BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Ketidaksesuaian antara yang ada dan yang seharusnya, mendorong manusia untuk menjawab masalah ketidaksesuaiannya. Usaha manusia untuk menjawab ketidaksesuaian tersebut dapat dilakukan dengan memanfaatkan produk barang atau jasa yang ada. Pemanfaatan produk barang atau jasa disebut tindakan konsumsi atau mengonsumsi, sedangkan manusia yang melakukannya disebut konsumen. Keterlibatan, pemaknaan, pemahaman adanya kontradiksi makna dan penyelesaian kontradiksi makna membentuk kesadaran konsumen, khususnya dari kalangan mahasiswa UGM, atas pengonsumsian mi instan organik. Menurut Paulo Freire(1999), setidaknya ada tiga jenis kesadaran yaitu kesadaran misitis atau kesadaran bisu, kesadaran naïf atau kesadaran semi transitif, dan kesadaran kritis atau kesadaran transitif. Secara umum konsumen di Indonesia termasuk konsumen yang memiliki tingkat kesibukan yang tinggi dibanding dengan konsumen negara lainnya. Dengan tingkat kesibukan yang tinggi tersebut, maka banyak konsumen di Indonesia menyasar produk makanan siap saji1.Yang termasuk dalam makanan siap saji ialah mi instan, hamburger siap saji, ayam siap saji dan bubur instan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh World Instan Noodle Corporation (2015), 1 .Makanan siap saji adalah makanan yang disajikan secara cepat dan mudah. 1 menunjukkan Indonesia menduduki peringkat nomor 2 sebagai negara pengonsumsi mi instan terbanyak di dunia setelah China. Tabel.1. 1. Negara Pengonsumsi Mi Instan Terbanyak di Dunia Negara 2010 2011 2012 2013 1 China / Hong Kong 42,300 42,470 44,030 46,220 2 Indonesia 14,400 14,530 14,750 14,900 5,290 5,510 5,410 5,520 Japan Sumber :http://instantnoodles.org/noodles/expanding-market.html, diakses pada 15 3 Oktober 2015. Data diatas menunjukkan bahwa setiap tahun terjadi peningkatan pengonsumsian mi instan oleh konsumen Indonesia. Jepang2 sebagai negara pencetus mi instan pertama kali di dunia hanya menempati posisi ketiga sebagai negara pengonsumsi mi instan terbanyak di dunia. Peningkatan konsumsi mi instan di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 20023. Menurut Arianto (2011), pada tahun 2002 (sesudah krisis ekonomi), pola konsumsi pangan kedua (sesudah beras) sudah berubah, yaitu tidak lagi berasal dari jagung dan umbi - umbian melainkan dari mi, yang terbuat dari gandum atau terigu. Dengan demikian peningkatan konsumsi mi instan oleh konsumen Indonesia juga dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi konsumen yang 2 Momofuku Ando, seorang warga negara Jepang, merupakan penemu mi instan. Penemuan ini dilakukan atas keprihatian terhadap krisis pangan yang melanda Jepang setelah perang dunia ke II. (http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23116/4/Chapter%20II.pdf) 3 Pada tahun 1998 teradi kerusuhan yang menyebabkan kondisi perekonomian di Indonesia memburuk. Buruknya perekonomian di Indonesia saat itu ditandai dengan turunnya nilai mata uang Indonesia dari Rp. 4.850/dollar AS pada tahun 1997 menjadi Rp. 17.000/ dollar AS pada 6 Januari 1998. Akibat daripada krisis ekonomi tersebut terasa hingga beberapa tahun kemudian.Dengan kesulitan ekonomi, maka mendorong masyarakat untuk merubah pola konsumsinya.Makanan siap saji seperti mi instan, yang identik dengan kemurahan harga dan kuantitas memadai, menjadi pilihan masyarakat. hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah konsumsi mi instan sejak tahun 2002 (diolah dari berbagai sumber) 2 memungkinkan konsumen untuk mengonsumsi bahan pangan yang murah namun sudah memenuhi kebutuhannya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh JAKPAT Mobile Survey (2015), kepada 867 responden dari kalangan mahasiwa disimpulkan bahwa 75.57% konsumen mengonsumsi mi instan 1-3 bungkus/ minggu, 13.72% tidak secara teratur mengonsumsi mi instan/minggu, 8.3% mengonsumsi mi instan 4-6 bungkus/ minggu dan paling ekstrem 2.41 % mengonsumsi mi instan 6 bungkus /minggu. Tingginya tingkat konsumsi mi instan di kalangan mahasiswa tidak terlepas dari kesesuaian antara relevansi praktis mi instan dengan mahasiswa.Dalam penelitiannya Arianto (2011) menyatakan bahwa , peningkatan konsumsi mi instan, terutama pada mahasiswa kost, meningkat sejalan dengan aspek positif mi instan, yaitu mudah, cepat, murah dan praktis, sehingga tidak menganggu aktivitas mereka.Oleh karena itu mi instan banyak digemari oleh konsumen dari kalangan mahasiswa. Dibalik kelebihannya yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa, mi instan juga memiliki kelemahan.Kelemahan dari mi instan terletak pada penggunaan natrium dengan jumlah yang tinggi sehingga dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan khususnya bagi penderita maag dan hipertensi.Natrium yang terkandung dalam mi instan berasal dari garam NaCL dan pengembangnya. Selain itu kandungan karbohidrat sederhana dan lemak berpotensi menyebabkan ganggungan kesehatan seperti obesitas dan kenaikan kadar gula darah. Untuk menyiasati kelemahan mi instan tersebut, maka banyak pemerhati makanan sehat mulai memproduksi mi instan organik. Mi instan organik diharapkan memiliki nilai gizi lebih baik dibanding mi instan yang konvensional. 3 Kemunculan mi instan organik tidak terlepas dari perubahan gaya hidup masyarakat yang mulai peduli dengan isu mengenai pangan sehat dan pangan ramah lingkungan. Perubahan tersebut ditandai dengan meningkatnya jumlah petani organik, rumah makan dan toko yang menjual produk organik. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Thio, dkk(2008), kepada 400 responden yang berasal dari masyarakat Surabaya disimpulkan bahwa masyarakat Surabaya mempunyai persepsi yang baik terhadap produk makanan organik ditinjau dari atribut kesehatan, kualitas, harga, ramah lingkungan dan food safety. Persepsi baik tersebut memotivasi konsumen untuk melakukan pembelian ulang produk pangan organik. Dari hasil penelitian Thio, dkk (2008) juga diketahui bahwa responden yang pernah membeli makanan organik diketahui bahwa sebesar 88,2% responden memiliki minat untuk melakukan pembelian ulang terhadap makanan organik dan sebesar 11,8% responden menyatakan tidak berminat untuk melakukan pembelian ulang. Persepsi serupa juga dimiliki oleh masyarakat Yogyakarta. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Waskito,dkk (2014), disimpulkan bahwa masyarakat Yogyakarta memiliki persepsi yang baik terhadap produk makanan organik ditinjau dari atribut kesehatan, kualitas, harga, ramah lingkungan dan keamanan makan. Makanan organik dinilai memiliki nilai gizi lebih baik dibanding makanan konvensional pada umumnya. Selain itu makanan organik juga dinilai sebagai makanan ramah lingkungan karena minimnya penggunaan bahan kimia dalam proses produksinya. Makanan bagi sebagian besar masyarakat merupakan investasi jangka panjang bagi kesehatan konsumen dan keseimbangan lingkungan. 4 Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi mi instan organik selain tepung adalah sayuran organik. Sayuran organik digunakan sebagai bahan baku pewarna makanan dan penambah rasa. Dengan penggunaan sayuran organik sebagai bahan bakunya, mi instan organik tidak hanya baik bagi kesehatan konsumen namun juga ramah lingkungan. Sayuran organik merupakan hasil dari pertanian organik yang minim penggunaan peptisida, penyubur tanaman sintetis, hormon dan antibiotik. Penggunaan bahan alami dan sayuran organik diharapkan menjadikan mi instan organik memiliki kandungan nilai gizi lebih baik dibanding mi instan yang konvensional, sekalipun waktu yang dibutuhkan untuk menyajikannya sama dengan mi instan yang konvensional. Melihat perubahan pola konsumsi makanan dari makanan konvesional menjadi makanan organik, mendorong peneliti untuk melihat kesadaran konsumen, khususnya dari kalangan mahasiswa UGM, atas pengonsumsian mi instan organik. Dipilihnya mi instan organik dalam penelitian ini didasari oleh nilai lebih yang terkandung dalam mi instan organik, sebagai pangan sehat dan ramah lingkungan, dan tingginya tingkat konsumsi mi instan di Indonesia. Sedangkan dipilihnya konsumen mi instan organik dari kalangan mahasiswa UGM dalam penelitian ini disebabkan karena tingginya tingkat konsumsi mi instan dikalangan mahasiswa. 5 1.2.Relevansi dengan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan merupakan salah satu jurusan yang ditawarkan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gajah Mada. Jurusan ini memiliki tiga konsentrasi utama yaitu 1. Kebijakan Sosial (Social Policy) 2. Pemberdayaan Masyarakat (Community Development) 3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) Pada jenjang Strata 2, jurusan ini menawarkan dua konsentrasi yaitu Pemberdayaan Masyarakat atau Community Development dan Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility. Menurut Kwok (2003) dalam Social Welfare, Social Capital and Social Work (Personal Reflection of a Hongkong Social Worker), Social welfare is a matter state’ service designed to protect citizens from the economic risk and insecurities of life.In this regard, social welfare is one of the systems of transfer payments to bridge the gap between the poor and the rich. Kesejahteraan sosial dapat tercapai jika pemerintah menjalankan perannya untuk menjembatani gap antara si kaya dan si miskin. Peran pemerintah tersebut nampak dari program pembangunan sosial yang dicanangkan pemerintah. Menurut Susetiawan (2009), yang dimaksud dengan pembangunan adalah pemusnahan ketidakbebasan yang membuat penduduk terbelenggu yang terwujud dalam produk hukum. Dalam dunia ekonomi, salah satu cara pemerintah untuk melaksanakan pembangunan sosial demi mencapai keseejahteraan sosial ialah 6 dengan melahirkan produk hukum yang mengatur tanggung jawab sosial perusahaan dan perlindungan konsumen. Dalam usaha untuk mencapai kesejahteraan sosial, pemerintah Indonesia menerapkan kewajiban bagi pelaku usaha untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Kewajiban tersebut tertuang dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) dan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UU PM). Sayangnya, UU N0.40 Tahun 2007 hanya mengikat bagi perusahaan yang usahanya berkaitan dengan sumber daya alam. Namun begitu, banyak perusahaan non sumber daya alam di Indonesia yang dengan inisiatifnya sudah mensertifikasikan usahanya dalam standar global pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan seperti ISO:260004. Usaha perusahaan non sumber daya alam dalam pelaksanaan tanggung jawab sosial mendapatkan apresiasi dari pemerintah Indonesia melalui penghargaan PROPER yang diberikan oleh Kementrian Lingkungan Hidup. Selain itu, sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaannya, perusahaan yang bergerak di bidang pangan memiliki kewajiban untuk melaksanakan perlindungan konsumen. Di Indonesia, perlindungan konsumen diatur dalam UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Dalam ranah perlindungan konsumen, usaha yang dapat dilakukan oleh perusahaan ialah dengan memberikan informasi mengenai produk yang akurat, transparan dan memadai. Demi mencapai kesejahteraan sosial khususnya bagi konsumen melalui tanggung jawab sosial dan perlindungan konsumen, pemerintah maupun 4 Dalam ISO:26000, isu mengenai konsumen merupakan salah satu isu utamanya. Usaha perlindungan konsumen menurut ISO:26000 dapat dilakukan dengan pendistribusian informasi yang transparan, memadai dan akurat dari produsen ke konsumen. 7 perusahaan patut untuk mengetahui kondisi nyata dari konsumen. Di Indonesia sendiri, sedang terjadi pergeseran pola konsumsi konsumen dari konsumsi produk konvensional menuju produk organik. Hal ini ditandai dengan meningkatnya luas pertanian organik di Indonesia. Berikut gambar yang menjelaskan peningkatan lahan pertanian di Indonesia. Gambar 1.1 Perkembangan Luas Pertanian Organik di Indonesia Sumber : Statistik Pertanian Organik Indonesia 2011 dalam Mayrowani (2012) Secara garis besar setiap tahunnya terjadi peningkatan luas pertanian organik di Indonesia, sekalipun pada tahun 2011 terjadi sedikit penurunan. Peningkatan lahan pertanian organik di Indonesia, memungkinkan produsen pangan organik untuk mengembangkan produk organiknya. Produk hasil pertanian organik, saat ini tidak hanya dikonsumsi secara langsung oleh konsumen. Melalui inovasi dari 8 produsen produk organik, saat ini konsumen di Indonesia dapat mengonsumsi produk olahan hasil pertanian organik. Produk olahannya seperti mi instan organik. Dengan pergeseran pola konsumsi pangan konsumen di Indonesia tersebut maka diperlukan pengembangan bentuk tanggung jawab sosial perusahaan, khususnya dalam ranah perlindungan konsumen. Pengembangan tersebut dilakukan berdasarkan kondisi konsumen atas kebutuhan akan tanggung jawab sosial perusahaan produk organik. Salah satunya ialah dengan mengetahui kondisi kesadaran konsumen atas pengonsumsian suatu produk organik. Penelitian ini membahas mengenai kesadaran konsumen, khususnya dari kalangan mahasiswa UGM, atas pengonsumsian mi instan organik. Kesadaran konsumen dari kalangan mahasiswa UGM dapat dipahami melalui budaya keterlibatan dan pikiran konsumen atas pengonsumsian mi instan organik. Kesadaran konsumen, khususnya dari kalangan mahasiswa UGM, atas pengonsumsian mi instan organik menunjukan kesejahteraan. Kesejahteraan konsumen dapat terwujud selama perusahaan melakukan tanggung jawab sosial perusahaannya melalui pendistribusian informasi yang akurat, memadai dan transparan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data awal, mengenai kondisi konsumen, bagi pemerintah sebagai legislator dan perusahaan sebagai pelaksana tanggung jawab sosial perusahaan untuk mengembangkan dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan khususnya bagi konsumen pangan organik. Oleh karena itu, penelitian ini memiliki relevansi dengan jurusan Pembangunan Sosial dan Perusahaan. 9 1.3.Aktualitas Penelitian Gerakan konsumen di segala penjuru dunia dilatarbelakangi oleh kesadaran konsumen atas pengonsumsian suatu produk. Kesadaran tersebut dihasilkan oleh budaya keterlibatan dan proses berpikir konsumen atas pengonsumsian suatu produk. Selanjutnya, kesadaran konsumen atas pengonsumsian suatu poduk akan menghasilkan keterlibatan dan proses berpikir konsumen yang baru. Salah satu gerakan konsumen yang cukup terkenal ialahh keberhasilan gerakan konsumen di India. Gerakan konsumen di India didasari oleh kesadaan konsumen atas hak untuk mendapatkan perlindungan dalam mengonsumsi coca cola. Konsumen coca- cola di India melalui penelitian yang dilakukan oleh Center for Science and Environment (CSE) yang bermarkas di Delhi menemukan bahwa di dalam coca- cola yang didistribusikan di negaranya terkandung zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan konsumen. Menurut CSE dalam The Coke Machine (2011), coca-cola, dalam laporannya, mengandung residu DTT dan insektisida empat puluh lima kali lipat dari standar keamanan Eropa. Selain itu gerakan ini juga didukung oleh warga pedesaan di India yang daerahnya di bangun pabrik coca-cola. Menurut warga, keberadaan pabrik coca-colamenyebabkan masalah lingkungan, salah satunya kekeringan air. Pada akhirnya gerakan konsumen cocacola di India berhasil menendang PT Coca Cola Company dari negaranya. Menurut Blanding (2011), penutupan pabrik di Plachimada terus bergema di seluruh India – dan dunia- menunjukkan kekuatan dan tekanan politik dapat dilakukan oleh sebuah kelompok kecil penduduk. Oleh karena itu gerakan 10 konsumen yang didasari oleh kesadarannya atas pengonsumsian suatu produk mempengaruhi eksistensi suatu perusahaan. Berdasarkan pengalaman pengabaian terhadap kesadaran konsumen atas pengonsumsian suatu produk, mendorong peneliti untuk meneliti mengenai kesadaran konsumen atas pengonsumsian mi instan organik. Dipilihnya konsumen mi instan organik disebabkan oleh tingginya konsumsi mi instan di Indonesia dan perubahan pola makan konsumen Indonesia, dari makanan konvensional menuju makanan organik. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi peringatan dan dasar bagi produsen mi instan organik dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan, khususnya mengenai isu perlindungan konsumen. Penelitian ini juga dapat menjadi dasar bagi pemerintah sebagai legislator kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia. 1.4. Rumusan Masalah Kesadaran konsumen atas pengonsumsian mi instan organik dapat dianalisa dengan memahami keterlibatan dan pikiran konsumen atas pengonsumsian mi instan organik. Analisa mengenai keterlibatan diawali dengan analisa mengenai nilai dan konsep konsumen atas pengonsumsian mi instan organik, mencakup pengalaman sebelum mengonsumsi mi instan organik dan pemahaman mengenai mi instan organik. Selanjutnya, menganalisa mengenai relevansi praktis, pengaruh eksternal, dan informasi bagi konsumen dari kalangan mahasiswa UGM atas pengonsumsian mi instan organik. Analisa mengenai pikiran konsumen atas pengonsumsian mi instan oragnik meliputi analisa 11 mengenai dampak, perbandingan antara mi instan organik dan mi instan konvensional, makna organik, kontradiksi organik dan penyelesaian kontradiksi makna organik bagi konsumen dari kalangan mahasiswa UGM atas pengonsumsian mi instan organik. Oleh karena, rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini ialah : Bagaimana kesadaran konsumen atas pengonsumsian mi instan organik Untuk menjawab rumusan masalah diatas, maka peneliti menganalisa mengenai keterlibatan dan pikiran konsumen dari kalangan mahasiswa UGM atas pengonsumsian mi instan organik. 1.5.Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesadaran konsumen, khususnya dari kalangan mahasiswa UGM, atas pengonsumsian mi instan organik. Dengan demikian, penelitian ini dapat menjadi peringatan dan dasar bagi produsen mi instan organik dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, penelitian ini juga dapat menjadi landasan akademik bagi pemerintah untuk mengembangkan undang – undang yang mengatur mengenai pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan. 12 1.5.2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu : 1. Menyediakan data mengenai kesadaran konsumen, khususnyadari kalangan mahasiswa UGM,atas pengonsumsian produk mi instan organik 2. Sebagai landasan bagi produsen mi instan organik dan pemerintah dalam melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan. 1.6. Tinjauan Pustaka 16.1. Keterlibatan Konsumen atas Pengonsumsian Mi Instan Organik Kesadaran konsumen mi instan organik, khususnya dari kalangan mahasiswa UGM, nampak dari keterlibatannya atas pengonsumsian mi instan organik. Keterlibatan merupakan keaktifan konsumen atas pengonsumsian mi instan organik. Menurut KBBI (1988), keterlibatan merupakan kata kerja dari keadaan terlibat, sedangkan terlibat sendiri berarti tersangkut. Menurut Cabanero (2006), keterlibatan memiliki keterkaitan dengan nilai dan konsep yang melekat pada diri konsumen Involvement is related to the values and the self concept of the person to a product category independently of particular purchase decision. Nilai dan konsep yang melekat pada diri konsumen mempengaruhi keterlibatannya. Nilai dan konsep tersebut seperti pentingnya ekspresi diri, pentingnya hedonisme, relevansi praktis, resiko pembelian, pengalaman dan norma dalam kelompok. 13 Mi instan organik memililki relevansi praktis dengan kebutuhan konsumen, khususnya bagi mahasiswa UGM. Kepraktisan mi instan organik nampak dari kemudahannya dalam mengolah dan harga yang terjangkau. Menurut Eddyono dan Budiarto Subroto (2014), relevansi praktis tersebut ialah This is confirmed by consumers perception of noodles flavor that is suit to consumer tastes, right size, practical processing, reasonable prices, availability anywhere, has brand equity and produced by company with good image. Menurut Sutisna (2001), keterlibatan yaitu keterlibatan ada dua tipe keterlibatan dilihat dari waktu situasional (situational involvement) dan keterlibatan tahan lama (enduring involvement). Keterlibatan situasional terjadi dalam situasi khusus dan bersifat sementara. Misalkan konsumen yang sedang sakit perut lebih memilih mengonsumsi bubur daripada nasi, karena bubur lebih mudah dicerna sehingga dapat mempercepat kesembuhannya. Pengonsumsian bubur hanya dilakukan konsumen selama ia sakit perut. Dengan demikian pencarian informasi yang dilakukan oleh konsumen dengan keterlibatan situasional hanya dilakukan selama informasi itu diperlukan. Biasanya pencarian informasi hanya dilakukan sebelum pembelian. Sedangkan keterlibatan tahan lama berlangsung lebih lama dan bersifat lebih permanen. Dalam keterlibatan tahan lama, konsumen lebih aktif melakukan pencarian dan pengevaluasian terhadap informasi yang beredar disekitarnya. Keterlibatan tahan lama biasanya terjadi ketika produk tersebut dapat meningkatkan citra diri konsumen, memiliki daya tarik emosional dan memiliki hubungan erat dengan nilai yang dirujuk. Misalkan pencarian informasi yang dilakukan oleh konsumen vegetarian terhadap makanan yang dikonsumsinya. Pencarian informasi dilakukan 14 sebelum dan setelah mengonsumsi suatu produk makan. Informasi yang didapatkan lantas dievaluasi dan dianalisis bersamaan dengan pengalaman konsumen vegetarian atas pengonsumsian suatu produk makanan. Pencarian informasi dilakukan berulang didasari oleh nilai yang dirujuk konsumen vegetarian dan daya tarik emosional antara konsumen dengan produk pangannya. Menurut Sutisna, tipe keterlibatan situasional dan keterlibatan yang lebih permanen dikatagorikan sebagai konsumen yang mempunyai tingkat keterlibatan tinggi (high involvement). Ada dua tipe pencarian informasi yaitu pencarian informasi prapembelian atau pra pengonsumsian dan pencarian informasi pascapengonsumsian atau pencarian yang terus berlangsung. Tujuan dari pencarian informasi ialah keinginan konsumen untuk menyesuaikan antara produk yang dikonsumsi dengan kebutuhannya. Tabel berikut ini menampilkan kerangka kerja pencarian informasi oleh konsumen. 15 Table 1.2. Kerangka Kerja Pencarian Informasi Pencarian Pra Pembelian Determinan Keterlibatan dalam pembelian Lingkungan Pasar Faktor – faktor situasional Pencarian yang terus berlangsung Determinan Keterlibatan dengan produk Lingkungan pasar Faktor - faktor situasional Motif Pencarian Membuat keputusan pembelian yang lebih baik Motif Pencarian Membangun bank informasi untuk digunakan pada masa mendatang Sebagai cara untuk bersenang – senang Hasil yang Diharapkan dari Pencarian Meningkatkan pengetahuan atas produk dan pasar Meningkatkan hasil pembelian yang memuaskan Hasil yang Diharapkan dari Pencarian Meningkatkan pengetahuan atas produk dan pasar yang akan dugunakan untuk pembelian yang efisien pada masa mendatang Mempengaruhi orang lain Meningkatkan kepuasan dari pencarian dan hasil – hasil lainnya Sumber: Sutisna, (2001). Secara umum perbedaan antara pencarian pra pembelian dan pencarian yang terus berlangsung berada pada motif pencarian. Dalam pencarian pra pembelian, motif konsumen untuk melakukan pencarian informasi disebabkan oleh keinginan untuk membuat keputusan pembelian yang lebih baik. Sedangkan dalam pencarian yang terus menerus, konsumen menjadikan dirinya sebagai bank informasi yang digunakan untuk pembelian di masa yang akan datang. Informasi yang sudah dimiliki oleh konsumen lantas di proses dalam pengambilan keputusan. Dalam proses pengambilan keputusan pembelian terdapat empat tipe perilaku konsumen. Berikut tabel yang menunjukkan empat tipe perilakuokonsumen. 16 Tabel 1.3 Empat Tipe Perilaku Konsumen 1 Decision Making Habit High Involvement Low Involvement Proses Keputusan Complex Decision Making Proses Keputusan Limited Decision Making Hierarki Pengaruh : Kepercayaan Evaluasi Perilaku Hierarki Pengaruh : Kepercayaan Evaluasi Perilaku Dasar Teori Pembelajaran Kognitif Proses Keputusan Brand Loyalty Dasar Teori Pembelajaran Pasif Proses Keputusan Inertia Hierarki Pengaruh : Kepercayaan* Evaluasi* Perilaku Hierarki Pengaruh : Kepercayaan Perilaku Evaluasi* Dasar Teori Instrumental Conditioning Dasar Teori Classical Conditioning *Tidak diperlukan dalam proses pembelian Sumber : Henry Assael dalam Sutisna (2001) 17 Dalam proses keputusan Complex Decesion Making¸ konsumen memiliki banyak informasi mengenai merek produk yang akan dibelinya. Keragaman informasi tersebut menyebabkan konsumen berada pada proses pengambilan yang kompleks. Dalam proses keputusan Brand Loyalty, konsumen melakukan pembelian secara berulang pada suatu merek produk, sehingga meningkatkan loyalitas konsumen terhadap suatu merek produk. Dalam proses keputusan Limited Decision Making, konsumen melakukan perubahan kebiasaan pembelian karena terdapat merek produk baru. Untuk itu konsumen memerlukan pencarian informasi. Namun informasi yang dimiliki oleh konsumen terbatas pada merek – merek tertentu. Dalam proses keputusan Interia, konsumen melakukan pembelian berulang terhadap suatu merek produk. Namun hal tersebut tidak menimbulkan loyalitas konsumen terhadap suatu merek produk, sebab jika ada stimulus baru dari merek produk lainnya konsumen dapat mengubah kebiasaannya. Menurut Sutisna (2001), prinsip classical conditioning juga lebih cocok untuk perilaku pembelian kurang terlibat. Dengan demikian classical conditioning dapat digunakan untuk proses keputusan limited decision making dan interia. Hal ini disebabkan oleh perubahan pembelian yang dilakukan oleh konsumen dengan proses keputusan interia. Perubahan ini disebabkan adanya stimulus baru dari merek produk yang baru. Ketika konsumen melakukan perubahan maka konsumen akan melakukan pencarian terbatas pada merek produk yang baru tersebut. Pada saat itu proses keputusan pembelian konsumen akan berubah menjadi proses keputusan terbatas (limited decision making). Menurut Sutisna (2001), clasiccal conditioning memandang bahwa perilaku merupakan hasil dari asosiasi yang dekat antara perangsang utama (primary stimulus) dengan 18 perangsang kedua (secondary stimulus). Perangsang utama digunakan untuk rujukan utama konsumen, sedangkan rangsangan kedua digunakan sebagai pelengkap perangsang kedua. Misalkan kata organik digunakan sebagai perangsang utama, sedangkan mi instan organik digunakan sebagai pelengkap perangsang utama. Dengan penyematan kata organik dalam mi instan, mempermudah konsumen untuk mengidentifikasi jenis mi instan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Dalam Sutisna (2001), ada dua jenis hierarki keterlibatan konsumen yaitu keterlibatan rendah dan keterlibatan tinggi. Berikut tabel yang menunjukkan perbedaan hierarki keterlibatan konsumen. 19 Tabel.1.4.Perbandingan Hierarki Keterlibatan Rendah dan Keterlibatan Tinggi 1 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Keterlibatan Rendah Konsumen mempelajari informasi secara acak Konsumen sebagai pengumpul informasi Konsumen merupakan audiens yang pasif terhadap iklan, sehingga hasilnya pengaruh iklan pada konsumen kuat Konsumen membeli dulu merek produk, baru kemudian jika diperlukanmengevaluasinya Tingkat kepuasan konsumen mempunyai rentang yang luas, sehingga dalam proses pembeliannya konsumen beradasarkan pada sedikit atribut. Familiarty adalah kunci keterlibatan rendah Karakteristik kepribadian dan gaya hidup tidak berhubungan dengan perilaku pembelian, karena produk tidak secara erat berhubungan dengan identitas dan sistem kepercayaan konsumen Kelompok rujukan mempunyai sedikit pengaruh terhadap pilihan produk karena produk tidak mungkin dihubungakan dengan norma dann nilai kelompok Keterlibatan Tinggi Konsumen adalah pemroses informasi Konsumen adalah pencari informasi Konsumen merupakkan audiens yang aktif untuk iklan, sehingga iklan kurang mempunyai pengaruh pada konsumen Konsumen mengevaluasi merek sebelum melakukan pembelian Konsumen mencari tingkat kepuasan maksimal dari apa yang diharapkan sebelumnya, sehingga konsumen akan membandingkan merek produk yang satu dengan yang lainnya secara hati –hati dengan mendasarkan pada banyak atribut produk Kepribadian dan gaya hidup berhubungan dengan perilaku konsumen, karena produk mempunyai hubungan yang erat dengan identitas dan sistem kepercayaan kinsmen Kelompok rujukan mempunyai pengaruh pada perilaku konsumen karena produk bisa dihubungkan dengan norma dan nilai kelompok Sumber: Sutisna, (2001) 20 Konsumen dengan keterlibatan rendah berperan hanya sebagai pengumpul informasi. Pencarian dan pengevaluasian terhadap informasi dan pengalaman konsumen dilakukan hanya jika diperlukan, namun stimulus iklan produk diterima secara pasif oleh konsumen. Menurut Krugman dan Eugene yang dimaksud dengan pembelajaran pasif (1970), Passive learning is typically effortless, responsive to animated stimuli, amenable to artificial aid to relaxation, and characterized by an absence of resistance to what is learned, thus opening up possibilities that, depending on one's point of view, one may welcome or deplore. Dalam pembelajaran pasif, usaha konsumen untuk melakukan pencarian informasi sangat terbatas. Namun konsumen responsif dengan stimulan yang diberikan produk. Bagi Krugman dan Eugene (1970), media yang ramah bagi konsumen untuk menerima stimulan ialah iklan televisi, Much of what is taught by the mass media does involve passive learning and especially so among young television viewers. Konsumen dari kalangan muda responsif terhadap stimulan yang ditawarkan oleh media massa seperti iklan televisi. Hal ini menyebabkan konsumen menjadi pasif terhadap kontradiksi yang ada. Akibatnya konsumen menjadi enggan untuk menyelesaikan kontradiksi atas pengonsumsian merek produk. Fungsi iklan dalam keterlibatan rendah menurut Krugman dalam Lantos adalah sebagai berikut (2015), These ads create brand recognition and recall without altering attitudes. People might only remember the brand name (e.g. Hubba Bubba bubble gum) and some basic beliefs about the brand (Hubba Bubba is the best gum ever for blowing really huge bubbles). 21 Dengan menggunakan iklan yang ditayangkan berulang – ulang mengakibatkan konsumen mengingat merk produk yang diiklankan dan stimulan – stimulan yang sengaja didistribusikan melalui iklan. Dalam keterlibatan tinggi konsumen berperan aktif melakukan pencarian dan informasi produk yang akan dikonsumsi. Stimulus produk tidak mempengaruhi konsumen atas pengonsumsian suatu produk. Informasi yang didapatkan konsumen sangat beragam, tidak hanya bersumber dari iklan. Konsumen secara aktif mencari informasi dari berbagai media yang ada, seperti media cetak dan media online. Pencarian informasi tidak hanya dilakukan ketika prapengonsumsian, setelah mengonsumsi konsumen terus melakukan pencarian informasi terhadap produk yang dikonsumsinya. Informasi yang didapatkan baik sebelum maupun setelah mengonsumsi kemudian dievaluasi dan dihubungkan dengan nilai dan konsep diri konsumen. Pengalaman atas pengonsumsian juga termasuk dalam aspek yang dievaluasi oleh konsumen. Untuk mengubah keterlibatan konsumen dari keterlibatan rendah menjadi keterlibatan tinggi dapat dilakukan dengan memanfaatkan berbagai media massa yang ada. Menurut Sutisna beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengubah tingkat keterlibatan dari rendah menjadi tinggi adalah sebagai berikut (2001) : 1. Hubungkan produk dengan isu – isu yang bisa membuat konsumen terlibat. Misalnya iklan sabun mandi menampilkan isu kesehatan kulit dengan kemampuannya membasmi kuman. 2. Hubungkan produk dengan situasi pribadi yang membuat konsumen terlibat. Misalnya iklan kopi menampilkan suasana hari yang sejuk atau dingin. 3. Hubungkan produk dengan asosiasi diri. Misalnya iklan rokok Ardath dengan orang sukses dan Gudang Garam Filter dengan pria punya selera. 4. Hubungkan karakteristik yang penting dari produk. Misalnya iklan sabun mandi yang mampu membasmi kuman dengan zar puralin. 22 Keterlibatan konsumen atas pengonsumsian pangan organik dilandasi oleh motivasi konsumen. Setidaknya ada dua jenis motivasi konsumen atas pengonsumsian makanan organik yaitu, motivasi dari dalam dan dari luar diri konsumen. Menurut Multu (2007) ada tujuh motivasi dari dalam diri konsumen atas pengonsumsian makanan organik, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Heatlh Enviromental Protection Animal Walfare High Quality Origin Taste Trust and Food Safety. Ditambahkan juga oleh Multu (2007) tiga motivasi dari luar diri konsumen atas pengonsumsian makanan organik, yaitu : 1. Culture and Subculture 2. Social Class 3. Family and Group Influence Secara umum menurut Zamora dkk ( 2013) keterlibatan konsumen atas pengonsumsian makanan organik dilandasi oleh dua jenis motivasi yaitu, The first is egouistic motives, which center on the individual’s health and food safety and on hedonistic aspects such as quality, nutrutuin and flavor. The second is altruistic motives, related to protecting the environment, animal welfare and rural development. Menurut Marketing School (2012), kandungan nilai dalam makanan organik memotivasi konsumen untuk mengonsumsi makanan organik ialah, 1. 2. 3. 4. 5. 6. Altruism( Relationship with others) Ecology (Harmony with Universe) Universalism (Protection of the welfare off all people/ nature) Benevolence (Enchancing welfare of loved ones and friends) Spirituality (Inner harmony and unity with nature) Self Direction (Independent thought and action) 23 Dibalik itu semua, ada beberapa halangan bagi konsumen atas pengonsumsian makanan organik. Menurut Multu (2013) ada beberapa halangan atas pengonsumsian makanan organik, High price, low budget, lack of availability and poor appearance can be seen as general barriers to organic food consumption. Halangan – halangan tersebut acap kali mengakibatkan ketidakkonsistenan konsuumen atas pengonsumsian produk organik. Mi instan organik termasuk dalam katagori makanan siap saji yang terbuat dari bahan ramah lingkungan dan sehat bagi konsumen. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan keterlibatan konsumen atas pengonsumsian mi instan organik adalah keaktifan konsumen khususnya dari kalangan mahasiswa UGMatas pengonsumsian. Keterlibatan konsumen, khususnya dari kalangan mahasiswa UGM, ditunjukan oleh nilai dan konsep, relevansi praktis, pengaruh eksternal dan informasi atas pengonsumsian mi instan organik. Keterlibatan konsumen atas pengonsumsian mi instan organik merupakan budaya yang dibentuk oleh konsumen atas pengonsumsian mi instan organik. Budaya tersebut kemudian membentuk kesadaran konsumen atas pengonsumsian mi instan organik. 24 1.5.2.Tipologi Kesadaran Konsumen atas pengonsumsian Mi Instan Organik menurut Paulo Freire Menurut Freire (1999), dengan aktif bertindak dan berpikir sebagai pelaku, dengan terlibat langsung dalam permasalah nyata dan dalam suasana yang dialogis, maka pendidikan kaum tertindasnya Freire dengan segera menumbuhkan kesadaran yang menjauhkan seseorang dari “rasa takut akan kemerdekaan”. Tindakan melalui keterlibatan secara langsung dan proses berpikir mengenai makna organik, kontradiksi makna organik dan penyelesaian kontrakdiksi makna ogranik menumbuhkan kesadaran konsumen, khususnya dari kalangan mahasiswa UGM,atas pengonsumsian mi instan organik. Menurut KBBI (1988), yang dimaksud dengan kesadaran adalah keinsafan, keadaan mengerti. Manusia yang sadar adalah manusia yang mampu memaknai keberadaan dirinya dan dunia dan mampu berbicara atas nama dirinya sendiri. Sebagai makhluk berkesadaran, maka proses mengada manusia terjalin melalui hubungan dialektis antara dirinya sebagai subjek yang merdeka dengan objek yang dihadapinya atau antarasubjek dengan objek yang sama, karenanya kesadaran manusia selalu mengarah pada sesuatu (objek). Dalam proses mengada, keterlibatan secara langsung mempengaruhi pembentukan kesadarannya. Dengan demikian, yang dimaksud kesadaran oleh Paulo Freire (2013) adalah hasil dari berbagai hambatan dan penyimpangan yang oleh berbagai faktor dalam realitas empiris dihadapkan kepada kesadaran potensial, kesadaran atas kemungkinan pemecahan yang belum diketahui, untuk diwujudkan. Menurut Paulo Freire (1999) dalam Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, setidaknya ada tiga jenis kesadaran yaitu kesadaran 25 misitis atau kesadaran bisu, kesadaran naïf atau kesadaran semi transitif, dan kesadaran kritis atau kesadaran transitif. Menurut Paulo Freire (1999), dalam budaya bisu, masyarakat itu diam, yakni mereka dilarang untuk ambil bagian secara kreatif dalam transformasi sosial dan oleh karenanya pada titik yang ekstream mereka dilarang hidup. Masyarakat sebatas mengetahui bahwa dirinya ada, namun karena adanya mitos yang menutupnya, masyarakat tidak memahami bahwa keberadaan dirinya dan keterlibatannya memberi dampak pada transfromasi sosial. Akibat dari ketidakpahaman tersebut, masyarakat menganggap yang ada merupakan sesuatu yang lumrah dan tidak perlu untuk dievaluasi. Menurut Freire (1999), budaya ini merupakan hasil hubungan struktural antara yang mendominasi dan didominasi. Hasil dari budaya bisu ialah kesadaran mistis atau kesadaran bisu. Untuk mengubah masyarakat budaya bisu menjadi masyarakat budaya kritis diperlukan adanya keterlibatan masyarakat untuk memahami bahwa dirinya dan tindakkannya dapat memberi dampak bagi transformasi sosial. Namun perubahan tersebut tidak dapat terjadi secara radikal apabila masyarakat masih belum mandiri. Menurut Freire (1999), ciri masyarakat yang belum mandiri adalah ketaatan semu (quasi adherence) pada kondisi yang atau seolah – olah mengikuti arus namun sebenarnya tidak (quasi immersion). Pemahaman masyarakat yang belum mandiri atas realitasnya masih kurang, mereka masih terkungkung dalam ketakutannya. Kurangnya pemahaman atas realitasnya disebabkan karena kurangnya keterlibatan masyarakat untuk memahami realitasnya. Menurut Freire (1999), maka bagi mereka kenyataan –realitas- adalah 26 superrealitas atau sesuatu yang berada di luar kenyataannya. Kesadaran masyarakat yang belum mandiri adalah kesadaran naïf atau semi transitif. Sering dengan usaha yang terus dilakukan oleh masyarakat yang belum mandiri untuk memahami realitas secara utuh, maka akhirnya meruntuhkan persepsi superrealitas yang dimelekat dalam kesadarannya. Runtuhnya persepsi superrealitas membuat masyarakat memahami bahwa realitasnya dapat diubah melalui keterlibatannya. Tindakkan dan proses berpikir secara aktif menjadi bukti keterlibatan aktif masyarakat untuk mengubah realitas yang menurutnya tidak sesuai. Masyarakat akhirnya paham bahwa keberadaan diri dan keterlibatannya memberi dampak bagi transformasi sosial. Kesadaran masyarakat budaya kritis ialah kesadaran kritis atau transitif. Kesadaran konsumen atas pengonsumsian mi instan organik ditunjukkan oleh keterlibatan, pemaknaan organik, kontradiksi makna organik dan penyelesian kontradiksi makna organik atas pengonsumsian mi instan organik. Dengan demikian yang dimaksud dengan kesadaran konsumen atas pengonsumsian mi instan organik ialah keaktifan berpikir dan bertindak konsumen khususnya dari kalangan mahasiswa UGM, yang diwujudkan dalam keterlibatan, pemaknaan organik, pemahanan kontradiksi makna organik dan penyelesaian kontradiksi organik atas pengonsumsian mi instan organik. 27