Sengketa Bank Bisa Ditangani Dua Peradilan

advertisement
Jumat, 22 Februari 2008 9:32:00
`Sengketa Bank Bisa Ditangani Dua Peradilan`
JAKARTA -- Para praktisi perbankan tidak mempermasalahkan lembaga yang mengurusi
sengketa perbankan syariah di Indonesia, bisa ditangani oleh peradilan agama tetapi boleh juga
peradilan umum. Yang terpenting adalah hakim yang menangani paham dengan baik masalah
bisnis perbankan syariah.
Chief Executive Officer (CEO) Asian Finance Bank Berhad (AFB), Faisal Alshowaikh,
mengatakan, tidak menjadi masalah bila sengketa bisnis perbankan syariah di Indonesia
ditangani oleh peradilan agama. ''Hal itu asalkan mereka (hakim) memiliki keahlian cukup dalam
memahami instrumen dan bisnis perbankan syariah,'' ujar dia di Jakarta, Kamis (21/2).
Faisal mengakui di beberapa negara tetangga penanganan sengketa bisnis perbankan syariah
memang ditangani oleh peradilan non agama. Salah satunya adalah Arab Saudi. Di negara
tersebut, kata dia, seluruh sengketa perbankan baik syariah maupun konvensional ditangani oleh
peradilan khusus.
Tujuannya, sambung Faisal, untuk mempercepat proses penanganan perkara sengketa bisnis
perbankan syariah. ''Jadi, peradilan ini tidak hanya untuk sengketa bank syariah, tapi seluruh
bank. Idenya adalah untuk mempercepat penanganan bisnis syariah,'' ungkap dia. Menurut
Faisal, hal lain yang perlu segera ditangani di Indonesia adalah penghapusan segera pajak
ganda. Hal itu untuk mendorong perkembangan industri keuangan dan perbankan syariah.
Hal senada diungkapkan Direktur Utama Bank Mega Syariah (BMS), Benny Witjaksono. Kata dia,
tidak menjadi masalah penanganan sengketa bisnis perbankan syariah dilakukan oleh peradilan
agama. ''Memahami bisnis perbankan syariah penting. Ini karena bank syariah itu kan bisnis
yang berorientasi pada laba dan bukan lembaga sosial,'' ujar dia.
Saat ini, menurut Benny, sengketa bisnis syariah telah ditangani oleh Peradilan Agama. Hal
tersebut berdasarkan hasil amandemen UU Peradilan Agama yang berlaku saat ini. Namun, ia
menduga masih ada hakim peradilan agama yang belum memahami bisnis perbankan syariah.
''Contohnya ada teman saya yang bersengketa beberapa waktu lalu. Ini sengketa pembiayaan
antara bank syariah dan nasabah. Tapi hakim memutuskan membatalkan transaksi pembiayaan
murabahah dan memerintahkan bank untuk mengambil aset dan mengembalikan uang yang
dibayar kepada nasabah. Ini kan kurang benar,'' ungkap dia.
Benny berharap pemahaman hakim peradilan agama atas bisnis perbankan syariah perlu terus
ditingkatkan. Dengan demikian, mereka bisa menangani kasus sengketa bisnis perbankan
syariah sebagaimana mestinya.
Sedangkan Ketua Asosiasi Bank Syariah Indonesia (Asbisindo), Ahmad Riawan Amin,
mendorong agar kedua lembaga peradilan itu sama-sama bisa menangani sengketa perbankan
syariah. Dengan demikian, pilihannya menjadi lebih luas. ''Nanti tergantung siapa yang menuntut,
ke pengadilan agama boleh, ke pengadilan umum juga bisa,'' kata dia kepada Republika, Kamis
(21/2).
Riawan menjelaskan, ada fakta bahwa hakim di peradilan agama dianggap kurang memahami
bisnis perbankan tetapi mereka memahami fikih muamalah. Untuk kekurangannya, kata dia, bisa
diberikan pengertian sehingga mereka bisa memahami bisnis perbankan syariah.
Masalah kedua, kata Riawan, jangan sampai terjadi kerancuan pengertian bahwa bank syariah
hanya untuk orang Islam saja. ''Bank syariah bukan untuk orang Islam saja, dan peradilan agama
pun tidak di bawah Departemen Agama tetapi Mahkamah Agung, jadi sebetulnya tidak perlu
menjadi masalah,'' ujar dia.
Di sisi lain, sambung Direktur Utama Bank Muamalat ini, para hakim di peradilan umum mungkin
memahami transaksi bisnis perbankan. ''Tapi mereka kan tidak paham mengenai fikih
muamalahnya. Jadi tetap juga harus diberikan pemahaman mengenai hal tersebut, '' ujar dia.
Karena itu, ungkap Riawan, yang lebih penting adalah menyosialisasikan sistem keuangan Islam
kepada lebih banyak orang sehingga ia menyarankan agar kedua lembaga peradilan itu bisa
menangani sengketa perbankan syariah. aru/aan
Download