WWF Living Planet Magazine Vol.1 No.3

advertisement
Living Planet
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
MAGAZINE
IDN
© WWF-Indonesia / Dibal RANUH
2011
MAGAZINE
Gaya Hidup Kita, Masa Depan Bumi
Living Planet
Living Planet
DIGITAL MAGAZINE
Apabila Anda hanya ingin menerima versi
elektronik Living Planet Magazine, silakan
kirim email ke :
MAGAZINE
[email protected]
Living Planet Magazine diterbitkan oleh WWF-Indonesia
setiap empat bulan sekali
05
Tulis “LPM” pada subyek email Anda
06
16
13
22
12
© Teks (2011) WWF-Indonesia
Tidak diperbolehkan mencetak
ulang sebagian atau seluruh isi
Living Planet Magazine tanpa izin
dari WWF-Indonesia. Terima Kasih
kepada seluruh kontributor dan
ilustrator yang menyumbangkan
karyanya untuk WWF-Indonesia
dalam Living Planet Magazine
05
UTAMA | Gaya hidup kita, masa depan bumi
16
INSPIRASI
10
CATATAN | Bukan satu jam saja...
18
PANDO | Jangan tanggung-tanggung
13
LEMBAR SALAM
21
TANAH AIR | LOMBOK, sebuah kesaksian...
14
KABAR WWF
24
SINERGI
Living Planet Magazine menggunakan kertas daur ulang.
Terimakasih kepada PT. Surya Palacejaya yang
memberikan harga khusus untuk WWF.
SAPA
PANDA
Satu totalitas...
©Dok. Majalah Pesona
Salam hangat!
Pada sebuah Car Free Day, saya mendorong sepeda Rich, putra bungsu saya yang berumur
empat tahun. Kami takjub, banyak orang menikmati Minggu pagi di Jakarta dengan bersepeda
atau berjalan kaki. Ini membuat saya berfikir: apakah bersepeda setiap Car Free Day bisa
dikatakan sudah bergaya hidup hijau?
Setelah lebih lama merenung, saya melihat bahwa sebenarnya bergaya hidup hijau itu mudah:
beragam tips sederhana bergaya hidup hijau ada di mana-mana. Mulai dari membawa botol
minum sendiri, membawa kantong belanja untuk mengurangi penggunaan plastik, memilah
sampah rumah tangga, dan lain sebagainya. Bayangkan, bila semua orang yang berada di Car
Free Day juga melakukan berbagai aktivitas ‘hijau’ lain sehari-hari.
Mari kita lakukan refleksi. Apakah kita bergaya hidup hijau hanya sebatas trend saja? Apakah
kita melakukannya karena "gaya" atau tidak mau dikatakan ketinggalan jaman? Saya pribadi
sudah memilah sampah, menggunakan kantong belanja sendiri, menggunakan alat-alat listrik
yang hemat energi di rumah. Akan tetapi, secara pribadi saya belum dan mungkin sulit
bersepeda ke kantor. Sebagai gantinya, saya memilih berangkat dan pulang kantor bersamasama rekan kerja (car pooling). Bergaya hidup hijau terletak pada keinginan kita untuk berbuat
sebaik-baiknya.
04
Earth Hour yang digelar pada tanggal 26 Maret 2011 membawa pesan sederhana tetapi
bermakna dalam: “Setelah 1 Jam Jadikan Gaya Hidup”. Maka, mari kita benar-benar
perjuangkan gaya hidup hijau dan menyelaraskannya dengan kebutuhan kita. Kita
menyelamatkan bumi, kita merasakan manfaatnya.
Salam lestari,
Devy Suradji
SUSUNAN
REDAKSI
LIVING
PLANET
MAGAZINE
VOLUME I NO. 3
DESEMBER 2011
Penanggung Jawab
Efransjah (CEO WWF-Indonesia)
Pemimpin Redaksi
Devy Suradji
Wakil Pemimpin Redaksi
Adji Santoso
Redaktur Pelaksana
Silfia Febrina
Masayu Yulien Vinanda
Dewan Redaksi
Israr Ardiansyah
Rina Aryanti
Susilowati Lestari
Desmarita Murni
Verena Puspawardani
Dewi Satriani
Maitra Widiantini
Redaksi
Nur Anisah
Nancy Ariaini
Dyah Ekarini
Shintya Kurniawan
Dita Ramadhani
Aulia Rahman
Annisa Ruzuar
Fotografi
Irza Rinaldi
Patricia Dini Setyorini
Saipul Siagian
Jimmy Syahirsyah
Kerjasama
Wini Dewi Aliani
Maya Bellina
Ikhsanul Khoiri
Paramita Mentari Kesuma
Margareth Meutia
Teresia Prahesti
Donny Prasmono
Linda Sukandar
Anggita Vela
Basis Data
Primayunta
Novy Anaktototy
Konsultan
Yohan Andreas (Desain)
Sugiri (Ilustrasi)
Staf Sekretariat
Redaksi
Ariestiyani Prilia
Diah Tetranti
Alamat Redaksi : WWF-Indonesia | Gedung Graha Simatupang Tower 2C Floor #7
Jln.TB Simatupang Kav.38 Jakarta Selatan, Indonesia | Tel.: (021) 7829426 – 29 | Website: wwf.or.id
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
UTAMA
05
GAYA HIDUP KITA,
MASA DEPAN BUMI
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
© WWF-Canon / Tanya PETERSEN
Perubahan iklim pada dasarnya merupakan
peristiwa alam yang alami. Namun, akibat
ulah manusia melepaskan sejumlah besar Gas
Rumah Kaca (GRK) ke atmosfer, temperatur
bumi pun meningkat dramatis. Inilah yang
lalu dikenal dengan istilah Pemanasan Global.
UTAMA
© WWF-Indonesia / SUPRIYANTO
06
PEMANASAN GLOBAL?
Para ahli menyebut kenaikan
temperatur bumi akan mencapai
1,4 sampai 6,3 derajat Celcius
hingga tahun 2100. Padahal, setiap
kenaikan 2 derajat Celcius saja
akan menyebabkan banyak terjadi kepunahan,
terutama pada spesies yang sulit beradaptasi di
daerah kutub dan tropis.
Bagi Indonesia, negara yang bergantung pada
kekayaan alam, peristiwa kebakaran hutan dan
pemucatan terumbu karang menjadi permasalahan
serius, terutama pada masyarakat yang tinggal di
daerah sekitar hutan dan pesisir pantai.
Meski tingkat emisi GRK terus meningkat, ada banyak
peluang untuk menguranginya. Kejadian ini bukan
akhir segalanya.
PEMANASAN GLOBAL
HUTAN LESTARI,
IKLIM TERJAGA
Dalam konteks perubahan iklim, hutan seperti pisau
bermata dua. Bila dikelola dengan baik maka ia
mampu memaksimalkan fungsinya untuk menyerap
dan menyimpan karbon. Sementara, bila tidak
dikelola dengan baik, beralih fungsi menjadi lahan
non hutan dan lalu dirusak, maka hutan akan
menjadi sumber emisi yang besar.
Hutan menutupi antara 86 – 93 juta hektar, atau
hampir setengah total wilayah darat Indonesia.
Menurut data terakhir Kementerian Kehutanan,
Indonesia kehilangan 1,18 juta hektar hutan setiap
tahunnya. Deforestasi dan alih fungsi hutan,
termasuk lahan gambut, menghasilkan sekitar 60
persen total emisi Indonesia.
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
© WWF-Indonesia / PRIMAYUNTA
dilakukan melalui pemetaan partisipatif bersama
masyarakat dan analisis High Conservation Value Forest.
Sementara di Kutai Barat, Kalimantan Timur, WWF
berupaya meminimalkan dampak negatif lingkungan yang
mungkin muncul akibat pembangunan. Upaya membantu
perencanaan tata ruang Kabupaten Kutai Barat,
diharapkan mampu berkontribusi terhadap upaya
mengurangi emisi akibat deforestasi dan degradasi hutan,
meningkatkan mata pencaharian masyarakat,
mempertahankan ekosistem dan nilai
keanekaragamanragaman hayati, serta mempertahankan
fungsi wilayah tersebut sebagai koridor keanekaragaman
hayati di sekitar kawasan lindung.
Beragam upaya tersebut dikemas dalam perencanaan
program RPAN (REDD+ for People and Nature) WWFIndonesia di Kutai Barat untuk Ekonomi Hijau
PEMANASAN GLOBAL
Kondisi ini mendorong Indonesia memilih menanggulangi
deforestasi dan degradasi hutan sebagai salah satu cara
utama mengurangi emisi dan menghadapi perubahan
iklim. Solusi ini dikenal sebagai REDD (Reducing
Emissions from Deforestation and Forest Degradation)
yakni insentif positif bagi negara berkembang yang
melindungi hutannya.
Skema ini pun lalu berkembang menjadi REDD+. Tidak
hanya mengurangi emisi dari deforestasi dan kerusakan
hutan, tetapi juga meningkatkan penyerapan karbon
melalui konservasi dan pengelolaan hutan lestari serta
peningkatan cadangan karbon hutan.
PANAS BUMI :
ENERGI RAMAH LINGKUNGAN
Listrik telah menjadi kebutuhan sehari-hari kita. Ia tidak
terpisahkan dari masyarakat kota-kota besar dengan
tingkat konsumsi yang sangat tinggi. Lihat saja berderet
aktivitas ini: menyalakan lampu di saat gelap,
mendinginkan ruangan dengan kipas angin ataupun AC,
memasak nasi dengan rice cooker, menyalakan TV
sebagai sarana hiburan dan informasi, mengisi batere
telepon seluler sebagai sarana komunikasi. Semua
membutuhkan listrik!
PEMANASAN GLOBAL
REDD+ DAN
LANGKAH WWF
WWF merespon peluang REDD+ ini dengan melakukan
persiapan di empat wilayah kerjanya. Taman Nasional
Tesso Nilo di Riau dan Taman Nasional Sebangau di
Kalimantan Tengah adalah lokasi pilihan untuk
menunjukkan peran signifikan kawasan konservasi dalam
pelaksanaan REDD+. Sementara, dua lokasi lain: Kutai
Barat dan Unurum Guay (Jayapura) adalah tempat
melihat kesiapan REDD+ di tingkat kabupaten.
Di Unurum Guay, Papua, identifikasi potensi REDD
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
Namun, sebagian besar listrik yang kita nikmati sehari-hari
berasal dari pembangkit listrik berbahan bakar energi fosil
seperti bahan bakar minyak (BBM) dan batubara yang
tergolong jenis energi yang tidak terbarukan dalam waktu
cepat. Semakin besar konsumsi energi ini, maka akan
semakin cepat habis cadangannya di dalam perut bumi.
Selain masalah terbatasnya persediaan, setiap tahapan
dalam proses energi fosil mulai dari pemanfaatan hingga
limbah akhir pembakarannya menghasilkan polusi dan
emisi yang berbahaya bagi manusia dan juga kerusakan
lingkungan. Lebih jauh lagi, emisi yang dihasilkan
berkontribusi pada peningkatan emisi Gas Rumah Kaca
(GRK) di atmosfer yang berdampak pada pemanasan
global dan terjadinya perubahan iklim.
07
WWF melihat pentingnya pengembangan panas bumi
dalam mendukung ketahanan energi nasional dan
konservasi lingkungan. Pada 2010, WWF
mengembangkan program “Ring of Fire (ROF)” dengan
target yang sangat ambisius yakni membangun
lingkungan yang kondusif bagi pemanfaatan panas bumi
dan sumber energi terbarukan lainnya secara
berkelanjutan di Indonesia dan Filipina dari 3.000 MW di
tahun 2009 hingga 12.000 MW di 2020. Sebagai Negara
dengan potensi panas bumi terbesar di dunia, Indonesia
menjadi target dan prioritas utama dalam program ROF
tersebut karena sejauh ini dari total potensi yang bumi
sebesar 28.000 MW, energi panas bumi baru
dimanfaatkan kurang lebih 4%! Pada 2015, ditargetkan
akan ada dua proyek percontohan untuk pemanfaatan
panas bumi yang berkelanjutan dan mendukung upaya
konservasi di wilayah kerja WWF-Indonesia di Sumatera.
08
Untuk mencapai target tersebut, WWF berusaha
mendorong perbaikan sektor energi agar lebih
berkelanjutan dan mendukung upaya pengembangan
energi panas bumi di Indonesia. WWF mempromosikan
kebijakan energi ramah lingkungan, langkah menuju
pembangunan berkelanjutan, ekonomi ramah
lingkungan, dan peningkatan pengetahuan masyarakat.
Bila dibandingkan dengan batubara, panas bumi memiliki
banyak keuntungan baik dari sisi ekonomi, sosial,
maupun lingkungan. Dari sisi ekonomi komponen biaya,
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) jauh lebih
murah karena tidak ada komponen biaya bahan bakar
serta resiko fluktuasi biaya akibat harga bahan bakar
yang tidak stabil dan cenderung meningkat.
Dari sisi lingkungan, PLTP lebih ramah lingkungan
karena emisi yang dihasilkan sangat rendah yaitu sekitar
180 Kg/MWh, lima kali lebih rendah dibandingkan emisi
yang dihasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
yang hampir mencapai 1000 Kg/MWh.
Dalam jangka panjang keberlanjutan PLTP lebih terjamin
mengingat panas bumi merupakan energi yang
terbarukan. Bila diakumulasi secara total dari hulu hingga
hilir, area lahan yang dibutuhkan untuk PLTP lebih efisien
yaitu 0,4 – 3,2 hektar per Megawatt dibandingkan PLTU
yang mencapai 7,7 hektar per Megawatt.
© WWF-Indonesia / PRIMAYUNTA
Rentetan dampak negatif yang ditimbulkan oleh energi
listrik, mendorong WWF untuk mengembangkan energi
alternatif yang lebih ramah lingkungan. Maka,
dikembangkanlah energi panas bumi, energi yang
umumnya terletak di wilayah vulkanik atau wilayah yang
terdapat banyak gunung api.
PEMANASAN GLOBAL
SIAP SEBELUM BENCANA
Iya, kita sadar dengan adanya fenomena perubahan iklim
akibat aktivitas kita mengeluarkan gas rumah kaca
secara berlebihan. Iya, kita paham adanya ancaman
serius bagi manusia bila keanekaragaman hayati dan
ekosistem terganggu karena aktivitas kita tersebut dan
karena dampak perubahan iklim. Lalu, apa kita juga
mengerti bahwa bencana datang tanpa pemberitahuan
dan tanpa memilih korban? Semua orang di seluruh
dunia sudah, sedang, atau berpotensi mengalami
terkena dampak perubahan iklim yang fatal dan ekstrim,
seperti topan badai, banjir, atau kekeringan.
Cuaca ekstrim menyebabkan petani tidak dapat
menentukan musim dan nelayan sulit melaut. Naiknya
paras muka laut telah menenggelamkan beberapa
pemukiman penduduk di wilayah pesisir. Belum lagi
dampaknya bagi kesehatan masyarakat.
Adakah yang bisa kita lakukan supaya bisa bertahan dan
kembali ke kondisi semula ketika itu terjadi? Adaptasi
adalah jawabannya.
Saat ini WWF-Indonesia bersama dengan mitra peneliti
dan berbagai komunitas tengah mendokumentasikan
kejadian di seluruh pelosok negeri yang bisa dikatakan
dampak perubahan iklim. Beragam cerita dari Berau,
Kalimantan Timur, kesaksian seorang warga pesisir
Kaledupa di Wakatobi, Sulawesi Tenggara yang mulai
mengalami kekeringan, hingga petani di Lombok, Nusa
Tenggara Barat yang kerap kali gagal panen.
Kumpulan fakta tersebut menjadi acuan penting bagi
WWF dalam mencari solusi dan mengembangkan
strategi adaptasi bagi ekosistem dan komunitas yang
terkena dampak perubahan iklim.
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
WHAT YOU CAN DO
LANGKAH SEDERHANA KURANGI EMISI
Bicara soal lingkungan, pasti yang
paling sering kita dengar
kebanyakan cerita hutan yang
rusak, flora dan fauna terancam
punah, bahkan dibunuh, sampai
Indonesia yang masuk peringkat
tinggi dunia penghasil emisi karbon
dari kebakaran dan penebangan
hutan. Fakta pilu itu pun semakin mencoreng
dengan adanya data yang menyebutkan bahwa
laju kehilangan dan kerusakan hutan tahun 19902000 di Indonesia setara dengan 364 lapangan
bola per jam.
Kemudian bermunculanlah program
penanaman pohon dimana-mana. Lalu apakah
ini akan cukup mengembalikan hutan Indonesia
ke kondisi awal? Apakah hutan kita cukup jadi
pemasok oksigen warga negaranya? Apakah
emisi yang sudah terlanjur lepas bisa diserap
lagi? Sama sekali tidak. Kegiatan menanam
kembali tidak bergerak secepat kegiatan kita
berkontribusi merusak hutan dari penggunaan
produk-produk hasil hutan, atau selama kita
belum mau mengurangi emisi. Berikut langkah
praktis untuk berkontribusi dalam menekan
tingkat emisi:
1. Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi mungkin bukan perkara
mudah bagi sebagian besar orang, terutama masyarakat di kota-kota
besar. Selain perasaan gengsi, tidak adanya kendaraan umum yang
memadai adalah beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan
kendaraan pribadi. Namun jika harus mengendarai kendaraan pribadi
pastikan bahwa kendaraan tersebut hemat BBM. Selain itu, kurangi
penggunaan kendaraan pribadi untuk jarak dekat. Alternatif kendaraan
untuk jarak dekat diantaranya adalah jalan kaki atau bersepeda.
2. Mengurangi sampah rumah tangga dan industri.
Sampah yang semakin banyak dan tidak didaur ulang memiliki
kandungan metan yang tinggi yang mampu melepas banyak karbon di
atmosfer. Mulailah berkreasi untuk mendaur ulang sampah menjadi
barang-barang yang bermanfaat.
3. Menerapkan budaya hemat energi.
Langkah sederhana yang dapat diterapkan adalah dengan mengurangi
penggunaan lampu atau peralatan elektronik lainnya yang tidak
diperlukan.
4. Menjaga kelestarian hutan dengan mengurangi
penggunaan kertas.
Konsumsi kertas dapat diminimalkan dengan memakai atau mencetak
kertas bolak-balik, menggunakan dokumen elektronik atau
memanfaatkan fasilitas email.
Penulis: Verena Puspawardani, Masayu Yulien Vinanda, Iwan Wibisono, Indra Sari Wardhani, Chrisandini, Paramita Mentari K.
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
© WWF-Indonesia
09
© WWF - Indonesia
10
© WWF - Indonesia / Muh. Ihsan RIZALDI
© WWF - Indonesia / Muh. Ihsan RIZALDI
CATATAN
EARTH HOUR:
BUKAN “SATU JAM SAJA”
Sejak 2009, Jakarta bersama dengan beberapa kota besar di pulau Jawa –
Bali menggelapkan malam di hari Sabtu, tiap minggu terakhir bulan Maret
untuk kampanye global Earth Hour. Semua lampu dan peralatan elektronik
yang tidak sedang dipakai serentak dimatikan antara jam 20.30 – 21.30
sebagai ekspresi kepedulian terhadap perubahan iklim global.
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
Tahun ini, Earth Hour berhasil mengajak 1,8 milyar penduduk
dunia dari 5.251 kota di 135 negara karena kampanye ini
menyatukan kesamaan rasa terhadap Bumi lewat aksi nyata
maupun melalui aktivitas dunia maya. Kelompok komunitas,
pelajar, dan mahasiswa pun mengerahkan massanya untuk
memperingati aksi Earth Hour secara mandiri. Di Jakarta
misalnya, mahasiswa London School of Public Relations menggelar aksi bagi-bagi
pohon pada saat pelaksanaan Car Free Day.
Tidak hanya itu, pesepeda dari berbagai komunitas sepeda di Jakarta pun turut
menggelar aksi swadaya peringati Earth Hour 2011. Ratusan penggowes yang
tergabung dalam Jakarta Critical Mass (JCM) menggowes dari depan FX Plaza
Sudirman menuju lokasi puncak peringatan Earth Hour 2011 di Balaikota, Jalan Medan
Merdeka,Jakarta Pusat.
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
© WWF - Indonesia / Muh. Ihsan RIZALDI
© WWF - Indonesia / Des SYAFRIZAL, Muh. Ihsan RIZALDI
Komunitas Parkour pun tak ketinggalan. Seni olah tubuh yang identik dengan gerakan
melompat, bergelantungan, memanjat ini menerjunkan puluhan traceur (sebutan bagi
para penggiat Parkour) melakukan aksi serentak di Car Free Day untuk Earth Hour.
11
© WWF - Indonesia /Muh. Ihsan RIZALDI
Sementara pada puncak
acara Earth Hour 2011 di
Balaikota, sejumlah
selebritis ibukota turut
hadir mengkampanyekan
kampanye hemat energi
tersebut. Salah satunya
adalah kapten tim
nasional sepak bola,
Bambang Pamungkas.
Selain berpartisipasi
dalam Earth Hour, ia
juga mengajak publik
untuk menerapkan gaya
hidup ramah lingkungan.
12
© WWF - Indonesia / Dino FITRIZA
Namun Earth Hour tidak berhenti sampai di situ. Earth Hour hakikatnya bukanlah perayaan mematikan lampu
semata. “Setelah 1 jam, jadikan gaya hidup,” itulah pesan yang senantiasa digaungkan. Aksi mematikan lampu
hanyalah simbol bahwa sesuatu yang dimulai dari diri sendiri perlu diteruskan secara kolektif. Jadi, ketika lampu
menyala kembali, saatnya buat kita terus beraksi.
Teks oleh: Verena Puspawardani
© WWF-Indonesia
© WWF-Indonesia / Donny PRASMONO
KETIKA PARA SELEBRITIS
JADI FUNDRAISER
WWF-INDONESIA
© WWF-Indonesia / Donny PRASMONO
KABAR WWF
KETIKA PARA SELEBRITIS JADI
FUNDRAISER
WWF-INDONESIA
“Hai! saya Pandji Pragiwaksono! saya SOGI! saya Igor
dari SAYKOJI! saya RAS Muhamad! Apakah kalian
sudah pernah dengar WWF-Indonesia!” sapa para
selebritis tersebut saat menjalani perannya sebagai
Fundraiser WWF-Indonesia.
14
Ya, nama-nama beken itu pernah menjadi sukarelawan
Fundraiser WWF-Indonesia dalam satu hari. Seperti
layaknya armada fundraising lainnya, mereka beredar di
beberapa ruang publik seperti mal, memberikan
informasi tentang pentingnya menjaga lingkungan serta
melestarikan alam di Indonesia , hingga mengajak
masyarakat untuk menjadi bagian keluarga besar
pejuang konservasi WWF-Indonesia dengan bergabung
menjadi suporter wwf.
Bukan tugas yang mudah memang, menyapa orang yang
lalu lalang di pusat perbelanjaan, lalu menghentikannya
dan memberikan informasi, serta mengajak mereka
menjadi pendukung sebuah organisasi lingkungan.
Tentunya banyak penolakan yang diterima para celebrity
fundraiser ini. Pengunjung mal yang dihampiri sering kali
menghindar dengan berpura-pura sibuk telepon, lari
kecil menjauh, bahkan berjalan acuh tak acuh tanpa
melirik sedikitpun. Namun yang patut diapresiasi adalah
para selebritis ini tidak pernah menyerah: mereka terus
berusaha menyapa dengan senyuman dan mencoba
mendekati secara ramah. Perjuangan mereka pun tidak
sia-sia. Semakin banyak pengunjung mal yang berhenti
dan mau mendengarkan walau hanya dalam hitungan
menit.
Sejak perekrutan suporter dimulai awal tahun 2006, saat
ini suporter WWF se-Indonesia berjumlah 40.000 orang.
Dengan terobosan kali ini, diharapkan semakin banyak
yang tergerak dukung pelestarian lingkungan.
(Oleh : Donny Prasmono )
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
© WWF-Indonesia
MENYIBAK HUTAN HUJAN TROPIS
BUKIT BARISAN SELATAN
Selama tiga hari sejak 25-28 September 2011, beberapa
fundraiser dari Inggris, Selandia Baru, Filipina, dan
Jepang berkesempatan mengunjungi Taman Nasional
Bukit Barisan Selatan (TNBBS), kawasan konservasi di
Provinsi Lampung yang oleh UNESCO ditetapkan
sebagai Situs Warisan Gugusan Pegunungan Hutan
Hujan Tropis Sumatera.
Setelah bertemu Project Leader WWF di Lampung Yob
Charles, para peserta menuju lokasi penangkaran kupukupu Taman Kupu-kupu Gita Persadadan serta
Koperasi Mitra Tani (KOMIT), koperasi yang digagas oleh
para petani kopi, coklat dan beras organik binaan WWF.
Setelah itu, kami lalu melanjutkan perjalanan menuju
Elephant Patrol Camp di desa Pemerihan yang ditempuh
selama kurang lebih 3 jam. Sambil makan malam, para
peserta berbincang dengan para Mahout (pawang
gajah). Mereka inilah yang melatih gajah-gajah patroli
TNBBS menelusuri hutan untuk menghalau gajah-gajah
liar yang seringkali merusak kebun masyarakat.
Keesokan harinya, kami diajak berpatroli dengan gajah di
sekitar kawasan penyangga TNBBS. Elephant Patrol
TNBBS ini baru dibentuk pada bulan Juli 2009, terdiri dari
4 ekor gajah dengan 4 mahout. Gajah itu didatangkan
dari Pusat Konservasi Gajah Way Kambas, Lampung.
Ada pula tambahan satu gajah kecil berumur tiga tahun
bernama Tomi. Ia ditemukan di sekitar TNBBS terpisah
dari kelompoknya saat ia masih berumur 1 tahun. Sejak
itu, Tomi mengikuti “kelompok” barunya ini karena dia
pun tidak bisa kembali ke kelompoknya. Tomi sangat lucu
dan menggemaskan. Semoga, suatu hari Tomi bisa
menjadi gajah patrol yang tangguh.
Agenda berikutnya adalah mengunjungi kebun petani
coklat. Para peserta berdiskusi dan melihat langsung apa
yang telah dilakukan oleh para petani coklat yang
didampingi oleh WWF untuk meningkatkan produksi
coklat yang lebih baik tanpa harus merambah hutan.
Setelah melihat kebun coklat, saatnya menuju kebun
kopi masyarakat lokal binaan WWF.
Tidak jauh dari lokasi kebun kopi terdapat Pembangkit
Listrik Tenaga Mkrohidro (PLTMH) yang dibuat oleh
masyarakat dampingan WWF. Dengan memanfaatkan air
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
terjun, pembangkit listrik ramah lingkungan tersebut
mampu dioptimalkan untuk mensuplai listrik bagi
masyarakat sekitar.
Petualangan berlanjut esok harinya. Dengan menempuh
perjalanan sekitar tiga jam, peserta pun tiba di Rhino
Camp, tempat persinggahan yang dikelola oleh Rhino
Protection Unit (RPU). Bersama para ranger Rhino
Camp, mereka menyaksikan bunga terbesar di dunia:
Rafflesia arnoldi. Namun sayang sekali, saat itu bunga
tersebut belum mekar. Selain itu juga peserta
menjumpai jejak-jejak gajah liar, babi hutan, rusa.
Hari menjelang sore ketika peserta tiba di tujuan terakhir
dari agenda perjalanan yaitu mengunjungi tempat
pengolahan kopi Kuyungarang. Mereka disambut oleh
Ibu Dami, ketua kelompok Unit Usaha Sekar Sedayu.
Kelompok yang terdiri dari kaum ibu-ibu inilah yang
memproses biji kopi yang dihasilkan kebun masyarakat
di kawasan penyangga TNBBS menjadi kopi bubuk
Kuyungarang. Di unit ini, biji kopi juga mendapat
perlakuan khusus, misalnya ada sortasi untuk memilih
atau memisahkan kotoran serta memilih besar kecilnya
biji kopi.
Pada kesempatan kali itu kami beruntung dapat
merasakan kopi yang sangat terkenal dan termahal di
dunia, kopi luwak. Secangkir kopi luwak racikan ibu Dami
menutup perjalanan indah kami di TNBBS.
(Oleh: Wini Dewi Aliani )
15
INSPIRASI
© WWF-Indonesia / Saipul SIAGIAN
Albertus Tjiu
Menyelaraskan konservasi dan
pemberdayaan masyarakat
“Konservasi bukan sekedar penyelamatan alam dan
spesies yang hidup di dalamnya. Lebih dari itu, konservasi
harus menguntungkan masyarakat.” Premis itulah yang
melekat kuat di diri Albertus Tjiu, peneliti orangutan yang
juga Project Leader WWF Kantor Kapuas Hulu.
Awal bergabung di WWF tahun 1996, lelaki keturunan
Tionghoa ini ditempatkan di Kapuas Hulu, kabupaten yang
letaknya 700 km dari kota Pontianak, ibukota Kalimantan
Barat. Sebagai research assistant, ia menghabiskan
sebagian besar waktunya di hutan, mengumpulkan data di
sekitar wilayah Taman Nasional Betung Kerihun.
16
Pengalamannya itu memberikannya pemahaman yang
mendalam tentang konservasi. Lelaki kelahiran Sambas 9
Februari 1972 ini meyakini, konservasi yang ideal adalah
ketika hutan tetap hijau dan lestari, satwa liar dapat hidup
terjamin di habitat alaminya, serta masyarakat mengelola
hutan dan sumber daya alam di dalamnya dengan arif dan
bertanggungjawab.
Di tahun 2001, program WWF di Kapuas Hulu sempat
vakum karena terhentinya pendanaan. Albert sempat
terjun dalam bisnis multi level marketing dan meraih sukses
besar. Ketika proyek WWF siap dilanjutkan lagi, Albert pun
berada di persimpangan jalan. Namun suami dari Sutiani
dan ayah tiga anak ini memilih WWF. Ia harus sering
meninggalkan keluarga karena berkantor di Putussibau.
“Kepuasan saya adalah dengan menyaksikan langsung
bagaimana masyarakat dapat merasakan manfaat dari
upaya-upaya konservasi yang kami lakukan,” tegas Albert
seraya menceritakan komentar masyarakat sekitar
sebelum memahami kerja tim yang dipimpinnya,
“Orangutan kalian perhatikan, kami manusia malah tidak,”
ujarnya menirukan.
Kebahagiaan Albert tak terkira ketika masyarakat
dampingannya berhasil memperbaiki tingkat
kesejahteraannya, seperti ketika WWF memfasilitasi
dibangunnya pembangkit listrik tenaga mikrohidro di
Sungai Lung. “Hidup masyarakat desa berubah drastis,
tidak lagi bergantung pada bahan bakar fosil, listrik kini bisa
dinikmati oleh seluruh penduduk desa. Di malam hari
mereka dapat melakukan kegiatan produktif, seperti
menenun dan menganyam,” jelasnya antusias.
Sejak dilakukannya PHVA (Population Habitat Viability
Assessment) pada tahun 2004 yang menemukan bahwa
orangutan subspecies Pongo pygmaeus pygmaeus adalah
yang paling terancam punah dan habitatnya berada di
dalam wilayah Taman Nasional (TN) Betung Kerihun dan
TN Danau Sentarum, maka WWF Program Kalimantan
Barat mulai menggiatkan konservasi orangutan.
“Ini tantangan terbesar bagi kami: meyakinkan masyarakat
dan pemangku kepentingan lain bahwa program
konservasi orangutan bermanfaat. Dengan kemiripan
genetis (DNA) 97% dengan manusia, orangutan
merupakan kerabat yang paling dekat dengan manusia. ”
Sejak awal 2011, Albert dipercaya WWF untuk memegang
posisi sebagai Project Leader WWF Kantor Kapuas Hulu.
FORINA (Forum Orangutan Indonesia) Regional
Kalimantan Barat pun telah mempercayai Albert sebagai
ketua sejak September lalu.
Menyaksikan orangutan di habitat alami secara langsung
memberi kesan mendalam baginya. Itu mengasah
semangatnya “Seperti juga manusia, orangutan butuh
tempat tinggal yang layak,” pungkasnya.
(Oleh : Chrisandini)
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
INSPIRASI
© WWF-Indonesia / Saipul SIAGIAN
Emon A. Syafrudin
Bangun masyarakat sadar lingkungan
Menjadi agen perubahan bagi masyarakat sekitar,
menginspirasi mereka untuk peduli lingkungan dengan
tindakan sederhana. Itulah kesimpulan yang saya dapatkan
setelah berbincang bincang dengan Emon, staf keamanan
WWF-Indonesia kantor Jakarta.
Tujuh belas tahun bekerja di WWF, lelaki berdarah Sunda ini
pun termotivasi untuk menularkan virus peduli lingkungan
pada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Salah satu
upaya yang dilakukannya adalah dengan
menyelenggarakan Earth Hour. Kampanye global untuk
perubahan iklim dengan cara mematikan lampu selama
satu jam tersebut menurutnya adalah aksi sederhana yang
dapat dilakukan oleh setiap individu. Maret 2011 lalu adalah
tahun ketiga ia dan warganya berpartisipasi dalam Earth
Hour.
“Pertama kali, saya hanya melibatkan satu RT untuk
mengikuti Earth Hour. Tahun kedua dan tahun ketiga,
semakin banyak yang ikut berpartisipasi yaitu sampai tiga
RT sekaligus yang kurang lebih jumlahnya hampir 300 KK. “
Posisi sosial kemasyarakatannya sebagai Sekretaris RT
menjadi modal utama untuk memperkuat pengaruhnya di
masyarakat. Di berbagai forum RT, ia kerap kali
berkampanye tentang pentingnya hemat energi.
“Awalnya memang sulit untuk membangun kesadaran
masyarakat akan pentingnya mengurangi tingkat konsumsi
listrik. Namun, perlahan, saya beri pengertian pada mereka
bahwa dengan mematikan lampu selama satu jam pada
saat beban listrik berada di puncak, banyak sekali manfaat
yang akan mereka rasakan langsung. Salah satunya adalah
berkurangnya beban listrik yang harus mereka bayar setiap
bulannya.”
Tidak hanya itu, ayah beranak dua ini pun juga mengadopsi
Earth Hour setiap 6 bulan sekali. Pada acara itu, warganya
dikomandoi untuk mematikan lampu mereka selama 1 jam.
“Setiap hari Sabtu minggu ke-2 di bulan Juli. Jadi
sesungguhnya kami sudah melakukan Earth Hour 3 kali
dalam setahun. Kami mencoba menjadikan ini sebagai
kebiasaaan. Kebiasaan yang akhirnya akan mengakar dan
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
membudaya,” ungkap lelaki kelahiran Kuningan 47 tahun
lalu ini.
Sukses dengan Earth Hour, Emon pun mulai mengajak
warganya menanam pohon. Bibit pohon produktif seperti
mangga, rambutan, dan belimbing dibagikan ke warga
yang sebelumnya telah diminta untuk menyiapkan media
tanam di halaman masing-masing. Dua tahun sudah
program menanam pohon dilaksanakan di lingkungan
RTnya.
Setahun terakhir ini, ia juga aktif menggiatkan pembuatan
biopori atau sumur resapan. Dengan kesabaran ekstra
mendampingi satu persatu warganya, kini 100 KK di RTnya
telah membuat lubang biopori di halamannya masingmasing.
“Di musim-musim kemarau panjang ini, warga kami sama
sekali tidak kekurangan air. Ini adalah keuntungan nyata
yang kami rasakan dari adanya sumur resapan. Intinya
adalah bagaimana masyarakat mampu merasakan
manfaat langsung dari setiap program yang dicanangkan.
Kesadaran masyarakat akan tumbuh dengan sendirinya
jika mereka memahami bahwa ada keuntungan yang
mereka dapat,” pungkasnya.
(Oleh : Masayu Yulien Vinanda)
17
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
Pernahkah kamu
menghitung berapa
emisi yang kita
keluarkan dari
listrik?
8,4%
JAWABAN A
Pernah dan sudah
beberapa kali coba
82%
JAWABAN B
9,6%
JAWABAN C.
Belum Pernah
Tidak Tahu
HITUNG!
Misalnya, untuk sebuah lampu
100 watt yang digunakan selama
10 jam setiap harinya, konsumen
di golongan R1 harus membayar
= 0.1 kWh x 10 x 30 hari x Rp
305,- = Rp. 9,150,- sebulan.
Sementara apabila lampu
tersebut diganti dengan lampu
hemat energi 20 watt, konsumen
hanya perlu membayar
= 0.02 kWh x 10 x 30 hari x Rp
305,- = Rp. 1,830,- sebulan.
!
ZONA SUPPORTER
Yuk, hitung emisi
pemakaian listrik kita!
LAMA
TARIF
TOTAL kWh
BIAYA
(jumlah pemakaian X PEMAKAIAN X DASAR LISTRIK
=
LISTRIK
listrik)
(sesuai kelompok golongan)
DALAM JAM
> Total kWh bisa dilihat di tagihan listrik .
> Lama pemakaian listrik di rumah juga bisa dikonfirmasikan
dengan penghuni rumah lainnya.
> Tarif Dasar Listrik (TDL) menurut www.pln.co.id
• Golongan R1 (< 2200 VA), 1 kWh = Rp 320,- untuk
pemakaian sampai dengan 20 kWh
• Golongan R2 (2200 VA – 6600 VA), 1 kWh = Rp 575,• Golongan R3 (>6600 VA), 1 kWh = Rp 621,-
Kesimpulannya, penghematan yang didapat jika kamu
mengganti lampu 100 watt ke lampu 20 Watt untuk
pemakaian 10 jam/hari?
• Penghematan energi listrik/bulan:
(100W-20W) x 10 jam/hari x 30 hari = 2400 Wh = 2,4 kWh
• Penghematan biaya/bulan:
• Tarif R1 (< 2.200 VA) = rata-rata Rp. 320,- /kWh
2,4 kWh x Rp. 320,- = Rp. 768,• Tarif R2 (2.200 – 6.600 VA) = Rp. 575,-/kWh
2,4 kWh x Rp 575,- = Rp. 1.380,• Tarif R3 (>6.600 VA) = Rp. 621,-/kWh
2,4 kWh x Rp 621,- = Rp.1,490,Emisi CO2 yang direduksi/bulan:
Koefisien emisi CO2 di Indonesia menurut
IPPC (1998) = 781.2621 gram/kWh
2,4 kWh x 781.2621 gr/kWh = 1.875 g = 1,875 kg CO2
INI BARU 1 ALAT ELEKTRONIK. ADA BERAPA ALAT ELEKTRONIK DI RUMAH ANDA?
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
TANAH AIR
21
LOMBOK,
SEBUAH KESAKSIAN
“Musim tanam yang tak tentu buat kami merugi.”
Suatu pagi hari bulan Agustus di Lombok
Utara, Nusa Tenggara Barat, tepatnya di
Taman Nasional Gunung Rinjani.
Gunung api tertinggi ketiga di Indonesia
setelah Kerinci di Sumatera dan Semeru di
Jawa ini menjadi resapan air dan hulu bagi
banyak sungai yang mengalir di Lombok.
Dataran tingginya dipenuhi hutan, sementara
dataran rendahnya hingga ke Lombok Barat,
Lombok Tengah, dan Lombok Timur banyak
ditanami padi, kedelai, kopi, tembakau,
katun, kayu manis, dan vanili.
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
© WWF - Indonesia / Verena PUSPAWARDANI
22
Di area ini, terdapat danau terkenal yakni Segara
Anak, kaldera Gunung Rinjani yang terisi air sedalam
230 m. Danau ini berfungsi sebagai waduk yang
menyediakan air bagi 2,4 juta penduduk Lombok.
Airnya mengalir melalui tebing-tebing yang curam
menjadi air terjun yang indah. Di tengahnya terdapat
Gunung Barujari yang merupakan anak Gunung
Rinjani yang masih aktif.
Sungai-sungai yang terbentuk dari mata air di Gunung
Rinjani mengalir ke penjuru Lombok dan dibendung
menjadi dam-dam yang mengairi banyak persawahan
dan perkebunan. Sejak dulu, airnya tidak pernah habis
sekalipun musim kering.
Namun, kali ini ada cerita berbeda. Musim kemarau
panjang merampas keberlangsungan pasokan sumber
air. Para petani pun kian merana. Pak Kamarudin, 35
tahun, anggota Kelompok Tani Kawasan Mareje Bonga,
Dusun Padrik, Desa Mangkung, Kabupaten Lombok
Tengah, adalah salah satunya.
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
© WWF - Indonesia / Verena PUSPAWARDANI
© WWF - Indonesia / Verena PUSPAWARDANI
“Saya petani padi di musim hujan dan petani tembakau dan jagung di musim
kering. Beberapa tahun belakangan, saat waktunya bertanam padi, hujannya
berhenti. Buah padi jadi kosong. Hasil panen kurang produktif. Dari 10 – 12
karung jadi cuma 3 karung. Jadi kami takut menanam. Kalau saja dam itu mampu
menyediakan air seperti biasa, kami percaya diri. Tapi baru pertengahan musim
kering saja, airnya sudah jauh menyusut,” keluh Kamarudin.
Sebaliknya, saat harusnya musim kering, hujannya tidak berhenti. Kebun
tembakau kelompok petani dari Desa Mangkung ke Desa Tanah Awi rusak semua.
Begitu juga dengan jagung. Hampir semua busuk atau menghasilkan kualitas
rendah. Bisa dikatakan, gagal panen mulai sering terjadi di dua tahun terakhir.
© WWF - Indonesia / Verena PUSPAWARDANI
Maka, inisiatif penanaman pohon di kaki Gunung Rinjani pun lahir. Masyarakat
percaya, dengan menanam pohon, kuantitas sumber air yang menyusut di musim
kering akibat penebangan hutan dapat pulih. Dikoordinasikan oleh Ama Chairil, 43
tahun, dan Ama Hilal, 33 tahun, dari Desa Sapit, Kabupaten Lombok Timur,
reforestasi pun digiatkan.
Di kawasan Sakat, masih bagian TN Gunung Rinjani, para petani lokal dibantu
WWF-Indonesia dalam program NEWtrees bekerja sama menanam hutan dengan
jenis pohon lokal, seperti Suren, Klokos Udang, dan Rajumas.
Banyak yang mulai merasakan dampak perubahan iklim di daerahnya. Anda
termasuk salah satunya? Bagi kisah Anda dan tindakan yang Anda atau komunitas
Anda lakukan. Silakan juga kirim foto atau video yang menunjukkan dampak
perubahan iklim di daerah Anda. Klik www.wwf.or.id/climate
Oleh : Verena Puspawardani.
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
© WWF-Indonesia
23
© iStockphoto.com
SINERGI
24
CLIMATE SAVERS: KOMITMEN SEKTOR BISNIS
Upaya serius dilakukan dengan maksud untuk
menunjukkan kepada para pembuat kebijakan,
pemain industri dan konsumen bahwa sektor bisnis
siap untuk berperan dalam penurunan emisi gas
rumah kaca (GRK) secara nyata tanpa mengurangi
produktivitas bisnis.
Climate Savers adalah program kerjasama unggulan
WWF dengan sektor bisnis dan industri dengan visi
berkontribusi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca
(GRK) pada tahun 2050 sebanyak 80% dari level 1990
serta menjaga pemanasan global di bawah temperatur 2
derajat Celsius pada tingkat rata-rata sebelum revolusi
industri. Untuk mencapainya, WWF dan para perusahaan
yang terlibat berupaya untuk mendukung pembangunan
'ekonomi rendah karbon’.
The Coca-Cola Company, Hewlett-Packard, Johnson
& Johnson, Nike, Nokia, dan Sony merupakan
beberapa anggota Climate Savers tersebut.
Sejak tahun 1999 hingga 2010, sejumlah
perusahaan yang tergabung dalam program Climate
Savers telah mengurangi emisi CO2 sebanyak 50
juta ton secara kolektif, yang kurang lebih ekuivalen
dengan jumlah emisi CO2 per tahun negara sebesar
Swiss.
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
© WWF-Canon / Jean-Luc ZIEGLER
CLIMATE SAVERS DI INDONESIA
Di Indonesia, program Climate Savers diupayakan dengan
menjalin hubungan kerjasama dengan wakil para
anggotanya di tingkat nasional, Lafarge Cement Indonesia,
misalnya, menyesuaikannya lewat peninjauan pencapaian
komitmen dan target perusahaan. Hal ini dikarenakan oleh
terdapatnya tuntutan persyaratan komitmen pengurangan
emisi CO2 yang berskala besar dan menyeluruh dalam
program Climate Savers, sehingga pada umumnya hanya
mampu dilaksanakan oleh perusahaan besar maupun
perusahaan multinasional.
Meskipun demikian, program tersebut terbuka bagi
perusahaan nasional yang hendak memiliki komitmen
serupa. Pada skala yang lebih kecil dan ringan, program
penurunan emisi GRK dan konsumsi energi di Indonesia
dapat dicapai dengan partisipasi perusahaan dalam
program WWF Green Office dan Earth Hour Indonesia.
Kisah Sukses:
SATU DEKADE
KERJASAMA WWF DAN LAFARGE
Dari tahun ke tahun, jumlah dan skala komitmen
perusahaan anggota kian meningkat. Hingga kini, total
terdapat 26 perusahaan yang bergabung dalam Climate
Savers. Kerjasama WWF dan Lafarge selama satu dekade
terakhir merupakan salah satu kisah sukses program ini.
AKSI LAFARGE DALAM CLIMATE SAVERS
Lafarge telah memperbaharui komitmen satu
dekadenya dalam Climate Savers setelah melampaui
target penurunan emisi CO2 per ton semen sebanyak
21.7% pada tahun 2010. Selanjutnya, Lafarge
berkomitmen untuk mengurangi emisi bersih-nya
sebanyak 33% atas level 1990 terhadap angka tahun
2020 melalui kontribusi terhadap pembangunan
berkelanjutan seperti: penyediaan solusi desain
bangunan ramah lingkungan yang menyeluruh
dibandingkan dengan produksi bahan dasar semen
semata dan dukungan terhadap intervensi kebijakan
perubahan iklim di tingkat nasional dan global.
LAFARGE CEMENT INDONESIA DAN WWF-INDONESIA
Lafarge dan WWF percaya bahwa komitmen perusahaan
adalah kunci untuk mengubah perilaku pasar dan
mendukung perubahan paradigma menuju pembangunan
berkelanjutan. Sebagai salah satu pemimpin dunia di
industri bahan bangunan, Lafarge menjadi mitra konservasi
global pertama yang diawali dengan penandatanganan
perjanjian kerjasama selama lima tahun pada tahun 2000
dengan fokus perubahan iklim dan keanekaragaman hayati.
Langkah bersama tersebut telah diperbaharui pada tahun
2005 dan 2009, dengan penambahan ruang lingkup
menjadi persistent pollutants, water conservation,
sustainable construction dan local initiatives development.
WWF dan Lafarge telah mengadakan kajian teknis High
Conservation Value Area (HCVA) atas kawasan
operasional Lafarge di Lhoknga, Provinsi Aceh. Kajian
ini adalah yang pertama kali ada di dunia dalam skema
kerjasama global Lafarge-WWF dan menjadi
percontohan untuk perwakilan Lafarge dan WWF
lainnya. Dengan dukungan tim yang terdiri dari para
tenaga ahli independen, hasil identifikasi dan pemetaan
atas kawasan tersebut telah dipublikasikan kepada
publik secara transparan. Hasil kajian itu menjadi
landasan untuk perencanaan rekonstruksi pabrik
semen Lafarge yang telah hancur total akibat bencana
Tsunami tahun 2004 dan penyusunan sistem
manajemen lingkungan Lafarge.
Dengan dampingan WWF, Lafarge berhasil mencapai
target-target perubahan transformatifnya dan menjadi
anggota program WWF Climate Savers, Water Footprint
Network dan pendiri Cement Sustainability Initiative.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai Climate Savers,
silahkan kunjungi wwf.panda.org/climatesavers
(oleh Paramita Mentari Kesuma)
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
25
© WWF-Indonesia / Sandi Jaya SAPUTRA
26
5 ORGANISASI SERUKAN
REFORMASI ENERGI PADA
“MOVING PLANET”
Dalam rangka memperingati hari aksi global (Global Day
of Action) yang dirayakan di seluruh dunia pada 24
September 2011, lima organisasi yakni WWF-Indonesia,
Greenpeace, 350.org, Greeners, dan IESR (Institute for
Essential Services Reform) menggelar aksi bersama
melawan pemborosan energi melalui Moving Planet.
Moving Planet adalah aksi global yang didekasikan untuk
membebaskan bumi dari ketergantungan terhadap energi
fosil. Ribuan aksi secara bersamaan digelar pada 24
September di ratusan negara di seluruh dunia.
Di Indonesia sendiri, beberapa kegiatan Moving Planet
dipusatkan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Bali.
Salah satunya adalah gerakan 350 jam Indonesia
Bersepeda. Mulai 13 hingga 24 September 2011, para
pesepeda menggowes sejauh 1000 km melintasi BaliYogyakarta-Bandung.
Tidak hanya itu, Jumat, 23 September, WWF-Indonesia
sebagai salah satu penyelenggara Moving Planet di
Indonesia menggelar Diskusi Media dengan tajuk
“Hentikan Candu Energi Fosil.” Sementara untuk puncak
aksi, dipusatkan di depan Gedung Sate, Bandung. Selain
masyarakat umum, 28 komunitas sepeda bergabung di
lokasi tersebut untuk menyambut kedatangan rombongan
Indonesia Bersepeda.
Kelima organisasi tersebut meminta agar Pemerintah RI
mewujudkan komitmen yang lebih agresif dan nyata
terhadap penyediaan dan pemanfaatan energi terbarukan
yang lebih bersih dan berkelanjutan sebagai solusi untuk
membebaskan Indonesia dari ketergantunagn terhadap
energi fosil. Tidak hanya itu, pemerintah juga dihimbau
untuk mendorong efisiensi energi dalam kebijakan energi
nasional.
(Oleh : Verena Puspawardani dan Masayu Yulien Vinanda)
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
© WWF-Indonesia / Saipul SIAGIAN
NEWTREES-BCA
HIJAUKAN TN. GUNUNG RINJANI
Dukungan sektor usaha terhadap program reforestasi
WWF-Indonesia “NEWtrees” kian menguat saja. Kali ini,
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) merealisasikan
komitmennya dalam mendukung insiatif penghijauan
tersebut dengan menyumbangkan 2000 pohon untuk
Taman Nasional Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat.
Seluruh biaya penanaman dan pemeliharaan pohon
merupakan sumbangan BCA terkait penjualan Obligasi
Ritel Indonesia (ORI) seri 008. Skema kerjasama ini
adalah yang ketiga kalinya dilakukan oleh BCA dan WWFIndonesia. Di tahun-tahun sebelumnya, BCA juga telah
mendonasikan hasil penjualan ORI 007 dalam bentuk
2000 pohon yang telah ditanam di wilayah konservasi
Gunung Rinjani.
Selama masa penawaran ORI008, BCA akan
menyumbang Rp 1000 untuk setiap pembelian ORI008
senilai Rp 5 juta melalui BCA. Seluruh dana ini nantinya
akan digunakan untuk membiayai penanaman dan
pemeliharaan 2000 bibit pohon tersebut.
Director of Forest, Freshwater and Terrestrial Species
WWF-Indonesia Anwar Purwoto menyambut baik
kontribusi BCA dalam upaya reforestasi di TN. Gunung
Rinjani. Menurutnya, selama 10 tahun terakhir, sekitar 43
persen mata air di Gunung Rinjani lenyap. Padahal di lain
sisi, kawasan tersebut merupakan daerah penyimpanan
air dan penyangga sistem kehidupan yang sangat vital
bagi 3 juta masyarakat Lombok.
”Langkah BCA dalam mendukung upaya reforestasi di
kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani diharapkan
dapat mendorong pelaku bisnis lain melakukan hal
serupa. Karena menyelamatkan ekosistem yang sangat
unik ini merupakan bagian dari upaya serius untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan di
Indonesia,” tegas Anwar.
Tahap pembibitan 2000 pohon NEWtrees sudah dimulai
sejak bulan Juni tahun 2011 dan penanaman rencananya
akan dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2011
setelah bibit pohon dianggap cukup kuat untuk ditanam di
alam bebas. Pasca penanaman, BCA juga akan
membantu WWF-Indonesia dalam upaya pemeliharaan
dan monitoring pohon.
(Oleh : Masayu Yulien Vinanda)
© WWF-Indonesia / Saipul SIAGIAN
ANGGOTA GFTN-INDONESIA,
PT.SJM RAIH SERTIFIKAT FSC
Untuk pertama kalinya di Indonesia, sebuah konsesi
hutan alam berhasil melakukan integrasi rencana
pengelolaan produksi dan pelestarian satwa langka,
khususnya orangutan lewat pendekatan pengelolaan
hutan secara lestari. Keberhasilan tersebut ditandai
dengan penyerahan secara resmi sertifikat pengelolaan
hutan lestari dari Forest Stewardship Council (FSC)
kepada PT. Suka Jaya Makmur (SJM), Jumat, 19 Agustus
2011.
berlokasi di Ketapang, Kalimantan Barat itu diperkirakan
menjadi habitat penting bagi sekitar 600 – 700 individu
orangutan jenis Pongo pygmaeus wurmbii.
Menurut hasil penelitian WWF-Indonesia tahun 2010,
kawasan hutan produksi seluas 171.340 hektar yang
Sejak tahun 2009 WWF-Indonesia melalui program Global
Forest and Trade Network (GFTN) Indonesia dan program
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
27
Spesies mulai bekerja sama dengan PT. SJM
mengembangkan rencana pengelolaan perusahaan.
Program itu untuk menyelaraskan kegiatan operasi
perusahaan dan konservasi orangutan di dalam konsesi .
Kerjasama tersebut sejalan dengan sertifikasi FSC yang
mensyaratkan konservasi dan pengelolaan secara lestari.
Dalam kerjasama ini WWF memfasilitasi survei lokasi
sarang dan pohon pakan orangutan serta jarak edar
keseharian orangutan. Hasil survei tersebut kemudian
dipadukan dalam rencana pengelolaan produksi kayu
perusahaan dan dijadikan acuan kebijakan perusahaan,
misalnya menjadi prosedur kerja standar (SOP) PT. SJM.
”Kemitraan dengan pihak pengelola hutan alam menjadi
elemen penting dan strategis untuk konservasi
keanekaragaman hayati di Indonesia yang perlu terus
didukung dan dikembangkan. WWF-Indonesia bangga
bisa memberikan kontribusi bagi pengembangan rencana
pengelolaan yang mengintegrasikan antara produksi dan
pelestarian orangutan di Indonesia,” ungkap Direktur
Eksekutif WWF-Indonesia Dr. Efransjah. Menurutnya,
kemitraan dengan PT. SJM terbukti mampu mendorong
nilai–nilai lingkungan seperti keberadaan satwa yang
dilindungi dan kesejahteraan masyarakat lokal di dalam
hutan yang berjalan harmonis dengan produksi kayu
perusahaan.
”Pencapaian sertifikat FSC adalah wujud komitmen dan
konsistensi semua pihak menuju perubahan bersama.
Keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan bahan
baku dari hutan alam untuk jangka panjang dengan
kelestarian alam harus terus dijaga,” pungkas Wakil
Direktur PT. Suka Jaya Makmur Handjaja.
(Oleh : Dita Ramadhani)
© WWF-Indonesia
WWF DAN CV. CIHANJUANG
BANGUN PLTMH
28
DI KALIMANTAN BARAT
Saat ini WWF-Indonesia telah mengembangkan Pembangkit
Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dengan kapasitas 5 kilowatt
di Dusun Sungai Lung, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan
Barat. Pada pembangunan PLTMH tersebut, WWF-Indonesia
bekerja sama dengan CV. Cihanjuang Inti Teknik (CINTEK),
salah satu perusahaan manufaktur turbin untuk PLTMH di
dalam negeri.
Kerjasama ini diawali dengan dilakukannya survei lokasi dan
studi kelayakan yang dilakukan oleh CV. CINTEK bersamasama dengan WWF-Indonesia. Aktivitas tersebut dilakukan
untuk mengidentifikasi potensi listrik yang dapat dibangkitkan,
kelayakan teknis, kondisi sosial masyarakat, serta pendanaan
yang dibutuhkan. WWF-Indonesia memfasilitasi persiapan
masyarakat serta hubungan dengan Pemerintah Daerah
setempat.
Selanjutnya, dalam hal pembangunan PLTMH, CV. Cihanjuang memastikan bahwa teknologi yang terpasang dapat
berkelanjutan dari sisi teknis. Sementara, WWF-Indonesia memastikan keberlanjutan PLTMH dalam aspek sosial dan
ekonomi masyarakat serta aspek lingkungan yang mendukung kegiatan konservasi ekosistem di Kapuas Hulu. Seiiring
proses berjalan, transfer informasi dan pengetahuan menjadi komponen penting dalam kegiatan ini.
(Oleh : Indra Sari Wardhani)
WWF-INDONESIA LIVING PLANET MAGAZINE
Kerjasama NEWtrees WWF-Hino
© WWF-Indonesia / Saipul SIAGIAN
6000 POHON UNTUK TAMAN NASIONAL SEBANGAU
Korporasi bisa menjadi sahabat lingkungan. Hal
ini dibuktikan oleh PT. Hino Motors Manufacturing
Indonesia (HMMI) dan PT. Hino Motor Sales
Indonesia (HMSI) dalam komitmen mereka
terhadap NEWtrees, program reforestasi yang
diprakarsai oleh WWF-Indonesia. Langkah awal
komitmen tersebut diwujudkan melalui upaya
penghijauan di area seluas 15 hektar di kawasan
Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah.
Sebanyak 6000 bibit pohon akan ditanam di
kawasan konservasi tersebut.
Menandai kerjasama tersebut, bibit pohon
diserahkan secara simbolis oleh Presiden Direktur
HMSI Toshiro Mizutani dan Presiden Direktur
HMMI Akihito Yamanaka kepada Direktur
Eksekutif WWF-Indonesia, Dr. Efransjah.
Dalam sambutannya, Efransjah mengemukakan
bahwa Taman Nasional Sebangau dipilih sebagai
lokasi penanaman NEWtrees karena
karakteristiknya yang unik, yaitu hutan rawa
gambut yang rentan mengalami kebakaran
BERMINAT GABUNG?
VOLUME I NO. 3/ DESEMBER 2011
hutan saat musim kemarau dan suhu kian meningkat. Ia
juga menambahkan, areal gambut memiliki peran penting
dalam menanggulangi perubahan iklim mengingat
kandungan karbonnya yang lebih tinggi dibandingkan
hutan alam lainnya. “Area seluas 570.000 ha ini juga
habitat orangutan terbesar di dunia. Hasil penelitian
lapangan mendeteksi ada sekitar 6000-9000 individu.
Selain menanami kembali, kami juga membendung kanal
untuk memulihkan fungsi hidrologi kawasan. Kegiatan
yang berhubungan dengan upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pengembangan
penghasilan aternatif juga menjadi prioritas kerja WWF di
kawasan konservasi tersebut,” imbuhnya.
Sementara Presiden Direktur HMSI Toshiro Mizutani
mengatakan, program NEWtrees yang digagas oleh WWFIndonesia mampu memberikan kesempatan bagi Hino
untuk membiayai reforestasi pada kawasan yang
dilindungi, koridor antara kawasan lindung, daerah
penyangga sekitar kawasan yang dilindungi.
(Oleh : Masayu Yulien Vinanda)
Corporate Club WWF - Indonesia
Gedung Graha Simatupang Tower 2C Floor #8
Jln.TB Simatupang Kav.38 Jakarta Selatan, Indonesia
| P : (021) 7829426 – 29 |
www.wwf.or.id/corporateclub |
Email: [email protected]
29
KABAR PANDA
Rubrik ini ditujukan untuk ajang berbagi informasi dan apresiasi kepada
anggota keluarga besar WWF-Indonesia. Apabila Anda memiliki informasi
terbaru, silakan hubungi redaksi.
BERITA KELAHIRAN
Delonix Regia Prima Putri (lahir 2 Sept2011)-putri
Primayunta (WWF kantor Jakarta) dan Dian Nia
Permatasari (volunteer WWF-Indonesia)
Raffandrea Arharitsah (lahir 18 September
2011)-putra Aulia Rahman (WWF kantor Jakarta)
dan Sari Narulita
Aryasatya Arziki Ramadhan (lahir 5 Agustus
2011)-putra Muhamad Ependi (WWF kantor Jakarta)
dan Lutpatulatipah
Kelana Faisal (lahir 7 September 2011)-putra
Khairil Fahmi Faisal (WWF kantor Kutai Barat)
dan Lisa Nifsi Afifah
Akhtar Syandana Andiaputra (lahir 17 Agustus
2011)-putra Diah Tetranti (WWF kantor Jakarta) dan
Anggoro Hari Wardono (volunteer WWF-Indonesia)
Athallah Bevan El Fawwazy (lahir 2 September
2011)-putra Ambang Wijaya dan Inneke
Sintawati.m
Davian Ilham Nugroho (lahir 31 Agustus 2011)putra Hesti Wahyuni (WWF kantor Jakarta) dan
Mohammad Khosim
Athallah Dhawi Dzaki Ravie Putra (lahir 18
September 2011)- putra Hultera dan Novie
BERITA PERNIKAHAN
Ria April Italiani (WWF kantor Jakarta) dengan Lareza
Firmanditya (17 September 2011)
Nur Anisah (WWF kantor Jakarta) dengan Anton
(18 September 2011)
30
WWF AGENDA Check Out What’s Coming in December 2011-March 2012...
DESEMBER 2011
Ÿ3 : Hari Konservasi Dunia
• 25 : Selamat Hari Natal!
• 26-30 : Cuti bersama dan libur akhir tahun WWF Indonesia
JANUARI 2012
• 1 : Selamat Tahun Baru 2012
• Lokakarya Penggalangan Sumberdaya National Tiger Recovery Program @Jakarta
FEBRUARI 2012
• Supporter Appreciation trip to TN.Danau Sentarum, Kalimantan Barat
• Sahabat Harimau on DR TV
MARET 2012
• 31 : Earth Hour
Silakan kunjungi wwf.or.id,
: WwfIndonesia,
: @WWF_Indonesia untuk informasi selanjutnya
TERIMA KASIH!
kepada mitra-mitra WWF-Indonesia atas dukungan dalam program
fundraising dan event
OUR VENUE PARTNERS
EKALOKASARI PLAZA
© WWF-Canon / Alain COMPOST
Orangutan
AYO GABUNG JADI
RANGER ORANGUTAN!
Jumlah populasi Orangutan
menurun sebanyak 30-50%
dalam 10 tahun terakhir, karena
hutan tempat tinggalnya terus
berkurang. Bantu WWF untuk
melestarikan hutan Indonesia
demi generasi mendatang.
Kunjungi wwf.or.id/donate
Download