TESIS KARAKTERISTIK PROTEIN DAN KOMPOSISI ASAM AMINO OTOT AKTIF DAN PASIF PADA DAGING SAPI BALI DAN WAGYU RASDIYANAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 TESIS KARAKTERISTIK PROTEIN DAN KOMPOSISI ASAM AMINO OTOT AKTIF DAN PASIF PADA DAGING SAPI BALI DAN WAGYU RASDIYANAH Nim 1292361004 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 i KARAKTERISTIK PROTEIN DAN KOMPOSISI ASAM AMINO OTOT AKTIF DAN PASIF PADA DAGING SAPI BALI DAN WAGYU Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas Udayana RASDIYANAH Nim 1292361004 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014 ii Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL, 27 JUNI 2014 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof.Dr.drh.Ni Ketut Suwiti, M. Kes NIP. 19630716 198903 2 001 Dr.drh. I Wayan Suardana, M. Si NIP. 19621231 198803 1 017 Mengetahui, Ketua Program Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kes NIP. 19621231 198903 1 315 Direktur program pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 19590215 198510 2 001 iii Tesis ini telah diuji pada tanggal : 27 Juni 2014 Panitia Penguji Tesis berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No. 1828a/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 23 JUNI 2014 Ketua : Prof. Dr. drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes Anggota : 1. Dr. drh. I Wayan Suardana, M.Si 2. Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kes. 3. Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si. 4. Dr. drh. I Nyoman Suartha, M.Si. iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Rasdiyanah NIM : 1292361004 Program Studi : Kedokteran Hewan Judul Tesis : Karakteristik Protein dan Komposisi Asam Amino Otot Aktif dan Pasif pada Daging Sapi Bali dan Wagyu. Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, 30 Juni 2014 Yang membuat pernyataan, Rasdiyanah v DAFTAR RIWAYAT HIDUP Penulis Rasdiyanah dilahirkan pada tanggal 13 Maret 1988 di Kota sinjai, Sulawesi selatan. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, putri dari pasangan suami istri H. Muh. Rijal, S.Sos dan Hj. St Rocita Spd. MM. Penulis memulai pendidikan di TK pada tahun 1993 hingga 1994, Sekolah Dasar (SD) Negeri 87 Sinjai Barat pada tahun 1994 hingga tahun 2000, pada tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di PonPes Babul Khaer Kalumeme Bulukumba hingga tahun 2003. Tahun 2003 sampai tahun 2006 penulis melanjutkan studinya ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sinjai Barat. Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di Kedokteran Hewan Universitas Udayana, menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan (SKH) Tahun 2012 dan menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Tahun 2013. Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Magister Program Studi S2 Kedokteran Hewan di Universitas Udayana Pada Tahun 2012. Selanjutnya penulis melakukan penelitian di Laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar berjudul “Karakteristik Protein dan Komposisi Asam Amino Otot Aktif Dan Pasif pada Daging Sapi Bali dan Wagyu.” Penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Hewan pada Program Magister Program Studi S2 Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas Udayana. vi UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes. selaku pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti Program Magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. drh. I Wayan Suardana, M.Si. selaku Pembimbing II yang penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis. Ucapan yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika SpPD. (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kes. selaku Ketua Program Studi S2 Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas Udayana dan juga sebagai penguji tesis, atas kesempatan yang diberikan untuk belajar di Program Studi yang dipimpinnya dan kesediaannya menjadi penguji. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada para penguji tesis lainnya, yaitu Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si. dan Dr. drh. I Nyoman Suartha, M.Si yang telah memberikan masukan, saran dan sanggahan sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Ucapan terima kasih yang vii tulus juga penulis sampaikan kepada para dosen yang telah membimbing penulis dalam mengikuti pendidikan Program Magister pada Program Studi Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Univesitas Udayana. Pada kesempatan ini secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada kepala Balai Besar Veteriner (BBVet) dan kepala Laboratorium Analitik UNUD yang telah mengijinkan untuk melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada drh. Ni Luh Putu Agustini dan pak Mundra yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan dalam pelaksanaan penelitian di laboratorium. Ucapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan kepada orang tua penulis yaitu bapak H. Muh Rijal dan Hj. Siti Rocita yang telah memberikan dukungan dan perhatian dalam penulisan tesis ini. Serta keluarga terutama suami Achmad Ridwan dan adik drh. Adryani Ris yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga kepada drh. Sri Milfa, drh. Kevin Iffandi, drh. Chandra Immanuel Saragih dan drh. Widodo yang telah banyak membantu dan memberikan saran kepada penulis. Kepada drh. Reny Navtalia Sinlae yang menjadi rekan dalam suka dan duka selama penelitian dan penulisan tesis dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga terwujudnya tesis ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan anugrah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian Tesis ini, serta kepada penulis dan keluarga. viii ABSTRAK KARAKTERISTIK PROTEIN DAN KOMPOSISI ASAM AMINO OTOT AKTIF DAN PASIF DAGING SAPI BALI DAN WAGYU Kualitas daging sapi dapat ditentukan berdasarkan karakteristik protein dan kandungan asam amino. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh bangsa sapi (sapi bali dan wagyu) dan lokasi otot terhadap karakteristik dan komposisi asam amino. Pada penelitian ini digunakan daging sapi bali dan wagyu yang diambil pada bagian otot otot aktif (bicep femoralis) dan pasif (rib eye). Masing-masing daging diambil sebanyak 5g untuk diekstraksi selanjutnya dilakukan analisis terhadap pola protein dan asam amino. Pola protein dianalisis menggunakan SDS-PAGE, sedangkan asam amino dianalisis menggunakan metode HPLC. Hasil penelitian menunjukkan ketebalan pola pita protein daging sapi bali dan wagyu otot yang bergerak aktif lebih tebal dibandingkan otot yang bergerak pasif. Begitu pula dengan asam amino yang terlihat adalah asam amino esensial dan non esensial yang masing-masing menunjukkan asam amino dengan jumlah yang sama tapi kadar atau komposisi yang berbeda. Hasil penelitian dapat disimpulkan sapi wagyu memiliki profil protein yang lebih tebal serta konsentrasi asam amino yang lebih tinggi di bandingkan dengan sapi bali, demikian halnya dengan otot aktif (bicep femoralis) memiliki profil protein yang lebih tebal serta konsentrasi asam amino yang tinggi dibandingkan dengan otot pasif (rib eye). Kata kunci : sapi bali, sapi wagyu, otot aktif dan pasif, pita protein, asam amino. ix ABSTRACT PROTEIN CHARACTERISTIC AND THE AMINO ACID COMPOSITION ON ACTIVE AND PASSIVE MUSCLES OF BALI AND WAGYU BEEF The beef quality can be measured by its protein characteristic and amino acid composition. The purpose of this study is to determine the effect of genetic (Bali and Wagyu cattle) and muscles activity (active and passive) to the protein characteristic and amino acid composition. In this research Bali and Wagyu beef samples which taken from the active muscles (bicep femoralis) and passive muscles (rib eye) amount 5 g of samples was extracted and then analyzed to the protein pattern and amino acid composition. Protein pattern were analyzed by using SDS-PAGE while the amino acid by using HPLC method. The result of study showed the protein pattern of active Bali and Wagyu beef are thicker than in passive muscle. As well as the amino acid that shows different results. The composition of amino acid in active muscles (bicep femoralis) showed higher than passive muscles (rib eye). Key words : Bali beef, wagyu beef, active and passive muscle, amino acid. x RINGKASAN Sapi bali adalah salah satu plasma nutfa Indonesia yang harus dipertahankan dan dikembangkan keberadaannya. Daging sapi bali sebagai komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein, mengandung protein daging dengan asam amino yang lengkap. Namun, restoran di Bali cenderung menyediakan daging wagyu produksi kobe jepang, dibandingkan dengan daging lokal (sapi bali). Daging sapi bali kandungan lemak dagingnya (marbling) sangat rendah, sehingga mempunyai kealotan yang tinggi. Marbling daging sapi bali yang berasal dari otot bergerak aktif (bicep femoralis) dan bergerak pasif (rib eye) mempunyai tingkat kealotan daging yang berbeda. Kualitas daging dapat ditentukan berdasarkan komponen/sifat kimianya seperti kadar air, protein, lemak dan abu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat pengaruh bangsa sapi (sapi bali dan sapi wagyu) dan lokasi otot terhadap karakteristik dan komposisi asam amino. Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif untuk mengetahui karakteristik protein dan komposisi asam aminonya. Prosedur dari penelitian ini ada 2 yaitu dengan metode SDS-PAGE dan HPLC. karakteristik protein dengan metode SDS-PAGE ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu : ekstraksi protein dari sampel, pembuatan gel dengan menggunakan sodium dodecyl sulfatpoliacrylamide gel elektrophpresis dan pemisahan protein menggunakan teknik elektroforesis yang dilanjutkan dengan pendeteksian pita-pita atau fraksi protein yang terbentuk. Selanjutnya metode HPLC untuk menganalisis asam amino juga mempunyai 2 tahap prosedur yaitu pembuatan pereaksi OPA dan fase mobile A dan B. Hasil yang ditemukan adalah adanya ketebalan pita protein baik pada sapi bali maupun sapi wagyu dimana otot yang aktif terlihat lebih tebal dibandingkan otot yang pasif, serta berdasarkan perhitungan berat melekul (BM) baik pada sapi bali otot aktif mempunyai BM 81,23; 47,21; 40,93; 22,34;14,29 KDa. Sapi wagyu otot aktif BM : 121,16; 21,08;18,54;18,11 KDa sedangkan sapi bali otot pasif BM 36,28;23,79 KDa dan sapi wagyu otot pasif 38,44 KDa. Hasil analisis dari asam amino ditemukan asam amino esensial sebanyak 9 dan non esensial 6 asam amino. Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan tersebut dapat disimpulkan bahwa sapi wagyu memiliki karakteristik protein yang berbeda dibandingkan daging sapi bali, dengan konsentrasi asam amino daging wagyu yang lebih tinggi dan otot aktif (bicep femoralis) diketahui memiliki pita protein yang berbeda dibandingkan dengan otot pasif (rib eye) dengan konsentrasi asam amino otot aktif yang lebih tinggi. Disarankan Untuk pemilihan kadar protein pada daging, konsumen diharapkan memperhatikan aktifitas fisik otot sebagai sumber daging. xi DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ........................................................................................ PRASYARAT GELAR ................................................................................. LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................ SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................. DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... ABSTRAK ..................................................................................................... ABSTRACT ................................................................................................... RINGKASAN ................................................................................................. DAFTAR ISI .................................................................................................. DAFTAR TABEL ......................................................................................... DAFTAR GAMBAR..................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1.1 Latar Belakang..................................................................... 1.2 Rumusan Masalah................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... i ii iii iv v vi vii ix x xi xii xiv xv xiv 1 1 3 3 3 BAB II KAJIAN PUSTAKA..................................................................... 2.1 Daging ..................................................................................... 2.2 Daging Sapi Bali dan Wagyu ................................................. 2.3 Kualitas Daging ....................................................................... 4 4 8 11 BAB III KERANGKA KONSEP ................................................................ 3.1 Kerangka Pemikiran ................................................................ 3.2 Konsep..................................................................................... 3.3 Hipotesis .................................................................................. 16 16 18 19 BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................. 4.1 Rancangan Penelitian .............................................................. 4.2 Lokasi dan waktu penelitian.................................................... 4.3 Ruang lingkup penelitian......................................................... 4.4 Penentuan sumber data ............................................................ 4.5 Variabel Penelitian .................................................................. 4.6 Bahan Penelitian ..................................................................... 4.7 Instrumen Penelitian ............................................................... 4.8 Prosedur Penelitian.................................................................. 4.8.1 Elektroforesis daging....................................................... 20 20 20 20 21 21 21 22 23 23 xii 4.8.2 Karakteristik Protein Dengan Metode (Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Elektrophorensis) SDS-PAGE. ....................................... 23 4.8.3 Analilis Asam Amino Dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) ................................................ 25 4.9 Analisis Data ............................................................................. 26 BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 27 5.1 Karakteristik Protein Daging Sapi Bali dan Wagyu Pada Bagian Otot Aktif Dan Pasif ................................................................................... 27 5.2 Hasil Pemeriksaan Berat Melekul Protein Daging Sapi Bali Dan Wagyu Bagian Otot Aktif Dan Pasif............................................................... 28 5.3 Hasil Pemeriksaan Asam Amino Pada Sapi Bali Dan Wagyu Bagian Otot Aktif Dan Pasif ................................................................................... 29 5.4 Histogram Perbandingan Konsentrasi Asam Amino Antara Otot Aktif Dan Pasif Dari Daging Sapi Wagyu Dan Sapi Bali ........................... 32 BAB VI PEMBAHASAN .............................................................................. 34 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN............................................................ 37 7.1 Simpulan ............................................................................................ 37 7.2 Saran ................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 38 LAMPIRAN ................................................................................................... 42 xiii DAFTAR TABEL Tabel Halaman 5.1 Hasil Perhitungan Elektroforesis Daging Sapi Bali dan Wagyu Bagian Otot Aktif dan Pasif. .............................................................................. 29 5.2 Hasil Analisis Asam Amino Esensial pada Otot Aktif dan Pasif dari Sapi Wagyu dan Sapi Bali. ............................................................................ 30 5.3 Hasil Analisis Asam Amino Non Esensial pada Otot Aktif dan Pasif dari Sapi Wagyu dan Sapi Bali. .................................................................... 30 xiv DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Pembagian Lokasi Daging ...................................................................... 7 5.1 Hasil Elektroforesis Pita-Pita Protein dengan Metode SDS-PAGE pada Otot Aktif dan Pasif Sabi Bali dan Wagyu..................................................... 27 5.2 Histogram Asam Amino Esensial Daging Sapi Bali dan Wagyu Otot (Aktif)…………………………………………………………………. 31 5.3 Histogram Asam Amino Non Esensial Daging Sapi Bali dan Wagyu Otot Aktif . ....................................................................................................... 32 5.4 Histogram Asam Amino Esensial Daging Sapi Bali dan Wagyu Otot Pasif ……………………………………………………………………. 32 5.5 Histogram Asam Amino Non Esensial Daging Sapi Bali dan Wagyu Otot Pasif ......................................................................................................... 33 xv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Tabel dan Gambar Perhitungan Elektroforesis pada Daging Sapi Bali dan Wagyu Bagian Otot Aktif dan Pasif ………………. 2. Gambar Sampel Daging yang Akan Di Elektroforesis ……… 3. Gambar Alat Elektroforesis …………………………………. 4. Gambar Sampel dan Alat HPLC ……………………………. 5. Hasil Analisis Asam-Asam Amino ………………………….. 6. Hasil uji elektroforesis pada daging sapi bali dan wagyu bagian otot aktif dan pasif…………………………………………… 7. Contoh hasil prin out uji HPLC ……………………………... xvi 43 46 47 48 49 49 50 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi bali adalah salah satu plasma nutfah Indonesia yang harus dipertahankan dan dikembangkan keberadaannya. Sapi bali mempunyai kualitas daging sangat baik apabila dibandingkan dengan sapi potong yang ada di Indonesia. Karakteristik karkas sapi bali digolongkan sapi pedaging ideal karena mempunyai bentuk badan yang kompak dan serasi, bahkan nilainya lebih unggul dari pada sapi pedaging Eropa seperti Hereford, Shortorn (Murtidjo, 1990). Di samping itu mempunyai persentase karkas yang tinggi dengan kandungan lemak yang rendah. Daging sapi bali sebagai komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein dan mengandung protein daging dengan asam amino yang lengkap, namun tidak sesuai dengan selera wisatawan asing, karena mempunyai citarasa dan aroma yang tidak disukai. Daging sapi bali yang diproduksi di Bali lebih banyak dikirim ke luar daerah, padahal dengan semakin pesatnya perkembangan pariwisata di Bali seharusnya daging sapi bali dapat memberikan kontribusi untuk wisatawan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan peternak. Hotel dan restoran di Bali cenderung menyediakan daging wagyu produksi kobe Jepang, untuk dikonsumsi wisatawan asing, karena daging wagyu lebih diminati dan telah diakui sebagai daging yang mempunyai cita rasa dan kualitas 1 2 yang sangat baik sehingga sesuai dengan selera konsumen (Suwiti et al. 2013). Daging sapi bali kandungan lemak dagingnya (marbling) sangat rendah, sehingga mempunyai kealotan yang tinggi, hal inilah yang menyebabkan daging sapi bali tidak sesuai dengan selera para wisatawan asing yang datang ke Bali. Marlbing daging sapi bali yang berasal dari otot bergerak aktif (Bicep femoralis) dan bergerak pasif (Rib eye) mempunyai tingkat kealotan/ kekerasan daging yang berbeda, karena ditentukan oleh banyaknya jaringan ikat yang terkandung di dalam daging (Suwiti et al. 2012) Selain itu jenis dan lokasi otot dapat mempengaruhi kualitas daging. Menurut Judge et al. (1989). Kandungan jaringan ikat dan jumlah ikatan silang serabut-serabut kolagen berbeda diantara otot yang berasal dari karkas yang sama. Perbedaan-perbedaan tersebut terjadi karena adanya perubahan karakteristik struktural, fungsional dan metabolistik diantara otot. Otot besar yang aktif bergerak umumnya menghasilkan daging dengan keempukan yang berbeda dengan daging yang berasal dari otot yang bergerak pasif (Soeparno, 1994). Kualitas daging dapat ditentukan berdasarkan komponen/sifat kimianya seperti kadar air, protein, lemak, dan abu. Protein merupakan suatu persenyawaan yang khas ditemukan di dalam sel. Protein baik yang berasal dari hewani maupun nabati merupakan sumber gizi yang penting bagi proses kehidupan karena sangat erat hubungannya dengan ketersediaan zat gizi di dalam tubuh. 3 1.2 Rumusan masalah Dari uraian di atas adanya perbedaan kualitas antara daging sapi bali dan wagyu serta salah satu yang menentukan kualitas daging adalah lokasi otot daging, maka masalah yang dapat diajukan adalah : 1. Apakah bangsa sapi (sapi bali dan sapi wagyu) berbeda terhadap karakteristik pola pita protein dan komposisi asam amino? 2. Apakah lokasi otot daging (aktif dan pasif) berbeda terhadap karakteristik pola pita protein dan komposisi asam amino? 1.3 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan pada bangsa sapi (sapi bali dan wagyu) dan pada lokasi otot terhadap karakteristik pola protein dan komposisi asam amino. 1.4 Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penilaian kualitas daging melalui karakteristik protein sapi, baik sapi bali maupun sapi wagyu otot aktif dan pasif. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Daging Daging adalah salah satu komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein. Daging merupakan kumpulan sejumlah otot yang berasal dari ternak yang sudah disembelih dan otot tersebut sudah mengalami perubahan biokimia dan biofisik, sehingga otot yang semasa hidup ternak merupakan energi mekanis berubah menjadi energi kimiawi. Istilah otot dipergunakan pada waktu ternak masih hidup dan setelah ternak disembelih berubah menjadi daging (Abustam, 2009). Komponen utama daging terdiri dari otot, jaringan lemak dan sejumlah jaringan ikat (kolagen, elastin dan retikulin) serta epitel pembuluh darah dan syaraf (Aberle dkk., 2001). Delman and Brown (1992) mendefinisikan, daging adalah sekumpulan jaringan yang melekat pada kerangka, secara histologis terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : jaringan otot, jaringan lemak, dan jaringan ikat. Jaringan otot adalah jaringan yang mampu melangsungkan kerja mekanik dengan jalan kontraksi dan relaksasi sel atau serabutnya. Jaringan otot ini berfungsi untuk menghasilkan gerakan. Sel-sel jaringan lain dapat pula bergerak, tetapi gerakan kurang terintegrasi. Otot merupakan komponen utama penyusun daging, otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor yang mempengaruhi kondisi ternak sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga kualitas daging 4 5 yang dihasilkan (Soeparno 2005). Derajat keempukan dapat dihubungkan dengan tiga kategori protein dalam urat daging yaitu dari tenunan pengikat (kolagen elastis, retikulum, mukopolisakarida dari matriks) dari miofibril aktin, miosin, tropomiosin dan yang sarkoplasma (Lawrie, 2003). Miosin adalah filamen-filamen tebal pada vertebrata (makhluk hidup bertulang belakang) hampir sebagian besar tersusun dari sejenis protein. Miosin termasuk protein yang khusus karena memiliki sifat berserat (fibrous) dan globular. Filamen tebal merupakan suatu bentuk yang bipolar dengan kepalakepala miosin yang menghadap tiap-tiap ujung filamen dan menyisakan bagian tengah yang tidak memiliki kepala satupun (bare zone / jalur kosong). Kepala miosin itulah yang merupakan wujud dari cross-bridges dalam perhubungannya dengan miofibril, sedangkan Komponen penyusun utama filamen tipis ialah Aktin (Gunawan 2001). Aktin merupakan protein eukariotik yang umum, banyak jumlahnya, dan mudah didapati. Komposisi miosin dan aktin masing-masing sebesar 60-70% dan 20-25% dari protein total pada otot. Sisa protein lainnya berkaitan dengan filamen tipis yakni Tropomiosin dan Troponin. Troponin terdiri dari tiga subunit yaitu TnC (protein pengikat ion Ca), TnI (protein yang mengikat aktin), dan TnT (protein yang mengikat tropomiosin). Dari sini, dapat disimpulkan bahwa kompleks tropomiosin - Troponin mangatur kontraksi otot dengan cara mengontrol akses cross-bridges S1 pada posisiposisi pengikat aktin (Gunawan 2001). 6 Daging dibedakan atas jenis ototnya yakni jenis daging yang berasal dari otot bergerak aktif (Bisep femoralis) dan otot yang bergerak pasif (Rib eye /Longissimus dorsi) adalah otot yang sangat penting dan membentuk mata daging jika dipotong dari area rusuk dan dari loin. Otot Longissimus dorsi terdiri atas banyak sub unit otot yang masing-masing membantu fleksibilitas vertebrata colum dan gerakan leher serta aktivitas pernafasan (Swatland, 1984). Bicep femoralis memiliki komposisi ±3.3% dari berat karkas. Di Australia dikenal dengan nama knuckle di Amerika dikenal dengan nama inside sedangkan di Indonesia dikenal dengan otot paha belakang atau bicep femoralis. Daging bagian paha belakang, biasanya digunakan untuk membuat rendang. Bila diamati bagian daging bicep femoralis ini dapat dibagi menjadi 3 bagian daging yaitu bicep femoralis bagian atas, bicep femoralis bagian tengah dan bicep femoralis bagian bawah (Bahar, 2003). Penampang lintang Longissimus dorsi meluas ke arah posterior rusuk. Otot Longissimus dorsi bagian loin mempunyai penampang lintang yang hampir konstan. Area Longissimus dorsi di antara bagian seperempat depan dan seperempat belakang dari karkas, yaitu di antara rusuk ke 12 dan ke 13 sering diuji untuk menaksir jumlah daging dari suatu karkas. Luas area Longissimus dorsi ini juga dapat dipergunakan sebagai petunjuk perbedaan tingkat perototan di antara karkas dengan panjang karkas yang kira-kira sama. Area Longissimus dorsi, pada rusuk ke 12 atau loin sering disebut Rib Eye Area (REA) pada loin (Lawrie, 2003). 7 Korelasi yang erat antara kandungan kolagen dengan kekerasan daging yang dinilai dengan melakukan pemutusan paralel dengan arah serat daging, beberapa penelitian menemukan korelasi antara daya putus dengan kandungan kolagen pada otot longisimus dorsi yang cukup rendah. Daging memiliki keempukan yang bervariasi diantara jenis otot, jumlah jaringan ikat dalam otot yang lebih banyak digerakkan selama ternak masih hidup seperti otot. Soeparno (1998) menyatakan bahwa karkas tersusun atas kurang lebih enam ratus jenis otot yang berbeda ukuran dan bentuknya, susunan syaraf dan persediaan darahnya serta perlekatannya pada bagian tulang dan tujuan serta jenis geraknya. Karkas sapi dapat dilihat pada Gambar 1. Kesehatan daging merupakan bagian yang penting bagi kesehatan makanan dan selalu menjadi pokok permasalahan yang mendapatkan perhatian khusus dalam penyediaan daging bagi konsumen. Gambar 2.1. Pembagian Lokasi Daging Sumber : Lembar Balai Informasi Pertanian DKI Jakarta (1993) Keterangan : 1 2 3 4 Blade Chuck Cube roll Sirloin 5. 6. 7. 8. Fillet Topside (penutup) Silver Side Inside 9. Shank 10. Flank 11. Rib Meat 12. Brisket 8 Keragaman terjadi tidak hanya antar bangsa tetapi juga di dalam satu bangsa yang sama, antar populasi maupun di dalam populasi, di antara individu tersebut. Keragaman pada sapi bali dapat dilihat dari ciri-ciri fenotipe yang dapat diamati atau terlihat secara langsung, seperti tinggi, berat, tekstur, panjang bulu, warna, pola warna tubuh, perkembangan tanduk, dan sebagainya. Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat, dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin, dan valin yang lebih tinggi dari pada daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada suhu 70°C akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90 persen, sedangkan pemanasan pada suhu 160°C akan menurunkan jumlah lisin hingga 750 persen. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam amino (Lawrie 1991). 2.2 Daging Sapi Bali dan Wagyu Sapi bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Menurut Rollinson (1984) proses domestikasi sapi bali itu terjadi sebelum 3.500 SM di Indonesia. Banteng liar saat ini bisa ditemukan di Jawa bagian Barat dan bagian Timur, di Pulau kalimantan, serta ditemukan juga di malaysia (Payne and Rollinson, 1973). Ditinjau dari sistematika ternak, hubungannya dengan sapi lain bahwa sapi bali satu famili dengan sapi lain, yaitu famili Bovidae, genus Bos dan subgenus 9 Bibovine (Hardjosubroto 1994). Sapi yang termasuk ke dalam subgenus Bibovine adalah Bibos gaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus. Perkawinan antara sapi bali dengan sapi lain yang berbeda subgenus tersebut (Bos taurus dan Bos indicus) menghasilkan anak jantan yang steril. Menurut Eldridge, (1985) mengatakan beberapa kemungkinan penyebabnya adalah keturunan F1 jantan mengalami gangguan proses synapsis kromosom selama proses miosis yang mengurangi daya hidup sel germinal dan banyak hambatan fisiologis yang mempengaruhi perkembangan sel germinal dan menurut Hardjosubroto, (1994) tidak sempurnanya pembelahan reduksi dalam proses spermatogenesis. Sapi Bali mempunyai ciri-ciri khusus antara lain; warna bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa berubah menjadi hitam. Satu karakter lain yakni perubahan warna sapi jantan kebirian dari warna hitam kembali pada warna semula yakni coklat muda keemasan yang diduga karena makin tersedianya hormon testosteron sebagai hasil produk testes (Darmaja, 1980). Sapi bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami perubahan kecil dibandingkan dengan leluhur liarnya (Banteng). Warna sapi betina dan anak atau muda biasanya merah bata dengan garis hitam tipis terdapat di sepanjang tengah punggung. Warna sapi jantan adalah merah bata ketika muda tetapi kemudian warna ini berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan sampai mendekati hitam pada saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap berwarna merah bata. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas. 10 (Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Sepanjang punggung terdapat bulu hitam yang membentuk garis tipis dari bagian belakang bahu hingga ke bagian ekor (Talib, 2002). Saat ini sapi bali sedang dikembangkan untuk dapat memproduksi daging yang berkualitas, dan dikonsumsi oleh wisatawan asing, daging yang dianggap berkualitas dan mempunyai citarasa yang sesuai adalah daging sapi wagyu. Daging wagyu mampu menghasilkan daging dengan kualitas sangat bagus, sehingga harganya mahal. Daging sapi khas jepang ini mempunyai karakter persebaran lemak otot yang tinggi dan merata, kualitas marbling tinggi, yaitu pola urut menyerupai marmer yang terbentuk dari lemak tak jenuh yang terdiri atas lemak tak jenuh (Omega-3 dan Omega-6) dan berperan dalam kesehatan. Daging sapi wagyu mempunyai karakteristik yang bagian lemak putih dalam daging, yang dikenal sebagai sashi dalam bahasa Jepang. Sashi ini berada diantara lapisan daging merah dan biasanya membentuk pola marmer di antara daging sapi. Pola marmer dari sashi yang dibentuk adalah aspek paling berharga dari daging sapi wagyu dan umumnya peternak di Jepang berusaha keras untuk menciptakan pola intens lemak tersebut yang membuat daging sapi secara harafiah mencair saat dikonsumsi. Di Amerika Serikat, daging sapi premium harus memiliki 6-8% dari marmer lemak untuk lolos ke kelas USDA tertinggi. Untuk mencapai nilai kualitas tertinggi wagyu (A5), daging harus memiliki marmer lemak paling sedikit 25% dari keseluruhan daging. Untuk memproduksi daging sapi yang membentuk sashi agar memiliki pola marmer sapi wagyu diibaratkan memiliki gaya hidup seperti kaisar dan raja. 11 Sapi terbaik ini diberikan makan biji-bijian berkualitas tinggi, dan masing-masing peternak biasanya memiliki campuran sendiri dari bahan-bahan rahasia, seperti kedelai dan Okra (produk sampingan dari pembuatan tahu) sebagai suplemen makanannya. Air juga merupakan instrumen penting dalam makanan wagyu, dan air mineral lokal sering digunakan untuk memastikan sapi wagyu berkualitas terbaik. Pada musim panas untuk mempertahankan nafsu makan sapi wagyu terkadang diberi minum bir atau sake. Selain makanan dan minuman mewah yang diberikan seperti bir dan sake, sapi wagyu yang dibesarkan di peternakan di Jepang akan dibawa jalan-jalan sore oleh peternaknya untuk mendapatkan matahari dan udara segar. Beberapa peternak juga akan melakukan berbagai macam perawatan mewah lainnya untuk sapi wagyu seperti pemijatan karena peternak di Jepang percaya dengan memijat sapi wagyu maka akan dapat membantu menyeimbangkan distribusi lemak pada pola marmer daging wagyu juga selain mencegah sapi dihinggapi kutu. Selain itu peternak sering memainkan musik klasik untuk sapi mereka agar sapi memperoleh ketenangan hidup. 2.3 Kualitas Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas 12 daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskular atau marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging (Soeparno, 1998). Kualitas daging dapat dipengaruhi mulai perlakuan saat diangkut ke rumah potong sampai dengan penanganan pasca panen. Semua ternak dihindarkan dari berbagai tingkat kekerasan, mengalami trauma, menderita cekaman, mendengar suara gaduh, mencium bau darah atau lainnya dan berada dalam lingkungan yang asing/tidak biasa. Cekaman dapat mempunyai efek yang buruk terhadap warna, tekstur, citarasa dan keempukan (Berger., et al. 1988). Komposisi asam lemak sebagai ciri lain dari daging sapi berkualitas berbeda tergantung dimana asam lemak tersebut di simpan. Rata-rata persentase dari asam lemak monounsaturated fatty acid (MUFA) cenderung lebih tinggi pada bagian luar dibandingkan dengan bagian dalam tubuh. Lebih jauh dikemukakan bahwa faktor genetik mempengaruhi kompisisi asam lemak pada sapi wagyu. Banyak faktor yang mempengaruhi karakteristik fisik daging, salah satunya adalah tingkatan bobot badan yang berbeda daging sapi yang dipotong pada tingkatan bobot badan yang berbeda akan menunjukkan kualitas dan karakteristik fisik yang berbeda pula. Hal ini sangat perlu diketahui karena merupakan salah satu parameter yang penting dalam pemilihan kualitas daging. Konsistensi daging ditentukan oleh banyak sedikitnya jaringan ikat yang menyusun otot tersebut. Konsistensi daging biasanya ditentukan dengan : liat 13 (Firmness), lembek (Sofness), Berair (Juicness). Daging yang segar terasa liat, sedangkan daging yang mulai membusuk terasa berair. Apabila dilihat dari teksturnya, daging yang segar akan mempunyai tekstur yang halus sedangkan daging yang mulai membusuk memiliki tekstur yang kasar. Sedangkang kepualaman adalah suatu kondisi pada daging yang mengandung bintik-bintik lemak diantara serat-seratnya (intramuskular) yang tambak secara visual. Dalam teknologi makanan, lemak dan minyak memegang peranan penting. Lemak dan minyak memberikan rasa gurih yang spesifik yang berbeda dari gurihnya protein, selain juga memberi aroma spesifik. Di dalam dunia teknologi pangan seperti roti, lemak, dan minyak penting dalam memberikan konsistensi empuk, halus dan berlapis-lapis (Sudarmadji et al.,1989). Dalam kaitan memenuhi tuntunan sesuai selera konsumen telah dilakukan antara lain identifikasi bangsa sapi potong dan pengembangan ternak dengan genetik superior terhadap sifat keempukan daging, perbaikan lingkungan saat pemeliharaan ternak, serta penanganan sebelum dan sesudah pemotongan ternak. Hasil penelitian melaporkan signifikan peningkatan keempukan daging diperoleh melalui perlakuan faktor lingkungan seperti perlakuan dan pengawasan fisologi ternak yang dipotong (Wheeler et al., 2000). Adanya keragaman keempukan daging dan beberapa sifat karkas antara individu ternak dan bangsa yang berbeda dilaporkan dalam literatur (Riley et al., 2003; Jonhson, 2010) Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling penting pada kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi kualitas keempukan daging digolongkan menjadi faktor antemortem, seperti genetik, 14 termasuk bangsa, spesies dan fisiologis, umur, manajemen, jenis kelamin dan tingkat stress, dan faktor postmortem yang di antaranya meliputi metode chiling, refrigasi, pelayuan dan pembekuan (Soeparno, 1994). Protein merupakan makro molekul yang berlimpah di dalam sel dan menyusun lebih dari setengah berat kering yang hampir pada semua organisme (Lehninger, 1998). Molekul protein terutama tersusun oleh atom karbon (51,055,0%), hidrogen (6,5-7,3%), oksigen (21,5-23,5%), nitrogen (15,5-18,0%) dan sebagian besar mengandung sulfur (0,5-2,0%) dan fosfor (0,0-1,5%) (Anggorodi, 1979). Kegunaan utama protein bagi tubuh adalah sebagai zat pembangun tubuh, sebagai zat pengatur, mengganti bagian tubuh yang rusak, serta mempertahankan tubuh dari serangan mikroba penyebab penyakit. Selain itu protein dapat juga digunakan sebagai sumber energi (kalori) bagi tubuh, bila energi yang berasal dari karbohidrat atau lemak tidak mencukupi (Muchtadi, 1993). Nilai gizi protein ditentukan oleh kandungan dan daya cerna asam-asam amino essensial. Daya cerna akan menentukan ketersediaan asam-asam amino tersebut secara biologis. Proses pengolahan selain dapat meningkatkan daya cerna suatu protein, dapat pula menurunkan nilai gizinya (Muchtadi, 1989). Kebutuhan protein setiap manusia adalah 1 g/kg berat badan yang seperempat dari kebutuhan tersebut harus dipenuhi dari protein hewani, salah satunya adalah dari daging (Winarno, 1980). Ciri-ciri spesifik daging sapi yang sehat menurut Usmiati (2010) adalah berwarna merah terang/cerah, mengkilap, tidak pucat, elastis,tidak lengket dan beraroma “khas”. Sifat spesifik sensori yang dimiliki daging dapat menentukan 15 daya terima bagi konsumen. Menurut Purbowati et al, (2006). Beberapa kualitas spesifik yang mempengaruhi daya terima konsumen terhadap daging adalah warna, pH, daya ikat air, susut masak dan keempukan. Permintaan konsumen terhadap daging juga berubah, yaitu menghendaki daging berwarna cerah, rendah lemak, empuk, bebas residu pestisida dan diproses secara higienis (Kandeepan et al., 2009). Daging mempunyai beberapa sifat fisik spesifik yang berpengaruh terhadap kualitas daging. Sifat-sifat fisik yang dimiliki daging sapi adalah: nilai pH, daya ikat air, susut masak, keempukan, warna dan cita rasa (Jamhari, 1995). BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Pemikiran Komposisi kimia daging terdiri atas, air, lemak, protein. Kandungan proteinnya berkisar antara 16-22%. Protein merupakan suatu persenyawaan yang khas ditemukan dalam sel dan merupakan komponen terbesar dalam membran sel, dapat membentuk jaringan pengikat misalnya kolagen dan elastin (Soeparno, 1994). Daging terdiri atas kumpulan otot, otot hewan berubah menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor yang mempengaruhi kondisi ternak sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga kualitas daging yang dihasilkan. Jenis otot dari lokasi yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas daging lokasi otot yang berbeda mempunyai panjang sarkomer, sifat serabut dan fungsi yang berbeda. Kandungan jaringan ikat dan jumlah ikatan silang serabut-serabut kolagen berbeda diantara otot yang berasal dari karkas yang sama. Perbedaanperbedaan tersebut terjadi karena adanya perubahan karakteristik struktural, fungsional dan metabolistik diantara otot. Paha terdiri atas otot-otot besar (Bicep femoralis) yang umumnya menghasilkan daging dengan keempukan sedang. (Soeparno, 1994). Tingkat kesukaan konsumen terhadap daging yang berasal dari otot yang bergerak pasif (Rib eye) lebih baik dibandingkan dengan daging yang berasal dari otot bergerak aktif (Bicep femoralis) (Suwiti dkk, 2013). Selain itu karakteristik daging berbagai bangsa sapi berbeda-beda baik secara fisik maupun kimia. Secara 16 17 kimia, jenis protein dan sifat-sifatnya berbeda demikian juga dengan konsentrasinya. Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk membedakan daging sapi bali dan wagyu adalah dengan memeriksa protein. Menurut Whellwright (1991) Analisis protein dari sampel daging dapat dilakukan dengan pemisahan dan pemurnian protein menggunakan berbagai metode yang telah tersedia. Salah satunya dengan elektroforesis. Teknik pemisahan protein, seperti SDS-PAGE, biasanya digunakan untuk menentukan berat melekul (BM) protein fisik. Teknik pemisahan protein, seperti SDS-PAGE, biasanya digunakan untuk mengukur kemajuan proses pemurnian protein, termasuk untuk mengetahui adanya pola (pita-pita) protein yang ada di dalam daging (Booth and Hames, 1987; Andrews., 1988). Aliran melekul-melekul protein di dalam gel akan membentuk pola (pita) protein. Protein homogen akan menghasilkan satu pita, sedangkan sub-unit yang ukurannya berbeda akan menghasilkan banyak pita (Djuwita., 2004). Karakterisasi protein daging lebih ditekankan pada jenis asam amino penyusunnya. 18 3.2 Konsep Berdasarkan kerangka berfikir di atas yang dilandasi oleh kepustakaan dan dasar teori, maka dapat di susun kerangka konsep seperti tergambar di bawah ini. Daging Kualitas Daging - Bangsa sapi (Sapi Bali dan Sapi Wagyu) Kadar protein Genetik Kadar air Vitamin dan mineral Pigmen Macam Otot/Lokasi Otot Aktif Pasif Jenis dan Konsentrasi asam amino Karakteristik Protein HPLC Elektoforesis (SDS-PAGE) 19 3.3 Hipotesis berdasarkan uraian kerangka konsep di atas hipotesis dirumuskan sebagai berikut : 1. Ada perbedaan pola pita protein dan komposisi asam amino antara daging sapi bali dan wagyu 2. Adanya perbedaan lokasi otot aktif dan pasif terhadap pola pita protein dan komposisi asam amino daging sapi bali dan sapi wagyu. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif deskriptif kualitatif untuk mengetahui karakteristik protein baik pada sapi bali dan sapi wagyu dengan melihat pola pita protein dan komposisi asam amino. Sampel sapi bali dan wagyu diambil dari suplayer di kota denpasar sebanyak 2 kali pengambilan sebagai ulangan. Sampel selanjutnya dibawa ke laboratorium Balai Besar Veteriner (BBVet) dengan menggunakan cool box untuk selanjutnya dilakukan SDS-PAGE untuk melihat kadar protein dan berat melekul dengan masing-masing replikasi 3 kali sedangkan untuk asam amino sampel di bawa ke laboratorium analitik untuk dilakukan analisis asam amino dengan metode HPLC. 4.2 Lokasi dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2014, bertempat di laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar dan Lab Analitik Universitas Udayana Bukit Jimbaran. 4.3 Ruang lingkup penelitian Berdasarkan uraian diatas adapun ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut : daging sapi bali dan wagyu sebagai objek penelitian untuk menentukan jenis daging terhadap karakteristik protein daging sapi bali dan wagyu. 20 21 4.4 Penentuan sumber data Sumber data ditentukan dari hasil elektroporesis (SDS-PAGE) daging sapi bali yang berasal dari bagian otot aktif dan otot pasif sedangkan hasil analisis jenis protein dengan metode HPLC 4.5 Variabel Penelitian Identifikasi variabel penelitian ini terdiri dari : a. Variabel tergantung : Berat melekul jenis dan konsentrasi asam amino daging sapi bali dan wagyu b. Variabel bebas : Daging sapi bali dan wagyubagian otot aktif (bicep femoralis) dan pasif (rib eye). 4.6 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi bali dan Wagyu masing-masing di ambil pada bagian otot aktif (Bicep femoralis) dan pasif (Rib eye). Bahan lainnya yang digunakan untuk ekstraksi daging ialah buffer fosfat pH 6 ± 0,1. Bahan yang digunakan untuk elektroforesis (SDS-PAGE) adalah gel untuk SDS-PAGE terdiri dari dua lapis : 4% stacking gel (lapisan atas) (dH2O, 0,5 M Tris-HCL pH 6,8, 10% SDS, 30% akrilamid, 10% APS, TEMED), dan 12,5% resolving gel (lapisan bawah) (dH2O, 1,5 M Tris-HCL pH 8,8, 10% SDS, 30% akrilamid, 10% APS, TEMED, destain (50% dH2O, 10% acetic acid, 40% methanol), larutan pewarna (0,05% commassie blue, 45% methanol, 10% acetic acid, 45% dH2O), sampel buffer (dH2O, 0,5 M Tris-HCL pH 6,8, gliserol, 10% SDS, β- mercaptoethanol, 0,05% bromophenol blue), dan running buffer (electrode running buffer/ ERB) (Tris, glysine, SDS, dH2O). sedangkan bahan 22 yang di gunakan pada pemeriksaan asam amino HPLC ialah natrium hidroksida (KOH), larutan standar asam amino 0,5 μmol/ml, methanol, buffer kalium borat 0,5 M pH 10,4, HCL 0,01 N, mercaptoetanol, HCL 6 N, natrium acetat, hige pure water (air suling), Na-EDTA, tetrahidrofuran (THF), pereaksi ortoftaldehida (OPA), dan larutan Brij-30 30%. 4.7 Instrumen Penelitian Peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain : alat pencetak gel (mini protean 3 sistem), mikropipet, sisir (comb), tabung eppendorf, kaca dengan spacer, rak tabung, pisau, talenan, timbangan analitik, pipet ukur, aluminium foil, sentrifugasi, plastic klip, pompasi pipet, label, tabung durham, tabung 50ml, tissue, pinset, dan serangkaian alat homogenizer. Sedangkan alat yang digunakan untuk menganalisis asam amino adalah alat HPLC (High performance Liquid Chromatografi) yang dilengkapi dengan pompa gradient varian pro-star, detector fluoresensi (shimadzu RF 535), vial 1ml, pipet ukur 1 ml dan 5 ml, labu ukur 500ml, labu takar 100ml, oven, kertas saring milipore (0,45μm), auto injector (ICI instrument AS 2000), syringe 100 ml, neraca analitik, mortar, gelas beaker 100ml, Erlenmeyer, gelas ukur 10 ml dan 100 ml, tabung ulir, vacuum evaporator, processor (shimadzu C-TCA chromatopac), mikropipet 5 ml dan 25 ml, sintered glass, buret, dan penyaring membrane 23 4.8 Prosedur Penelitian 4.8.1 Elektroforesis Daging Sampel daging yang digunakan adalah daging sapi bali dan daging wagyu. Daging segar pada bagian otot aktif dan pasif masing-masing diambil sebanyak 5g kemudian dibersihkan lalu dicincang dan dimasukkan kedalam tabung 50 ml. Lalu tambahkan buffer fosfat pH 6 ± 0,1 M sebanyak 5 ml kemudian digerus menggunakan homogenizer. Selanjutnya daging yang telah halus disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit tujuannya untuk memperoleh supenatan dari daging tersebut. Setelah supernatan tercampur dengan lemle dipanaskan dengan suhu 95°c selama 5 menit, tujuannya agar terjadi reaksi enzimatis. Setelah dingin baru di masukkan ke dalam sumur. kemudian dianalisis pola (pita-pita) menggunakan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Polycrylamide Gel Electrophoresis). 4.8.2 Karakteristik Protein Dengan Metode (Sodium Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel Elektrophorensis) SDS-PAGE. Teknik pemisahan protein dengan elektroforesis dilakukan dalam tiga tahap. Tiga tahap tersebut adalah ekstraksi protein dari sampel, pembuatan gel dengan menggunakan sodium dodecyl sulfat-polyacrilamide gel electrophpresis (SDS-PAGE) dan pemisahan protein dengan menggunakan teknik elektoforesis yang dilanjutkan dengan pendeteksian pita-pita atau fraksi-fraksi protein yang terbentuk. Gel yang digunakan adalah gel yang telah terpolimerisasi secara sempurna. Gel yang diperoleh kemudian dipasang, buffer elektroforesis dimasukkan dan alat elektroforesis dirangkai (Laemmli, 1970). 24 Sebelum dimasukkan ke dalam sumur, marker dan sampel ditambah sampel buffer yang terdiri 4 ml dH2O; 1 ml larutan 0,5 M Tris-HCL pH 6,8; 0,8 ml gliserol; 1,6 ml larutan SDS 10%; 0,4 ml larutan β-mercaptoethanol; 0,2 ml larutan bromophenol blue 0,05%. Supernatan diambil sebanyak 5μl dicampur dengan sampel buffer sebanyak 30μl dengan perbandingan 1:6, setelah supernatant tercampur sampel buffer kemudian dipanaskan dengan suhu 95°C selama 5 menit. Apabila sampel sudah dingin baru di masukkan ke dalam sumur yang telah tersedia pada gel sebanyak 5μl lalu dianalisis pola protein menggunakan SDS-PAGE. Pembuatan running gel (gel pemisah) menggunakan konsentrasi 12,5% resolving gel terdiri dari 3.200 μl dH2O ditambahkan 2.500 μl larutan 1,5 M TrisHCL pH 8,8; 100μl larutan SDS 10%; 4.050 μl larutan akrilamid 30%; 50 μl larutan APS 10%; 16 μl TEMED dan 4 % stacking gel terdiri atas 3.050 μl dH2O ditambahkan 1.250 μl larutan 0,5 M Tris-HCL pH 6,8; 50 μl larutan SDS 10%; 650 μl larutan akrilamid 30%; 25 μl larutan APS 10%; 6μl TEMED (harus selalu dalam keadaan baru dilarutkan). Stacking gel dicetak dengan menggunakan sisir (comb) untuk membuat sumur-sumur. Ketebalan gel akan dibuat dengan ketebalan 4mm. Setelah gel mengeras sisir diangkat. Proses pemisahan protein menggunakan buffer pemisah yaitu Tris HCL 9 gram; SDS 10% 3 gram Glysine 43,2 gram dan dH2O sebanyak 600 ml. Buffer elektroforesis dimasukkan kedalam sumur lalu alat elektroforesisi dirangakai. Sampel kemudian dimasukkan dalam sumur dengan menggunakan mikro pipet sebanyak 5μl, tergantung tebal tipisnya pita protein yang diinginkan. Perangkat 25 elektoforesisi dijalankan pada suhu rendah dengan tegangan 200 volt dan arus 42 mA selama ± 1 jam hingga brompenol blue mencapai 1 cm dari batas bawah gel. Setelah selesai gel difiksasi dengan larutan commassie brilian blue R-250 (larutan 0,05% commassie blue sebanyak 0,50 gram yang dilarutkan dalam 45% methanol sebanyak 225 ml dan 10% acetic acid sebanyak 50 ml dalam 45 % dH2O), kemudian gel dipucatkan dengan larutan destain yang terdiri dari campuran 50% dH2O 250 ml; 10% acetid acid 50 ml; 40% methanol 200 ml sambil digoyanggoyangkan sampai terlihat pita protein. jika sudah terlihat adanya pola pita protein proses pemucatan dihentikan. Hasil SDS-PAGE dianalisis dengan cara menghitung band yang muncul pada setiap gel. Menurut cavalli et,al (2006) band yang muncul dihitung nilai Rf (Retardation Factor) dengan rumus : Rf = jarak pergerakan pita protein dari tempat awal Jarak pergerakan warna pelacak dari tempat awal Dengan menggunakan nilai Rf sebagai absis dan BM (log) marker sebagai ordinat akan dihasilkan kurva kalibrasi. Berdasarkan persamaan kurva kalibrasi BM masing-masing pita protein dapat dihitung (Lampiran 1). 4.8.3 Analisis asam amino dengan HPLC (High Performance Liquid Chromatography) Analisis asam amino dengan metode HPLC mempunyai 2 tahap prosedur yaitu : Pertama pembuatan pereaksi OPA, OPA 50 mg, metanol 4 ml, mercaptoemetanol 0,025 ml, brij 30% 0,050 ml, buffer borak 0,5 M, pH 10,4. Kedua dengan dilakukan fase mobile A yang terdiri NA acetat hidrat 2 g, metanol 26 90 ml, NA EDTA 0,5 g, THF 10 ml. Dicampur dengan air HP menjadi 1 liter dengan labu ukur kemudian diatur pH menjadi 6,5 dengan NaOH. Selanjutnya fase mobile B yang terdiri Metanol 95%, Kedua fase mobile disaring dengan saringan membran 0,45µl (Anwar Nur et al, 1992). Selanjutnya dilakukan preparasi sampel. Masukkan sampel yang mengandung 3 mg protein kedalam tabung ulir, lalu tambahkan 1 ml HCl 6 N. Hidrolisis dengan memanaskan tabung dalam oven dengan suhu 1100C selama 24 jam lalu dinginkan sampel, kemudian saring sampel dengan suntered glass, bilas beberapa kali dengan HCl 0,01 N. Keringkan dengan vacum evaporator. Larutkan kembali sampel yang dikeringkan dengan 5 ml HCl 0,01 N. setelah semuanya selesai maka sampel sudah siap disuntikkan kedalam HPLC. Cara injeksi sampel kedalam HPLC yaitu : Sampel yang sudah siap ditambahkan kalium borak dengan perbandingan 1:1, kedalam vial kosong dimasukkan 5 µl sampel diatas kemudian ditambah 25 µl pereaksi OPA, biarkan selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Injeksikan sampel kedalam HPLC sebanyak 5 µl kemudian tunggu sampai pemisahan asam amino selesai, waktu yang diperlukan sekitar 30 menit. 4.9 Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa berat melekul yang ditunjukkan oleh pemunculan pita-pita protein serta jumlah dan komposisi asam amino disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel atau gambar. BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik protein daging sapi bali dan wagyu pada bagian otot aktif dan pasif. Gambaran salah satu hasil elektroforesis untuk uji karakterisasi protein dengan menggunakan metode SDS-PAGE, pada daging sapi bali dan wagyu bagian otot aktif dan pasif disajikan pada Gambar 5.1 A 150 kDa M Wa SBa Wp SBp 100 kDa 75 kDa 50 kDa 37 kDa 25 kDa 20 kDa 15 kDa Pita 1 Pita 2 Pita 3 Pita 4 Pita 5 Pita 6 Pita 7 Pita 8 Pita 9 Pita 10 Pita 11 Pita 12 B Wa SBa Wp SBp M 150 kDa Pita 3 Pita 4 100 kDa Pita 5 75 kDa Pita 6 Pita 7 Pita 8 50 kDa Pita 9 37 kDa Pita 10 Pita 11 25 kDa 20 kDa Gambar 5.1 : Hasil elektroforesis pita-pita protein dengan metode SDS PAGE pada otot aktif dan pasif sapi bali dan wagyu. Ket : M : Marker; Wa : Wagyu otot aktif (bicep femoralis); SBa : Sapi Bali otot aktif; Wp : Wagyu otot pasif (rib eye); SBp : Sapi Bali otot pasif. (A) Hasil SDSPAGE pengulangan pertama, (B) Hasil SDS-PAGE pengulangan kedua. 27 28 Setelah dilakukan pengulangan masing-masing 3 (tiga) kali SDS-PAGE diperoleh gambar seperti pada gambar 5.1, hasil yang teramati pada gambar 5.1 adalah perwakilan dari enam kali SDS-PAGE. Pada gambar (A) untuk sapi bali aktif (bicep femoralis) dapat diamati pita sebanyak 13 pita dan sapi bali pasif (rib eye) sebanyak 12 pita, sedangkan sapi wagyu aktif diamati pita sebanyak 12 pita dan sapi wagyu pasif ada 12 pita, dari gambar (B) dapat dilihat dari sapi bali aktif diamati terdapat 11 pita dan sapi wagyu aktif diamati sebanyak 11 pita, sedangkan sapi bali pasif sebanyak 10 pita dan sapi wagyu pasif sebanyak 12 pita. Gambar 5.1 dari hasil pengamatan pola pita protein terlihat adanya perbedaan ketebalan pita protein baik pada sapi bali maupun wagyu dimana otot yang aktif terlihat lebih tebal dibandingkan yang pasif. Seperti pada pita 6, 9, dan 11 bagian sapi bali pasif dilihat pada gambar A, pada gambar B terlihat ketebalan pita 7, 9, dan 11 bagian sapi wagyu aktif. Rata-rata dari 6 (enam) kali elektroforesis ditemukan jumlah pita protein untuk daging sapi bali aktif 13 pita pada daging wagyu aktif 12 pita, sedangkan pada sapi bali pasif 12 pita dan sapi wagyu pasif 12 pita. 5.2 Hasil pemeriksaan berat melekul protein daging sapi bali dan wagyu bagian otot aktif dan pasif. Berdasarkan persamaan kurva kalibrasi antara nilai Rf dan log berat melekul (BM) marker diperoleh regresi logaritma dengan persamaan Y= (-0,34 ln(x)+1,107) (Lampiran 1). Huruf Y adalah nilai logaritma (BM), X adalah nilai Rf merupakan hasil dari pembagian jarak pergerakan pita protein dari 29 tempat awal dan jarak pergerakan warna pelacak dari tempat awal. Perhitungan berat melekul masing-masing sampel didapat dari anti-log Y yang sebelumnya nilai Rf dikonversikan ke dalam persamaan regresi logaritma, pola pita yang terbentuk pada gambar 5.1 dapat dihitung dan disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Berat melekul hasil perhitungan elektroforesis daging sapi bali dan wagyu bagian otot aktif dan pasif. BM pita protein (KDa) Daging Sapi No pita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jml pita Wagyu aktif Sapi Bali aktif Wagyu pasif Sapi Bali pasif 121.16 56.22 43.81 34.37 29.80 27.44 23.04 21.08 18.54 18.11 16.27 14.54 12 81.23 47.21 40.93 34.37 32.68 29.80 27.44 26.41 23.04 22.34 20.51 15.95 14.29 13 96.73 29.80 43.81 38.44 34.37 31.16 28.56 26.41 23.04 20.51 15.95 14.54 12 96.73 56.22 43.81 36.28 32.68 31.16 28.56 27.44 23.79 23.04 16.27 14.54 12 Setelah diukur pita-pita protein dari masing-masing sampel (Tabel 5.1), maka terlihat gambaran pita protein yang terdiri dari 12-13 pita protein dengan berat molekul yang berbeda-beda. 5.3 Hasil pemeriksaan asam amino pada sapi bali dan wagyu bagian otot aktif dan pasif. Hasil analisis asam amino esensial dan non esensial pada otot aktif dan pasif dari sapi bali dan wagyu disajikan pada Tabel 5.2 dan 5.3 30 Tabel 5.2. Hasil analisis asam amino esensial dalam bentuk berat kering pada otot aktif dan pasif dari sapi wagyu dan sapi bali. Konsentrasi asam amino (%) No Jenis Asam Amino Sapi wagyu Sapi bali Sapi wagyu Sapi bali Esensial aktif aktif pasif pasif 4,66 4,68 3,48 3,78 1 Histidin 1,56 1,57 1,90 1,66 2 Treonin 2,67 2,57 2,68 2,46 3 Arginin 3,67 0,76 1,59 1,91 4 Metionin 1,22 1,09 0,77 0,57 5 Valin fenilalanin 4,15 2,72 2,69 2,17 6 2,92 2,88 1,71 1,41 7 Isoleusin 3,66 1,54 1,70 1,42 8 Leusin 3,91 3,53 4,34 1,52 9 Lisin Total (%) 28,42 21,34 20,86 16,09 Pada Tabel 5.2 terlihat total asam amino sapi wagyu maupun sapi bali pada bagian otot yang aktif lebih tinggi dibanding dengan otot yang pasif. Total asam amino esensial untuk otot aktif pada sapi wagyu sebesar (28,42%). Hasil ini lebih tinggi dari sapi bali sebesar (21,34%) demikian halnya dengan otot yang pasif yaitu pada sapi wagyu (20,86%) dan sapi bali (16,09%). Tabel 5.3. Hasil analisis asam amino non esensial dalam bentuk berat kering pada otot aktif dan pasif dari sapi wagyu dan sapi bali. Konsentrasi asam amino (%) No Jenis Asam Amino Sapi wagyu Sapi bali Sapi wagyu Sapi bali Non Esensial aktif aktif pasif pasif Asam aspartat 4,74 4,01 3,79 3,55 1 Asam glutamat 5,84 5,70 7,11 6,33 2 Serin 1,16 9,91 4,27 4,73 3 Glisin 0,81 0,73 1,02 0,82 4 Alanin 1,50 1,41 2,06 1,79 5 Tirosin 2,02 3,42 1,34 1,19 6 Total (%) 26,07 25,18 19,59 18,41 31 Data Tabel 5.3 menunjukkan total asam amino sapi wagyu maupun sapi bali pada bagian otot yang aktif lebih tinggi dibanding dengan otot yang pasif. Total asam amino non esensial untuk otot yang aktif pada sapi wagyu (26,07%) sedangkan pada Sapi bali sebesar (25,18%) demikian halnya dengan otot yang pasif yaitu pada sapi wagyu (19,59%) dan sapi bali (18,41%). 5.4 Histogram perbandingan konsentrasi asam amino antara otot aktif dan pasif dari daging sapi wagyu dan sapi bali. Gambaran histogram perbedaan konsentrasi asam amino esensial antara sapi bali dan sapi wagyu pada bagian otot aktif maupun pasif disajikan pada 1 3.90 3.53 4.15 2.71 2.91 2.87 3.67 3.66 1.54 2 1.56 1.57 3 0.76 1.21 1.09 4 2.67 2.56 5 4.66 4.68 Konsentrasi Asam Amino (%) Gambar 5.2 sedangkan untuk asam amino non esensial pada Gambar 5.3. wagyu aktif sapi bali aktif 0 Jenis Asam Amino Gambar 5.2. Histogram asam amino esensial daging sapi bali dan wagyu otot aktif (Bicep femoralis). Hasil dari Gambar 5.2 terlihat konsentari asam amino esensial daging wagyu otot aktif lebih tinggi dibanding sapi bali aktif. Perbedaan ini terutama terlihat pada asam amino metionin, fenilalanin dan leusin dari sapi wagyu aktif masing-masing sebesar 3,67%, 4,15% dan 3,66% sedangkan untuk sapi bali aktif masing-masing sebasar 0,76%, 2,71% dan 1,54%. 2,00 2,02 3,42 4,00 0,81 0,73 6,00 1,50 1,41 8,00 5,84 5,70 10,00 9,91 11,16 12,00 4,74 4,01 Konsentrasi Asam Amino (%) 32 wagyu aktif sapi bali aktif 0,00 Jenis Asam Amino Gambar 5.3. Histogram asam amino non esensial daging sapi bali dan wagyu otot aktif (Bicep femoralis) . Hasil dari gambar 5.3 terlihat konsentrasi asam amino non esensial daging wagyu aktif lebih tinggi disbanding sapi bali aktif. Perbedaan ini terutama terlihat pada asam amino asam aspartat, dan serin dari sapi wagyu aktif masing-masing sebesar 4,74% dan 11,16% sedangkan untuk sapi bali aktif masing-masing sebasar 4,34 1,52 1,90 1,66 2,68 2,46 1,59 1,91 0,77 0,57 2,69 2,17 1,71 1,41 1,70 1,42 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 3,48 3,78 Konsentrasi Asam Amino (%) 4,01% dan 9,91% . wagyu pasif sapi bali pasif Jenis Asam Amino Gambar 5.4. Histogram asam amino esensial daging sapi bali dan wagyu otot pasif (Rib eye). 33 Hasil dari Gambar 5.4 terlihat konsentari asam amino esensial daging wagyu otot pasif lebih tinggi disbanding sapi bali otot pasif. Perbedaan ini terutama terlihat pada asam amino fenilalanin dan lisin dari sapi wagyu aktif masing-masing sebesar 2,69% dan 4,34% sedangkan untuk sapi bali pasif masing- 1,34 1,19 2,06 1,79 1,02 0,82 4,27 4,73 7,10 6,33 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00 3,79 3,55 Konsentrasi Asam Amino (%) masing sebasar 2,17% dan 1,52% . wagyu pasif sapi bali pasif Jenis Asam Amino Gambar 5.5. Histogram asam amino non esensial daging sapi bali dan wagyu otot pasif (Rib eye). Hasil dari Gambar 5.5 terlihat konsentari asam amino non esensial daging wagyu otot pasif lebih tinggi dibanding sapi bali pasif. Perbedaan ini terutama terlihat pada asam amino asam glutamat dari sapi wagyu pasif masing-masing sebesar 7,11% sedangkan untuk sapi bali pasif masing-masing sebasar 6,33%. BAB VI PEMBAHASAN Pola pita protein yang muncul pada daging sapi bali sangat berbeda dengan pola pita protein yang muncul pada daging wagyu. Berdasarkan hasil elektroforesis pola pita protein antara kedua daging yang muncul dengan metode yaitu SDS-PAGE menunjukkan hasil analisis protein dari pita yang muncul dan perhitungan berat melekul baik sapi bali maupun sapi wagyu pada bagian otot aktif (bicep femoralis) maupun pasif (rib eye) berbeda. Perbedaan ketebalan pola pita protein dapat disebabkan karena adanya perbedaan jenis bangsa sapi, ketebalan pola pita protein baik pada sapi bali dan sapi wagyu dimana otot aktif terlihat lebih tebal dibandingkan dengan daging yang berasal dari otot pasif. Pita yang tebal menunjukkan bahwa kandungan protein tersebut tinggi atau konsentrasinya tinggi sedangkan pita yang tipis menunjukkan bahwa kandungan proteinnya rendah. Menurut Cahyarini et al (2004), perbedaan tebal dan tipisnya pita yang terbentuk disebabkan karena perbedaan jumlah dari molekul-molekul yang termigrasi, pita tebal merupakan iksasi dari beberapa pita. Pita yang memiliki kekuatan ionik lebih besar akan termigrasi lebih jauh dari pada pita yang berkekuatan ionik kecil. Menurut Yunus (2007), menyatakan bahwa protein dapat digunakan sebagai ciri genetik untuk mempelajari keragaman individu dalam satu populasi. Ada atau tidaknya pita pada jarak migrasi tertentu menunjukkan ada atau tidaknya protein yang termigrasi dan berhenti pada jarak tersebut selama proses elektroforesis. 34 35 Setelah melihat pola pita protein dilakukan perhitungan berat melekul (BM) pada masing-masing pita dengan menghitung Rf. Hasil dari tabel 5.1 terlihat adanya perbedaan berat melekul dari sapi wagyu maupun sapi bali dari otot aktif dan otot pasif. Hasil elektroforesis pada daging sapi wagyu teramati masing-masing 12 pita dan memiliki BM tertinggi (121,16) kDa pada otot aktif dan (96,73) kDa pada otot pasif, sedangkan pada daging sapi bali teramati 13 pita pada otot aktif dengan BM (81,23) kDa dan pada otot pasif 12 pita dengan BM (96,73) kDa. Hasil analisis diperoleh 15 jenis asam amino yang terdiri atas 9 jenis asam amino esensial dan 6 jenis asam amino non esensial. Ditinjau dari komposisi asam amino, maka protein daging sapi tergolong protein yang berkualitas tinggi karena banyak mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan manusia. Total dari asam amino esensial yang dibutuhkan manusia menurut FAO adalah 36% dan menurut FNB (Food and Nutrition Board) adalah 37,7%. Konsentrasi asam amino daging yang berasal dari otot aktif lebih tinggi dibandingkan dengan otot yang bergerak pasif, baik pada daging wagyu maupun daging sapi bali. Hasil penelitian konsentrasi asam amino esensial sapi wagyu aktif ditemukan asam amino esensial histidin memiliki konsentrasi tertinggi (4,66%) dan pada konsentrasi (4,68%) pada sapi bali aktif, sedangkan asam amino esensial otot pasif dilihat dari asam amino lisin sebesar (4,34%) pada daging sapi wagyu pasif dan pada konsentrasi (1,52%) pada daging sapi bali pasif. Tinggi besarnya beberapa asam amino esensial dari daging wagyu ditenggarai 36 berpengaruh terhadap kualitas daging seperti wagyu yang lebih baik dibandingkan dengan daging sapi bali. Menurut lawrie (1998) daging yang berkualitas adalah daging yang mengandung biological value yang bagus, indikator nilai biological value terdiri dari kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat. Biological value daging bervariasi tergantung pada spesies, pakan, umur dan jenis otot. Rata-rata biological value daging sapi yaitu protein bervariasi antara 16-22%, lemak 1,5-13%, senyawa nitrogen non protein 1,5%, senyawa organik 1%, karbohidrad 0,5% dan air antara 65-80% (Soeparno, 2005) BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan 1. Sapi wagyu memiliki karakteristik protein yang berbeda dibandingkan daging sapi bali, dengan konsentrasi asam amino daging wagyu yang lebih tinggi. 2. Otot aktif (bicep femoralis) diketahui memiliki pita protein yang berbeda dibandingkan dengan otot pasif (rib eye) dengan konsentrasi asam amino otot aktif yang lebih tinggi. 7.2. Saran 1 Untuk pemilihan kadar protein pada daging, konsumen diharapkan memperhatikan aktifitas fisik otot sebagai sumber daging. 2 Untuk lebih memastikan pengaruh aktifitas fisik terhadap tebal tipisnya pita protein perlu dilakukan uji lanjutan dengan melakukan penskoran terhadap tebal tipisnya pita protein. 37 DAFTAR PUSTAKA Aberle, H. B. Forrest, J. C., E. D. Hendrick., M. D. Judge dan R. A. Merkel. 2001. Principle of Meat Science. 4th Edit. Kendal/Hunt Publishing, Iowa. Abustam, E. 2009. Penyedian Daging. http://cinnatalemieneabustam.blogspot.com. Tanggal akses 9 November 2013. Adi Gunawan M.S.2001. mekanisme dan mekanika pergerakan otot. Integral, vol 6 no 3. Andrews, A. T. 1988. Electrophoresis theory, techniques, and biochemical and clinical applications. Clarendon Press. 452 Pp. Anggorodi R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta Anwar Nur. M. H. Adijuwana, Kosasih. 1992. Teknik Laboratorium. Dep. Pendidikan, dan Kebudayaan Ditjen DIKTI. Pusat antar Universitas Ilmu Hayat Institute Pertanian Bogor. Bahar, B. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Berger R. G., Mageau, RP, Schwab B., Johnston RW. 1988. Detection of Poultry and Pork in Cooked and Canned meat foods by enzyme-linked Immunosrbent Assays J. Assoc Off Anal Chem Mar.-April 71(2):406-9. Booth, A. G and hames, B. D. 1987. Pemurnian protein. Institute Pertanian Bogor-Australia Project. Halaman 33-36. Cahyarini R.D, Ahmad Yunus, Edi Purwanto, 2004. Identifikasi Keragaman Genetik Beberapa Varietas Lokal Kedelai di Jawa Berdasarkan Analisis Isozim. Agrosains. 6(2) : 96 – 104. Cavalla S. V., S.V. Silva, C. Cimino, F. X. malcata, N. Priolo. 2006. Hydrolysis of caprine and ovine milk proteins, brought about by aspartic peptidases from silybum marianum flowers: Argentina-Portugal. Pp. 1-7. Darmadja, S.D.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam Ekosistem Pertanian di Bali. Disertasi Universitas Padjajaran, Bandung. Delman, H. D dan E.M Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner 1 3, Penerjemah Jam Tambayong. Buku Kedokteran EGC. Jakarta 38 39 Djuwita, T. 2004. Pemanfaatan Teknik Elektroforesis untuk karakterisasi DNA dan Protein. Dalam Modul pemanfaatan teknik dan Instrumentasi pada Tingkat Molekuler untuk meningkatkan Potensi Penelitian dan Terapan di Bidang Biologi dan Biomedis. Pelatihan Dosen universitas/perguruan Tinggi. Kerja sama proyek Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Dengan Departemen Anatomi IPB, Bogor, 21 Juni-30 Juni 2004. Eldridge, F.E. 1985. The Cytogenetics of Livestock. Connecticut: AVI Publishing Company, Inc. Westport. Hardjosubroto,W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Hardjosubroto W, Astuti JM. 1993. Buku Pintar Peternakan . PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. Jamhari, 1995. Karakteristik Fisik dan kimia daging. Bul. Peternakan. 19(1). Judge, M. D., E. D. Aberle, J. C. Forrest, H. B. Hedrick, dan R. A. Merkel, 1989. Principles Of Meat Science. 2nd., Kendall/Hunt Publishing Co. Dubuque, Iowa Johnson, P. A. 2010. The Heritability of Factors that Influence Tendernes in Beef Cattle. Dissertation. Texas Tech University. USA. Kandeepan, G., A. S. R. Anjaneyulu, V. K. Rao, U. K. Pal, P. K. Mondal and C. K. Das. 2009. Feeding Regimens affecting meat quality characteristics. Meso. 11(4):240--‐249. Laemmli, U. K. 1970. Cleavagen on structural proteins during the assembly of the head of bacteriopage T4. Nature 227: 680-685 Lehninger, A.L. 1998. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan : thenawidjaja, M. Erlangga, Jakarta. Lawrie, R. A. 1991. Meat Science. Ed ke-4. Oxford : Pergamon Pr Lawrie, R. A. 1998. Lawrie’s Meat Science. 6th Ed. Woodhead Publishing ltd., Cambridge. Lawrie, R. A 2003. Ilmu Daging (Terjemahan; Aminuddin Parakkasi). Penerbit Universitas Indonesia. Hal 34-63. Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan 40 Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 59 Muchtadi, D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Murtidjo, B.A. 1990. Beternak Sapi Potong. Cetakan Pertama. Penerbit Kanisius, Yogyakarta Payne, W.J.A. and D.H.L. Rollinson. 1973. Bali cattle. World Anim. Rev. 7: 1321. Purbowati, E., C. I. Sutrisno, E. Baliarti, S. P. S.Budhi Dan W. Lestariana. 2006. Karakteristik Fisik otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. J. Protein. 33(2):147-153. Rianto, J. 2004, Tampilan Kualitas Fisik daging sapi Peranakan Ongol/PO. J. Pengembangan Tropis. Edisi Spesial (2): 28-32 Riley, D. G., C. C.Chase, Jr., A. C. Hammond, R. L. West, D. D. Johnson, T. A. Olson, and S. W. Coleman. 2003. Estimated genetic parameter for palability traits of steak from Brahman cattle. J. Anim. Sci. 81:54-60. Rollinson, D.H.L. 1984. Bali Cattle. In: Evolution of Domesticated Animals. Mason, I.L. (Ed.). New York: Longman. Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi daging. Gadjah Mada University Press, 332 Halaman. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press., Yogyakarta Soeparno. 2005 Ilmu dan Teknologi daging. Gajah mada University Press. Yogyakarta Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhadi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi I. Cetakan wl Pertama. Yogyakarta:Liberty. Suwiti N. K., Wijayanti, N. P. P., Rumbawa, Besung, I.N. K. 2012. Bobot Badan Dan Umur Sapi Bali Yang Dijual Di Pasar Hewan Dalam Hubungannya Dengan Produksi Daging. Proseding Seminar Nasional “Peningkatan Produksi Dan Kualitas Daging Sapi Bali Nasional”. Pusat Kajian Sapi Bali Universitas Udayana. 14 september 2012. Denpasar 41 Suwiti N. K., Suastika, P., Swacita, I. B. N., dan Piraksa, W. 2013. Prosiding seminar nasional sapi bali : Tingkat Kesukaan Wisatawan Asing Di Bali Terhadap Daging Sapi Bali Dan Wagyu. Hal 42. Cetakan 24 september 2013. Denpasar Swatland, J. H 1984. Structute and development of meat Animal. Prentice-Hall Inc, Englewood clifs, New jersey. Talib C. 2002. Sapi Bali di daerah sumber bibit dan peluang pengembangannya. Wartazoa 12:3. Usmiati, S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Vance, R.D, H. W. Ockerman; V. R. Cahill end R. S. F Plinpton, JR. 1971. In beef cascass evaluasion cemical composition, as related to selectif measurements used. Janim SCI. 33: 744-749 Wheeler, T. L., S. D. Shackelford, and M. Koohmaraie. 2000. Relationship of beef longissimus tenderness classes to tenderness of gluteus medius, semimembranosus, and bicep femoralis. J. Anim. Sci. 78:2856-2861. Whellwright, S. M. 1991. Portein Purification; Design and scale up of downsteam processing. Hanser Publishers, Munich Vienna New York, Barcelona. 228 pp. Winarno , F. G. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka, Jakarta Yunus, A. 2007. Studi Morfologi dan Isozim Jarak Pagar (Jatropa curcas L.) Sebagai Bahan Baku Energi Terbarukan di Jawa Tengah. Journal Enviro 9(1) : 73 – 82. Fakultas Pertanian UNS, Surakarta. LAMPIRAN 42 43 Lampiran 1. Tabel dan Gambar perhitungan elektroforesis pada daging sapi bali dan wagyu bagian otot aktif dan pasif Tabel standar marker elektroforesis No Pita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Jarak Pita standar (cm) 0.1 0.2 0.4 0.7 1.3 1.8 2.6 3.1 3.4 5 Jarak Pita Pelacak (cm) 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 Rf 0.02 0.04 0.08 0.13 0.25 0.34 0.49 0.58 0.64 0.94 BM (KD) 250 150 100 75 50 37 25 20 15 10 Log BM 2.39794 2.17609 2 1.87506 1.69897 1.56820 1.39794 1.30103 1.17609 1 Gambar persamaan regresi logaritma Log BM y = -0,34ln(x) + 1,107 R² = 0,969 3 LOG BM 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0 0,2 0,4 0,6 Rf 0,8 1 44 Tabel data sapi wagyu bagian otot bicep femoralis No Pita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jarak Pita standar (cm) 0.3 0.8 1.1 1.5 1.8 2 2.5 2.8 3.3 3.4 3.9 4.5 Jarak Pita Pelacak (cm) 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 Rf ln(x) 0.06 0.15 0.21 0.28 0.34 0.38 0.47 0.53 0.62 0.64 0.74 0.85 -2.87168 -1.89085 -1.5724 -1.26224 -1.07992 -0.97456 -0.75142 -0.63809 -0.47378 -0.44393 -0.30673 -0.16363 y=LOG BM BM 2.0833711 121.16 1.7498891 56.22 1.6416149 43.81 1.5361622 34.37 1.4741729 29.80 1.4383503 27.44 1.3624815 23.04 1.3239497 21.08 1.2680867 18.54 1.2579367 18.11 1.2112883 16.27 1.162634 14.54 a b -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 Tabel data sapi wagyu bagian otot rib eye No pita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jarak Pita standar (cm) 0.4 1.8 1.1 1.3 1.5 1.7 1.9 2.1 2.5 2.9 4 4.5 Jarak Pita pelacak (cm) 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 Rf ln(x) y=LOG BM BM a b 0.08 0.34 0.21 0.25 0.28 0.32 0.36 0.40 0.47 0.55 0.75 0.85 -2.58400 -1.07992 -1.57240 -1.40534 -1.26224 -1.13708 -1.02585 -0.92577 -0.75142 -0.60300 -0.28141 -0.16363 1.9855592 1.4741729 1.6416149 1.5848165 1.5361622 1.4936067 1.45579 1.4217616 1.3624815 1.3120187 1.2026802 1.162634 96.73 29.80 43.81 38.44 34.37 31.16 28.56 26.41 23.04 20.51 15.95 14.54 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 45 Tabel data sapi bali bagian otot bicep femoralis No pita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jarak Pita standar (cm) 0.5 1 1.2 1.5 1.6 1.8 2 2.1 2.5 2.6 2.9 4 4.6 Jarak Pita pelacak (cm) 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 Rf ln(x) y=LOG BM BM a b 0.09 0.19 0.23 0.28 0.30 0.34 0.38 0.40 0.47 0.49 0.55 0.75 0.87 -2.36085 -1.66771 -1.48539 -1.26224 -1.1977 -1.07992 -0.97456 -0.92577 -0.75142 -0.7122 -0.603 -0.28141 -0.14165 1.9096904 1.6740203 1.612031 1.5361622 1.5142191 1.4741729 1.4383503 1.4217616 1.3624815 1.3491464 1.3120187 1.2026802 1.1551612 81.23 47.21 40.93 34.37 32.68 29.80 27.44 26.41 23.04 22.34 20.51 15.95 14.29 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 Tabel data sapi bali bagian otot rib eye No pita 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jarak Pita standar (cm) 0.4 0.8 1.1 1.4 1.6 1.7 1.9 2 2.4 2.5 3.9 4.5 Jarak Pita pelacak (cm) 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 5.3 Rf ln(x) y=LOG BM BM a b 0.08 0.15 0.21 0.26 0.30 0.32 0.36 0.38 0.45 0.47 0.74 0.85 -2.584 -1.89085 -1.5724 -1.33123 -1.1977 -1.13708 -1.02585 -0.97456 -0.79224 -0.75142 -0.30673 -0.16363 1.9855592 1.7498891 1.6416149 1.5596198 1.5142191 1.4936067 1.45579 1.4383503 1.3763609 1.3624815 1.2112883 1.162634 96.73 56.22 43.81 36.28 32.68 31.16 28.56 27.44 23.79 23.04 16.27 14.54 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 -0.34 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 1.107 46 Lampran 2 Gambar sampel daging yang akan di elektroforesis Sampel daging sapi wagyu dan sapi bali bagian otot bicep dan rib eye Daging yang telah dicincang Sentrifugasi sampel untuk mengambil supernatan Sampel daging yang telah dihaluskan 47 Lampiran 3 gambar alat elektroforesis A Alat dan sampel elektroforesis B Memasukkan sampel kedalam sumur elektroforesis 48 Lampiran 4 Gambar sampel dan alat HPLC 1 Sampel HPLC 2 3 Gambar 2 dan 3 rangkaian alat HPLC 49 Lampiran 5. Hasil analisis asam-asam amino No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Asam Amino Aspartic asid Glutamic acid Serine Histidine Glycine Threonine Arginine Alanine Tyrosine Methionine Valine Phenylanine Isoleucine Leucine Lysine Total W Bicep 4.738 5.837 11.157 4.665 0.807 1.567 2.673 1.501 2.020 3.672 1.219 4.153 2.916 3.664 3.906 54.494 Konsentrasi Asam Amino (%) SB Bicep W Rib eye SB Rib eye 4.009 3.791 3.550 5.701 7.105 6.326 9.905 4.272 4.729 4.681 3.483 3.776 0.728 1.021 0.819 1.572 1.903 1.661 2.567 2.683 2.461 1.409 2.063 1.786 3.421 1.343 1.191 0.762 1.588 1.913 1.094 0.770 0.574 2.717 2.688 2.168 2.879 1.710 1.406 1.544 1.695 1.421 3.533 4.343 1.519 46.521 40.459 35.301 Lampiran 6. Hasil uji elektroforesis pada daging sapi bali dan wagyu bagian otot aktif dan pasif. Wa SBa Wp SBp M M Wa SBa Wp SBp 3 M Wa SBa Wp SBp 4 Wa SBa Wp SBp M 1 2 50 Lampiran 7. Contoh hasil prin out uji HPLC