BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia sangat bervariasi baik dari segi bentuk, tampilan dan kebiasaan. Indonesia kaya akan flora dan fauna terutama satwa liar. Binatang ini banyak sekali manfaatnya bagi manusia, antara lain pemencar biji buah-buahan, penyerbuk bunga tumbuhan bernilai ekonomi, pengendali hama serangga di daerah pertanian, penghasil pupuk guano dan tambang fosfat di gua-gua, serta sebagai obyek ekowisata (Suyanto, 2001). Sebagian besar potensi tersebut dimanfaatkan masyarakat demi kepentingan sendiri, tanpa memperhatikan tingkat keberadaan dan populasi lowo yang ada di daerahnya. Lowo (Myotis sp.) memiliki rambut punggung berwarna kehitaman, bagian perut warna pangkal hitam dengan ujung coklat oker, serta memiliki cuping telinga yang panjang dan ramping berukuran sekurang-kurangnya 3 kali lebarnya. Lowo merupakan hewan nokturnal yang memakan serangga. Hewan ini sering dijumpai di kebun pisang dalam gulungan daun pisang muda, goa-goa dan lubang-lubang batu (Suyanto, 2002). Duodenum merupakan usus halus dengan bentukan seperti lengkungan huruf U yang berjalan dari springter pilorika lambung sebagai penghubung sampai 1 2 ke jejunum dan diantara lengkungan huruf U tersebut terdapat pankreas (Aspinall, 2005). Vili duodenum tampak lebar, tinggi dan banyak. Terdapat sedikit sel goblet diantara epitel. Kelenjar duodenalis (kelenjar Brunner) menempati sebagian besar submukosa di duodenum bagian apeks dan merupakan ciri khas duodenum mamalia. Duktus kelenjar duodenalis menembus lamina muskularis mukosae duodenum dan masuk ke dasar kelenjar intestinalis, kemudian bermuara pada basis vili (Bacha dan Bacha, 1990; Eroschenko, 2010). Bagian sekresi kelenjar duodenalis adalah tubuli bergelung membentuk lobuli kecil. Sekret kelenjar duodenalis adalah cairan bening, kental dan jelas alkali (pH 8,2 sampai 9,3). Fungsi utamanya adalah melindungi tunika mukosa duodenum terhadap efek berpotensi merusak dari getah lambung bersifat asam kuat, yang secara periodik dilepaskan melalui sfingter pilorii (Fawcett, 2002). Penelitian anatomi tentang hewan ini belum banyak dilakukan. Struktur histologi duodenum hewan ini juga belum diketahui. Keterbatasan penelitian tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang struktur histologi duodenum lowo. Penelitian dilakukan dengan mewarnai jaringan duodenum dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) dan pewarnaan Alcian Blue pH 2,5 Periodic Acid Schiff (AB pH 2,5-PAS). Pewarnaan HE dapat menggambarkan struktur jaringan secara umum dan pewarnaan dengan menggunakan AB pH 2,5PAS ini dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian lanjutan dengan teknik lectin-histokimia. Hasil penelitian tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai data primer histologi duodenum lowo untuk penelitian selanjutnya. 3 B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur histologi duodenum lowo dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) dan untuk melihat distribusi mukopolisakarida asam dan netral pada sel-sel tunika mukosa dan tunika subukosa duodenum melalui pengecatan Alcian Blue pH 2,5 Periodic Acid Schiff. C. Manfaat Penelitian Penelitian memberikan pengetahuan tentang gambaran histologi normal duodenum lowo dan diharapkan memberikan suatu informasi mengenai distribusi mukopolisakarida asam dan netral pada sel-sel tunika mukosa dan tunika submukosa duodenum lowo. Selain itu penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai lowo di bidang veteriner.