karakteristik p asam amino otot ak sapi bal program

advertisement
TESIS
KARAKTERISTIK PROTEIN DAN KOMPOSISI
ASAM AMINO OTOT AKTIF DAN PASIF PADA DAGING
SAPI BALI DAN WAGYU
RASDIYANAH
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
TESIS
KARAKTERISTIK PROTEIN DAN KOMPOSISI
ASAM AMINO OTOT AKTIF DAN PASIF PADA DAGING
SAPI BALI DAN WAGYU
RASDIYANAH
Nim 1292361004
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
i
KARAKTERISTIK PROTEIN DAN KOMPOSISI
ASAM AMINO OTOT AKTIF DAN PASIF PADA DAGING
SAPI BALI DAN WAGYU
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister,
Program Studi Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas
Udayana
RASDIYANAH
Nim 1292361004
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL, 27 JUNI 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof.Dr.drh.Ni Ketut Suwiti, M. Kes
NIP. 19630716 198903 2 001
Dr.drh. I Wayan Suardana, M. Si
NIP. 19621231 198803 1 017
Mengetahui,
Ketua Program Kedokteran Hewan
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kes
NIP. 19621231 198903 1 315
Direktur program pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp. S(K)
NIP. 19590215 198510 2 001
iii
Tesis ini telah diuji
pada tanggal : 27 Juni 2014
Panitia Penguji Tesis berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No. 1828a/UN.14.4/HK/2014, Tanggal 23 JUNI 2014
Ketua : Prof. Dr. drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes
Anggota :
1. Dr. drh. I Wayan Suardana, M.Si
2. Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kes.
3. Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si.
4. Dr. drh. I Nyoman Suartha, M.Si.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama
: Rasdiyanah
NIM
: 1292361004
Program Studi
: Kedokteran Hewan
Judul Tesis
: Karakteristik Protein dan Komposisi Asam Amino Otot
Aktif dan Pasif pada Daging Sapi Bali dan Wagyu.
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 30 Juni 2014
Yang membuat pernyataan,
Rasdiyanah
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis Rasdiyanah dilahirkan pada tanggal 13 Maret 1988 di Kota sinjai,
Sulawesi selatan. Penulis merupakan anak pertama dari lima bersaudara, putri dari
pasangan suami istri H. Muh. Rijal, S.Sos dan Hj. St Rocita Spd. MM.
Penulis memulai pendidikan di TK pada tahun 1993 hingga 1994, Sekolah
Dasar (SD) Negeri 87 Sinjai Barat pada tahun 1994 hingga tahun 2000, pada
tahun 2000 penulis melanjutkan pendidikan di PonPes Babul Khaer Kalumeme
Bulukumba hingga tahun 2003. Tahun 2003 sampai tahun 2006 penulis
melanjutkan studinya ke Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sinjai Barat.
Selanjutnya penulis menempuh pendidikan di Kedokteran Hewan
Universitas Udayana, menyelesaikan pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan
(SKH) Tahun 2012 dan menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter Hewan Tahun
2013.
Penulis diterima menjadi mahasiswa Program Magister Program Studi S2
Kedokteran Hewan di Universitas Udayana Pada Tahun 2012. Selanjutnya penulis
melakukan penelitian di Laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar berjudul
“Karakteristik Protein dan Komposisi Asam Amino Otot Aktif Dan Pasif pada
Daging Sapi Bali dan Wagyu.” Penelitian ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Hewan pada Program Magister
Program Studi S2 Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas Udayana.
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat-Nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
Prof. Dr. drh. Ni Ketut Suwiti, M.Kes. selaku pembimbing I yang dengan penuh
perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama
penulis mengikuti Program Magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini.
Terima kasih yang sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. drh. I
Wayan Suardana, M.Si. selaku Pembimbing II yang penuh perhatian dan
kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan yang sama ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof.
Dr. dr. I Ketut Suastika SpPD. (KEMD) atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga ditujukan
kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terima kasih penulis
sampaikan kepada Prof. Dr. drh. I Ketut Puja, M.Kes. selaku Ketua Program
Studi S2 Kedokteran Hewan Program Pascasarjana Universitas Udayana dan juga
sebagai penguji tesis, atas kesempatan yang diberikan untuk belajar di Program
Studi yang dipimpinnya dan kesediaannya menjadi penguji.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan
kepada para penguji tesis lainnya, yaitu Prof. Dr. drh. I Nyoman Suarsana, M.Si.
dan Dr. drh. I Nyoman Suartha, M.Si yang telah memberikan masukan, saran dan
sanggahan sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini. Ucapan terima kasih yang
vii
tulus juga penulis sampaikan kepada para dosen yang telah membimbing penulis
dalam mengikuti pendidikan Program Magister pada Program Studi Kedokteran
Hewan Program Pascasarjana Univesitas Udayana.
Pada kesempatan ini secara khusus penulis menyampaikan ucapan terima
kasih kepada kepala Balai Besar Veteriner (BBVet) dan kepala Laboratorium
Analitik UNUD yang telah mengijinkan untuk melaksanakan penelitian. Ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada drh. Ni Luh Putu Agustini dan pak
Mundra yang telah meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan dalam
pelaksanaan penelitian di laboratorium. Ucapan terima kasih yang tulus penulis
sampaikan kepada orang tua penulis yaitu bapak H. Muh Rijal dan Hj. Siti Rocita
yang telah memberikan dukungan dan perhatian dalam penulisan tesis ini. Serta
keluarga terutama suami Achmad Ridwan dan adik drh. Adryani Ris yang dengan
penuh pengorbanan telah memberikan penulis kesempatan untuk lebih
berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih juga kepada drh. Sri Milfa, drh. Kevin Iffandi, drh. Chandra
Immanuel Saragih dan drh. Widodo yang telah banyak membantu dan
memberikan saran kepada penulis. Kepada drh. Reny Navtalia Sinlae yang
menjadi rekan dalam suka dan duka selama penelitian dan penulisan tesis dan
teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah banyak
membantu hingga terwujudnya tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan anugrah-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian Tesis ini, serta
kepada penulis dan keluarga.
viii
ABSTRAK
KARAKTERISTIK PROTEIN DAN KOMPOSISI ASAM AMINO
OTOT AKTIF DAN PASIF DAGING SAPI BALI DAN WAGYU
Kualitas daging sapi dapat ditentukan berdasarkan karakteristik protein
dan kandungan asam amino. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh
bangsa sapi (sapi bali dan wagyu) dan lokasi otot terhadap karakteristik dan
komposisi asam amino. Pada penelitian ini digunakan daging sapi bali dan wagyu
yang diambil pada bagian otot otot aktif (bicep femoralis) dan pasif (rib eye).
Masing-masing daging diambil sebanyak 5g untuk diekstraksi selanjutnya
dilakukan analisis terhadap pola protein dan asam amino. Pola protein dianalisis
menggunakan SDS-PAGE, sedangkan asam amino dianalisis menggunakan
metode HPLC. Hasil penelitian menunjukkan ketebalan pola pita protein daging
sapi bali dan wagyu otot yang bergerak aktif lebih tebal dibandingkan otot yang
bergerak pasif. Begitu pula dengan asam amino yang terlihat adalah asam amino
esensial dan non esensial yang masing-masing menunjukkan asam amino dengan
jumlah yang sama tapi kadar atau komposisi yang berbeda. Hasil penelitian dapat
disimpulkan sapi wagyu memiliki profil protein yang lebih tebal serta konsentrasi
asam amino yang lebih tinggi di bandingkan dengan sapi bali, demikian halnya
dengan otot aktif (bicep femoralis) memiliki profil protein yang lebih tebal serta
konsentrasi asam amino yang tinggi dibandingkan dengan otot pasif (rib eye).
Kata kunci : sapi bali, sapi wagyu, otot aktif dan pasif, pita protein, asam amino.
ix
ABSTRACT
PROTEIN CHARACTERISTIC AND THE AMINO ACID COMPOSITION
ON ACTIVE AND PASSIVE MUSCLES OF BALI AND WAGYU BEEF
The beef quality can be measured by its protein characteristic and amino
acid composition. The purpose of this study is to determine the effect of genetic
(Bali and Wagyu cattle) and muscles activity (active and passive) to the protein
characteristic and amino acid composition. In this research Bali and Wagyu beef
samples which taken from the active muscles (bicep femoralis) and passive
muscles (rib eye) amount 5 g of samples was extracted and then analyzed to the
protein pattern and amino acid composition. Protein pattern were analyzed by
using SDS-PAGE while the amino acid by using HPLC method. The result of
study showed the protein pattern of active Bali and Wagyu beef are thicker than in
passive muscle. As well as the amino acid that shows different results. The
composition of amino acid in active muscles (bicep femoralis) showed higher than
passive muscles (rib eye).
Key words : Bali beef, wagyu beef, active and passive muscle, amino acid.
x
RINGKASAN
Sapi bali adalah salah satu plasma nutfa Indonesia yang harus
dipertahankan dan dikembangkan keberadaannya. Daging sapi bali sebagai
komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat
gizi protein, mengandung protein daging dengan asam amino yang lengkap.
Namun, restoran di Bali cenderung menyediakan daging wagyu produksi kobe
jepang, dibandingkan dengan daging lokal (sapi bali). Daging sapi bali kandungan
lemak dagingnya (marbling) sangat rendah, sehingga mempunyai kealotan yang
tinggi. Marbling daging sapi bali yang berasal dari otot bergerak aktif (bicep
femoralis) dan bergerak pasif (rib eye) mempunyai tingkat kealotan daging yang
berbeda. Kualitas daging dapat ditentukan berdasarkan komponen/sifat kimianya
seperti kadar air, protein, lemak dan abu. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
untuk melihat pengaruh bangsa sapi (sapi bali dan sapi wagyu) dan lokasi otot
terhadap karakteristik dan komposisi asam amino.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriftif untuk mengetahui
karakteristik protein dan komposisi asam aminonya. Prosedur dari penelitian ini
ada 2 yaitu dengan metode SDS-PAGE dan HPLC. karakteristik protein dengan
metode SDS-PAGE ini dilakukan dalam 3 tahap yaitu : ekstraksi protein dari
sampel, pembuatan gel dengan menggunakan sodium dodecyl sulfatpoliacrylamide gel elektrophpresis dan pemisahan protein menggunakan teknik
elektroforesis yang dilanjutkan dengan pendeteksian pita-pita atau fraksi protein
yang terbentuk. Selanjutnya metode HPLC untuk menganalisis asam amino juga
mempunyai 2 tahap prosedur yaitu pembuatan pereaksi OPA dan fase mobile A
dan B.
Hasil yang ditemukan adalah adanya ketebalan pita protein baik pada sapi
bali maupun sapi wagyu dimana otot yang aktif terlihat lebih tebal dibandingkan
otot yang pasif, serta berdasarkan perhitungan berat melekul (BM) baik pada sapi
bali otot aktif mempunyai BM 81,23; 47,21; 40,93; 22,34;14,29 KDa. Sapi wagyu
otot aktif BM : 121,16; 21,08;18,54;18,11 KDa sedangkan sapi bali otot pasif BM
36,28;23,79 KDa dan sapi wagyu otot pasif 38,44 KDa. Hasil analisis dari asam
amino ditemukan asam amino esensial sebanyak 9 dan non esensial 6 asam
amino.
Berdasarkan hasil penelitan yang dilakukan tersebut dapat disimpulkan
bahwa sapi wagyu memiliki karakteristik protein yang berbeda dibandingkan
daging sapi bali, dengan konsentrasi asam amino daging wagyu yang lebih tinggi
dan otot aktif (bicep femoralis) diketahui memiliki pita protein yang berbeda
dibandingkan dengan otot pasif (rib eye) dengan konsentrasi asam amino otot
aktif yang lebih tinggi. Disarankan Untuk pemilihan kadar protein pada daging,
konsumen diharapkan memperhatikan aktifitas fisik otot sebagai sumber daging.
xi
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ........................................................................................
PRASYARAT GELAR .................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ............................................................
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .............................................
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ......................................................................
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
ABSTRAK .....................................................................................................
ABSTRACT ...................................................................................................
RINGKASAN .................................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................
DAFTAR TABEL .........................................................................................
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN .........................................................................
1.1 Latar Belakang.....................................................................
1.2 Rumusan Masalah................................................................
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................
1.4 Manfaat Penelitian ...............................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
ix
x
xi
xii
xiv
xv
xiv
1
1
3
3
3
BAB II KAJIAN PUSTAKA.....................................................................
2.1 Daging .....................................................................................
2.2 Daging Sapi Bali dan Wagyu .................................................
2.3 Kualitas Daging .......................................................................
4
4
8
11
BAB III KERANGKA KONSEP ................................................................
3.1 Kerangka Pemikiran ................................................................
3.2 Konsep.....................................................................................
3.3 Hipotesis ..................................................................................
16
16
18
19
BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................
4.1 Rancangan Penelitian ..............................................................
4.2 Lokasi dan waktu penelitian....................................................
4.3 Ruang lingkup penelitian.........................................................
4.4 Penentuan sumber data ............................................................
4.5 Variabel Penelitian ..................................................................
4.6 Bahan Penelitian .....................................................................
4.7 Instrumen Penelitian ...............................................................
4.8 Prosedur Penelitian..................................................................
4.8.1 Elektroforesis daging.......................................................
20
20
20
20
21
21
21
22
23
23
xii
4.8.2 Karakteristik Protein Dengan Metode (Sodium
Dodecyl Sulphate Polyacrylamide Gel
Elektrophorensis) SDS-PAGE. ....................................... 23
4.8.3 Analilis Asam Amino Dengan HPLC (High Performance
Liquid Chromatography) ................................................ 25
4.9 Analisis Data ............................................................................. 26
BAB V HASIL PENELITIAN ......................................................................
27
5.1 Karakteristik Protein Daging Sapi Bali dan Wagyu Pada Bagian Otot
Aktif Dan Pasif ...................................................................................
27
5.2 Hasil Pemeriksaan Berat Melekul Protein Daging Sapi Bali Dan Wagyu
Bagian Otot Aktif Dan Pasif...............................................................
28
5.3 Hasil Pemeriksaan Asam Amino Pada Sapi Bali Dan Wagyu Bagian Otot
Aktif Dan Pasif ...................................................................................
29
5.4 Histogram Perbandingan Konsentrasi Asam Amino Antara Otot Aktif
Dan Pasif Dari Daging Sapi Wagyu Dan Sapi Bali ...........................
32
BAB VI PEMBAHASAN ..............................................................................
34
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN............................................................
37
7.1 Simpulan ............................................................................................
37
7.2 Saran ...................................................................................................
37
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
38
LAMPIRAN ...................................................................................................
42
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
5.1 Hasil Perhitungan Elektroforesis Daging Sapi Bali dan Wagyu Bagian
Otot Aktif dan Pasif. ..............................................................................
29
5.2 Hasil Analisis Asam Amino Esensial pada Otot Aktif dan Pasif dari Sapi
Wagyu dan Sapi Bali. ............................................................................
30
5.3 Hasil Analisis Asam Amino Non Esensial pada Otot Aktif dan Pasif dari
Sapi Wagyu dan Sapi Bali. ....................................................................
30
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1 Pembagian Lokasi Daging ......................................................................
7
5.1 Hasil Elektroforesis Pita-Pita Protein dengan Metode SDS-PAGE pada Otot
Aktif dan Pasif Sabi Bali dan Wagyu.....................................................
27
5.2 Histogram Asam Amino Esensial Daging Sapi Bali dan Wagyu Otot
(Aktif)………………………………………………………………….
31
5.3 Histogram Asam Amino Non Esensial Daging Sapi Bali dan Wagyu Otot
Aktif . .......................................................................................................
32
5.4 Histogram Asam Amino Esensial Daging Sapi Bali dan Wagyu Otot
Pasif …………………………………………………………………….
32
5.5 Histogram Asam Amino Non Esensial Daging Sapi Bali dan Wagyu Otot
Pasif .........................................................................................................
33
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Tabel dan Gambar Perhitungan Elektroforesis pada Daging Sapi
Bali dan Wagyu Bagian Otot Aktif dan Pasif ……………….
2. Gambar Sampel Daging yang Akan Di Elektroforesis ………
3. Gambar Alat Elektroforesis ………………………………….
4. Gambar Sampel dan Alat HPLC …………………………….
5. Hasil Analisis Asam-Asam Amino …………………………..
6. Hasil uji elektroforesis pada daging sapi bali dan wagyu bagian
otot aktif dan pasif……………………………………………
7. Contoh hasil prin out uji HPLC ……………………………...
xvi
43
46
47
48
49
49
50
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sapi bali adalah salah satu plasma nutfah Indonesia yang harus
dipertahankan dan dikembangkan keberadaannya. Sapi bali mempunyai kualitas
daging sangat baik apabila dibandingkan dengan sapi potong yang ada di
Indonesia. Karakteristik karkas sapi bali digolongkan sapi pedaging ideal karena
mempunyai bentuk badan yang kompak dan serasi, bahkan nilainya lebih unggul
dari pada sapi pedaging Eropa seperti Hereford, Shortorn (Murtidjo, 1990). Di
samping itu mempunyai persentase karkas yang tinggi dengan kandungan lemak
yang rendah.
Daging sapi bali sebagai komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein dan mengandung protein daging
dengan asam amino yang lengkap, namun tidak sesuai dengan selera wisatawan
asing, karena mempunyai citarasa dan aroma yang tidak disukai. Daging sapi bali
yang diproduksi di Bali lebih banyak dikirim ke luar daerah, padahal dengan
semakin pesatnya perkembangan pariwisata di Bali seharusnya daging sapi bali
dapat memberikan kontribusi untuk wisatawan sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan peternak.
Hotel dan restoran di Bali cenderung menyediakan daging wagyu produksi
kobe Jepang, untuk dikonsumsi wisatawan asing, karena daging wagyu lebih
diminati dan telah diakui sebagai daging yang mempunyai cita rasa dan kualitas
1
2
yang sangat baik sehingga sesuai dengan selera konsumen (Suwiti et al. 2013).
Daging sapi bali kandungan lemak dagingnya (marbling) sangat rendah, sehingga
mempunyai kealotan yang tinggi, hal inilah yang menyebabkan daging sapi bali
tidak sesuai dengan selera para wisatawan asing yang datang ke Bali. Marlbing
daging sapi bali yang berasal dari otot bergerak aktif (Bicep femoralis) dan
bergerak pasif (Rib eye) mempunyai tingkat kealotan/ kekerasan daging yang
berbeda, karena ditentukan oleh banyaknya jaringan ikat yang terkandung di
dalam daging (Suwiti et al. 2012)
Selain itu jenis dan lokasi otot dapat mempengaruhi kualitas daging.
Menurut Judge et al. (1989). Kandungan jaringan ikat dan jumlah ikatan silang
serabut-serabut kolagen berbeda diantara otot yang berasal dari karkas yang sama.
Perbedaan-perbedaan tersebut terjadi karena adanya perubahan karakteristik
struktural, fungsional dan metabolistik diantara otot. Otot besar yang aktif
bergerak umumnya menghasilkan daging dengan keempukan yang berbeda
dengan daging yang berasal dari otot yang bergerak pasif (Soeparno, 1994).
Kualitas daging dapat ditentukan berdasarkan komponen/sifat kimianya
seperti kadar air, protein, lemak, dan abu. Protein merupakan suatu persenyawaan
yang khas ditemukan di dalam sel. Protein baik yang berasal dari hewani maupun
nabati merupakan sumber gizi yang penting bagi proses kehidupan karena sangat
erat hubungannya dengan ketersediaan zat gizi di dalam tubuh.
3
1.2 Rumusan masalah
Dari uraian di atas adanya perbedaan kualitas antara daging sapi bali dan
wagyu serta salah satu yang menentukan kualitas daging adalah lokasi otot
daging, maka masalah yang dapat diajukan adalah :
1. Apakah bangsa sapi (sapi bali dan sapi wagyu) berbeda terhadap karakteristik
pola pita protein dan komposisi asam amino?
2. Apakah lokasi otot daging (aktif dan pasif) berbeda terhadap karakteristik pola
pita protein dan komposisi asam amino?
1.3 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan pada bangsa sapi
(sapi bali dan wagyu) dan pada lokasi otot terhadap karakteristik pola protein dan
komposisi asam amino.
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penilaian
kualitas daging melalui karakteristik protein sapi, baik sapi bali maupun sapi
wagyu otot aktif dan pasif.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Daging
Daging adalah salah satu komoditi pertanian yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi protein. Daging merupakan kumpulan
sejumlah otot yang berasal dari ternak yang sudah disembelih dan otot tersebut
sudah mengalami perubahan biokimia dan biofisik, sehingga otot yang semasa
hidup ternak merupakan energi mekanis berubah menjadi energi kimiawi. Istilah
otot dipergunakan pada waktu ternak masih hidup dan setelah ternak disembelih
berubah menjadi daging (Abustam, 2009). Komponen utama daging terdiri dari
otot, jaringan lemak dan sejumlah jaringan ikat (kolagen, elastin dan retikulin)
serta epitel pembuluh darah dan syaraf (Aberle dkk., 2001).
Delman and Brown (1992) mendefinisikan, daging adalah sekumpulan
jaringan yang melekat pada kerangka, secara histologis terdiri dari tiga komponen
utama, yaitu : jaringan otot, jaringan lemak, dan jaringan ikat. Jaringan otot adalah
jaringan yang mampu melangsungkan kerja mekanik dengan jalan kontraksi dan
relaksasi sel atau serabutnya. Jaringan otot ini berfungsi untuk menghasilkan
gerakan. Sel-sel jaringan lain dapat pula bergerak, tetapi gerakan kurang
terintegrasi.
Otot merupakan komponen utama penyusun daging, otot hewan berubah
menjadi daging setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah terhenti.
Faktor
yang mempengaruhi kondisi ternak sebelum pemotongan akan
mempengaruhi tingkat konversi otot menjadi daging dan juga kualitas daging
4
5
yang dihasilkan (Soeparno 2005). Derajat keempukan dapat dihubungkan dengan
tiga kategori protein dalam urat daging yaitu dari tenunan pengikat (kolagen
elastis, retikulum, mukopolisakarida dari matriks) dari miofibril aktin, miosin,
tropomiosin dan yang sarkoplasma (Lawrie, 2003).
Miosin adalah filamen-filamen tebal pada vertebrata (makhluk hidup
bertulang belakang) hampir sebagian besar tersusun dari sejenis protein. Miosin
termasuk protein yang khusus karena memiliki sifat berserat (fibrous) dan
globular. Filamen tebal merupakan suatu bentuk yang bipolar dengan kepalakepala miosin yang menghadap tiap-tiap ujung filamen dan menyisakan bagian
tengah yang tidak memiliki kepala satupun (bare zone / jalur kosong). Kepala
miosin itulah yang merupakan wujud dari cross-bridges dalam perhubungannya
dengan miofibril, sedangkan Komponen penyusun utama filamen tipis ialah Aktin
(Gunawan 2001).
Aktin merupakan protein eukariotik yang umum, banyak jumlahnya, dan
mudah didapati. Komposisi miosin dan aktin masing-masing sebesar 60-70% dan
20-25% dari protein total pada otot. Sisa protein lainnya berkaitan dengan filamen
tipis yakni Tropomiosin dan Troponin. Troponin terdiri dari tiga subunit yaitu
TnC (protein pengikat ion Ca), TnI (protein yang mengikat aktin), dan TnT
(protein yang mengikat tropomiosin). Dari sini, dapat disimpulkan bahwa
kompleks tropomiosin - Troponin mangatur kontraksi otot dengan cara
mengontrol akses cross-bridges S1 pada posisiposisi pengikat aktin (Gunawan
2001).
6
Daging dibedakan atas jenis ototnya yakni jenis daging yang berasal dari
otot bergerak aktif (Bisep femoralis) dan otot yang bergerak pasif (Rib eye
/Longissimus dorsi) adalah otot yang sangat penting dan membentuk mata daging
jika dipotong dari area rusuk dan dari loin. Otot Longissimus dorsi terdiri atas
banyak sub unit otot yang masing-masing membantu fleksibilitas vertebrata
colum dan gerakan leher serta aktivitas pernafasan (Swatland, 1984).
Bicep femoralis memiliki komposisi ±3.3% dari berat karkas. Di Australia
dikenal dengan nama knuckle di Amerika dikenal dengan nama inside sedangkan
di Indonesia dikenal dengan otot paha belakang atau bicep femoralis. Daging
bagian paha belakang, biasanya digunakan untuk membuat rendang. Bila diamati
bagian daging bicep femoralis ini dapat dibagi menjadi 3 bagian daging yaitu
bicep femoralis bagian atas, bicep femoralis bagian tengah dan bicep femoralis
bagian bawah (Bahar, 2003).
Penampang lintang Longissimus dorsi meluas ke arah posterior rusuk.
Otot Longissimus dorsi bagian loin mempunyai penampang lintang yang hampir
konstan. Area Longissimus dorsi di antara bagian seperempat depan dan
seperempat belakang dari karkas, yaitu di antara rusuk ke 12 dan ke 13 sering
diuji untuk menaksir jumlah daging dari suatu karkas. Luas area Longissimus
dorsi ini juga dapat dipergunakan sebagai petunjuk perbedaan tingkat perototan di
antara karkas dengan panjang karkas yang kira-kira sama. Area Longissimus
dorsi, pada rusuk ke 12 atau loin sering disebut Rib Eye Area (REA) pada loin
(Lawrie, 2003).
7
Korelasi yang erat antara kandungan kolagen dengan kekerasan daging
yang dinilai dengan melakukan pemutusan paralel dengan arah serat daging,
beberapa penelitian menemukan korelasi antara daya putus dengan kandungan
kolagen pada otot longisimus dorsi yang cukup rendah. Daging memiliki
keempukan yang bervariasi diantara jenis otot, jumlah jaringan ikat dalam otot
yang lebih banyak digerakkan selama ternak masih hidup seperti otot.
Soeparno (1998) menyatakan bahwa karkas tersusun atas kurang lebih
enam ratus jenis otot yang berbeda ukuran dan bentuknya, susunan syaraf dan
persediaan darahnya serta perlekatannya pada bagian tulang dan tujuan serta jenis
geraknya. Karkas sapi dapat dilihat pada Gambar 1. Kesehatan daging merupakan
bagian yang penting bagi kesehatan makanan dan selalu menjadi pokok
permasalahan yang mendapatkan perhatian khusus dalam penyediaan daging bagi
konsumen.
Gambar 2.1. Pembagian Lokasi Daging
Sumber : Lembar Balai Informasi Pertanian DKI Jakarta (1993)
Keterangan :
1
2
3
4
Blade
Chuck
Cube roll
Sirloin
5.
6.
7.
8.
Fillet
Topside (penutup)
Silver Side
Inside
9. Shank
10. Flank
11. Rib Meat
12. Brisket
8
Keragaman terjadi tidak hanya antar bangsa tetapi juga di dalam satu
bangsa yang sama, antar populasi maupun di dalam populasi, di antara individu
tersebut. Keragaman pada sapi bali dapat dilihat dari ciri-ciri fenotipe yang dapat
diamati atau terlihat secara langsung, seperti tinggi, berat, tekstur, panjang bulu,
warna, pola warna tubuh, perkembangan tanduk, dan sebagainya.
Daging merupakan sumber utama untuk mendapatkan asam amino
esensial. Asam amino esensial terpenting di dalam otot segar adalah alanin, glisin,
asam glutamat, dan histidin. Daging sapi mengandung asam amino leusin, lisin,
dan valin yang lebih tinggi dari pada daging babi atau domba. Pemanasan dapat
mempengaruhi kandungan protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada
suhu 70°C akan mengalami pengurangan jumlah lisin menjadi 90 persen,
sedangkan pemanasan pada suhu 160°C akan menurunkan jumlah lisin hingga 750 persen. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar asam
amino (Lawrie 1991).
2.2 Daging Sapi Bali dan Wagyu
Sapi bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil
domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Menurut Rollinson (1984) proses
domestikasi sapi bali itu terjadi sebelum 3.500 SM di Indonesia. Banteng liar saat
ini bisa ditemukan di Jawa bagian Barat dan bagian Timur, di Pulau kalimantan,
serta ditemukan juga di malaysia (Payne and Rollinson, 1973).
Ditinjau dari sistematika ternak, hubungannya dengan sapi lain bahwa sapi
bali satu famili dengan sapi lain, yaitu famili Bovidae, genus Bos dan subgenus
9
Bibovine (Hardjosubroto 1994). Sapi yang termasuk ke dalam subgenus Bibovine
adalah Bibos gaurus, Bibos frontalis dan Bibos sondaicus. Perkawinan antara sapi
bali dengan sapi lain yang berbeda subgenus tersebut (Bos taurus dan Bos
indicus) menghasilkan anak jantan yang steril. Menurut Eldridge, (1985)
mengatakan beberapa kemungkinan penyebabnya adalah keturunan F1 jantan
mengalami gangguan proses synapsis kromosom selama proses miosis yang
mengurangi daya hidup sel germinal dan banyak hambatan fisiologis yang
mempengaruhi perkembangan sel germinal dan menurut Hardjosubroto, (1994)
tidak sempurnanya pembelahan reduksi dalam proses spermatogenesis.
Sapi Bali mempunyai ciri-ciri khusus antara lain; warna bulu merah bata,
tetapi yang jantan dewasa berubah menjadi hitam. Satu karakter lain yakni
perubahan warna sapi jantan kebirian dari warna hitam kembali pada warna
semula yakni coklat muda keemasan yang diduga karena makin tersedianya
hormon testosteron sebagai hasil produk testes (Darmaja, 1980).
Sapi bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami
perubahan kecil dibandingkan dengan leluhur liarnya (Banteng). Warna sapi
betina dan anak atau muda biasanya merah bata dengan garis hitam tipis terdapat
di sepanjang tengah punggung. Warna sapi jantan adalah merah bata ketika muda
tetapi kemudian warna ini berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan sampai
mendekati hitam pada saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap
berwarna merah bata. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian
belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (white
stocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas.
10
(Hardjosubroto dan Astuti, 1993). Sepanjang punggung terdapat bulu hitam yang
membentuk garis tipis dari bagian belakang bahu hingga ke bagian ekor (Talib,
2002).
Saat ini sapi bali sedang dikembangkan untuk dapat memproduksi daging
yang berkualitas, dan dikonsumsi oleh wisatawan asing, daging yang dianggap
berkualitas dan mempunyai citarasa yang sesuai adalah daging sapi wagyu.
Daging wagyu mampu menghasilkan daging dengan kualitas sangat bagus,
sehingga harganya mahal. Daging sapi khas jepang ini mempunyai karakter
persebaran lemak otot yang tinggi dan merata, kualitas marbling tinggi, yaitu pola
urut menyerupai marmer yang terbentuk dari lemak tak jenuh yang terdiri atas
lemak tak jenuh (Omega-3 dan Omega-6) dan berperan dalam kesehatan. Daging
sapi wagyu mempunyai karakteristik yang bagian lemak putih dalam daging, yang
dikenal sebagai sashi dalam bahasa Jepang. Sashi ini berada diantara lapisan
daging merah dan biasanya membentuk pola marmer di antara daging sapi.
Pola marmer dari sashi yang dibentuk adalah aspek paling berharga dari
daging sapi wagyu dan umumnya peternak di Jepang berusaha keras untuk
menciptakan pola intens lemak tersebut yang membuat daging sapi secara
harafiah mencair saat dikonsumsi. Di Amerika Serikat, daging sapi premium
harus memiliki 6-8% dari marmer lemak untuk lolos ke kelas USDA tertinggi.
Untuk mencapai nilai kualitas tertinggi wagyu (A5), daging harus memiliki
marmer lemak paling sedikit 25% dari keseluruhan daging.
Untuk memproduksi daging sapi yang membentuk sashi agar memiliki
pola marmer sapi wagyu diibaratkan memiliki gaya hidup seperti kaisar dan raja.
11
Sapi terbaik ini diberikan makan biji-bijian berkualitas tinggi, dan masing-masing
peternak biasanya memiliki campuran sendiri dari bahan-bahan rahasia, seperti
kedelai dan Okra (produk sampingan dari pembuatan tahu) sebagai suplemen
makanannya. Air juga merupakan instrumen penting dalam makanan wagyu, dan
air mineral lokal sering digunakan untuk memastikan sapi wagyu berkualitas
terbaik.
Pada musim panas untuk mempertahankan nafsu makan sapi wagyu
terkadang diberi minum bir atau sake. Selain makanan dan minuman mewah yang
diberikan seperti bir dan sake, sapi wagyu yang dibesarkan di peternakan di
Jepang akan dibawa jalan-jalan sore oleh peternaknya untuk mendapatkan
matahari dan udara segar.
Beberapa peternak juga akan melakukan berbagai macam perawatan
mewah lainnya untuk sapi wagyu seperti pemijatan karena peternak di Jepang
percaya
dengan
memijat
sapi
wagyu
maka
akan
dapat
membantu
menyeimbangkan distribusi lemak pada pola marmer daging wagyu juga selain
mencegah sapi dihinggapi kutu. Selain itu peternak sering memainkan musik
klasik untuk sapi mereka agar sapi memperoleh ketenangan hidup.
2.3 Kualitas Daging
Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah
pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging antara lain adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin,
umur, pakan dan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas
12
daging antara lain meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan,
pH karkas dan daging, bahan tambahan termasuk enzim pengempuk daging,
hormon dan antibiotik, lemak intramuskular atau marbling, metode penyimpanan
dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot daging (Soeparno,
1998).
Kualitas daging dapat dipengaruhi mulai perlakuan saat diangkut ke rumah
potong sampai dengan penanganan pasca panen. Semua ternak dihindarkan dari
berbagai tingkat kekerasan, mengalami trauma, menderita cekaman, mendengar
suara gaduh, mencium bau darah atau lainnya dan berada dalam lingkungan yang
asing/tidak biasa. Cekaman dapat mempunyai efek yang buruk terhadap warna,
tekstur, citarasa dan keempukan (Berger., et al. 1988). Komposisi asam lemak
sebagai ciri lain dari daging sapi berkualitas berbeda tergantung dimana asam
lemak tersebut di simpan. Rata-rata persentase dari asam lemak monounsaturated
fatty acid (MUFA) cenderung lebih tinggi pada bagian luar dibandingkan dengan
bagian
dalam
tubuh.
Lebih
jauh
dikemukakan
bahwa
faktor
genetik
mempengaruhi kompisisi asam lemak pada sapi wagyu.
Banyak faktor yang mempengaruhi karakteristik fisik daging, salah
satunya adalah tingkatan bobot badan yang berbeda daging sapi yang dipotong
pada tingkatan bobot badan yang berbeda akan menunjukkan kualitas dan
karakteristik fisik yang berbeda pula. Hal ini sangat perlu diketahui karena
merupakan salah satu parameter yang penting dalam pemilihan kualitas daging.
Konsistensi daging ditentukan oleh banyak sedikitnya jaringan ikat yang
menyusun otot tersebut. Konsistensi daging biasanya ditentukan dengan : liat
13
(Firmness), lembek (Sofness), Berair (Juicness). Daging yang segar terasa liat,
sedangkan daging yang mulai membusuk terasa berair. Apabila dilihat dari
teksturnya, daging yang segar akan mempunyai tekstur yang halus sedangkan
daging yang mulai membusuk memiliki tekstur yang kasar. Sedangkang
kepualaman adalah suatu kondisi pada daging yang mengandung bintik-bintik
lemak diantara serat-seratnya (intramuskular) yang tambak secara visual.
Dalam teknologi makanan, lemak dan minyak memegang peranan penting.
Lemak dan minyak memberikan rasa gurih yang spesifik yang berbeda dari
gurihnya protein, selain juga memberi aroma spesifik. Di dalam dunia teknologi
pangan seperti roti, lemak, dan minyak penting dalam memberikan konsistensi
empuk, halus dan berlapis-lapis (Sudarmadji et al.,1989).
Dalam kaitan memenuhi tuntunan sesuai selera konsumen telah dilakukan
antara lain identifikasi bangsa sapi potong dan pengembangan ternak dengan
genetik superior terhadap sifat keempukan daging, perbaikan lingkungan saat
pemeliharaan ternak, serta penanganan sebelum dan sesudah pemotongan ternak.
Hasil penelitian melaporkan signifikan peningkatan keempukan daging diperoleh
melalui perlakuan faktor lingkungan seperti perlakuan dan pengawasan fisologi
ternak yang dipotong (Wheeler et al., 2000). Adanya keragaman keempukan
daging dan beberapa sifat karkas antara individu ternak dan bangsa yang berbeda
dilaporkan dalam literatur (Riley et al., 2003; Jonhson, 2010)
Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu
yang paling penting pada kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi kualitas
keempukan daging digolongkan menjadi faktor antemortem, seperti genetik,
14
termasuk bangsa, spesies dan fisiologis, umur, manajemen, jenis kelamin dan
tingkat stress, dan faktor postmortem yang di antaranya meliputi metode chiling,
refrigasi, pelayuan dan pembekuan (Soeparno, 1994).
Protein merupakan makro molekul yang berlimpah di dalam sel dan
menyusun lebih dari setengah berat kering yang hampir pada semua organisme
(Lehninger, 1998). Molekul protein terutama tersusun oleh atom karbon (51,055,0%), hidrogen (6,5-7,3%), oksigen (21,5-23,5%), nitrogen (15,5-18,0%) dan
sebagian besar mengandung sulfur (0,5-2,0%) dan fosfor (0,0-1,5%) (Anggorodi,
1979). Kegunaan utama protein bagi tubuh adalah sebagai zat pembangun tubuh,
sebagai zat pengatur, mengganti bagian tubuh yang rusak, serta mempertahankan
tubuh dari serangan mikroba penyebab penyakit. Selain itu protein dapat juga
digunakan sebagai sumber energi (kalori) bagi tubuh, bila energi yang berasal dari
karbohidrat atau lemak tidak mencukupi (Muchtadi, 1993).
Nilai gizi protein ditentukan oleh kandungan dan daya cerna asam-asam
amino essensial. Daya cerna akan menentukan ketersediaan asam-asam amino
tersebut secara biologis. Proses pengolahan selain dapat meningkatkan daya cerna
suatu protein, dapat pula menurunkan nilai gizinya (Muchtadi, 1989). Kebutuhan
protein setiap manusia adalah 1 g/kg berat badan yang seperempat dari kebutuhan
tersebut harus dipenuhi dari protein hewani, salah satunya adalah dari daging
(Winarno, 1980).
Ciri-ciri spesifik daging sapi yang sehat menurut Usmiati (2010) adalah
berwarna merah terang/cerah, mengkilap, tidak pucat, elastis,tidak lengket dan
beraroma “khas”. Sifat spesifik sensori yang dimiliki daging dapat menentukan
15
daya terima bagi konsumen. Menurut Purbowati et al, (2006). Beberapa kualitas
spesifik yang mempengaruhi daya terima konsumen terhadap daging adalah
warna, pH, daya ikat air, susut masak dan keempukan. Permintaan konsumen
terhadap daging juga berubah, yaitu menghendaki daging berwarna cerah, rendah
lemak, empuk, bebas residu pestisida dan diproses secara higienis (Kandeepan et
al., 2009). Daging mempunyai beberapa sifat fisik spesifik yang berpengaruh
terhadap kualitas daging. Sifat-sifat fisik yang dimiliki daging sapi adalah: nilai
pH, daya ikat air, susut masak, keempukan, warna dan cita rasa (Jamhari, 1995).
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Pemikiran
Komposisi kimia daging terdiri atas, air, lemak, protein. Kandungan
proteinnya berkisar antara 16-22%. Protein merupakan suatu persenyawaan yang
khas ditemukan dalam sel dan merupakan komponen terbesar dalam membran sel,
dapat membentuk jaringan pengikat misalnya kolagen dan elastin (Soeparno,
1994). Daging terdiri atas kumpulan otot, otot hewan berubah menjadi daging
setelah pemotongan karena fungsi fisiologisnya telah terhenti. Faktor yang
mempengaruhi kondisi ternak sebelum pemotongan akan mempengaruhi tingkat
konversi otot menjadi daging dan juga kualitas daging yang dihasilkan.
Jenis otot dari lokasi yang berbeda dapat mempengaruhi kualitas daging
lokasi otot yang berbeda mempunyai panjang sarkomer, sifat serabut dan fungsi
yang berbeda. Kandungan jaringan ikat dan jumlah ikatan silang serabut-serabut
kolagen berbeda diantara otot yang berasal dari karkas yang sama. Perbedaanperbedaan tersebut terjadi karena adanya perubahan karakteristik struktural,
fungsional dan metabolistik diantara otot. Paha terdiri atas otot-otot besar (Bicep
femoralis) yang umumnya menghasilkan daging dengan keempukan sedang.
(Soeparno, 1994).
Tingkat kesukaan konsumen terhadap daging yang berasal dari otot yang
bergerak pasif (Rib eye) lebih baik dibandingkan dengan daging yang berasal dari
otot bergerak aktif (Bicep femoralis) (Suwiti dkk, 2013). Selain itu karakteristik
daging berbagai bangsa sapi berbeda-beda baik secara fisik maupun kimia. Secara
16
17
kimia, jenis protein dan sifat-sifatnya berbeda demikian juga dengan
konsentrasinya.
Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk membedakan daging
sapi bali dan wagyu adalah dengan memeriksa protein. Menurut Whellwright
(1991) Analisis protein dari sampel daging dapat dilakukan dengan pemisahan
dan pemurnian protein menggunakan berbagai metode yang telah tersedia. Salah
satunya dengan elektroforesis.
Teknik pemisahan protein, seperti SDS-PAGE, biasanya digunakan untuk
menentukan berat melekul (BM) protein fisik. Teknik pemisahan protein, seperti
SDS-PAGE, biasanya digunakan untuk mengukur kemajuan proses pemurnian
protein, termasuk untuk mengetahui adanya pola (pita-pita) protein yang ada di
dalam daging (Booth and Hames, 1987; Andrews., 1988). Aliran melekul-melekul
protein di dalam gel akan membentuk pola (pita) protein. Protein homogen akan
menghasilkan satu pita, sedangkan sub-unit yang ukurannya berbeda akan
menghasilkan banyak pita (Djuwita., 2004). Karakterisasi protein daging lebih
ditekankan pada jenis asam amino penyusunnya.
18
3.2 Konsep
Berdasarkan kerangka berfikir di atas yang dilandasi oleh kepustakaan dan
dasar teori, maka dapat di susun kerangka konsep seperti tergambar di bawah ini.
Daging
Kualitas Daging
-
Bangsa sapi
(Sapi Bali dan Sapi Wagyu)
Kadar protein
Genetik
Kadar air
Vitamin dan
mineral
Pigmen
Macam Otot/Lokasi Otot
Aktif
Pasif
Jenis dan Konsentrasi
asam amino
Karakteristik Protein
HPLC
Elektoforesis
(SDS-PAGE)
19
3.3 Hipotesis
berdasarkan uraian kerangka konsep di atas hipotesis dirumuskan sebagai
berikut :
1. Ada perbedaan pola pita protein dan komposisi asam amino antara daging sapi
bali dan wagyu
2. Adanya perbedaan lokasi otot aktif dan pasif terhadap pola pita protein dan
komposisi asam amino daging sapi bali dan sapi wagyu.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif deskriptif kualitatif untuk
mengetahui karakteristik protein baik pada sapi bali dan sapi wagyu dengan
melihat pola pita protein dan komposisi asam amino. Sampel sapi bali dan wagyu
diambil dari suplayer di kota denpasar sebanyak 2 kali pengambilan sebagai
ulangan. Sampel selanjutnya dibawa ke laboratorium Balai Besar Veteriner
(BBVet) dengan menggunakan cool box untuk selanjutnya dilakukan SDS-PAGE
untuk melihat kadar protein dan berat melekul dengan masing-masing replikasi 3
kali sedangkan untuk asam amino sampel di bawa ke laboratorium analitik untuk
dilakukan analisis asam amino dengan metode HPLC.
4.2 Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2014, bertempat di
laboratorium Balai Besar Veteriner Denpasar dan Lab Analitik Universitas
Udayana Bukit Jimbaran.
4.3 Ruang lingkup penelitian
Berdasarkan uraian diatas adapun ruang lingkup penelitian ini sebagai
berikut : daging sapi bali dan wagyu sebagai objek penelitian untuk menentukan
jenis daging terhadap karakteristik protein daging sapi bali dan wagyu.
20
21
4.4 Penentuan sumber data
Sumber data ditentukan dari hasil elektroporesis (SDS-PAGE) daging sapi
bali yang berasal dari bagian otot aktif dan otot pasif sedangkan hasil analisis
jenis protein dengan metode HPLC
4.5 Variabel Penelitian
Identifikasi variabel penelitian ini terdiri dari :
a. Variabel tergantung
: Berat melekul jenis dan konsentrasi asam amino
daging sapi bali dan wagyu
b. Variabel bebas
: Daging sapi bali dan wagyubagian otot aktif
(bicep femoralis) dan pasif (rib eye).
4.6 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi bali dan
Wagyu masing-masing di ambil pada bagian otot aktif (Bicep femoralis) dan pasif
(Rib eye). Bahan lainnya yang digunakan untuk ekstraksi daging ialah buffer
fosfat pH 6 ± 0,1. Bahan yang digunakan untuk elektroforesis (SDS-PAGE)
adalah gel untuk SDS-PAGE terdiri dari dua lapis : 4% stacking gel (lapisan atas)
(dH2O, 0,5 M Tris-HCL pH 6,8, 10% SDS, 30% akrilamid, 10% APS, TEMED),
dan 12,5% resolving gel (lapisan bawah) (dH2O, 1,5 M Tris-HCL pH 8,8, 10%
SDS, 30% akrilamid, 10% APS, TEMED, destain (50% dH2O, 10% acetic acid,
40% methanol), larutan pewarna (0,05% commassie blue, 45% methanol, 10%
acetic acid, 45% dH2O), sampel buffer (dH2O, 0,5 M Tris-HCL pH 6,8, gliserol,
10% SDS, β- mercaptoethanol, 0,05% bromophenol blue), dan running buffer
(electrode running buffer/ ERB) (Tris, glysine, SDS, dH2O). sedangkan bahan
22
yang di gunakan pada pemeriksaan asam amino HPLC ialah natrium hidroksida
(KOH), larutan standar asam amino 0,5 μmol/ml, methanol, buffer kalium borat
0,5 M pH 10,4, HCL 0,01 N, mercaptoetanol, HCL 6 N, natrium acetat, hige pure
water (air suling), Na-EDTA, tetrahidrofuran (THF), pereaksi ortoftaldehida
(OPA), dan larutan Brij-30 30%.
4.7 Instrumen Penelitian
Peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain : alat pencetak gel
(mini protean 3 sistem), mikropipet, sisir (comb), tabung eppendorf, kaca dengan
spacer, rak tabung, pisau, talenan, timbangan analitik, pipet ukur, aluminium foil,
sentrifugasi, plastic klip, pompasi pipet, label, tabung durham, tabung 50ml,
tissue, pinset, dan serangkaian alat homogenizer. Sedangkan alat yang digunakan
untuk menganalisis asam amino adalah alat HPLC (High performance Liquid
Chromatografi) yang dilengkapi dengan pompa gradient varian pro-star, detector
fluoresensi (shimadzu RF 535), vial 1ml, pipet ukur 1 ml dan 5 ml, labu ukur
500ml, labu takar 100ml, oven, kertas saring milipore (0,45μm), auto injector (ICI
instrument AS 2000), syringe 100 ml, neraca analitik, mortar, gelas beaker 100ml,
Erlenmeyer, gelas ukur 10 ml dan 100 ml, tabung ulir, vacuum evaporator,
processor (shimadzu C-TCA chromatopac), mikropipet 5 ml dan 25 ml, sintered
glass, buret, dan penyaring membrane
23
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1 Elektroforesis Daging
Sampel daging yang digunakan adalah daging sapi bali dan daging wagyu.
Daging segar pada bagian otot aktif dan pasif masing-masing diambil sebanyak 5g
kemudian dibersihkan lalu dicincang dan dimasukkan kedalam tabung 50 ml. Lalu
tambahkan buffer fosfat pH 6 ± 0,1 M sebanyak 5 ml kemudian digerus
menggunakan homogenizer. Selanjutnya daging yang telah halus disentrifugasi
dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit tujuannya untuk memperoleh
supenatan dari daging tersebut. Setelah supernatan tercampur dengan lemle
dipanaskan dengan suhu 95°c selama 5 menit, tujuannya agar terjadi reaksi
enzimatis. Setelah dingin baru di masukkan ke dalam sumur. kemudian dianalisis
pola
(pita-pita)
menggunakan
SDS-PAGE
(Sodium
Dodecyl
Sulphate
Polycrylamide Gel Electrophoresis).
4.8.2 Karakteristik Protein Dengan Metode (Sodium Dodecyl Sulphate
Polyacrylamide Gel Elektrophorensis) SDS-PAGE.
Teknik pemisahan protein dengan elektroforesis dilakukan dalam tiga
tahap. Tiga tahap tersebut adalah ekstraksi protein dari sampel, pembuatan gel
dengan menggunakan sodium dodecyl sulfat-polyacrilamide gel electrophpresis
(SDS-PAGE) dan pemisahan protein dengan menggunakan teknik elektoforesis
yang dilanjutkan dengan pendeteksian pita-pita atau fraksi-fraksi protein yang
terbentuk. Gel yang digunakan adalah gel yang telah terpolimerisasi secara
sempurna. Gel yang diperoleh kemudian dipasang, buffer elektroforesis
dimasukkan dan alat elektroforesis dirangkai (Laemmli, 1970).
24
Sebelum dimasukkan ke dalam sumur, marker dan sampel ditambah sampel
buffer yang terdiri 4 ml dH2O; 1 ml larutan 0,5 M Tris-HCL pH 6,8; 0,8 ml
gliserol; 1,6 ml larutan SDS 10%; 0,4 ml larutan β-mercaptoethanol; 0,2 ml
larutan bromophenol blue 0,05%. Supernatan diambil sebanyak 5μl dicampur
dengan sampel buffer sebanyak 30μl dengan perbandingan 1:6, setelah
supernatant tercampur sampel buffer kemudian dipanaskan dengan suhu 95°C
selama 5 menit. Apabila sampel sudah dingin baru di masukkan ke dalam sumur
yang telah tersedia pada gel sebanyak 5μl lalu dianalisis pola protein
menggunakan SDS-PAGE.
Pembuatan running gel (gel pemisah) menggunakan konsentrasi 12,5%
resolving gel terdiri dari 3.200 μl dH2O ditambahkan 2.500 μl larutan 1,5 M TrisHCL pH 8,8; 100μl larutan SDS 10%; 4.050 μl larutan akrilamid 30%; 50 μl
larutan APS 10%; 16 μl TEMED dan 4 % stacking gel terdiri atas 3.050 μl dH2O
ditambahkan 1.250 μl larutan 0,5 M Tris-HCL pH 6,8; 50 μl larutan SDS 10%;
650 μl larutan akrilamid 30%; 25 μl larutan APS 10%; 6μl TEMED (harus selalu
dalam keadaan baru dilarutkan). Stacking gel dicetak dengan menggunakan sisir
(comb) untuk membuat sumur-sumur. Ketebalan gel akan dibuat dengan
ketebalan 4mm. Setelah gel mengeras sisir diangkat.
Proses pemisahan protein menggunakan buffer pemisah yaitu Tris HCL 9
gram; SDS 10% 3 gram Glysine 43,2 gram dan dH2O sebanyak 600 ml. Buffer
elektroforesis dimasukkan kedalam sumur lalu alat elektroforesisi dirangakai.
Sampel kemudian dimasukkan dalam sumur dengan menggunakan mikro pipet
sebanyak 5μl, tergantung tebal tipisnya pita protein yang diinginkan. Perangkat
25
elektoforesisi dijalankan pada suhu rendah dengan tegangan 200 volt dan arus 42
mA selama ± 1 jam hingga brompenol blue mencapai 1 cm dari batas bawah gel.
Setelah selesai gel difiksasi dengan larutan commassie brilian blue R-250 (larutan
0,05% commassie blue sebanyak 0,50 gram yang dilarutkan dalam 45% methanol
sebanyak 225 ml dan 10% acetic acid sebanyak 50 ml dalam 45 % dH2O),
kemudian gel dipucatkan dengan larutan destain yang terdiri dari campuran 50%
dH2O 250 ml; 10% acetid acid 50 ml; 40% methanol 200 ml sambil digoyanggoyangkan sampai terlihat pita protein. jika sudah terlihat adanya pola pita protein
proses pemucatan dihentikan.
Hasil SDS-PAGE dianalisis dengan cara menghitung band yang muncul
pada setiap gel. Menurut cavalli et,al (2006) band yang muncul dihitung nilai Rf
(Retardation Factor) dengan rumus :
Rf = jarak pergerakan pita protein dari tempat awal
Jarak pergerakan warna pelacak dari tempat awal
Dengan menggunakan nilai Rf sebagai absis dan BM (log) marker sebagai ordinat
akan dihasilkan kurva kalibrasi. Berdasarkan persamaan kurva kalibrasi BM
masing-masing pita protein dapat dihitung (Lampiran 1).
4.8.3 Analisis asam amino dengan HPLC (High Performance Liquid
Chromatography)
Analisis asam amino dengan metode HPLC mempunyai 2 tahap prosedur
yaitu : Pertama pembuatan pereaksi OPA, OPA 50 mg, metanol 4 ml,
mercaptoemetanol 0,025 ml, brij 30% 0,050 ml, buffer borak 0,5 M, pH 10,4.
Kedua dengan dilakukan fase mobile A yang terdiri NA acetat hidrat 2 g, metanol
26
90 ml, NA EDTA 0,5 g, THF 10 ml. Dicampur dengan air HP menjadi 1 liter
dengan labu ukur kemudian diatur pH menjadi 6,5 dengan NaOH. Selanjutnya
fase mobile B yang terdiri Metanol 95%, Kedua fase mobile disaring dengan
saringan membran 0,45µl (Anwar Nur et al, 1992).
Selanjutnya dilakukan preparasi sampel. Masukkan sampel yang
mengandung 3 mg protein kedalam tabung ulir, lalu tambahkan 1 ml HCl 6 N.
Hidrolisis dengan memanaskan tabung dalam oven dengan suhu 1100C selama 24
jam lalu dinginkan sampel, kemudian saring sampel dengan suntered glass, bilas
beberapa kali dengan HCl 0,01 N. Keringkan dengan vacum evaporator. Larutkan
kembali sampel yang dikeringkan dengan 5 ml HCl 0,01 N. setelah semuanya
selesai maka sampel sudah siap disuntikkan kedalam HPLC.
Cara injeksi sampel kedalam HPLC yaitu : Sampel yang sudah siap
ditambahkan kalium borak dengan perbandingan 1:1, kedalam vial kosong
dimasukkan 5 µl sampel diatas kemudian ditambah 25 µl pereaksi OPA, biarkan
selama 1 menit agar derivatisasi berlangsung sempurna. Injeksikan sampel
kedalam HPLC sebanyak 5 µl kemudian tunggu sampai pemisahan asam amino
selesai, waktu yang diperlukan sekitar 30 menit.
4.9 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa berat melekul yang
ditunjukkan oleh pemunculan pita-pita protein serta jumlah dan komposisi asam
amino disajikan secara deskriptif dalam bentuk tabel atau gambar.
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik protein daging sapi bali dan wagyu pada bagian otot aktif
dan pasif.
Gambaran salah satu hasil elektroforesis untuk uji karakterisasi protein dengan
menggunakan metode SDS-PAGE, pada daging sapi bali dan wagyu bagian otot
aktif dan pasif disajikan pada Gambar 5.1
A
150 kDa
M
Wa
SBa Wp
SBp
100 kDa
75 kDa
50 kDa
37 kDa
25 kDa
20 kDa
15 kDa
Pita 1
Pita 2
Pita 3
Pita 4
Pita 5
Pita 6
Pita 7
Pita 8
Pita 9
Pita 10
Pita 11
Pita 12
B
Wa
SBa Wp
SBp M
150 kDa
Pita 3
Pita 4
100 kDa
Pita 5
75 kDa
Pita 6
Pita 7
Pita 8
50 kDa
Pita 9
37 kDa
Pita 10
Pita 11
25 kDa
20 kDa
Gambar 5.1 : Hasil elektroforesis pita-pita protein dengan metode SDS PAGE
pada otot aktif dan pasif sapi bali dan wagyu. Ket : M : Marker; Wa :
Wagyu otot aktif (bicep femoralis); SBa : Sapi Bali otot aktif; Wp :
Wagyu otot pasif (rib eye); SBp : Sapi Bali otot pasif. (A) Hasil SDSPAGE pengulangan pertama, (B) Hasil SDS-PAGE pengulangan kedua.
27
28
Setelah dilakukan pengulangan masing-masing 3 (tiga) kali SDS-PAGE
diperoleh gambar seperti pada gambar 5.1, hasil yang teramati pada gambar 5.1
adalah perwakilan dari enam kali SDS-PAGE. Pada gambar (A) untuk sapi bali
aktif (bicep femoralis) dapat diamati pita sebanyak 13 pita dan sapi bali pasif (rib
eye) sebanyak 12 pita, sedangkan sapi wagyu aktif diamati pita sebanyak 12 pita
dan sapi wagyu pasif ada 12 pita, dari gambar (B) dapat dilihat dari sapi bali aktif
diamati terdapat 11 pita dan sapi wagyu aktif diamati sebanyak 11 pita, sedangkan
sapi bali pasif sebanyak 10 pita dan sapi wagyu pasif sebanyak 12 pita. Gambar
5.1 dari hasil pengamatan pola pita protein terlihat adanya perbedaan ketebalan
pita protein baik pada sapi bali maupun wagyu dimana otot yang aktif terlihat
lebih tebal dibandingkan yang pasif. Seperti pada pita 6, 9, dan 11 bagian sapi bali
pasif dilihat pada gambar A, pada gambar B terlihat ketebalan pita 7, 9, dan 11
bagian sapi wagyu aktif.
Rata-rata dari 6 (enam) kali elektroforesis ditemukan jumlah pita protein
untuk daging sapi bali aktif 13 pita pada daging wagyu aktif 12 pita, sedangkan
pada sapi bali pasif 12 pita dan sapi wagyu pasif 12 pita.
5.2 Hasil pemeriksaan berat melekul protein daging sapi bali dan wagyu
bagian otot aktif dan pasif.
Berdasarkan persamaan kurva kalibrasi antara nilai Rf dan log berat
melekul
(BM)
marker
diperoleh
regresi
logaritma
dengan
persamaan
Y= (-0,34 ln(x)+1,107) (Lampiran 1). Huruf Y adalah nilai logaritma (BM), X
adalah nilai Rf merupakan hasil dari pembagian jarak pergerakan pita protein dari
29
tempat awal dan jarak pergerakan warna pelacak dari tempat awal. Perhitungan
berat melekul masing-masing sampel didapat dari anti-log Y yang sebelumnya
nilai Rf dikonversikan ke dalam persamaan regresi logaritma, pola pita yang
terbentuk pada gambar 5.1 dapat dihitung dan disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Berat melekul hasil perhitungan elektroforesis daging sapi bali dan wagyu bagian
otot aktif dan pasif.
BM pita protein (KDa) Daging Sapi
No pita
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jml pita
Wagyu aktif
Sapi Bali aktif
Wagyu pasif
Sapi Bali pasif
121.16
56.22
43.81
34.37
29.80
27.44
23.04
21.08
18.54
18.11
16.27
14.54
12
81.23
47.21
40.93
34.37
32.68
29.80
27.44
26.41
23.04
22.34
20.51
15.95
14.29
13
96.73
29.80
43.81
38.44
34.37
31.16
28.56
26.41
23.04
20.51
15.95
14.54
12
96.73
56.22
43.81
36.28
32.68
31.16
28.56
27.44
23.79
23.04
16.27
14.54
12
Setelah diukur pita-pita protein dari masing-masing sampel (Tabel 5.1),
maka terlihat gambaran pita protein yang terdiri dari 12-13 pita protein dengan
berat molekul yang berbeda-beda.
5.3 Hasil pemeriksaan asam amino pada sapi bali dan wagyu bagian otot
aktif dan pasif.
Hasil analisis asam amino esensial dan non esensial pada otot aktif dan
pasif dari sapi bali dan wagyu disajikan pada Tabel 5.2 dan 5.3
30
Tabel 5.2.
Hasil analisis asam amino esensial dalam bentuk berat kering pada otot aktif dan
pasif dari sapi wagyu dan sapi bali.
Konsentrasi asam amino (%)
No Jenis Asam Amino Sapi wagyu Sapi bali Sapi wagyu Sapi bali
Esensial
aktif
aktif
pasif
pasif
4,66
4,68
3,48
3,78
1 Histidin
1,56
1,57
1,90
1,66
2 Treonin
2,67
2,57
2,68
2,46
3 Arginin
3,67
0,76
1,59
1,91
4 Metionin
1,22
1,09
0,77
0,57
5 Valin
fenilalanin
4,15
2,72
2,69
2,17
6
2,92
2,88
1,71
1,41
7 Isoleusin
3,66
1,54
1,70
1,42
8 Leusin
3,91
3,53
4,34
1,52
9 Lisin
Total (%)
28,42
21,34
20,86
16,09
Pada Tabel 5.2 terlihat total asam amino sapi wagyu maupun sapi bali
pada bagian otot yang aktif lebih tinggi dibanding dengan otot yang pasif. Total
asam amino esensial untuk otot aktif pada sapi wagyu sebesar (28,42%). Hasil ini
lebih tinggi dari sapi bali sebesar (21,34%) demikian halnya dengan otot yang
pasif yaitu pada sapi wagyu (20,86%) dan sapi bali (16,09%).
Tabel 5.3.
Hasil analisis asam amino non esensial dalam bentuk berat kering pada otot aktif
dan pasif dari sapi wagyu dan sapi bali.
Konsentrasi asam amino (%)
No Jenis Asam Amino Sapi wagyu Sapi bali Sapi wagyu Sapi bali
Non Esensial
aktif
aktif
pasif
pasif
Asam aspartat
4,74
4,01
3,79
3,55
1
Asam glutamat
5,84
5,70
7,11
6,33
2
Serin
1,16
9,91
4,27
4,73
3
Glisin
0,81
0,73
1,02
0,82
4
Alanin
1,50
1,41
2,06
1,79
5
Tirosin
2,02
3,42
1,34
1,19
6
Total (%)
26,07
25,18
19,59
18,41
31
Data Tabel 5.3 menunjukkan total asam amino sapi wagyu maupun sapi
bali pada bagian otot yang aktif lebih tinggi dibanding dengan otot yang pasif.
Total asam amino non esensial untuk otot yang aktif pada sapi wagyu (26,07%)
sedangkan pada Sapi bali sebesar (25,18%) demikian halnya dengan otot yang
pasif yaitu pada sapi wagyu (19,59%) dan sapi bali (18,41%).
5.4 Histogram perbandingan konsentrasi asam amino antara otot aktif dan
pasif dari daging sapi wagyu dan sapi bali.
Gambaran histogram perbedaan konsentrasi asam amino esensial antara
sapi bali dan sapi wagyu pada bagian otot aktif maupun pasif disajikan pada
1
3.90
3.53
4.15
2.71
2.91
2.87
3.67
3.66
1.54
2
1.56
1.57
3
0.76
1.21
1.09
4
2.67
2.56
5
4.66
4.68
Konsentrasi Asam Amino (%)
Gambar 5.2 sedangkan untuk asam amino non esensial pada Gambar 5.3.
wagyu aktif
sapi bali aktif
0
Jenis Asam Amino
Gambar 5.2. Histogram asam amino esensial daging sapi bali dan wagyu otot
aktif (Bicep femoralis).
Hasil dari Gambar 5.2 terlihat konsentari asam amino esensial daging
wagyu otot aktif lebih tinggi dibanding sapi bali aktif. Perbedaan ini terutama
terlihat pada asam amino metionin, fenilalanin dan leusin dari sapi wagyu aktif
masing-masing sebesar 3,67%, 4,15% dan 3,66% sedangkan untuk sapi bali aktif
masing-masing sebasar 0,76%, 2,71% dan 1,54%.
2,00
2,02
3,42
4,00
0,81
0,73
6,00
1,50
1,41
8,00
5,84
5,70
10,00
9,91
11,16
12,00
4,74
4,01
Konsentrasi Asam Amino (%)
32
wagyu aktif
sapi bali aktif
0,00
Jenis Asam Amino
Gambar 5.3. Histogram asam amino non esensial daging sapi bali dan wagyu otot
aktif (Bicep femoralis) .
Hasil dari gambar 5.3 terlihat konsentrasi asam amino non esensial daging
wagyu aktif lebih tinggi disbanding sapi bali aktif. Perbedaan ini terutama terlihat
pada asam amino asam aspartat, dan serin dari sapi wagyu aktif masing-masing
sebesar 4,74% dan 11,16% sedangkan untuk sapi bali aktif masing-masing sebasar
4,34
1,52
1,90
1,66
2,68
2,46
1,59
1,91
0,77
0,57
2,69
2,17
1,71
1,41
1,70
1,42
5
4,5
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
3,48
3,78
Konsentrasi Asam Amino (%)
4,01% dan 9,91% .
wagyu pasif
sapi bali pasif
Jenis Asam Amino
Gambar 5.4. Histogram asam amino esensial daging sapi bali dan wagyu otot
pasif (Rib eye).
33
Hasil dari Gambar 5.4 terlihat konsentari asam amino esensial daging
wagyu otot pasif lebih tinggi disbanding sapi bali otot pasif. Perbedaan ini
terutama terlihat pada asam amino fenilalanin dan lisin dari sapi wagyu aktif
masing-masing sebesar 2,69% dan 4,34% sedangkan untuk sapi bali pasif masing-
1,34
1,19
2,06
1,79
1,02
0,82
4,27
4,73
7,10
6,33
8,00
7,00
6,00
5,00
4,00
3,00
2,00
1,00
0,00
3,79
3,55
Konsentrasi Asam Amino (%)
masing sebasar 2,17% dan 1,52% .
wagyu pasif
sapi bali pasif
Jenis Asam Amino
Gambar 5.5. Histogram asam amino non esensial daging sapi bali dan wagyu otot
pasif (Rib eye).
Hasil dari Gambar 5.5 terlihat konsentari asam amino non esensial daging
wagyu otot pasif lebih tinggi dibanding sapi bali pasif. Perbedaan ini terutama
terlihat pada asam amino asam glutamat dari sapi wagyu pasif masing-masing
sebesar 7,11% sedangkan untuk sapi bali pasif masing-masing sebasar 6,33%.
BAB VI
PEMBAHASAN
Pola pita protein yang muncul pada daging sapi bali sangat berbeda
dengan pola pita protein yang muncul pada daging wagyu. Berdasarkan hasil
elektroforesis pola pita protein antara kedua daging yang muncul dengan metode
yaitu SDS-PAGE menunjukkan hasil analisis protein dari pita yang muncul dan
perhitungan berat melekul baik sapi bali maupun sapi wagyu pada bagian otot
aktif (bicep femoralis) maupun pasif (rib eye) berbeda.
Perbedaan ketebalan pola pita protein dapat disebabkan karena adanya
perbedaan jenis bangsa sapi, ketebalan pola pita protein baik pada sapi bali dan
sapi wagyu dimana otot aktif terlihat lebih tebal dibandingkan dengan daging
yang berasal dari otot pasif. Pita yang tebal menunjukkan bahwa kandungan
protein tersebut tinggi atau konsentrasinya tinggi sedangkan pita yang tipis
menunjukkan bahwa kandungan proteinnya rendah. Menurut Cahyarini et al
(2004), perbedaan tebal dan tipisnya pita yang terbentuk disebabkan karena
perbedaan jumlah dari molekul-molekul yang termigrasi, pita tebal merupakan
iksasi dari beberapa pita. Pita yang memiliki kekuatan ionik lebih besar akan
termigrasi lebih jauh dari pada pita yang berkekuatan ionik kecil. Menurut Yunus
(2007), menyatakan bahwa protein dapat digunakan sebagai ciri genetik untuk
mempelajari keragaman individu dalam satu populasi. Ada atau tidaknya pita
pada jarak migrasi tertentu menunjukkan ada atau tidaknya protein yang termigrasi dan berhenti pada jarak tersebut selama proses elektroforesis.
34
35
Setelah melihat pola pita protein dilakukan perhitungan berat melekul
(BM) pada masing-masing pita dengan menghitung Rf. Hasil dari tabel 5.1
terlihat adanya perbedaan berat melekul dari sapi wagyu maupun sapi bali dari
otot aktif dan otot pasif. Hasil elektroforesis pada daging sapi wagyu teramati
masing-masing 12 pita dan memiliki BM tertinggi (121,16) kDa pada otot aktif
dan (96,73) kDa pada otot pasif, sedangkan pada daging sapi bali teramati 13 pita
pada otot aktif dengan BM (81,23) kDa dan pada otot pasif 12 pita dengan BM
(96,73) kDa.
Hasil analisis diperoleh 15 jenis asam amino yang terdiri atas 9 jenis asam
amino esensial dan 6 jenis asam amino non esensial. Ditinjau dari komposisi asam
amino, maka protein daging sapi tergolong protein yang berkualitas tinggi karena
banyak mengandung asam amino esensial yang dibutuhkan manusia. Total dari
asam amino esensial yang dibutuhkan manusia menurut FAO adalah 36% dan
menurut FNB (Food and Nutrition Board) adalah 37,7%.
Konsentrasi asam amino daging yang berasal dari otot aktif lebih tinggi
dibandingkan dengan otot yang bergerak pasif, baik pada daging wagyu maupun
daging sapi bali. Hasil penelitian konsentrasi asam amino esensial sapi wagyu
aktif ditemukan asam amino esensial histidin memiliki konsentrasi tertinggi
(4,66%) dan pada konsentrasi (4,68%) pada sapi bali aktif, sedangkan asam amino
esensial otot pasif dilihat dari asam amino lisin sebesar (4,34%) pada daging sapi
wagyu pasif dan pada konsentrasi (1,52%) pada daging sapi bali pasif. Tinggi
besarnya beberapa asam amino esensial dari daging wagyu ditenggarai
36
berpengaruh terhadap kualitas daging seperti wagyu yang lebih baik dibandingkan
dengan daging sapi bali.
Menurut lawrie (1998) daging yang berkualitas adalah daging yang
mengandung biological value yang bagus, indikator nilai biological value terdiri
dari kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar abu, dan kadar karbohidrat.
Biological value daging bervariasi tergantung pada spesies, pakan, umur
dan jenis otot. Rata-rata biological value daging sapi yaitu protein bervariasi
antara 16-22%, lemak 1,5-13%, senyawa nitrogen non protein 1,5%, senyawa
organik 1%, karbohidrad 0,5% dan air antara 65-80% (Soeparno, 2005)
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan
1. Sapi wagyu memiliki karakteristik protein yang berbeda dibandingkan daging
sapi bali, dengan konsentrasi asam amino daging wagyu yang lebih tinggi.
2. Otot aktif (bicep femoralis) diketahui memiliki pita protein yang berbeda
dibandingkan dengan otot pasif (rib eye) dengan konsentrasi asam amino otot
aktif yang lebih tinggi.
7.2. Saran
1 Untuk pemilihan kadar protein pada daging, konsumen diharapkan
memperhatikan aktifitas fisik otot sebagai sumber daging.
2 Untuk lebih memastikan pengaruh aktifitas fisik terhadap tebal tipisnya pita
protein perlu dilakukan uji lanjutan dengan melakukan penskoran terhadap
tebal tipisnya pita protein.
37
DAFTAR PUSTAKA
Aberle, H. B. Forrest, J. C., E. D. Hendrick., M. D. Judge dan R. A. Merkel. 2001.
Principle of Meat Science. 4th Edit. Kendal/Hunt Publishing, Iowa.
Abustam,
E.
2009.
Penyedian
Daging.
http://cinnatalemieneabustam.blogspot.com. Tanggal akses 9 November 2013.
Adi Gunawan M.S.2001. mekanisme dan mekanika pergerakan otot. Integral, vol
6 no 3.
Andrews, A. T. 1988. Electrophoresis theory, techniques, and biochemical and
clinical applications. Clarendon Press. 452 Pp.
Anggorodi R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia, Jakarta
Anwar Nur. M. H. Adijuwana, Kosasih. 1992. Teknik Laboratorium. Dep.
Pendidikan, dan Kebudayaan Ditjen DIKTI. Pusat antar Universitas Ilmu
Hayat Institute Pertanian Bogor.
Bahar, B. 2003. Panduan Praktis Memilih Produk Daging Sapi. Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta
Berger R. G., Mageau, RP, Schwab B., Johnston RW. 1988. Detection of Poultry
and Pork in Cooked and Canned meat foods by enzyme-linked
Immunosrbent Assays J. Assoc Off Anal Chem Mar.-April 71(2):406-9.
Booth, A. G and hames, B. D. 1987. Pemurnian protein. Institute Pertanian
Bogor-Australia Project. Halaman 33-36.
Cahyarini R.D, Ahmad Yunus, Edi Purwanto, 2004. Identifikasi Keragaman
Genetik Beberapa Varietas Lokal Kedelai di Jawa Berdasarkan Analisis
Isozim. Agrosains. 6(2) : 96 – 104.
Cavalla S. V., S.V. Silva, C. Cimino, F. X. malcata, N. Priolo. 2006. Hydrolysis
of caprine and ovine milk proteins, brought about by aspartic peptidases
from silybum marianum flowers: Argentina-Portugal. Pp. 1-7.
Darmadja, S.D.N.D. 1980. Setengah Abad Peternakan Sapi Tradisional dalam
Ekosistem Pertanian di Bali. Disertasi Universitas Padjajaran, Bandung.
Delman, H. D dan E.M Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner 1 3,
Penerjemah Jam Tambayong. Buku Kedokteran EGC. Jakarta
38
39
Djuwita, T. 2004. Pemanfaatan Teknik Elektroforesis untuk karakterisasi DNA
dan Protein. Dalam Modul pemanfaatan teknik dan Instrumentasi pada
Tingkat Molekuler untuk meningkatkan Potensi Penelitian dan Terapan di
Bidang Biologi dan Biomedis. Pelatihan Dosen universitas/perguruan
Tinggi. Kerja sama proyek Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia
Direktorat jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Dengan Departemen Anatomi IPB, Bogor, 21 Juni-30 Juni 2004.
Eldridge, F.E. 1985. The Cytogenetics of Livestock. Connecticut: AVI Publishing
Company, Inc. Westport.
Hardjosubroto,W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Jakarta: PT
Gramedia Widiasarana Indonesia.
Hardjosubroto W, Astuti JM. 1993. Buku Pintar Peternakan . PT Gramedia
Widiasarana Indonesia. Jakarta.
Jamhari, 1995. Karakteristik Fisik dan kimia daging. Bul. Peternakan. 19(1).
Judge, M. D., E. D. Aberle, J. C. Forrest, H. B. Hedrick, dan R. A. Merkel, 1989.
Principles Of Meat Science. 2nd., Kendall/Hunt Publishing Co. Dubuque,
Iowa
Johnson, P. A. 2010. The Heritability of Factors that Influence Tendernes in Beef
Cattle. Dissertation. Texas Tech University. USA.
Kandeepan, G., A. S. R. Anjaneyulu, V. K. Rao, U. K. Pal, P. K. Mondal and C.
K. Das. 2009. Feeding Regimens affecting meat quality characteristics.
Meso. 11(4):240--‐249.
Laemmli, U. K. 1970. Cleavagen on structural proteins during the assembly of the
head of bacteriopage T4. Nature 227: 680-685
Lehninger, A.L. 1998. Dasar-dasar Biokimia. Terjemahan : thenawidjaja, M.
Erlangga, Jakarta.
Lawrie, R. A. 1991. Meat Science. Ed ke-4. Oxford : Pergamon Pr
Lawrie, R. A. 1998. Lawrie’s Meat Science. 6th Ed. Woodhead Publishing ltd.,
Cambridge.
Lawrie, R. A 2003. Ilmu Daging (Terjemahan; Aminuddin Parakkasi). Penerbit
Universitas Indonesia. Hal 34-63.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan
40
Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor. 59
Muchtadi, D. 1993. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Program Pascasarjana.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Murtidjo, B.A. 1990. Beternak Sapi Potong. Cetakan Pertama. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta
Payne, W.J.A. and D.H.L. Rollinson. 1973. Bali cattle. World Anim. Rev. 7: 1321.
Purbowati, E., C. I. Sutrisno, E. Baliarti, S. P. S.Budhi Dan W. Lestariana. 2006.
Karakteristik Fisik otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba lokal
jantan yang dipelihara di pedesaan pada bobot potong yang berbeda. J.
Protein. 33(2):147-153.
Rianto, J. 2004, Tampilan Kualitas Fisik daging sapi Peranakan Ongol/PO. J.
Pengembangan Tropis. Edisi Spesial (2): 28-32
Riley, D. G., C. C.Chase, Jr., A. C. Hammond, R. L. West, D. D. Johnson, T. A.
Olson, and S. W. Coleman. 2003. Estimated genetic parameter for
palability traits of steak from Brahman cattle. J. Anim. Sci. 81:54-60.
Rollinson, D.H.L. 1984. Bali Cattle. In: Evolution of Domesticated Animals.
Mason, I.L. (Ed.). New York: Longman.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi daging. Gadjah Mada University Press, 332
Halaman.
Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press.,
Yogyakarta
Soeparno. 2005 Ilmu dan Teknologi daging. Gajah mada University Press.
Yogyakarta
Sudarmadji, S., Haryono, B., Suhadi. 1989. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Edisi I. Cetakan wl Pertama. Yogyakarta:Liberty.
Suwiti N. K., Wijayanti, N. P. P., Rumbawa, Besung, I.N. K. 2012. Bobot Badan
Dan Umur Sapi Bali Yang Dijual Di Pasar Hewan Dalam Hubungannya
Dengan Produksi Daging. Proseding Seminar Nasional “Peningkatan
Produksi Dan Kualitas Daging Sapi Bali Nasional”. Pusat Kajian Sapi
Bali Universitas Udayana. 14 september 2012. Denpasar
41
Suwiti N. K., Suastika, P., Swacita, I. B. N., dan Piraksa, W. 2013. Prosiding
seminar nasional sapi bali : Tingkat Kesukaan Wisatawan Asing Di Bali
Terhadap Daging Sapi Bali Dan Wagyu. Hal 42. Cetakan 24 september
2013. Denpasar
Swatland, J. H 1984. Structute and development of meat Animal. Prentice-Hall
Inc, Englewood clifs, New jersey.
Talib C. 2002. Sapi Bali di daerah sumber bibit dan peluang pengembangannya.
Wartazoa 12:3.
Usmiati, S. 2010. Pengawetan Daging Segar dan Olahan. Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.
Vance, R.D, H. W. Ockerman; V. R. Cahill end R. S. F Plinpton, JR. 1971. In
beef cascass evaluasion cemical composition, as related to selectif
measurements used. Janim SCI. 33: 744-749
Wheeler, T. L., S. D. Shackelford, and M. Koohmaraie. 2000. Relationship of
beef longissimus tenderness classes to tenderness of gluteus medius,
semimembranosus, and bicep femoralis. J. Anim. Sci. 78:2856-2861.
Whellwright, S. M. 1991. Portein Purification; Design and scale up of downsteam
processing. Hanser Publishers, Munich Vienna New York, Barcelona. 228
pp.
Winarno , F. G. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka, Jakarta
Yunus, A. 2007. Studi Morfologi dan Isozim Jarak Pagar (Jatropa curcas L.)
Sebagai Bahan Baku Energi Terbarukan di Jawa Tengah. Journal Enviro
9(1) : 73 – 82. Fakultas Pertanian UNS, Surakarta.
LAMPIRAN
42
43
Lampiran 1. Tabel dan Gambar perhitungan elektroforesis pada daging sapi
bali dan wagyu bagian otot aktif dan pasif
Tabel standar marker elektroforesis
No
Pita
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jarak Pita
standar (cm)
0.1
0.2
0.4
0.7
1.3
1.8
2.6
3.1
3.4
5
Jarak Pita
Pelacak (cm)
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
Rf
0.02
0.04
0.08
0.13
0.25
0.34
0.49
0.58
0.64
0.94
BM
(KD)
250
150
100
75
50
37
25
20
15
10
Log BM
2.39794
2.17609
2
1.87506
1.69897
1.56820
1.39794
1.30103
1.17609
1
Gambar persamaan regresi logaritma
Log BM
y = -0,34ln(x) + 1,107
R² = 0,969
3
LOG BM
2,5
2
1,5
1
0,5
0
0
0,2
0,4
0,6
Rf
0,8
1
44
Tabel data sapi wagyu bagian otot bicep femoralis
No
Pita
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jarak Pita
standar
(cm)
0.3
0.8
1.1
1.5
1.8
2
2.5
2.8
3.3
3.4
3.9
4.5
Jarak Pita
Pelacak
(cm)
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
Rf
ln(x)
0.06
0.15
0.21
0.28
0.34
0.38
0.47
0.53
0.62
0.64
0.74
0.85
-2.87168
-1.89085
-1.5724
-1.26224
-1.07992
-0.97456
-0.75142
-0.63809
-0.47378
-0.44393
-0.30673
-0.16363
y=LOG
BM
BM
2.0833711 121.16
1.7498891 56.22
1.6416149 43.81
1.5361622 34.37
1.4741729 29.80
1.4383503 27.44
1.3624815 23.04
1.3239497 21.08
1.2680867 18.54
1.2579367 18.11
1.2112883 16.27
1.162634 14.54
a
b
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
Tabel data sapi wagyu bagian otot rib eye
No
pita
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jarak Pita
standar
(cm)
0.4
1.8
1.1
1.3
1.5
1.7
1.9
2.1
2.5
2.9
4
4.5
Jarak Pita
pelacak
(cm)
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
Rf
ln(x)
y=LOG
BM
BM
a
b
0.08
0.34
0.21
0.25
0.28
0.32
0.36
0.40
0.47
0.55
0.75
0.85
-2.58400
-1.07992
-1.57240
-1.40534
-1.26224
-1.13708
-1.02585
-0.92577
-0.75142
-0.60300
-0.28141
-0.16363
1.9855592
1.4741729
1.6416149
1.5848165
1.5361622
1.4936067
1.45579
1.4217616
1.3624815
1.3120187
1.2026802
1.162634
96.73
29.80
43.81
38.44
34.37
31.16
28.56
26.41
23.04
20.51
15.95
14.54
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
45
Tabel data sapi bali bagian otot bicep femoralis
No
pita
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Jarak Pita
standar
(cm)
0.5
1
1.2
1.5
1.6
1.8
2
2.1
2.5
2.6
2.9
4
4.6
Jarak Pita
pelacak
(cm)
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
Rf
ln(x)
y=LOG
BM
BM
a
b
0.09
0.19
0.23
0.28
0.30
0.34
0.38
0.40
0.47
0.49
0.55
0.75
0.87
-2.36085
-1.66771
-1.48539
-1.26224
-1.1977
-1.07992
-0.97456
-0.92577
-0.75142
-0.7122
-0.603
-0.28141
-0.14165
1.9096904
1.6740203
1.612031
1.5361622
1.5142191
1.4741729
1.4383503
1.4217616
1.3624815
1.3491464
1.3120187
1.2026802
1.1551612
81.23
47.21
40.93
34.37
32.68
29.80
27.44
26.41
23.04
22.34
20.51
15.95
14.29
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
Tabel data sapi bali bagian otot rib eye
No
pita
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Jarak Pita
standar
(cm)
0.4
0.8
1.1
1.4
1.6
1.7
1.9
2
2.4
2.5
3.9
4.5
Jarak Pita
pelacak
(cm)
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
5.3
Rf
ln(x)
y=LOG
BM
BM
a
b
0.08
0.15
0.21
0.26
0.30
0.32
0.36
0.38
0.45
0.47
0.74
0.85
-2.584
-1.89085
-1.5724
-1.33123
-1.1977
-1.13708
-1.02585
-0.97456
-0.79224
-0.75142
-0.30673
-0.16363
1.9855592
1.7498891
1.6416149
1.5596198
1.5142191
1.4936067
1.45579
1.4383503
1.3763609
1.3624815
1.2112883
1.162634
96.73
56.22
43.81
36.28
32.68
31.16
28.56
27.44
23.79
23.04
16.27
14.54
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
-0.34
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
1.107
46
Lampran 2 Gambar sampel daging yang akan di elektroforesis
Sampel daging sapi wagyu dan sapi bali bagian otot bicep dan rib eye
Daging yang telah dicincang
Sentrifugasi sampel untuk
mengambil supernatan
Sampel daging yang telah dihaluskan
47
Lampiran 3 gambar alat elektroforesis
A
Alat dan sampel elektroforesis
B
Memasukkan sampel kedalam sumur elektroforesis
48
Lampiran 4 Gambar sampel dan alat HPLC
1
Sampel HPLC
2
3
Gambar 2 dan 3 rangkaian alat HPLC
49
Lampiran 5. Hasil analisis asam-asam amino
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Asam Amino
Aspartic asid
Glutamic acid
Serine
Histidine
Glycine
Threonine
Arginine
Alanine
Tyrosine
Methionine
Valine
Phenylanine
Isoleucine
Leucine
Lysine
Total
W Bicep
4.738
5.837
11.157
4.665
0.807
1.567
2.673
1.501
2.020
3.672
1.219
4.153
2.916
3.664
3.906
54.494
Konsentrasi Asam Amino (%)
SB Bicep W Rib eye SB Rib eye
4.009
3.791
3.550
5.701
7.105
6.326
9.905
4.272
4.729
4.681
3.483
3.776
0.728
1.021
0.819
1.572
1.903
1.661
2.567
2.683
2.461
1.409
2.063
1.786
3.421
1.343
1.191
0.762
1.588
1.913
1.094
0.770
0.574
2.717
2.688
2.168
2.879
1.710
1.406
1.544
1.695
1.421
3.533
4.343
1.519
46.521
40.459
35.301
Lampiran 6. Hasil uji elektroforesis pada daging sapi bali dan wagyu bagian
otot aktif dan pasif.
Wa SBa Wp SBp M
M Wa SBa Wp SBp
3
M Wa SBa Wp SBp
4
Wa SBa Wp SBp M
1
2
50
Lampiran 7. Contoh hasil prin out uji HPLC
Download