MODUL PERKULIAHAN 9 PENDIDIKAN PANCASILA PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA-2 Fakultas Program Studi Teknik Teknik Sipil Tatap Muka 10 Kode MK Disusun Oleh 90037 Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Abstract Kompetensi Pembahasan Pancasila sebagai Sistem Etika-2 ini melingkupi: Setelah perkuliahan ini mahasiswa diharapan dapat memahami Pancasila sebagai Sistem Etika-2. 1. Etika Pancasila dalam bernegara. 2. Pancasila sebagai solusi persoalan bangsa dan negara. Pancasila sebagai Sistem Etika-2 Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dan kedudukan, antara lain sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasila juga sangat sarat akan nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Oleh karena itu, Pancasila secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan atas tindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Sebagai suatu nilai yang terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat universal, dapat ditemukan di manapun dan kapanpun. Namun, sebagai suatu kesatuan nilai yang utuh, nilainilai tersebut memberikan ciri khusus pada ke-Indonesia-an karena merupakan komponen utuh yang terkristalisasi dalam Pancasila. Meskipun para founding fathers mendapat pendidikan dari Barat, namun causa materialis Pancasila digali dan bersumber dari agama, adat dan kebudayaan yang hidup di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila yang pada awalnya merupakan konsensus politik yang memberi dasar bagi berdirinya negara Indonesia, berkembang menjadi konsensus moral yang digunakan sebagai sistem etika yang digunakan untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks hubungan berbangsa dan bernegara. A. Etika Pancasila dalam Bernegara Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pernah menyampaikan kuliah umum dalam Kuliah Perdana Program Pasca Sarjana UGM tahun 2012 yang lalu, dengan tema: ”Etika dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Berdasarkan Konstitusi”. Berikut adalah beberapa pandangannya: “Etika merupakan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.Bahkan etika adalah barometer peradaban bangsa.Suatu bangsa dikatakan berperadaban tinggi ditentukan oleh bagaimana warga bangsa bertindak sesuai dengan aturan main yang disepakati bersama.Perilaku dan sikap taat pada aturan main memungkinkan aktifitas dan relasi antar sesama warga berjalan secara wajar, efisien, dan tanpa hambatan berarti.Masyarakat Jawa misalnya, dituntut dan diajarkan untuk memahami benar tentang arti penting etika. Sebab, etika yang juga sering disebut 2016 2 PENDIDIKAN PANCASILA Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id unggah-ungguh, tata krama, sopan santun, dan budi pekerti membuatnya mampu secara baik menempatkan diri dalam pergaulan sosial, dan itu akan sangat menentukan keberhasilan dalam hidup bermasyarakat. Begitu pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, etika akan menjelaskan mana tingkah laku yang baik, apa yang pantas, dan apa yang secara substansi mengandung kebaikan dan sebaliknya. Bagi bangsa timur seperti Indonesia, etika telah mendarah daging dimiliki dan diterapkan dalam kerangka penghormatan terhadap nilai kebaikan, kemanusiaan, dan keadilan kolektif. Karena itu, kita masih yakin dan percaya, etika mengalir menjadi bagian dari kultur sosial dan antropologis bangsa Indonesia. Bahkan secara natural-genetis, di dalam diri anak bangsa mengalir sifat-sifat luhur manusia, yang pada perkembangannya dirumuskan oleh founding peoples ke dalam Pancasila, dan selanjutnya disepakati sebagai dasar dan orientasi bernegara. Melalui Pancasila inilah, para pendiri negara menggariskan prinsip-prinsip dasar etis bernegara yang demikian jelas dan visioner. Prinsip-prinsip dasar Pancasila yang dituangkan dalam UUD 1945 dan disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945, tidaklah hadir hanya sebagai intuitif dan tiba-tiba jatuh dari langit, melainkan melewati proses penggalian mendalam. Meskipun baru dibahas dan dikemukakan dalam sidang BPUPKI menjelang Indonesia merdeka, pemikiran mengenai prinsip-prinsip dasar berbangsa dan bernegara sebenarnya telah muncul dan dipersiapkan jauh-jauh sebelumnya.” Dalam kesempatan yang sama, Mahfud MD juga menyampaikan pandangannya terhadap solusi untuk menguatkan etika Pancasila, yakni; “Sebenarnya, mulai hilangnya etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah disadari sejak awal reformasi.Hal ini karena salah satu faktor penyebab runtuhnya rezim Orde Baru juga ialah masalah etika bernegara yang dilupakan.Tak dapat disangkal bahwa Orde Baru berhasil memajukan pembangunan fisik atau ekonomi, tetapi bersamaan dengan itu terjadi pula pengikisan atau pemiskinan nilai-nilai moral.Untuk mengembalikan dan meningkatkan etika bernegara pada tahun 2001 MPR membuat Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.Ketetapan ini sesungguhnya saat ini masih berlaku, namun sayang telah dilupakan, bahkan oleh para pejabat negara. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 menentukan Etika Kehidupan Berbangsa meliputi: 2016 3 PENDIDIKAN PANCASILA Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id 1. Etika Sosial Budaya Etika sosial dan budaya bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling menghargai, saling mencitai, dan saling menolong di antara sesama manusia dan warga bangsa.Perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yaitu malu berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilainilai luhur budaya bangsa.Untuk itu juga perlu ditumbuhkan kembali budaya keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin, baik formal maupun informal pada setiap lapisan masyarakat. 2. Etika Politik dan Pemerintahan Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya. 3. Etika Ekonomi dan Bisnis Persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi, daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara berkesinambungan.Etika ini mencegah terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli, kebijakan ekonomi yang mengarah kepada KKN dan diskriminasi. Minimnya etika di bidang ini lebih menimbulkan akibat negatif seiring dengan munculnya dominasi kapitalisme yang bersandar pada premis kaum libertarian bahwa kebebasan hasrat manusia harus dijamin dan hanya dengan kebebasan hasrat itulah akan dicapai kemajuan di bidang ekonomi. Intinya, kapitalisme percaya bahwa nafsu keserakahan (greed) manusialah yang akan mendatangkan kemajuan. Oleh karena itu, tidak boleh ada batasan terhadap 2016 4 PENDIDIKAN PANCASILA Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kebebasan keserakahan manusia ini, terutama kebebasan untuk berusaha menjalankan aktivitas ekonomi dengan segala cara. Premis mendasar kapitalisme tersebut memunculkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) keburukan.Pertama, persaingan bebas, Kedua, perekonomian kapitalisme tidak berpijak pada perekonomian riil. Ketiga, sistem yang mengumbar keserakahan dan persaingan bebas yang menghalalkan segala cara telah merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara, terutama maraknya praktik korupsi. 4. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan Dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan yang berpihak pada keadilan. Keseluruhan aturan hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap warganegara di hadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya.. 5. Etika Keilmuan Etika ini dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin dalam perilaku kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti, menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 6. Etika Lingkungan Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata ruang bertanggungjawab.” 2016 5 PENDIDIKAN PANCASILA Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id secara berkelanjutan dan B. Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan.Begitu banyak masalah menimpa bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional. Krisis ekonomi, politik, budaya, sosial, hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisis moral. Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari badan-badan yang ada di negara ini, legislatif maupun yudikatif, yang notabene baik eksekutif, badan-badan inilah yang seharusnya mengemban amanat rakyat. Setiap hari kita disuguhi berita-berita mal-amanah yang dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini. Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat penting dalam mengatasi krisis.Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas. Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa.Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas mondial. Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Seorang yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap dan perilaku seperti sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti orang lain, toleran, suka menolong, bekerja keras, rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi amoral yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang memiliki moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitas individu ini terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak perbedaan antara masyarakat yang bermoral tinggi dan rendah. Adapun moralitas mondial adalah moralitas yang bersifat universal yang berlaku di manapun dan kapanpun, moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dan sebagainya. Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam melihat kenyataan sosial.Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk. Sikap toleran, suka membantu seringkali hanya ditujukan kepada orang lain yang menjadi bagian 2016 6 PENDIDIKAN PANCASILA Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang di luar kelompoknya. Sehingga bisa dikatakan bahwa moral sosial tidak cukup sebagai kumpulan dari moralitas individu, namun sesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat orang lain sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang sama. Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi. Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas social, demikian pula sebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketika hidup di lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat terpengaruh menjadi amoral.Kenyataan seperti ini seringkali terjadi pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang orang yang bermoral buruk, maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil. Seorang yang moralitas individunya lemah akan terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki moralitas individu baik akan tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang bermoral buruk tersebut. Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu mengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari ke mana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut, apakah tujuannya hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada Tuhan. Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari para pendahulu kita yang berjuang demi meraih kemerdekaan. Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat dengan dipayungi moralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka, meskipun mereka banyak yang tidak sempat merasakan buah perjuangannya sendiri. Dasar moral yang melandasi perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang termuat dalam alinea-alineanya. Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.Alinea ini menjadi payung moral para pejuang kita bahwa telah terjadi pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita. Pelanggaran atas hak kemerdekaan itu sendiri merupakan pelanggaran atas moral mondial, yaitu perikemanusiaan dan perikeadilan. Apapun bentuknya penjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia. 2016 7 PENDIDIKAN PANCASILA Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 tampak jelas bahwa moralitas sangat mendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan bagaimana mengisinya. Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebut kemerdekaan karena penjajahan bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan keadilan (alinea I). Secara eksplisit founding fathers menyatakan bahwa kemerdekaan dapat diraih karena rahmat Allah dan adanya keinginan luhur bangsa (alinea III). Ada perpaduan antara nilai ilahiah dan nilai humanitas yang saling berkelindan. Selanjutnya, di dalam membangun negara ke depan diperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat universal, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahal karena semakin langka orang yang masih betul-betul memegang moralitas tersebut.Namun dapat juga dikatakan sebagai barang murah karena banyak orang menggadaikan moralitas hanya dengan beberapa lembar uang. Ada keterputusan (missing link) antara alinea I, II, III dengan alinea IV. Nilainilai yang seharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telah digadaikan dengan nafsu berkuasa dan kemewahan harta. Egoisme telah mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada sesama.Lalu bagaimana membangun kesadaran moral anti korupsi berdasarkan Pancasila?Korupsi secara harafiah diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti korupsi, 2011: 23).Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi yang begitu tinggi. Oleh karenanya, penyelesaian korupsi harus diselesaikan melalui beragam cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun internal.Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri manusia yang memiliki kekuatan ‘memaksa’ orang untuk tidak korupsi.Kekuatan eksternal tersebut misalnya hukum, budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakan hukum yang kuat, baik dari aspek peraturan maupun aparat penegak hokum, akan mengeliminir terjadinya korupsi. Demikian pula terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan seseorang enggan untuk melakukan korupsi.Adapun kekuatan internal adalah kekuatan yang muncul dari dalam diri individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan pembiasaan.Pendidikan yang kuat terutama dari keluarga sangat penting untuk menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat dengan pendidikan formal di sekolah maupun non2016 8 PENDIDIKAN PANCASILA Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id formal di luar sekolah. Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam diri masyarakat. Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.Melihat realitas di kelas bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila sering dikenal sebagai mata kuliah yang membosankan, maka dua hal pokok yang harus dibenahi adalah materi dan metode pembelajaran. Materi harus selalu up to date dan metode pembelajaran juga harus inovatif menggunakan metode-metode pembelajaran yang dikembangkan. Pembelajaran tidak hanya kognitif, namun harus menyentuh aspek afektif dan konatif. Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu mampu menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi. Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan diri melakukan kejahatan.Kebahagiaan material dianggap segala-galanya dibanding kebahagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam dan jangka panjang.Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai agama dikesampingkan. Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi. Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas paling efektif adalah melalui pendidikan dan media.Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan non-formal di masyarakat.Peran media juga sangat penting karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi masyarakat.Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun karakter masyarakat yang maju namun tetap berkepribadian Indonesia. 2016 9 PENDIDIKAN PANCASILA Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id Daftar Pustaka Mohammad Mahfud MD. Etika dalam Berbangsa dan Bernegara Berdasarkan Konstitusi.Materi Kuliah Perdana Program Pascasarjana UGM, 17 September 2012 di Yogyakarta. Materi Ajar Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi.2013. DIKTI KEMDIKBUD. Jakarta : Keraf, Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Kohleberg, Lawrence, 1995, Tahap-tahap Perkembangan Moral, Kanisius, Yogyakarta. Kuswanjono, Arqom, 2008, ”Etika Keanekaragaman Hayati”, Makalah Seminar Nasional “Bioetika Lingkungan”, Training Center Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 21 Juli 2008. Mubarak, Zakky, 2008, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi, Buku Ajar II, Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat. Depok, Lembaga Penerbit FE UI. Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi, 2011, Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Wenz, Peter S., 2001, Environmental Ethics Today, Oxford University Press, New York. Zubair, Achmad Charris, 1990, Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta. 2016 10 PENDIDIKAN PANCASILA Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc Pusat Bahan Ajar dan eLearning http://www.mercubuana.ac.id