konsep pendidikan karakter dalam pendidikan islam skripsi

advertisement
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM
PENDIDIKAN ISLAM
SKRIPSI
DiajukanUntukMemperolehGelar
SarjanaPendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
IDA KURNIAWATI
11109 073
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2013
i
ii
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM
PENDIDIKAN ISLAM
SKRIPSI
DiajukanUntukMemperolehGelar
SarjanaPendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
IDA KURNIAWATI
11109 073
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2013
iii
KEMENTERIAN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 Eksemplar
Hal
: PengajuanSkripsi
Kepada
Yth.Ketua STAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu’alaikum. Wr. Wb
Setelah
kami
menelitidanmengadakaperbaikanseperlunya,
makabersamaini
kami kirimkannaskahskripsimahasiswi:
Nama
: Ida Kurniawati
NIM
: 11109073
Jrusan/Progdi
: Tarbiyah/ PAI
Judul
:KONSEP
PENDIDIKAN
KARAKTER
DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Wassalamu’alaikum.Wr. Wb.
Salatiga, 12 Agustus 2013
Pembimbing
Mufiq, S.Ag.M.Phil
NIP. 19690617 199603 1 004
iv
KEMENTERIAN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
SKRIPSI
KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PENDIDIKAN ISLAM
DISUSUN OLEH
IDA KURNIAWATI
NIM : 111 09 073
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Tarbiyah,
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 19
September 2013 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar
sarjana S1 Kependidikan Islam
Susunanpanitiapenguji
Ketuapenguji
: Suwardi, M.Pd.
SekretarisPenguji
: MiftachurRif‟ah, M.Ag.
Penguji I
: Dr. H. Muh. Saerozi, M.Ag.
Penguji II
: Dra. SitiAsdiqoh, M.Si.
Penguji III
: Mufiq, S.Ag., M.Phil.
Salatiga , 19 September 2013
Ketua STAIN Salatiga
Dr. ImanSutomo, M.Ag
NIP.19580827198303 1 002
v
KEMENTERIAN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang betandatangandibawahini:
Nama
: Ida Kurniawati
NIM
:11109 073
Jurusan
:Tarbiyah
Progamstudi
:Pendidikan Agama Islam
Menyatakanbahwaskripsi yang sayatulisinibenarbenarmerupakanhasilkaryasayasendiri, bukanjiplakanataukaryatulis orang lain.
Pendapatatautemuan orang lain yang
terdapatdalamskripsiinidikutipataudirujukberdasarkankodeetikilmiah.
Salatiga, 12 Agustus 2013
Penulis
Ida Kurniawati
NIM. 11109073
vi
KEMENTERIAN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
Motto
Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur’an
danmengajarkannya”.(H.R.Bukhari).
vii
KEMENTERIAN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
PERSEMBAHAN
Atasrahmatdanridho Allah SWT, karyaskripsiinipenulispersembahkanuntuk:
1. Ayahku
Muh.Busroni
&Ibuku
Titik
Rahmawatitersayang
selalumendo‟akandanmemberikandukungan
materil
serta
yang
moral
hinggaakusepertisekarang.
2. Kedua adikku Muhammad Adi Kurnia Rahman dan Muhammad Said
Mustofa yang selalu mendukung dan memberikan senyum manis yang
membuat hidup kembali semangat.
3. Bapak
dan
Ibu
Dosen
STAIN
Salatiga
yang
telahmemberikan
berbagaiilmukepadaku.
4. Bapak
Mufiq,
S.Ag.M.Phil
selakudosenpembimbing
yang
selalu
memberikan motivasi dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Semuateman-temankukampungPAI
telahmelukisbegitubanyakkenangan.
viii
Cangkatan
2009
yang
KEMENTERIAN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
Jl. Stadion 03 telp. (0298) 323706, 323433 Salatiga 50721
Website : www.stainsalatiga.ac.id E-mail : [email protected]
KATA PENGANTAR
Pujisyukurpenulispanjatkankehadirat Allah SWT, atasrahmatdanhidayahNyasehinggapenulisdapatmenyelesaikanskripsiini
dengan
judul
“Nilai-Nilai
Pendidikan Karakter dalam Al-Qur‟an“.Sholawat serta salam semoga selalu
tercurahkan kepada junjungan nabi Agung Muhammad SAW, kepada keluarga,
sahabat-sahabatnya, serta para pengikutnya yang setia. Dengan diutusnya sebagai
Rosul utusan Allah untuk membimbing umat manusia dari zaman jahiliyah
sampai
pada
zaman
yang
modern
ini.
SkripsiinimerupakansalahsatusyaratuntukmendapatgelarSarjanaPendidikan Islam
(S.PdI) di FakultasTarbiyahSekolahTinggi Agama Islam Negeri (STAIN)
Salatiga.
Dalampenyusunanskripsiini,
penulismemperolehbimbingandanpengarahandariberbagaipihak.Olehkarenaitu,
padakesempataninidengansegalakerendahanhatipenulismegucapkanterimakasihke
pada:
1. BapakDr.ImamSutomo,M.Ag, selakuketua STAIN Salatiga
2. BapakMufiq,
S.Ag.M.Phil.Selakudosenpembimbingskripsi
pembimbing
akademik
ix
sekaligus
yang
dengansabartelahmemberikanpengarahandanbimbingankepadapenulisdala
mpenulisanskripsiini.
3. Ibu Dra. SitiAsdiqoh, M.SiselakuKetuaProgdi PAI STAIN Salatiga.
4. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Ketua Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga
5. Bapakdanibudosen
STAIN
Salatiga
yang
telahmemberikanilmunyakepadapenulis.
6. Bapakdanibu karyawan Perpustakaan STAIN Salatiga yang memberikan
layanan serta bantuan dalam menyelesaikan skripsi.
7. Ayah
danIbutercinta
yang
telahmengasuh,
mendidik,
membimbingsertamemotivasikepadapenulis, baik moral maupun spiritual.
8. Sahabat-sahabatseperjuangan
yang
telahmemberikansemangatdanmotivasikepadapenulisdalammenyelesaikan
penulisanskripsiini.
9. Semuapihak
yang
terkaitdengan
ikhlastelahmemberikanbantuanbaikmateriilmaupun
spiritual
dalampenulisanskripsiini.
Demikianucapanterimakasihpenulissampaikan.Penulishanyabisaberdo‟ase
mogabantuandanbimbingandarisemuapihakdapatditerimaoleh
Allah
SWT
sebagaiamalibadah yang bisa menolong di hari kiamat kelak.
Akhirnyapenulisberharapsemogaskripsiinidapatbermanfaatbagipenuliskhu
susnyadanbagipembacapadaumumnya.Denganketerbatasanpengetahuandankema
mpuan,
skripsiinimasihjauhdarisempurna.Olehkarenaitukritikdan
membangunsangatpenulisharapkanuntuk kesempurnaanskripsiini.
x
saran
yang
Salatiga, 12 Agustus 2013
Penulis
Ida Kurniawati
NIM 11109073
ABSTRAK
Kurniawati,
Ida. 2013. 11109073.PendidikanKarakter dalamPendidikan
Islam.Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan
Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Mufiq, S.Ag.M.Phil
Kata Kunci: PendidikanKarakter, Pendidikan Islam.
Pendidikankaraktermerupakansebuahnilai
yang
harusdipelajari,
dirasakandanditerapkandalamkesehariansetiapanak.Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui: konsep pendidikan karakter di Indonesia, konsep pendidikan Islam,
relevansi pendidikan karakter di Indonesia dengan pendidikan Islam.Skripsi ini
menggunakan metode Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan di
perpustakaan yang objek penelitiannya dicari lewat beragam informasi
kepustakaan (buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran, majalah, dokumen) dan lain
sebagainya. Penulis fokuskan penelitian inipada pendidikan karakter di Indonesia
danpendidikan Islam.
Teknikpengumpulan
data
yang
penulislakukandalampenelitianiniadalahdenganmencaridanmengumpulkanbuku
yang menjadi data mengenaihal-hal yang berupacatatan, buku, suratkabar,
majalahdansebagainya.
Karenaobjekdalampenelitianadalahbuku-buku,
makapenulismenelaahdanmengkajibuku-buku
yang
dipilihsebagaibahanpenelitian.Setelah
data
terkumpulmakadilakukanpenelaahansistematisdalamhubungannyadenganmasalah
yang diteliti, sehinggadiperoleh data atauinformasiuntukbahanpenelitian. Data
yang
terkumpuldianalisisdenganmenggunakanmetodededuktif,
induktifdananalitiko-sintesayang menunjukkanbahwa:
Konseppendidikankarakter
di
Indonesia
adalahpendidikannilai,
yaknipendidikannilai-nilailuhur yang bersumberdaribudayabangsa Indonesia
dalamrangkapembinaankepribadiangenerasimuda
yang
mencakup
3
aspekyaitupengetahuan moral (moral knonwing),sikap moral (moral
feelling),danperilaku moral (moral acting).
Konseppendidikan Islam
adalahbimbingan
yang
diberikanolehseseorangkepadaseseorang
agar
iaberkembangsecaramaksimalsesuaidenganajaran
Islam
yang
menyangkutpembinaanaspekjasmani,
akal,
danhatianakdidik.
Pendidikankarakterdalamkontekspendidikan di Indonesia adalahpendidikannilai,
yaknipendidikannilai-nilailuhur yang bersumberdaribudayabangsa Indonesia
xi
dalamrangkapembinaankepribadiangenerasimuda.Nilai-nilaipendidikankarakter
yang bersumberdari agama, Pancasila, budayadantujuanpendidikannasional
Indonesia yaitu : religius, jujur, toleransi, disiplin, kerjakeras, kreatif, mandiri,
demokratis,
rasa
ingintahu,
semangatkebangsaan,
cintatanah
air,
menghargaiprestasi, bersahabat/komunikatif, cintadamai, gemarmembaca,
pedulilingkungan,
pedulisosial,
tanggungjawab
yang
seluruhnyaharusmengacupadatigakomponenyaitu moral knowing (pengetahuan
moral), moral feeling (merasakan moral) dan moral acting (tindakan moral).
Ketigaaspektersebutsesuaidengantujuanpendidikan Islam yaitu:aspekjasmani,
rohanidanakal.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING..............................................................................
iv
PENGESAHAN ........................................................................................................
v
DEKLARASI ............................................................................................................
vi
MOTTO ....................................................................................................................
vii
PERSEMBAHAN .....................................................................................................
viii
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
ix
ABSTRAK .............................................................................. ..................................
xi
DAFTAR ISI .............................................................................................................
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. LatarBelakangMasalah ......................................................................
1
B. FokusPenelitian .................................................................................
6
C. Tujuan
Penelitian........................................................................... ................
6
D. KegunaanPenelitian...........................................................................
6
E. MetodologiPenelitian. ......................................................................
8
F. Definisi Operasional..........................................................................
10
G. SistematikaPenulisan ........................................................................
14
xii
BAB II
BAB III
BAB IV
LANDASAN TEORI
A. TEORI PENDIDIKAN KARAKTER...............................................
11
1. PengertianPendidikanKarakter ....................................................
11
2. Pendidikan Karakterdi Indonesia ................................................
15
3. Dimensi dan Nilai-Nilai Pendidikan Karakter ............................
16
4. Tujuan Pendidikan Karakter di Indonesia ...................................
27
B. TEORI PENDIDIKAN ISLAM ........................................................
30
1. Definisi Pendidikan Islam................................................ ...........
30
2. Tujuan Pendidikan Islam.............................................................
32
DESKRIPSI KONSEP
A. KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DI INDONESIA ...............
39
1. Hakikat Pendidikan Karakter di Indonesia .................................
39
2. Kurikulum Pendidikan Karakter di Indonesia.............................
41
3. Implementasi Pendidikan Karakter.................................... .........
43
B. KONSEP PENDIDIKAN KARAKTER DALAM ISLAM ..............
44
1. Karakter Manusia dalam Islam ............................. .....................
44
2. Pendidikan Karakter dalam Islam ...............................................
49
3. Proses Penanaman Nilai dalam Pendidikan Islam .....................
52
PEMBAHASAN
A. ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER
(TEORI LICKONA) DALAM PENDIDIKAN ISLAM...................
B. RELEVANSI
PENDIDIKAN
INDONESIA
DENGAN
KARAKTER
DI
PENDIDIKAN
ISLAM........................................ ......................................................
xiii
62
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................
71
B. Saran –saran .....................................................................................
72
C. Penutup..............................................................................................
72
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan mahkluk yang tidak bisa berlepas diri dari
pendidikan, yaitu sebagai pelaku pendidikan itu sendiri (menjadi pendidik atau
peserta didik). Dengan kata lain, manusia adalah makhluk yang senantiasa
terlibat dalam proses pendidikan, baik yang dilakukan terhadap orang lain
maupun terhadap dirinya sendiri (Sukardjo dan Ukim, 2009:1). Inilah yang
menjadi titik beda antara pemberian akal dari Allah kepada manusia dan
pemberian akal kepada binatang atau yang lainnya.
Manusia sebagai individu merupakan objek bagi campur tangan
sebuah tindakan pendidikan. Dengan campur tangan itu manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Struktur antropologisnya yang terbuka pada
lingkungan memungkinkan terjadinya intervensi entah sadar atau tidak yang
berasal dari luar dirinya yang menjadikan manusia itu menjadi berpendidikan
dan berpengetahuan (Doni Koesoema, 2011:109).
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bazzar, Rasulullah SAW
bersabda:
Rasulullah SAW bersabda: “Jadilah kamu orang yang berilmu, atau
pencari ilmu, atau orang yang mendengarkan, atau orang yang
mencintai ilmu, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima nanti
kamu bisa celaka.” (H.R. Al-Bazzar) (Abu Bakar, 2009:3626).
1
Dari hadis di atas menjelaskan bahwa manusia itu harus jadi orang
yang berpendidikan, orang yang belajar, orang yang mendengarkan
pembelajaran, ataupun orang yang cinta akan pendidikan dan tidak boleh jadi
orang yang selain itu karena akan menimbulkan mudharat bagi diri sendiri dan
yang lainnya.
Nurani Soyomukti mengatakan dalam buku teori-teori pendidikan
bahwa aspek-aspek yang biasanya paling dipertimbangkan dalam pendidikan
antara lain: penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, perubahan perilaku
(Soyomukti, 2010:27). Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua
perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya,
pengalamnnya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda
sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik
jasmaniah maupun rohaniah (Poerbakawatja, 1982:257).
Tindakan
preventif
pemerintah
Indonesia
demi
terlaksananya
pendidikan karakter, yaitu dengan membubuhkan dalam tiap mata pelajaran
berupa pendidikan karakter. Tindakan tersebut membutuhkan proses yang
panjang, tetapi hal itu tidaklah bisa terlaksana tanpa adanya komitmen
bersama dari masyarakat dan pemerintah. Pemerintah menggalakkan program
penanaman pendidikan karakter sejak usia dini. Hal yang paling penting
adalah menumbuhkan kesadaran tiap-tiap individu untuk menerapkan dan
mengaplikasikan pendidikan karakter minimal dalam diri dan keluarga.
2
Dalam pendidikan Islam semua aspek kebaikan bersumber dari Allah
Swt. yaitu Al-Qur‟an dan As-Sunnah (hadis Nabi). Al-Qur‟an merupakan
sumber utama referensi agama Islam dalam menentukan berbagai hukum.
Dalam surat Al-Baqoroh ayat (1-2):

“Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya;
petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”(Departemen Agama, 1990:8)
Islam menyebutkan orang yang baik dan berperilaku positif itu mereka
orang-orang yang bertakwa yang tidak meragukan Al-Qur‟an. Allah juga
menyebutkan bahwa Al-Qur‟an merupakan petunjuk bagi orang yang
bertakwa yang pada dasarnya adalah mereka yang mempunyai karakter dan
bertujuan untuk menjadikan manusia yang seutuhnya (insan kamil).
Dalam Islam penggagas pendidikan karakter yang sudah ada sejak
jaman dahulu adalah Nabi Muhammad SAW, yang merupakan teladan bagi
umat manusia seluruh alam. Di dunia ini tidak ada satu makhluk pun yang
lebih berkarakter daripada Nabi Muhammad. Sebagai umat beliau kita wajib
mencontoh keteladanan beliau dalam menanamkan karakter kepada umatnya.
Tulisan-tulisan yang membahas tentang adanya pendidikan karakter sudah
banyak, yang meliputi beberapa aspek dari pendidikan karakter yang sudah
disebutkan di atas.
Ketertarikan penulis dalam mengkaji dan memahami ajaran Islam
secara mendalam menginspirasi penulis untuk menuangkan ide dan
memberikan sedikit sumbangsih ilmu pengetahuan bagi dunia pendidikan
yang sedang mengalami kemrosotan, karena tidak adanya tindakan nyata dari
3
Pemerintah. Pendidikan karakterlah yang sangat diperlukan ketika seseorang
sudah tidak ada lagi kepedulian akan tindakan nyata. Melihat latar belakang
di atas, maka penulis mengambil judul penelitian skripsi “KONSEP
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PENDIDIKAN ISLAM.”
B. Fokus Masalah
1. Bagaimana konsep pendidikan karakter di Indonesia?
2. Bagaimana konsep pendidikan Islam?
3. Bagaimana relevansi pendidikan karakter di Indonesia dengan pendidikan
Islam?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan karakter di Indonesia.
2. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam.
3. Untuk mengetahui relevansi pendidikan karakter di Indonesia dengan
pendidikan Islam.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis.
1. Manfaat teoritis
Menambah pengetahuan tentang konsep pendidikan karakter di
Indonesia dan pendidikan Islam.
4
2. Manfaat Praktis
Mendorong kepada pembaca, terutama tenaga pendidik dan
pemerintah untuk lebih mandalami konsep pendidikan karakter
dalam
pendidikan Islam.
E. Metode penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Skripsi ini menggunakan metode Library Research, yaitu
penelitian yang dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya
dicari lewat beragam informasi kepustakaan (buku, ensiklopedi,
jurnal ilmiah, koran, majalah, dokumen) dan lain sebagainya. Penulis
fokuskan penelitian ini dalam konsep pendidikan karakter di
Indonesia dan relevansinya dengan pendidikan Islam.
2. Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
studi kepustakaan yakni pengumpulan data-data dengan cara
mempelajari, mendalami dan mengutip teori-teori dan konsep-konsep
dari sejumlah literature baik buku, jurnal, majalah, Koran ataupun
karya tulis lainnya yang relevan dengan topik penelitian. Dengan
sumber data primer Al-Qur‟an, hadis dan hasil ijtihad. Sedangkan
data sekundernya berupa buku-buku yang relevan dengan bahan
penelitian yaitu Educational Theory a Qur‟anic Outlook, Teori
Pendidikan Menurut Al-Qur‟an karya Abdul Rahman Shaleh
„Abdullah, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional danKepribadian dalam Psikologi Islam.
5
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam
penelitian ini adalah dengan mencari dan mengumpulkan buku yang
menjadi data mengenai hal-hal yang berupa catatan, buku, surat
kabar, majalah dan sebagainya (Suharismi, 1998:236).
Karena objek dalam penelitian adalah Islam, maka penulis
mengumpulkan data dari sumber hukum Islam yaitu Al-Qur‟an, hadis
dan kesepakatan ulama. Setelah data terkumpul maka dilakukan
penelaahan sistematis dalam hubungannya dengan masalah yang
diteliti, sehingga diperoleh data atau informasi untuk bahan
penelitian.
4. Teknik Analisis Data
Dalam menganalisis data yang telah terkumpul digunakan
beberapa metode, antara lain:
a. Metode Deduktif
Digunakan untuk menganalisis pada bab II tentang landasan
teori, yaitu analisis suatu permasalahan yang berasal dari generalisasi
yang bersifat umum kemudian ditarik pada fakta yang bersifat
khusus atau yang kongkrit terjadi (Anton, 1984:56).
Pada bab II penulis membahas tentang pendidikan karakter
yang secara umum di Indonesia kemudian penulis khususkan lagi
penerapannya pada Pendidikan Islam.
6
b. Metode Induktif
Digunakan untuk menganalisis pada bab III tentang
permasalahan yang akan diteliti yaitu analisis masalah yang bersifat
khusus, kemudian diarahkan pada penarikan kesimpulan yang
bersifat umum (Arifin, 1986:41).
Pada bab III penulis membahas tentang pendidikan karakter
khususnya Islam di Indonesia, kemudian penulis menyimpulkannya
dengan relevansi pendidikan karakter di Indonesia tersebut dalam
Pendidikan Islam pada umumnya.
c. Metode Komparatif
Yaitu metode yang digunakan untuk membandingkan
beberapa pendapat para ahli, mengulas, kemudian menarik
kesimpulan dari pendapat-pendapat yang dikutip tersebut. Dalam hal
ini pendapat para pakar pendidikan karakter yaitu Lickona dan pakar
teori pendidikan Islam „Abdurrahman Shaleh Abdullah.
F. Definisi Operasional
1. Konsep
Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak suatu objek. Melalui konsep, diharapkan akan dapat
menyederhanakan
pemikiran
dengan
menggunakan
satu
istilah
(Nasution, 2008:161). Dipertegas oleh Sudarminta bahwa konsep secara
umum dapat dirumuskan pengertiannya sebagai suatu representasi abstrak
dan umum tentu saja konsep merupakan suatu hal yang bersifat mental
(Sudarminta, 2002:87).
7
Daripengertian konsep yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan bahwa konsep adalah ide abstrak untuk mengklasifikasi
objek-objek yang biasanya dinyatakan dalam suatu istilah kemudian
dituangkan ke dalam contoh dan bukan contoh, sehingga seseorang dapat
mengerti suatu konsep dengan jelas.
Dengan menguasai konsep
seseorang dapat menggolongkan dunia sekitarnya menurut konsep itu.
Konsep yang dimaksud di sini adalah konsep pendidikan karakter dalam
Pendidikan Islam.
2. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada manusia yang meliputi komponen pengetahuan,
kesadaran, atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama,
lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi insan kamil (Sri
Narwanti, 2011:14). Jadi banyak aspek yang terkait dengan nilai-nilai
pendidikan karakter menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.
3. Pendidikan Islam
Pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang
kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan
ajaran Islam. Definisi yang digunakan ini hanyalah menyangkut
pendidikan oleh seseorang terhadap orang lain, yang diselenggarakan
dalam keluarga, masyarakat dan sekolah, menyangkut pembinaan aspek
jasmani, akal, dan hati anak didik (Tafsir, 2005:32).
8
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Untuk mengetahuisecara keseluruhan isi atau materi–materi skripsi ini
secara global, maka penulis perlu merumuskan skripsi ini, yang meliputi tiga
(3) bagian:
1. BagianMuka
Padabagianmukainimemuattentanghalamanjudul, skripsi, halaman
nota
persetujuanpembimbing,
halamanpengesahan,
halaman
motto,
halamanpersembahan, halaman kata pengantar, halamandaftarisi.
2. Bagian Isi
BAB I: PendahuluanberisiLatarBelakangMasalah, FokusMasalah,
TujuanPenelitian,
Manfaat
Penelitian,
MetodePenelitian,
Definisi
Operasional, dan SistematikaPenulisanSkripsi.
BAB II: Landasan teoriberisitentangteori pendidikan karakter di
Indonesia dan pendidikan Islam.
BAB III:Deskripsi Pemikiran berisi tentang konsep pendidikan
karakter di Indonesia dan konsep karakter dalam Islam.
BAB IV:Pembahasan berisi tentang analisis pendidikan karakter
dalam pendidikan Islam dan relevansi pendidikan di Indonesia dengan
pendidikan Islam.
BAB V:Penutup yang berisitentangkesimpulandan saran-saran.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Pendidikan Karakter
1. Pengertian Pendidikan Karakter
Sebagai makhluk yang diberikan akal dengan sempurna manusia
senantiasa menjadi objek sekaligus subjek pendidikan. Pelaku dalam segala
proses pendidikan untuk memberdayakan sumber daya manusia serta potensi
yang dimiliki dengan maksimal. Banyak hal yang dibahas ketika
mendefinisikan pengertian pendidikan. Dalam UU Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 1 menyebutkan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mampu mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UU 20/2003:1).
Filsafat pendidikan mengkaji tentang pendidikan dengan membedakan
dua istilah yang berbeda tetapi hampir sama bentuknya, Paedagogie dan
Paedagogiek. Paedagogie berarti “pendidikan”dan Paedagogiek artinya “ilmu
pendidikan”. Perkataan Paedagogos yang pada mulanya berarti pelayan
kemudian berubah menjadi pekerjaan mulia. Karena pengertian paedagoog
(dari paedagogos) berarti seorang yang tugasnya, membimbing anak di dalam
pertumbuhannya
ke
arah
berdiri
sendiri
dan
bertanggung
jawab
(Djumberansyah, 1994:16).
Dalam bukunya teori-teori pendidikan Nurani Soyomukti mengatakan
bahwa aspek-aspek yang biasanya paling dipertimbangkan dalam pendidikan
antara lain: penyadaran, pencerahan, pemberdayaan, perubahan perilaku
10
(Soyomukti, 2010:27). Pendidikan dalam arti yang luas meliputi semua
perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya,
pengalamnnya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda
sebagai usaha menyiapkannya agar dapat memenuhi fungsi hidupnya baik
jasmaniah maupun rohaniah (Poerbakawatja, 1982:257).
Dalam Psikologi Kepribadian Islam al-khuluq (karakter) adalah bentuk
jamak dari akhlak. Kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi luar yang
mencakup al-thab‟u (tabiat) dan al-sajiyah (bakat). Dalam terminologi
psikologi, karakter (character) adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas;
satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat
dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi. Elemen karakter terdiri
atas
dorongan-dorongan,
insting,
refleks-refleks,
kebiasaan-kebiasaan,
kecenderungan-kecenderungan, perasaan, emosi, sentimen, minat, kebajikan
dan dosa serta kemauan (Mujib, 2006:45).
Sedangkan yang dimaksud bakatadalah citra batin individu yang
menetap. Citra ini terdapat pada konstitusi individu yang diciptakan Allah
sejak lahir.Tabiat merupakan kebiasaan individu yang berasal dari hasil
integrasi antara karakter individu dengan aktifitas-aktifitas yang diusahakan.
(Mujib, 2006:47).
Karakter berasal dari bahasa Yunani kharakter yang berakar dari diksi
„kharassein‟ yang berarti memahat atau mengukir, sedangkan dalam bahasa
latin karakter bermakna membedakan tanda. Dalam bahasa Indonesia, karakter
dapat diartikan sebagai sifat kejiwaan/tabiat/watak (Sri Narwanti, 2011:1).
11
Menurut pendapat G.W. Allport yang dikutip oleh Sri Narwanti,
karakter merupakan suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik
individu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran individu secara khas
dan mengarahkan pada tingkah laku manusia. Karakter bukan sekedar sebuah
kepribadian (personality) karena sesungguhnya karakter adalah kepribadian
yang ternilai (Narwanti, 2011:2). Kepribadian dianggap sebagai “ciri,
karakteristik, gaya, sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada
masa kecil, dan juga bawaan seseorang sejak lahir (Doni Koesoema, 2010:80).
Menurut Simon Philips dalam buku Refleksi Karakter bangsa yang
dikutip oleh Masnur Muslich, karakter adalah kumpulan tata nilai yang
menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang
ditampilkan. Sementara itu, Koesoema
menyatakan bahwa karakter sama
dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai “ciri atau karakteristik,
gaya, sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan
yang dari lingkungan sekitar dan juga bawaan sejak lahir. Prof. Suyanto
dalam bukunya Masnur Muslich menyatakan bahwa karakter adalah cara
berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Imam Ghozali mengatakan bahwa karakter itu lebih dekat dengan akhlak,
yaitu spontanitas manusia dalam bersikap, atau perbuatan yang telah menyatu
dalam diri manusia sehingga ketika muncul tidak perlu dipikirkan lagi
(Masnur Muslich, 2011:70).
12
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa karakter itu
berkaitan dengan kekuatan moral yang positif, dan bukan konotasi negatif.
Dan orang berkarakter adalah orang yang mempunyai kualitas moral yang
positif. Dengan demikian pendidikan adalah membangun karakter, yang
secara implisit mengandung arti membangun sifat atau pola perilaku yang
didasari atau berkaitan dengan dimensi moral yang positif saja (Masnur
Muslich, 2011:70).
Karakter adalah suatu hal yang unik hanya ada pada individual atau
pun pada suatu kelompok, bangsa. Karakter merupakan landasan dari
kesadaran budaya, kecerdasan budaya dan merupakan pula perekat budaya.
Sedangkan nilai dari sebuah karakter digali dan dikembangkan melalui budaya
masyarakat itu sendiri. Terdapat empat modal strategis yaitu sumber daya
manusia, modal cultural, modal kelembagaan, serta sumber daya pengetahuan.
Keempat modal tersebut penting bagi penciptaan pola pikir yang memiliki
keunggulan kompetitif sebagai suatu bangsa (Narwanti, 2011:27).
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa antara pendidikan
dan pendidikan karakter tidak dapat dipisahkan serta saling berkaitan.
Pelaksanaan pendidikan karakter dan penerapannya dalam dunia pendidikan
Islam sangatlah diperlukan. Pendidikan karakter disebut pendidikan akhlak,
sebagai pendidikan nilai moralitas manusia yang disadari dan dilakukan dalam
tindakan nyata, proses pembentukan nilai dan sikap yang didasari pada
pengetahuan serta nilai moralitas yang bertujuan menjadikan manusia yang
utuh atau insan kamil.
13
Untuk dapat memahami pendidikan karakter harus dipahami terlebih
dahulu struktur antropologis yang ada dalam diri manusia yang terdiri dari
jasad, ruh, dan akal. Lickona yang pendapatnya dikutip oleh Masnur Muslich
juga menekankan tiga aspek komponen karakter yang baik, yaitu moral
knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (perasaan tentang moral),
dan moral action (perbuatan moral), yang diperlukan agar anak mampu
memahami, merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan. Istilah lainnya
adalah kognitif, afektif dan psikomotorik (Masnur Muslich, 2010:76).
Menurut pendapat Ramli yang dikutip oleh Narwanti, pendidikan
karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan
pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya
menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.
Adapun kriteria manusia yang baik adalah patuhnya seseorang terhadap nilainilai sosial tertentu, yang dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
2. Pendidikan Karakter di Indonesia
Pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan
karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan karakter
berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial seperti toleransi,
kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan
sebagainya. Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak
hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun memiliki karakter yang
mampu mewujudkan kesuksesan.
Upaya
melakukan
pendidikan
karakter
dalam
pembangunan
masyarakat masa depan yang memiliki daya saing mandiri, perlu
14
mensinergikan banyak hal. Sinergisitas tersebut pertama adalah nilai agama,
kebudayaan, dan potensi individual serta faktor lain. Kedua pembelajaran
yang mendidik pengetahuan. Ketiga perlu dilakukan upaya mengembangkan,
mengubah, memperbaiki, tetapi dengan menggunakan nilai etos kerja keras,
pengembangan mutu, jujur, efisien dan demokratis (Narwanti, 2011:27).
Ada beberapa nilai pembentuk (integritas) karakter yang utuh yaitu
menghargai, berkreasi, memiliki keimanan, memiliki dasar keilmuan,
melakukan sintesa dan melakukan sesuai etika. Pendidikan karakter pertama
melekat kepada pola asuh dalam keluarga, kedua tidak pada prosesnya harus
mengalami pembelajaran di sekolah, ketiga setelah melalui proses pertama
dan kedua baru bisa terbentuk pendidikan karakter pada masyarakat bahkan
pemerintahan (Narwanti, 2011:27).
Sebagai akademisi perlu memahami bahwa proses pendidikan dapat
dilakukan secara formal, informal, dan non formal. Melalui interaksi
lingkungan pendidikan inilah yang membentuk nilai-nilai inti karakter. Nilai
inti karakter tersebut adalah kerja keras, kesadaran cultural sebagai warga
negara, peningkatan pengetahuan dan keterampilan, berperilaku baik, jujur,
etis dan belajar bertanggung jawab (Narwanti, 2011:28).
3. Dimensi dan Nilai-nilai Pendidikan Karakter
Dalam pendidikan karakter dimensi yang perlu dipahami adalah
individu, sosial, dan moral. Individu dalam pendidikan karakter menyiratkan
dihargainya nilai-nilai kebebasan dan tanggung jawab. Nilai-nilai kebebasan
inilah yang menjadi prasyarat utama sebuah perilaku moral. Yang menjadi
subjek bertindak dan subjek moral adalah individu itu sendiri.
15
Dari keputusannya bebas bertindak, seseorang menegaskan kebaradaan
dirinya sebagai mahluk bermoral. Dari keputusannya tercermin nilai-nilai
yang menjadi bagian dari keyakinan hidupnya (Koesoema, 2011:146).Dimensi
sosial mengacu pada corak relasional antara individu dengan individu lain,
atau dengan lembaga lain yang menjadi cerminan kebebasan individu dalam
mengorganisir dirinya sendiri. Kehidupan sosial dalam masyarakat bisa
berjalan dengan baik dan stabil karena ada relasi kekuasaan yang menjamin
kebebasan individu yang menjadi anggotanya serta mengekspresikan jalinan
relasional antar-individu (Koesoema, 2011:146).
Dimensi moral menjadi jiwa yang menghidupi gerak dan dinamika
masyarakat sehingga masyarakat tersebut menjadi semakin berbudaya dan
bermartabat. Tanpa adanya norma moral, individu akan saling menindas dan
liar. Yang kuat akan makin berkuasa, yang lemah akan semakin tersingkirkan
(Koesoema, 2011:147).
Lebih lanjut lagi Lickona (1992) dalam bukunya
Masnur Muslich menyebutkan penekanan tiga komponen karakter yang baik
(components of good character) yaitu moral knowing atau pengetahuan
tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action
atau perbuatan moral. Hal ini diperlukan agar anak mampu memahami,
merasakan, dan mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan (Muslich,
2011:133).
Moral knowing merupakan hal penting untuk diajarkan yang terdiri
dari enam hal, yaitu: 1). Moral Awareness (kesadaran moral), 2). Knowing
moral values (mengetahui nilai-nilai moral), 3). Perspective taking
(pengambilan pandangan), 4). Moral reasoning (alasan moral), 5). Decision
16
making (pembuatan keputusan), 6). Self knowledge (kesadaran diri sendiri)
(Muslich, 2011:133).
Moral feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada
anak yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai
dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat enam hal yang merupakan aspek
emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia
berkarakter, yakni conscience (nurani), self esteem (percaya diri), empathy
(merasakan penderitaan orang lain), loving the good (mencintai kebenaran),
self control (mampu mengontrol diri), humility (kerendahan hati) (Muslich,
2011:133).
Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat
diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan tindakan moral ini merupakan
hasil dari dua komponen lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik, maka harus dilihat tiga aspek lain dari
karakter yaitu competence (kompetensi), keinginan (will), dan habit
(kebiasaan) (Muslich, 2011:134).
Ketiga aspek moral tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat
dan ketiganya saling bersinergi. Seorang anak harus diberikan pengetahuan
tentang moral karena tanpa adanya arahan dari orang tua anak tidak akan
memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang moral yang dengannya anak
mengetahui hal-hal baik dan buruk. Penanaman perasaan moral dan
pelaksanaan atau tindakan moral harus ditanamkan sejak dini, karena seorang
anak yang sudah terlanjur dan terbiasa melakukan hal-hal buruk atau negatif
akan sulit sekali untuk penanaman moral kembali, maka sebelum hal ituterjadi
17
alangkah baiknya dilakukan pencegahan sebelum kejadian hal yang tidak
diinginkan.
Nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber dari agama, Pancasila,
budaya dan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu (Narwanti, 2011:28):
a. Religius
Yaitu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksana ibadah agama lain, dan
hidup rukun dengan pemeluk agama lain (Narwanti, 2011:29). Dengan
indikator pencapaian pembelajaran:
1)
2)
3)
4)
Beraqidah lurus
Beribadah yang benar
Berdoa sebelum mulai dan sesudah selesai pembelajaran
Mengaitkan materi pembelajaran dengan kekuasaan Tuhan Yang Maha
Esa
5) Melaksanakan shalat dhuha
6) Melaksanakan shalat dhuhur berjamaah
7) Melaksanakan shalat asar berjamaah
8) Hafal al-Qur‟an minimal 1 juz
9) Program tahfid: setoran hapalan 1 juz ayat al-Qur‟an
10) Program penunjang: tilawah dan hapalan sesudah sholat dhuhur
berjamaan selama 5 menit
11) Musabaqah hifdhil Qur‟an
12) Reward gratis SPP bagi yang hafal di atas 3 juz (Narwanti, 2011:64).
b. Jujur
Yaitu perilaku yang dilaksanakan dalam upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan (Narwanti, 2011:29). Dengan indikator pencapaian:
1)
2)
3)
4)
5)
Membuat laporan hasil percobaan sesuai dengan data yang diperoleh
Tidak pernah menyontek dalam ulangan
Tidak pernah berbohong dalam berbicara
Mengakui kesalahan
Terbuka dalam memberi penilaian kepada peserta didik (Narwanti,
2011:65).
18
c. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
sikap, tindakan orang lain yang berbeda (Narwanti, 2011:29). Dengan
indikator pembelajaran:
1) Pelayanan yang sama terhadap peserta didik tanpa membedakan suku,
agama, ras, golongan, status sosial dan status ekonomi.
2) Memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan khusus
3) Bekerja dalam kelompok dengan teman-teman yang berbeda jenis
kelamin, agama, suku dan tingkat kemampuan.
4) Tidak memaksakan kehendak atau pendapat orang lain.
5) Hormat menghormati
6) Basa basi
7) Sopan santun
8) Hati-hati tidak boleh tinggi bicara atau tinggi hati (Narwanti, 2011:65).
d. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh kepada
berbagai ketentuan dan aturan (Narwanti, 2011:29). Dengan indikator
pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
Hadir tepat waktu
Mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran
Mengikuti prosedur kegiatan pembelajaran
Menyelesaikan tugas tepat waktu (Narwanti, 2011:66).
e. Kerja keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan
tepat waktu dan sebaik-baiknya (Narwanti, 2011:29). Dengan indikator
pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1) Berupaya dengan gigih untuk menciptakan semangat kompetisi yang
sehat.
2) Substansi pembelajaran menantang peserta didik untuk berpikir keras.
3) Menyelesaikan semua tugas yang diberikan oleh guru.
4) Berupaya mencari jalan keluar terhadap permasalahan yang dihadapi
(Narwanti, 2011:66).
19
f. Kreatif
Berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki (Narwanti, 2011:29). Dengan
indikator pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1) Menciptakan situasi belajar yang mendorong munculnya kreativitas
peserta didik.
2) Memberi tugas yang menantang munculnya kreativitas peserta didik
(tugas projek, karya ilmiah, dll)
3) Menghasilkan suatu karya baru, baik otentik maupun karya baru
(Narwanti, 2011:66).
g. Mandiri
Yaitu sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang
lain dan menyelesaikan tugas-tugas (Narwanti, 2011:29). Dengan
indikator pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
Dalam ulangan tidak mengharapkan bantuan kepada orang lain.
Penyelesaian tugas-tugas yang harus dikerjakan secara mandiri.
Mempresentasikan hasil pelaksanaan tugas-tugas yang diberikan.
Memotivasi peserta didik untuk mmenumbuhkan rasa percaya diri
(Narwanti, 2011:67).
h. Demokratis
Yaitu cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain (Narwanti, 2011:29). Dengan
indikator pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1) Pembelajaran yang dialogis dan interaktif
2) Keterlibatan semua peserta didik secara aktif selama pembelajaran
3) Menghargai pendapat setiap peserta didik (Narwanti, 2011:67).
i. Rasa ingin tahu
Yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui
lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan
20
didengar (Narwanti, 2011:29). Dengan indikator pencapaian pembelajaran
sebagai berikut:
1) Penerapan eksplorasi dan elaborasi dalam pembelajaran.
2) Memanfaatkan media pembelajaran (cetak dan elektronik) yang
menumbuhkan keingintahuan.
3) Menumbuhkan keinginan untuk melakukan penelitian.
4) Berwawasan yang luas (Narwanti, 2011:67).
j. Semangat kebangsaan
Cara berfikir, bertindak dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
(Narwanti, 2011:29). Dengan indikator pencapaian pembelajaran sebagai
berikut:
1) Bekerjasama dengan teman yang berbeda suku/etnis.
2) Mengaitkan materi pembelajaran dengan peristiwa yang
menumbuhkan rasa nasionalisme dan patriotisme (Narwanti, 2011:67).
k. Cinta tanah air
Yaitu cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa (Narwanti,
2011:29). Dengan indikator pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1) Menyanyikan lagu-lagu perjuangan
2) Diskusi tentang kekayaan alam, budaya bangsa, peristiwa alam, dan
perilaku menyimpang.
3) Menumbuhkan rasa mencintai produk dalam negeri dalam
pembelajaran.
4) Menggunakan media dan alat-alat pembelajaran produk negeri
(Narwanti, 2011:67).
l. Menghargai prestasi
Yaitu
sikap
dan
tindakan
yang
mendorong
dirinya
untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
21
menghormati keberhasilan orang lain (Narwanti, 2011:29). Dengan
indikator pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1) Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menampilkan ide,
bakat dan kreasi.
2) Pujian kepada peserta didik yang telah menyelesaikan tugas dengan
baik, mengajukan ide cemerlang, atau menghasilkan suatu karya.
3) Terampil (Narwanti, 2011:68).
m. Bersahabat/komunikatif
Tindakan yang memperhatikan rasa senang berbicara, bargaul, dan
bekerja sama dengan orang lain (Narwanti, 2011:29). Dengan indikator
pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
Pengaturan kelas memudahkan peserta didik berinteraksi.
Diskusi kelompok untuk memecahkan suatu masalah.
Melakukan bimbingan kepada peserta didik yang memerlukan.
Mengajukan dan menjawab pertanyaan dengan santun.
Manyajikan hasil tugas secara lisan atau tertulis (Narwanti, 2011:68).
n. Cinta damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran dirinya (Narwanti, 2011:29). Dengan
indikator pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1) Tidak saling mengejek dan menjelek-jelekkan orang lain.
2) Saling menjalin kerjasama dan tolong menolong.
3) Menciptakan suasana damai di lingkungan sekolah (Narwanti,
2011:68).
o. Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajukan bagi dirinya (Narwanti, 2011:29). Dengan
indikator pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1) Penugasan membaca buku pelajaran dan mencari referrensi.
2) Peserta didik lebih mengutamakan membeli buku dibanding dengan
yang lainnya (Narwanti, 2011:69).
22
p. Peduli lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada
lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi (Narwanti, 2011:29).
Dengan indikator pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
Peduli lingkungan.
Kebersihan ruang kelas terjaga.
Menyediakan tong sampah organik dan unorganik.
Hemat dalam penggunaan bahan praktik.
Penanganan limbah bahan kimia dari dari kegiatan praktik (Narwanti,
2011:69).
q. Peduli sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang
lain dan masyarakat yang membutuhkan (Narwanti, 2011:29). Dengan
indikator pencapaian pembelajaran sebagai berikut:
1) Tanggap terhadap teman yang mengalami kesulitan.
2) Tanggap terhadap keadaan lingkungan.
3) Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing (Narwanti, 2011:69).
r. Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), negara dan Tuhan
Yang Maha Esa (Narwanti, 2011:29). Dengan indikator pencapaian
pembelajaran sebagai berikut:
1) Selalu melaksanakan tugas sesuai dengan aturan/kesepakatan.
2) Bertanggung jawab terhadap semua tindakan yang dilakukan
(Narwanti, 2011:69).
23
Dalam buku yang lain disebutkan ada 8 nilai-nilai pendidikan karakter
yang masih bisa diperinci dan ditambahkan nilai-nilai yang lainnya yaitu
(Koesoema, 2011:208):
a) Nilai keutamaan
Manusia
memiliki
keutamaan
kalau
ia
menghayati
dan
melaksanakan tindakan-tindakan yang utama, yang membawa kebaikan
bagi diri sendiri dan orang lain (Koesoema, 2011:208).
b) Nilai keindahan
Nilai keindahan dalam tataran yang lebih tinggi menyentuh dimensi
interioritas manusia itu sendiri yang menjadi penentu kualitas dirinya
sebagai manusia (Koesoema, 2011:209).
c) Nilai kerja
Jika ingin berbuat adil, manusia harus bekerja. Penghargaan atas
nilai kerja inilah yang menentukan kualitas diri seorang individu
(Koesoema, 2011:209).
d) Nilai cinta tanah air (patriotisme)
Meskipun masyarakat kita menjadi senakin global, rasa cinta tanah
air ini tetap diperlukan, sebab tanah air adalah tempat berpijak bagi
individu secara kultural dan historis. Pendidikan karakter yang
menanamkan nilai-nilai secara mendalam, tetaplah relevan, mengingat
ikatan batin seseorang senantiasa terpaku pada tanah tumpah kelahirannya,
dan ibu pertiwi yang membesarkannya (Koesoema, 2011:209).
24
e) Nilai demokrasi
Nilai demokrasi termasuk di dalamnya, kesediaan untuk berdialog,
berunding, bersepakat, dan mengatasi permasalahan dan konflik dengan
cara-cara damai, bukan dengan kekerasan melainkan melalui sebuah
dialog bagi pembentukan tata masyarakat yang lebih baik. Oleh karena itu,
nilai-nilai demokrasi semestinya menjadi agenda dasar pendidikan nilai
dalam kerangka pendidikan karakter (Koesoema, 2011:210).
f) Nilai kesatuan
Dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia, nilai
kesatuan ini menjadi dasar pendirian negara ini. Apa yang tertulis dalam
sila ke-3 pancasila yaitu Persatuan Indonesia, tidak akan dapat
dipertahankan jika setiap individu yang menjadi warga negara Indonesia
tidak dapat menghormati perbedaan dan pluralitas yang ada dalam
masyarakat kita (Koesoema, 2011:211).
g) Menghidupi nilai moral
Nilai-nilai moral yang berguna dalam masyarakat kita tentunya
akan semakin efektif jika nilai ideologi bangsa, yaitu nilai moral dalam
pancasila menjadi jiwa bagi setiap pendidikan karakter (Koesoema,
2011:211).
h) Nilai-nilai kemanusiaan
Menghayati
nilai-nilai
kemanusiaan
mengandaikan
keterbukaan terhadap kebudayaan lain, termasuk kultur agama dan
25
sikap
keyakinan yang berbeda. Yang menjadi nilai bukanlah kepentingan
kelompokku sendiri, melainkan kepentingan yang menjadi kepentingan
setiap orang, seperti keadilan, persamaan di depan hukum, kebebasan, dan
lain sebagainya. Nilai-nilai kemanusiaan ini menjadi sangat relevan
diterapkan dalam pendidikan karakter karena masyarakat kita telah
menjadi masyarakat global (Koesoema, 2011:211).
Banyak para pakar dan ahli dalam bidang pendidikan yang
membagi nilai-nilai pendidikan karakter dengan beberapa bagian. Dan
menurut hemat penulis tidak ada permasalahan dalam hal pembagian
tersebut, karena indikatornya sudah mencakup dalam aspek yang lengkap.
4. Tujuan Pendidikan Karakter di Indonesia
Tidak bisa dipungkiri bahwa kemerosotan karakter bangsa Indonesia
ini terjadi terus menerus terbukti dengan meningkatnya tindakan kriminal
yang dilakukan oleh kebanyakan masyarakat yang tidak ada henti-hentinya
stasion televisi menyiarkan berita tentang tawuran oleh mahasiswa, korupsi
oleh para koruptor uang negara, penjualan bayi, pembunuhan dan mutilasi dan
lain sebagainya. Hal ini menunjukkan keprihatinan bangsa Indonesia akan
merosotnya pendidikan dan minimnya kesadaran berkarakter oleh masyarakat
itu sendiri. Maka dari itu, sosialisasi dan gebrakan adanya pendidikan karakter
harus segera direalisasikan.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
kompetitif, tangguh, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong,
berjiwa patriotik, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan, dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan Yang
26
Maha Esa berdasarkan pancasila (Narwanti, 2011:16). Tujuan pendidikan
karakter adalah :
1. Memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga
terwujud dalam perilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah
proses sekolah (setelah lulus dari sekolah).
2. Mengoreksi perilaku anak yang tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan
karakter yang diajarkan.
3. Membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat
dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama
(Narwanti, 2011:17).
Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggara
dan hasil pendidikan yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter
dan akhlak mulia anak secara utuh, terpadu, dan seimbang sesuai dengan
norma dan nilai yang ada. Melalui pendidikan karakter diharapkan anak
mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya,
mengkaji dan menginternalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga
terwujud dalam perilaku sehari-hari (Narwanti, 2011:17).
Adanya pendidikan karakter ini harus diwujudkan dalam tindakan nyata,
di sini ada unsur proses pembentukan nilai dan sikap yang didasari pada
pengetahuan yang bertujuan untuk menjadikan manusia menjadi lebih utuh.
Lebih utuh yang dimaksud adalah semakin makhluk yang mampu berelasi
secara sehat dengan lingkungan di luar dirinya tanpa kehilangan otonomi dan
kebebasannya sehingga ia menjadi manusia yang lebih bertanggung jawab
(Koesoema, 2011:134).
Nilai itu adalah nilai yang membantu orang lebih baik hidup bersama
dengan orang lain dan dunianya (learning to live together) untuk menuju
kesempurnaan. Nilai itu menyangkut berbagai bidang kehidupan seperti
27
hubungan sesama, diri sendiri, hidup bernegara, alam dunia dan Tuhan yang
melibatkan unsur kognitif, afektif dan psikomotorik (Muslich, 2010: 67).
Pendidikan karakter lebih mengutamakan moral individu yang ada,
untuk itu dua paradigma pendidikan karakter merupakan satu keutuhan yang
tidak dapat dipisahkan. Penanaman nilai dalam diri anak dan pembaharuan
dalam tata nilai kehidupan bersama yang lebih menghargai kebebasan
individu merupakan dua wajah pendidikan karakter yang harus dilaksanakan
secara bersamaan dan saling keterkaitan.
Pada dasarnya, pendidikan sebagai proses alih nilai mempunya tiga
sasaran yaitu:
a. Pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang mempunyai
keseimbangan antara kemampuan kognitif dan psikomotorik di satu pihak
serta kemampuan afektif di pihak lain. Dalam hal ini pendidikan dapat
diartikan
bahwa
pendidikan
akan
menghasilkan
manusia
yang
berkepribadian, tetap menjunjung tinggi nilai-nilai budaya yang luhur,
serta mempunyai wawasan dan sikap kebangsaan dan serta memupuk jati
dirinya (Muslich, 2011:137).
b. Menjadikan manusia tunduk dan memancarkan nilai-nilai keimanan dan
ketakwaan untuk
melaksanakan
ibadah menurut keyakinan dan
kepercayaan masing-masing, berakhlak mulia, serta senantiasa menjaga
harmoni hubungan dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam sekitarnya
yaitu proses pembinaan imtak (Muslich, 2011:137).
c. Dapat
mentransformasikan
tata
nilai
yang
mendukung
proses
industrialisasi dan penerapan teknologi, seperti penghargaan atas waktu,
28
etos kerja tinggi, disiplin, kemandirian, kewirausahaan dan sebagainya
yaitu proses pembinaan iptek (Muslich, 2011:137).
Pendidikan budi pekerti tidak bisa lepas dari sistem nilai yang dimiliki
oleh masyarakat serta proses internalisasi nilai untuk melestarikan sistem nilai
tersebut.
B. Teori Pendidikan Islam
1. Definisi Pendidikan Islam
Kata “Islam” dalam pendidikan Islam manunjukkan warna pendidikan
tertentu, yaitu pendidikan yang berwarna Islam, pendidikan yang Islami,
yaitu pendidikan yang berdasarkan Islam (Tafsir, 2005:24). Ahmad Tafsir
(2005) menjelaskan bahwa:
Pendidikan adalah berbagai usaha yang dilakukan oleh seseorang
(pendidik) terhadap seseorang (anak didik) agar tercapai
perkembangan maksimal yang positif. Usaha yang dilakukan salah
satunya dengan cara mengajarnya, yaitu mengembangkan
pengetahuan dan keterampilannya, memberi teladan (contoh),
memberi pujian dan hadiah, mendidik dengan cara membiasakan dan
lain sebagainya. Kesimpulannya, pengajaran adalah sebagian dari
usaha pendidikan. Pendidikan adalah usaha mengembangkan
seseorang agar terbentuk perkembangan yang maksimal dan positif
(Tafsir, 2005:28).
Konferensi yang diselenggarakan di Jeddah pada tahun 1977
menghasilkan definisi pendidikan menurut Islam dengan memberikan
kesimpulan seluruh pengertian yang terkandung dalam istilah ta‟lim,
tarbiyah, dan ta‟dib (Tafsir, 2005:28). Menurut pendapat Naquib Al-Attas
yang dikutip oleh Ahmad Tafsir istilah ta‟dib adalah istilah yang paling tepat
digunakan untuk menggambarkan pengertian pendidikan, sementara istilah
tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mencakup juga
pendidikan untuk hewan. Istilah ta‟dib merupakan masdar kata kerja addaba
29
yang berarti pendidikan, kemudian diturunkan kata addabun yang
berartimendidik dan menjadikan orang mempunyai adab. Dari kata adab alAttas mendefinisikan pendidikan menurut Islam sebagai pengenalan dan
pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia,
tentang tempat-tempat yang tepat bagi segala sesuatu di dalam tatanan wujud
sehingga hal ini membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat
Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud tersebut. Pendidikan menurut
Islam adalah usaha agar orang mengenali dan mengakui tempat Tuhan dalam
kehidupan ini (Tafsir, 2005:29).
Abdurrahman al-Nahlawi merumuskan definisi pendidikan justru dari
kata al-tarbiyah. Dari segi bahasa berasal dari tiga kata, yaitu : rabiya-yarba
yang berarti menjadi besar, rabba-yarbu yang berarti memperbaiki,
menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara kemudian raba-yarbu,
yang berarti bartambah, bertumbuh seperti dalam al-Qur‟an surat Al-Rum
ayat 39 yaitu:


dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah
pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah.
dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah
orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Manurut Imam al-Baidlawi di dalam tafsirnya arti asal al-rabb adalah
al-tarbiyah, yaitu menyampaikan sesuatu sedikit demi sedikit sehingga
sempurna (Tafsir, 2005:29). Berdasarkan ketiga kata itu, Abdurrahman al-
30
Bani menyimpulkan bahwa pendidikan (tarbiyah) terdiri atas empat unsur,
yaitu:
a. Menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa (baligh);
b. Mengembangkan seluruh potensi;
c. Mengarahkan seluruh fitrah dan potensi menuju kesempurnaan;
d. Dilaksanakan secara bertahap.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah pengembangan
seluruh potensi anak didik secara bertahap menuurut ajaran Islam (Tafsir,
2005:29). Akhir kesimpulannya Tafsir memberikan definisi pendidikan
Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang
agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Definisi
yang digunakan ini hanyalah menyangkut pendidikan oleh seseorang
terhadap orang lain, yang diselenggarakan dalam keluarga, masyarakat dan
sekolah, menyangkut pembinaan aspek jasmani, akal, dan hati anak didik
(Tafsir, 2005:32).
2. Tujuan Pendidikan Islam
Komponen-komponen sifat dasar manusia yang diakui adalah
tubuh, ruh, dan akal. Tujuan umum pendidikan Islam dapat dibagi tiga
kelompok utama tersebut. Ketiga komponen di atas merupakan satu
kesatuan utuh yang tidak bisa terpisahkan, karena salah satu aspek darinya
hancur atau rusak maka ketiganya ikut rusak. Ini berarti dalam pendidikan
Islam mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu: tujuan jasmaniah, tujuan
ruhani, dan tujuan mental (Abdullah, 2005:138).
31
a. Tujuan Pendidikan Jasmani
Kekuatan fisik merupakan bagian pokok dari tujuan pendidikan,
maka pendidikan harus mempunyai tujuan ke arah keterampilanketerampilan fisik yang dianggap perlu bagi teguhnya tubuh yang sehat.
Kebiasaaan-kebiasaan yang bisa menumbuh-kembangkan kesehatan
pribadi dianjurkan. Kebersihan jasmani dan penampilan yang baik
merupakan teladan kebiasaan-kebiasaan yang diharapkan. Kebersihan
jasmani sangat dianjurkan dalam Islam, sebagai contoh Islam menyuruh
seseorang untuk bersuci sebelum melakukan ibadah, memakai pakaian
bagus ketika hendak beribadah dan lain sebagainya. Terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan biologis adalah perlu bagi eksistensi manusia
sebagai suatu pribadi, seperti kebutuhan makan, minum ataupun seksual
(Abdullah, 2005:139).
Demikian pula perhatian al-Qur‟an terhadap penghargaan atas
karunia jisim atau jasad manusia. Sebuah potongan ayat dalam surat albaqoroh ayat 247 disebutkan sebagai berikut:


Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu
dan menganugerahinya ilmu yang Luas dan tubuh yang perkasa."
Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha mengetahui.
Sebagian ahli tafsir menafsirkan kalimat basthat fi al-jism dengan
kekuatan fisik atau ukuran yang besar, atau dengan pengertian keduanya
(Abdullah, 2005:138).
32
Kesimpulannya adalah, pendidikan Islam yang memberikan
perhatian terhadap tubuh manusia, bertujuan menyajikan fakta-fakta
relevan kepada siswa mengenai tubuhnya. Bertujuan membantu siswa
mencapai kemampuan yang menjadikannya lebih kuat dan membantunya
menanamkan sikap positif terhadap tubuhnya (Abdullah, 1991:157).
b. Tujuan Pendidikan Rohani
Seseorang yang mau mengikrarkan dua kalimat syahadat, maka
wajib menerima seluruh gagasan dan wawasan yang ada dalam al-Qur‟an.
Menerapkan moralitas Qur‟ani sebagaimana tercermin dalam teladan
Rasulullah. Sasaran dalam katagori ini adalah biasanya disebut sasaran
yang bersifat spiritual (ruhiyyah). Pentingnya wawasan dan gagasan
tersebut terbukti dalam ayat 4 surat al-Qalam yang memuji nabi
(Abdullah, 1991:158):

dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Para ahli pendidikan menyamakan tujuan religius (ahdaf diniyyah)
dengan tujuan pendidikan rohani ini (Abdullah, 1991:158). Dalam surat
Ali Imran ayat 19 disebutkan bahwa:
.......
Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.......
Ayat tersebut menegaskan bahwa term Islam adalah sinonim
dengan term ad-din. Islam menyantuni seluruh aspek kehidupan manusia
(Abdullah, 1991:158). Dimensi spiritual yang dimaksudkan adalah sisi
jiwa yang memiliki sifat-sifat ilᾱ hiyah (ketuhanan) dan memiliki daya
33
untuk
menarik
dan
mendorong
dimensi-dimensi
lainnya
untuk
mewujudkan sifat-sifat tuhan dalam dirinya. Pemilikan sifat-sifat Tuhan
bermakna memiliki potensi-potensi luhur batin. Potensi-potensi itu
melekat pada dimensi-dimensi psikis manusia dan memerlukan
aktualisasi. Dimensi manusia yang bersumber secara langsung dari Tuhan
ini adalah dimensi al-ruh (Baharuddin, 2007:136).
Adopsi terhadap wawasan Qur‟ani adalah sebuah keharusan.
Dalam ayat 10 surat Al-Baqoroh dinyatakan, orang-orang munafik yang
tidak percaya tarhadap wawasan dan gagasan Qur‟ani adalah orang-orang
yang di dalam hatinya ada penyakit. Ini artinya, penyusunan wawasan dan
gagasan tersebut sebagai tujuan pendidikan mengharuskan adanya
pembersihan terhadap sikap-sikap antagonis terhadap wawasan dan
gagasan tersebut. Pemurnian individu dari sikap-sikap negatif semacam
ini merupakan prioritas (Abdullah, 1991:160).
c. Tujuan Pendidikan Akal
Secara bahasa kata „aqlmempunyai aneka makna. Diantaranya
bermakna al-hijr atau al-nuha yang berarti kecerdasan. Sedangkan kata
kerja (fi‟il) „aqala bermakna habasa yang berarti mengikat atau menawan.
Karena itulah orang yang menggunakan akalnya disebut aqil yaitu orang
yang dapat mengikat dan menawan hawa nafsunya (Baharuddin,
2007:115).
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa orang yang
menggunakan akalnya pada dasarnya adalah orang yang mampu mengikat
hawa nafsunya, sehingga hawa nafsunya tidak dapat menguasai dirinya. Ia
34
mampu mengendalikan dirinya terhadap dorongan nafsu dan juga
memahami kebenaran agama (Baharuddin, 2007:115).
Dalam hal tujuan pendidikan akal, para pendidik diikat dengan
tanggung jawab pengembangan inteligensia yang bakal mengantarkan
siswa kepada pencapaian kebenaran “ultimate”. Pengkajian terhadap ayatayat Allah dan penemuan tentang susunan ayat-ayat tersebut bakal
mengantarkan siswa (manusia) kepada pengenalan terhadap Dzat Maha
Pencipta. Pendidikan dapat membantu dengan menyajikan fakta-fakta
yang relevan dan memadai tentang apa yang dipelajari, pencapaian tujuan
aqliyyah (Abdullah, 1991:161).
Di samping membantu siswa mengetahui fakta-fakta dan
meningkatkan kemampuan mental (aqliyyah), pendidikan Islam juga
bertujuan mendorong dan mengantarkan mereka kepada cara berfikir
logis. Pemahaman mendalam dan tidak sekedar hafalan, harus ditekankan
untuk dicapai. Hafal terhadap bagian-bagian al-Qur‟an merupakan salah
satu tujuan yang hendak dicapai, karena setiap muslim harus melafalkan
ayat-ayat al-Qur‟an dalam praktek shalat juga ditekankan untuk
memahami apa yang dibacanya. Al-Qur‟an tidak hanya untuk dihafalkan
sebagai pengetahuan hafalan, namun ia diturunkan agar dipahami benar
leh manusia (Abdullah, 1991:164).
......
Maka Apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran?.....(Q.S. 4 annisa:82)
35
Para ahli tafsir mengatakan, tadabbur merupakan pengetahuan
mengenai bukti al-Qur‟an dan harmoni yang terjadi pada ayat-ayatnya.
Dengan ini jelas kita tidak dapat menerima klaim yang menganggap
memorisasi mendominasi atau harus mendominasi kurikulum pendidikan
Islam. Pemahaman ini bukan sekedar pengetahuan hafalan, harus
dijadikan fokus perhatian pendidikan (Abdullah, 1991:164).
Dari ketiga tujuan dimensi pendidikan tersebut, fisik, ruh dan akal
ini menegaskan bahwa kebutuhan dasar yang berakar pada fitrah manusia
mesti mendapatkan perhatian penuh. Oleh karena itu dalam teori
pendidikan benar bahwasannya tidak boleh mengabaikan salah satu dari
ketiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang memang
menghasilkan pendidikan ketiga dimensi di atas.
d. Tujuan Pendidikan Sosial
Manusia merupakan mahkluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri,
tanpa bantuan orang lain. Seorang tidak akan mampu hidup dalam
suasana isolasi. Kenyataan ini nampak dari ayat yang ditujukan untuk
manusia selalu menggunakan bentuk jamak. Panggilan dengan “Ya
Ayyuhannas” yang berada pada 20 tempat, “Ya Bani Adam” berada pada
5 tempatdan kalimat “ya ayyuhal insan” hanya berada pada 2 tempat saja.
Dalam ayat 65 surat al-Anfal disebutkan bahwa daya tahan dan kesabaran
individual dalam peperangan disebut sebagai bagian dari usaha kolektif
(Abdullah, 1991:165).
36


jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka
akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus
orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat
mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang
kafir itu kaum yang tidak mengerti.
Dari ayat di atas terlihat bahwa Allah menyebutkan 20 orang dapat
mengalahkan 200 orang, di sini bukan berarti satu orang dapat
mengalahkan 10 orang. Maksudnya Allah memberikan tujuan bahwa
semua akan terasa ringan ketika dilakukan dengan berjamaah atau
bersama-sama. Dalam kelompok individu dipaksa ikut memikirkan
anggota atau orang lain dalam kelompok tersebut. Dari sini jelaslah
bahwa pendidikan harus memperhatikan atau memberi perhatian lebih
pada aspek sosial. Jika tujuan pendidikan tidak dapat menciptakan
berlangsungnya kebutuhan sosial, maka akan terjadi ketidakseimbangan
(Abdullah, 1991:166).
Kelompok penting yang paling berpengaruh bagi individu, adalah
keluarga. Pendidikan harus bertujuan mengembangkan sikap yang pantas
dilakukan anngota keluarga, seperti cinta anak, hormat kepada orang tua,
mengakui peran istri ataupun suami dan sebagainya. Kurikulum
pendidikan Islam juga bertujuan membiasakan kemampuan sosial tertentu
yang berhubungan dengan masalah keluarga (Abdullah, 1991:166).
Memasyarakatnya kemampuan sosial yang baik seperti komunikasi
dengan sesama, merupakan bagian dari tujuan pendidikan Islam.
37
Hal yang paling penting adalah menerapkan kehidupan sosial yang
berbasis Qur‟ani. Jika ada individu yang melenceng jauh dari ajaran
Qur‟ani kita wajib untuk menjauhinya dan haram uuntuk memeliharanya.
Harmoni antara individu dan sosial tidak memberikan celah bagi
kontradiksi antara tujuan sosial dan tujuan individu dalam pendidikan.
Pendidikan bertujuan mengembangkan wawasan dan gagasan agar sesuai
dengan standar masyarakat yang berlaku sekarang.
38
BAB III
DESKRIPSI KONSEP
A. Konsep Pendidikan Karakter di Indonesia
1. Hakikat Pendidikan Karakter di Indonesia
Hakikat pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia
adalah pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber
dari budaya bangsa Indonesia dalam rangka pembinaan kepribadian generasi
muda (Narwanti, 2011:16).Pendidikan karakter seharusnya dimulai dari sini,
karena pemudalah penerus bangsa yang akan melanjutkan perjuangan
memajukan negara Indonesia.
Pendidikan karakter telah menjadi perhatian berbagai negara dalam
rangka mempersiapkan generasi yang berkualitas, bukan hanya untuk
kepentingan individu warga negara, tetapi juga untuk warga masyarakat
secara keseluruhan. Pendidikan karakter dapat diartikan sebagai usaha kita
secara sengaja dari seluruh dimensi kehidupan sekolah/madrasah untuk
membantu pembentukan karakter secara optimal.
Menurut Lickona, karakter berkaitan dengan konsep moral (moral
knonwing), sikap moral (moral felling), dan perilaku moral (moral acting).
Berdasarkan ketiga komponen ini dapat dinyatakanbahwa karakter yang
baikdidukung oleh pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk berbuat
baik, dan melakukan perbuatan kebaikan. Berdasarkan tujuan pendidikan
nasional, pendikan karakter adalah suatu program pendidikan (sekolah dan
luar sekolah) yang mengorganisasikan dan menyederhanakan sumber-sumber
39
moral dan disajikan dengan memerhatikan pertimbangan psikologis untuk
pertimbangan pendidikan (Zuchdi, 2009:39).
Tujuan pendidikan karakter adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional
tertentu, nilai-nilai yang diterima secara luas sebagai landasan perilaku yang
baik dan bertanggung jawab (Zuchdi, 2009:39). Nilai-nilai ini juga
digambarkan sebagai perilaku moral. Pendidikan karakter selama ini baru
dilaksanakan pada jenjang pendidikan pra sekolah/madrasah (taman kanakkanak atau raudhatul athfāl). Sementara pada jenjang sekolah dasar dan
seterusnya kurikulum di Indonesia masih belum optimal dalam menyentuh
aspek karakter ini, meskipun sudah ada materi pelajaran Pancasila dan
Kewarganegaraan.
Strategi pembelajaran yang berkenaan dengan moral knowing akan
lebih banyak belajar melalui sumber belajar dan nara sumber. Pembelajaran
moral loving akan terjadi pola saling membelajarkan secara seimbang di
antara siswa. Sedangkan pembelajaran moral acting akan lebih banyak
menggunakan pendekatan individual melalui pendampingan pemanfaatan
potensi dan peluang yang sesuai dengan kondisi lingkungan siswa. Ketiga
strategi pembelajaran tersebut sebaiknya dirancang secara sistematis agar
para siswa dan guru dapat memanfaatkan segenap nilai-nilai dan moral yang
sesuai dengan potensi dan peluang yang tersedia di lingkungannya.
Dengan
demikian,
hasil
pembelajarannya
ialah
terbentuknya
kebiasaan berpikir dalam arti peserta didik memiliki pengetahuan, kemauan
dan keterampilan dalam berbuat kebaikan. Melalui pemahaman yang
komprehensif ini diharapkan dapat menyiapkan pola-pola manajemen
40
pembelajaran yang dapat menghasilkan anak didik yang memiliki karakter
yang kuat dalam arti memiliki ketangguhan dalam keilmuan, keimanan, dan
perilaku shaleh, baik secara pribadi maupun sosial.
2. Kurikulum Pendidikan Karakter di Indonesia
Kurikulum merupakan rencana tertulis yang berisi tentang ide-ide dan
gagasan-gagasan yang dirumuskan oleh pengembang kurikulum. Kurikulum
dapat diartikan sebagai sebuah dokumen perencanaan yang berisi tujuan yang
harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta
didik, strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang
untuk
mengumpulkan
informasi
tentang
pencapaian
tujuan,
implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan
serta
nyata.
Komponen-komponen kurikulum saling berkaitan dan saling mempengaruhi,
terdiri dari tujuan yang menjadi arah pendidikan, komponen pengalaman
belajar, komponen strategi pencapaian tujuan, dan komponen evaluasi
(Sanjaya, 2010:16).Kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang memberikan
arah dan tujuan pendidikan.
Di era kurikulum 2004-2008 yang menggunakan kurikulum KBK dan
KTSP, pembelajaran lebih mendapatkan penegasan pada kewenangan guru
untuk menentukan indikator, pengalaman belajar, dan rangkaian belajar yang
bisa mengantarkan tercapainya Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi
yang sudah dibuat oleh pemerintah pusat. Bahkan untuk pendidikan agama
(PAI) dan pendidikan kewarganegaraan sudah mendapatkan pembobotan
yang jelas, yakni PAI dengan akhlak mulia atau budi pekerti dan PPKN
terkonsentrasi pada kepribadian. Kalau saja mata pelajaran ini bisa diturunkan
41
dalam pembelajaran nyata di sekolah/madrasah, dengan fokus dan pendekatan
yang jelas pada akhlak mulia, budi pekerti, dan kepribadian, seharusnya
sudah bisa memberi harapan yang jauh lebih baik untuk memperbaiki akhlak
siswa dibanding dengan harapan pada kurikulum sebelumnya. Namun untuk
melakukan penguatan bagi perubahan perilaku peserta didik yang semakin
berakhlak yang mengarah pada perolehan nilai-nilai hidup, bukan sematamata nilai angka yang hanya menggambarkan prestasi akademik, bukan
belajar untuk berprestasi dalam kehidupan.
Desain kurikulum pendidikan karakter bukan sebagai teks bahan ajar
yang diajarkan secara akademik, tetapi lebih merupakan proses pembiasaan
perilaku bermoral. Nilai moral dapat diajarkan secara tersendiri maupun
diintegrasikan dengan seluruh mata pelajaran dengan mengangkat moral
pendidikan atau moral kehidupan, sehingga seluruh proses pendidikan
merupakan proses moralisasi perilaku peserta didik. Bukan proses pemberian
pengetahuan moral, tetapi suatu proses pengintegrasian moral pengetahuan.
Pendidikan karakter dipahami sebagai upaya menanamkan kecerdasan
dalam berpikir, penghayatan dalam bentuk sikap, dan pengalaman dalam
bentuk perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai luhur
yang menjadi jati
dirinya (Zubaidi, 2011:17).Penamaan pendidikan karakter tidak bisa hanya
sekedar transfer ilmu pengetahuan atau melatih suatu keterampilan tertentu.
Pendidikan karakter perlu proses, contoh teladan, pembiasaan atau
pembudayaan
dalam
lingkungan
peserta
didik
dalam
lingkungan
sekolah/madrasah, keluarga, lingkungan masyarakat, mapun lingkungan
media massa.
42
3. ImplementasiPendidikan Karakter
Proses pembelajaran pendidikan karakter secara terpadu bisa
dibenarkan karena sejauh ini muncul keyakinan bahwa anak akan tumbuh
dengan baik jika dilibatkan secara alamiah dalam proses belajar. Istilah
terpadu dalam pembelajaran berarti pembelajaran menekankan pengalaman
belajar dalam konteks yang bermakna.
Ciri-ciri pendidikan terpadu adalah: (1) berpusat pada peserta didik;
(2) memberikan pengalam langsung kepada peserta didik; (3) pemisahan
bidang studi tidak begitu jelas; (4) menyajikan konsep dari berbagai bidang
studi dalam suatu proses pembelajaran; (5) bersifat luwes, dan (6) hasil
pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan kebutuhan peserta
didik (Zubaidi, 2011:268).
Integrasi pembelajaran dapat dilakukan dalam substansi materi,
pendekatan, metode, dan model evaluasi yang dikembangkan. Tidak semua
substansi materi pelajaran cocok untuk semua karakter yang akan
dikembangkan, perlu dilakukan seleksi materi dan sinkronisasi dengan
karakter yang akan dikembangkan. Pada prinsipnya semua mata pelajaran
dapat digunakan sebagai alat untuk mengembangkan semua karakter peserta
didik, namun agar tidak terjadi tumpang-tindih dan terabaikannya salah satu
karakter yang akan dikembangkan, perlu dilakukan pemetaan berdasarkan
kedekatan materi dengan karakter yang akan dikembangkan.
Dari segi pendekatan dan metode meliputi inkulkasi (inculcation),
keteladanan (modeling,qudwah), fasilitasi (facilitation), dan pengembangan
keterampilan (skill building) (Zuchdi, 2010:46-50).Dalam pendidikan
43
karakter, pemodelan atau pemberian teladan merupakan strategi yang biasa
digunakan. Untuk dapat menggunakan strategi ini ada dua syarat harus
dipenuhi. Pertama, guru harus berperan sebagai model yang baik bagi peserta
didik dan anaknya. Kedua, peserta didik harus meneladani orang terkenal
yang berakhlak mulia, misalnya Nabi Muhammad saw. Cara guru
menyelsaikan masalah dengan adil, menghargai pendapat anak dan
mengeritik orang lain dengan santun, merupakan perilaku yang secara alami
dijadikan model bagi anak (Zuchdi, 2010:46-50).
Pembelajaran moral bagi peserta didik akan lebih efektif apabila
disajikan dalam bentuk gambar, seperti film, sehingga peserta didik bukan
saja menangkap maknanya dari pesan verbal mono-pesan, melainkan bisa
menangkap pesan yang multi-pesan dari gambar, keterkaitan antargambar dan
peristiwa dalam alur cerita yang disajikan. Contoh: penyampaian pesan
bahwa narkoba itu harus dihindari, maka tayangan tentang derita orang-orang
yang dipenjara karena korban narkoba jauh lebih bermakna daripada
disampaikan secara lisan, melalui metode ceramah. Namun demikian, bila
ingin lebih mendalam tingkat penerimaan mereka, bisa dilanjutkan dengan
metode renungan (al-muhasabah) setelah terkondisikan dengan baik melalui
cerita dalam film yang baru saja ditayangkan.
44
B. Konsep Pendidikan Karakter dalam Islam
1. Karakter Manusia dalam Islam
Manusia diberi oleh Allah karakter atau kecenderungan untuk berbuat
baik dan juga berbuat buruk, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat
As-Syams yang berbunyi:

Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya.
Dari ayat di atas Allah menjelaskan pemberian ilham yaitu berupa
pengetahuan dalam diri manusia yang tidak diketahui dari mana sumbernya.
Lebih jelas lagi Al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan:
Kemudian Allah memberikan inspirasi (ilham) kepada setiap jiwa
manusia tentang kefasikan dan ketakwaan serta memperkenalkan
keduanya, sehingga ia mampu membedakan mana yang benar dan
mana yang salah, mana petunjuk dan mana kesesatan. Semua itu bisa
dipahami oleh orang-orang yang mempunyai mata hati. (Al-Maraghi,
1993:298)
Tegasnya, Allah memberi akal kepada manusia yang dapat
dipergunakan untuk membedakan antara kebajikan dan kejahatan serta diberi
kesanggupan untuk melakukan keduanya (Ash-Siddieqy, 2003:4606). Dalam
hal ini manusia tetapi mempunyai kecenderungan untuk berbuat kebajikan.
Kecenderungan manusia kepada kebaikan terbukti dari persamaan konsepkonsep pokok moral pada setiap peradaban dan zaman. Perbedaan terletak
pada bentuk, penerapan, atau pengertian yang tidak sempurna terhadap
konsep-konsep moral, yang disebut ma'ruf dalam bahasa Al-Quran. Tidak
ada peradaban yang menganggap baik kebohongan, penipuan, atau
keangkuhan. Pun tidak ada manusia yang menilai bahwa penghormatan
45
kepada kedua orang-tua adalah buruk. Boleh jadi cara penghormatan kepada
keduanya berbeda-beda antara satu masyarakat pada generasi tertentu
dengan masyarakat pada generasi yang lain. Perbedaan-perbedaan itu selama
dinilai baik oleh masyarakat dan masih dalam kerangka prinsip umum, maka
ia tetap dinilai baik (Shihab, 1996:254).
Secara umum karakter dalam perspektif Islam dibagi menjadi dua,
yaitu karaktermulia (al-akhlaq al-mahmudah) dan karakter tercela (al-akhlaq
al-madzmumah)
a. Karakter positif manusia (Sukanto, 1985:208)
1) Menunaikan hak dan kewajiban
..........
dan sempurnakanlah takaran dan timbangan (hak dan kewajiban)
dengan adil. (Q.S.Al-An‟am 6:152)
2) Etos kerja keras

Katakanlah: "Hai kaumku, Bekerjalah sesuai dengan keadaanmu,
Sesungguhnya aku akan bekerja (pula), Maka kelak kamu akan
mengetahui,(Q.S.Az-Zumar 39:39)
3) Sikap adil
....
Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil,
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.(Q.S.AlMaidah 5:42)
4) Lapang dada
...
46
Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.(Q.S.Al-Hijr
15:85)
5) Musyawarah
......
dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah
kepada Allah. (Q.S.Ali Imran 3:159)
6) Sikap etis

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah
dan Katakanlah Perkataan yang benar,(Q.S.Al-Ahzab 33:70)
7) Beribadah kepada Allah dan berbakti kepada orang tua
...
sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibubapak (Q.S.An-Nisa 4:36)
8) Memenuhi janji
...
dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggungan jawabnya.(Q.S.Al-Isra 17:34)
9) Menunaikan amanat
...
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, (Q.S.An-Nisa 4:58)
47
10) Keteguhan mental (sabar)
......
dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. (Q.S.Luqman
31:17)
11) Rajin dan Tertib
...
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. (Q.S.Al-Baqarah 2:282)
b. Karakter negatif manusia (Sukanto, 1985:210)
1) Mengurangi hak orang lain dan merusak tata tertib
...
...
Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah
kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan
timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka
bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. (Q.S.Al-A‟raf 7:85)
2) Makan harta anak yatim
...
dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan
cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa (Q.S.Al-Isra
17:34)
3) Dusta
...
dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut
oleh lidahmu secara dusta.(Q.S.An-Nahl 16:116)
48
4) Iri/dengki
...
dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.
(Q.S.An-Nisa 4:32)
5) Bakhil dan boros


dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu
dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu
menjadi tercela dan menyesal.(Q.S.Al-Isra 17:29)
6) Serakah
...
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, (Q.S.An-Nisa 4:29)
7) Jahat/keji
...
dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji,
baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi,
(Q.S.Al-An‟am 6:151)
8) Sombong
...
dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong,
(Q.S.Al-Isra 17:37).
49
2. Pendidikan Karakter dalam Islam
Pendidikan karakter dalam ajaranIslam sudah dikenal 15 abad yang
lalu.Bahkan pendidikan karakter merupakan misi utama nabi Muhammad
S.A.W. dalam berdakwah dan beliaulah yang mempunyai karakter yang
agung hal ini sesuai dengan firman Allah surat Al-Qalam ayat 4 yang
berbunyi:

dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
Puncak karakter seorang muslimadalah taqwa, dan indikator
ketaqwaannyaadalah terletak pada akhlaknya.Tujuan pendidikan karakter
yaitu manusia yang memiliki akhlak budi pekerti yang luhur. Sehingga
manusia berkarakter taqwa adalah gambaran manusia ideal yaitu manusia
yang memiliki kecerdasan emosional spiritual (emotional spiritual quotient).
Kecerdasan emosional yang dibarengi kecerdasan spiritual inilah yang
seharusnya paling ditekankan dalam pendidikan. Hal ini dilakukan dengan
penanaman nilai-nilai etis religius melalui keteladanan dari keluarga, sekolah
dan masyarakat, penguatan pengamalan peribadatan, pembacaan dan
penghayatan kitab suci Al-Qur‟an, penciptaan lingkungan baik fisik maupun
sosial yang kondusif. Apabila emosional spiritual anak sudah tertata, maka
akan lebih mudah untuk menata aspek-aspek kepribadian lainnya.
Maksudnya, kalau kecerdasan emosional spiritual anak berhasil ditingkatkan,
secara otomatis akan meningkatkan kecerdasan-kecerdasan lainnya seperti
kecerdasan memecahkan masalah (adversity quotient) dan kecerdasan
intelektual (intellectual quotient) dari sini akan terciptalah kesuksesan anak
50
dunia dan akhirat lantaran kecerdasan anak dalam berbagai hal (Agustian,
2001:xx).
Untuk menciptakan keceradasan emosional spiritual anak perlu
ditanamkan suatu pemahaman, visi, sikap terbuka, integritas, karakter,
konsisten dan sifat kreatif yang didasari atas kesadaran diri serta sesuai
dengan suara hati (Agustian, 2001:xxi). Allah berfirman dalam surat AlJumuah ayat 2 yang berbunyi:


Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul
di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka,
mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As
Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata,
Istilah tazkiyyah dalam ayat di atas yang berarti mensucikan mereka
yaitu mensucikan akhlak mereka dari perbuatan-perbuatan dhalim. Metode
tazkiyah digunakan untuk membersihkan jiwa (SQ). Tazkiyah lebih berfungsi
untuk mensucikanjiwa dan mengembangkan spiritualitas.Dalam pendidikan
Jiwa sasarannyaadalah terbentuknya jiwayang suci, jernih (bening) dan
damai(bahagia). Sedang output-nya adalahterbentuknya jiwa yang tenang
(nafs al-mutmainnah), ulûl arhâm dan tazkiyah. Ulûl arhâm adalah
orangyang memiliki kemampuan jiwa untukmengasihi dan menyayangi
sesamasebagai manifestasi perasaan yangmendalam akan kasih sayang Tuhan
terhadap semua hamba-Nya (Mishad, 2012:37).
Dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter dalam Islam sama
dengan pendidikan akhlak dan juga merupakan pensucian jiwa dan karakter
51
manusia menjadi manusia yang bertakwa. Pendidikan karakter menuntut
manusia untuk berbudi luhur seperti Nabi Muhammad yang merupakan
teladan bagi umat manusia. Rasulullah bersabda dalam hadis yang
diriwayatkan Tirmidzi:
Artinya : Dari Abu Hurairah rasulullah Saw. Bersabda paling
sempurnanyaiman seorang mukmin adalah mereka yang paling baik
akhlaknya, dan sebaik-baik kamu adalah yang baik kepada istrimu”
(H.R.Tirmidzi) (Muhammad, 1975:1162).
3. Proses Penanaman Nilai Karakter dalam Pendidikan Islam
Nilai-nilai yang perlu ditanamkan dalam pendidikan karakter yang
bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan Pendidikan Nasional
(Narwanti, 2011:28).
1. Proses penanaman nilai-nilai karakter religius, yang berada dalam dalam
sumber utama hukum Islam yaitu al-Qur‟an.
a. Dengan beribadah kepada Allah dengan sunguh-sungguh seperti terdapat
dalam surat al-Baqarah ayat 21 yang berbunyi:

Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa,
Al-Baqarah ayat 63
52


dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami
angkatkan gunung (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman):
"Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan ingatlah
selalu apa yang ada didalamnya, agar kamu bertakwa".
Al-A‟raf ayat 171


dan (ingatlah), ketika Kami mengangkat bukit ke atas mereka seakanakan bukit itu naungan awan dan mereka yakin bahwa bukit itu akan
jatuh menimpa mereka. (dan Kami katakan kepada mereka): "Peganglah
dengan teguh apa yang telah Kami berikan kepadamu, serta ingatlah
selalu (amalkanlah) apa yang tersebut di dalamnya supaya kamu
menjadi orang-orang yang bertakwa".
b. Dengan melaksanakan hukum sesuai dengan yang telah ditentukan oleh
Allah surat Al-Baqarah ayat 179:

dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai
orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.
c. Dengan menunaikan ibadah puasa pada bulan Ramadhan seperti yang
terdapat dalam surat Al-baqarah ayat 183. Allah berfirman:


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa,
53
d. Dengan senantiasa berada pada jalan Allah S.W.T. dan tidak boleh
mengikuti agama-agama dan kepercayaan yang lain dari Islam. Seperti
firman Allah S.W.T. dalam surat Al-An‟am ayat 153:


dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus,
Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya.
yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.
2. Proses penanaman nilai-nilai karakter jujur, yang berada dalam dalam alQur‟an sebagaimana termaktub dalam surat At-Taubah ayat 119 yang
menyebutkan bahwa orang beriman harus jujur.

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan
hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.
3. Proses
penanaman
nilai-nilai
karakter
toleransi,
dan
Al-Qur‟an
memberikan toleransi kepada seseorang dalam beragama terdapat dalam
surat al-Baqarah ayat 256:
...
tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Surat Al-Kafirun ayat 6

untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."
54
Surat Yunus ayat 41


Jika mereka mendustakan kamu, Maka Katakanlah: "Bagiku pekerjaanku
dan bagimu pekerjaanmu. kamu berlepas diri terhadap apa yang aku
kerjakan dan akupun berlepas diri terhadap apa yang kamu kerjakan".
Surat Al-Kahfi ayat 29
....
dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka
Barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan
Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
4. Proses penanaman nilai-nilai karakter disiplin. Al-Qur‟an memerintahkan
untuk senantiasa mendirikan shalat tepat waktu atau disiplin dalam
menjalankan ibadah yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 238:

Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa.
Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu'.
5. Proses penanaman nilai-nilai karakter kerja keras yaitu dengan
mengerahkan seluruh tenaga untuk mencari penghidupan di muka bumi
yang terdapat dalam surat Al-Mulk ayat 15:


Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di
segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya
kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
55
6. Proses penanaman nilai-nilai karakter kreatif. Dengan menciptakan
perubahan menuju yang terbaik karena Allah tidak akan merubah kecuali
manusia itu sendiri merubahnya. Sebagaiman terdapat dalam surat ArRa‟du ayat 11:
......
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
7. Proses penanaman nilai-nilai karakter mandiri. Al-Qur‟an menjelaskan
bahwa individutidak akan mendapatkansuatu beban apapun diatas
kemampuannya sendiri, tetapi setiap orang akanmenghadapi dan
melakukan sesuai dengan kemampuannya, maka dengan itusetiap
individu harus mandiri dalam menyelesaikan persoalan atau sesuatu dan
tidak bergantung pada orang lain dalam surat Al-Mukminun ayat 62:

Kami tiada membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya,
dan pada sisi Kami ada suatu kitab yang membicarakan kebenaran, dan
mereka tidak dianiaya.
8. Proses penanaman nilai-nilai karakter demokratis.
a. Dalam menjadikan seseorang mulia Allah demokratis terhadap hambaNya yaitu sesuai dengan kemauan manusia itu sendiri. Juga menilai sama
hak hamba-hamba-Nya seperti terdapat dalam surat Al-Hujarat ayat 13:


Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
56
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Mengenal.
b. Dalam pembagian harta waris terdapat nilai karakter demokratis yaitu
memberikan hak yang adil bagi laki-laki dan perempuan. Seperti terdapat
dalam surat An-Nisa‟ ayat 7:


Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut
bahagian yang telah ditetapkan.
9. Proses penanaman nilai-nilai karakter rasa ingin tahu. Pada penciptaan
langit dan bumi juga pergantian siang dan malam terdapat banyak
pelajaran bagi orang yang mempunyai rasa ingin tahu. Terdapat dalam
surat Ali Imran ayat 190 dan Adz-Zariyat 20-21:


Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya
malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal,
Adz-Zariyat 20-21

dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orangorang yang yakin.dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu
tidak memperhatikan?
57
10. Proses penanaman nilai-nilai pendidikan karakter semangat kebangsaan
danCinta tanah air. Ayat yang secara ekplisit menerangkan tentang
mencintai tanah air dan semangat untuk kebangsaan tidak ada, tetapi
Islam mengajarkan kepada manusia agar saling mengenal dan saling
bersahabat sebagaimana tertera dalam surat Al-Hujarat ayat 13:


Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.
11. Proses penanaman nilai-nilai karakter menghargai prestasi. Dalam Islam
menghargai prestasi bisa dengan memberikan ganjaran terhadap prestasi
yang tertmaktub dalam surat Ali Imran ayat 148:

karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala
yang baik di akhirat. dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat
kebaikan.
12. Proses penanaman nilai-nilai karakter bersahabat, dengan indikator
bermusyawah dalam memecahkan suatu masalah.Dengan bermusyawarah
al-Qur‟an menanamkan nilai karakter bersahabat. Sebagaimana terdapat
dalam surat As-Syura ayat 38 dan Ali „Imran ayat 159:
58


Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya
dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka.
13. Proses penanaman nilai-nilai karakter cinta damai.
a. Dengan asma Allah As-Salam yaitu penebar kedamaian yang terdapat
dalam surat Al-Hasyr ayat 23:


Dialah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, yang Maha Suci, yang
Maha Sejahtera, yang Mengaruniakan Keamanan, yang Maha
Memelihara, yang Maha perkasa, yang Maha Kuasa, yang memiliki
segala Keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
b. Dengan tolong menolong dalam berbuat kebaikan yang terdapat dalam
surat Al-Maidah ayat 2:
......
dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.
14. Proses penanaman nilai-nilai karakter gemar membaca, sebagaimana
terkandung dalam surat al-„Alaq ayat 1-4. Yaitu sebagaimana Jibril
mengajarkannya kepada Nabi Muhammad SAW dan juga Allah mengajar
manusia dengan perantaraan tulis baca.
59


bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah, dan
Tuhanmulah yang Maha pemurah,yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam.
15.
Proses
penanaman nilai-nilai
karakter peduli
lingkungan. Allah
menyebutkan bahwa manusia dilarang membuat kerusakan di muka bumi
yang terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 11 dan Al-A‟raf ayat 56:

dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan
di muka bumi, mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang
yang Mengadakan perbaikan."


dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak
akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat
Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
16. Proses penanaman nilai-nilai karakter peduli sosial.
a. Dengan menyuruh manusia untuk berbuat ma‟ruf terdapat dalam surat
Ali Imran ayat 110:

...
60
kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah.
b. Dengan berbuat baik kepada siapa saja, terutama kedua orang tua
yang terdapat dalam surat An-Nisa ayat 36:



sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karibkerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan
tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba
sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri,
17. Proses penanaman nilai-nilai karakter bertanggung jawab. Dengan
berhati-hati dalam melakukan sesuatu sebagaimana terdapat dalam surat
Al-Isra ayat 36:


dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.
BAB IV
61
PEMBAHASAN
A. Analisis Pendidikan Karakter (Teori Lickona) dalam Pendidikan Islam
Dalam pendidikan Islam istilah al-khuluq (karakter) adalah bentuk
jamak dari akhlak. Kondisi batiniah (dalam) bukan kondisi luar yang
mencakup al-thab‟u (tabiat) dan al-sajiyah
(bakat). Dalam terminologi
psikologi, karakter (character) adalah watak, perangai, sifat dasar yang khas;
satu sifat atau kualitas yang tetap terus menerus dan kekal yang dapat
dijadikan ciri untuk mengidentifikasi seorang pribadi. Elemen karakter terdiri
atas
dorongan-dorongan,
insting,
refleks-refleks,
kebiasaan-kebiasaan,
kecenderungan-kecenderungan, perasaan, emosi, sentimen, minat, kebajikan
dan dosa serta kemauan (Mujib, 2006:45).
Lickona (1992) dalam bukunya Masnur Muslich mengungkapkan
penekanan tiga komponen karakter yang baik (components of good
character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral
feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau perbuatan moral.
Hal ini diperlukan agar anak mampu memahami, merasakan, dan
mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan (Muslich, 2011:133).
Moral knowing merupakan hal penting untuk diajarkan yang terdiri
dari enam hal, yaitu: 1). Moral Awareness (kesadaran moral), 2). Knowing
moral values (mengetahui nilai-nilai moral), 3). Perspective taking
(penentuan sudut pandang), 4). Moral reasoning (logika moral), 5). Decision
making (keberanian mengambil sikap), 6). Self knowledge (pengenalan diri
sendiri) (Muslich, 2011:133).
62
Dalam Al-Qur‟an moral knowing disebutkan dengan bahasa dimensi
akal atau ranah kognitif. Dimensi akal memiliki daya mengetahui (al-„ilm).
Daya mengetahui itu muncul sebagai akibat adanya daya pikir. Sebagai
contoh:
tafakkur
(memikirkan), al-nazar
(memperhatikan),
al-i‟tibar
(menginterpretasikan), dan lain-lain.Dimensi akal juga memiliki daya
memahami seperti tadabbur (memahami dengan seksama), ta‟ammul
(merenungkan), istibsyar (melihat dengan mata batin), tazakkur (mengingat),
dan lain sebagainya. Daya berpikir ini menggunakan alat indra sebagai
sumber memperoleh informasi dari luar yaitu penglihatan, penciuman,
pendengaran, peraba dan perasa (Baharuddin, 2007:233).
Hal ini dipahami berdasarkan konteks ayat yang menggunakan kata
tafakkur yang berjumlah 18 ayat. Semuanya berbicara tentang hal-hal yang
konkrit dan memerlukan indra sebagai alat bantu. Yaitu digunakan untuk
menerima, meyimpan, menyusun, memilih, menganalisis, memikirkan
sampai menangkap maknanya. Sementara itu, daya memahami (tadabbur)
menggunakan persepsi dalam. Hal ini dipahami berdasarkan seluruh ayat
yang menggunakan istilah tadabbur selalu berhubungan dengan hal-hal yang
abstrak, yaitu berupa ayat yang ada dibalik teks (Baharuddin, 2007:234).
Berangkat dari teori ini penulis memberikan analisis bahwa moral
knowing atau pengetahuan tentang moral yang diungkapkan oleh pakar
pendidikan karakter Lickona dalam al-Qur‟an menyebutnya dengan tafakkur
(memikirkan) dan tadabbur (memahami) yang melibatkan aspek kognitif
yang dibantu oleh wilayah panca indera manusia. Hasil dari tafakkur
(memikirkan) dan tadabbur (memahami) adalah pengetahuan tentang moral
63
yang bersifat rasional. Misalnya seseorang tidak melakukan tindakan mencuri
karena rasionalnya orang yang mencuri akan dikenai hukuman dan bukan
karena menjunjung tinggi nilai kejujuran. Sebagaimana termaktub dalam
surat At-Taubah ayat 119:

Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah,
dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.
Yaitu ketika seseorang ingin berlaku jujur hendaknya bersama dengan
orang-orang yang jujur. Nilai kejujuran itulah yang diharapkan dipahami oleh
anak (moral feeling) yang akan dibahas pada materi selanjutnya.
Moral feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada
anak yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai
dengan prinsip-prinsip moral. Terdapat enam hal yang merupakan aspek
emosi yang harus mampu dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia
berkarakter, yakni concience (nurani), self esteem (percaya diri), empathy
(merasakan penderitaan orang lain), loving the good (mencintai kebenaran),
self control (mampu mengontrol diri), humility (kerendahan hati) (Muslich,
2011:133).
Dimensi yang melaksanakan moral feeling ini adalah emosi seseorang
yang dikendalikan oleh al-qolb yang memiliki dua daya, yaitu memahami dan
merasakan. Berbeda dengan akal yang hanya mampu memahami saja, di sini
al-qalb mampu merasakan. Memahami pada akal yang mengerahkan segenap
kemampuan berupa kemampuan persepsi-dalam dan persepsi-luar, maka daya
memahami pada qalb di samping menggunakan persepsi tersebut, juga
memiliki persepsi-ruhaniyah yang sifatnya adalah menerima. Yaitu
64
memahami haqq (kebenaran) dan ilhᾱ m (ilmu dari Tuhan) yang muncul dari
qalb yang benar-benar suci. Penyucian qalb disebut dengan tazkiyah qalb
dilakukan dengan mengisinya penuh dengan seluruh perintah Allah dan
mengosongkannya dari seluruh larangan Allah (Baharuddin, 2007:235).
Inilah konsep takwa dalam al-Qur‟an yang sesuai dengan nilai karakter
religius. Pengetahuan qalb bersifat supra rasional.
Dari sini penulis memberikan analisis jika ketakwaan (kepada Allah,
diri sendiri, sesama manusia, dan alam) sudah tertanam dalam diri, maka
seseorang sudah bisa merasakan adanya moral feeling. Dalam hal ini
seseorang mampu memahami adanya nilai-nilai kebaikan yang tertanam
ketika seseorang melakukan sebuah kebaikan. Misalnya sebagaimana dalam
surat al-baqarah ayat 183:


Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu
bertakwa,
Allah memerintahkan kepada manusia untuk menjalankan ibadah
puasa, dan perintah ini sifatnya wajib. Jika pemahaman seseorang hanya
sampai pada aspek moral knowing, ia berpuasa hanya karena malu dilihat
orang lain ataupun karena takut dosa kepada dan mendapatkan hukuman.
Dalam aspek moral feeling seseorang memahami nilai yang terkandung
dalam perintah berpuasa yaitu ada rasa empathy merasakan penderitaan
orang-orang miskin yang tidak mampu makan dalam kesehariannya dan
terbiasa dengan kelaparan. Selain itu ada nilai pengontrolan diri yaitu dengan
65
menahan hawa nafsu (makan, minum, dan biologis) dan juga menahan untuk
berbuat maksiat kepada manusia ataupun Allah. Jika orang sudah sadar akan
nilai-nilai tersebut maka dalam ayat tersebut disebutkan oleh Allah akan
menjadi orang yang bertakwa sebagaimana keterangan di atas.
Jika moral knowing dan moral feeling diwujudkan dalam sebuah
tindakan perilaku seseorang maka terlaksanalah aspek yang ketiga yaitu
moral action yang merupakan aplikasi dari keduanya.
Moral action adalah bagaimana membuat pengetahuan moral dapat
diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan tindakan moral ini merupakan
hasil dari dua komponen lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik, maka harus dilihat tiga aspek lain dari
karakter yaitu competence (kompetensi), keinginan (will), dan habit
(kebiasaan) (Muslich, 2011:134).
Analisis penulis pelaku dalam moral action ini adalah aspek jismiyah
manusia yaitu keseluruhan organ fisik-biologis manusia, yang mencakup
sistem syaraf, kelenjar, sel, dan seluruh organ dalam dan organ luar fisik
manusia. Keseluruhan organ fisik-biologis manusia ini memiliki tiga daya
utama, yaitu: daya al-gᾱ dziyah (makan, nutrisi), al-munmiyah (tumbuh), almuwallidah (reproduksi) dan daya khusus, yaitu daya untuk mengaktualkan
secara kongkrit, terutama dalam bentuk tingkah laku, seluruh kondisi psikis
manusia. Dalam hubungannya dengan aspek-aspek dan dimensi-dimensi diri
manusia lainnya, aspek ini bersifat pasif dan menerima (Baharuddin,
2007:230).
66
Persentuhan ilmu yang diperoleh dengan aql dan qalb serta dilakukan
oleh jisim itulah yang disebut dengan pikir, zikir plus „amal yang pemiliknya
disebutulū al-albᾱ b atau ulū al-nuhᾱ . Yang terdapat dalam 9 tempat dalam
al-Qur‟an yaitu Ali-„Imran ayat 7, Al-Baqarah ayat 197, Ar-Ra‟du ayat 19,
Al-Maidah ayat 100, Ibrahim ayat 52, Thaha ayat 54, Al-Baqarah ayat 179,
Ali-„Imran ayat 190, dan Thaha ayat 128. Yang kesemuanya mengindikasikan
bahwa ulū al-albᾱ b atau ulū al-nuhᾱ adalah mereka yang bisa mengetahui,
memahami, merasakan dan mengamalkan perintah Allah SWT sebagaimana
konsep takwa yang disebutkan sebelumnya.
Kesesuaian teori Lickona dengan ayat-ayat yang terdapat dalam alQur‟an dikupas oleh para pakar dengan gaya bahasa yang berbeda. Penulis
mencoba menganalisisnya dan menemukan teori tersebut dari al-Qur‟an
tentang perkembangan pendidikan karakter yang meliputi ketiga aspek aql,
qalb, dan jismiyah.
Ketiga aspek moral tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat
dan ketiganya saling bersinergi. Seorang anak harus diberikan pengetahuan
tentang moral karena tanpa adanya arahan dari orang tua anak tidak akan
memiliki pengetahuan dan kesadaran tentang moral yang dengannya anak
mengetahui hal-hal baik dan buruk. Penanaman perasaan moral dan
pelaksanaan atau tindakan moral harus ditanamkan sejak dini, karena seorang
anak yang sudah terlanjur dan terbiasa melakukan hal-hal buruk atau negatif
akan sulit sekali untuk penanaman moral kembali, maka sebelum hal itu
terjadi alangkah baiknya dilakukan pencegahan sebelum kejadian hal yang
tidak diinginkan.
67
B. Relevansi Pendidikan Karakter di Indonesia dengan Pendidikan Islam
Pendidikan karakter dalam perspektif Islam sejatinya adalah
internalisasi nilai-nilai akhlak ke dalam pribadi pelajar. Internalisasi ini
merupakan proses pembangunan jiwa yang berasaskan konsep keimanan.
Gagalnya sebuah pendidikan karakter yang terjadi selama ini, dapat
disebabkan karena tidak adanya karakter yang mengajarkan nilai keimanan
dan konsep akhlak. Sehingga, proses pembangunan karakter tersendat bahkan
hilang sama sekali.Untuk membentuk penuntut ilmu berkarakter dan
berakhlak, maka pendidikan Islam harus mengarahkan target pendidikan
kepada pembangunan individu yang memahami tentang kedudukannya, baik
kedudukan di hadapan Tuhan, di hadapan masyarakat dan di dalam dirinya
sendiri.
Pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah
pendidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari
budaya bangsa Indonesia dalam rangka pembinaan kepribadian generasi muda
(Narwanti, 2011:16).Nilai-nilai pendidikan karakter yang bersumber dari
agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional Indonesia yaitu
(Narwanti, 2011:28): religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif,
mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca,
peduli lingkungan, peduli sosial, tanggung jawab yang seluruhnya harus
mengacu pada tiga komponen yaitu moral knowing (pengetahuan moral),
moral feeling (merasakan moral) dan moral acting (tindakan moral). Ketiga
aspek tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yaitu:
68
a. Tujuan Pendidikan Jasmani
Pendidikan Islam memberikan perhatian terhadap tubuh manusia,
bertujuan menyajikan fakta-fakta relevan kepada siswa mengenai
tubuhnya. Bertujuan membantu siswa mencapai kemampuan yang
menjadikannya lebih kuat dan membantunya menanamkan sikap positif
terhadap tubuhnya (Abdullah, 1991:157).
b. Tujuan Pendidikan Rohani
Para ahli pendidikan menyamakan tujuan religius (ahdaf diniyyah)
dengan tujuan pendidikan rohani ini (Abdullah, 1991:158). Dimensi
spiritual yang dimaksudkan adalah sisi jiwa yang memiliki sifat-sifat
ilᾱ hiyah (ketuhanan) dan memiliki daya untuk menarik dan mendorong
dimensi-dimensi lainnya untuk mewujudkan sifat-sifat tuhan dalam
dirinya. Pemilikan sifat-sifat Tuhan bermakna memiliki potensi-potensi
luhur batin. Potensi-potensi itu melekat pada dimensi-dimensi psikis
manusia dan memerlukan aktualisasi. Dimensi manusia yang bersumber
secara langsung dari Tuhan ini adalah dimensi al-ruh (Baharuddin,
2007:136).
c. Tujuan Pendidikan Akal
Secara bahasa kata „aqlmempunyai aneka makna. Diantaranya
bermakna al-hijr atau al-nuha yang berarti kecerdasan. Sedangkan kata
kerja (fi‟il) „aqala bermakna habasa yang berarti mengikat atau menawan.
Karena itulah orang yang menggunakan akalnya disebut aqil yaitu orang
yang dapat mengikat dan menawan hawa nafsunya (Baharuddin,
2007:115).
69
Dari ketiga tujuan dimensi pendidikan tersebut, fisik, ruh dan akal
ini menegaskan bahwa kebutuhan dasar yang berakar pada fitrah manusia
mesti mendapatkan perhatian penuh. Oleh karena itu dalam teori
pendidikan benar bahwasannya tidak boleh mengabaikan salah satu dari
ketiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik yang memang
menghasilkan pendidikan ketiga dimensi di atas.
Dari pernyataan di atas penulis memberikan kesimpulan bahwa
pendidikan karakter di Indonesia yang mencakup 18 nilai-nilai yang
bersumber dari agama, Pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional
Indonesia yang mengacu pada moral knowing, moral feeling, dan moral
acting sesuai dengan pendidikan Islam yaitu tujuan pendidikan yang
mencakup tiga aspek jasmani, rohani dan akal.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada bab ini penulis akan membahas intisari dari pembahasan yang
mengacu pada fokus masalah dan tujuan penelitian. Dari pembahsannya, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsep pendidikan karakter di Indonesia adalah pendidikan nilai, yakni
pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia
dalam rangka pembinaan kepribadian generasi muda yang mencakup 3
aspek yaitu pengetahuan moral (moral knonwing), sikap moral (moral
feelling), dan perilaku moral (moral acting).
2. Konsep pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh
seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai
dengan ajaran Islam yang menyangkut pembinaan aspek jasmani, akal,
dan hati anak didik.
3. Pendidikan karakter di Indonesia yang mencakup moral knowing, moral
feeling, dan moral acting sesuai dengan pendidikan Islam yaitu tujuan
pendidikan yang mencakup tiga aspek jasmani, rohani dan akal.
B. Saran-saran
1. Bagi Pemerintah
Diharapkan pemerintah Indonesia mampu mengeluarkan kebijakankebijakan yang mengarah pada pembentukan karakter positif serta
penerapan
nilai-nilai
pendidikan
karakter.
Yang
berakhir
pemusnahannya tindak kriminal yang merajalela di negeri tercinta ini.
71
pada
2. Bagi Masyarakat
Masyarakat sebagai pemeran pendidikan karakter hendaknya mengetahui
nilai-nilai karakter yang wajib ditanamkan pada diri anak dan membunuh
potensi negatif yang berada pada anak. Dukungan masyarakat dalam
menanamkan
nila-nilai
pendidikan
karakter
sangatlah
dibutuhkan
kesadaran yang nyata pada tiap-tiap individu masyarakat.
C. Penutup
Segalapujibagi Allah SWT, yang telahmelimpahkansegalarahmat,
taufiq,
hidayah,
sertainayah-
Nya.Sehinggapenulisdapatmenyelesaikanpenulisanskripsiinidengan
rasa
syukur dan limpahan rahmat dari Allah SWT.
Penulismenyadarisepenuhnyabahwapenulisanskripsibelummencapa
itahapkesempurnaan.Hal inidikarenakanketerbatasankemampuanpenulis dan
karena
kesempurnaan
yang
hakiki
adalah
milik
Allah
SWT
semata.Olehkarenaitu,
demi
kesempurnaanskripsiinipenulissangatmengharapkankritikdan
saran
dariparapembaca,
yang
semogadengankritikdan
saran
pembacaberikandapatmembangunskripsiiniuntukmendekatitahapkesempurnaa
n.
Penulis juga ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak atas
segala
bimbingan,
motivasinya
dan
sumbangsihnya
dalam
proses
penyelesaikan penulisan skripsi ini sehingga mencapai tahap selesai.
Penulisberharapskripsiinidapatbermanfaatkhususnyabagipenulis,
pengkaji yang ingin mengkajinyadanparapembacapadaumumnya.
72
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdurrahman Shaleh, 2005, Teori-teori pendidikan berdasarkan alQur‟an, Diterjemahkan oleh H.Arifin dan Zainuddin, Jakarta:Rineka
Cipta.
, 1991, Landasan Dan Tujuan Pendidikan Menurut Al-Qur‟an Serta
Implementasinya, Diterjemahkan oleh Mutammam, Bandung: CV.
Diponegoro.
Al-Jazairi, Abu Bakar,2008,Aisarut Tafasir Likalamil Aliyyil Al-Kabir, Riyad:
Maktabah Ar-Rusyd.
Al-Maraghi, Ahmad Mustafa, 1993, Tafsir Al-Maraghi, Diterjemahkan oleh:
Bahrun Abu Bakar dan Hery Noer Aly, Semarang: CV.Toha Putra.
Ahmad, Abu Bakar, 2009, Musnad Al-Bazzar, Madinah:Maktabah „Ulum
Al-Bukhori, Muhammad Bin Ismail, 2002, Sohih Bukhori, Madinah:DarTauqin Najat.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, 2008, Fathul Barri, Terj. Amiruddin, Jilid XXIII, Jakarta:
Pustaka Azzam.
Arikunto, Suharismi, 1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Jakarta:PT. Rineka Cipta.
Ash-Shiddieqy, Hasbi, 2003, Tafsir Al-Qur‟anul Majid An-Nur 5,Semarang:PT
Pustaka Rizki Putra.
Anton, Bakker, 1984, Metode-Metode Filsafat, Jakarta:Ghaila Indonesia.
Arifin, M., 1986, Ilmu Perbandingan Pendidikan, Jakarta:Golden Terayon
Press.
73
Azizah, Nur, 2011, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Al-Qur‟an dan
Hadits, Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Jurusn Tarbiyah UIN
Malang.
Baharuddin, 2007, Paradigma Psikologi Islami Studi Tentang Psikologi Dari
Al-Qur‟an, Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Ginanjar Agustian, Ary, 2001, Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual ESQ, Jakarta:Arga.
Hasan Al-Mahami, Muhammad Kamil, 2005, Al-Mausu‟ah Al-Qur‟aniyyah,
diterjemahkan oleh:Ahmad Fawaid Syadzili, Jakarta:PT.Kharisma Ilmu.
Indar, Djumberansyah, 1994, Filsafat Pendidikan, Surabaya:Karya Abditama.
Koesoema, A. Doni, 2010, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak Di
Zaman Global, Jakarta:grasindo.
Mishad, 2012, Pendidikan Karakter: Prespektif Islam, Malang:MPA.
Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Dhohhak At-Tirmidzi, 1975,
Sunan At-Tirmidzi, Mesir:Maktbah Mushthofa Al-Babi Al-Halbi.
Mujib, Abdul, 2006, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, Jakarta:Raja
Grafindo Persada.
Muslich, Masnur, 2011, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional, Jakarta:Bumi Aksara.
M.M, Sukanto, 1985, Nafsiologi Suatu Pendekatan Alternatif atas Psikologi,
Jakarta:Integrita Press.
74
Narwanti, Sri, 2011, Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai Dalam
Mata Pelajaran, Yogyakarta:Familia.
Poerbakawatja, Soegarda, 1982, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta:Gunung
Agung.
Qattan, Manna Khalil, 2009, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Diterjemahkan oleh
Mudzakir, Jakarta:Mitra Kejaya Indonesia.
Suwarno, Wiji, 2009, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jogjakarta:Ar-Ruzz
Media,.
Semiawan, Conny, 2008, Perspektif Pendidikan Anak Berbakat, Jakarta:PT
Grasindo.
Shihab, M. Quraish, 1996, Wawasan Al-Qur‟anTafsir Maudhu‟i atas
Berabagai Persoalan Umat, Bandung:Mizan.
Soyomukti, Nurani, 2010, Teori-Teori Pendidikan, Jogjakarta:Ar-Ruzz Media.
Sukardjo dan Komarudin, Ukim, 2009, Landasan Pendidikan Konsep Dan
Aplikasinya, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tafsir, Ahmad, 2005, Ilmu Pendidikan Perspektif Islam, Bandung:Remaja
Rosdakarya.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. 2004. Jakarta:PT Armas Duta Jaya.
Zuchdi,Darmiyati, 2009, Humanisasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.
75
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama
: Ida Kurniawati
Tempat, TanggalLahir: Kab. Kendal, 30 November 1991
JenisKelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
Semarang
HP
: Rowokasam RT 01 RW 03, Rowoboni, Banyubiru,
: 085725852264
LatarBelakangPendidikanFormal
1996-1998
: RA Rowoboni
1998- 2003
: SD Negeri Rowoboni 01
2003 - 2006
: MTs YAJRI Payaman, Secang, Magelang
2006- 2009
: MA YAJRI Payaman, Secang, Magelang
2009- Sekarang
: SekolahTinggi Agama Islam Negeri (STAIN Salatiga)
Rowoboni, 12 Agustus 2013
Ida Kurniawati
NIM.11109073
76
Download