BAB V - Bappenas

advertisement
BAB V
PEMBANGUNAN POLITIK
A.
UMUM
Proses konsolidasi demokrasi Indonesia akan melalui ujian penting dengan
pelaksanaan rangkaian Pemilu 2004 yang dimulai pada 5 April 2004 mendatang.
Proses demokratisasi selanjutnya akan sangat ditentukan oleh tingkat legitimasi hasil
Pemilu 2004. Hasilnya, selain diharapkan makin mencerminkan kedaulatan rakyat,
juga diharapkan dapat memperkuat fondasi dan momentum bagi upaya membangun
kelembagaan dan tradisi berdemokrasi yang sesungguhnya, sebagai bagian dari
upaya besar untuk melepaskan Indonesia dari suasana transisi politik yang seolaholah tidak pernah berakhir selama beberapa dasawarsa terakhir.
Beberapa persiapan krusial yang berhubungan dengan penyelenggaraan
Pemilu 2004 telah dilakukan secara bertahap sejak pertengahan tahun 2002, yaitu
diawali dengan tuntasnya amandemen (I, II, III dan IV) Konstitusi/UUD 1945. UUD
1945 hasil amandemen inilah yang kemudian menjadi landasan bagi ditetapkannya
berbagai produk hukum dan perundangan-undangan utama yang menjadi pedoman
utama Pemilu 2004. Sebagai landasan konstitusional, produk akhir amandemen UUD
1945 telah mereformasi struktur politik, perangkat hukum dan peraturan perundangundangan, serta susunan dan kedudukan kelembagaan penyelenggaraan negara
secara keseluruhan. Keberadaan lembaga negara baru seperti Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) menunjukkan telah terjadinya perubahan parlemen Indonesia dari satu
kamar (monokameral) menjadi dua kamar (bikameral). Amandemen UUD 1945 juga
memerintahkan pelaksanaan sistem pemilihan presiden/wakil presiden secara
langsung, untuk menegaskan posisi lembaga kepresidenan dalam sistem
pemerintahan presidential yang selama ini dianut secara mendua oleh Indonesia. Hal
lain yang penting bagi proses demokratisasi di Indonesia, UUD 1945 hasil
amandemen telah memberikan jaminan bagi eksistensi Komisi Pemilihan Umum
yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
Terkait dengan keikutsertaan partai-partai politik dalam pemilu, telah
ditetapkan UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik pada akhir tahun 2002. Pada
bulan Februari tahun 2003 telah pula diselesaikan UU No. 12 tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD dan DPD. Diharapkan pembahasan
perundang-undangan bidang politik lainnya, yaitu UU Susduk MPR, DPR, DPD dan
DPRD, serta UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden akan dapat diselesaikan
segera dalam semester I tahun 2003. Penyusunan peraturan pelaksanaan undangundang bidang politik tersebut masih merupakan agenda krusial yang harus segera
diselesaikan untuk mendukung penyelenggaraan pemilu yang demokratis.
Diharapkan dalam tahun 2003 akan diselesaikan pula pembahasan RUU tentang
Lembaga Kepresidenan. Di samping itu, dalam rangka mendukung kualitas proses
politik dalam menghadapi pemilu, beberapa program yang akan dilakukan dalam
tahun 2003 antara lain adalah meliputi sosialisasi perundang-undangan di bidang
politik serta upaya-upaya untuk mendorong timbulnya mekanisme komunikasi
politik antara negara dan masyarakat.
V–1
Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu sangat ditentukan oleh kinerja Komisi
Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga independen penyelenggara pemilu tahun
2004. Perumusan program dan kinerja KPU dalam mempersiapkan penyelenggaraan
Pemilu 2004 antara lain sangat ditentukan pula oleh finalisasi revisi peraturan
perundang-undangan di bidang politik yang masih tersisa. Selama tahun 2002, KPU
antara lain telah melakukan persiapan pendaftaran pemilih dan pendataan penduduk
berkelanjutan, persiapan pendaftaran peserta pemilu, pengadaan distribusi logistik
Pemilu, penyiapan teknologi informasi untuk pemilu, pendidikan pemilih dan
kegiatan informasi tata cara pemilu, evaluasi pemilu, serta melakukan kerjasama luar
negeri. Dalam tahun 2003, sebagian besar agenda utama KPU yang akan
dilaksanakan adalah antara lain Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk
Berkelanjutan (P4B), seleksi anggota KPU daerah, perumusan dan sosialiasi
mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden langsung, mekanisme pemilihan
umum anggota DPR, DPRD dan DPD, serta persiapan pengawasan pemilu.
Dalam konteks budaya politik, selama tahun 2002, bergulirnya proses
demokratisasi secara perlahan tapi pasti telah makin membuka wawasan dan
menajamkan persepsi mengenai pentingnya nilai-nilai demokrasi dalam mengatur
dan mengawasi proses penyelenggaraan negara. Namun demikian, disadari
sepenuhnya bahwa pemahaman dan penerapan nilai-nilai demokrasi sesungguhnya
masih memerlukan proses yang panjang, rumit dan seringkali memerlukan
pengorbanan.
Secara umum dapat dikatakan, masyarakat tampak makin sensitif terhadap
berbagai gejala dan proses politik yang terjadi, serta ingin lebih banyak turut serta
dalam proses pengambilan keputusan politik yang langsung berkaitan dengan
kepentingan mereka, serta bila diperlukan siap memberikan respon dengan cepat
melalui kegiatan demonstrasi dan rapat-rapat umum lainnya untuk menyatakan
aspirasinya. Kondisi masyarakat seperti ini dapat dikatakan sebagai sebuah modal
awal yang baik bagi demokratisasi. Teladan dan dorongan secara terus menerus
untuk menerapkan nilai-nilai demokrasi dari negara, partai-partai politik, organisasi
kemasyarakatan, LSM dan Pers merupakan hal yang perlu terus dilakukan bagi
peningkatan kualitas keikutsertaan (partisipasi) politik dan internalisasi nilai-nilai
demokrasi ke dalam jiwa setiap individu masyarakat Indonesia. Dari berbagai
pengalaman demokratisasi di berbagai negara, gelombang ledakan partisipasi politik
yang besar pada awal proses demokratisasi, apabila tidak dikelola secara terlembaga
dan berkelanjutan, dapat menjadi kontraproduktif bagi konsolidasi demokrasi.
Beberapa upaya yang telah dilakukan pada tahun 2002 guna mendukung
terlaksananya proses pemahaman budaya politik demokratis antara lain adalah
melalui upaya membangun suatu sistem dan mekanisme pendidikan politik bagi
masyarakat yang diharapkan makin terlembaga dan berkelanjutan, baik melalui jalur
kependidikan, serta akan ditawarkan juga kepada parpol-parpol yang ada untuk
diakomodasikan kepada proses pendidikan internal kepartaian masing-masing secara
fleksibel. Dalam tahun 2003, sebagian besar program di samping melakukan
kegiatan penanaman nilai-nilai budaya demokratis yang langsung ditujukan kepada
masyarakat, juga dititikberatkan pada upaya pemantapan pengembangan sistem dan
strategi penanaman nilai-nilai budaya demokratis. Pendidikan politik masyarakat
dalam takaran yang tepat dapat meningkatkan kualitas kedewasaan berpolitik
masyarakat, yang pada gilirannya diharapkan akan menyumbang kesuksesan
penyelenggaraan pemilu tahun 2004 secara demokratis, serta menjadi modal penting
V–2
bagi proses konsolidasi demokrasi selanjutnya pada masa sesudah pemilu dalam
jangka panjang.
Guna memelihara stabilitas politik dalam negeri yang aman serta menjaga
terus menerus integritas wilayah Republik Indonesia, telah dilakukan berbagai upaya
secara terus menerus untuk menindaklanjuti berbagai kesepakatan politik yang sudah
dicapai guna meredakan gejolak separatisme dan konflik di berbagai daerah sebagai
langkah untuk memecahkan masalah secara optimal. Situasi konflik di beberapa
daerah relatif lebih aman namun harus tetap dijaga agar terus menerus tercipta iklim
politik yang kondusif. Berbeda dengan situasi keamanan dan ketertiban di beberapa
daerah, situasi keamanan di Aceh saat ini memasuki tahapan yang cukup krusial.
Prestasi penting yang perlu dicatat dalam tahun 2002 adalah ditandatanganinya
Perjanjian Damai pada tanggal 9 Desember 2002. Dalam tujuh (7) bulan pertama
sejak perjanjian damai ditandatangani, wilayah Provinsi NAD seharusnya akan
memasuki tahap demiliterisasi yang dibagi dalam dua tahap, yaitu 2 bulan pertama
untuk membangun rasa saling percaya dan 5 bulan berikutnya adalah tahap peletakan
senjata, bersamaan dengan relokasi dan penyesuaian tugas satuan TNI dan Polri.
Terdapat 5 agenda untuk menindaklanjuti perjanjian tersebut, yaitu (i) pemeliharaan
dan penguatan perdamaian; (ii) bantuan kemanusiaan dan rehabilitasi sosial; (iii)
pelaksanaan proses politik yang demokratis; (iv) rekonstruksi ekonomi, dan (v)
rekonsiliasi dan society building. Namun perkembangan terbaru menunjukkan bahwa
Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) yaitu konsep dasar perjanjian
penghentian permusuhan telah dilanggar di wilayah Propinsi NAD. Merespon situasi
tersebut, beberapa strategi penting telah disusun oleh seluruh jajaran pemerintah
pusat dan daerah bersama-sama dengan unsur masyarakat Aceh untuk tetap
mempertahankan dan memelihara perdamaian di Propinsi NAD, termasuk
penyusunan kebijakan/strategi sebagai respon dibatalkannya pertemuan Joint
Council Meeting (JCM) tanggal 25 April 2003 di Genewa-Swiss. Diharapkan situasi
yang menyimpang di luar kesepakatan tersebut dapat segera ditanggulangi. Situasi
aman dan damai merupakan prasyarat utama untuk terselenggaranya pemilu,
khususnya di wilayah Propinsi NAD.
Terkait dengan masalah Papua, tantangan terbesar yang dihadapi adalah
melaksanakan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua.
Hampir sebagian besar pasal-pasal yang tercantum dalam undang-undang tersebut
belum dapat dilaksanakan. Masih banyak langkah-langkah strategis yang perlu
dilakukan untuk menjabarkan rumusan undang-undang tersebut dengan tepat.
Adanya persepsi yang sama antara pemerintah dan masyarakat Papua tentang
penjabaran UU tersebut akan mempercepat pelaksanaan UU tersebut. Untuk
menjembatani penjabaran rumusan UU tersebut, telah dikeluarkan Inpres No. 1 tahun
2003 tentang Pemekaran Provinsi Papua yang banyak menimbulkan penafsiran oleh
berbagai pihak.
Dalam konteks penyelenggaraan hubungan luar negeri, di tengah-tengah
dinamika perkembangan situasi politik global/internasional dan proses globalisasi
ekonomi dan perdagangan dalam hubungan internasional, pemerintah terus
meningkatkan upaya-upaya untuk memelihara dan memantapkan interaksi kerjasama
positif Indonesia dengan negara-negara, pada tingkat bilateral, regional dan
global/internasional termasuk dengan organisasi-organisasi internasional disamping
mengaktifkan jalur diplomasi melalui aktor-aktor non pemerintah (multi-track
diplomacy) di berbagai bidang pembangunan termasuk ekonomi, sosial dan politik
guna memperjuangkan kepentingan nasional. Diharapkan hubungan luar negeri yang
V–3
diselenggarakan Indonesia di berbagai bidang tersebut akan memberikan manfaat
menguntungkan bagi kelanjutan proses reformasi yang pada gilirannya akan turut
mendukung upaya penciptaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis.
Keberhasilan penyelenggaraan pemilu tahun 2004 juga akan sangat dipengaruhi oleh
kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang kondusif dan aman yang dibangun
antara lain sebagai hasil dari proses interaksi dengan masyarakat internasional.
Selama tahun 2002 berbagai upaya untuk menguatkan politik luar negeri dan
diplomasi terus dilakukan, tidak saja yang menyangkut peningkatan kualitas
diplomatnya dan peningkatan peranan diplomasi Indonesia dalam berbagai forum
internasional, tetapi juga terkait dengan strategi pelaksanaan hubungan luar negeri.
Upaya memagari potensi disintegrasi bangsa dari pengaruh luar,
mempercepat pemulihan ekonomi melalui dukungan internasional, meningkatkan
citra dan perlindungan WNI dan BHI di luar negeri merupakan prioritas kebijakan
dalam pengelolaan politik luar negeri yang bebas aktif dimana ASEAN sebagai pilar
utamanya (corner stone) yang dilaksanakan selama tahun 2002. Kerjasama dengan
negara-negara tetangga khususnya ASEAN di bidang ekonomi, sosial, politik serta
pertahanan dan keamanan termasuk penanggulangan kejahatan lintas batas negara
serta Hak Asasi Manusia (HAM) juga telah menjadi prioritas utama kerjasama luar
negeri Indonesia.
Politik luar negeri Indonesia terus memperhatikan urgensi peningkatan
interaksi dengan negara-negara kawasan di sebelah Timur Indonesia melalui
pengembangan tiga struktur hubungan melalui instrumen Tripartite Consultation
(Indonesia, Timor Leste dan Australia), South West Pacific Dialog dan Pacific Island
Forum disamping penguatan kerjasama dengan tiga negara di kawasan Asia Timur
(China, Jepang dan Korea Selatan) melalui proses ASEAN plus 3. Dengan
pembentukan AASROC (Asian-African Sub Regional Organization Conference),
diplomasi Indonesia juga terus mengembangkan hubungan dengan negara-negara
kawasan Asia Barat dan Afrika disamping menggali potensi hubungan dengan
negara-negara Eropa termasuk kawasan baru Eropa Tengah dan Timur. Kebijakan
politik luar negeri juga tetap konsisten untuk menggalang posisi negara-negara
berkembang guna menanggulangi kesenjangan kemakmuran dan penguasaan
teknologi dengan pembentukan mengembangkan hubungan forum GNB, OKI,
Kelompok 15 dan Kelompok 77 dan D-8 disamping terus berupaya memperkuat
multilateralisme melalui PBB dalam rangka kerjasama pada lingkup global.
Dukungan masyarakat internasional terhadap integritas kesatuan wilayah
Republik Indonesia di berbagai forum regional (seperti ASEAN, ARF dan PIF),
organisasi global PBB serta negara-negara lain secara individual disamping
dukungan masyarakat internasional terhadap otonomi khusus sebagai modalitas
penyelesaian masalah merupakan salah satu bentuk keberhasilan pelaksanaan politik
luar negeri dan diplomasi Indonesia. Dalam rangka membantu pemulihan
perekonomian nasional, diplomasi tidak saja dilakukan secara konvensional melalui
berbagai aktifitas promosi berbagai bidang kerjasama ekonomi secara bilateral,
pemanfaatan forum regional dan multilateral, melainkan juga diarahkan untuk
memaknai kedekatan politik dalam hubungan bilateral dan kerjasama regional dan
multilateral menjadi interaksi-interaksi kerjasama produktif di bidang perdagangan,
investasi, hutang luar negeri, pariwisata dan tenaga kerja. Keberhasilan mengatasi
dampak peristiwa bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 disamping berlangsungnya
upaya pembentukan kepemerintahan yang baik dalam proses reformasi, penanganan
V–4
pelanggaran HAM di Timor Timur melalui proses peradilan dan penegakan hukum
akan menjadi modalitas bagi upaya penegakan citra positif Indonesia.
Pada tahun 2003, kerjasama luar negeri juga dititikberatkan pada upayaupaya untuk memperkuat kembali aktifitas-aktifitas yang lebih mampu di dalam
memanfaatkan peluang dan potensi ekonomi di bidang perdagangan dan investasi.
Dengan tetap memanfaatkan potensi-potensi kerjasama dengan kawasan-kawasan
lainnya, forum kerjasama regional ASEAN tetap merupakan pilar utama di dalam
pengelolaan politik luar negeri yang diharapkan bisa menjamin stabilitas keamanan,
damai, bebas dari konflik, menghormati keadilan dan hukum merupakan upaya yang
terus dilakukan termasuk dalam rangka menciptakan peluang guna lebih memperkuat
kerjasama ekonomi antar negara anggota ASEAN. Situasi kawasan yang kondusif
pada gilirannya dapat menjadi faktor pendukung bagi upaya memulihkan kehidupan
ekonomi nasional dan melanjutkan proses reformasi di Indonesia. Dalam kaitan itu,
arah kebijakan politik luar negeri memandang urgensi penguatan multilateralisme
melalui kerangka PBB dalam menciptakan perdamaian dan keamanan dunia
disamping melihat peluang perlunya penguatan kerjasama antar sesama anggota
negara berkembang dan peningkatan kerjasama keamanan di kawasan-kawasan
dalam rangka memanfaatkan potensi dalam perkembangan politik global/
internasional dewasa ini dan ke depan.
Dalam konteks kejahatan lintas batas internasional, upaya-upaya untuk
mengatasi gangguan kriminal yang potensial berpengaruh terhadap iklim politik di
Indonesia terus berlangsung antara lain yang terkait dengan masalah imigran gelap,
narkoba, pencurian kekayaan alam, penyelundupan senjata, serta perdagangan anakanak dan wanita. Masalah penanganan terorisme mendapatkan porsi penyelesaian
permasalahan yang cukup signifikan selama tahun 2002 dan 2003. Pembentukan
mekanisme konsorsium pemberantasan terorisme dalam lingkup ASEAN yang
digagas oleh Indonesia disamping berbagai kerjasama bilateral serta kerjasama
multilateral melalui kerangka PBB merupakan salah satu upaya politik yang
ditempuh untuk menangani permasalahan terorisme internasional. Mekanisme
kerjasama bilateral, regional dan multilateral yang ditata sebelumnya melalui proses
diplomasi ternyata mendatangkan manfaat yang besar dalam upaya mengatasi
dampak tragedi Bali 12 Oktober 2002. Penanganan permasalahan di atas
menunjukkan semakin kuatnya keterkaitan antara faktor-faktor internasional dan
domestik; interaksi pada lingkungan global mempengaruhi kehidupan nasional dan
sebaliknya aktifitas domestik bahkan lokal berpotensi mencapai jangkauan
internasional.
Keputusan Sidang Mahkamah Internasional 12 Desember 2002 yang
menetapkan Malaysia sebagai pemilik Sipadan dan Ligitan berdasarkan
pertimbangan azas “effectivitee” merupakan keputusan hukum, yang sekaligus
mengakhiri proses diplomasi yang berlangsung sejak tahun 1969 dan berakhir pada
tahun 1996. Pendekatan cara-cara damai dalam penyelesaian sengketa yang hanya
dapat tercapai dalam kondisi hubungan bilateral yang baik, selain dapat menjadi
preseden bagi penyelesaian sengketa kawasan di masa depan sekaligus sebagai
pembelanjaran amat berharga untuk lebih memperhatikan pulau-pulau terluar di
Indonesia, seperti pulau-pulau Nipah, Miangas, Mapia, Batek, dan Pasir. Dengan
demikian, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pengamanan
dan peningkatan kehadiran Pemerintah RI sebagai bentuk pengejewantahan
kedaulatannya terhadap pulau-pulau terluar di perbatasan antar-negara guna
V–5
mewujudkan itikad baik sebagai pemilik kedaulatan yang sah, dan meningkatkan
pembangunan sosial dan ekonomi penduduk di daerah perbatasan.
Terkait dengan permasalahan penyelenggara negara, upaya-upaya reformasi
birokrasi terus dilakukan antara lain melalui upaya mewujudkan sistem pengawasan
dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat untuk mengidentifikasi dan
mendeteksi sedini mungkin indikasi praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di
lingkungan aparatur negara. Disamping itu, berbagai upaya terus dilakukan antara
lain untuk tetap menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam melakukan
penataan organisasi dan manajemen pemerintahan di pusat dan daerah yang sesuai
dengan analisa jabatan dan beban tugas. Demikian pula upaya untuk meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional secara terus
menerus dilakukan, antara lain melalui perbaikan sistem renumerasi/penggajian PNS,
dalam rangka pelaksanaan perbaikan mutu pemberian pelayanan terhadap publik.
Di bidang komunikasi dan informasi, agenda-agenda reformasi di bidang
komunikasi dan informasi antara lain telah memberikan dampak meningkatnya
secara pesat peranan media massa menjadi sarana komunikasi dan penyebaran
informasi yang paling efektif. Masyarakat telah semakin memahami dan menyadari
hak-haknya untuk memperoleh informasi yang benar dan tepat waktu. Penyedia
informasi swasta pun dengan cepat telah merespon dengan menyediakan informasi
sesuai kebutuhan. Dalam tahun 2003, upaya-upaya penting yang sedang dilakukan
adalah menyeimbangkan dan menetralisir informasi yang tidak akurat dan objektif
namun tetap tidak membatasi arus informasi. Hal ini sebagai respon terhadap
pengaruh negatif kebebasan informasi yang seringkali membingungkan masyarakat
atas suatu informasi yang sangat beragam, baik dari sisi kualitas dan kuantitasnya.
Berdasarkan kemajuan yang dicapai selama tahun 2002 dan telah
dirumuskannya berbagai rencana program pembangunan yang sedang dan akan
dilaksanakan pada tahun 2003, beberapa permasalahan pokok yang masih akan
dihadapi dan menjadi prioritas untuk ditangani pada tahun 2004 adalah sebagaimana
penjelasan berikut dibawah ini.
Permasalahan utama adalah persiapan penyelenggaraan pemilu tahun 2004
mengingat waktu pelaksanaanya yang sudah sangat mendesak. Persiapan teknis serta
mekanisme penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia
tidak memiliki waktu yang cukup memadai. Permasalahan sosialisasi pemilihan
umum secara langsung presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD dan DPRD
merupakan salah satu agenda yang sangat penting dan menentukan, yang harus
dilakukan sebelum pelaksanaan pemilu bulan April 2004.
Agenda penting lainnya adalah upaya memberdayakan kapasitas lembagalembaga penyelenggara negara untuk melaksanakan keputusan-keputusan politik
hasil pemilu. Hasil penting reformasi bidang politik yang dicapai era reformasi
adalah amandemen UUD 1945 yang telah mengakibatkan perubahan mendasar pada
struktur politik, terutama di tingkat nasional, yaitu dengan hadirnya lembagalembaga penyelenggara negara seperti MPR, DPR, DPD, DPRD, Presiden,
Mahkamah Agung, Komisi Konstitusi, serta Komisi Yudisial. Dengan demikian,
dalam jangka pendek, penataan kelembagaan struktur politik akan merupakan agenda
politik yang harus mendapatkan perhatian utama agar mekanisme checks and
balances dapat berjalan antara lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif. Upaya
peningkatan kapasitas lembaga-lembaga tinggi negara tersebut harus segera
dilakukan agar segera dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana
V–6
diamanatkan dalam amandemen Konstitusi UUD 1945. Bekerjanya mekanisme
checks and balances dalam penyelenggaraan negara merupakan salah satu indikator
penting berjalannya sistem politik demokratis.
Dalam konteks hubungan antara pusat dan daerah, terdapat banyak kendala
seperti antara lain ketidaksesuaian antara satu perundang-undangan dengan
perundangan lainnya yang terkait dengan masalah otonomi daerah dan desentralisasi.
Untuk itu diperlukan penyempurnaan peraturan pelaksanaan otonomi daerah agar
mekanisme hubungan kelembagaan pusat dan daerah dapat terlembaga dengan baik.
Sekarang ini telah mulai berkembang wacana untuk melakukan revisi terhadap UU
No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah sebagai konsekuensi perubahan
Undang-Undang Dasar 1945.
Permasalahan lainnya adalah belum optimalnya mekanisme perwakilan
rakyat yang ada dalam mengakomodasi aspirasi dan kepentingan rakyat yang
diwakilinya, masih cukup dominannya budaya politik golongan, serta masih
lemahnya etika berpolitik dalam kehidupan politik dan kelembagaan. Disamping itu,
peranan partai politik, organisasi kemasyarakatan, LSM dan Media Massa masih
belum optimal untuk secara bersama-sama memberikan akses dan saluran kepada
masyarakat untuk melakukan pendidikan politik yang efektif yang sangat penting
terutama dalam rangka pemilu 2004 pada khususnya dan melakukan proses
konsolidasi demokrasi pada umumnya. Penanaman budaya politik akan berjalan
dengan lebih efektif apabila adanya interaksi yang dinamis antara struktur politik,
proses politik dan civil society secara kuat dan demokratis. Ini juga berarti penguatan
posisi masyarakat dalam hubungannya dengan negara.
Permasalahan lain yang perlu juga mendapatkan perhatian adalah
mengantisipasi kemungkinan konflik sosial politik yang sewaktu-waktu pecah
kembali, walaupun beberapa konflik vertikal yang terjadi di beberapa daerah telah
relatif aman. Kasus Aceh dan Papua dan antisipasi kasus-kasus separatisme di
daerah lainnya harus mendapatkan prioritas penuh karena akan masih menjadi
sumber gangguan utama terhadap disintegrasi bangsa.
Dalam rangka pelaksanaan politik luar negeri, penguatan diplomasi Indonesia
terus diarahkan untuk memelihara dan memperkuat lagi dukungan-dukungan
berbagai pihak terhadap integritas kesatuan wilayah Republik Indonesia yang telah
diperoleh selama ini agar upaya-upaya memagari potensi disintegrasi bangsa dari
berbagai kemungkinan yang muncul dari faktor eksternal semakin efektif. Penegakan
prinsip-prinsip demokrasi, penanganan isu-isu HAM, imigran gelap, kegiatan
perdagangan manusia lintas batas, perdagangan obat-obatan berbahaya dan terlarang,
pembajakan dan gangguan terorisme internasional merupakan aspek-aspek yang
tetap relevan dengan pelaksanaan politik luar negeri dalam upaya memperkuat
kredibilitas pemerintah dan citra Indonesia di mata masyarakat internasional.
Sebagai negara yang turut menjadi korban aksi terorisme, konsistensi politik
luar negeri Indonesia terhadap isu terorisme akan menjadi tantangan dimana
terorisme akan tetap menjadi isu hangat dalam percaturan politik internasional dalam
beberapa tahun ke depan. Keberhasilan mengimplementasikan “Declaration on
Terrorism” pada KTT ke-8 ASEAN dan MOU ASEAN-US tentang “Joint
Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism” serta harapan
Indonesia agar ASEAN berpartisipasi dalam Agreement on Counter Terrorism
menentukan kredibilitas Indonesia sebagai negara korban yang konsisten memerangi
terorisme. Diplomasi juga diarahkan agar semakin mampu mendorong upaya-upaya
V–7
untuk semakin membuka peluang kerjasama di berbagai bidang khususnya ekonomi
sangat membantu untuk menjaga proses pemulihan ekonomi dengan lebih cepat.
Selain memanfaatkan ASEAN sebagai pilar utama, upaya membuka peluang
kerjasama ekonomi dengan negara-negara potensial termasuk kawasan-kawasan baru
potensial lainnya yang saling menguntungkan terus ditingkatkan. Sejalan dengan
proses globalisasi ekonomi, diharapkan kerjasama pendekatan-pendekatan pro aktif
diplomasi dalam berbagai mekanisme hubungan bilateral, regional dan forum
multilateral dapat membantu upaya-upaya pemulihan ekonomi nasional.
Terkait dengan penyelenggara negara, dirasakan lambannya pelaksanaan
reformasi birokrasi. Gambaran tersebut tercermin dari masih tingginya praktekpraktek penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN) di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik dilingkungan
lembaga eksekutif, lembaga legislatif maupun yudikatif.
Demikian pula mengenai permasalahan penataan organisasi dan manajemen
pemerintahan yang masih jauh dari harapan dan belum sepenuhnya berdasarkan atas
analisa jabatan dan kebutuhan organisasi serta beban tugas. Kecenderungan
kelembagaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang semakin tambun. Hal
ini ditandai dengan makin membengkaknya struktur organisasi pemerintah di pusat
dan daerah yang berimplikasi pada semakin tidak efisien dan lambannya organisasi
dan kelembagaan pemerintahan dalam melakukan peningkatan kinerjanya.
Rendahnya kinerja pengawasan, kelembagaan dan ketatalaksanaan dalam
penyelenggaraan negara perlu untuk segera diatasi karena dapat menimbulkan
ketidakpercayaan yang serius terhadap sistem administrasi negara, bahkan dari para
penyelenggara negara itu sendiri. Timbulnya ketidakpercayaan ini jika tidak
ditanggulangi akan dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi sistem administrasi
negara kesatuan Indonesia (SANKRI) yang akan berdampak pada disintegrasi
nasional yang lebih luas.
Permasalahan lain yang timbul adalah belum memadainya pelayanan kepada
masyarakat yang sesuai dengan standar pelayanan, yang cepat, tepat, murah dan
transparan serta tidak diskriminatif. Di samping itu penggunaan teknologi informasi
E-Governmant dalam pemberian pelayanaan di lingkungan pemerintah, baik di pusat
maupun di daerah belum sepenuhnya terlaksana. Demikian pula munculnya berbagai
pungutan/restribusi yang memberatkan masyarakat, ternyata belum dibarengi dengan
peningkatan kualitas pelayanan.
Upaya meningkatkan kesejahteraan aparatur pemerintah melalui sistem
remunerasi/penggajian PNS berdasarkan analisis jabatan dan standar penilaian
kinerja PNS belum terlaksana dengan baik. Meskipun dalam amanat UndangUndang (UU) Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun
1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian disebutkan bahwa pegawai negeri berhak
memperoleh gaji yang adil dan layak agar mampu memacu produktivitas dan
menjamin kesejahteraannya.
Khusus yang terkait dengan permasalahan komunikasi dan informasi, dalam
lingkup nasional, permasalahan yang tetap akan dihadapi adalah dampak
perkembangan tekonologi komunikasi dan informasi yang telah mendorong
perluasan jaringan dan akses informasi dalam lingkup global, yaitu timbulnya daya
saing sebagai dampak positif, serta adanya hambatan dan ancaman terhadap tatanan
budaya bangsa sebagai dampak negatif. Permasalahan lainnya adalah timbulnya
kesimpangsiuran informasi dalam penyampaian kebijakan dan aturan maupun
V–8
layanan yang dikeluarkan oleh berbagai instansi pemerintah, kesenjangan
kemampuan memproduksi dan mendiseminasi informasi ke berbagai wilayah
Indonesia yang mengakibatkan kesenjangan informasi antar wilayah dan penduduk.
Disamping itu, kondisi sosial masyarakat yang heterogen, penyebaran penduduk
yang tidak merata dan kemampuan akses masyarakat yang rendah, mengakibatkan
kuantitas maupun kualitas informasi yang diterima tidak memadai. Permasalahan
penting lainnya adalah terkait dengan sistem informasi nasional yang memiliki
implikasi yang sangat luas terhadap pemeliharaan integritas bangsa, sehingga harus
memperoleh perhatian khusus pula. Hal ini yang harus diberikan perhatian. Saat ini
dengan pemberlakukan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah,
kewenangan penyampaian informasi yang berskala lokal diberikan kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota serta propinsi. Untuk kebijakan berskala nasional
dan internasional diperlukan suatu kebijakan terpadu melalui suatu kebijakan
komunikasi dan informasi secara nasional. Kebijakan ini pun menjadi suatu katalisasi
untuk menjaga kepentingan nasional Indonesia dimanapun termasuk menjaga
keutuhan dan integritas wilayah RI. Dukungan sarana dan prasarana, kerjasama
diantara stakeholder bidang komunikasi dan informasi, sumber daya yang cukup
akan turut menentukan berperannya komunikasi dan informasi dalam pembangunan
politik pada umumnya.
Menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut di atas, beberapa kebijakan
yang perlu ditempuh adalah: (1) menyelesaikan perbaikan dan menyusun perundangundangan di bidang politik untuk mendukung pelaksanaan pemilu 2004, menyusun
peraturan pelaksanaan, sekaligus melakukan sosialisasinya; (2) memfasilitasi sarana
dan prasarana penyelenggaraan pemilu; (3) mendorong peningkatan budaya dan etika
politik demokratis melalui pelembagaan kerjasama antara pemerintah, partai politik,
organisasi kemasyarakatan, LSM dan Pers dalam pelaksanaan pendidikan politik
masyarakat; serta melakukan sosialisasi pemahaman budaya dan etika politik
demokratis secara terpadu; (4) menyelesaikan konflik di berbagai daerah termasuk
Aceh dan Papua dengan jalan damai dalam bingkai NKRI; (5) melakukan penataan
dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas lembaga-lembaga penyelenggara negara,
khususnya lembaga-lembaga penyelenggara negara yang baru produk amandemen
UUD 1945; (6) melakukan penyempurnaan peraturan ketatanegaraan yang terkait
dengan desentralisasi dan otonomi daerah, serta meningkatkan dan memberdayakan
kelembagaan politik di daerah dalam konteks hubungan perimbangan kekuasaan
antara pusat dan daerah; (7) mendorong upaya-upaya untuk memperoleh dukungan
masyarakat internasional terhadap integritas wilayah dan kesatuan nasional Negara
Kesatuan Republik Indonesia, membantu pemulihan ekonomi, serta membantu
pemulihan citra Indonesia di berbagai kawasan; (8) mendorong peran diplomasi
Indonesia dalam merespons isu-isu global yang krusial dari isu perdagangan bebas,
globalisasi hingga isu terorisme internasional, HAM, serta isu hubungan bilateral
dengan negara-negara tetangga seperti tenaga kerja, imigran gelap, perdagangan
obat-obat berbahaya dan terlarang, pencurian ikan, serta isu-isu teritorial dan konflik
perbatasan; (9) Mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi, dengan
mengintensifkan pemberantasan KKN oleh Aparatur Pengawasan Internal
Pemerintah (APIP), baik yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, dan Badan Pengawasan Daerah
(Bawasda), maupun pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta pengawasan masyarakat.
Proses pelaksanaan pengawasan dapat berjalan dengan efektif, perlu didukung
sarana dan prasarana yang memadai; (10) mempercepat proses peradilan terhadap
V–9
aparatur yang diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan; (11) memberikan
pelayanan publik yang optimal dengan mengikuti standard penilaian pelayanan, yang
cepat, tepat, murah dan transparan serta tidak diskriminatif; (12) meningkatkan
kompetensi dan profesionalitas aparatur negara yang didukung dengan
penyempurnaan kebijakan sistem remunerasi/penggajian PNS yang layak
berdasarkan atas kemampuan profesional dan prestasi kerja; (13) melakukan audit
kelembagaan pemerintah di pusat dan daerah, yang di dukung sarana dan prasarana
pelaksanaan kepemerintahan umum dan pembangunan yang efisien dan efektif; (14)
memantapkan fungsi kelembagaan dan mekanisme komunikasi serta arus informasi,
peningkatan upaya mendorong masyarakat untuk memenuhi kebutuhan komunikasi
dan informasi, penguatan fungsi pelayanan informasi dalam rangka menjamin hak
masyarakat untuk mendapatkan informasi dan penyediaan fasilitas infrastruktur
pelayanan penyebaran dan pemerataan akses informasi sesuai tuntutan Universal
Service Obligation (USO).
B.
PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN
Pembangunan bidang politik mencakup 4 sub bidang, yaitu Politik Dalam
Negeri, Hubungan Luar Negeri, Penyelenggara Negara, serta Komunikasi, Informasi,
dan Media Massa.
1.
Politik Dalam Negeri
1.1
Program Perbaikan Struktur Politik
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Melaksanakan sosialisasi UUD 1945 secara utuh sesuai hasil Amandemen I, II, III
dan IV; (2) Mempersiapkan materi RUU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Nasional; (3) Mempersiapkan penguatan kelembagaan penyelenggara negara; (4)
Menyiapkan bahan/materi program capacity building bagi anggota legislatif daerah
hasil Pemilu 2004; (5) Memfasilitasi dan memantau proses pengesahan dan
pelantikan anggota legislatif hasil pemilu 2004; (6) Menyusun kebijakan penguatan
netralitas PNS dalam kerangka persatuan dan kesatuan nasional; (7) Mempersiapkan
naskah akademis RUU tentang Hubungan Wewenang Pusat dan Daerah dalam
perspektif memperkuat NKRI; (8) Mempersiapkan finalisasi RPP tentang Hubungan
Strata Pemerintahan; (9) Memperkuat hubungan kelembagaan antara pemerintah
daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota khususnya dalam penyelenggaraan
dekonsentrasi dan tugas pembantuan lintas sektoral; (10) Merumuskan kebijakan
publik yang dapat mendukung pemantapan pelaksanaan otonomi daerah; (11)
Mempersiapkan materi penyempurnaan RUU Keormasan; (12) Melaksanakan
sosialisasi pedoman dan petunjuk pelaksanaan pengawasan Partai Politik
berdasarkan UU No. 31 tahun 2002; (13) Melaksanakan pengawasan partai politik
dalam rangka penyelenggaraan Pemilu 2004.
1.2
Program Peningkatan Kualitas Proses Politik
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Melaksanakan sosialisasi paket perundang-undangan di bidang politik dan peraturan
pelaksanaannya; (2) Menyediakan dukungan teknis bagi penyelenggaraan pemilu
2004; (3) Mengembangkan sistem dan mekanisme komunikasi politik antara infra
V – 10
struktur dan supra struktur politik; (4) Mendorong persiapan penguatan kelembagaan
politik masyarakat sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi politik
masyarakat; (5) Melaksanakan pemberian bantuan keuangan bagi partai politik
peserta Pemilu 2004; (6) Mempersiapkan dan melakukan dialog politik yang
konstruktif untuk membantu penyelesaian masalah Aceh dan Papua, serta beberapa
daerah konflik lainnya; (7) Meningkatkan pengkajian dan pengembangan informasi
yang terkait dengan peraturan perundangan di bidang politik dan berbagai peraturan
perundangan untuk wilayah/daerah konflik.
1.3
Program Pengembangan Budaya Politik
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Mempersiapkan terbentuknya penguatan kerjasama seluruh stakeholder untuk
mensukseskan program pendidikan politik, sebagai salah satu upaya pengembangan
dan peningkatan budaya politik demokratis, serta memperkokoh persatuan dan
kesatuan nasional; (2) Mendorong pengembangan budaya politik demokratis, serta
melaksanakan sosialisasi etika kehidupan berbangsa dan bernegara; (3)
Melaksanakan gerakan nasional wawasan kebangsaan; (4) Melaksanakan program
ketahanan bangsa dalam kerangka peningkatan kewaspadaan nasional; (5)
Melaksanakan program pemantapan pembauran bangsa dan keharmonisan relasi
sosial antar etnis; (6) Menyusun pedoman tata cara penelitian/penilaian tidak terlibat
G 30 S PKI dan organisasi terlarang lainnya bagi calon anggota legislatif.
2.
Hubungan Luar Negeri
2.1
Program Penguatan Politik Luar Negeri dan Diplomasi
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Memantapkan mekanisme koordinasi dan konsultasi penyelenggaraan hubungan luar
negeri; (2) Menyediakan dan memperbaiki sarana dan prasarana fisik bagi
pelaksanaan politik luar negeri dan penyelenggaraan hubungan luar negeri; (3)
Meningkatkan kapasitas diplomasi dalam rangka tetap terpeliharanya keutuhan
integritas wilayah NKRI; (4) Meningkatkan kualitas kebijakan hubungan luar
negeri; (5) Menyusun dan meningkatkan mutu bahan-bahan informasi untuk
dipublikasikan dalam rangka pemulihan dan promosi citra Indonesia di luar negeri;
(6) Meningkatkan peran serta masyarakat di dalam negeri, komunitas asing dan
masyarakat Indonesia di luar negeri dalam mendukung upaya diplomasi dan upaya
pemulihan ekonomi dan promosi citra Indonesia; (7) Meningkatkan perlindungan
dan bantuan hukum bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum
Indonesia (BHI) di luar negeri; (8) Meningkatkan upaya-upaya pemahaman tentang
keamanan diplomatik.
2.2
Program Peningkatan Kerjasama Ekonomi Luar Negeri
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Menggalang kemitraan internasional dalam rangka implementasi hasil-hasil KTT
Pembangunan Berkelanjutan di tingkat nasional; (2) Meningkatkan kerjasama
Selatan-Selatan, sesuai dengan Buenos Aires Plan of Action (1978) dan
memantapkan kerjasama “Colombo Plan” yang menekankan pentingnya program
Kerjasama Teknik Negara Berkembang (KTNB); (3) Melakukan langkah strategis
guna mewujudkan pembagian keuntungan yang asli (fair and equitable benefit
sharing) dalam kerangka konvensi Keanekaragaman Hayati melalui kerjasama “likeminded megadiverse countries”; (4) Mendorong peningkatan representasi Indonesia
V – 11
pada badan-badan internasional; (5) Meningkatkan kerjasama perdagangan
internasional dalam kerangka Organisasi Perdagangan Dunia (OPD) di bidang
investasi dan jasa; (6) Meningkatkan Kerjasama Perdagangan dan Pembangunan
Internasional dengan Badan-badan PBB; (7) Meningkatkan peranan kerjasama
internasional bagi pengembangan ekspor komoditi kopi; (8) Meningkatkan upayaupaya dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) melalui kerjasama
internasional; (9) Meningkatkan arus pariwisata internasional ke Indonesia dan
mengembangkan pasar tenaga kerja Indonesia di luar negeri; (10) Meningkatkan
pemanfaatan Jaringan Center for Development of Small and Medium Enterprises
(CD SME’s) sebagai Realisasi Proyek Kerjasama dengan anggota Kelompok 15
Dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan; (11) Melaksanakan upaya-upaya untuk
mendukung peningkatan kerjasama dalam bidang perdagangan internasional.
2.3
Program Perluasan Perjanjian Ekstradisi
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Menyusun bahan masukan dalam penyusunan RUU tentang penyempurnaan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi; (2) Menetapkan prioritas
untuk membuat, melanjutkan dan merevisi perjanjian ekstradisi dengan negara
sahabat.
2.4
Program Peningkatan Kerjasama Bilateral, Regional, dan Global/
Multilateral
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Mempersiapkan ratifikasi berbagai konvensi PBB; (2) Memantapkan mekanisme
pengiriman pasukan pemeliharaan perdamaian Indonesia dalam operasi-operasi
pemeliharaan perdamaian PBB; (3) Meningkatkan kerjasama bilateral, regional
khususnya negara-negara ASEAN, dan global di bidang penanggulangan kejahatan
lintas batas negara, termasuk pemberantasan terorisme; (4) Meningkatkan kerjasama
di bidang pemajuan dan perlindungan HAM dengan United Nations Treaty Body,
mekanisme konvensional dan ekstra konvensional HAM PBB serta penanganan
masalah-masalah kemanusiaan dan sosial budaya dalam forum PBB dan regional
lainnya; (5) Melanjutkan upaya-upaya dalam rangka menentukan Alur Laut
Kepulauan Indonesia (ALKI) dan Batas Maritim Indonesia; (6) Melanjutkan
penyelesaian masalah-masalah residual Timor Leste dan masalah perbatasan yang
masih ada dengan negara-negara tetangga, baik darat maupun maritim; (7)
Melanjutkan usaha-usaha pengkajian dan penyelesaian secara damai penanganan
masalah-masalah perbatasan internasional Indonesia; (8) Mengembangkan kerjasama
keamanan negara-negara ASEAN, Asia Pasifik dalam rangka memelihara stabilitas
keamanan regional yang damai, bebas, netral dan bebas senjata nuklir; (9)
Meningkatkan koordinasi nasional di bidang pemajuan dan perlindungan HAM
dalam mendukung perumusan kebijakan politik luar negeri di bidang HAM; (10)
Melaksanakan forum dialog, lokakarya dan pengkajian dalam rangka penyusunan
bahan untuk menentukan kebijakan polugri, baik yang menyangkut masalah-masalah
nasional, regional maupun internasional; (11) Meningkatkan hubungan dan
kerjasama dengan negara sahabat di kawasan Asia Pasifik, Afrika, Timur Tengah,
Amerika dan Eropa; (12) Memanfaatkan kerjasama intra kawasan dalam kerangka
Uni Eropa-Indonesia, ASEM, ASEAN, ACD dan FEALAC di bidang politik,
ekonomi, pembangunan, perdagangan dan sosial budaya; (13) Menyediakan bahanbahan kajian yang akan digunakan dalam kaitannya dengan ratifikasi konvensikonvensi berbagai hukum internasional; (14) Meningkatkan kerjasama politik, sosial
dan keamanan dalam lingkup organisasi internasional antar pemerintah Non PBB
V – 12
dan Organisasi Internasional Non Pemerintah; (15) Merumuskan langkah-langkah
implementasi hukum di tingkat nasional dalam rangka memenuhi kewajiban
Indonesia berdasarkan perjanjian internasional di bidang politik dan keamanan; (16)
Memanfaatkan peluang dan potensi negara-negara akreditasi untuk kepentingan
Indonesia di berbagai bidang; (17) Melaksanakan pertukaran informasi dan intelijen
secara bilateral dan multilateral; (18) Meningkatkan kerjasama dengan organisasiorganisasi internasional seperti Organization for Migration (IOM), International
Committee of the Red Cross and Red Crescent (ICRC), dan International Federation
of the Red Cross and the the Red Crescent (IFRC) dalam penanganan bidang
keimigrasian dan bantuan keimigrasian dan bantuan kemanusiaan untuk kepentingan
nasional.
3.
Penyelenggara Negara
3.1
Program Pengawasan Aparatur Negara
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Melakukan sosialisasi, implementasi dan pemantauan kebijakan, dan tindak lanjut
pengawasan; (2) Melakukan peningkatan kapasitas pengawasan dan pemeriksaan
yang meliputi finasial audit (termasuk risk based audit), Electronic Data Processing
(EDP) audit, Performance Audit Techniques (PAT), dan Policy Evaluation (PE), dan
Investigasi Audit; (3) Meningkatkan dan mengembangkan pelaksanaan pemeriksaan,
pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara, antara lain meliputi
APBN, APBD, BUMN BUMD, asset negara, dan daerah, termasuk penerimaan dan
pengeluaran negara lainnya, pengelolaan hutang negara, dan pemberantasan korupsi
dengan melakukan pendeteksian, investigasi dan pemrosesan kasus korupsi secara
hukum; (4) Melakukan evaluasi tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP); serta mengembangkan materi dan sosialisasi penerapan SAKIP dan
LAKIP di instansi pemerintah pusat dan daerah; (5) Melakukan modernisasi SAKIP
secara elektronik, melalui penerapan teknologi informasi Enterprise Resource
Planning; (6) Melakukan sosialisasi dan implementasi standar audit dan kode etik
auditor internal pemerintah; (7) Meningkatkan kerja sama antara Aparatur
Pengawasan Instansi Pemerintah (APIP) dengan Kepolisian dan Kejaksaan dalam
penanganan kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) dan non TPK; (8) Meningkatkan,
mengembangkan dan mengadakan sosialisasi sistem informasi dengan paradigma
baru pengawasan terhadap penuntasan kasus TPK dan non TPK; (9)
Mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian kepegawaian nasional,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepegawaian; (10) Meningkatkan
pengawasan terhadap efektivitas dan efesiensi penerimaan, pengeluaran, dan hutang
negara, baik di pusat dan daerah dalam menunjang kelancaran pembangunan; (11)
Melakukan pemantauan penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh APIP;
(12) Melaksanakan UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggara Negara yang
bersih dari KKN secara konsisten di lingkungan peradilan; (13) Melakukan kajian
sistem pengelolaan, pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran pemerintah
daerah; (14) Melakukan pengawasan, pengendalian dan pemanfaatan tenaga nuklir;
dan (15) Meningkatkan sarana dan prasarana pengawasan.
3.2
Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Melakukan penataan (pembentukan baru, penghapusan, dan penggabungan, serta
V – 13
evaluasi) struktur dan desain kelembagaan dan manajemen pemerintahan di pusat
dan daerah, termasuk pembentukan perwakilan baru BPK-RI di daerah berdasarkan
analisa jabatan dan beban tugas yang berbasis kinerja, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan; (2) Menyusun draft dan sosialisasi peraturan perundangundangan Kementrian Negara, dan Undang-undang tentang Etika Aparatur Negara;
(3) Melakukan kajian kerjasama antar daerah dalam memperkokoh NKRI; (4)
Mendorong kerjasama yang bermanfaat antara pemerintah daerah dengan organisasi
internasional; (5) Melakukan penyusunan pedoman teknis aplikasi prinsip-prinsip
kepemerintahan yang baik dalam manajemen pemerintahan, dengan melakukan
identifikasi, penetapan, dan sosialisasi fungsi-fungsi yang wajib dilaksanakan oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah; (6) Melanjutkan Pendataan Ulang Pegawai
Negeri Sipil (PUPNS); (7) Melakukan penyusunan konsep RUU tentang perubahan
UU Nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 8 tahun 1974 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil, dan penyempurnaan peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian lainnya; (8) Melakukan kajian dan
analisis mengenai arah kebijakan, peraturan perundang-undangan, dan desain
kelembagaan APIP; (9) Mengembangkan percontohan penerapan budaya kerja
aparatur negara di pusat dan daerah; dan (10) Melakukan pengembangan sistem
kearsipan nasional dengan penataan pedoman dan standar kearsipan nasional yang
meliputi: (a) pengembangan sistem informasi kearsipan, (b) sistem jaringan
informasi kearsipan nasional (SJIKN), (c) menfasilitasi pembentukan kelembagaan
kearsipan dan pengembangan sentra-sentra pengelolaan arsip nasional; (11)
Melakukan kajian kelembagaan, kebijakan dan peraturan perundang-undangan di
bidang pengawasan; (12) Melakukan penyusunan pedoman tuntutan perbendaharaan
dan tuntutan ganti rugi di lembaga Kepresidenan; (13) Melakukan kajian mengenai
penerapan sistem pengukuran kinerja dan prinsip-prinsip Good Governance di
lingkungan organisasi pemerintah dan BUMN,BUMD; (14) Melakukan akuisisi,
preservasi serta reproduksi khasanah arsip nasional; (15) Sosialisasi dan
implementasi PP Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah; (16) Melakukan konsolidasi peran masyarakat jasa konstruksi dalam
penyelenggaraan fungsi pengembangan jasa konstruksi; dan (17) Meningkatkan
sarana dan prasana kelembagaan dan ketatalaksanaan.
3.3
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Melakukan uji materiil terhadap RUU pelayanan publik; (2) Meningkatkan
partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam pengawasan, perumusan kebijakan
publik dan penyelenggaraan pelayanan publik; (3) Melakukan kajian dan sosialisasi
kebijakan pemanfaatan teknologi informasi, termasuk pengembangan standar
pengelola E-Governance; (4) Memberikan penilaian dan penghargaan terhadap unit
pelayanan dalam memberikan pelayanan publik sesuai dengan pedoman SOP; (5)
Melakukan penyajian hasil pemeriksaan semesteran; (6) Melakukan kajian
mengenai; (a) tindak lanjut penyelesaian pengaduan masyarakat atas
penyelenggaraan pelayanan publik, (b) Kebijakan investasi dalam rangka
meningkatkan perekonomian nasional, (c) perbaikan pelayanan publik pada unit
pelayanan di kabupaten/kota, (d) perencanaan pembangunan terhadap isu strategis
yang bersifat lintas sektoral, wilayah dan daerah, (e) kebijakan pemerintah di bidang
polkam dalam rangka memperkokoh NKRI, (f) kebijakan pemerintah tentang Good
Governance; (7) Melakukan penyempurnaan, standarisasi dan pemutakhiran data dan
formulir PNS; (8) Melakukan peningkatan kualitas rencana pembangunan nasional;
V – 14
(9) Meningkatkan koordinasi informasi penyebaran dan penyerasian perencanaan
pembangunan nasional; (10) Melakukan penyusunan panduan pemenuhan standar
ISO untuk sektor publik; (11) Mengembangkan unit pelayanan survey dan pemetaan
terpadu; dan (12) Peningkatkan sarana dan prasarana aparatur negara.
3.4
Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Melakukan penyusunan norma, standar dan prosedur manajemen kepegawawian
yang berorientasi pada kinerja, yang meliputi; inventarisasi, klasifikasi, evaluasi
jabatan dan standar kompetensi jabatan, pedoman menyusunan formasi, rekruitmen,
penyusunan pola karier, dan pemberhentian pegawai; (2) Melakukan sosialisasi PP
etika dan disiplin PNS; (3) Melakukan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan mengenai gaji, tabungan perumahan, dana pensiun, dan netralitas PNS,
serta pengangkatan pegawai tidak tetap; (4) Melakukan diklat gelar, non gelar,
kepemimpinan dan fungsional serta diklat teknis keterampilan dalam rangka
meningkatkan kompetensi SDM apatur; (5) Melakukan kajian penyusunan,
pedoman, sistem, kurikulum/silabus dan penilaian diklat aparatur dalam upaya
meningkatkan kompetensi aparatur; (6) Pengembangan pedoman seleksi, penentuan
angka kredit, bahan diklat dan sistem informasi bagi jabatan fungsional antara lain:
widyaiswara, peneliti, auditor, arsiparis, perencana dan sebagainya; 7) Pelaksanaan
dan sosialisasi penyusunan kebutuhan PNS sesuai dengan kebutuhan organisasi dan
analisis jabatan di instansi pusat dan daerah; (8) Melakukan pembentukan
“Assessment Centre” dalam mekanisme seleksi pegawai untuk diangkat dalam
jabatan struktural dan fungsional; (9) Melakukan pengembangan kompetensi pejabat
fungsional termasuk Widyaiswara ; (10) Melakukan penelitian, dan kajian yang
meliputi: (a) implementasi UU No. 43/1999, dan keterkaitan dengan UU No.
22/1999, (b) dilema dan pengaruh pembinaan PNS di era otonomi daerah, (c) Sistem
penggajian dan pembantu khusus dan pegawai tidak tetap (PTT), (d) Penyempurnaan
PP No. 24 tahun 1976 tentang Cuti PNS, (e) Tunjangan kemahalan bagi PNS yang
bekerja di daerah terpencil; (11) On Job Training (OJT) fisika teknologi dan
keselamatan reaktor Triga Mark II; (12) Melakukan persiapan peraturan perundangundangan yang meliputi: (a) RUU tentang Kepegawaian, (b) RPP tentang Pegawai
Tidak Tetap, (c) RPP tentang Gaji, (d) RPP Kesejahteraan dan hak PNS lain, (e) RPP
tentang Pensiun dan (f) Keppres tentang Tunjangan Kemahalan; dan (13)
Meningkatkan sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan diklat aparatur
negara.
4.
Komunikasi, Informasi, dan Media Massa
4.1
Program Pengembangan Informasi, Komunikasi, dan Media Massa
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Penyediaan dan penyebaran informasi mengenai prinsip-prinsip transparansi,
kebebasan memperoleh informasi dan peranan media massa; (2) Penyiapan
perangkat pelaksanaan UU Transparansi dan Kebebasan Memperoleh Informasi dan
UU Penyiaran; (3) mendorong terbentuknya media komunitas; (4) Mendorong
peningkatan kualitas Kelompok Informasi Masyarakat (KIM); (5) Mendorong
peningkatan jumlah lembaga pemantau media; (6) Meningkatkan pengkajian dalam
rangka pengembangan informasi dan komunikasi; (7) Meningkatkan pengkajian
umpan balik masyarakat mengenai kebijakan publik; (8) Melakukan penyusunan
kebijakan Jarkomsos dengan memanfaatkan teknologi informasi; (9) Membangun
V – 15
kerjasama jaringan kominfo dengan negara sahabat, lembaga internasional dan
lembaga pers asing di Indonesia; (10) Meningkatkan kesadaran, kepedulian dan
kemampuan masyarakat di bidang informasi dan komunikasi; (11) Mengembangkan
fungsi pers / media cetak untuk menjamin kemandirian, kebebasan dan kedewasaan
pers bersama pihak terkait; (12) Menyusun
kebijakan pengembangan sistem
jaringan kominfo di Daerah; (13) Menyusun standar pemanfaatan teknologi Vertical
Blanking Information (VBI) dalam rangka peningkatan aksesibilitas dan kapasitas
jaringan kominfo; (14) Melakukan penyusunan kebijakan pengem bangan SSN
berbasis teknologi Smart-Card; (15) Melakukan penyusunan kebijakan regulasi
jaringan teknologi kominfo (ICT), meliputi: lisensi, tarif, interkoneksi, frekuensi dan
target USO; (16) Mengembangkan pemanfaatan informasi dan komunikasi dalam
rangka meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa; (17) Melaksanakan
penyusunan kerangka kebijakan tentang publikasi nasional dan media tradisional;
(18) Melakukan penyusunan konsep business model pengembangan sistem dan
kelembagaan jaringan kominfo; (19) Menyusun kebijakan bidang SDM komunikasi
dan informasi melalui: pengembangan kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis
(juknis) dalam aspek profesi, standarisasi, pendidikan dan pelatihan serta
pemberdayaan masyarakat; (20) Melakukan penyusunan kebijakan mengenai acara
radio/televisi; (21) Meningkatkan pemberdayaan UKM dalam rangka meningkatkan
daya saing produksi dan pasar; (22) Menyusun sistem informasi Profil daerah dan
laporan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; (23) Sosialisasi Pedoman
Penyusunan profil daerah dan laporan kinerja penyelenggara pemerintah daerah; (24)
Pengembangan sistem informasi BUMD dan pemetaannya (mapping).
4.2
Program Peningkatan Prasarana Penyiaran, Informatika, dan
Media Massa
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Mengembangkan infrastruktur komunikasi dan informasi; (2) Membangun jaringan
komunikasi dan informasi antarpusat, pusat dan daerah, antar daerah serta ke manca
negara untuk memperjuangkan kepentingan nasional; (3) Meningkatkan kualitas
sarana dan prasarana di bidang pers dan media massa dalam menunjang kegiatan
kepresidenan; (4) Membangun infrastruktur intranet, extranet dan internet; (5)
Membangun aplikasi sistem informasi intelijen; (6) Mengembangkan pemanfaatan
jaringan komunikasi sosial di pusat dan daerah dalam rangka peningkatan kualitas
dan pelancaran arus informasi; (7) Pendayagunaan sarana dan prasarana komunikasi
dan informasi melalui peningkatan kualitas SDM komunikasi dan informasi.
4.3
Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Pembangunan
Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1)
Menyediakan informasi dan diseminasi yang tidak terbatas pada program
pembangunan, tetapi juga informasi yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan
masyarakat; (2) Meningkatkan pelayanan informasi internasional; (3) Meningkatkan
program layanan informasi publik kerjasama dengan media penyiaran; (4)
Meningkatkan layanan informasi publik melalui Jaringan Informasi Elektronik
Masyarakat Indonesia (JIEMI); (5) Melakukan kajian sistem dan materi pelayanan
informasi nasional, (6) Menyebarluaskan hasil-hasil kajian; (7) Meningkatkan
kapasitas portal pemerintah pada aspek kelembagaan dan manajemen konten; (8)
Mengembangkan rumusan standar layanan informasi bidang polkam, ekonomi,
kesra dan informasi luar negeri; (9) Mengembangkan sistem pengelolaan informasi
dalam upaya mendorong peningkatan pemanfaatan informasi masyarakat; (10)
Meningkatkan dan mengembangkan kualitas dan kuantitas informa si dan akses
V – 16
layanan informasi di daerah-daerah rawan konflik; (11) Mengembangkan pola
koordinasi dan kerja sama komunitas kominfo dalam rangka peningkatan layanan
informasi (CIO); (12) Meningkatkan pemerataan informasi melalui pemanfaatan
media baru, media cetak, media penyiaran dan media tradisional, dan kelompok
komunikasi sosial; (13) Meningkatkan penyediaan dan fasilitas diseminasi informasi
kebijakan pemerintah; (14) Menyediakan data dan informasi tentang perkembangan
kehidupan masyarakat di desa dan kelurahan melelui Data Profil Desa dan Profil
Kelurahan; (15) Menbangun Bank Data dan Informasi Potensi Masyarakat di
Kabupaten dan Kota; (16) Meningkatkan Penyediaan dan Dimensi Informasi
Kebijakan Nasional; (17) Meningkatkan Pelayanan Informasi dengan menerapkan :
a. Penyediaan Paket Informasi termasuk pengembangan citra positif, b.
Mengembangkan jaringan/LAN; (18) Mengembangkan pemanfaatan informasi dan
komunikasi dalam rangka meningkatkan persatuan dan kesatuan melalui informasi
bagi penciptaan kondisi positif di daerah konflik.
V – 17
Download