Alih-alih menggunakan kendaraan pribadi, mengapa kita

advertisement
LAPORAN UTAMA | ANTISIPASI BENCANA
darurat bencana,” paparnya.
Bencana-bencana tersebut adalah dampak nyata dari perubahan iklim yang dialami oleh seluruh kawasan di muka
bumi ini. Awal dari bencana ini adalah pola hidup manusia
yang semena-mena tanpa memperhatikan daya dukung alam
lingkungan bumi sebagai satu-satunya planet tempat tinggal
yang paling sesuai bagi manusia.
Saat ini sebagian besar manusia modern, yang utamanya
tinggal di wilayah perkotaan negara-negara maju maupun
berkembang, memiliki ciri-ciri gaya hidup, misalnya saja dari
pemakaian kendaraan bermotor secara berlebihan disertai
tingkat konsumsi yang tinggi terhadap barang-barang hasil industri. Gaya hidup ini adalah contoh pola hidup yang
mengakibatkan adanya tuntutan penyediaan sumber energi
serta pemanfaatan sumber daya alam dalam kapasitas yang
besar/berlebihan.
Dari pola hidup seperti inilah yang pada akhirnya terakumulasinya zat-zat beracun, seperti karbon dioksida dan nitrogen
oksida, di lapisan atmosfir bumi. Akumulasi zat beracun di atmosfir tersebut membentuk selubung transparan yang menyelimuti bumi, yang dikenal dengan istilah ‘efek rumah kaca’.
KEKERINGAN DI JAWA TIMUR
BEBERAPA SAAT LALU.
POLUSI UDARA
DARI KENDARAAN
32
Inilah cikal bakal dari terjadinya perubahan iklim yang
melanda seluruh kawasan di muka bumi, baik di negara maju,
berkembang, maupun sedang berkembang. Fenomena perubahan iklim ini terjadi karena intensitas interaksi antara matahari dengan permukaan bumi tidak dapat berlangsung secara
natural sebagaimana sebelum akibat adanya selubung transparan tersebut.
Dalam menata kota memang diperlukan upaya responsif
untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang jadi penyebab
perubahan iklim serta upaya adaptif pada setiap kota untuk
mengantisipasi dampak perubahan iklim tersebut. Pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan dalam rangka
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, seperti meratifikasi
berbagai kesepakatan internasional terkait perubahan iklim,
perumusan RAN-MAPI (Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan
Adaptasi Perubahan Iklim), serta upaya lainnya.
“Berbagai upaya yang kita lakukan saat ini perlu melihat
ke depan, bukan sebaliknya, meratapi apa yang telah terjadi.
Selain itu, penting pula untuk berorientasi pada konsep harmonisasi kehidupan kita dengan potensi bencana,” ujar pakar
lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Alinda Zain.
“Setiap orang sebetulnya dapat melakukan upaya mitigasi
dan adaptasi dampak perubahan iklim. Mulai dari gaya hidup kita sehari-hari, misalnya dalam bertransportasi, alih-alih
menggunakan kendaraan pribadi, mengapa kita tidak menggunakan transportasi umum yang ramah lingkungan seperti
kereta listrik sehingga kita dapat mengurangi emisi gas rumah
kaca secara langsung,” ujar Alinda.
Perubahan iklim adalah sebuah fenomena global yang
dampaknya dirasakan secara lokal. Mengutip salah satu praktisi bidang ruang terbuka hijau, Nirwono Joga, perlu kita lakukan pula berbagai implementasi prinsip kota hijau seperti
green planning, green infrastructure, green transportation,
green water, green waste, green open space, green building,
dan green community sebagai bentuk konkret mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim.
Sebagai salah satu bentuk upaya pemerintah dalam membangun daya adaptasi dan mitigasi kota-kota di Indonesia terhadap perubahan iklim, Kementerian PU akan meluncurkan
Prakarsa Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Melalui
program ini diharapkan setiap kota-kota di Indonesia dapat
berpartisipasi secara nyata untuk menerapkan berbagai prinsip kota hijau dalam bentuk kegiatan pembangunan kotanya. n
Alih-alih menggunakan
kendaraan pribadi, mengapa
kita tidak menggunakan
transportasi umum yang ramah
lingkungan seperti kereta listrik
sehingga kita dapat mengurangi
emisi gas rumah kaca secara
langsung.
KIPRAH Volume 60 th XIV | Januari-Februari 2014
Download