Pusat HUMAS Departemen Perdagangan SIARAN PERS DEPARTEMEN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I. Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Phone/Fax: 021-385-8213 www.depdag.go.id DPR Mengesahkan PERPU No.1 Tahun 2007 Menjadi Undang-Undang Jakarta, 9 Oktober 2007 – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini mengesahkan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU) No.1 tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 tahun 2000 tentang PERPU No.1 tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang. Setelah melalui pembahasan intensif antara Pemerintah dan DPR Republik Indonesia, pengesahan PERPU menjadi Undang-Undang disepakati karena penting untuk menciptakan kepastian hukum bagi iklim investasi dan daya saing Indonesia untuk menarik investasi yang diperlukan untuk pembangunan nasional dan penciptaan lapangan kerja. Indonesia menghadapi persaingan yang ketat dari beberapa negara seperti RRT, Vietnam dan India dan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand dalam rangka menarik investasi yang merupakan kunci bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Khusus untuk daerah Batam, Bintan dan Karimun (BBK), kepastian hukum yang diciptakan sangat penting untuk mencegah relokasi investasi yang sudah menganggu iklim investasi di wilayah tersebut dan untuk mengembangkan wilayah tersebut sesuai potensinya. ”Dari awal pengembangan Batam dan Bintan --dan baru-baru ini ditambah dengan Karimun-- sebagai wilayah ekonomi khusus disadari memiliki nilai strategis karena jaraknya yang sangat dekat dengan Singapura maupun Malaysia, dan keberadaannya di jalur utama perdagangan dunia. Inilah yang membedakannya dari wilayah lain. Potensi wilayah tersebut sangat besar untuk dikembangkan sebagai pusat regional perdagangan, logistik, pelabuhan, finansial, dan konvensi,” kata Menteri Perdagangan Mari Pangestu, yang menjadi salah satu wakil Pemerintah dalam pembahasan PERPU pada saat konferensi pers hari ini. Di Batam dan Bintan selama beberapa tahun terakhir diperkirakan terdapat 26 perusahaan telah melakukan relokasi yang menyebabkan pengangguran sebanyak 29.140 orang. Iklim usaha yang kurang kondusif juga telah menyebabkan penurunan nilai ekspor dari US$ 7 milyar pada 2001 atau 14% dari total ekspor, menjadi US$5 milyar atau 8 persen dari total ekspor. Ketidakpastian hukum yang timbul karena berbagai perubahan yang dialami sejak krisis ekonomi, telah membuat iklim investasi di wilayah tersebut menjadi kurang kondusif. Pemerintah pusat dan daerah telah melakukan beberapa perbaikan peraturan sejak 2005, namun ternyata tidak cukup untuk menciptakan iklim yang kondusif. Disamping itu Siaran Pers, 1 Pusat HUMAS Departemen Perdagangan selama dua tahun terakhir, terjadi peningkatan persaingan langsung dengan pembangunan Special Economic Zone ”Iskandar Development Region” di Johor Baru yang luasnya 5 kali dari Singapura. Sehubungan dengan hal-hal tersebut, Muhammad Lutfi, selaku Ketua Harian Tim Nasional Kawasan Ekonomi Khusus mengatakan ”Tim Nasional Kawasan Ekonomi Khusus berkesimpulan bahwa diperlukan segera adanya perubahan/perundangan untuk memberikan kepastian hukum di kawasan BBK. Wilayah tersebut menjadi prioritas dikarenakan lokasinya yang strategis, infrastruktur dasar yang sudah memadai (terutama Batam) dan kawasan yang sesungguhnya sangat diminati oleh investor.” Untuk semester I tahun 2007 persetujuan PMA di Batam dan Bintan telah mencapai US$5 milyar dengan penciptaan lapangan kerja sebanyak 13.000 orang. Pada bulan Agustus 2007 telah ditandatangani 22 MOU di daerah BBK senilai US$1,9 milyar dan diperkirakan mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak 50.000 orang. Gubernur Kepulauan Riau (KEPRI), Ismeth Abdullah, menyatakan ”Bila PERPU disahkan dalam kurun waktu 4-5 tahun mendatang investasi diperkirakan naik menjadi US$13 milyar dengan efek samping (multiplier effects) yang besar untuk wilayah BBK maupun dearah lain yang berdekatan.” Menteri Hukum dan HAM Andi Mattallatta, selaku salah satu Wakil Pemerintah dalam pembahasan PERPU menyampaikan, ”Substansi dari perlakuan khusus di kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas sudah diatur secara lengkap dalam Undang-Undang No.36 tahun 2000. PERPU No.1 Tahun 2007 hanya menetapkan batas wilayah kegiatan ekonomi yang diberikan perlakuan khusus tersebut di bidang perpajakan, kepabeanan, perizinan dan kemudahan-kemudahan lainnya di wilayah NKRI. Dengan disahkannya PERPU ini maka penetapan batasan kawasan yang merupakan hal teknis implementasi Undang-Undang No.36 tahun 2000, dari yang semula melalui Undang-Undang menjadi cukup dengan Peraturan Pemerintah. Percepatan pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas pada akhirnya diharapkan akan mempercapat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.” Mengenai pengawasan terhadap barang yang keluar masuk ke dan dari kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menegaskan bahwa pengawasannya tetap dilakukan oleh Bea dan Cukai. ”Dengan demikian, fungsi petugas bea dan cukai adalah tetap melakukan pengawasan dan pencatatan atas keluar masuknya barang di kawasan pelabuhan laut dan udara serta di dalam kawasan dimaksud.” Pemerintah telah menetapkan batasan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk BBK dengan PP 46, 47 dan 48 tahun 2007 yang telah dikeluarkan pada tanggal 20 Agustus 2007. Siaran Pers, 2 Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Pemerintah memberi penghargaan yang tinggi kepada Komisi VI DPR RI atas kerjasama yang baik sehingga dapat menyelesaikan pembahasan PERPU dalam masa sidang ini. Sebagai langkah tindak lanjut dari pengesahan PERPU ini, Menteri Perdagangan Mari Pangestu menyampaikan rencana aksi yang akan dilakukan Pemerintah. ”Kami akan membentuk kelembagaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas BBK yaitu berupa Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan Kawasan; penetapan pelabuhan laut dan bandar udara sebagai pintu masuk dan keluar barang serta pelabuhan yang ada di luar yang dinyatakan tertutup; penetapan kebijakan pemberian insentif baik fiskal maupun non fiskal; penetapan kebijakan pengaturan ekspor-impor yang didasarkan pada ketentuan perjanjian internasional dan kepentingan nasional; pelimpahan wewenang di bidang perijinan yang diperlukan; penetapan kebijakan lalu lintas barang, keimigrasian dan ketenagakerjaan; dan penerapan kebijakan Rules of Origin (Surat Keterangan Asal) dalam rangka mencegah terjadinya illegal transshipment.” Untuk kawasan ekonomi khusus lainnya, sesuai pasal 31 UU No. 25 Tahun 2007 mengenai Penanaman Modal, Pemerintah sedang menyiapkan RUU Kawasan Ekonomi Khusus yang akan mengatur ketentuan mengenai berbagai bentuk kawasan khusus dengan lebih luas selain kawasan perdagangan dan pelabuhan bebas. --- Selesai --- Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi: Kepala Pusat Humas Departemen Perdagangan Republik Indonesia Telepon/Fax: 385 8213 www.depdag.go.id Siaran Pers, 3