Pancasila sebagai Sistem Etika-2

advertisement
MODUL PERKULIAHAN 9
PENDIDIKAN
PANCASILA
PANCASILA SEBAGAI SISTEM
ETIKA-2
Fakultas
Program Studi
Teknik
Teknik Sipil
Tatap Muka
10
Kode MK
Disusun Oleh
90037
Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc
Abstract
Kompetensi
Pembahasan Pancasila sebagai Sistem
Etika-2 ini melingkupi:
Setelah perkuliahan ini mahasiswa
diharapan dapat memahami Pancasila
sebagai Sistem Etika-2.
1. Etika Pancasila dalam bernegara.
2. Pancasila sebagai solusi
persoalan bangsa dan negara.
Pancasila sebagai Sistem Etika-2
Pancasila memiliki bermacam-macam fungsi dan kedudukan, antara lain sebagai dasar
negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara, jiwa dan kepribadian bangsa. Pancasila
juga sangat sarat akan nilai, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan
keadilan. Oleh karena itu, Pancasila secara normatif dapat dijadikan sebagai suatu acuan
atas tindakan baik, dan secara filosofis dapat dijadikan perspektif kajian atas nilai dan norma
yang berkembang dalam masyarakat.
Sebagai suatu nilai yang terpisah satu sama lain, nilai-nilai tersebut bersifat universal, dapat
ditemukan di manapun dan kapanpun. Namun, sebagai suatu kesatuan nilai yang utuh, nilainilai tersebut memberikan ciri khusus pada ke-Indonesia-an karena merupakan komponen
utuh yang terkristalisasi dalam Pancasila. Meskipun para founding fathers mendapat
pendidikan dari Barat, namun causa materialis Pancasila digali dan bersumber dari agama,
adat dan kebudayaan yang hidup di Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila yang pada
awalnya merupakan konsensus politik yang memberi dasar bagi berdirinya negara
Indonesia, berkembang menjadi konsensus moral yang digunakan sebagai sistem etika
yang digunakan untuk mengkaji moralitas bangsa dalam konteks hubungan berbangsa dan
bernegara.
A. Etika Pancasila dalam Bernegara
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD pernah menyampaikan kuliah umum dalam
Kuliah Perdana Program Pasca Sarjana UGM tahun 2012 yang lalu, dengan tema: ”Etika
dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Berdasarkan Konstitusi”. Berikut adalah
beberapa pandangannya:
“Etika merupakan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara.Bahkan etika adalah
barometer
peradaban bangsa.Suatu bangsa
dikatakan
berperadaban
tinggi
ditentukan oleh bagaimana warga bangsa bertindak sesuai dengan aturan main yang
disepakati bersama.Perilaku dan sikap taat pada aturan main memungkinkan
aktifitas dan relasi antar sesama warga berjalan secara wajar, efisien, dan tanpa
hambatan berarti.Masyarakat
Jawa misalnya,
dituntut
dan diajarkan untuk
memahami benar tentang arti penting etika. Sebab, etika yang juga sering disebut
2016
2
PENDIDIKAN PANCASILA
Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
unggah-ungguh, tata krama, sopan santun, dan budi pekerti membuatnya mampu
secara baik menempatkan diri dalam pergaulan sosial, dan itu akan sangat
menentukan keberhasilan dalam hidup bermasyarakat.
Begitu pula dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, etika akan menjelaskan
mana tingkah laku yang baik, apa yang pantas, dan apa yang secara substansi
mengandung kebaikan dan sebaliknya. Bagi bangsa timur seperti Indonesia, etika
telah mendarah daging dimiliki dan diterapkan dalam kerangka penghormatan
terhadap nilai kebaikan, kemanusiaan, dan keadilan kolektif. Karena itu, kita masih
yakin dan percaya, etika mengalir menjadi bagian dari kultur sosial dan antropologis
bangsa Indonesia. Bahkan secara natural-genetis, di dalam diri anak bangsa
mengalir sifat-sifat luhur manusia, yang pada perkembangannya dirumuskan oleh
founding peoples ke dalam Pancasila, dan selanjutnya disepakati sebagai dasar dan
orientasi bernegara.
Melalui Pancasila inilah, para pendiri negara menggariskan prinsip-prinsip dasar etis
bernegara yang demikian jelas dan visioner. Prinsip-prinsip dasar Pancasila yang
dituangkan dalam UUD 1945 dan disahkan PPKI pada 18 Agustus 1945, tidaklah
hadir hanya sebagai intuitif dan tiba-tiba jatuh dari langit, melainkan melewati proses
penggalian mendalam. Meskipun baru dibahas dan dikemukakan dalam sidang
BPUPKI menjelang Indonesia merdeka, pemikiran mengenai prinsip-prinsip dasar
berbangsa dan bernegara sebenarnya telah muncul dan dipersiapkan jauh-jauh
sebelumnya.”
Dalam kesempatan yang sama, Mahfud MD juga menyampaikan pandangannya terhadap
solusi untuk menguatkan etika Pancasila, yakni;
“Sebenarnya, mulai hilangnya etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara telah
disadari sejak awal reformasi.Hal ini karena salah satu faktor penyebab runtuhnya
rezim Orde Baru juga ialah masalah etika bernegara yang dilupakan.Tak dapat
disangkal bahwa Orde Baru berhasil memajukan pembangunan fisik atau ekonomi,
tetapi bersamaan dengan itu terjadi pula pengikisan atau pemiskinan nilai-nilai
moral.Untuk mengembalikan dan meningkatkan etika bernegara pada tahun 2001
MPR membuat Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan
Berbangsa.Ketetapan ini sesungguhnya saat ini masih berlaku, namun sayang telah
dilupakan, bahkan oleh para pejabat negara. Ketetapan MPR Nomor VI/MPR/2001
menentukan Etika Kehidupan Berbangsa meliputi:
2016
3
PENDIDIKAN PANCASILA
Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Etika Sosial Budaya
Etika sosial dan budaya bertolak dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan
menampilkan kembali sikap jujur, saling peduli, saling memahami, saling
menghargai, saling mencitai, dan saling menolong di antara sesama manusia dan
warga bangsa.Perlu menumbuhkembangkan kembali budaya malu, yaitu malu
berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilainilai luhur budaya bangsa.Untuk itu juga perlu ditumbuhkan kembali budaya
keteladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin, baik formal
maupun informal pada setiap lapisan masyarakat.
2. Etika Politik dan Pemerintahan
Etika Politik dan Pemerintahan mengandung misi kepada setiap pejabat dan elit
politik untuk bersikap jujur, amanah, sportif, siap melayani, berjiwa besar, memiliki
keteladanan, rendah hati, dan siap untuk mundur dari jabatan publik apabila terbukti
melakukan kesalahan dan secara moral kebijakannya bertentangan dengan hukum
dan rasa keadilan masyarakat. Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang bertata
krama dalam perilaku politik yang toleran, tidak berpura-pura, tidak arogan, jauh dari
sikap munafik serta tidak melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan
berbagai tindakan yang tidak terpuji lainnya.
3. Etika Ekonomi dan Bisnis
Persaingan yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi,
daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana kondusif untuk
pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepada rakyat kecil melalui kebijakan secara
berkesinambungan.Etika ini mencegah terjadinya praktik-praktik monopoli, oligopoli,
kebijakan ekonomi yang mengarah kepada KKN dan diskriminasi. Minimnya etika di
bidang ini lebih menimbulkan akibat negatif seiring dengan munculnya dominasi
kapitalisme yang bersandar pada premis kaum libertarian bahwa kebebasan hasrat
manusia harus dijamin dan hanya dengan kebebasan hasrat itulah akan dicapai
kemajuan di bidang ekonomi.
Intinya, kapitalisme percaya bahwa nafsu keserakahan (greed) manusialah yang
akan mendatangkan kemajuan. Oleh karena itu, tidak boleh ada batasan terhadap
2016
4
PENDIDIKAN PANCASILA
Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kebebasan keserakahan manusia ini, terutama kebebasan untuk berusaha
menjalankan aktivitas ekonomi dengan segala cara. Premis mendasar kapitalisme
tersebut memunculkan sekurang-kurangnya 3 (tiga) keburukan.Pertama, persaingan
bebas, Kedua, perekonomian kapitalisme tidak berpijak pada perekonomian riil.
Ketiga, sistem yang mengumbar keserakahan dan persaingan bebas yang
menghalalkan segala cara telah merusak sendi-sendi berbangsa dan bernegara,
terutama maraknya praktik korupsi.
4. Etika Penegakan Hukum yang Berkeadilan
Dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan
keteraturan hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan terhadap
hukum dan seluruh peraturan yang berpihak pada keadilan. Keseluruhan aturan
hukum yang menjamin tegaknya supremasi dan kepastian hukum sejalan dengan
upaya pemenuhan rasa keadilan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat.
Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil, perlakuan yang sama dan
tidak
diskriminatif
terhadap
setiap
warganegara
di
hadapan
hukum,
dan
menghindarkan penggunaan hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan
bentuk-bentuk manipulasi hukum lainnya..
5. Etika Keilmuan
Etika ini dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, ilmu
pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mampu menjaga harkat dan
martabatnya, berpihak kepada kebenaran untuk
mencapai kemaslahatan dan
kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama dan budaya. Etika ini diwujudkan secara
pribadi ataupun kolektif dalam karsa, cipta, dan karya, yang tercermin dalam perilaku
kreatif, inovatif, inventif, dan komunikatif dalam kegiatan membaca, belajar, meneliti,
menulis, berkarya, serta menciptakan iklim kondusif bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
6. Etika Lingkungan
Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran menghargai dan melestarikan
lingkungan
hidup
serta
penataan
tata
ruang
bertanggungjawab.”
2016
5
PENDIDIKAN PANCASILA
Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
secara
berkelanjutan
dan
B. Pancasila Sebagai Solusi Persoalan Bangsa dan Negara
Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan.Begitu banyak masalah menimpa
bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional. Krisis ekonomi, politik, budaya, sosial,
hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisis moral. Tragisnya,
sumber krisis justru berasal dari badan-badan yang ada di negara ini,
legislatif maupun yudikatif, yang
notabene
baik eksekutif,
badan-badan inilah yang seharusnya
mengemban amanat rakyat. Setiap hari kita disuguhi berita-berita
mal-amanah
yang
dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan
ini.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat penting dalam
mengatasi krisis.Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui
moralitas pula krisis dapat diatasi. Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari
kepandaian warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang
lebih mendasar
adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas.
Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa.Moralitas
dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas
mondial.
Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke dalam,
tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Seorang
yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap dan perilaku seperti
sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti orang lain, toleran, suka menolong, bekerja keras,
rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul dari dalam,
bukan karena
dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi amoral yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang
memiliki moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitas individu ini terakumulasi
menjadi
moralitas sosial, sehingga akan tampak perbedaan antara masyarakat yang
bermoral tinggi dan rendah. Adapun moralitas mondial adalah moralitas yang bersifat
universal yang berlaku di manapun dan kapanpun, moralitas yang terkait dengan keadilan,
kemanusiaan, kemerdekaan, dan sebagainya.
Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam melihat kenyataan sosial.Bisa
jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini terutama
terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk. Sikap
toleran, suka membantu seringkali hanya ditujukan kepada orang lain yang menjadi bagian
2016
6
PENDIDIKAN PANCASILA
Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang di luar kelompoknya. Sehingga bisa
dikatakan bahwa moral sosial tidak cukup sebagai kumpulan dari moralitas individu, namun
sesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat orang lain sebagai manusia yang
memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang sama.
Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik dan
mempengaruhi. Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas social,
demikian pula
sebaliknya. Seseorang yang moralitas individunya baik ketika hidup di lingkungan
masyarakat yang bermoral buruk dapat terpengaruh menjadi amoral.Kenyataan seperti ini
seringkali terjadi pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang orang
yang bermoral buruk, maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan
tidak adil.
Seorang yang moralitas individunya lemah akan terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan
mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki moralitas individu baik akan tidak
terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang bermoral buruk tersebut.
Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu mengarahkan
ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari ke mana tujuan
hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan dituju, sehingga
pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut, apakah tujuannya hanya
untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang lain atau lebih jauh
untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada Tuhan.
Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari para pendahulu kita yang berjuang
demi meraih kemerdekaan. Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat dengan dipayungi
moralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka, meskipun mereka banyak
yang tidak sempat merasakan buah perjuangannya sendiri. Dasar moral yang melandasi
perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yang termuat dalam alinea-alineanya.
Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh karena itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan”.Alinea ini menjadi payung moral para pejuang kita bahwa telah terjadi
pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita. Pelanggaran atas hak kemerdekaan
itu sendiri merupakan pelanggaran atas moral mondial,
yaitu perikemanusiaan dan
perikeadilan. Apapun bentuknya penjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia.
2016
7
PENDIDIKAN PANCASILA
Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 tampak jelas
bahwa moralitas sangat mendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan bagaimana
mengisinya. Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebut kemerdekaan karena
penjajahan bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan keadilan (alinea I). Secara eksplisit
founding fathers menyatakan bahwa kemerdekaan dapat diraih karena rahmat Allah dan
adanya keinginan luhur bangsa (alinea III). Ada perpaduan antara nilai ilahiah dan nilai
humanitas yang saling berkelindan. Selanjutnya, di dalam membangun negara ke depan
diperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat universal, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahal karena semakin langka orang yang
masih betul-betul memegang moralitas tersebut.Namun dapat juga dikatakan sebagai
barang murah karena banyak orang menggadaikan moralitas hanya dengan beberapa
lembar uang. Ada keterputusan (missing link) antara alinea I, II, III dengan alinea IV. Nilainilai yang seharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telah digadaikan dengan
nafsu berkuasa dan kemewahan harta.
Egoisme telah mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada sesama.Lalu bagaimana
membangun kesadaran moral anti korupsi berdasarkan Pancasila?Korupsi secara harafiah
diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak
bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti korupsi, 2011:
23).Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi yang begitu
tinggi.
Oleh
karenanya,
penyelesaian
korupsi
harus
diselesaikan
melalui
beragam
cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya menggunakan istilah pendekatan eksternal
maupun internal.Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri
manusia yang memiliki kekuatan ‘memaksa’ orang untuk tidak korupsi.Kekuatan eksternal
tersebut misalnya hukum, budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakan hukum yang
kuat,
baik dari aspek peraturan maupun aparat penegak hokum,
akan mengeliminir
terjadinya korupsi.
Demikian pula terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan
seseorang enggan untuk melakukan korupsi.Adapun kekuatan internal adalah kekuatan
yang muncul dari dalam diri individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan
pembiasaan.Pendidikan yang
kuat
terutama dari
keluarga
sangat
penting
untuk
menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat dengan pendidikan formal di sekolah maupun non2016
8
PENDIDIKAN PANCASILA
Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
formal di luar sekolah. Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar
Pancasila adalah membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut
dalam diri masyarakat. Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan melalui
pendidikan kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.Melihat realitas di kelas
bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila sering dikenal sebagai mata kuliah yang
membosankan, maka dua hal pokok yang harus dibenahi adalah materi dan metode
pembelajaran. Materi harus selalu up to date dan metode pembelajaran juga harus inovatif
menggunakan metode-metode pembelajaran yang dikembangkan. Pembelajaran tidak
hanya kognitif, namun harus menyentuh aspek afektif dan konatif.
Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu mampu
menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,
apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan
mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi.
Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan
diri melakukan kejahatan.Kebahagiaan material dianggap segala-galanya dibanding
kebahagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam dan jangka panjang.Keinginan
mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai agama
dikesampingkan.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar
manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam
seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas paling efektif adalah melalui pendidikan dan
media.Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian
didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan non-formal di masyarakat.Peran media juga
sangat penting karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi
masyarakat.Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun karakter
masyarakat yang maju namun tetap berkepribadian Indonesia.
2016
9
PENDIDIKAN PANCASILA
Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Mohammad Mahfud MD. Etika dalam Berbangsa dan Bernegara Berdasarkan
Konstitusi.Materi Kuliah Perdana Program Pascasarjana UGM, 17 September
2012 di Yogyakarta.
Materi Ajar Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi.2013. DIKTI KEMDIKBUD.
Jakarta :
Keraf, Sonny, 2002, Etika Lingkungan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Kohleberg, Lawrence, 1995, Tahap-tahap Perkembangan Moral, Kanisius, Yogyakarta.
Kuswanjono, Arqom, 2008, ”Etika Keanekaragaman Hayati”, Makalah Seminar Nasional
“Bioetika Lingkungan”, Training Center Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga,
Yogyakarta, 21 Juli 2008.
Mubarak, Zakky, 2008, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Terintegrasi, Buku Ajar II,
Manusia, Akhlak, Budi Pekerti dan Masyarakat. Depok, Lembaga Penerbit FE UI.
Tim Penulis Buku Pendidikan Anti Korupsi, 2011, Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan
Tinggi,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI.
Wenz, Peter S., 2001, Environmental Ethics Today, Oxford University Press, New York.
Zubair, Achmad Charris, 1990, Kuliah Etika, Rajawali Pers, Jakarta.
2016
10
PENDIDIKAN PANCASILA
Ramdhan Muhaimin, M.Soc.Sc
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download