SPEKTROFOTOMETRI ULTRAVIOLET DAN TAMPAK (VISIBLE) A

advertisement
SPEKTROFOTOMETRI
ULTRAVIOLET DAN TAMPAK (VISIBLE)
A. Radiasi Elektromagnetik
Radiasi Elektromagnetik, yang mana sinar ultraviolet dan sinar tampak
merupakan salah satunya, dapat dianggap sebagai energi yang merambat dalam
bentuk
gelombang.
Beberapa
istilah
dan
hubungan
digunakan
untuk
menggambarkan gelombang ini.
Panjang gelombang merupakan jarak linier dari suatu titik pada satu gelombang
ke titik yang bersebelahan pada gelombang yang berdekatan.
Dimensi panjang gelombang adalah panjang (L) yang dapat dinyatakan dalam
centimeter (cm), atau yang lebih umum adalah dalam unit-unit berikut :
1 angstrom
= 10-8 cm = 10-10 m
1 nanometer (nm)
= 10-7 cm
= 10-9 m
= 1 milimikron (mµ)
= 10 Ǻ (10 angstrom)
1 mikrometer (mµ)
= 10-6 m = 10-4 cm = 1 mikron (µ)
Satuan nanometer (nm) saat ini dipilih daripada satuan yang pemakaiannya lebih
kuno yakni milimikron (mµ). Huruf latin lamda (λ) merupakan symbol yang
umum digunakan untuk panjang gelombang (Rohman, 2007).
Frekuensi merupakan banyaknya gelombang yang melewati suatu titik
tertentu dalam satuan waktu. Dimensi frekuensi adalah seper waktu (T -1) dan
satuan yang digunakan biasanya detik-1. Satuan frekuensi juga dapat dinyatakan
sebagai putaran perdetik atau Hertz (Hz). Frekuensi biasanya disimbolkan dengan
huruf latin nu (υ). Bilangan gelombang merupakan seper panjang gelombang (1/λ)
sehingga satuannya adalah 1/panjang. Jika panjang gelombang dinyatakan dengan
cm-1 (Rohman, 2007).
Ada hubungan antara energi yang dimiliki radiasi elektromagnetik,
frekuensi, dan panjang gelombang yang bersangkutan :
E = h υ .......................................................................(10-1)
υ=
c
λ
.........................................................................(10-2)
Dengan menggabungkan persamaan (10-1) dan (10-2) maka akan diperoleh
persamaan berikut :
E=
hc
λ
........................................................................(10-3)
Yang mana :
E = Energi radiasi cahaya
h
= tetapan planck yang harganya 6,626 x 10-34 joule
c
= kecepatan cahaya yang harganya 2,998 x 1010 cms-1
λ
= panjang gelombang
(Rohman, 2007).
Warna sinar tampak dapat dihubungkan dengan panjang gelombangnya.
Sinar putih mengandung radiasi pada semua panjang gelombang di daerah sinar
tampak. Sinar pada panjang gelombang tunggal (radiasi monokromatik) dapat
dipilih dari sinar putih (sebagai contoh dengan alat prisma). Warna-warna yang
dihubungkan dengan panjang gelombang diringkas pada tabel. Pada kolom ketiga
dari tabel ini disebutkan juga warna komplementer, yang mempunyai makna
sebagai berikut : jika salah satu komponen warna putih dihilangkan (biasanya
dengan absorpsi) maka sinar yang dihasilkan akan nampak sebagai komplemen
warna yang diserap tadi. Jadi jika warna biru (450 sampai 480 nm) dihilangkan
dari sinar putih tersebut (atau warna biru diabsorbsi) maka radiasi yang dihasilkan
adalah warna kuning (Rohman, 2007).
Tabel 1. Hubungan antara warna dengan panjang gelombang sinar tampak
Warna yang
Panjang gelombang
Warna yang diserap
diamati/warna
400 – 435 nm
450 – 480 nm
480 – 490 nm
490 – 500 nm
500 – 560 nm
560 – 580 nm
580 – 595 nm
595 – 610 nm
610 – 750 nm
Ungu (lembayung)
Biru
Biru kehijauan
Hijau kebiruan
Hijau
Hijau kekuningan
Kuning
Orange
Merah
komplementer
Hijau kekuningan
Kuning
Orange
Merah
Merah anggur
Ungu (lembayung)
Biru
Biru kekuningan
Hijau kebiruan
B. Spektrum Absorpsi
Spektrofotometer dapat digunakan untuk mengukur besarnya energi yang
diabsorpsi /diteruskan. Jika radiasi yang monokromatik melewati larutan yang
mengandung zat yang dapat menyerap, maka radiasi ini akan dipantulkan,
diabsorpsi oleh zatnya dan sisanya ditransmisikan.
I0 = I r + I a + I t
Pengaruh Ir dapat dihilangkan dengan menggunakan blanko/kontrol
sehingga :
I0 = I a + I t
(Harmita, 2006)
Lambert dan Beer telah menurunkan secara empirik hubungan antara
intensitas cahaya yang ditransmisikan dengan tebalnya larutan dan hubungan
antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat (Harmita, 2006)
Hukum Lambert – Beer :
A = log
=γ.b.c=a.b.c
Dimana :
A : serapan
I0 : intensitas sinar datang
It : intensitas sinar yang diteruskan
γ : absorbtivitas molekuler (mol.cm. It-1)
a : daya serap (g.cm. It-1)
b : tebal larutan / kuvet
c : konsentrasi (g. It-1. mg. ml-1)
(Harmita, 2006)
Penyimpangan-penyimpangan Hukum Beer :
Pada konsentrasi rendah, grafik hubungan dari serapan dengan konsentrasi
biasanya merupakan garis lurus. Pada konsentrasi yang lebih tinggi kurva ini
dapat membelok ke arah absis atau ordinat. Penyimpangan ini disebabkan oleh
kondisi percobaan yang tidak dipenuhi lagi, yaitu :
1. Cahaya tidak cukup monokromatis
2. Cahaya sampingan (stay radiation) mengenai detektor
3. Kepekaan detektor berubah
4. Intensitas sumber cahaya dan amplifier dari detector berubah-ubah karena
tegangan tidak stabil.
5. Pada desiasi-asosiasi keseimbangan kimia berubah, misalnya pada
perubahan pH larutan
6. Larutan berfluoresensi
7. Suhu larutan berubah selama pengukuran.
Seperti diketahui bahwa Beer hanya berlaku untuk cahaya monokromatis.
Dalam praktek hal ini sukar dipenuhi karena derajat kemonokromatisan
ditentukan oleh lebar celah yang digunakan. Makin kecil lebar celah,
makin monokromatis cahaya yang diperoleh, akan tetapi intensitas cahaya
yang mengenai detector juga makin kecil sehingga kepekaan berkurang
(Harmita, 2006).
C. Penyerapan Radiasi oleh Molekul
Semua molekul mempunyai energi yang dapat digambarkan menjadi beberapa
fenomena.
(1) Molekul secara keseluruhan dapat bergerak yang kejadian ini disebut
dengan translasi ; energi yang berhubungan dengan translasi disebut
dengan energi translasional, Etrans
(2) Bagian molekul (atom atau sekelompok atom) dapat bergerak karena
berkenaan satu sama lain. Gerakan ini disebut dengan vibrasi dan
energinya dinamakan dengan energy vibrasional, Evibr
(3) Molekul dapat
berotasi pada sumbunya dan rotasi ini dikarakterisasi
dengan energy rotasional, Erot
(4) Di samping bentuk gerakan-gerakan tersebut, suatu molekul memiliki
konfigurasi elektronik, dan energinya (energi elektronik) tergantung pada
keadaan elektronik molekul (Rohman, 2007).
Energi suatu molekul merupakan jumlah dari komponen-komponen energi
translasional, vibrasional, rotasional, dan elektronik :
E = Etrans+ Evibr + Erot + Eelek
(Rohman, 2007).
Menurut teori mekanika kuantum, komponen-komponen energi translasional,
vibrasional, rotasional, dan elektronik dapat dianggap hanya memiliki nilai
tertentu pada suatu molekul tertentu ; dan energi-energi ini dikatakan
terkuantisasi. Level energi Etrans, Evibr, Erot , dan Eelek berhubungan erat dengan
struktur molekulnya. Kita dapat mengharapkan bahwa tidak ada 2 molekul yang
mempunyai energi translasional, vibrasional, rotasional, dan elektronik yang
identik (Rohman, 2007).
Jika suatu molekul bergerak dari suatu tingkat energi yang lebih rendah maka
beberapa energi akan dilepaskan. Energi ini dapat hilang sebagai radiasi dan dapat
dikatakan telah terjadi emisi radiasi. Jika suatu molekul dikenai suatu radiasi
elektromagnetik pada frekuensi yang sesuai sehingga energi molekul tersebut
ditingkatkan ke level yang lebih tinggi, maka terjadi peristiwa penyerapan oleh
molekul. Supaya terjadi absorpsi, perbedaan energi antara dua tingkat energi harus
setara dengan energi foton yang diserap. Secara matematis, pernyataan ini dapat
diekspresikan dengan :
E2 – E1 = h . v
E2 = energi pada tingkat yang lebih rendah
E1 = energi pada tingkat yang lebih tinggi
v = frekuensi foton yang diabsorpsi
(Rohman, 2007).
Sinar ultraviolet dan sinar tampak memberikan energi yang cukup untuk
terjadinya transisi elektronik. Dengan demikian spektra UVdan spektra tampak
dikatakan sebagai spektra elektronik. Keadaan energi yang lebih rendah disebut
dengan keadaan dasar (ground state). Transisi-transisi elektronik akan
meningkatkan energi molekuler dari keadaan dasar ke satu atau lebih tingkat
energi tereksitasi (Rohman, 2007).
Terbentuknya pita spectrum disebabkan oleh terjadinya eksitasi elektronik
lebih dari satu macam pada gugus molekul yang sangat kompleks (Rohman,
2007).
D. Penyerapan Sinar UV-Vis oleh Molekul
Penyerapan radiasi sinar ultraviolet dan sinar tampak oleh spesies atom atau
molekul (M) dapat dipertimbangkan sebagai proses dua langkah : Proses yang
melibatkan eksitasi menjadi panas sesuai dengan persamaan berikut :
M + hv  M*
(Rohman, 2007).
Hasil reaksi antara M dengan foton (hv) merupakan partikel yang tereksitasi
secara elektronik yang disimbolkan dengan M*. Waktu hidup M* sangat pendek
(10-8 – 10-9 detik), dan keberadaannya dapat diakhiri dengan berbagai macam
proses relaksasi. Kebanyakan tipe melibatkan konversi energi eksitasi menjadi
energi panas, sesuai dengan persamaan berikut :
M*  M + panas
(Rohman, 2007).
Penyerapan sinar UV dan sinar tampak pada umumnya dihasilkan oleh
eksitasi electron-elektron ikatan, akibatnya panjang gelombang pita yang
mengabsorpsi dapat dihubungkan dengan ikatan yang mungkin ada dalam suatu
molekul (Rohman, 2007).
Ada tiga macam proses penyerapan energi UV dan sinara tampak yaitu :
(1) Penyerapan oleh transisi elektron ikatan dan elektron anti ikatan
(2) Penyerapan oleh transisi electron d dan f dari molekul kompleks
(3) Penyerapan oleh perpindahan muatan (Rohman, 2007).
(1)
Penyerapan oleh transisi electron ikatan dan elktron anti ikatan (electron
sigma, σ ; electron phi, π ; electron tidak berikatan atau non-bonding
elektron, n)
(a)
Elektron sigma (σ)
Orbital molekul ikatan yang menyebabkan terjadinya ikatan
tunggal disebut ikatan sigma. Elektron yang menempatinya disebut
elektron sigma. Distribusi rapat muatan dalam orbital sigma adalah
simetris di sekeliling poros ikatan, sedangkan pada orbital sigma anti
ikatan atau sigma star tidak simetris (Rohman, 2007).
(b)
Elektron phi (π)
Orbital phi terjadi karena overlapping dua atom p. Distribusi rapat
muatan dalam orbital phi adalah sedemikian rupa sehingga sepanjang
poros ikatan antara kedua atom terdapat suatu daerha yang disebut
dengan daerah nodal (nodal lane) yang dalam daerah ini rapat
muatannya rendah (Rohman, 2007).
(c)
Elektron bukan ikatan (n = nonbonding elektron)
Disebut non-bonding elektron karena elektron tersebut tidak ikut serta
dalam pembentukan ikatan kimia dalam suatu molekul (Rohman,
2007).
Diagram tingkat energi elektronik :
Keterangan :
garis pertama σ* , garis kedua π*, garis ketiga n, garis keempat π, dan
garis kelima σ
i.
Transisi sigma-sigma star (σ  σ*)
Energi yang diperlukan untuk transisi ini besarnya sesuai dengan
energi sinar yang frekuensinya terletak di antara UV vakum (kurang dari
180 nm). Jenis transisi ini terjadi pada daerah UV vakum sehingga kurang
bermanfaat untuk analisis dengan cara spektrofotometri UV-Vis (Rohman,
2007).
ii.
Transisi non-bonding elektron – sigma star (n  σ*)
Jenis transisi ini terjadi pada senyawa organik jenuh yang mengandung
atom-atom yang memiliki elektron bukan ikatan (elektron n). Energi yang
diperlukan untuk transisi ini lebih kecil disbanding transisi σ  σ*
sehingga sinar yang diserappun mempunyai panjang gelombang lebih
panjang, yakni sekitar 150-250 nm. Kebanyakan terjadi pada gelombang
200nm. Nilai ε = 100-3000 L.cm-1.mol-1 (Rohman, 2007).
iii.
Transisi n  π* dan transisi π  π*
Untuk memungkinkan terjadinya transisi jenis ini, maka molekul
organik harus mempunyai gugus fungsional yang tidak jenuh sehingga
ikatan rangkap dalam gugus tersebut memberikan orbital phi yang
diperlukan (Rohman, A. dan Ibnu G., 2008).
Perbedaan antara transisi n  π* dan transisi π  π* adalah :
n  π*
•
π  π*
Absorptivitas molar (ε) antara 10-
•
100 L.cm-1.mol-1
•
Absorptivitas molar (ε) antara
1000-10.000 L.cm-1.mol-1
Biasanya, pelarut yang polar
•
Biasanya, pelarut yang polar
menyebabkan pergeseran biru
menyebabkan pergeseran merah
atau hypersochromic shift
atau bathochromic shift
(pergeseran pita serapan ke arah
(pergeseran pita serapan ke arah
panjang gelombang yang lebih
panjang gelombang yang lebih
pendek)
panjang)
(Rohman, 2007).
Kromofor-kromofor organik
Kromofor merupakan semua gugus atau atom dalam senyawa organik
yang mamapu menyerap sinar UV dan sinar tamapak. Pada molekul
organik dikenal pula istilah ausokrom yang merupakan gugus fungsional
yang mempunyai elektron bebas seperti : -OH, -O, -NH2, dan -OCH3 , yang
memberikan transisi n  π*. Terikatnya gugus ausokrom pada gugus
kromofor akan mengakibatkan pergeseran pita absorpsi menuju ke panjang
gelombang yang lebih besar (Rohman, 2007).
(2)
Penyerapan yang melibatkan elektron d dan f
Kebanyakan ion-ion logam transisi menyerap di daerah UV dan
sinar tampak. Untuk seri lantanida dan aktanida, proses absorpsi
dihasilkan oleh transisi elektronik elektron-elektron 4f dan 5f; sementara
itu untuk logam-logam golongan transisi pertama dan kedua, yang
bertanggung jawab terhadap absorpsi adalah elektron-elektron 3d dan 4d
(Rohman, 2007).
(3)
Penyerapan karena perpndahan muatan
Untuk
penyerapan
tujuan
karena
analisis,
perpindahan
spesies-spesies
muatan
yang
sangat
menunjukkan
penting
karena
absorptivitas molarnya sangat besar (ε > 10.000 L.cm-1.mol-1 ) (Rohman,
2007).
Dengan demikian, senyawa-senyawa kompleks akan memberikan
sensitifitas yang tinggi; dalam artian senyawa-senyawa kompleks mudah
dideteksi dan ditentukan kadarnya. Beberapa ion anorganik menunjukkan
penyerapan yang disebabkan oleh perpindahan muatan, karenanya
kompleks-kompleks ini disebut dengan kompleks perpindahan muatan
(charge-transfer complexes). Contoh kompleks ini yang umum adalah
kompleks besi (III) dengan tiosinat atau senyawa fenolik, dan besi (II)
dengan o-fenantrolin dan ferisianida (Rohman, 2007).
E. Instrumentasi Spektrofotometri UV-Vis
Spekrofotometer yang sesuai untuk pengukuran di daerah spektrum ultraviolet
dan sinar tampak terdiri atas suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan
sinar monokromatis dalam jangkauan panjang gelombang 200-800 nm (Rohman,
2007).
Suatu diagram sederhana spektrofotometer UV-Vis ditunjukkan oleh
gambar berikut:
Dengan komponen-komponennya meliputi sumber-sumber sinar, monokromator,
dan sistem optik.
a. Sumber-sumber lampu; lampu deudetrium digunakan untuk daerah UV pada
panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau
lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel (pada panjang gelombang
antara 350-900 nm) (Rohman, 2007).
b. Monokromator; digunakan untuk mendispersikan sinar ke dalam komponenkomponen panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah
(slit). Monokromator berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang
gelombang dilewatkan pada sampel sebagai scan instrumen melewati
spektrum (Rohman, 2007).
c. Optik-optik ; dapat didesain untuk memecahkan sumber sinar sehingga sinar
melewati 2 kompartemen, dan sebagaimana dalam spektrofotometer berkas
ganda (double baem), suatu larutan blanko dapat digunakan dalam satu
kompartemen untuk mengkoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Yang
paling sering digunakan sebagai blanko dalam spektrofotometri adalah semua
pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi (Rohman,
2007).
F. Penggunaan Spektrofotometri UV-Vis
Penggunaan spektrofotometri sebagai sarana penentuan struktur senyawa
memiliki sejarah yang panjang. Reaksi nyala yang populer berdasarkan prinsip
yang sama dengan spektrofotometri. Di pertengahan abad ke-19, kimiawan
Jerman Robert Wilhelm Bunsen (1811-1899) dan fisikawan Jerman Gustav
Robert Kirchhoff (1824-1887) berkerjasama mengembangkan spektrometer
(Gambar 13.2). Dengan bantuan alat baru ini, mereka berhasil menemukan dua
unsur baru, rubidium dan cesium. Kemudian alat ini digunakan banyak kimiawan
untuk menemukan unsur baru semacam galium, indium dan unsur-unsur tanah
jarang. Spektrofotometri ntelah memainkan peran penting dalam penemuan gasgas mulia (Takeuchi, 2009).
Metoda penyelidikan dengan bantuan spektrometer disebut spektrometri.
Dengan sumber cahaya apapun, spektrometer terdiri atas sumber sinar, prisma, sel
sampel, detektor dan pencatat. Fungsi prisma adalah untuk memisahkan sinar
polimkromatis di sumber cahaya menjadi sinar monokromatis, dan dengan
demikian memainkan peran kunci dalam spectrometer (Takeuchi, 2009).
Dalam spektrometer modern, sinar yang datang pada sampel diubah panjang
gelombangnya secara kontinyu. Hasil percobaan diungkapkan dalam spektrum
dengan absisnya menyatakan panjang gelombang (atau bilangan gelombang atau
frekuensi) sinar datang dan ordinatnya menyatakan energi yang diserap sampel
(Takeuchi, 2009).
Salah satu contoh instrumentasi analisis yang lebih kompleks adalah
spektrofotometer UV-Vis. Alat ini banyak bermanfaat untuk penentuan
konsentrasi senyawa-senyawa yang dapat menyerap radiasi pada daerah
ultraviolet (200 – 400 nm) atau daerah sinar tampak (400 – 800 nm). Analisis ini
dapat digunakan yakni dengan penentuan absorbansi dari larutan sampel yang
diukur (Sastrohamidjojo, 1991).
Umumnya spektrofotometri dengan sinar ultraviolet (UV) dan sinar tampak
(VIS) dibahas bersama karena sering kedua pengukuran dilakukan pada waktu
yang sama. Karena spektrofotometri UV-VIS berkaitan dengan proses berenergi
tinggi yakni transisi elektron dalam molekul, informasi yang didapat cenderung
untuk molekul keseluruhan bukan bagian-bagian molekulnya. Metoda ini sangat
sensitif dan dengan demikian sangat cocok untuk tujuan analisis. Lebih lanjut,
spetroskopi UV-VIS sangat kuantitatif dan jumlah sinar yang diserap oleh sampel
diberikan oleh ungkapan hukum Lambert-Beer. Menurut hukum ini, absorbansi
larutan sampel sebanding dengan panjang lintasan cahaya d dan konsentrasi
larutannya c (Beran, 1996).
Prinsip penentuan spektrofotometer UV-Vis adalah aplikasi dari Hukum
Lambert-Beer, yaitu:
A = - log T = - log It / Io = ε . b . C
Dimana :
A = Absorbansi dari sampel yang akan diukur
T = Transmitansi
I0 = Intensitas sinar masuk
It = Intensitas sinar yang diteruskan
ε = Koefisien ekstingsi
b = Tebal kuvet yang digunakan
C = Konsentrasi dari sampel
Penyebab
kesalahan
sistematik
yang
sering
terjadi
dalam
analisis
menggunakan spektrofotometer adalah:
a) Serapan oleh pelarut
Hal ini dapat diatasi dengan penggunaan blangko, yaitu larutan yang berisi
matrik selain komponen yang akan dianalisis.
b) Serapan oleh kuvet
Kuvet yang biasa digunakan adalah dari bahan gelas atau kuarsa.
Dibandingkan dengan kuvet dari bahan gelas, kuvet kuarsa memberikan
kualitas yang lebih baik, namun tentu saja harganya jauh lebih mahal. Serapan
oleh kuvet ini diatasi dengan penggunaan jenis, ukuran, dan bahan kuvet yang
sama untuk tempat blangko dan sampel.
c) Kesalahan fotometrik normal pada pengukuran dengan absorbansi sangat
rendah atau sangat tinggi, hal ini dapat diatur dengan pengaturan konsentrasi,
sesuai dengan kisaran sensitivitas dari alat yang digunakan. (melalui
pengenceran atau pemekatan) (Sastrohamidjojo, 1991).
Dengan mengukur transmitans larutan sampel, dimungkinkan untuk
menentukan konsentrasinya dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Karena
spektrofotometri UV-VIS sangat sensitif dan spektrometernya dapat dibuat
dengan ukuran yang sangat kecil, metoda ini khususnya sangat bermanfaat untuk
analisis lingkungan, dan khususnya cocok untuk pekerjaan di lapangan (Miller,
2000).
Hukum Lambert-Beer dipenuhi berapapun panjang gelombang sinar yang
diserap sampel. Panjang gelombang sinar yang diserap oleh sampel bergantung
pada struktur molekulsampelnya. Jadi spektrometri UV-VIS dapat digunakan
sebagai sarana penentuan struktur. Sejak 1876, kimiawan Swiss-Jerman Otto
Nikolaus Witt (1853-1915) mengusulkan teori empiris warna zat (yang ditentukan
oleh panjang gelombang sinar yang diserap) dan struktur bagian-bagiannya.
Menurut teori ini, semua senyawa berwarna memiliki beberapa gugus tak jenuh.
Gugus fungsi semacam ini disebut dengan kromofor. Semua senyawa pewarna
dan pigmen memiliki kromofor (Miller, 2000).
Terdapat beberapa faktor lain yang harus diperhatikan sehubungan dengan
warna senyawa. Panjang konjugas linear adalah faktor yang penting. Misalnya,
warna merah ß-karoten berasal dari sistem terkonjugasi, dan warna ini cocok
dengan hasil perhitungan kimia kuantum. Terdapat beberapa gugus fungsi, seperti
-NR2, -NHR, -NH2, -OH dan -OCH3, yang memiliki efek memekatkan warna
kromofornya. Semua ini disebut auksokrom.
Struktur ß-karoten. Warna merah wortel dan tomat adalah akibat sistem
terkonjugasi yang panjang ini.
Namun, tidak mungkin menyimpulkan struktur senyawa dari senyawa dari
warnanya atau panjang gelombang sinar yang diserapnya (Takeuchi, 2009).
Untuk mengatasi kesalahan pada pemakaian spektrofotometer UV-Vis maka
perlu dilakukan kalibrasi. Kalibrasi dalam spektrofotometer UV-Vis dilakukan
dengan menggunakan blangko:
Setting nilai absorbansi = 0
Setting nilai transmitansi = 100 %
Penentuan kalibrasi dilakukan denganikuti prosedur sebagai berikut:
a. Dilakukan dengan larutan blangko (berisi pelarut murni yang digunakan
dalam sampel) dengan kuvet yang sama.
b. Setiap perubahan panjang gelombang diusahakan dilakukan proses kalibrasi.
c. Proses kalibrasi pada pengukuran dalam waktu yang lama untuk satu macam
panjang gelombang, dilakukan secara periodik selang waktu per 30 menit
(Beran, 1996).
Dengan adanya proses kalibrasi pada spektrofotometer UV-Vis ini maka akan
membantu pemakai untuk memperoleh hasil yang kaurat dan presisi (Beran,
1996).
G. Aspek Kualitatif dan Kuantitatif dalam Spektrofotometri UV-Vis
Spektra uv-vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan sekaligus dapat
digunakan untuk analisis kuantitatif.
1. Aspek Kualitatif
Data spectra UV-Vis secara tersendiri tidak dapat digunakan untuk
identifikasi kualitatif obat atau metabolitnya. Akan tetapi jika digabung
dengan cara lain seperti spektroskopi infra merah, resonansi magnet inti,
dan spektroskopi massa, maka dapat digunakan untuk maksud identifikasi/
analisis kualitatif suatu senyawa tersebut. Data yang diperoleh dari
spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang maksimal, intensitas,
efek pH, dan pelarut; yang kesemuanya itu dapat diperbandingkan dengan
data yang sudah dipublikasikan (Published data). Dari spectra yang
diperoleh dapat dilihat, misalnya:
a. Serapan (absorbansi) berubah atau tidak karena perubahan pH. Jika
berubah, bagaimana perubahannya apakah dari batokromik ke
hipsokromik dan sebaliknya atau dari hipokromik ke hiperkromik, dan
sebaliknya (Ghalib dan Rohman, 2007).
b. Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol; atau obat-obat
yang berisi auksukrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin,
siklizin dan pensiklidin (Ghalib dan Rohman, 2007).
2. Aspek Kuantitatif
Dalam aspek kuantitatif, suatu berkas radiasi dikenakan pada
cuplikan (larutan sampel) dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan
diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh cuplikan ditentukan dengan
membandingkan intensitas sinar yang diserap jika tidak ada spesies
penyerap lainnya. Intesitas atau kekuatan radiasi cahaya sebanding dengan
jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang per detik. Serapan
dapat terjadi jika foton/ radiasi yang mengenai cuplikan memiliki energy
yang sama dengan energy yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya
perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan
adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan
karena hal ini sangat kecil jika dibandingkan dengan proses penyerapan
Gholib dan Rohman, 2007).
Penggunaan analisa kuantitatif didasarkan pada hukum LambertBeers yang menyatakan hubungan empiris antara intesitas cahaya yang
ditransmisikan dengan tebalnya larutan (hukum Lambert/ Bouguer) dan
hubungan antara intensitas tadi dengan konsentrasi zat (hokum Beers).
Hukum Lambert-Beers:
A Log
= ε.b.c= a.b.c
(Henry, 2009).
Dimana :
A
= serapan
Io
= intensitas sinar yang datang
It
= intensitas sinar yang diteruskan (ditransmisikan)
ε
= absorbtivitas molekuler/ konstanta ekstingsi
a
= daya serap
b
= tebal larutan/ kuvet
c
= konsentrasi (Henry, 2009).
Dalam hukum Lambert-Beers tersebut ada beberapa pembatasan yaitu:
•
Sinar yang digunakan dianggap monokromatis
•
Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang
luas yang sama
•
Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung
terhadap yang lain dalam larutan tersebut
•
Tidak terjadi peristiwa fluoresensi atau fosforisensi
•
Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Ghalib dan
Rohman, 2007).
Analisis kuantitatif denga metode spektrofotometri UV-Vis dapat
digolongkan atas tiga macam pekerjaan, yaitu:
1. Analisis zat tunggal atau analisis satu komponen
2. Analisis kuantitatif campuran dua macam zat atau analisis dua
komponen
3. Analisis kuantitatif campuran tiga macam zat atau lebih (analisis multi
komponen) (Ghalib dan Rohman, 2007).
Dalam Farmakope, metode spektrofotometri UV-Vis digunakan
untuk menetapkan kadar senyawa obat dalam jumlah yang cukup banyak.
Metode ini biasanya mendasarkan pada penggunaan nilai
suatu obat.
Spektrofotometri yang digunakan harus telah terkalibrasi dengan benar.
Nilai
merupakan absorbansi suatu senyawa yang diukur pada
konsentrasi 1% b/v (1 g/100 mL) dan dengan kuvet yang mempunyai
ketebalan 1 cm pada panjang gelombang dan pelarut tertentu. Manfaat lain
dari informasi nilai
adalah terkait dengan apakah senyawa tersebut
cukup sensitif diukur dengan spektrofotometer UV-Vis (Ghalib dan
Rohman, 2007).
Cara lain untuk menetapkan kadar sampel adalah dengan
menggunakan perbandingan absorbansi sampel dengan absorbansi baku,
atau dengan menggunakan persamaan regresi linier yang menyatakan
hubungan antara konsentrasi baku dengan absorbansinya. Persamaan
kurva baku selanjutnya digunakan untuk menghitung kadar dalam sampel
(Ghalib dan Rohman, 2007).
H. Spektra UV untuk Beberapa Molekul Obat
Berikut akan diuraikan beberapa tipe spectra UV molekul obat :
1. Enon Steroid
Kromofor-kromofor kebanyakan senyawa obat mendasarkan pada
modifikasi kromofor pada cincin benzene. Salah satu kelompok senyawa
yang tidak sesuai dengan kelompok ini adalah steroid (karena tidak
memiliki
cincin
benzene)
(Rohman,
2007).
Jenis spectra ini umum untuk golongan steroid dan kesemuanya
mempunyai absorbansi maksimal sekitar 240 nm dengan insentitas serapan
yang mirip. Adanya tambahan ikatan rangkap pada betametason
dibandingkan dengan hidrokortison tidak memberikan perbedaan yang
cukup besar pada absorbansisnya di panjang gelombang maksimal.
meskipun demikian, bentuk pita absorbsi betametason berbeda dengan
bentuk pita pada hidrokortison (Rohman, 2007).
Steroid
BM
λmaks
Nilai E
Hidrokortison
362,5
240
435
Betametason
Klobetason
392,5
240
390
479,0
236
330
516,4
241
296
butirat
Betametason
natrium fosfat
Tabel
di
atas
meringakas
data
beberapa
struktur
steroid
dan
menggambarkan adanya efek berat molekul (BM) pada nilai E. Kekuatan
kromofor enon adalah mirip untuk keseluruhan steroid karena nilai E
berdasarkan pada absorbansi larutan 1% b/v. Nilai E akan turun jika BM
steroid naik. Hal seperti ini berlaku untuk semua molekul (Rohman, 2007).
2. Efedrin : Suatu Kromofot Tipe Steroid (mengandung inti benzen)
Efedrin mempunyai kromofor cincin benzene yang paling sederhana
dan mempunyai spektum yang mirip benzene dengan pita simetri telarang
yang lemah pada ± 260nm dengan nilai E=12. Sebagaimana benzene,
efedrin juga mempunyai intensitas serapan maksimum di bawah 200nm.
hal ini dapat dimengerti karena pada efedrin tidak ada gugus polar atau
auksokrom yang berikatan secara langsung dengan gugus kromofor inti
benzene.
Obat-obat yang mempunyai kromofor seperti efedrin antara lain :
difenil hidramin, ibuprofen, dan dekstro propoksifen.
3. Ketoprofen : Kromofor Benzen yang Diperpanjang
Dalam kasus ini, kromofor inti benzene telah diperpanjang dengan 4
ikatan rangkap akibatnya simetri cincin benzene di ubah. Demikian juga,
pita absorbs yang kuat pada benzene di 204 nm mengalami pergeseran
batokromik dan memberikan λmaks di 262nm dan nilai E=647.
Obat-obat lain yang mempunyai kromofor benzene yang diperpanjang
antara lain : siproheptadin, dimentindin, protriptilin dan zimeldin
(Rohman, 2007).
4. Prokain : Auksukrom gugus amino
Pada prokain, kromofor benzene diperpanjang engan gugus C=O. di
samping itu, prokain juga mempunyai auksokrom yang berupa gugus
amino. Pada kondisi basa, prokain mempunyai E=1000, sedangkan pada
kondisi asam nilai E prokain sebesar 100. Hal ini disebabkan karena
pokain pada kondisi basa mempunyai sepasang electron pada gugus –NH2
yang dapat berinteraksi dengan kromofor untuk memberikan pergeseran
hiperkromik. Dalam kondisi asam, gugus amino ini akan terprotonasi
akibatnya gugus amino tidak lagi berfungsi sebagai auksokrom. Meskipun
demikian,
jika
proton
ini
dihilangkan
dari
prokain
dengan
mengkondisikannya dalam lingkungan basa maka akan tetap memberikan
pergeseran hiperkromik dan tetap memiliki nilai E sebesar 1000. Dari sini,
dapat dimengerti bahwa prokain dan obat-obat lain yang mempunyai
kromofor dan auksokrom sejenis dengan prokain lebih baik dilakukan
analisis kuantitatif dalam kondisi basa, sebab pada kondisi basa prokain
mempunyai sensitifitas yang lebih tinggi disbanding pada kondisi asam.
Obat-obat yang mempunyai kromofor seperti prokain antara lain :
prokainamid da peroksimetakain. Penting untuk dicatat bahwa obat-obat
anestesi local seperti bupivakain dan lignokain tidak termasuk dalam
kategori ini, disebabkan kelompok senyawa ini merupakan amida aromatic
dan sepasang electron bebas pada nitrogen tidak tersedia sepenuhnya
karena adanya gugus C=O yang bersifat gugus penarik electron (Rohman,
2007).
5. Fenileprin : Auksukron Gugus Hidroksil
Kromofor fenileprin tidak diperpanjang akan tetapi struktur
fenileprin mempunyai gugus hidroksi fenolik. Gugus hidroksi fenolik ini
dapat berfungsi sebagai auksokrom baik pada kondisi asam ataupun basa.
Dalam kondisi asam, fenileprin mempunyai 2 pasang electron bebas,
sedangkan pada kondisi basa fenileprin mempunyai 3 pasang electron
bebas yang dapat berinteraksi dengan kromofor cincin benzene. Fenileprin
dan senyawa-senyawa yang mempunyai kromofor dan auksokrom sejenis
lebih baik ditetapkan kadarnya dalam kondisi basa daripada dalam kondisi
asam sebab pada kondisi basa fenileprin mempunyai sensitifitas yang
tinggi disbanding pada kondisi asam (Rohman, 2007).
DAFTAR PUSTAKA
Beran, J.A. 1996. Chemistry in The Laboratory. John Willey & Sons.
Harmita. 2006. Analisis Kuantitatif Bahan Baku dan Sediaan Farmasi. Cipta
Kreasi Bersama. Jakarta.
Henry, Arthur. 2009. Analisis Spektrofotometri UV-Vis Pada Obat Influenza
Dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Persamaan Linier. http: //repository.
gunadarma.ac .id: 8000/ browse.php?nfile=177 (diakses tanggal 8 November
2009)
Miller, J.N and Miller, J.C. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical
Chemistry, 4th ed, Prentice Hall. Harlow.
Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Sastrohamidjojo, H, 1991. Spektrofotometri. Liberty. Yogyakarta.
Takeuchi, Yoshito. 2009. Metode Spektrofotometri. Available online on
http//www.chem-is-try.org. [Diakses pada 07 Oktober 2009]
SPEKTROFOTOMETRI
ULTRAVIOLET DAN TAMPAK (VISIBLE)
Kelompok 6 :
1. Sisca Seftiani Putri
(260110070079)
2. Diatri Mariana H
(260110070081)
3. Elis Ronasih
(260110070083)
4. Annisa Nur Utami P.
(260110070085)
5. Petrus Topaga
(260110070087)
6. Dea Gilang Kancanawatie (260110070089)
7. Ayu Soffi Cholifati
(260110070091)
8. Reynaldi Firmansyah
(260110070093)
9.
(D1E050002)
Dhani Adriati K.
KIMIA FARMASI ANALISIS I
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2009
Download