WWF-Indonesia bekerja sama dengan CV. Cihanjuang Inti Teknik (CINTEK), salah satu perusahaan manufaktur turbin untuk PLTMH di dalam negeri. Kerjasama ini diawali dengan dilakukannya survei lokasi dan studi kelayakan yang dilakukan oleh CV. CINTEK bersamasama dengan WWF-Indonesia. Aktivitas tersebut dilakukan untuk mengidentifikasi potensi listrik yang dapat dibangkitkan, kelayakan teknis, kondisi sosial masyarakat, serta pendanaan yang dibutuhkan. WWF-Indonesia memfasilitasi persiapan masyarakat serta hubungan dengan Pemerintah Daerah setempat. Selanjutnya, dalam hal pembangunan PLTMH, CV. Cihanjuang memastikan bahwa teknologi yang terpasang dapat berkelanjutan dari sisi teknis. Sementara, WWF-Indonesia memastikan keberlanjutan PLTMH dalam aspek sosial dan ekonomi masyarakat serta aspek lingkungan yang mendukung kegiatan konservasi ekosistem di Kapuas Hulu. Seiiring proses berjalan, transfer informasi dan pengetahuan menjadi komponen penting dalam kegiatan ini. (Oleh : Indra Sari Wardhani) WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE Kerjasama NEWtrees WWF-Hino © WWF-Indonesia / Saipul SIAGIAN 6000 POHON UNTUK TAMAN NASIONAL SEBANGAU Korporasi bisa menjadi sahabat lingkungan. Hal ini dibuktikan oleh PT. Hino Motors Manufacturing Indonesia (HMMI) dan PT. Hino Motor Sales Indonesia (HMSI) dalam komitmen mereka terhadap NEWtrees, program reforestasi yang diprakarsai oleh WWF-Indonesia. Langkah awal komitmen tersebut diwujudkan melalui upaya penghijauan di area seluas 15 hektar di kawasan Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. Sebanyak 6000 bibit pohon akan ditanam di kawasan konservasi tersebut. Menandai kerjasama tersebut, bibit pohon diserahkan secara simbolis oleh Presiden Direktur HMSI Toshiro Mizutani dan Presiden Direktur HMMI Akihito Yamanaka kepada Direktur Eksekutif WWF-Indonesia, Dr. Efransjah. Dalam sambutannya, Efransjah mengemukakan bahwa Taman Nasional Sebangau dipilih sebagai lokasi penanaman NEWtrees karena karakteristiknya yang unik, yaitu hutan rawa gambut yang rentan mengalami kebakaran BERMINAT GABUNG? VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011 hutan saat musim kemarau dan suhu kian meningkat. Ia juga menambahkan, areal gambut memiliki peran penting dalam menanggulangi perubahan iklim mengingat kandungan karbonnya yang lebih tinggi dibandingkan hutan alam lainnya. “Area seluas 570.000 ha ini juga habitat orangutan terbesar di dunia. Hasil penelitian lapangan mendeteksi ada sekitar 6000-9000 individu. Selain menanami kembali, kami juga membendung kanal untuk memulihkan fungsi hidrologi kawasan. Kegiatan yang berhubungan dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan penghasilan aternatif juga menjadi prioritas kerja WWF di kawasan konservasi tersebut,” imbuhnya. Sementara Presiden Direktur HMSI Toshiro Mizutani mengatakan, program NEWtrees yang digagas oleh WWFIndonesia mampu memberikan kesempatan bagi Hino untuk membiayai reforestasi pada kawasan yang dilindungi, koridor antara kawasan lindung, daerah penyangga sekitar kawasan yang dilindungi. (Oleh : Masayu Yulien Vinanda) Corporate Club WWF - Indonesia Gedung Graha Simatupang Tower 2C Floor #8 Jln.TB Simatupang Kav.38 Jakarta Selatan, Indonesia | P : (021) 7829426 – 29 | www.wwf.or.id/corporateclub | Email: [email protected] 29 KABAR PANDA Rubrik ini ditujukan untuk ajang berbagi informasi dan apresiasi kepada anggota keluarga besar WWF-Indonesia. Apabila Anda memiliki informasi terbaru, silakan hubungi redaksi. BERITA KELAHIRAN Delonix Regia Prima Putri (lahir 2 Sept2011)-putri Primayunta (WWF kantor Jakarta) dan Dian Nia Permatasari (volunteer WWF-Indonesia) Raffandrea Arharitsah (lahir 18 September 2011)-putra Aulia Rahman (WWF kantor Jakarta) dan Sari Narulita Aryasatya Arziki Ramadhan (lahir 5 Agustus 2011)-putra Muhamad Ependi (WWF kantor Jakarta) dan Lutpatulatipah Kelana Faisal (lahir 7 September 2011)-putra Khairil Fahmi Faisal (WWF kantor Kutai Barat) dan Lisa Nifsi Afifah Akhtar Syandana Andiaputra (lahir 17 Agustus 2011)-putra Diah Tetranti (WWF kantor Jakarta) dan Anggoro Hari Wardono (volunteer WWF-Indonesia) Athallah Bevan El Fawwazy (lahir 2 September 2011)-putra Ambang Wijaya dan Inneke Sintawati.m Davian Ilham Nugroho (lahir 31 Agustus 2011)putra Hesti Wahyuni (WWF kantor Jakarta) dan Mohammad Khosim Athallah Dhawi Dzaki Ravie Putra (lahir 18 September 2011)- putra Hultera dan Novie BERITA PERNIKAHAN Ria April Italiani (WWF kantor Jakarta) dengan Lareza Firmanditya (17 September 2011) Nur Anisah (WWF kantor Jakarta) dengan Anton (18 September 2011) 30 WWF AGENDA Check Out What’s Coming in December 2011-March 2012... DESEMBER 2011 Ÿ3 : Hari Konservasi Dunia • 25 : Selamat Hari Natal! • 26-30 : Cuti bersama dan libur akhir tahun WWF Indonesia JANUARI 2012 • 1 : Selamat Tahun Baru 2012 • Lokakarya Penggalangan Sumberdaya National Tiger Recovery Program @Jakarta FEBRUARI 2012 • Supporter Appreciation trip to TN.Danau Sentarum, Kalimantan Barat • Sahabat Harimau on DR TV MARET 2012 • 31 : Earth Hour Silakan kunjungi wwf.or.id, : WwfIndonesia, : @WWF_Indonesia untuk informasi selanjutnya TERIMA KASIH! kepada mitra-mitra WWF-Indonesia atas dukungan dalam program fundraising dan event OUR VENUE PARTNERS EKALOKASARI PLAZA © WWF-Canon / Alain COMPOST Orangutan AYO GABUNG JADI RANGER ORANGUTAN! Jumlah populasi Orangutan menurun sebanyak 30-50% dalam 10 tahun terakhir, karena hutan tempat tinggalnya terus berkurang. Bantu WWF untuk melestarikan hutan Indonesia demi generasi mendatang. Kunjungi wwf.or.id/donate