Hanya Bulog yang Boleh Ekspor

advertisement
Hanya Bulog yang Boleh Ekspor
Kebutuhan Beras Nasional Dipenuhi dari Dalam Negeri
Rabu, 16 April 2008 | 01:42 WIB
Jakarta, Kompas - Pemerintah optimistis kebutuhan beras tahun ini dapat dipenuhi seluruhnya dari dalam
negeri. Meski demikian, pemerintah hanya mengizinkan ekspor bila stok yang ada di Perum Bulog telah
mencapai 3 juta ton, harga beras di dalam negeri relatif rendah, dan ekspor hanya dilakukan oleh Bulog.
Untuk mengatur impor-ekspor beras, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu menerbitkan Peraturan
Menteri Perda- gangan (Permendag) Nomor 12/M-DAG/PER/4/2008 tentang Ketentuan Impor dan
Ekspor Beras, Selasa (15/4).
”Pada dasarnya ekspor hanya dapat dilakukan jika terjadi surplus persediaan beras di dalam negeri.
Indikator terjadinya surplus atau defisit akan tercermin pada harga beras di pasar dalam negeri dan
keadaan stok di Bulog,” ujar Mari di Jakarta.
Mari membantah surat keputusan itu mengindikasikan pemerintah membuka lebar peluang ekspor beras.
Meski diakui tahun ini diprediksi terjadi peningkatan produksi beras sehingga kebutuhan nasional dapat
dipenuhi dari dalam negeri, tanpa perlu impor, bukan berarti peluang ekspor dibuka lebar.
Pemerintah menargetkan stok beras di Bulog tahun ini meningkat. ”Sebelumnya ada kajian Institut
Pertanian Bogor bahwa stok Bulog masuk kategori aman pada kisaran 750.000 hingga 1,25 juta ton.
Universitas Gadjah Mada memperhitungkan stok Bulog aman pada kisaran 1-1,25 juta ton. Pemerintah
menargetkan stok lebih tinggi dari itu, 1,5-2 juta ton,” kata Mari.
Namun, kegiatan ekspor beras hanya dapat dilakukan jika stok Bulog sudah melampaui 3 juta ton.
Sebaliknya, jika stok beras Bulog kurang dari 1 juta ton, Bulog diizinkan mengimpor.
Namun, batasan minimal dan maksimal stok itu tak dinyatakan dalam Permendag No 12/2008. Menurut
Mari, batasan itu disepakati dalam Tim Koordinasi Stabilisasi Pangan Pokok yang dibentuk Menko
Perekonomian. ”Tiga juta ton itu, kan, angka yang dinamis. Apakah itu angka aman atau tidak, akan
selalu dievaluasi dan dikaji,” ujar Mari.
Guru besar ekonomi pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin, mengingatkan agar verifikasi stok
beras 3 juta ton itu terbuka. ”Dan pemerintah tidak perlu takut dengan siapa pun yang melakukan
pressure untuk ekspor beras,” katanya dari Brussels, Belgia.
Permendag No 12/2008 menyebutkan, kegiatan ekspor maupun impor beras harus dengan persetujuan
Menteri Perdagangan. Ekspor semua jenis beras, kecuali beras ketan, hanya dapat dilakukan oleh Bulog.
Impor beras untuk stabilisasi harga, penanggulangan keadaan darurat, masyarakat miskin, dan
kerawanan pangan juga hanya dapat dilakukan oleh Bulog. Untuk beras terkait konsumsi segmen
tertentu dilakukan importir umum yang memenuhi perizinan.
Disparitas harga
Mari meyakini, tingginya harga beras di pasar internasional belum cukup mendorong terjadinya ekspor
ilegal. Harga beras di pasar internasional saat ini 700 dollar AS per ton atau sekitar Rp 7.000 per kg.
Departemen Perdagangan mencatat, harga rata-rata nasional beras kualitas medium pada 14 April
sebesar Rp 5.304 per kg.
”Disparitas harga 10-15 persen belum cukup besar untuk sampai diselundupkan, apalagi melalui
perbatasan dengan Malaysia dan Singapura. Harga di sana tidak jauh berbeda. Tetapi, perbatasan
dengan Filipina di Sulawesi lebih rawan karena Filipina perlu mengimpor beras,” katanya.
Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar mengatakan, kecil kemungkinan mengekspor beras
tahun ini. ”Aneh, dong, kalau kita tahun 2007 masih impor 1,3 juta ton dari yang diizinkan pemerintah
sebanyak 1,5 juta ton, masak tahun ini sudah bisa langsung ekspor beras,” katanya.
Bulog akan melihat lebih dahulu perolehan stok sampai akhir 2008. Pemerintah menargetkan stok beras
nasional 2,4 juta-3 juta ton. Tahun 2007 target stok beras 1,5 juta ton dan dikoreksi menjadi 1,8 juta ton.
Dijelaskan, jika tahun 2009 bisa surplus melebihi 3 juta ton, hal itu berarti Indonesia baru mencapai
swasembada pangan. Kemungkinan paling aman untuk ekspor baru bisa dilakukan 2010.
Menanggapi sinyalemen bahwa Bulog punya peluang melakukan reekspor beras yang telah diimpornya
tahun lalu, Mustafa menegaskan,” Saya tidak akan mengeluarkan perintah reekspor terhadap barangbarang yang sudah menjadi milik Bulog dan masuk di gudang Bulog.”
Khawatir harga melonjak
Wakil Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan Kabupaten Karawang Ijam Sujana mengharapkan stok beras
dalam negeri diperkuat sebelum mengekspor. Ijam khawatir, saat gabah petani telah habis terjual, harga
beras di dalam negeri melonjak karena dorongan ekspor.
”Jangan sampai setelah ekspor kita justru impor beras,” ujar Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan, dan
Perkebunan Kabupaten Karawang Didy Sarbini HS.
Saat ini Perum Bulog Subdivre Cirebon telah menyerap lebih dari 25 persen gabah petani. Menurut
Kepala Subdivre Bulog Cirebon Slamet Subagyo, stok beras Bulog cukup untuk kebutuhan empat bulan
ke depan.
Meski telah menyerap 36.722 ton gabah kering panen (GKP) petani, Kepala Subdivre Bulog Indramayu
Surasno khawatir Bulog akan sulit menyerap lebih banyak karena harga gabah dan beras di pasar lebih
tinggi dari harga pembelian pemerintah (HPP). Harga GKP kini Rp 2.150-Rp 2.400 per kg dan harga
beras Rp 4.300-Rp 4.400 per kg. Adapun HPP GKP Rp 2.000 per kg dan beras Rp 4.000 per kg.
Hamdan (27), petani di Desa Playangan, Kecamatan Gebang, Kabupaten Cirebon, menyatakan, ”Harga
kini lebih menguntungkan dibandingkan tahun lalu.”
Peningkatan produksi beras juga terjadi di Sulawesi Selatan. Tahun 2008 ditargetkan 4,042 juta ton.
Tahun 2006 produksi beras Sulsel 3,365 juta ton dan 2007 menjadi 3,675 juta ton. (DAY/OSA/ELY/MKN/
THT/ANG/NIK)
Download