KELUARGA Anak butuh pendidikan

advertisement
22
Edisi Minggu Bisnis Indonesia
16 Januari 2011
KELUARGA
seks
BLOMBERG
Anak butuh pendidikan
RAHMAYULIS SALEH
Bisnis Indonesia
S
ering kali kalau mendengar kata seks,
yang tersirat dalam pikiran banyak orang adalah
hubungan seks. Padahal seksualitas menyangkut banyak dimensi, di antaranya dimensi
biologis, psikologis, sosial, dan dimensi kultural.
Penyampaian
pendidikan seks
Model penyampaian do dan seharusnya diberikan
don’t dengan ancaman-ancam- kepada anak-anak
an akan kontra produktif. yang beranjak remaja,
baik melalui
pendidikan formal maupun informal. Sering kali
anak tumbuh menjadi remaja dan belum
mengerti dengan seks, sebab banyak orangtua
masih menganggap membicarakan seks adalah
hal yang tabu.
Akibat dari ketidakmengertian tersebut
remaja bisa jadi merasa tidak bertanggung
jawab atas seks dan kesehatan anatomi
reproduksinya. Hal lain dari ketidakmengertian
tersebut membawa anak yang beranjak remaja
mencari informasi lain, melalui media lain yang
bersifat pornografi, semisal VCD/DVD, majalah,
Internet, sampai pada tayangan televisi yang
sudah mengarah kepada hal yang seperti itu.
Dampak dari ketidakpahaman remaja tentang
pendidikan seks ini, menggiring pada hal-hal
negatif, seperti tingginya hubungan seks di luar
nikah, kehamilan yang tidak diinginkan, sampai
pada penularan penyakit kelamin.
“Saya mempunyai dua anak lelaki dan satu
anak perempuan yang menginjak remaja.
Menurut saya, peran ayah akan sangat krusial
bagi anak lelaki yang menginjak remaja,
khususnya untuk hal-hal berkaitan dengan
pendidikan seks. Adapun untuk anak
perempuan, peran ibu akan sangat krusial. Jadi
akan saling mengisi,” ujar Ridwan Zachrie,
Managing Director PT Recapital Advisors,
Recapital Group.
Kiat-kiatnya dalam memberikan pelajaran
seks kepada anak-anaknya tersebut, pertama,
dalam penyampaian topik seks harus
didasarkan pada hal-hal yang sederhana dengan
penyampaian yang sederhana pula.
“Jangan dudukkan isu seks sebagai sesuatu
yang tabu. Tapi sebagai suatu isu yang normal
untuk diketahui setiap manusia pada masanya.
Masa remaja adalah saat seseorang penuh rasa
keingintahuan, adalah masa yang paling tepat
untuk menyampaikannya,” katanya.
Menurut dia, penyampaian berbagai dimensi
seksualitas harus dibicarakan dengan bahasa
sehari-hari yang dimengerti oleh anak. “Dalam
hal ini saya seringkali menyampaikannya dalam
bahasa remaja atau bahasa gaul, sehingga
mereka tidak merasa canggung.”
Kedua, dalam mendiskusikan seks ini,
jadikan anak-anak sebagai ‘sahabat’, sehingga
mereka akan merasa nyaman. Penyampaian
adalah dalam bentuk sharing, dan bukan
menggurui.
“Menurut pengalaman saya, anak laki akan
merasa lebih nyaman berbicara soal seks
dengan ayahnya, demikian juga anak
perempuan kepada ibunya,” ujar laki-laki yang
juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif GCG
Center Universitas Bina Nusantara.
Realistis
Kiat ketiga, penyampaian do and don’t dalam
pendidikan seks. Dia menuturkan hal itu harus
didukung dengan dampak/konsekuensi yang
dapat dialami remaja, jadi jangan bersifat
dogmatis semata. Sebab, kalau dogmatis,
mereka sulit untuk menerima, mengingat
remaja masa kini sangat kritis.
Model penyampaian do dan don’t dengan
ancaman-ancaman, menurut dia, akan kontra
produktif. Jadi tetap harus disampaikan dengan
bahasa sederhana dan didukung penjelasan
yang realistis.
Lain lagi cerita Dewi I. Iskandar, Direktur
Gilang Communications. Dia dan suaminya
melakukan edukasi seks sejak anak-anaknya
berusia dini.
“Sejak anakku yang pertama punya adik,
sudah dikasih tahu pendidikan seks awal, yaitu
perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
Waktu memandikan adik bayinya, dia akan
Download