BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi dan Tujuan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Definisi dan Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Secara filosofis Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu pemikiran dan upaya
untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada
khususnya dan manusia pada umumnya beserta hasil karya dan budayanya menuju masyarakat
adil dan makmur.
Ditunjau dari segi keilmuan Keselamatan dan Kesehatan kerja dapat diartikan sebagai
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan
dan penyakit akibat kerja.
Upaya peningkatan keselamatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan pencegahan
kecelakaan oleh karena pencegahaan kecelakaan merupakan program utama keselmatan kerja di
suatu perusahaan. Adupun tujuan dari keselamatan kerja adalah :
1. Untuk melindungi tenaga kerja atas keselamtannya dalam melakukan pekerjaanya untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada di tempat kerja
3. Sumber produksi terpakai secara aman dan efisien
2.2.Kecelakaan Kerja
2.2.1. Definisi Kecelakaan Kerja
Menurut Suma’mur (1987), kecelakaan adalah suatu kejadian yang berhubungan dengan
hubungan kerja pada perusahaan. Hubungan kerja yang dimaksudkan disini adalah kecelakaan
yang terjadi pada waktu melaksanakan pekerjaan. Kadang-kadang kecelakaan kerja diperluas
ruang lingkupnya sehingga meliputi juga kecelakaan kerja yang terjadi pada saat perjalanan ke
dan dari tempat kerja.
Menurut hasil Konvensi Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Jakarta (1989),
menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah suatu peristiwa atau kejadian yang berakibat
sakit/cedera fisik bagi tenaga kerja atau kerusakkan harta milik perusahaan.
Pengertian lain dari kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Tidak terduga karena pada peristiwa ini tidak ada unsur kesengajaan, lebih-lebih
dalam bentuk perencanaan. Tidak diharapkan karena peristiwa kecelakaan ini disertai kerugian
material ataupun penderita dari paling ringan sampai yang paling berat.
Kecelakaan kerja dibagi menjadi dua kategori, yaitu :
1. Kecelakaan industry (industrial accident) yaitu kecelakaan di tempat kerja karena adanya
sumber bahaya atau bahaya kerja.
2. Kecelakaan dalam perjalanan (commuty accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di luar
tempat kerja dalam kaitannya dengan hubungan kerja
2.2.2. Model Teori Kecelakaan Kerja
Sebenarnya penyebab kecelakaan kerja memang kompleks ada beberapa teori yang
dikemukakan untuk menjelaskan bagaimana kecelakaan dapat terjadi. David Colling pada buku
Industrial Safety (1990) telah mencatat teori-teori kecelakaan sebagai berikut :
1. Teori Domino Heinrich
Heinrich (1941) meneliti penyebab-penyebab kecelakaan. Munculnya teori
Heinrich menandai era perkembangan manajemen modern. Dalam ini kecelakaan
terdiri atas lima faktor yang saling berhubungan:
a. Kondisi kerja, yakni kondisi lingkungan pekerjaan yang tidak aman atau unsafety
condition misalnya panas, pencahayaan kurang, silau, petir dan sebagainya.
b. Kelalaian manusia, yakni perilaku pekerja itu sendiri yang tidak memenuhi
keselamatan, misalnya karena kelengahan, ngantuk, kelelahan, dan sebagainya.
Menurut hasil penelitian yang ada, 85 % dari kecelakaan yang terjadi disebabkan
oleh faktor manusia.
c. Tindakan tidak aman, tindakkan berbahaya yang disertai bahaya mekanik dan
fisik lain, memudahkan rangkaian berikutnya.
d. Kecelakaan, peristiwa kecelakaan yang menimpa pekerja dan pada umumnya
disertai kerugian.
e. Cedera, kecelakaan yang mengakibatkan cidera/luka atau kecacatan bahkan
kematian.
Kelim
ma faktor inii tersusun laayaknya karrtu domino yang diberddirikan. Jikaa satu
kartu jatu
uh, maka karrtu ini akann menimpa kartu
k
lain hiingga kelimanya akan roboh
r
secara berrsama.
Ilustraasi ini mirip dengan efekk domino yaang telah kitaa kenal sebelumnya, jikaa satu
bangunan
n roboh, kejaadian ini akkan memicu peristiwa beruntun
b
yanng menyebaabkan
robohnya bangunan laain.
Gambar 2.1
2 Teori Dom
mino Heinrichh
Menu
urut
Heinrich,
kunci
untuk
m
mencegah
k
kecelakaan
adalah
deengan
menghilaangkan tinddakan tidak aman
a
sebagaai poin ketigga dari lima faktor penyyebab
kecelakaaan. Menuruut penelitiann yang dillakukannya, tindakan tidak amann ini
menyumb
bang 98% peenyebab keccelakaan.
Dengaan penjelasaannya ini, Teeori Dominoo Heinrich menjadi
m
teorri ilmiah perrtama
yang meenjelaskan terjadinya
t
k
kecelakaan
k
kerja.
Keceelakaan tidaak lagi diannggap
sebagai sekedar
s
nasibb sial atau kaarena peristiwa kebetulaan.
2. Human Errror Model
Russel Ferrel (daalam David, 1990), mennyatakan baahwa kecelaakaan meruppakan
hasil darii penyebab berantai, saatu atau lebbih dari pennyebab-penyyebab meruppakan
kesalahan
n manusia. Kesalahan
K
m
manusia
ini disebabkan
d
oleh salah satu
s
dari 3 (tiga)
(
situasi ini:
a. Overlo
oad (beban yang
y
berlebiihan) yang merupakan
m
k
ketidaksesuai
ian dari kapaasitas
manussia dan bebaan yang ditujukan padanyya.
b. Tanggapan yang salah dari seseorang di dalam situasi yang dikarenakan
ketidakcocokan yang mendasar terhadap apa yang ia tujukan.
c. Aktifitas yang tidak semestinya yang ia lakukan baik karena ia tidak tahu apa
yang lebih baik maupun karena ia dengan sengaja mengambil risiko.
3. Teori Kecelakaan Model Petersen
Model ini berbeda dari model Ferrel, dimana model ini menyertakan 2 (dua)
kemungkinan penyebab kecelakaan seperti yang dikemukakan dari teori domino :
kesalahan manusia atau kesalahan sistem. Penyebab kecelakaan dan atau insiden
dapat bersumber dari salah satu atau keduanya.
Model ini menyatakan bahwa dibelakang kesalahan manusia ada 3 (tiga) kategori
besar: beban yang berlebih, rangkap dan keputusan yang keliru. Beban yang lebih
kurang lebih seperti Ferrel Model.
Perbedaan yang utama adalah keputusan yang keliru. Kategori ini mengajukan
bahwa para pekerja sering melakukan kesalahan melalui keputusan-keputusan secara
sadar atau tidak sadar. Berkali-kali pekerja akan memilih untuk mengerjakan tugas
dengan tidak aman dikarenakan tekanan dari teman, prioritas sistem dimana mereka
berada, tekanan produksi, dan lain-lain. Teori ini mengadopsi teori Ferrel yang
menyertakan kesalahan sistem disamping kesalahan manusia.
4. Loss Causation Model
Loss Causation Model berisikan petunjuk yang memudahkan penggunaanya
untuk memahami bagaimana menemukan faktor penting dalam mengendalikan
meluasnya kecelakaan dan kerugian yang termasuk persoalan manajemen . Frank E
Bird sebagai pakar ilmu keselamatan mengemukakan teori penyebab kecelakaan berdasarkan
berdasarkan urutan sebagai berikut :
(1)
Manajemen yang kurang terkendali (Lack of Control)
Kurangnya pengawasan terutama dalam fungsi managerial, seperti:
(a) Inadequate Programe
Hal ini dikarenakan program yang tidak bervariasi yang berhubungan dengan
ruang lingkup.
(b) Inadequate Programe Standards
Tidak spesifiknya standard, standar yang tidak jelas atau standar yang tidk baik
(c) Inadequate Compliance – with Standards
Kurangnya pemenuhan standar merupakan penyebab yang sering terjadi.
(2)
Penyebab Dasar (Basic Causes)
Penyebab dasar terjadinya kecelakaan disebabkan oleh :
(a) Human Factor (Faktor Manusia), P
‐
Pengetahuan kurang
‐
Motivasi kurang
‐
Keterampilan kurang
‐
Problem/stres fisik atau mental
‐
Kemampuan yang tidak cukup secara fisik dan mental
(b) Job Factor (Faktor Pekerjaan)
(3)
‐
Standar mutu pekerjaan yang tidak memadai
‐
Desaign dan maintenance yang tidak baik
‐
Pemakaian yang tidak normal dan lain-lain
Penyebab Langsung (Immediate Causes)
Suatu kejadian yang secara cepat memicu terjadinya kecelakaan bila kontak
dengan bahaya. Penyebab Immediate causes ini meliputi faktor unsafe action
dan unsafe condition. Unsafe action seperti mengoperasikan unit tanpa izin,
faktor unsafe condition seperti kebisingan, ventilasi iklim kerja dan lain-lain.
(4)
Peristiwa Kecelakaan (Incident)
Terjadinya kontak dengan sumber energi (energi kinetik, elektrik, akustik, panas,
radiasi, kimia dan lain-lain) yang melebihi nilai ambang batas kemampuan badan atau
stowertur. Misalnya beban berlebih, kontak sumber energi berbahaya.
(5)
Kerugian (Loss)
Kehilangan manusia, harta benda, proses produksi dan image pada perusahaan. Biaya
yang ditanggung dari kejadian kecelakaan seperti fenomena gunung es.
Dalam Loss Caution Model terlihat bahwa kehilangan (loss) apa saja terjadi karena
akibat dari ketidakseimbangan yang dialami oleh sesuatu. Ketidakseimbangan terjadi
karena ada sesuatu kejadian yang tidak normal karena adanya sebab-sebab langsung,
kemudian kalau ditelusuri ada sebab-sebab dasarnya yang datang dari kontrol yang
lemah.
2.2.3. Penyebab Kecelakaan Kerja
Sangat jarang suatu kecelakaan timbul dari suatu penyebab, pada umumnya
merupakan kombinasi dari faktor yang secara simultan muncul. Seseorang tidak akan mengenai
kecelakaan kerja tanpa ada faktor yang mempengaruhi seperti dijumpainya kondisi yang tidak
aman berinteraksi dengan lingkungan fisik yang tidak nyaman, dan berinteraksi juga dengan
pekerja yang bekerja tanpa petunjuk dalam menggunakan peralatan kerja sehingga terjadi suatu
kecelakaan.
Menurut Suma’mur (1996) penyebab kecelakaan kerja dikelompokan menjadi dua,
yaitu:
a. Kondisi yang berbahaya (unsafe condition), yaitu : kondisi yang tidak aman dari
mesin, pesawat, lingkungan, proses, sifat pekerjaan dan cara kerja.
b. Perbuatan manusia (unsafe action), yaitu : perbuatan berbahaya dari manusia (human
error) yang dalam beberapa hal dapat dilatar belakangi oleh sikap dan tingkah laku
yang tidak aman, kurangnya pengetahuan dan keterampilan (lack and knowledge skill),
cacat tubuh yang tidak terlihat keletihan dan kelesuhan (fatigue and boredom)
Manusia sebagai salah satu faktor yang dapat dipengaruhi melalui pelatihan dan
instowersi dari pengawas sebagai usaha mengurangi kejadian kecelakaan kerja. Walaupun
demikian, kemungkinan pekerja itu menjadi lupa, melakukan kesalahan, canggung/gugup,
hilang konsentrasi atau pernah dengan sengaja melakukan resiko tidak dapat dihindarkan.
Manusia sebagai faktor resiko mengalami kecelakaan kerja dapat dipengaruhi oleh stress fisik
lingkungan terutama suhu, ventilasi dan bising.
Seperti yang disebutkan oleh Heinrich dalam penelitiannya bahwa penyebab
kecelakaan kerja 85% adalah karena perbuatan dan tindakkan yang tidak aman dan 15% karena
kondisi yang tidak aman. Sementara itu dari hasil seminar di Singapura (1985) diketahui bahwa
permasalahan kesehatan kerja yang di sebabkan pekerja (unsafe action) sebanyak 88%, faktor
lingkungan kerja (unsafe condition) 10% dan 2% karena penyebab lainnya seperti petir, gempa
dan sebagainya.
2.3. Pengertian Bahaya
Hazard atau bahaya merupakan sumber, situasi atau tindakkan yang berpotensi
menciderai manusia atau kondisi kelainan fisik atau mental yang teridentifikasi berasal dari
dan atau bertambah buruk karena kegiatan kerja atau situasi yang terkait dengan pekerjaan
(OHSAS 18001:2007).
Menurut Cross (1998), bahaya merupakan sumber potensi kerusakan atau situasi yang
berpotensi untuk menimbulkan kerugian. Sesuatu disebut sebagai sumber bahaya jika
memiliki risiko menimbulkan hasil yang negatif.
Bahaya terdapat dimana-mana baik ditempat kerja atau di lingkungan, namun bahaya hanya
akan menimbulkan efek jika terjadi sebuah kontak atau ekspsure (Tranter, 1999).
Dalam terminology keselamatan dan kesehatan kerja (K3), bahaya diklasifikasikan
menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Bahaya Keselamatan Kerja (Safety Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada timbulnya kecelakaan yang dapat
menyebabkan luka (injury) hingga kematian, serta kerusakan property perusahaan.
Dampaknya bersifat akut. Jenis bahaya keselamatan antara lain :
a. Bahaya Mekanik, disebabkan oleh mesin atau alat kerja mekanik seperti tersayat,
terjatuh, tertindih dan terpeleset.
b. Bahaya Elektrik, disebabkan peralatan yang mengandung arus listrik
c. Bahaya Kebakaran, disebabkan oleh substansi kimia yang bersifat flammable
(mudah terbakar)
d. Bahaya Peledakan, disebabkan oleh substansi kimia yang sifatnya explosive.
2. Bahaya Kesehatan Kerja (Health Hazard)
Merupakan jenis bahaya yang berdampak pada kesehatan, menyebabkan gangguan
kesehatan dan penyakit akibat kerja. Dampaknya bersifat kronis. Jenis
bahaya
kesehatan antara lain:
a. Bahaya fisik, antara lain kebisingan, getaran, radiasi ion dan non pengion, suhu
ekstrim dan pencahayaan.
b. Bahaya Kimia, antara lain yang berkaitan dengan material atau bahan seperti
antiseptic, aerosol, insektisida, dust, fumes, gas.
c. Bahaya Ergonomi, antara lain repetitive movement (gerakan berulang), statistic
posture, manual handling dan postur janggal
d. Bahaya Biologi, antara lain yang berkaitan dengan makhluk hidup yang berada di
lingkungan kerja yaitu bakteri. Virus, protozoa dan fungi (jamur) yang bersifat
pathogen
e. Bahaya Psikologi, antara lain beban kerja yang terlalu berat, hubungan dan
kondisi kerja yang tidak nyaman.
2.4. Pengertian Risiko
Risiko dapat diartikan sebagai kejadian yang tidak tentu yang dapat mengakibatkan suatu
kerugian (Redja, 2003). Pengertian risiko menuut AS/NZS 4360:2004 adalah sebagai peluang
munculnya suatu kejadian yang dapat menimbulkan efek terhadap suatu objek. Risiko diukur
berdasarkan nilai likelihood (kemungkinan munculnya sebuah peristiwa) dan concequences
(dampak yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut). Risiko dapat dinilai secara kualitatif, semi
kuantitaif atau kuantitatif. Formula umum yang digunakan untuk melakukan perhitungan nilai
risiko dalam AS/NZS 4360:2004 adalah
Risk = Consequences x Likelihood
Dalam buku Risk Assesment and Management Handbook: For Enviroental, Health, and
Sfety Profesional, risiko dibagi menjadi 5(lima) macam, antara lain :
1. Risiko Keselamatan Kerja (Safety Risk)
Risiko ini secara umum memiliki cirri-ciri antara lain probabilitas rendah, tingkat
pemaparan yang tinggi, tingkat konsekuensi pemaparan yang tinggi, bersifat akut, dan
menimbulkan efek secara langsung. Tindakkan pengendalian yang harus dilakukan dalam
respon tanggap darurat adalah dengan mengetahui penyebabnya secara jelas dan lebih
fokus pada keselamtan manusia dan pencegahan timbulnya kerugian terutama pada area
tempat kerja.
2. Risiko Kesehatan (Health Risk)
Berfokus pada kesehatan manusia terutama yang berada diluar tempat kerja atau
fasilitas.. Umumnya memiliki probabilitas tinggi, tingkat pemajanan rendah, konsekuensi
yang rendah, dan bersifat kronik. Hubungan sebab-akibatnya tidak mudah ditemukan.
3. Risiko Lingkungan dan Ekologi (Environmental and Ecological Risk)
Risiko ini melibatkan interaksi yang beragam antara populasi dan komunitas
ekosistem pada tingkat mikro maupun makro, ada ketidakpastian yang tinggi antara sebab
dan akibat, risiko ini focus pada habitat dan dampak ekosistem yang mngkin bisa
bermanifestasi jauh dari sumber risiko.
4. Risiko Kesejahteraan Masyarakat (Public Welfare/Goodwill Risk)
Ciri dari risiko ini lebih berkaitan dengan persepsi kelompok atau umum tentang
performance sebuah organisasi atau produk, nilai properti, estetika, dan penggunaan
sumber daya yngn terbatas. Fokusnya pada nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat
dan persepsinya.
5. Risiko Keuangan (Financial Risk)
Risiko ini pada umumnya menjadi pertimbangan utama, khususnya bagi
stakeholder seperti para pemilik perusahaan/pemegang saham dalam setiap pengambilan
keputusan dan kebijakan organisasi, dimana setiap pertimbangan akan selalu berkaitan
dengan financial dan mengacu pada tingkat efektifitas dan efisiensi. Ciri dari risiko ini
adalah memiliki risiko yang panjang dan jangka pendek dari kerugian properti, yang
terkait dengan perhitungan asuransi, pengembalian investasi. Fokusnya diarahkan pada
kemudahan pengoperasian dan aspek finansial.
2.5. Manajemen Risiko
Manajemen risiko merupakan aplikasi sistematis mengenai kebijakkan, manajemen,
prosedur, dan cara kerja terhadap kegiatan analisa, evaluasi, pengendalian dan komunikasi yang
berkaitan dengan risiko (Ryerson University, 2003). Manajemen risiko merupakan penjabaran
dari seluruh prosedur yang dihubungkan dengan identifikasi hazard, penilaian risiko, meletakkan
pengukuran control pada tempatnya dan meninjau ulang hasilnya (Supriyadi, 2005).
Sedangkan menurut AS/NZS 4360 (1999) manajemen risiko adalah pemeliharaan, proses
dan stowertur yang mengacu langsung pada pengetahuan efektif terhadap kesempatan potensial
dan efek yang merugikan dan manajemen risiko merupakan satu tahapan atau proses dan
stowertur yang dilakukan untuk mengelola potensial bahaya dan efek yang merugikan secara
efektif.
Beberapa tahapan dalam
melaksanakan manajemen resiko menurut AS/NZS 4360
(1999), yaitu:
1. Menetapkan tujuan dan lingkup pelaksanaan manajemen risiko
2. Melaksanakan identifikasi risiko
3. Melakukan analisis risiko untuk menetapakan kemungkinan dan konsekuensi yang
akan terjadi serta menetapkan skala prioritas dan membandingkan dengan kriteria
yang ada
4. Menetapkan evaluasi untuk menetapakan skala prioritas dan membandingkan dengan
kriteria yang ada
5. Melakukan pengendalian risiko yang tidak dapat diterima
6. Melakukan pemantauan dan peninjauan program manajemen risiko yang telah
dilaksanakan
7. Komunikasi dan konsultasi yang dilakukan dalam proses manajemen risiko yang
melibatkan pihak internal dan eksternal.
2.5.1. Manfaat Manajemen Risiko
Berdasarkan AS/NZS 4360:2004 terdapat beberapa manfaat yang akan diperoleh
perusahaan jika menerapkan manajemen risiko, antara lain:
1. Memperkecil kemungkinan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan mengurangi
efek yang ditimbulan dari kemungkinan tersebut.
2. Meningkatkan produktifitas kerja
3. Membantu meningkatkan perencanaan kerja perusahaan yang efektif, lingkungan
kerja, produksi dan mencapai performa perusahaan yang lebih baik
4. Mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi dan kemudahan untuk memenuhi target
perusahaan dan perlindungan asset.
5. Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan karyawan
2.6. Proses Manajemen Risiko
Menurut AS/NZS 4360:1999, proses manajemen risiko terdiri dari tahapan berikut :
1. Penentuan Ruang Lingkup
Penentuan ruang lingkup merupakan parameter dasar proses manajemen risiko. Ruang
lingkup strategis, ruang lingkup organisasi dan ruang lingkup risiko (Suryani, 2005).
a. Ruang lingkup strategis
Mendefinisikan hubungan antar organisasi dengan lingkungan luar. Pada tahap ini
termasuk mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari suatu
organisasi.
b. Ruang lingkup organisasi
Ruang lingkup organisasi mempunyai salah satu bagian usaha yaitu melakukan
manejemen risiko yang merupakan tujuan utama dari organisasi. Kegagalan dalam
pencapaian tujuan organisasi merupakan risiko yang harus dikendalikan. Caranya
yaitu mengimplementasikan program manajemen risiko yang tergantung sikap
manajemen risiko dan manajemen itu sendri. Kebijakan organisasi juga membantu
membatasi criteria yang berlawanan dengan risiko yang dinilai untuk memutuskan
apakah risiko itu diterima atau tidak.
c. Ruang lingkup manajemen risiko (the Risk management context)
Tujuan dan batasan ruang lingkup manajemen risiko merupakan bagian dari
rencana manajemen risiko dan merupakan sumber daya yang bisa dialokasikan.
Tahapnya meliputi menetapkan tujuan yang jelas dan objektif pada atifitas yang
dipelajari, mengidentifikasikan studi kasus yang dibutuhkan, membatasi luasnya
rencana dari segi waktu dan lokasi, membatasi luasnya kegiatan manajemen risiko
yang dihasilkan.
Sedangkan menurut Kolloru (1996), ruang lingkup manajemen risiko meliputi
adanya peraturan yang mendukung kebutuhan, kebutuhan manajemen sesuai
dengan tujuan dan hasil akhir yang ingin dicapai dan disesuaikan dengan
kebutuhan dana, jadwal dan sumber daya manusia yang ada.
d. Pengembangan Kriteria (Develop Criteria)
Pada penentuan ruang lingkup terdapat pembagian kriteria yang tergantung pada
kebijakan internal organisasi, tujuan dan sasaran yang indin dicapai dan keinginan
dari stakeholder sendiri (AS/NZS 44360:1999).
e. Penetuan stowertur (Define the structure)
Pada penentuan stowertur dilakukan pemisahan kegiatan atau merancang kedalam
suatu bentuk susunan kegiatan. Susunan kegiatan tersebut merupakan proses
menetukan apa, dimana, kapan, mengapa dan bagaimana suatu risiko dapate
terjadi.
2.6.1. Metode Identifikasi Risiko
Identifiasi risiko merupakan langkah dalam proses manajemen risiko untuk
mengidentifikasi apa yang memungkinkan terjadinya penyebab kegagalan (kegiaan,
proses, produk, benda, bahan dan lingkungan) dan bagaimana scenario kegagalan
tersebut terjadi.
Metode identifikasi merupakan teknik yang dikembangkan untuk mengenal dan
mengevaluasi berbagai bahaya yang terdapat dalam proses kerja. Ada beberapa efektif
yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi risiko untuk mengetahu faktor
penyebab dan proses terjadinya dampak. Beberapa contoh metode identifikasi risko
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Preliminary Hazard Analysis (PHA)
Merupakan suatu metode yang dilakukan dalam mengetahui bahaya-bahaya
awal pada suatu sistem baru. PHA dilakukan jika tidak ada suatu informasi
mengenai sistem tersebut (Collin, 1990).
b. Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
Suatu metode yang digunakan untuk menganalisis sistem yang berhubungan
dengan engineering yang mungkin mengalami kegagalan dan efek yang
ditimbulkan dari kegagalan. FMEA secara sistematis menilai komponen dari
suatu sistem tentang bagaimana sistem dapat gagal lalu mengevaluasi efek
dari kegagalan tersebut, tingkat bahaya yang dihasilkan dari kegagalan dan
bagaimana kegagalan tersebut dicegah dan diminimalisasi (Colling, 1990).
c. Check List
Check list digunakan sebagai cara untuk mengetahui kondisi awal pada suatu
kondisi yang meliputi aspek-aspek safety. Safety check list dapat digunakan
untuk mengevaluasi perangkat peralatan, fasilitas, konsep design atau
prosedur operasi (Diberadinis, 1999).
d. Hazard and Operability Study (HAZOPS)
Digunakan untuk mengidentifikasi bahaya pada industri kimia. HAZOPS
digunakan
untuk
mengidentifikasi
dan
mengevaluasi
proses
yang
berhubungan dengan keselamatan dan bahaya pada lingkungan dan
memproses masalah yang dapat berdampak pada efisiensi operasi (Kolluru,
1996).
e. Fault Tree Analysis (FTA)
FTA merupakan suatu tekhnik yang dapat digunakan untuk memprediksi atau
sebagai alat investigasi setelah terjadinya kecelakaan dengan melakukan
analisis proses kejadian. FTA merupakan metode yang paling efektif dalam
menemukan inti permasalahan karena dapat menentukan bahwa kerugian yang
ditimbulkan tidak berasal dari suatu kegagalan. FTA merupakan kerangka
berpikir terbalik, dimana evaluasi berawal dari insiden kemudian dikaji
penyebab dan akar penyebabnya.
f. Job Safety Analysis (JSA)
Merupakan suatu proses yang dilakukan dalam mengidentifikasi bahaya
melalui langkah-langkah kerja yang ada. Setiap langkah dianalisis untuk
menidentifikasi potensi bahaya yang berhubungan dalam pekerjaan tersebut
(Geotsch, 1996). Tahapan JSA terdiri dari 4(empat) langkah :
a) Memilih pekerjaan yang akan dianalisis
b) Membagi pekerjaan ke dalam tahapan tugas
c) Mengidentifikasi bahaya atau risiko keselamatan kerja yang ada pada
setiapa tahapan tugas
d) Menentukan
prosedur
atau
meminimalisasi risiko tersebut.
tindakan
pengendalian
guna
Keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode JSA adalah
(Diberardinis, 1999) :
1. Pendekatan JSA sangat mudah dipahami, tidak membutuhkan suatu
tahapan dalam training dan dapat dengan cepat disesuaikan dengan
pandangan individu
2. Proses pada JSA dapat meberikan kesempatan pada individu untuk
mengenali atau memberikan pengetahuan mengenai operasi
3. Hasil dari analisis dapat diguankan untuk dokumentasi yang nantinya
dapat diguanakan untuk melatih (sebagai bahan training) pekerja baru.
4. JSA berisikan informasi mengenai (Colling, 1990) :
a) Job
Berisikan mengenai jenis pekerjaan yang dilakukan untuk masingmasing tahapan kegiatan, yang dapat menggambarkan faktor-faktor
terjadinya dampak.
b) Task
Berisikan penjelasan mengenai rincian kegiatan yang dilakukan
untuk
masing-masing
tahapan
kegiatan
yang
dapat
menggambarkan faktor-faktor terjadinya dampak.
c) Hazard
Untuk mengetahui jenis bahaya (fisik, kimia, biologi, mekanik,
ergonomic) apakah yang ditimbulkan dari kegiatan pekerjaan.
d) Probability
Berisikan tentang kemungkinan pekerja untuk terkena cidera
(sering, terkadang) dari bahaya yang ditimbulkan oleh kegiatan.
e) Consequency
Berisikan penjelasan mengenai dampak yang ditimbulkan dari
setiap kegaiatan pekerjaan
2.6.2. Analisis Risiko
Analisis risiko adalah sistematika penggunaan dari infomasi yang tersedia untuk
mengidentifikasi hazard dan untuk memperkirakan suatu risiko terhadap individu,
populasi, bangunan atau lingkungan (Kolliri, 1996).
Inti dari ananlisis risiko adalah mengenai pengembangan pemahaman tentang
risiko. Dalam analisis risiko terdapat data pendukung yang digunakan sebagai
pertimbangan pengambilan keputusan tentang cara pengendalian yang paling tepat dan
paling cost-effective (AS/NZS 4360:2004).
Metode analisis yang diguanakan bisa bersifat kualitatif, semi-kuantitatif, atau
kuantitatif bahkan kombinasi dari ketiganyatergantung dari situasi dan kondisi. Menurut
AS/NZS 4360:2004 terdapat tiga metode yang digunakan dalam menganalisis risiko di
tempat kerja :
a. Analisis Kualitatif
Analisis kualitatif menggunakan bentuk kata atau skala deskriptif untuk
menjelaskan seberapa besar potensi risiko yang akan diukur. Hasilnya dapat
dikategorikan risiko rendah, risiko sedang, dan risiko tinggi. Pada umumnya
analisis kualitatif diguanakan untuk menetukan prioritas tingkat risiko yang
lebih dahulu ditanggulangi.
Kelebihan dan kekurangan analisis kualitatif:
1. Kelebihan
a) Mudah dimengerti
b) Murah dari segi manusia dan sumber daya
c) Dapat digunakan jika tidak tersedia data yang baik
d) Dapat memberikan gambaran prioritas risiko yang besar
2. Kekurangan
a) Subjektif
b) Terlalu yakin pada kejadian yang dipercaya tidak terjadi
c) Hasilnya tergantung pada ketelitian format table risiko
d) Dapat menghasilkan faktor-faktor analisis yang tidak baik yang
mempengaruhi risiko.
b. Analisis Kuantitatif
Analisis ini menggunakan nilai numerik untuk nilai konsekuensi dan
likelihood dengan menggunakan data dari berbagai sumber. Kualitas dari
analisis tergantung dari akurasi dan kelengkapan data yang ada, serta validitas
model yang digunakan. Konsekuensi dapat dihitung dengan menggunakan
metode modeling hasil dari kejadian atau kumpulan kejadian atau dengan
memperkirakan kemungkinan dari suatu data skunder. Konsekuensi
digambarakan dalam lingkup keuangan, teknikal atau efek apda manusia
(AS/NZS 4360:2004).
Kelebihan dan kekurangan analisis kuantitatif:
1. Kelebihan
a) Dapat menunjukkan bahwa perkiraan yang dipercayai itu penting
b) Mempertimbangkan suatu komunikasi yang umum
c) Kuat dalam merinci faktor pertimbanganyang mempengaruhi risiko
penting
2. Kekurangan
a) Harus berdasarkan cara penyajian kenyataan yang tidak pasti
b) Seseorang mungkin percaya pada angka-angka yang ada, tanpa
meragukan asumsi atau menolak semua analisis kuantitatif karena
ketidak yakinan pada metode statistiknya.
c. Analisis Semi Kuantitatif
Metode ini merupakan metode yang mengkombinasikan antara angka yang
bersifat subjektif pada kecendrungan dan dampak dengan rumus, yang
menghasilkan tingkat risiko yang dapat dibandingkan dengan kriteria yang
ditetapkan. Metode semikuantitatif ini berguna untuk mengidentifikasikan dan
memberi peringkat dari suatu kejadian yang berpotensi untuk menimbulkan
konsekuensi yang parah, seperti kerusakan peralatan, gangguan terhadap
bisnis, cidera pada manusia dan lain-lain (Kolluru, 1996). Analisis ini
mempertimbangkan kemungkinan untuk menggabungkan dua elemen yaitu
likelihood (kemungkinan) dan exposure (pemaparan) sebagai frekuensi.
Dalam metode analisis semi kuantitatif teradapat 3 (tiga) unsur yang dijadikan
pertimbangan, yaitu :
1) Konsekuensi
Konsekuensi merupakan akibat dari suatu kejadian berupa kerugian, luka, keadaan
yang merugikan dari keuntungan (AS/NZS 436:1990). Dengan kata lain bahwa
konsekuensi menjelaskan mengenai dampak yang ditimbulkan pada setiap bagian
atau tahap pekrjaan. Analisis konsekuensi ini sangat berguna untuk memperoleh
suatu informasi mengenai cara mencegah dan meminimalkan dampak terjadinya
kecelakaan akibat proses pekerjaan. Dibawah ini merupakan table penentuan
konsekuensi dengan metode semi kuantitatif :
Tabel 2.1
Tingkat Konsekuensi untuk Metode Semi Kuantitatif
Kategori
Deskripsi
Bencana besar : Kerusakan fatal/parah dari
beragam fasilitas, aktifitas dihentikan,
terjadi kerusakan lingkungan yang sangat
parah.
Bencana: kejadian yang berhubungan
Disaster
dengan kematian, kerusakan permanen yang
bersifat kecil terhadap lingkungan
Sangat
serius:
terjadi
cacat
Very Serious
permanen/penyakit
parah,
kerusakan
lingkungan tidak permanen
Serius: terjadi dampak yang serius tapi
Serious
bukan cidera dan penyakit parah yang
permanen, sedikit berakibat buruk bagi
lingkungan
Penting: membutuhkan penanganan medis,
Important
terjadi emisi buangan, di luar lokasi tetapi
tidak menimbulkan kerusakan
Dampak: terjadi cidera atau penyakit ringan
Noticable
memar bagian tubuh, kerusakan kecil,
kerusakan ringan dan terhentinya proses
kerja semnetara waktu tetapi tidak
menyebabkan dampak pencemaran diluar
lokasi.
Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 1999
Catastropic
Rating
100
50
25
15
5
1
2) Pemaparan
Pemaparan merupakan frekuensi interaksi antara bahaya atau sumber risiko yang
terdapat di tempat kerja (bisa berupa peralata, bahan baku) dengan pekerja dan
kesempatan yang terjadi ketika sumber risiko ada yang akan diikuti oleh dampak
yang akan ditimbulkan (AS/NZS 4360:1999). Dibawah ini merupakan table
penentuan paparan dengan metode semi kuantitatif :
Tabel 2.2
Tingkat Pemaparan untuk Metode Semi Kuantitatif
Pemaparan
Deskripsi
Rating
Continuously
Sering sekali : sering terjadi pemaparan
dalam sehari
Sering : terjadi sekali dalam sehari
10
Kadang-kadang : 1 kali seminggu sampai 1
kali sebulan
Tidak sering : 1 kali sebulan sampai 1 kali
setahun
Jarang diketahui kapan terjadinya
3
Frequently
Occasonally
Infrequent
Rare
Sangat jarang : tidak diketahui kapan
terjadinya
Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 1999
Very Rare
6
2
1
0,5
3) Kemungkinan
Kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan atau kerugian ketika terpapar suatu
bahaya (AS/NZS 4360:1999). Penentuan tingkat kemungkinan untuk metode analisis
semi kuantitatif dapat dilihat pada table dibawah ini:
Tabel 2.3
Tingkat Kemungkinan untuk Metode Semi Kuantitatif
Kategori
Deskripsi
Rating
Sering terjadi: kejadian yang paling sering
terjadi
Cenderung terjadi: kemungkinan terjadinya
Likely
kecelakaan 50-50
Tidak biasa: tidak biasa terjadi namun
Unusual
mempunyai kemungkinan untuk terjadi
Kemungkinan kecil: Kejadian yang kecil
Remotely Possible
kemungkinannya terjadi
Jarang terjadi: tidak pernah terjadi
Conceivable
kecelakaan
selama
bertahun-tahun
pemaparan namun mungkin saja terjadi
Practically Impissible Hampir tidak mungkin terjadi : sangat tidak
mungkin terjadi
Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 1999
Almost Certain
10
6
3
1
0,5
0,1
Setelah risiko diidentifikasi kemudian ditentukan tingkatan risikonya. Penentuan tingkat
risiko ini merupakan tahap akhir dalam proses analisis risiko, perkiraan tingkat risiko akan
membantu dalam pengambilan keputusan untuk menanggulangi risiko yang ada. Pada tahun
1971 seorang ilmuwan bernama W.T. Fine menemukan suatu nomogram yang lebih dikenal
dengan ‘Fine Chart’ yang digunakan untuk menetukan level risiko secara semi kuantitatif, selain
itu juga W.T. Fine merumuskan metode analisis risiko secara semi kuantitatif dengan
menggunakan skor (Cross, 1998).
Tingkat risiko pada analisis semi kuantitatif merupakan hasil perkalian dari konsekuensi,
pemaparan dan probabilitas (AS/NZS 4360:1999).
Risk = Concequence (C) x Exposure (E) x Likelihood (L).
Table 2.4
Tingkat risiko
Tingkat Risiko
Kategori
Tindakan
>350
Very high
Aktifitas dihentikan sampai risiko
bisa dikurangi hingga mencapai
batasa yang dibolehkan atau diterima
180-350
Priority 1
Perlu pengendalian sesegera
mungkin
70-180
Substansial
20-70
Priority 3
<20
Acceptable
Mengharuskan adanya perbaikkan
secara teknis
Perlu diawasi dan diperhatikan
secara berkesinambungan
Intensitas yang menimbulkan risiko
dikurangui seminimal mungkin
Sumber : Risk Management AS/NZS 4360 : 1999
2.6.3. Evaluasi Risiko
Menurut
AS/NZS
4360:1999
evaluasi
risiko
merupakan
suatu
proses
membandingkan level atau tingkatan risiko dengan criteria risiko yang ada. Pemantauan
dan tinjauan ulang secara periodik dilakukan apabila risiko dikategorikan pada level
rendah dan dapat diterima. Sedangkan untuk risiko yang lebih tinggi dilakukan tahap
pengendalian risiko. Terdapat 3 (tiga) langkah penting dalam mengevaluasi manajemen
risiko kesewlamatan kerja, yaitu (Kolluru, 1996):
a. Mengidentifikasi bahaya apa saja yang dapat berjalan salh dan mengapa
b. Mengevaluasi bahaya, seperti apa bahaya itu dan seberapa banyak dampak
yang ditimbulkan
c. Melakukan pengendalian bahaya apa yang dapat dilakukan dalam
pengendaliannya
2.6.4. Pengendalian Risiko
Pengendalian adalah proses, peraturan, alat, pelaksanaan atau tindakan yang
berfungsi untuk meminimalisasi efek negative atau meningkatkan peluang positif
(AS/NZS 4360:2004). Pada tahap ini risiko yang telah diidentifikasi dan dianalisis, dikaji
ulang kembali menyeluruh agar dapat dikembangkan berbagai alternative pengendalian
dengan mempertimbangkan berbagai hal seperti komitmen manajemen dalam hal
pengembangan K3, ketersediaan sumber daya, dan lain-lain.
Menurut AS/NZS 4360:1999 ada 4 (empat) cara dalam pengendalian risiko, yaitu:
1. Menghindari risiko
Risiko yang ada pada pengendalian ini dihilangkan atau dikurangi sehingga
tidak ada tingkat risiko yang dapat diterima. Pada dasarnya dalam suatu
aktifitas menghilangkan sumber risiko sangat sulit untuk dilakukan karena
bagaimanapun suatu aktifitas yang mempunyai risiko merupakan bagian dari
keberlangsungan proses yang saling berhubungan.
2. Mengurangi risiko
Risiko yang ada pada pengendalian ini dikurangi dengan cara memilih
aplikasi tekhnik yang sesuai dan asas manajemen untuk mengurangi
kemungkinan kejadian atau dampaknya maupun mengurangi keduanya.
3. Memindahkan risiko
Dampak dari risiko yang ada dipindahkan atau ditransfer pertanggung
jawabannya kepada pihak lain melalui perundang-undangan, seperti pihak
kontraktor, perusahaan asuransi maupun pihak lainnya.
4. Berdasarkan risiko residu
Risiko yang telah dikendalikan terkadang masih mempunyai risiko sisa yang
harus ditangani atau dikendalikan. Teknik pengendaliannya berdasarkan
hirarki pengendalian.
Hirarki pengendalian merupakan daftar pilihan pengendalian yang telah diurutkan
sesuai dengan mekanisme pnengurangan paparan, dengan urutan sebagai berikut
(Tranter,1999):
1. Eliminasi
Eliminasi merupakan langkah awal dan merupakan solusi terbaik dalam
mengendalikan paparan, namun juga merupakan langkah yang paling sulit
untuk dilaksanakan. Kecil kemungkinan bagi sebuah perusahaan untuk
mengeliminasi substansi atau proses tanpa mengganggu kelangsungan
produksi secara keseluruhan. Sebagai contoh penghilangan timbal secara
perlahan pada produksi bahan bakar.
2. Substitusi
Merupaka usaha menurunkan tingkat risiko dengan mengganti beberapa
potensial hazard (material dan proses) dengan sumber lain yang memiliki
potensial hazard yang lebih kecil.
3. Pengendalian Engineering
Tipe pengendalian ini meupakan yang paling umum digunakan. Karena
memilik kemampuan untuk merubah jalur transmisi bahaya atau mengisolasi
pekerja dari bahaya. Tiga macam alternatif pengendalian engineering antara
lain dengan isolasi, guarding dan ventilasi.
a. Isolasi, prinsip dari sistem ini adalah menghalangi pergerakan bahaya
dnegan memberikan pembatas atau pemisah terhadap bahaya maupun
pekerja
b. Guarding, prinsip sistem ini adalah mengurangi jarak atau kesempatan
kontak antara sumber bahaya dengan pekerja.
c. Ventilasi, cara ini paling efektif untuk mengurangi kontaminasi udara,
berfungsi untuk kenyamanan kestabilanm suhu dan mengontrol
kontaminan.
4. Pengendalian Administratif
Umumnya pengendalian ini merupakan salah satu pilihan terakhir, karena
pengendalian ini mengendalikan sikap dan kesadaran dari pekerja.
Pengendalian ini baik untuk jenis risiko yang rendah, sedangkan untuk tipe
risiko yang signifikan harus disertai dengan pengawasan dan peringatan.
Dengan kata lain sebelumnya sudah harus dilakukan pengendalian untuk
mengurangi risiko bahaya serendah mungkin.untuk situasi lingkungan kerja
dengan tingkat paparan rendah/jarang, maka beberapa pengendalian yang
berfokus terhadap pekerja lebih tepat diberikan, antara lain:
a. Rotasi dan penempatan pekerja, metode ini bertujuan untuk
mengurangi tingkat paparan yang diterima pekerja dengan membagi
waktu kerja
b. Pendidikan dan pelatihan, sebagai pendukung pekerja dalam
melakukan pekerjaan secara aman dan membantu pekerja mengambil
keputusan dalam menghadapi bahaya.
c. Penataan dan kebersihan, tidak hanya meminimalkan insiden terkait
dengan
keselamatan,
melainkan
juga
mengurangi
debu
dan
kontaminan lain yang bisa menjadi jalur pemajanan
d. Perawatan secara berkala terhadap perawatan peralatan untuk
memperbaiki kerusakan alat secara dini.
e. Jadwal kerja, metode ini menggunakan prinsip waktu kerja, pekerjaan
dengan risiko tiggi dapat dilakukan saat jumlah pekerja yang terpapar
paling sedikit.
f. Monitoring, menilai risiko dan memnitor efektifitas pengendalian yang
sudah dijalankan.
5. PPE (Personal Protective Equipment)
Merupakan cara terakhir yang dipilih dalam menghadapi bahaya. Umunya
menggunakan alat, sperti : respirator, sarung tangan, kacamata, helm, alat
pelindung pendengaran (earplug, earmuff), boots, dan lain-lain.
2.6.5. Pemantauan dan Tinjauan Ulang
Pemantauan bertujauan melakukan survei rutin terhadap hasil yang dicapai dibandingkan
dengan hasil yang diharapkan (target), sedangkan tinjauan ulang bertujuan untuk melakukan
investigasi secara berkala terhadap situasi terkini, biasanya dengan fokus tertentu. Risiko dan
pengendaliannya perlu dipantau untuk manjamin level dan prioritas risiko tidak mengalami
perubahan, oleh karena itu peninjauan ulang perlu dilakukan untuk menjamin bahwa manjemen
risiko sesuai dengan tujuan yang diharapkan (AS/NZS 4360:2004).
2.7. Crane
Alat pengangkat yang biasa digunakan pada proyek konstowersi ialah crane.Cara kerja
crane ialah dengan mengangkat material yang akan dipindahkan kemudian memindahkan secara
horizontal dan vertikal, baru diturunkan di tempat yang diinginkan. Crane mempunyai beberapa
tipe pengoperasian yang dapat dipilih sesuai kondisi proyeknya. Beberapa tipe crane yang umum
dipakai adalah:
1. Crane Beroda Crawler
Tipe ini mempunyai bagian atas yang dapat bergerak 3600 derajat. Dengan roda
crawler maka crane tipe ini dapat bergerak didalam lokasi proyek saat melakukan
pekerjaannya. Pada saat crane akan digunakan diproyek lain maka crane diangkut
dengan menggunakan lowbed trailer. Pengangkutan ini dilakukan dengan
membongkar boom menjadi beberapa bagian untuk mempermudah pelaksanaan
pengangkutan.
2. Truck Crane
Crane jenis ini dapat berpindah tempat dari satu proyek ke proyek lainnya tanpa
bantuan dari alat pengangkutan. Akan tetapi bagian dari crane tetap harus dibongkar
untuk mempermudah perpindahan. Seperti halnya crawler crane, truck crane ini
dapat berputar 360 derajat. untuk menjaga keseimbangan alat, truck crane memiliki
kaki. Di dalam pengoperasiannya kaki tersebut harus dipasangkan dan roda diangkat
dari tanah sehingga keselamatan pengoperasian dengan boom yang panjang akan
terjaga.
3. Crane untuk Lokasi Terbatas
Crane tipe ini diletakan di atas dua buah as tempat kedua as ban bergerak secara
simultan. Dengan kelebihan ini maka crane jenis ini dapat bergerak dengan leluasa.
Alat penggerak crane jenis ini adalah roda yang sangat besar yang dapat
meningkatkan kemampuan alat dalam bergerak dilapangan dan dapat bergerak di
jalan raya dengan kecepatan maksimum 30 mph. Letak ruang operator crane biasanya
pada bagian-bagian deck yang dapat berputar.
4. Tower Crane
Tower crane merupakan alat yang digunakan untuk mengangkat material secara
vertikal dan horizontal kesuatu tempat yang tinggi pada ruang gerak yang terbatas.
Tipe crane ini dibagi berdasarkan cara crane tersebut berdiri yaitu crane yang dapat
berdiri bebas (free standing crane), crane diatas rel (rail mounted crane), crane yang
ditambatkan pada bangunan (tied-in tower crane) dan crane panjat (climbing crane).
a. Bagian Crane
Bagian dari crane adalah mast atau tiang utama,, jib dan counter jib,
counterweight, trolley dan tie ropes. Mast merupakan tiang vertical yang berdiri di
atas base atau dasar. Jib merupakan tiang horizontal yang panjangnya ditentukan
berdasarkan jangkauan yang diinginkan.
b. Kriterian pemilihan Tower Crane
Pemilihan tower crane sebagai alat untuk memindahkan material didasarkan pada
kondisi lapangan yang tidak luas, ketinggian yang tidak terjangkau oleh alat lain.
Dan tidak dibutuhkanya pergerakan alat. Pemilihan jenis tower crane yang akan
dipakai harus mempertimbangkan situasi proyek, bentuk stowertur bangunan,
kemudahan operasiaonal baik pada saat pemasangan maupun pada saat
pembongkaran. Sedangkan pemilihan kapasitas tower crane berdasarkan berat,
dimensi, dan daya jangkau pada beban terberat, ketinggian maksimum alat,
perakitan alat diproyek, berat alat yang harus ditahan oleh stowerturnya, ruang
yang tersedia untuk alat, luas area yang harus dijangkau alat dan kecepatan alat
untuk memindahkan material
c. Kapasitas Tower Crane
Kapsitas tower crane tergantung beberapa faktor. Yang perlu diperhatikan adalah
bahwa jika material yang diangkut oleh crane melebihi kapasitasnya maka akan
terjadi jungkir. Oleh karena itu, berat material yang diangkut sebaiknya sebagai
berikut :
1) Untuk mesin beroda crawler adalah 75% dari kapasitas alat
2) Untuk mesin beroda ban karet adalah 85% dari kapasitas alat
3) Untuk mesin yang memilliki kaki adalah 85% dari kapasitas alat
Faktor luar yang harus diperhatikan dalam menentukan kapasitas alat adalah:
1) Kekuatan angin terhadap alat
2) Ayunan beban pada saat dipindahkan
3) Kecepatan pemindahan material
4) Pengereman mesin dalam pergerakannya
d. Ciri-ciri khas tower crane
1) Safety tinggi
Tingkat pengaman yang tinggi merupakan ciri khas tower crane karena di
samping kegunaanya untuk memperlancar operasional proyek konstruksi juga
bahaya yang tinggi yang setiap saat dapat terjadi, untuk itu tiap rangkaian
pemasangana pen atau spee, sling dan ketepatan pemasangan alat maka akan
mempengaruhi kerja alat lainnya. Dalam artian kesalahan kecil saja sangat
memungkinkan terjadinya kecelakaan yang fatal
2) Area operasional luas dan tinggi
Cakupan area yang luas, bahkan sampai area luar proyek menjadi trade mark
tersendiri sehingga memudahkan alur masuknya barang/ bahan material.
3) Konstruksi sederhana
Dengan pondasi kedalaman tertentu di cor lalu mulai di letakkan bagian per
bagian dari tower crane secara vertical
4) Sistem operasional sederhana
Sistem kerjanya simpel sehingga mudah dioperasionalkan.
Download