Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim Oleh

advertisement
Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim
Oleh: Ir. Hayu Parasati, MPS, Direktur Perkotaan dan Perdesaan
Kementerian PPN/Bappenas Dalam kasus perubahan iklim, kota menjadi
penyebab, sekaligus penanggung akibat yang paling parah.
URBANISASI MASIH MENJADI isu utama pembangunan perkotaan. Pada
tahun 2050, diperkirakan populasi penduduk perkotaan di Asia akan mencapai
64%. Fenomena yang sama akan terjadi di Indonesia, dimana pada tahun 2025
penduduk perkotaan diperkirakan akan mencapai 67,5%.
Aglomerasi penduduk dan ekonomi di perkotaan memberikan kontribusi besar
terhadap perekonomian nasional. Olahan data BPS mengindikasikan kota-kota
metropolitan di Indonesia mampu menyumbangkan 20,37% dari total PDRB
seluruh kota tahun 2008, demikian pula kota-kota besar yang mampu
menyumbangkan 15,34%. (lihat tabel berikut)
Lebih lanjut, perkembangan kontribusi PDRB kota metropolitan dan besar
terhadap PDRB seluruh kota pada tahun 2005-2009 terus meningkat, sedangkan
pada kota menengah dan kecil cenderung stagnan, bahkan menurun.
Perubahan Iklim di Indonesia
Indonesia merupakan penghasil emisi gas rumah kaca terbesar ke tiga di dunia.
Maka jelas Indonesia sedang menghadapi berbagai dampak yang ditimbulkan
oleh perubahan iklim. WWF Indonesia (1999) memperkirakan, temperatur akan
meningkat antara 1.30C sampai dengan 4.60C pada tahun 2100 dengan trend
sebesar 0.10C–0.40C per tahun. Selanjutnya, pemanasan global akan
menaikkan muka air laut sebesar 100 cm pada tahun 2100. Akumulasi kejadian
ini akan mempengaruhi infrastruktur, bangunan, dan kegiatan manusia saat ini
dan mendatang. Pemanasan global akan meningkatkan temperatur,
memperpendek musim hujan, dan meningkatkan intensitas curah hujan. Kondisi
ini dapat mengubah kondisi air dan kelembaban tanah yang akhirnya akan
mempengaruhi sektor pertanian dan ketersediaan pangan. Perubahan iklim juga
akan meningkatkan dampak buruh dari wabah penyakit yang ditularkan melalui
air atau vektor lain seperti nyamuk.
Kota juga merupakan penghasil emisi gas rumah kaca. Sumber utama emisi gas
rumah kaca di kota adalah penggunaan bahan bakar fosil untuk listrik,
transportasi, industri, rumah tangga, dsb. Rumah tangga di Pulau Jawa
memberikan kontribusi emisi CO2 terbesar yang bersumber dari penggunaan
energi lebih dari 100 juta ton per tahun. Industri di Pulau Jawa memberikan
kontribusi emisi CO2 terbesar, meningkat dari 13 juta ton pada tahun 2003
menjadi 24 juta ton pada tahun 2005. Pada tahun 2007, penggunaan kendaraan
bermotor di Pulau Jawa memberikan kontribusi emisi CO2 terbesar sebesar 40
juta ton, 16 juta ton diantaranya berasal dari Provinsi DKI Jakarta. Kawasan
perkotaan sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim akibat populasinya
yang besar, penggunaan infrastruktur yang intensif, aktivitas ekonomi tinggi,
serta adanya konsentrasi penduduk miskin. Dampak perubahan iklim di
perkotaan berpotensi menyebabkan ancaman kenaikan permukaan laut
terhadap kota yang terletak di wilayah pesisir, badai ekstrim dan peningkatan
suhu udara yang menimpa kota-kota di pesisir dan menghancurkan infrastruktur
sosial maupun ekonomi, dan masyarakat berpenghasilan rendah di kota menjadi
masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim karena
keterbatasan sumber daya dan kapasitas yang dimiliki untuk mengantisipasi
dampak-dampak tersebut. Akibat perubahan iklim permukaan air laut di pesisir
Jakarta diperkirakan akan meningkat 0,57 cm per tahun, sedangkan penurunan
muka tanah sebesar 0,8 cm per tahun. Hal ini akan berdampak besar pada
produktivitas infrastruktur dan ekonomi perkotaan.
Tantangan Mitigasi dan Adaptasi
Mitigasi perubahan iklim adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca. Hal tersebut dilakukan antara lain dengan cara
perencanaan pembangunan kota, antara lain dengan pengendalian urban sprawl.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi
penambahan jarak yang harus
ditempuh
penduduk
dalam
beraktivitas, serta tidak menambah
kebutuhan
penduduk
untuk
menggunakan kendaraan pribadi.
Efektifitas strategi tersebut sangat
bergantung pada gaya hidup dan
kebutuhan penduduk kota. Selain
itu, juga dilakukan mitigasi seperti
peningkatan efisiensi penggunaan
energi pada kawasan terbangun di
kota, peningkatan penggunaan
sumber energi alternatif, dan
pengembangan sistem transportasi
massal dengan sumber energi
alternatif
yang
bertujuan
mengurangi
penambahan
kendaraan pribadi. Sementara itu
adaptasi perubahan iklim mencakup seluruh tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi kerentanan kota dan penduduknya terhadap dampak perubahan
iklim. Adaptasi dan mitigasi perubahan iklim merupakan dua hal yang harus
dilaksanakan secara bersama-sama. Upaya mitigasi yang gagal akan
mengakibatkan gagalnya upaya adaptasi pula. Contoh-contoh upaya adaptasi
antara lain meningkatkan sistem drainase kota untuk antisipasi peningkatan debit
air hujan, meningkatkan sistem pengendalian banjir, perencanaan dan
pengendalian pemanfaatan ruang/guna lahan, meningkatkan ketahanan pangan,
mengurangi penggunaan air untuk rumah tangga maupun industri, dan
meningkatkan pemanfaatan sumber air alternatif seperti air hujan. Upaya-upaya
adaptasi ini memerlukan pelibatan seluruh stakeholders perkotaan.
berpenghasilan rendah di kota menjadi masyarakat yang paling rentan terhadap
dampak perubahan iklim karena keterbatasan sumber daya dan kapasitas yang
dimiliki untuk mengantisipasi dampak-dampak tersebut.
Akibat perubahan iklim permukaan air laut di pesisir Jakarta diperkirakan akan
meningkat 0,57 cm per tahun, sedangkan penurunan muka tanah sebesar 0,8
cm per tahun. Hal ini akan berdampak besar pada produktivitas infrastruktur dan
ekonomi perkotaan.
Tantangan Mitigasi dan Adaptasi
Mitigasi perubahan iklim adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk mengurangi
emisi gas rumah kaca. Hal tersebut dilakukan antara lain dengan cara
perencanaan pembangunan kota, antara lain dengan pengendalian urban sprawl.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi penambahan jarak yang harus ditempuh
penduduk dalam beraktivitas, serta tidak menambah kebutuhan penduduk untuk
menggunakan kendaraan pribadi. Efektifitas strategi tersebut sangat bergantung
pada gaya hidup dan kebutuhan penduduk kota. Selain itu, juga dilakukan
mitigasi seperti peningkatan efisiensi penggunaan energi pada kawasan
terbangun di kota, peningkatan penggunaan sumber energi alternatif, dan
pengembangan sistem transportasi massal dengan sumber energi alternatif yang
bertujuan mengurangi penambahan kendaraan pribadi. Sementara itu adaptasi
perubahan iklim mencakup seluruh tindakan yang dilakukan untuk mengurangi
kerentanan kota dan penduduknya terhadap dampak perubahan iklim. Adaptasi
dan mitigasi perubahan iklim merupakan dua hal yang harus dilaksanakan
secara bersama-sama. Upaya mitigasi yang gagal akan mengakibatkan
gagalnya upaya adaptasi pula.
Contoh-contoh upaya adaptasi antara lain meningkatkan sistem drainase kota
untuk antisipasi peningkatan debit air hujan, meningkatkan sistem pengendalian
banjir, perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang/guna lahan,
meningkatkan ketahanan pangan, mengurangi penggunaan air untuk rumah
tangga maupun industri, dan meningkatkan pemanfaatan sumber air alternatif
seperti air hujan. Upaya-upaya adaptasi ini memerlukan pelibatan seluruh
stakeholders perkotaan.
Program-program terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim telah
dilaksanakan oleh sektor-sektor pemerintah pusat, di antaranya :
1. Program
Pengendalian
Penyakit
dan
Kesehatan
Lingkungan
(Kementerian Kesehatan)
2. Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian (Kemenko
Perekonomian)
3. Program Pengelolaan SDA dan Program Pembinaan dan Pengembangan
Infrastruktur Permukiman (Kementerian PU)
4. Program Penanggulangan Bencana (BNPB)
5. Program Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
(Kementerian LH)
6. Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul Berdaya Saing
(Kementerian Pertanian)
7. Prram Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
(Kementerian Kelautan dan Perikanan)
8. Program Pengelolaan dan Pelayanan Transportasi Darat (Kementerian
Perhubungan)
9. Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa dan
Program Bina Pembangunan Daerah (Kemdagri)
10. Program Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi
(Kemenakertrans)
11. Program Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Perlindungan Hutan
(Kemenhut)
12. Program Pengelolaan Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi
(Kemen ESDM)
13. Program Peningkatan Kemampuan IPTEK untuk Penguatan Sistem
Inovasi Nasional (Kemenristek)
14. Program Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
15. Program Penelitian, Penguasaan, dan Pemanfaatan IPTEK (LIPI)
16. Program Pengembangan dan Pembinaan Meteorologi, Klimatologi dan
Geofisika (BMKG)
yang layak huni, berkeadilan, mandiri, dan berdaya saing secara berkelanjutan
untuk kesejahteraan masyarakat perkotaan, sesuai dengan karakter potensi dan
budaya lokal pada tahun 2024. Sementara misinya adalah:





Meningkatkan pemerataan pembangunan kota-kota sesuai fungsinya
dalam sistem perkotaan nasional.
Meningkatkan pengembangan ekonomi kota yang produktif, atraktif, dan
efisien, dengan memanfaatkan potensi unggulan dan daya dukung
sumber daya.
Mengembangkan sarana dan prasarana perkotaan yang memenuhi
Standar
Pelayanan
Perkotaan
(SPP)
serta
mengedepankan
pembangunan sosial dan budaya masyarakat.
Meningkatkan kualitas tata ruang kota yang memperhatikan daya dukung
dan daya tampung lingkungan serta menjamin daya tahan kota terhadap
ancaman bencana dan dampak perubahan iklim.
Meningkatkan kualitas penyelenggaraan tata kelola pemerintahan kota
yang transparan, akuntabel, dan partisipatif serta mengedepankan proses
komunikasi dan interaksi publik dalam perencanaan dan pembangunan
kota.
Untuk mewujudkan visi dan mendukung misi tersebut, diberlakukanlah delapan
kebijakan pembangunan perkotaan nasional, yaitu:
1. meningkatkan peran kota sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi lokal,
regional dan nasional yang berketahanan iklim (urban led development
policy)
2. menyebarkan pusat-pusat pertumbuhan perkotaan untuk mengatasi
ketimpangan pembangunan antar wilayah (decentralized concentration)
3. mengedepankan pembangunan manusia dan sosial-budaya dalam
pembangunan perkotaan
4. mendorong kota dan wilayah sekitarnya agar mampu mengembangkan
ekonomi lokal dan meningkatkan kapasitas fiskal
5. memacu pemenuhan kebutuhan PSU kota serta penyediaan perumahan
dan permukiman yang layak
6. mendorong terwujudnya kota-kota padat-lahan (compact city) yang
didukung oleh pemanfaatan ruang peotaan yang efisien serta
penatagunaan tanah perkotaan yang berkeadilan
7. mendorong kota-kota dalam meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan
dan siap menghadapi perubahan iklim serta adaptif terhadap
kemungkinan bencana
8. meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, kelembagaan, dan
menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good
governance), serta mendorong munculnya kepemimpinan yang visioner.
Dalam KSPN terkait aspek lingkungan dan perubahan iklim tercantum dalam
kebijakan ke tujuh yaitu mendorong kota-kota dalam meningkatkan kualitas
kesehatan lingkungan dan siap menghadapi perubahan iklim serta adaptif
terhadap kemungkinan bencana. Hal ini yang meliputi: (1) Pengendalian
kegiatan pembangunan kota agar tidak merusak lingkungan melalui mekanisme
insentif disinsentif; dan (2) Peningkatan kapasitas pemerintah daerah dan
pelibatan aktif masyarakat dalam mewujudkan lingkungan permukiman yang
sehat dan adaptif terhadap bencana dan perubahan iklim melalui pembangunan
kota yang terintegrasi dan seimbang antara aspek ekonomi dan ekologi.
Upaya Pemerintah Indonesia untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim
Setelah meratifikasi UNFCC 1994 dan Kyoto Protocol 2004, Pemerintah
Indonesia berpartisipasi aktif dalam upaya-upaya mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim baik dalam kerangka regional maupun internasional. Pada tahun
2010 Pemerintah Indonesia meluncurkan Indonesia Climate Change Sectoral
Roadmap (ICCSR) 2010-2030, yang disusun untuk menetapkan tujuan nasional,
sasaran sektoral, dan prioritas upaya-upaya yang berkaitan dengan adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim bagi seluruh sektor. Muatan ICCSR juga telah
diintegrasikan kedalam dokumen-dokumen perencanaan pembangunan yaitu
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 dan Rencana
Kerja Pemerintah (RKP). Saat ini telah disusun Rancangan Peraturan Presiden
(Raperpres) tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
(RAN-GRK). RAN-GRK disusun sebagai tindak lanjut komitmen Pemerintah
Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 sebesar
26% dari BAU (bussiness as usual) dan sebesar 41% dengan bantuan
internasional. RAN-GRK berisikan rencana aksi masing-masing bidang yang
terkait erat dengan upaya penurunan emisi gas rumah kaca dalam
mengantisipasi terjadinya perubahan iklim, yaitu bidang kehutanan dan lahan
gambut, pertanian, energi, industri dan transportasi dan juga bidang pengelolaan
limbah. Untuk pelaksanaan di daerah, RAN GRK direncanakan akan dijabarkan
ke dalam RAD GRK di tingkat provinsi. Indonesia Climate Change Trust Fund
(ICCTF) diresmikan pada tanggal 14 September 2009, dan mulai beroperasi
sejak Januari 2010. ICCTF diharapkan dapat menjadi komplemen dari berbagai
mekanisme pendanaan yang telah ada dan dapat menjadi alternatif mekanisme
pendanaan.
Saat ini ICCTF telah mendanai tiga kegiatan percontohan (pilot project) yaitu: (1)
Riset dan pengembangan manajemen lahan gambut berkelanjutan
(dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian); (2) Konservasi energi pada industri
baja dan pulp kertas (dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian); dan (3)
Penyadaran publik, pelatihan dan pendidikan untuk upaya mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim (dilaksanakan oleh BMKG dengan kolaborasi bersama LIPI,
BPPT, Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian
Kelautan dan Perikanan).
Tindak Lanjut ke Depan
Ada beberapa upaya yang dilaksanakan di tingkat pusat dan daerah terkait
masalah perubahan iklim. Upaya yang dilakukan di tingkat pusat yang pertama
adalah penetapan Kebijakan dan Strategi Perkotaan Nasional (KSPN) dan
integrasi upaya-upaya pengelolaan lingkungan hidup-mitigasi dan adaptasi
perubahan iklim-penanggulangan bencana. Upaya yang ke dua adalah
sinkronisasi kebijakan atau penyelarasan kebijakan nasional terkait adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim melalui RPJMN, ICCSR, RAN-GRK, ICCTF,
penyelarasan atau keterkaitan berbagai inisiatif kota-kota dengan kebijakan dan
program nasional terkait perubahan iklim. Upaya yang ke tiga adalah
pelaksanaan kebijakan dan pembiayaan, peningkatan daya tarik dan percepatan
pembangunan kota menengah, kecil, dan perdesaan untuk mengendalikan
kecenderungan urban sprawl di kota besar dan metropolitan, peningkatan
kemitraan pemerintah-masyarakat-swasta, dan penerapan insentif-disinsentif
penghematan penggunaan energi.
Upaya yang ke empat adalah melalui data dan informasi dengan cara sosialisasi
kebijakan dan program nasional terkait perubahan iklim kepada pemerintah
daerah, pertukaran informasi dan good practices upaya-upaya adaptasi dan
mitigasi perubahan iklim. Sedangkan upaya-upaya terkait perubahan iklim yang
dilakukan di tingkat kota antara lain adalah dengan sinkronisasi kebijakan, yaitu
integrasi Rencana Aksi Daerah Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (RAD
GRK)-Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)-Kebijakan
dan Strategi Perkotaan Daerah (KSPD). Upaya yang ke dua adalah
pelaksanaan kebijakan dan pembiayaan dengan cara pengendalian urban sprawl
dan pemanfaatan ruang (termasuk keterpaduan guna lahan dan transportasi),
penggunaan energi alternatif, pengembangan sistem transportasi massal, serta
penerapan konsep bangunan hijau (green building) dengan material dan desain
ramah lingkungan, juga penerapan insentif-disinsentif penghematan pengunaan
energi. Sementara upaya yang ke tiga melalui data dan informasi yang bertujuan
meningkatan kesadaran penduduk kota terhadap perubahan iklim dan menyusun
database terkait perubahan iklim.
Download