1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis keuangan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Krisis keuangan global memberikan pelajaran yang sangat
berharga tentang pentingnya menjaga sistem keuangan agar tetap tahan
terhadap krisis. Krisis yang saat ini masih berlangsung dipicu oleh sejumlah
kegagalan lembaga keuangan yang berdampak sistemik serta disfungsi
pasar keuangan global. Dampaknya, lembaga keuangan yang gagal harus
di-bail-out yang menambah beban pembayar pajak. Sementara itu, akibat
krisis,
pasar keuangan mengalami disfungsi karena gagal dalam
melakukan fungsinya sebagai wahana transmisi kebijakan moneter,
transmisi keuangan dari surplus ke defisit unit maupun sebagai wahana
untuk
menyimpan
dan
mengembangkan
aset
untuk
mencapai
kesejahteraan (wealth management). Di sisi regulasi, kerangka kebijakan
tidak diarahkan untuk mencegah terjadinya risiko sistemik dalam sektor
keuangan (Booklet Perbankan Indonesia, 2012).
Selain itu, pembuat kebijakan publik di seluruh dunia telah mulai
mempertanyakan kesesuaian corporate governace yang saat ini diterapkan
untuk lembaga keuangan. Khususnya peran dan profil manajemen risiko di
lembaga keuangan telah diletakkan di bawah pengawasan. Dalam
beberapa kebijakan, kerangka kerja manajemen risiko yang komprehensif
diuraikan
dalam
kombinasi
dengan
struktur
pemerintahan
yang
direkomendasikan (Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan 2008;
FSA, 2008; IIF, 2007; Walker, 2009). Salah satu rekomendasi umum
adalah untuk “menempatkan risiko tinggi dalam agenda” dengan
1
2
menciptakan struktur masing - masing. Hal ini dapat melibatkan banyak
tindakan yang berbeda. Seperti yang telah diklaim oleh Sarbanes-Oxley
Act (SOX) pada tahun 2002, keahlian keuangan dianggap memainkan
peran penting. Selain itu, langkah-langkah yang lebih spesifik melibatkan
baik penciptaan sebuah komite risiko khusus atau menunjuk CRO yang
mengawasi semua risiko yang relevan dalam institusi (Brancato dkk, 2006;.
Sabato, 2010).
Risiko adalah potensi terjadinya suatu peristiwa (events) yang
dapat menimbulkan kerugian Bank. Manajemen Risiko adalah serangkaian
prosedur dan metodologi
yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari kegiatan
usaha Bank (Peraturan Bank Indonesia nomor 5/8/PBI/2003). Penerapan
manajemen risiko bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan menangani
risiko secara efektif dan efisien. Manajemen risiko dimulai dari adanya
kesadaran manajemen bahwa risiko itu ada di dalam perusahaan. Dengan
adanya risiko dalam setiap kegiatan usaha, perusahaan dituntut untuk
mampu mengendalikan dan memberikan solusi sebagai salah satu cara
untuk mengelola risiko agar tidak merugikan perusahaan dan para investor.
Kemampuan perusahaan dalam mengelola risiko ini diharapkan dapat
mengurangi dampak risiko atau bahkan menghilangkannya dan dapat
berpengaruh pada kinerja perusahaan.
Sektor perbankan juga dipengaruhi oleh konflik keagenan antara
pemilik
dan
manager
(Fama &
Jensen,
1983). Cebenoyan,
Cooperman, dan Register (1999) menyatakan bahwa studi masalah
ini dapat mengakibatkan temuan yang berbeda sesuai dengan pendekatan
3
yang
digunakan
dalam
setiap
kasus. Dengan
demikian, dari perspektif kontrol perusahaan, ketika mekanisme kontrol
yang
memadai
dan
informasi
asimetris, manajer
akan
cenderung
mengambil keputusan berisiko. Banyak penulis setuju, bagaimanapun,
bahwa konflik keagenan pemilik-manajer dapat menangkal peningkatan
pengambilan risiko yang timbul (Teresia, Dolores 2007).
Di Indonesia sendiri, perkembangan Risk Management Committe
telah meningkat pesat. Pemerintah mulai memandatkan pembentukan Risk
Management Committe sebagai komite pengawas risiko pada industri
perbankan. Dalam sektor perbankan, istilah RMC disebut sebagai Komite
Pemantau Risiko melalui Peraturan Bank Indonesia No.8/4/PBI/2006
tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum
sebagai suatu kewajiban. Komite Pemantau Risiko adalah komite yang
dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam
usaha mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan
Komisaris terkait penerapan dan pengawasan manajemen risiko pada
perusahaan. Pada beberapa jenis usaha di Indonesia, seperti perbankan
dan lembaga pembiayaan ekspor Indonesia (LPEI), keberadaan Komite
Pemantau Risiko dalam struktur organisasi telah diwajibkan berdasarkan
beragam peraturan yang ditetapkan pihak regulator terkait. Peraturan
tersebut ditetapkan demi mendukung peningkatan efektivitas penerapan
Good Corporate Governance (GCG) perusahaan.
Keberadaan Komite Pemantau Risiko di industri perbankan
Indonesia cukup berhasil dalam meningkatkan efektivitas pengelolaan
risiko perbankan. Hal tersebut ditunjukkan dari menurunnya tingkat non-
4
performing loans pada penyaluran kredit perbankan dari tahun 2007-2012.
Tingkat efisiensi perbankan juga meningkat ditunjukkan dari indikator
beban operasional pendapatan operasional (BOPO) yang menurun dari
tahun 2007-2012. Perkembangan ini menunjukkan keberhasilan dari
Komite Pemantau Risiko dalam meningkatkan penerapan enterprise risk
management (ERM) yang lebih efektif dan efisien.
Komite
Pemantau
Risiko
memiliki
peran
penting
pada
pelaksanaan ERM, terutama dalam pemantauan dan pengembangan
kerangka kerja dan proses manajemen risiko perusahaan. Pada kerangka
kerja manajemen risiko, komite ini akan melaksanakan pemantauan dan
pengkajian,
serta
memberikan
masukan
untuk
perbaikan
yang
berkesinambungan pada kerangka kerja tersebut. Kegiatan tersebut
dilakukan sesuai dengan salah satu prinsip manajemen risiko yaitu
perbaikan yang berkesinambungan pada pengelolaan risiko. Dalam proses
manajemen risiko, komite ini akan berkontribusi dalam melakukan
pemantauan
dan
pengkajian
terhadap
proses
manajemen
risiko,
memantau kesesuaian praktik manajemen risiko dengan kebijakannya,
serta melakukan komunikasi dan konsultasi pada pihak-pihak terkait proses
manajemen risiko. Komite Pemantau Risiko juga memiliki tanggung jawab
dalam melakukan komunikasi dan konsultasi dengan Dewan Komisaris
perusahaan untuk memberikan evaluasi dan saran berkaitan dengan
proses manajemen risiko yang telah dilakukan perusahaan (Charvin,
CMRS Indonesia).
Hasil penelitian Francesca Battaglia mengenai apakah dewan
direksi dan manajemen terkait mekanisme tata kelola perusahaan risiko
5
yang terkait dengan kinerja bank menunjukkan bahwa ukuran komite risiko
memiiki hubungan positif dengan ROA dan ROE selama periode 20072011, bank dengan komite risiko memiliki kinerja yang lebih baik.komite
resiko secara umum menunjukkan manajemen risiko yang kuat dan
corporate governance yang lebih baik. Seperti yang disarankan oleh Aebi
et al. (2012), sebagian besar bank tampaknya masih mempertimbangkan
pertumbuhan aset dan pengurangan biaya operasional sebagai driver
utama profitabilitas. Namun, yang terakhir krisis keuangan telah jelas
menunjukkan bahwa bisnis bank adalah risiko, karena itu pertanyaan yang
sah timbul apakah dan sejauh mana komite risiko dapat berkontribusi untuk
kinerja bank.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Risk Monitoring
Committee terhadap Kinerja Perusahaan Perbankan”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah ukuran Risk Monitoring Committee berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan ?
2. Apakah frekuensi rapat Risk Monitoring Committe berpengaruh terhadap
kinerja perusahaan ?
3. Apakah
keberagaman
jenjang
pendidikan
anggota
dalam
Risk
Monitoring Committe berpengaruh terhadap kinerja perusahaan ?
4. Apakah keberagaman latar belakang pendidikan anggota dalam Risk
Monitoring Committe berpengaruh terhadap kinerja perusahaan ?
6
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dalam
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk menguji apakah ukuran Risk Monitoring Committe berpengaruh
terhadap kinerja perusahaan.
2. Untuk menguji apakah frekuensi rapat Risk Monitoring Committe
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
3. Untuk menguji apakah keberagaman gender dalam Risk Monitoring
Committee berpengaruh terhadap kinerja perusahaan.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian dapat memberikan pengetahuan tentang faktor-faktor
yang berpengaruh terhadapkinerja perusahaan pada perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
b. Penelitian dapat menambah referensi bagi penelitian di masa
datang
dalam
khususnya
rangka
berkaitan
mengembangkan
dengan
penerapan
ilmu
pengetahuan,
risk
management
perusahaan.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian dapat memberikan dasar pertimbangan bagi manajer
perusahaan sebelum mengambil keputusan agar terhindar dari
risiko-risiko kecurangan dalam pelaporan keuangan.
b. Penelitian dapat memberikan pertimbangan bagi perusahaan untuk
lebih mengetahui arti pentingnya penerapan risk management dan
7
memperkuat struktur pelaksanaan corporate governance mengingat
pentingnya penerapan risk management dan pengaruhnya bagi
kinerja perusahaan.
c. Penelitian dijadikan sebagai bahan dasar pertimbangan bagi
kreditur untuk melakukan analisis kesanggupan perusahaan dalam
menghadapi risiko-risiko yang akan terjadi.
ii
ii
Download