BAB V PEMBANGUNAN POLITIK A. UMUM Proses konsolidasi demokrasi Indonesia akan melalui ujian penting dengan pelaksanaan rangkaian Pemilu 2004 yang dimulai pada 5 April 2004 mendatang. Proses demokratisasi selanjutnya akan sangat ditentukan oleh tingkat legitimasi hasil Pemilu 2004. Hasilnya, selain diharapkan makin mencerminkan kedaulatan rakyat, juga diharapkan dapat memperkuat fondasi dan momentum bagi upaya membangun kelembagaan dan tradisi berdemokrasi yang sesungguhnya, sebagai bagian dari upaya besar untuk melepaskan Indonesia dari suasana transisi politik yang seolaholah tidak pernah berakhir selama beberapa dasawarsa terakhir. Beberapa persiapan krusial yang berhubungan dengan penyelenggaraan Pemilu 2004 telah dilakukan secara bertahap sejak pertengahan tahun 2002, yaitu diawali dengan tuntasnya amandemen (I, II, III dan IV) Konstitusi/UUD 1945. UUD 1945 hasil amandemen inilah yang kemudian menjadi landasan bagi ditetapkannya berbagai produk hukum dan perundangan-undangan utama yang menjadi pedoman utama Pemilu 2004. Sebagai landasan konstitusional, produk akhir amandemen UUD 1945 telah mereformasi struktur politik, perangkat hukum dan peraturan perundangundangan, serta susunan dan kedudukan kelembagaan penyelenggaraan negara secara keseluruhan. Keberadaan lembaga negara baru seperti Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menunjukkan telah terjadinya perubahan parlemen Indonesia dari satu kamar (monokameral) menjadi dua kamar (bikameral). Amandemen UUD 1945 juga memerintahkan pelaksanaan sistem pemilihan presiden/wakil presiden secara langsung, untuk menegaskan posisi lembaga kepresidenan dalam sistem pemerintahan presidential yang selama ini dianut secara mendua oleh Indonesia. Hal lain yang penting bagi proses demokratisasi di Indonesia, UUD 1945 hasil amandemen telah memberikan jaminan bagi eksistensi Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Terkait dengan keikutsertaan partai-partai politik dalam pemilu, telah ditetapkan UU No. 31 tahun 2002 tentang Partai Politik pada akhir tahun 2002. Pada bulan Februari tahun 2003 telah pula diselesaikan UU No. 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPRD dan DPD. Diharapkan pembahasan perundang-undangan bidang politik lainnya, yaitu UU Susduk MPR, DPR, DPD dan DPRD, serta UU Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden akan dapat diselesaikan segera dalam semester I tahun 2003. Penyusunan peraturan pelaksanaan undangundang bidang politik tersebut masih merupakan agenda krusial yang harus segera diselesaikan untuk mendukung penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Diharapkan dalam tahun 2003 akan diselesaikan pula pembahasan RUU tentang Lembaga Kepresidenan. Di samping itu, dalam rangka mendukung kualitas proses politik dalam menghadapi pemilu, beberapa program yang akan dilakukan dalam tahun 2003 antara lain adalah meliputi sosialisasi perundang-undangan di bidang politik serta upaya-upaya untuk mendorong timbulnya mekanisme komunikasi politik antara negara dan masyarakat. V–1 Keberhasilan penyelenggaraan Pemilu sangat ditentukan oleh kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga independen penyelenggara pemilu tahun 2004. Perumusan program dan kinerja KPU dalam mempersiapkan penyelenggaraan Pemilu 2004 antara lain sangat ditentukan pula oleh finalisasi revisi peraturan perundang-undangan di bidang politik yang masih tersisa. Selama tahun 2002, KPU antara lain telah melakukan persiapan pendaftaran pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan, persiapan pendaftaran peserta pemilu, pengadaan distribusi logistik Pemilu, penyiapan teknologi informasi untuk pemilu, pendidikan pemilih dan kegiatan informasi tata cara pemilu, evaluasi pemilu, serta melakukan kerjasama luar negeri. Dalam tahun 2003, sebagian besar agenda utama KPU yang akan dilaksanakan adalah antara lain Pendaftaran Pemilih dan Pendataan Penduduk Berkelanjutan (P4B), seleksi anggota KPU daerah, perumusan dan sosialiasi mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden langsung, mekanisme pemilihan umum anggota DPR, DPRD dan DPD, serta persiapan pengawasan pemilu. Dalam konteks budaya politik, selama tahun 2002, bergulirnya proses demokratisasi secara perlahan tapi pasti telah makin membuka wawasan dan menajamkan persepsi mengenai pentingnya nilai-nilai demokrasi dalam mengatur dan mengawasi proses penyelenggaraan negara. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa pemahaman dan penerapan nilai-nilai demokrasi sesungguhnya masih memerlukan proses yang panjang, rumit dan seringkali memerlukan pengorbanan. Secara umum dapat dikatakan, masyarakat tampak makin sensitif terhadap berbagai gejala dan proses politik yang terjadi, serta ingin lebih banyak turut serta dalam proses pengambilan keputusan politik yang langsung berkaitan dengan kepentingan mereka, serta bila diperlukan siap memberikan respon dengan cepat melalui kegiatan demonstrasi dan rapat-rapat umum lainnya untuk menyatakan aspirasinya. Kondisi masyarakat seperti ini dapat dikatakan sebagai sebuah modal awal yang baik bagi demokratisasi. Teladan dan dorongan secara terus menerus untuk menerapkan nilai-nilai demokrasi dari negara, partai-partai politik, organisasi kemasyarakatan, LSM dan Pers merupakan hal yang perlu terus dilakukan bagi peningkatan kualitas keikutsertaan (partisipasi) politik dan internalisasi nilai-nilai demokrasi ke dalam jiwa setiap individu masyarakat Indonesia. Dari berbagai pengalaman demokratisasi di berbagai negara, gelombang ledakan partisipasi politik yang besar pada awal proses demokratisasi, apabila tidak dikelola secara terlembaga dan berkelanjutan, dapat menjadi kontraproduktif bagi konsolidasi demokrasi. Beberapa upaya yang telah dilakukan pada tahun 2002 guna mendukung terlaksananya proses pemahaman budaya politik demokratis antara lain adalah melalui upaya membangun suatu sistem dan mekanisme pendidikan politik bagi masyarakat yang diharapkan makin terlembaga dan berkelanjutan, baik melalui jalur kependidikan, serta akan ditawarkan juga kepada parpol-parpol yang ada untuk diakomodasikan kepada proses pendidikan internal kepartaian masing-masing secara fleksibel. Dalam tahun 2003, sebagian besar program di samping melakukan kegiatan penanaman nilai-nilai budaya demokratis yang langsung ditujukan kepada masyarakat, juga dititikberatkan pada upaya pemantapan pengembangan sistem dan strategi penanaman nilai-nilai budaya demokratis. Pendidikan politik masyarakat dalam takaran yang tepat dapat meningkatkan kualitas kedewasaan berpolitik masyarakat, yang pada gilirannya diharapkan akan menyumbang kesuksesan penyelenggaraan pemilu tahun 2004 secara demokratis, serta menjadi modal penting V–2 bagi proses konsolidasi demokrasi selanjutnya pada masa sesudah pemilu dalam jangka panjang. Guna memelihara stabilitas politik dalam negeri yang aman serta menjaga terus menerus integritas wilayah Republik Indonesia, telah dilakukan berbagai upaya secara terus menerus untuk menindaklanjuti berbagai kesepakatan politik yang sudah dicapai guna meredakan gejolak separatisme dan konflik di berbagai daerah sebagai langkah untuk memecahkan masalah secara optimal. Situasi konflik di beberapa daerah relatif lebih aman namun harus tetap dijaga agar terus menerus tercipta iklim politik yang kondusif. Berbeda dengan situasi keamanan dan ketertiban di beberapa daerah, situasi keamanan di Aceh saat ini memasuki tahapan yang cukup krusial. Prestasi penting yang perlu dicatat dalam tahun 2002 adalah ditandatanganinya Perjanjian Damai pada tanggal 9 Desember 2002. Dalam tujuh (7) bulan pertama sejak perjanjian damai ditandatangani, wilayah Provinsi NAD seharusnya akan memasuki tahap demiliterisasi yang dibagi dalam dua tahap, yaitu 2 bulan pertama untuk membangun rasa saling percaya dan 5 bulan berikutnya adalah tahap peletakan senjata, bersamaan dengan relokasi dan penyesuaian tugas satuan TNI dan Polri. Terdapat 5 agenda untuk menindaklanjuti perjanjian tersebut, yaitu (i) pemeliharaan dan penguatan perdamaian; (ii) bantuan kemanusiaan dan rehabilitasi sosial; (iii) pelaksanaan proses politik yang demokratis; (iv) rekonstruksi ekonomi, dan (v) rekonsiliasi dan society building. Namun perkembangan terbaru menunjukkan bahwa Cessation of Hostilities Agreement (CoHA) yaitu konsep dasar perjanjian penghentian permusuhan telah dilanggar di wilayah Propinsi NAD. Merespon situasi tersebut, beberapa strategi penting telah disusun oleh seluruh jajaran pemerintah pusat dan daerah bersama-sama dengan unsur masyarakat Aceh untuk tetap mempertahankan dan memelihara perdamaian di Propinsi NAD, termasuk penyusunan kebijakan/strategi sebagai respon dibatalkannya pertemuan Joint Council Meeting (JCM) tanggal 25 April 2003 di Genewa-Swiss. Diharapkan situasi yang menyimpang di luar kesepakatan tersebut dapat segera ditanggulangi. Situasi aman dan damai merupakan prasyarat utama untuk terselenggaranya pemilu, khususnya di wilayah Propinsi NAD. Terkait dengan masalah Papua, tantangan terbesar yang dihadapi adalah melaksanakan UU No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua. Hampir sebagian besar pasal-pasal yang tercantum dalam undang-undang tersebut belum dapat dilaksanakan. Masih banyak langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan untuk menjabarkan rumusan undang-undang tersebut dengan tepat. Adanya persepsi yang sama antara pemerintah dan masyarakat Papua tentang penjabaran UU tersebut akan mempercepat pelaksanaan UU tersebut. Untuk menjembatani penjabaran rumusan UU tersebut, telah dikeluarkan Inpres No. 1 tahun 2003 tentang Pemekaran Provinsi Papua yang banyak menimbulkan penafsiran oleh berbagai pihak. Dalam konteks penyelenggaraan hubungan luar negeri, di tengah-tengah dinamika perkembangan situasi politik global/internasional dan proses globalisasi ekonomi dan perdagangan dalam hubungan internasional, pemerintah terus meningkatkan upaya-upaya untuk memelihara dan memantapkan interaksi kerjasama positif Indonesia dengan negara-negara, pada tingkat bilateral, regional dan global/internasional termasuk dengan organisasi-organisasi internasional disamping mengaktifkan jalur diplomasi melalui aktor-aktor non pemerintah (multi-track diplomacy) di berbagai bidang pembangunan termasuk ekonomi, sosial dan politik guna memperjuangkan kepentingan nasional. Diharapkan hubungan luar negeri yang V–3 diselenggarakan Indonesia di berbagai bidang tersebut akan memberikan manfaat menguntungkan bagi kelanjutan proses reformasi yang pada gilirannya akan turut mendukung upaya penciptaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Keberhasilan penyelenggaraan pemilu tahun 2004 juga akan sangat dipengaruhi oleh kehidupan ekonomi, sosial, dan politik yang kondusif dan aman yang dibangun antara lain sebagai hasil dari proses interaksi dengan masyarakat internasional. Selama tahun 2002 berbagai upaya untuk menguatkan politik luar negeri dan diplomasi terus dilakukan, tidak saja yang menyangkut peningkatan kualitas diplomatnya dan peningkatan peranan diplomasi Indonesia dalam berbagai forum internasional, tetapi juga terkait dengan strategi pelaksanaan hubungan luar negeri. Upaya memagari potensi disintegrasi bangsa dari pengaruh luar, mempercepat pemulihan ekonomi melalui dukungan internasional, meningkatkan citra dan perlindungan WNI dan BHI di luar negeri merupakan prioritas kebijakan dalam pengelolaan politik luar negeri yang bebas aktif dimana ASEAN sebagai pilar utamanya (corner stone) yang dilaksanakan selama tahun 2002. Kerjasama dengan negara-negara tetangga khususnya ASEAN di bidang ekonomi, sosial, politik serta pertahanan dan keamanan termasuk penanggulangan kejahatan lintas batas negara serta Hak Asasi Manusia (HAM) juga telah menjadi prioritas utama kerjasama luar negeri Indonesia. Politik luar negeri Indonesia terus memperhatikan urgensi peningkatan interaksi dengan negara-negara kawasan di sebelah Timur Indonesia melalui pengembangan tiga struktur hubungan melalui instrumen Tripartite Consultation (Indonesia, Timor Leste dan Australia), South West Pacific Dialog dan Pacific Island Forum disamping penguatan kerjasama dengan tiga negara di kawasan Asia Timur (China, Jepang dan Korea Selatan) melalui proses ASEAN plus 3. Dengan pembentukan AASROC (Asian-African Sub Regional Organization Conference), diplomasi Indonesia juga terus mengembangkan hubungan dengan negara-negara kawasan Asia Barat dan Afrika disamping menggali potensi hubungan dengan negara-negara Eropa termasuk kawasan baru Eropa Tengah dan Timur. Kebijakan politik luar negeri juga tetap konsisten untuk menggalang posisi negara-negara berkembang guna menanggulangi kesenjangan kemakmuran dan penguasaan teknologi dengan pembentukan mengembangkan hubungan forum GNB, OKI, Kelompok 15 dan Kelompok 77 dan D-8 disamping terus berupaya memperkuat multilateralisme melalui PBB dalam rangka kerjasama pada lingkup global. Dukungan masyarakat internasional terhadap integritas kesatuan wilayah Republik Indonesia di berbagai forum regional (seperti ASEAN, ARF dan PIF), organisasi global PBB serta negara-negara lain secara individual disamping dukungan masyarakat internasional terhadap otonomi khusus sebagai modalitas penyelesaian masalah merupakan salah satu bentuk keberhasilan pelaksanaan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia. Dalam rangka membantu pemulihan perekonomian nasional, diplomasi tidak saja dilakukan secara konvensional melalui berbagai aktifitas promosi berbagai bidang kerjasama ekonomi secara bilateral, pemanfaatan forum regional dan multilateral, melainkan juga diarahkan untuk memaknai kedekatan politik dalam hubungan bilateral dan kerjasama regional dan multilateral menjadi interaksi-interaksi kerjasama produktif di bidang perdagangan, investasi, hutang luar negeri, pariwisata dan tenaga kerja. Keberhasilan mengatasi dampak peristiwa bom Bali tanggal 12 Oktober 2002 disamping berlangsungnya upaya pembentukan kepemerintahan yang baik dalam proses reformasi, penanganan V–4 pelanggaran HAM di Timor Timur melalui proses peradilan dan penegakan hukum akan menjadi modalitas bagi upaya penegakan citra positif Indonesia. Pada tahun 2003, kerjasama luar negeri juga dititikberatkan pada upayaupaya untuk memperkuat kembali aktifitas-aktifitas yang lebih mampu di dalam memanfaatkan peluang dan potensi ekonomi di bidang perdagangan dan investasi. Dengan tetap memanfaatkan potensi-potensi kerjasama dengan kawasan-kawasan lainnya, forum kerjasama regional ASEAN tetap merupakan pilar utama di dalam pengelolaan politik luar negeri yang diharapkan bisa menjamin stabilitas keamanan, damai, bebas dari konflik, menghormati keadilan dan hukum merupakan upaya yang terus dilakukan termasuk dalam rangka menciptakan peluang guna lebih memperkuat kerjasama ekonomi antar negara anggota ASEAN. Situasi kawasan yang kondusif pada gilirannya dapat menjadi faktor pendukung bagi upaya memulihkan kehidupan ekonomi nasional dan melanjutkan proses reformasi di Indonesia. Dalam kaitan itu, arah kebijakan politik luar negeri memandang urgensi penguatan multilateralisme melalui kerangka PBB dalam menciptakan perdamaian dan keamanan dunia disamping melihat peluang perlunya penguatan kerjasama antar sesama anggota negara berkembang dan peningkatan kerjasama keamanan di kawasan-kawasan dalam rangka memanfaatkan potensi dalam perkembangan politik global/ internasional dewasa ini dan ke depan. Dalam konteks kejahatan lintas batas internasional, upaya-upaya untuk mengatasi gangguan kriminal yang potensial berpengaruh terhadap iklim politik di Indonesia terus berlangsung antara lain yang terkait dengan masalah imigran gelap, narkoba, pencurian kekayaan alam, penyelundupan senjata, serta perdagangan anakanak dan wanita. Masalah penanganan terorisme mendapatkan porsi penyelesaian permasalahan yang cukup signifikan selama tahun 2002 dan 2003. Pembentukan mekanisme konsorsium pemberantasan terorisme dalam lingkup ASEAN yang digagas oleh Indonesia disamping berbagai kerjasama bilateral serta kerjasama multilateral melalui kerangka PBB merupakan salah satu upaya politik yang ditempuh untuk menangani permasalahan terorisme internasional. Mekanisme kerjasama bilateral, regional dan multilateral yang ditata sebelumnya melalui proses diplomasi ternyata mendatangkan manfaat yang besar dalam upaya mengatasi dampak tragedi Bali 12 Oktober 2002. Penanganan permasalahan di atas menunjukkan semakin kuatnya keterkaitan antara faktor-faktor internasional dan domestik; interaksi pada lingkungan global mempengaruhi kehidupan nasional dan sebaliknya aktifitas domestik bahkan lokal berpotensi mencapai jangkauan internasional. Keputusan Sidang Mahkamah Internasional 12 Desember 2002 yang menetapkan Malaysia sebagai pemilik Sipadan dan Ligitan berdasarkan pertimbangan azas “effectivitee” merupakan keputusan hukum, yang sekaligus mengakhiri proses diplomasi yang berlangsung sejak tahun 1969 dan berakhir pada tahun 1996. Pendekatan cara-cara damai dalam penyelesaian sengketa yang hanya dapat tercapai dalam kondisi hubungan bilateral yang baik, selain dapat menjadi preseden bagi penyelesaian sengketa kawasan di masa depan sekaligus sebagai pembelanjaran amat berharga untuk lebih memperhatikan pulau-pulau terluar di Indonesia, seperti pulau-pulau Nipah, Miangas, Mapia, Batek, dan Pasir. Dengan demikian, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk melakukan pengamanan dan peningkatan kehadiran Pemerintah RI sebagai bentuk pengejewantahan kedaulatannya terhadap pulau-pulau terluar di perbatasan antar-negara guna V–5 mewujudkan itikad baik sebagai pemilik kedaulatan yang sah, dan meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi penduduk di daerah perbatasan. Terkait dengan permasalahan penyelenggara negara, upaya-upaya reformasi birokrasi terus dilakukan antara lain melalui upaya mewujudkan sistem pengawasan dan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat untuk mengidentifikasi dan mendeteksi sedini mungkin indikasi praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan aparatur negara. Disamping itu, berbagai upaya terus dilakukan antara lain untuk tetap menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam melakukan penataan organisasi dan manajemen pemerintahan di pusat dan daerah yang sesuai dengan analisa jabatan dan beban tugas. Demikian pula upaya untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang berkualitas dan profesional secara terus menerus dilakukan, antara lain melalui perbaikan sistem renumerasi/penggajian PNS, dalam rangka pelaksanaan perbaikan mutu pemberian pelayanan terhadap publik. Di bidang komunikasi dan informasi, agenda-agenda reformasi di bidang komunikasi dan informasi antara lain telah memberikan dampak meningkatnya secara pesat peranan media massa menjadi sarana komunikasi dan penyebaran informasi yang paling efektif. Masyarakat telah semakin memahami dan menyadari hak-haknya untuk memperoleh informasi yang benar dan tepat waktu. Penyedia informasi swasta pun dengan cepat telah merespon dengan menyediakan informasi sesuai kebutuhan. Dalam tahun 2003, upaya-upaya penting yang sedang dilakukan adalah menyeimbangkan dan menetralisir informasi yang tidak akurat dan objektif namun tetap tidak membatasi arus informasi. Hal ini sebagai respon terhadap pengaruh negatif kebebasan informasi yang seringkali membingungkan masyarakat atas suatu informasi yang sangat beragam, baik dari sisi kualitas dan kuantitasnya. Berdasarkan kemajuan yang dicapai selama tahun 2002 dan telah dirumuskannya berbagai rencana program pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan pada tahun 2003, beberapa permasalahan pokok yang masih akan dihadapi dan menjadi prioritas untuk ditangani pada tahun 2004 adalah sebagaimana penjelasan berikut dibawah ini. Permasalahan utama adalah persiapan penyelenggaraan pemilu tahun 2004 mengingat waktu pelaksanaanya yang sudah sangat mendesak. Persiapan teknis serta mekanisme penyelenggaraan Pemilu yang dilakukan serentak di seluruh Indonesia tidak memiliki waktu yang cukup memadai. Permasalahan sosialisasi pemilihan umum secara langsung presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD dan DPRD merupakan salah satu agenda yang sangat penting dan menentukan, yang harus dilakukan sebelum pelaksanaan pemilu bulan April 2004. Agenda penting lainnya adalah upaya memberdayakan kapasitas lembagalembaga penyelenggara negara untuk melaksanakan keputusan-keputusan politik hasil pemilu. Hasil penting reformasi bidang politik yang dicapai era reformasi adalah amandemen UUD 1945 yang telah mengakibatkan perubahan mendasar pada struktur politik, terutama di tingkat nasional, yaitu dengan hadirnya lembagalembaga penyelenggara negara seperti MPR, DPR, DPD, DPRD, Presiden, Mahkamah Agung, Komisi Konstitusi, serta Komisi Yudisial. Dengan demikian, dalam jangka pendek, penataan kelembagaan struktur politik akan merupakan agenda politik yang harus mendapatkan perhatian utama agar mekanisme checks and balances dapat berjalan antara lembaga legislatif, eksekutif dan judikatif. Upaya peningkatan kapasitas lembaga-lembaga tinggi negara tersebut harus segera dilakukan agar segera dapat melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana V–6 diamanatkan dalam amandemen Konstitusi UUD 1945. Bekerjanya mekanisme checks and balances dalam penyelenggaraan negara merupakan salah satu indikator penting berjalannya sistem politik demokratis. Dalam konteks hubungan antara pusat dan daerah, terdapat banyak kendala seperti antara lain ketidaksesuaian antara satu perundang-undangan dengan perundangan lainnya yang terkait dengan masalah otonomi daerah dan desentralisasi. Untuk itu diperlukan penyempurnaan peraturan pelaksanaan otonomi daerah agar mekanisme hubungan kelembagaan pusat dan daerah dapat terlembaga dengan baik. Sekarang ini telah mulai berkembang wacana untuk melakukan revisi terhadap UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah sebagai konsekuensi perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Permasalahan lainnya adalah belum optimalnya mekanisme perwakilan rakyat yang ada dalam mengakomodasi aspirasi dan kepentingan rakyat yang diwakilinya, masih cukup dominannya budaya politik golongan, serta masih lemahnya etika berpolitik dalam kehidupan politik dan kelembagaan. Disamping itu, peranan partai politik, organisasi kemasyarakatan, LSM dan Media Massa masih belum optimal untuk secara bersama-sama memberikan akses dan saluran kepada masyarakat untuk melakukan pendidikan politik yang efektif yang sangat penting terutama dalam rangka pemilu 2004 pada khususnya dan melakukan proses konsolidasi demokrasi pada umumnya. Penanaman budaya politik akan berjalan dengan lebih efektif apabila adanya interaksi yang dinamis antara struktur politik, proses politik dan civil society secara kuat dan demokratis. Ini juga berarti penguatan posisi masyarakat dalam hubungannya dengan negara. Permasalahan lain yang perlu juga mendapatkan perhatian adalah mengantisipasi kemungkinan konflik sosial politik yang sewaktu-waktu pecah kembali, walaupun beberapa konflik vertikal yang terjadi di beberapa daerah telah relatif aman. Kasus Aceh dan Papua dan antisipasi kasus-kasus separatisme di daerah lainnya harus mendapatkan prioritas penuh karena akan masih menjadi sumber gangguan utama terhadap disintegrasi bangsa. Dalam rangka pelaksanaan politik luar negeri, penguatan diplomasi Indonesia terus diarahkan untuk memelihara dan memperkuat lagi dukungan-dukungan berbagai pihak terhadap integritas kesatuan wilayah Republik Indonesia yang telah diperoleh selama ini agar upaya-upaya memagari potensi disintegrasi bangsa dari berbagai kemungkinan yang muncul dari faktor eksternal semakin efektif. Penegakan prinsip-prinsip demokrasi, penanganan isu-isu HAM, imigran gelap, kegiatan perdagangan manusia lintas batas, perdagangan obat-obatan berbahaya dan terlarang, pembajakan dan gangguan terorisme internasional merupakan aspek-aspek yang tetap relevan dengan pelaksanaan politik luar negeri dalam upaya memperkuat kredibilitas pemerintah dan citra Indonesia di mata masyarakat internasional. Sebagai negara yang turut menjadi korban aksi terorisme, konsistensi politik luar negeri Indonesia terhadap isu terorisme akan menjadi tantangan dimana terorisme akan tetap menjadi isu hangat dalam percaturan politik internasional dalam beberapa tahun ke depan. Keberhasilan mengimplementasikan “Declaration on Terrorism” pada KTT ke-8 ASEAN dan MOU ASEAN-US tentang “Joint Declaration for Cooperation to Combat International Terrorism” serta harapan Indonesia agar ASEAN berpartisipasi dalam Agreement on Counter Terrorism menentukan kredibilitas Indonesia sebagai negara korban yang konsisten memerangi terorisme. Diplomasi juga diarahkan agar semakin mampu mendorong upaya-upaya V–7 untuk semakin membuka peluang kerjasama di berbagai bidang khususnya ekonomi sangat membantu untuk menjaga proses pemulihan ekonomi dengan lebih cepat. Selain memanfaatkan ASEAN sebagai pilar utama, upaya membuka peluang kerjasama ekonomi dengan negara-negara potensial termasuk kawasan-kawasan baru potensial lainnya yang saling menguntungkan terus ditingkatkan. Sejalan dengan proses globalisasi ekonomi, diharapkan kerjasama pendekatan-pendekatan pro aktif diplomasi dalam berbagai mekanisme hubungan bilateral, regional dan forum multilateral dapat membantu upaya-upaya pemulihan ekonomi nasional. Terkait dengan penyelenggara negara, dirasakan lambannya pelaksanaan reformasi birokrasi. Gambaran tersebut tercermin dari masih tingginya praktekpraktek penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, baik dilingkungan lembaga eksekutif, lembaga legislatif maupun yudikatif. Demikian pula mengenai permasalahan penataan organisasi dan manajemen pemerintahan yang masih jauh dari harapan dan belum sepenuhnya berdasarkan atas analisa jabatan dan kebutuhan organisasi serta beban tugas. Kecenderungan kelembagaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang semakin tambun. Hal ini ditandai dengan makin membengkaknya struktur organisasi pemerintah di pusat dan daerah yang berimplikasi pada semakin tidak efisien dan lambannya organisasi dan kelembagaan pemerintahan dalam melakukan peningkatan kinerjanya. Rendahnya kinerja pengawasan, kelembagaan dan ketatalaksanaan dalam penyelenggaraan negara perlu untuk segera diatasi karena dapat menimbulkan ketidakpercayaan yang serius terhadap sistem administrasi negara, bahkan dari para penyelenggara negara itu sendiri. Timbulnya ketidakpercayaan ini jika tidak ditanggulangi akan dapat menyebabkan terjadinya disintegrasi sistem administrasi negara kesatuan Indonesia (SANKRI) yang akan berdampak pada disintegrasi nasional yang lebih luas. Permasalahan lain yang timbul adalah belum memadainya pelayanan kepada masyarakat yang sesuai dengan standar pelayanan, yang cepat, tepat, murah dan transparan serta tidak diskriminatif. Di samping itu penggunaan teknologi informasi E-Governmant dalam pemberian pelayanaan di lingkungan pemerintah, baik di pusat maupun di daerah belum sepenuhnya terlaksana. Demikian pula munculnya berbagai pungutan/restribusi yang memberatkan masyarakat, ternyata belum dibarengi dengan peningkatan kualitas pelayanan. Upaya meningkatkan kesejahteraan aparatur pemerintah melalui sistem remunerasi/penggajian PNS berdasarkan analisis jabatan dan standar penilaian kinerja PNS belum terlaksana dengan baik. Meskipun dalam amanat UndangUndang (UU) Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian disebutkan bahwa pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak agar mampu memacu produktivitas dan menjamin kesejahteraannya. Khusus yang terkait dengan permasalahan komunikasi dan informasi, dalam lingkup nasional, permasalahan yang tetap akan dihadapi adalah dampak perkembangan tekonologi komunikasi dan informasi yang telah mendorong perluasan jaringan dan akses informasi dalam lingkup global, yaitu timbulnya daya saing sebagai dampak positif, serta adanya hambatan dan ancaman terhadap tatanan budaya bangsa sebagai dampak negatif. Permasalahan lainnya adalah timbulnya kesimpangsiuran informasi dalam penyampaian kebijakan dan aturan maupun V–8 layanan yang dikeluarkan oleh berbagai instansi pemerintah, kesenjangan kemampuan memproduksi dan mendiseminasi informasi ke berbagai wilayah Indonesia yang mengakibatkan kesenjangan informasi antar wilayah dan penduduk. Disamping itu, kondisi sosial masyarakat yang heterogen, penyebaran penduduk yang tidak merata dan kemampuan akses masyarakat yang rendah, mengakibatkan kuantitas maupun kualitas informasi yang diterima tidak memadai. Permasalahan penting lainnya adalah terkait dengan sistem informasi nasional yang memiliki implikasi yang sangat luas terhadap pemeliharaan integritas bangsa, sehingga harus memperoleh perhatian khusus pula. Hal ini yang harus diberikan perhatian. Saat ini dengan pemberlakukan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan penyampaian informasi yang berskala lokal diberikan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota serta propinsi. Untuk kebijakan berskala nasional dan internasional diperlukan suatu kebijakan terpadu melalui suatu kebijakan komunikasi dan informasi secara nasional. Kebijakan ini pun menjadi suatu katalisasi untuk menjaga kepentingan nasional Indonesia dimanapun termasuk menjaga keutuhan dan integritas wilayah RI. Dukungan sarana dan prasarana, kerjasama diantara stakeholder bidang komunikasi dan informasi, sumber daya yang cukup akan turut menentukan berperannya komunikasi dan informasi dalam pembangunan politik pada umumnya. Menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut di atas, beberapa kebijakan yang perlu ditempuh adalah: (1) menyelesaikan perbaikan dan menyusun perundangundangan di bidang politik untuk mendukung pelaksanaan pemilu 2004, menyusun peraturan pelaksanaan, sekaligus melakukan sosialisasinya; (2) memfasilitasi sarana dan prasarana penyelenggaraan pemilu; (3) mendorong peningkatan budaya dan etika politik demokratis melalui pelembagaan kerjasama antara pemerintah, partai politik, organisasi kemasyarakatan, LSM dan Pers dalam pelaksanaan pendidikan politik masyarakat; serta melakukan sosialisasi pemahaman budaya dan etika politik demokratis secara terpadu; (4) menyelesaikan konflik di berbagai daerah termasuk Aceh dan Papua dengan jalan damai dalam bingkai NKRI; (5) melakukan penataan dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas lembaga-lembaga penyelenggara negara, khususnya lembaga-lembaga penyelenggara negara yang baru produk amandemen UUD 1945; (6) melakukan penyempurnaan peraturan ketatanegaraan yang terkait dengan desentralisasi dan otonomi daerah, serta meningkatkan dan memberdayakan kelembagaan politik di daerah dalam konteks hubungan perimbangan kekuasaan antara pusat dan daerah; (7) mendorong upaya-upaya untuk memperoleh dukungan masyarakat internasional terhadap integritas wilayah dan kesatuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia, membantu pemulihan ekonomi, serta membantu pemulihan citra Indonesia di berbagai kawasan; (8) mendorong peran diplomasi Indonesia dalam merespons isu-isu global yang krusial dari isu perdagangan bebas, globalisasi hingga isu terorisme internasional, HAM, serta isu hubungan bilateral dengan negara-negara tetangga seperti tenaga kerja, imigran gelap, perdagangan obat-obat berbahaya dan terlarang, pencurian ikan, serta isu-isu teritorial dan konflik perbatasan; (9) Mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi, dengan mengintensifkan pemberantasan KKN oleh Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP), baik yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal, dan Badan Pengawasan Daerah (Bawasda), maupun pengawasan eksternal yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta pengawasan masyarakat. Proses pelaksanaan pengawasan dapat berjalan dengan efektif, perlu didukung sarana dan prasarana yang memadai; (10) mempercepat proses peradilan terhadap V–9 aparatur yang diduga melakukan penyalahgunaan kewenangan; (11) memberikan pelayanan publik yang optimal dengan mengikuti standard penilaian pelayanan, yang cepat, tepat, murah dan transparan serta tidak diskriminatif; (12) meningkatkan kompetensi dan profesionalitas aparatur negara yang didukung dengan penyempurnaan kebijakan sistem remunerasi/penggajian PNS yang layak berdasarkan atas kemampuan profesional dan prestasi kerja; (13) melakukan audit kelembagaan pemerintah di pusat dan daerah, yang di dukung sarana dan prasarana pelaksanaan kepemerintahan umum dan pembangunan yang efisien dan efektif; (14) memantapkan fungsi kelembagaan dan mekanisme komunikasi serta arus informasi, peningkatan upaya mendorong masyarakat untuk memenuhi kebutuhan komunikasi dan informasi, penguatan fungsi pelayanan informasi dalam rangka menjamin hak masyarakat untuk mendapatkan informasi dan penyediaan fasilitas infrastruktur pelayanan penyebaran dan pemerataan akses informasi sesuai tuntutan Universal Service Obligation (USO). B. PROGRAM-PROGRAM PEMBANGUNAN Pembangunan bidang politik mencakup 4 sub bidang, yaitu Politik Dalam Negeri, Hubungan Luar Negeri, Penyelenggara Negara, serta Komunikasi, Informasi, dan Media Massa. 1. Politik Dalam Negeri 1.1 Program Perbaikan Struktur Politik Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Melaksanakan sosialisasi UUD 1945 secara utuh sesuai hasil Amandemen I, II, III dan IV; (2) Mempersiapkan materi RUU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Nasional; (3) Mempersiapkan penguatan kelembagaan penyelenggara negara; (4) Menyiapkan bahan/materi program capacity building bagi anggota legislatif daerah hasil Pemilu 2004; (5) Memfasilitasi dan memantau proses pengesahan dan pelantikan anggota legislatif hasil pemilu 2004; (6) Menyusun kebijakan penguatan netralitas PNS dalam kerangka persatuan dan kesatuan nasional; (7) Mempersiapkan naskah akademis RUU tentang Hubungan Wewenang Pusat dan Daerah dalam perspektif memperkuat NKRI; (8) Mempersiapkan finalisasi RPP tentang Hubungan Strata Pemerintahan; (9) Memperkuat hubungan kelembagaan antara pemerintah daerah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota khususnya dalam penyelenggaraan dekonsentrasi dan tugas pembantuan lintas sektoral; (10) Merumuskan kebijakan publik yang dapat mendukung pemantapan pelaksanaan otonomi daerah; (11) Mempersiapkan materi penyempurnaan RUU Keormasan; (12) Melaksanakan sosialisasi pedoman dan petunjuk pelaksanaan pengawasan Partai Politik berdasarkan UU No. 31 tahun 2002; (13) Melaksanakan pengawasan partai politik dalam rangka penyelenggaraan Pemilu 2004. 1.2 Program Peningkatan Kualitas Proses Politik Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Melaksanakan sosialisasi paket perundang-undangan di bidang politik dan peraturan pelaksanaannya; (2) Menyediakan dukungan teknis bagi penyelenggaraan pemilu 2004; (3) Mengembangkan sistem dan mekanisme komunikasi politik antara infra V – 10 struktur dan supra struktur politik; (4) Mendorong persiapan penguatan kelembagaan politik masyarakat sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi politik masyarakat; (5) Melaksanakan pemberian bantuan keuangan bagi partai politik peserta Pemilu 2004; (6) Mempersiapkan dan melakukan dialog politik yang konstruktif untuk membantu penyelesaian masalah Aceh dan Papua, serta beberapa daerah konflik lainnya; (7) Meningkatkan pengkajian dan pengembangan informasi yang terkait dengan peraturan perundangan di bidang politik dan berbagai peraturan perundangan untuk wilayah/daerah konflik. 1.3 Program Pengembangan Budaya Politik Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Mempersiapkan terbentuknya penguatan kerjasama seluruh stakeholder untuk mensukseskan program pendidikan politik, sebagai salah satu upaya pengembangan dan peningkatan budaya politik demokratis, serta memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional; (2) Mendorong pengembangan budaya politik demokratis, serta melaksanakan sosialisasi etika kehidupan berbangsa dan bernegara; (3) Melaksanakan gerakan nasional wawasan kebangsaan; (4) Melaksanakan program ketahanan bangsa dalam kerangka peningkatan kewaspadaan nasional; (5) Melaksanakan program pemantapan pembauran bangsa dan keharmonisan relasi sosial antar etnis; (6) Menyusun pedoman tata cara penelitian/penilaian tidak terlibat G 30 S PKI dan organisasi terlarang lainnya bagi calon anggota legislatif. 2. Hubungan Luar Negeri 2.1 Program Penguatan Politik Luar Negeri dan Diplomasi Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Memantapkan mekanisme koordinasi dan konsultasi penyelenggaraan hubungan luar negeri; (2) Menyediakan dan memperbaiki sarana dan prasarana fisik bagi pelaksanaan politik luar negeri dan penyelenggaraan hubungan luar negeri; (3) Meningkatkan kapasitas diplomasi dalam rangka tetap terpeliharanya keutuhan integritas wilayah NKRI; (4) Meningkatkan kualitas kebijakan hubungan luar negeri; (5) Menyusun dan meningkatkan mutu bahan-bahan informasi untuk dipublikasikan dalam rangka pemulihan dan promosi citra Indonesia di luar negeri; (6) Meningkatkan peran serta masyarakat di dalam negeri, komunitas asing dan masyarakat Indonesia di luar negeri dalam mendukung upaya diplomasi dan upaya pemulihan ekonomi dan promosi citra Indonesia; (7) Meningkatkan perlindungan dan bantuan hukum bagi Warga Negara Indonesia (WNI) dan Badan Hukum Indonesia (BHI) di luar negeri; (8) Meningkatkan upaya-upaya pemahaman tentang keamanan diplomatik. 2.2 Program Peningkatan Kerjasama Ekonomi Luar Negeri Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Menggalang kemitraan internasional dalam rangka implementasi hasil-hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan di tingkat nasional; (2) Meningkatkan kerjasama Selatan-Selatan, sesuai dengan Buenos Aires Plan of Action (1978) dan memantapkan kerjasama “Colombo Plan” yang menekankan pentingnya program Kerjasama Teknik Negara Berkembang (KTNB); (3) Melakukan langkah strategis guna mewujudkan pembagian keuntungan yang asli (fair and equitable benefit sharing) dalam kerangka konvensi Keanekaragaman Hayati melalui kerjasama “likeminded megadiverse countries”; (4) Mendorong peningkatan representasi Indonesia V – 11 pada badan-badan internasional; (5) Meningkatkan kerjasama perdagangan internasional dalam kerangka Organisasi Perdagangan Dunia (OPD) di bidang investasi dan jasa; (6) Meningkatkan Kerjasama Perdagangan dan Pembangunan Internasional dengan Badan-badan PBB; (7) Meningkatkan peranan kerjasama internasional bagi pengembangan ekspor komoditi kopi; (8) Meningkatkan upayaupaya dalam rangka Penanaman Modal Asing (PMA) melalui kerjasama internasional; (9) Meningkatkan arus pariwisata internasional ke Indonesia dan mengembangkan pasar tenaga kerja Indonesia di luar negeri; (10) Meningkatkan pemanfaatan Jaringan Center for Development of Small and Medium Enterprises (CD SME’s) sebagai Realisasi Proyek Kerjasama dengan anggota Kelompok 15 Dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan; (11) Melaksanakan upaya-upaya untuk mendukung peningkatan kerjasama dalam bidang perdagangan internasional. 2.3 Program Perluasan Perjanjian Ekstradisi Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Menyusun bahan masukan dalam penyusunan RUU tentang penyempurnaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi; (2) Menetapkan prioritas untuk membuat, melanjutkan dan merevisi perjanjian ekstradisi dengan negara sahabat. 2.4 Program Peningkatan Kerjasama Bilateral, Regional, dan Global/ Multilateral Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Mempersiapkan ratifikasi berbagai konvensi PBB; (2) Memantapkan mekanisme pengiriman pasukan pemeliharaan perdamaian Indonesia dalam operasi-operasi pemeliharaan perdamaian PBB; (3) Meningkatkan kerjasama bilateral, regional khususnya negara-negara ASEAN, dan global di bidang penanggulangan kejahatan lintas batas negara, termasuk pemberantasan terorisme; (4) Meningkatkan kerjasama di bidang pemajuan dan perlindungan HAM dengan United Nations Treaty Body, mekanisme konvensional dan ekstra konvensional HAM PBB serta penanganan masalah-masalah kemanusiaan dan sosial budaya dalam forum PBB dan regional lainnya; (5) Melanjutkan upaya-upaya dalam rangka menentukan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan Batas Maritim Indonesia; (6) Melanjutkan penyelesaian masalah-masalah residual Timor Leste dan masalah perbatasan yang masih ada dengan negara-negara tetangga, baik darat maupun maritim; (7) Melanjutkan usaha-usaha pengkajian dan penyelesaian secara damai penanganan masalah-masalah perbatasan internasional Indonesia; (8) Mengembangkan kerjasama keamanan negara-negara ASEAN, Asia Pasifik dalam rangka memelihara stabilitas keamanan regional yang damai, bebas, netral dan bebas senjata nuklir; (9) Meningkatkan koordinasi nasional di bidang pemajuan dan perlindungan HAM dalam mendukung perumusan kebijakan politik luar negeri di bidang HAM; (10) Melaksanakan forum dialog, lokakarya dan pengkajian dalam rangka penyusunan bahan untuk menentukan kebijakan polugri, baik yang menyangkut masalah-masalah nasional, regional maupun internasional; (11) Meningkatkan hubungan dan kerjasama dengan negara sahabat di kawasan Asia Pasifik, Afrika, Timur Tengah, Amerika dan Eropa; (12) Memanfaatkan kerjasama intra kawasan dalam kerangka Uni Eropa-Indonesia, ASEM, ASEAN, ACD dan FEALAC di bidang politik, ekonomi, pembangunan, perdagangan dan sosial budaya; (13) Menyediakan bahanbahan kajian yang akan digunakan dalam kaitannya dengan ratifikasi konvensikonvensi berbagai hukum internasional; (14) Meningkatkan kerjasama politik, sosial dan keamanan dalam lingkup organisasi internasional antar pemerintah Non PBB V – 12 dan Organisasi Internasional Non Pemerintah; (15) Merumuskan langkah-langkah implementasi hukum di tingkat nasional dalam rangka memenuhi kewajiban Indonesia berdasarkan perjanjian internasional di bidang politik dan keamanan; (16) Memanfaatkan peluang dan potensi negara-negara akreditasi untuk kepentingan Indonesia di berbagai bidang; (17) Melaksanakan pertukaran informasi dan intelijen secara bilateral dan multilateral; (18) Meningkatkan kerjasama dengan organisasiorganisasi internasional seperti Organization for Migration (IOM), International Committee of the Red Cross and Red Crescent (ICRC), dan International Federation of the Red Cross and the the Red Crescent (IFRC) dalam penanganan bidang keimigrasian dan bantuan keimigrasian dan bantuan kemanusiaan untuk kepentingan nasional. 3. Penyelenggara Negara 3.1 Program Pengawasan Aparatur Negara Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Melakukan sosialisasi, implementasi dan pemantauan kebijakan, dan tindak lanjut pengawasan; (2) Melakukan peningkatan kapasitas pengawasan dan pemeriksaan yang meliputi finasial audit (termasuk risk based audit), Electronic Data Processing (EDP) audit, Performance Audit Techniques (PAT), dan Policy Evaluation (PE), dan Investigasi Audit; (3) Meningkatkan dan mengembangkan pelaksanaan pemeriksaan, pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara, antara lain meliputi APBN, APBD, BUMN BUMD, asset negara, dan daerah, termasuk penerimaan dan pengeluaran negara lainnya, pengelolaan hutang negara, dan pemberantasan korupsi dengan melakukan pendeteksian, investigasi dan pemrosesan kasus korupsi secara hukum; (4) Melakukan evaluasi tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP); serta mengembangkan materi dan sosialisasi penerapan SAKIP dan LAKIP di instansi pemerintah pusat dan daerah; (5) Melakukan modernisasi SAKIP secara elektronik, melalui penerapan teknologi informasi Enterprise Resource Planning; (6) Melakukan sosialisasi dan implementasi standar audit dan kode etik auditor internal pemerintah; (7) Meningkatkan kerja sama antara Aparatur Pengawasan Instansi Pemerintah (APIP) dengan Kepolisian dan Kejaksaan dalam penanganan kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) dan non TPK; (8) Meningkatkan, mengembangkan dan mengadakan sosialisasi sistem informasi dengan paradigma baru pengawasan terhadap penuntasan kasus TPK dan non TPK; (9) Mengembangkan sistem pengawasan dan pengendalian kepegawaian nasional, sesuai dengan peraturan perundang-undangan kepegawaian; (10) Meningkatkan pengawasan terhadap efektivitas dan efesiensi penerimaan, pengeluaran, dan hutang negara, baik di pusat dan daerah dalam menunjang kelancaran pembangunan; (11) Melakukan pemantauan penyelesaian tindak lanjut hasil pemeriksaan oleh APIP; (12) Melaksanakan UU No. 28 tahun 1999 tentang penyelenggara Negara yang bersih dari KKN secara konsisten di lingkungan peradilan; (13) Melakukan kajian sistem pengelolaan, pelaporan dan pertanggungjawaban anggaran pemerintah daerah; (14) Melakukan pengawasan, pengendalian dan pemanfaatan tenaga nuklir; dan (15) Meningkatkan sarana dan prasarana pengawasan. 3.2 Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Melakukan penataan (pembentukan baru, penghapusan, dan penggabungan, serta V – 13 evaluasi) struktur dan desain kelembagaan dan manajemen pemerintahan di pusat dan daerah, termasuk pembentukan perwakilan baru BPK-RI di daerah berdasarkan analisa jabatan dan beban tugas yang berbasis kinerja, sesuai dengan peraturan perundang-undangan; (2) Menyusun draft dan sosialisasi peraturan perundangundangan Kementrian Negara, dan Undang-undang tentang Etika Aparatur Negara; (3) Melakukan kajian kerjasama antar daerah dalam memperkokoh NKRI; (4) Mendorong kerjasama yang bermanfaat antara pemerintah daerah dengan organisasi internasional; (5) Melakukan penyusunan pedoman teknis aplikasi prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dalam manajemen pemerintahan, dengan melakukan identifikasi, penetapan, dan sosialisasi fungsi-fungsi yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah; (6) Melanjutkan Pendataan Ulang Pegawai Negeri Sipil (PUPNS); (7) Melakukan penyusunan konsep RUU tentang perubahan UU Nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil, dan penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang kepegawaian lainnya; (8) Melakukan kajian dan analisis mengenai arah kebijakan, peraturan perundang-undangan, dan desain kelembagaan APIP; (9) Mengembangkan percontohan penerapan budaya kerja aparatur negara di pusat dan daerah; dan (10) Melakukan pengembangan sistem kearsipan nasional dengan penataan pedoman dan standar kearsipan nasional yang meliputi: (a) pengembangan sistem informasi kearsipan, (b) sistem jaringan informasi kearsipan nasional (SJIKN), (c) menfasilitasi pembentukan kelembagaan kearsipan dan pengembangan sentra-sentra pengelolaan arsip nasional; (11) Melakukan kajian kelembagaan, kebijakan dan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan; (12) Melakukan penyusunan pedoman tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi di lembaga Kepresidenan; (13) Melakukan kajian mengenai penerapan sistem pengukuran kinerja dan prinsip-prinsip Good Governance di lingkungan organisasi pemerintah dan BUMN,BUMD; (14) Melakukan akuisisi, preservasi serta reproduksi khasanah arsip nasional; (15) Sosialisasi dan implementasi PP Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah; (16) Melakukan konsolidasi peran masyarakat jasa konstruksi dalam penyelenggaraan fungsi pengembangan jasa konstruksi; dan (17) Meningkatkan sarana dan prasana kelembagaan dan ketatalaksanaan. 3.3 Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Melakukan uji materiil terhadap RUU pelayanan publik; (2) Meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam pengawasan, perumusan kebijakan publik dan penyelenggaraan pelayanan publik; (3) Melakukan kajian dan sosialisasi kebijakan pemanfaatan teknologi informasi, termasuk pengembangan standar pengelola E-Governance; (4) Memberikan penilaian dan penghargaan terhadap unit pelayanan dalam memberikan pelayanan publik sesuai dengan pedoman SOP; (5) Melakukan penyajian hasil pemeriksaan semesteran; (6) Melakukan kajian mengenai; (a) tindak lanjut penyelesaian pengaduan masyarakat atas penyelenggaraan pelayanan publik, (b) Kebijakan investasi dalam rangka meningkatkan perekonomian nasional, (c) perbaikan pelayanan publik pada unit pelayanan di kabupaten/kota, (d) perencanaan pembangunan terhadap isu strategis yang bersifat lintas sektoral, wilayah dan daerah, (e) kebijakan pemerintah di bidang polkam dalam rangka memperkokoh NKRI, (f) kebijakan pemerintah tentang Good Governance; (7) Melakukan penyempurnaan, standarisasi dan pemutakhiran data dan formulir PNS; (8) Melakukan peningkatan kualitas rencana pembangunan nasional; V – 14 (9) Meningkatkan koordinasi informasi penyebaran dan penyerasian perencanaan pembangunan nasional; (10) Melakukan penyusunan panduan pemenuhan standar ISO untuk sektor publik; (11) Mengembangkan unit pelayanan survey dan pemetaan terpadu; dan (12) Peningkatkan sarana dan prasarana aparatur negara. 3.4 Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Melakukan penyusunan norma, standar dan prosedur manajemen kepegawawian yang berorientasi pada kinerja, yang meliputi; inventarisasi, klasifikasi, evaluasi jabatan dan standar kompetensi jabatan, pedoman menyusunan formasi, rekruitmen, penyusunan pola karier, dan pemberhentian pegawai; (2) Melakukan sosialisasi PP etika dan disiplin PNS; (3) Melakukan penyusunan rancangan peraturan perundangundangan mengenai gaji, tabungan perumahan, dana pensiun, dan netralitas PNS, serta pengangkatan pegawai tidak tetap; (4) Melakukan diklat gelar, non gelar, kepemimpinan dan fungsional serta diklat teknis keterampilan dalam rangka meningkatkan kompetensi SDM apatur; (5) Melakukan kajian penyusunan, pedoman, sistem, kurikulum/silabus dan penilaian diklat aparatur dalam upaya meningkatkan kompetensi aparatur; (6) Pengembangan pedoman seleksi, penentuan angka kredit, bahan diklat dan sistem informasi bagi jabatan fungsional antara lain: widyaiswara, peneliti, auditor, arsiparis, perencana dan sebagainya; 7) Pelaksanaan dan sosialisasi penyusunan kebutuhan PNS sesuai dengan kebutuhan organisasi dan analisis jabatan di instansi pusat dan daerah; (8) Melakukan pembentukan “Assessment Centre” dalam mekanisme seleksi pegawai untuk diangkat dalam jabatan struktural dan fungsional; (9) Melakukan pengembangan kompetensi pejabat fungsional termasuk Widyaiswara ; (10) Melakukan penelitian, dan kajian yang meliputi: (a) implementasi UU No. 43/1999, dan keterkaitan dengan UU No. 22/1999, (b) dilema dan pengaruh pembinaan PNS di era otonomi daerah, (c) Sistem penggajian dan pembantu khusus dan pegawai tidak tetap (PTT), (d) Penyempurnaan PP No. 24 tahun 1976 tentang Cuti PNS, (e) Tunjangan kemahalan bagi PNS yang bekerja di daerah terpencil; (11) On Job Training (OJT) fisika teknologi dan keselamatan reaktor Triga Mark II; (12) Melakukan persiapan peraturan perundangundangan yang meliputi: (a) RUU tentang Kepegawaian, (b) RPP tentang Pegawai Tidak Tetap, (c) RPP tentang Gaji, (d) RPP Kesejahteraan dan hak PNS lain, (e) RPP tentang Pensiun dan (f) Keppres tentang Tunjangan Kemahalan; dan (13) Meningkatkan sarana dan prasarana untuk mendukung pelaksanaan diklat aparatur negara. 4. Komunikasi, Informasi, dan Media Massa 4.1 Program Pengembangan Informasi, Komunikasi, dan Media Massa Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Penyediaan dan penyebaran informasi mengenai prinsip-prinsip transparansi, kebebasan memperoleh informasi dan peranan media massa; (2) Penyiapan perangkat pelaksanaan UU Transparansi dan Kebebasan Memperoleh Informasi dan UU Penyiaran; (3) mendorong terbentuknya media komunitas; (4) Mendorong peningkatan kualitas Kelompok Informasi Masyarakat (KIM); (5) Mendorong peningkatan jumlah lembaga pemantau media; (6) Meningkatkan pengkajian dalam rangka pengembangan informasi dan komunikasi; (7) Meningkatkan pengkajian umpan balik masyarakat mengenai kebijakan publik; (8) Melakukan penyusunan kebijakan Jarkomsos dengan memanfaatkan teknologi informasi; (9) Membangun V – 15 kerjasama jaringan kominfo dengan negara sahabat, lembaga internasional dan lembaga pers asing di Indonesia; (10) Meningkatkan kesadaran, kepedulian dan kemampuan masyarakat di bidang informasi dan komunikasi; (11) Mengembangkan fungsi pers / media cetak untuk menjamin kemandirian, kebebasan dan kedewasaan pers bersama pihak terkait; (12) Menyusun kebijakan pengembangan sistem jaringan kominfo di Daerah; (13) Menyusun standar pemanfaatan teknologi Vertical Blanking Information (VBI) dalam rangka peningkatan aksesibilitas dan kapasitas jaringan kominfo; (14) Melakukan penyusunan kebijakan pengem bangan SSN berbasis teknologi Smart-Card; (15) Melakukan penyusunan kebijakan regulasi jaringan teknologi kominfo (ICT), meliputi: lisensi, tarif, interkoneksi, frekuensi dan target USO; (16) Mengembangkan pemanfaatan informasi dan komunikasi dalam rangka meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa; (17) Melaksanakan penyusunan kerangka kebijakan tentang publikasi nasional dan media tradisional; (18) Melakukan penyusunan konsep business model pengembangan sistem dan kelembagaan jaringan kominfo; (19) Menyusun kebijakan bidang SDM komunikasi dan informasi melalui: pengembangan kebijakan, pedoman dan petunjuk teknis (juknis) dalam aspek profesi, standarisasi, pendidikan dan pelatihan serta pemberdayaan masyarakat; (20) Melakukan penyusunan kebijakan mengenai acara radio/televisi; (21) Meningkatkan pemberdayaan UKM dalam rangka meningkatkan daya saing produksi dan pasar; (22) Menyusun sistem informasi Profil daerah dan laporan Kinerja Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; (23) Sosialisasi Pedoman Penyusunan profil daerah dan laporan kinerja penyelenggara pemerintah daerah; (24) Pengembangan sistem informasi BUMD dan pemetaannya (mapping). 4.2 Program Peningkatan Prasarana Penyiaran, Informatika, dan Media Massa Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Mengembangkan infrastruktur komunikasi dan informasi; (2) Membangun jaringan komunikasi dan informasi antarpusat, pusat dan daerah, antar daerah serta ke manca negara untuk memperjuangkan kepentingan nasional; (3) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana di bidang pers dan media massa dalam menunjang kegiatan kepresidenan; (4) Membangun infrastruktur intranet, extranet dan internet; (5) Membangun aplikasi sistem informasi intelijen; (6) Mengembangkan pemanfaatan jaringan komunikasi sosial di pusat dan daerah dalam rangka peningkatan kualitas dan pelancaran arus informasi; (7) Pendayagunaan sarana dan prasarana komunikasi dan informasi melalui peningkatan kualitas SDM komunikasi dan informasi. 4.3 Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Informasi Pembangunan Kegiatan pokok program ini pada tahun anggaran 2004 adalah: (1) Menyediakan informasi dan diseminasi yang tidak terbatas pada program pembangunan, tetapi juga informasi yang dikembangkan berdasarkan kebutuhan masyarakat; (2) Meningkatkan pelayanan informasi internasional; (3) Meningkatkan program layanan informasi publik kerjasama dengan media penyiaran; (4) Meningkatkan layanan informasi publik melalui Jaringan Informasi Elektronik Masyarakat Indonesia (JIEMI); (5) Melakukan kajian sistem dan materi pelayanan informasi nasional, (6) Menyebarluaskan hasil-hasil kajian; (7) Meningkatkan kapasitas portal pemerintah pada aspek kelembagaan dan manajemen konten; (8) Mengembangkan rumusan standar layanan informasi bidang polkam, ekonomi, kesra dan informasi luar negeri; (9) Mengembangkan sistem pengelolaan informasi dalam upaya mendorong peningkatan pemanfaatan informasi masyarakat; (10) Meningkatkan dan mengembangkan kualitas dan kuantitas informa si dan akses V – 16 layanan informasi di daerah-daerah rawan konflik; (11) Mengembangkan pola koordinasi dan kerja sama komunitas kominfo dalam rangka peningkatan layanan informasi (CIO); (12) Meningkatkan pemerataan informasi melalui pemanfaatan media baru, media cetak, media penyiaran dan media tradisional, dan kelompok komunikasi sosial; (13) Meningkatkan penyediaan dan fasilitas diseminasi informasi kebijakan pemerintah; (14) Menyediakan data dan informasi tentang perkembangan kehidupan masyarakat di desa dan kelurahan melelui Data Profil Desa dan Profil Kelurahan; (15) Menbangun Bank Data dan Informasi Potensi Masyarakat di Kabupaten dan Kota; (16) Meningkatkan Penyediaan dan Dimensi Informasi Kebijakan Nasional; (17) Meningkatkan Pelayanan Informasi dengan menerapkan : a. Penyediaan Paket Informasi termasuk pengembangan citra positif, b. Mengembangkan jaringan/LAN; (18) Mengembangkan pemanfaatan informasi dan komunikasi dalam rangka meningkatkan persatuan dan kesatuan melalui informasi bagi penciptaan kondisi positif di daerah konflik. V – 17