Karakteristik Mikrobiologis Granul Kultur Starter

advertisement
17
TINJAUAN PUSTAKA
Susu Fermentasi
Susu merupakan bahan makanan bergizi tinggi bagi manusia, sekaligus
merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan berbagai mikroorganisme.
Karakteristik susu fermentasi adalah keberadaan asam laktat yang memberikan
citarasa spesifik pada produk susu fermentasi.
Komposisi Susu
Susu didefinisikan sebagai hasil sekresi dari kelenjar susu hewan yang
menyusui anaknya. Semua jenis susu mengandung komponen yang sama, tetapi
jumlahnya bervariasi tergantung dari spesies, faktor genetik dan kondisi-kondisi
lingkungan seperti iklim dan masa laktasi (Walstra & Wouters 2006). Susu murni
mengacu pada SNI 01-3141-1998 adalah cairan yang berasal dari ambing sapi
sehat dan bersih, diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, kandungan
alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun serta belum mendapat
perlakuan apapun (Dewan Standardisasi Nasional 1998). Komponen utama susu
adalah air, lemak, protein, laktosa dan abu (Rahman et al. 1992). Tabel 1
menunjukkan komposisi kimiawi susu segar.
Tabel 1 Komposisi kimiawi susu segar
Komponen
Air
Lemak
Protein
Gula (laktosa)
Mineral (abu)
Total padatan
Walstra & Wouters (2006)
(%)
87.4
3.7
3.4
4.8
0.7
12.6
SNI 01-3141-1998
min 3.0
min 2.7
min 8.0
Komponen utama dalam susu adalah laktosa atau gula susu dan hanya
terdapat dalam susu. Laktosa mempunyai peran yang penting dalam industri susu
karena laktosa mudah diuraikan oleh bakteri (Eckles et al. 1984). Bakteri yang
dapat memecah laktosa dan menghasilkan asam laktat disebut bakteri asam laktat.
Kebutuhan asam amino bakteri asam laktat cukup besar, sehingga dihasilkan juga
18
enzim pemecah protein yaitu protease. Enzim protease bekerja melalui proses
hidrolisis (Rahman et al. 1992). Jumlah asam laktat yang tinggi dapat
meningkatkan keasaman sehingga dapat menyebabkan turunnya pH susu. Bila pH
susu mencapai titik isoelektris protein susu (kasein), yaitu 4.6–4.8, akan terjadi
penggumpalan dan pengendapan. Pengaruh ini digunakan untuk menggumpalkan
susu dalam produksi keju, susu fermentasi dan yogurt (Sudarmadji et al. 1989)
Kultur Starter
Rahman et al. (1992) menyatakan bahwa starter merupakan bagian penting
dalam pembuatan produk susu fermentasi. Kultur starter adalah mikroorganisme
(bakteri, kapang, khamir atau kombinasi diantara ketiga jenis mikroorganisme
tersebut) yang bekerja melalui proses fermentasi (Tamime 1990) dan dipertegas
oleh Holzapfel (2002) bahwa kultur starter didefinisikan sebagai bahan yang
mengandung sejumlah besar mikroorganisme yang digunakan untuk mempercepat
proses fermentasi. Syarat utama kultur starter ialah bebas dari kontaminasi,
pertumbuhan yang cepat, menghasilkan flavor yang khas, tekstur dan bentuk yang
bagus, tahan terhadap bakteriofage serta tahan terhadap antibiotik (Rahman et al.
1992). International Dairy Federation (IDF) menetapkan populasi bakteri yang
aktif dan terdapat di dalam produk akhir sedikitnya 107 CFU/g (Sultana et al.
2000).
Streptococcus thermophilus
Streptococcus thermophilus dibedakan dari genus Streptococcus lainnya
berdasarkan pertumbuhannya pada suhu 45 C, namun tidak dapat tumbuh pada
10 C (Tamime & Robinson 1989). S. thermophilus adalah bakteri berbentuk
kokus dengan diameter 0.7–0.9 µm yang membentuk rantai, termasuk kelompok
Gram positif, tidak berspora, bersifat termodurik dengan pH optimal untuk
pertumbuhannya adalah 6.5 (Vedamuthu 2006). Karakteristik S. thermophilus
lainnya adalah menghasilkan konfigurasi L (+) asam laktat, tidak memfermentasi
maltosa (Salminen & von Wright 1998). S. thermophilus dan L. bulgaricus adalah
biakan mikroba yang digunakan dalam fermentasi susu menjadi yogurt
(Eckles 1984).
19
Lactobacillus bulgaricus
Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri Gram positif, membentuk koloni
dengan diameter 1–3 µm, tumbuh pada suhu 45 C, tidak berspora, katalase
negatif dan bersifat termodurik (Kosilowski 1982). L. bulgaricus termasuk
thermobacterium grup serologi E, mampu memfermentasi laktosa, tetapi tidak
maltosa dan manitol, serta memerlukan beberapa vitamin dalam pertumbuhannya
(Robinson 1981). L. bulgaricus membentuk konfigurasi D(-) asam laktat dan
termasuk kelompok bakteri obligat homofermentatif (Tamime & Robinson 1989).
Nilai pH optimum pertumbuhan L. bulgaricus adalah 5.5 dan terhambat pada pH
kurang dari 3.5 (Tamime & Robinson 2007). Berdasarkan suhu optimum
pertumbuhannya, bakteri asam laktat dalam pembuatan susu fermentasi terbagi
atas bakteri mesofilik dan termofilik. Bakteri mesofilik memiliki suhu optimal
pertumbuhan antara 25–30 C, sedangkan bakteri termofilik memiliki suhu
optimal pertumbuhan antara 37–42 C (Robinson 1981). Bakteri asam laktat
mesofilik terdiri atas Lc. lactis ssp. lactis dan Lc. Lactis ssp. cremoris. Bakteri
asam laktat termofilik terdiri atas S. thermophilus, L. delbrueckii ssp. bulgaricus
dan L. helveticus.
Lactobacillus plantarum
Lactobacillus plantarum merupakan bakteri asam laktat dari famili
Lactobacillaceae, genus Lactobacillus dan subgenus Streptobacterium. Bakteri ini
berbentuk batang atau membentuk rantai pendek dengan ukuran 0.6–0.8 µm ×
1.2–6 µm (Salminen & von Wright 1998). L. plantarum merupakan bakteri asam
laktat dari famili Lactobacillaceae, Gram positif, non-motil, terdapat dalam
bentuk tunggal maupun ikatan rantai pendek (Gilliland 1986).
L. plantarum dapat memfermentasi melibiosa, rafinosa, dan rhamnosa,
tetapi tidak memfermentasi inositol, sorbosa atau gliserol (Salminen & von
Wright 1998). Lactobacillus asal dadih yang berperan dalam fermentasi dadih
tradisional adalah Lactobacillus plantarum (Collado et al. 2007). Salah satu
bakteri yang berperan dalam pembuatan ‘Dahi’, suatu produk olahan susu kerbau
asal India adalah L. plantarum (Oberman 1985). Jalur pembentukan asam suksinat
dari oksaloasetat ditemukan dari hasil metabolisme manitol secara fermentasi
20
anaerob oleh L. plantarum, dengan bantuan dari akseptor elektron untuk
pertumbuhannya (Salminen & von Wright 1998).
Produk Susu Fermentasi
Susu fermentasi merupakan salah satu produk hasil diversifikasi
pengolahan susu. Produk susu fermentasi memiliki cita rasa khas menyegarkan.
Menurut Ouwehand dan Salminen (1998) susu fermentasi merupakan produk susu
yang difermentasi oleh mikroorganisme spesifik, sehingga terjadi proses koagulasi
dan penurunan pH. Berbagai jenis produk susu fermentasi yang saat ini tengah
dikembangkan diantaranya adalah yogurt dan dadih (Hargrove & Alford 1978;
Rahman et al. 1992). Produk susu fermentasi tersebut berdasarkan hasil penelitian
memiliki efek khusus bagi kesehatan, seperti menjaga keseimbangan mikroflora
usus, mencegah kanker dan menjaga metabolisme kolesterol (Tamime &
Robinson 1989).
Yogurt
Yogurt merupakan produk hasil fermentasi susu dengan menggunakan
bakteri sebagai starternya. Jenis bakteri yang digunakan adalah Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Definisi yogurt didalam SNI 01-29811992 adalah produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi, kemudian
difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas
dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diizinkan (Dewan Standardisasi
Nasional 1992).
Proses fermentasi yogurt mengubah laktosa yang terdapat dalam susu
menjadi asam laktat. Penggunaan starter yogurt sebanyak 2–5% dari bahan yang
digunakan. Penggunaan inokulasi starter memungkinkan terjadinya perubahan
laktosa dan produksi asam laktat yang berakibat pada penurunan pH, sehingga
kadar asam yogurt relatif tinggi dan terbentuknya gumpalan yogurt. Suhu
fermentasi optimum adalah 42–45 C selama 3–6 jam, pH 4.4 (Robinson 1990)
dan kadar asam tertitrasi mencapai 0.5–2.0% asam laktat (Dewan Standardisasi
Nasional 1992). Bakteri L. bulgaricus menghidrolisa protein menjadi asam amino
dan dipeptida sebagai nutrisi esensial untuk menstimulasi pertumbuhan
21
S. thermophilus dan kemudian menghasilkan komponen asam format untuk
meningkatkan pertumbuhan L. bulgaricus (Tamime & Robinson 1989).
Kadar asam yang dihasilkan oleh gabungan kedua jenis kultur ini lebih
tinggi dibandingkan dengan menggunakan kultur secara individual. Bahan yang
diproduksi selama proses fermentasi tidak hanya membantu proses pertumbuhan
kultur starter, tetapi juga mempengaruhi karakteristik sensori yogurt yaitu aroma,
rasa dan tekstur (Capela 2006).
Dadih
Spesies bakteri yang mendominasi fermentasi dadih diantaranya adalah
Lactobacillus casei subsp. casei, Leuconostoc paramesenteroides, Leuconostoc
mesenteroides, Lactobacillus brevis dan Lactococcus lactis subsp. lactis biovar
diacetylactis (Pato 2003). Dadih adalah produk susu kerbau yang difermentasikan
secara alami menggunakan selongsong bambu dan diperam pada suhu kamar
selama dua malam atau sekitar 48 jam (Sayuti 2002, Collado et al. 2007).
Proses pembuatan dadih pada dasarnya mempunyai prinsip fermentasi
yang sama dengan yogurt, tetapi pembuatan dadih terjadi secara alamiah atau
tanpa penambahan starter, sedangkan pada pembuatan yogurt dan produk susu
fermentasi lainnya seperti susu acidophilus dan koumiss harus ditambahkan starter
(Rahman et al. 1992). Seiring dengan perkembangan berbagai hasil penelitian,
dilakukan pembuatan dadih menggunakan susu sapi (Dzarnisa 1999) dan
penggunaan kultur starter dalam membuat susu fermentasi dadih (Syahrir 2002;
Sunarlim et al. 2007). Dadih yang baik adalah yang berwarna putih dengan
konsistensi menyerupai susu asam (yogurt) dan mempunyai aroma khas susu
(Sirait 1993).
Komposisi kimia dadih menurut Yudoamijoyo et al. (1983) terdiri atas
protein 5.93%, lemak 5.42%, karbohidrat 3.34, abu 0.96, kadar air 84.35%, total
asam tertitrasi sebagai asam laktat 1.28% dan pH 4.1. Penelitian Sunarlim et al.
(2007) menghasilkan komposisi kimia dadih menggunakan satu jenis kultur starter
yaitu L. plantarum sebagai berikut: 6.11% protein, 4.93% lemak, 1.48% abu,
79.26% kadar air, total asam tertitrasi 0.69 dan pH 4.55.
22
Probiotik
Probiotik didefinisikan sebagai bakteri hidup
yang secara aktif
meningkatkan kesehatan konsumen, dengan menyeimbangkan mikroflora dalam
saluran pencernaan jika dikonsumsi pada kondisi hidup dalam jumlah yang cukup
(Fuller 1992). Mikroorganisme yang berpeluang besar melintasi dan hidup pada
saluran pencernaan adalah yang berasal dari tubuh manusia sendiri, sehingga
berdasarkan hal tersebut bakteri yang digunakan untuk pembuatan probiotik
sering diisolasi dari usus manusia atau dari feses bayi sehat.
Beberapa jenis bakteri yang digolongkan sebagai mikroorganisme
probiotik berasal dari genus Lactobacillus, yaitu L. acidophilus, L. helveticus dan
dari genus Bifidobacterium, yaitu B. longum, B. animalis, B. bifidum (Vedamuthu
2006). Interaksi positif antara beberapa strain bakteri probiotik telah banyak
digunakan menurut Tamime et al. (2005), yaitu antara Bifidobacterium spp. dan
L. acidophilus. Produk susu yang ditambah kedua bakteri ini memiliki peran
penunjang kesehatan antara lain meningkatkan kecernaan laktosa dan merangsang
sistem kekebalan tubuh (Perdigón et al. 2002).
L. acidophilus merupakan bakteri berbentuk batang, Gram positif dan
tidak membentuk spora, termasuk famili Lactobacillaceae, genus Lactobacillus
(O’Grady
&
Gibson
2005).
L.
acidophilus
bersifat
homofermentatif,
menghasilkan produk metabolis berupa DL–asam laktat (Tamime et al. 2005).
Suhu optimum pertumbuhan L. acidophilus adalah 37 C, serta mampu
memproduksi asam laktat dalam susu sebanyak 0.3–2.0% (Vedamuthu 2006).
Genus Bifidobacterium merupakan bakteri Gram positif, berbentuk batang
(rod), tidak berspora, anaerob, katalase negatif (Cowan 1981). B. longum
menghasilkan produk metabolis L(+) laktat, asetat dan bersifat heterofermentatif.
Bifidobacteria
mampu
memanfaatkan
laktulosa
dan
oligosakarida
yang
merupakan karbohidarat komplek dan dikenal dengan istilah ’faktor-faktor
bifidus’ (Tamime et al. 2005).
Prebiotik
Prebiotik adalah bahan pangan yang tidak tercerna, yang mampu
menstimulasi aktivitas dari satu atau beberapa bakteri tertentu di usus besar dan
23
dapat memperbaiki kesehatan mikroflora inangnya (Franck 2008; Roberfroid
2007b). Bahan pangan yang mampu mencapai usus besar dapat digolongkan
sebagai prebiotik, yang dalam perkembangannya lebih mengarah pada prebiotik
dari golongan karbohidrat tidak tercerna seperti frukto-oligosakarida, glukooligosakarida dan laktosukrosa (O’Grady & Gibson 2005). Karbohidrat yang tidak
tercerna terdiri atas 2–20 monosakarida yang tahan terhadap proses hidrolisa
enzim, tetapi digunakan oleh bifidobacteria dan lactobacilli di dalam kolon
(Angus et al. 2005).
Frukto-oligosakarida (FOS) adalah nama umum dari jenis oligosakarida
yang mengandung fruktosa, yang termasuk di dalamnya
adalah inulin dan
oligofruktosa (Angus et al. 2005). Inulin merupakan polisakarida (khususnya
fruktan) yang terdiri atas unit-unit fruktosa dengan ikatan glikosidik β-(2–1) dan
terminal glukosa pada ujungnya (Niness 1999; Steinbüchel & Rhee 2005).
Struktur kimia inulin ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Struktur kimia inulin.
Inulin mengandung derajat polimerisasi (DP) antara 3–60. Aspek khusus
pada struktur inulin ini adalah pada ikatan β-(2–1). Ikatan ini mengakibatkan
inulin tidak dapat dicerna seperti halnya jenis karbohidrat lainnya, sehingga
mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan struktur (Roberfroid 2007a).
Inulin dapat mengalami fermentasi oleh aktivitas mikroflora di usus besar yang
memiliki efek stimulasi bifidus kuat (Angus et al. 2005). Berdasarkan hasil
24
penelitian Shin et al. (2000) penggunaan oligofruktosa dan inulin 5% (b/v)
mampu
meningkatkan pertumbuhan dan
viabilitas Bifidobacterium spp.
Pemakaian inulin sebanyak 2–3% di dalam yogurt buah dapat memperbaiki mouth
feel dan memberikan efek creamy (Franck 2008).
Sinbiotik
Sinbiotik sebagai satu istilah penting merupakan penggabungan antara
bakteri probiotik dengan prebiotik. Sinbiotik didefinisikan sebagai suatu
kombinasi dari prebiotik dan probiotik yang menguntungkan inang melalui
peningkatan, pertahanan dan implantasi suplemen makanan yang mengandung
mikroba hidup dalam saluran pencernaan, yang secara selektif memicu
pertumbuhan dan atau mengaktifkan metabolisme dari sejumlah bakteri baik,
sehingga meningkatkan kesehatan inangnya (Gibson & Roberfroid 2008). Konsep
sinbiotik ialah memberikan efek menguntungkan bagi inang dengan cara
meningkatkan daya hidup bakteri dan menyimpan makanan bagi mikroba di
saluran pencernaan (O’Grady & Gibson 2005).
Enkapsulasi
Enkapsulasi adalah proses pembentukan kapsul yang menyelubungi suatu
bahan. Bahan yang diselubungi umumnya disebut bahan inti atau bahan aktif.
Bahan inti tersebut dapat berbentuk padat, cair atau gas. Enkapsulasi dapat
dilakukan pada sel bakteri sebagai bahan inti (Frazier & Westhoff 1998).
Mikroenkapsulasi bertujuan untuk mengurangi kehilangan dan kerusakan sel-sel
bakteri, menstabilkan sel, berpotensi menjaga viabilitas dan stabilitas sel tetap
tinggi selama proses produksi (Tamime et al. 2005). Hasil penelitian Kailasapathy
(2005) menunjukkan bahwa penambahan bakteri probiotik (L. acidophilus dan
B. longum) dapat menurunkan kandungan asam pada yogurt selama penyimpanan.
Kejadian
post-acidification
pada
yogurt
yang
mengandung
probiotik
terenkapsulasi lebih lambat dibanding dengan probiotik tanpa enkapsulasi.
Kalsium alginat berdasarkan hasil penelitian banyak digunakan sebagai bahan
pengisi yang menyelimuti bakteri probiotik, seperti telah diaplikasikan untuk
melindungi L. acidophilus CSCC 2409, B. infantis CSCC 1912 saat akan
25
dikeringbekukan (Kailasapathy & Sureeta 2004) dan kultur bakteri tidak
beraktivitas (immobilized) pada produk mayonaise (Sultana et al. 2000).
Pengeringan Beku
Metode pengeringan kultur starter yang paling banyak digunakan adalah
pengeringan beku (Tamime & Robinson 2007). Pengeringan beku merupakan
pengeringan dengan pembekuan karena adanya perubahan dari bentuk es dalam
bahan yang beku langsung menjadi uap air tanpa mengalami proses pencairan
terlebih dahulu (sublimasi). Pengeringan beku mempunyai keuntungan karena
volume bahan tidak berubah dan daya dehidrasi tinggi sehingga mendekati bahan
asalnya (Barbosa-Cánovas et al. 2005).
Pengaruh utama yang disebabkan oleh proses pengeringan beku adalah
kerusakan pada sel akibat terbentuknya kristal es. Selama proses pembekuan
berlangsung, kristal es akan terbentuk diantara sel-sel dan merusak dindingdinding sel yang saling berdekatan (Fellows 1990). Pengeringan dengan
pembekuan dapat meniadakan terjadinya heat stress dan mengurangi kehilangan
substrat pada susu skim. Proses pengeringan beku telah banyak diaplikasikan
untuk menghasilkan kultur starter dalam bentuk kering (Carvalho et al. 2004).
Daya hidup bakteri selama proses pengeringan beku menurut Reyed (2007) dapat
ditingkatkan dengan pemberian krioprotektan (pelindung). Bahan pelindung yang
digunakan diantaranya jenis pati, trehalosa, adnitol, susu skim, gliserol, peptone,
metanol, sorbitol, ekstrak malt dan polivinil pirolidon (PVP).
Alginat
Alginat merupakan polisakarida linear yang disusun atas monomermonomer ikatan asam β(1–4)-D manuronat (M) dan asam α(1–4)-L-guluronat (G).
Alginat biasanya digunakan dalam bentuk garam misalnya garam sodium, kalsium
dan potasium (Draget 2000). Sodium alginat komersil mempunyai berat molekul
antara 32.000–200.000 dengan derajat polimer 180–930 (Angka & Suhartono
2000).
Kalsium alginat telah banyak digunakan untuk proses enkapsulasi bakteri
probiotik dengan konsentrasi antara 0.5–4%. Alginat sebagai bahan penyalut pada
26
proses enkapsulasi memiliki berbagai keuntungan, diantaranya adalah mudah
membentuk matrik gel bila bereaksi dengan garam kalsium, tidak mengandung
racun dan harganya murah (Mortazavian et al. 2007).
Proses enkapsulasi menggunakan sodium alginat yang dicampur ke dalam
larutan CaCl2 akan membentuk ion sodium dalam polimer. Hal tersebut
menyebabkan proses pembentukan gel semakin cepat sehingga viskositas hasil
enkapsulasi semakin baik (Anal & Singh 2007). Struktur monomer alginat dan
ikatan monomernya ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3 (Draget 2000).
Gambar 2 Monomer-monomer alginat.
-
Gambar 3 Ikatan monomer alginat.
Mekanisme ion kalsium sebagai gelling agent melibatkan kesatuan antara
polimer manuronat dan guluronat yang membentuk struktur dengan celah diisi
oleh ion kalsium. Efek dari ion kalsium yang mengandung dua buah ion positif
akan menghasilkan pembentukan gumpalan/endapan gel tiga dimensi yang tidak
larut (Winarno 1996).
27
Pengeringan Semprot
Pengering semprot atau spray dry merupakan teknik pengeringan yang
paling umum digunakan. Pengeringan semprot didefinisikan sebagai suatu proses
perubahan bahan dari bentuk cair ke bentuk partikel-partikel oleh suatu proses
penyemprotan bahan ke dalam medium kering yang panas. Prinsip dasar
pengeringan semprot adalah memproduksi bubuk dengan cara menyemprotkan
suatu emulsi komponen-komponen aroma ke dalam suatu aliran udara panas
dalam alat yang disebut spray dryer. Alat ini dapat mengeringkan suatu cairan
atau larutan untuk diubah menjadi produk berbentuk partikel-partikel kering.
Bagian-bagian dari alat spray dryer terdiri atas pompa, atomizer, pemanas udara,
ruang pengering dan sebuah sistem untuk pengeluaran udara dan bubuk (Robinson
1981). Skema proses pengeringan semprot menurut Desrosier (1988) ditunjukkan
pada Gambar 4.
Gambar 4 Skema proses pengeringan semprot.
Atomisasi akan menghasilkan droplet yang berukuran kecil, sehingga luas
permukaan menjadi besar yang mengakibatkan proses penguapan akan lebih
cepat. Proses transfer panas dari udara pengering ke droplet menyebabkan air
yang terdapat di dalam droplet akan menguap. Partikel kering yang diperoleh
selanjutnya dipisahkan dari udara dan dikumpulkan (Barbosa-Cánovas et al.
2005).
Kisaran suhu inlet pada proses pengeringan semprot adalah 160–280 C
dan suhu outlet diatur berada dibawah 100 C. Ukuran partikel hasil pengeringan
28
semprot sangat kecil (<100 µm), sehingga sangat mudah terdispersi dalam air dan
mampu meningkatkan daya alir produk akhir. Salah satu keuntungan penggunaan
pengering semprot ialah lebih ekonomis (Barbosa-Cánovas et al. 2005).
Maltodekstrin
Maltodekstrin merupakan produk hidrolisa pati (polimer sakarida tidak
manis) yang terbentuk dari ikatan glikosidik (1–4) α-D-glukosa dengan panjang
rata-rata 5–10 molekul. Rumus umum maltodekstrin adalah [(C6 H10O5)n H2O]
(Kennedy et al. 1995). Maltodekstrin memiliki DE (Dextrose Equivalent) kurang
dari 20. DE menunjukkan persentase dari dextrose murni dalam basis berat kering
pada produk hidrolisis. Maltodekstrin memiliki derajat polimerisasi 3–20. Derajat
polimerisasi (DP) dinyatakan dengan kesetaraan dextrose (DE). Derajat
polimerisasi didefinisikan sebagai jumlah gula pereduksi total yang dinyatakan
dengan dextrose dan dihitung sebagai persentase dari berat kering total (Biliaderis
& Eskin 1992). Karakteristik maltodekstrin komersial ditampilkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakteristik maltodekstrin komersial
Karakteristik
Nilai (%)
Komposisi sakarida
DP 1–2
16.07
DP 3–9
78.66
DP>9
5.27
Derajat putih
92.51
Sumber: Hidayat (2002)
Maltodekstrin memiliki komposisi sakarida paling banyak pada DP 3–9,
yang termasuk dalam golongan oligosakarida dengan rantai linier pendek
(Winarno 1997). Maltodekstrin komersial memiliki tingkat kemanisan antara
6.15–7.20 dibandingkan dengan tingkat kemanisan sukrosa (100) sebagai standar
(Hidayat 2002). Penambahan maltodekstrin sebesar 4% berdasarkan hasil
penelitian Pratiwi (2005) mampu memberikan hasil optimum terhadap kualitas
susu kambing bubuk dibandingkan dengan konsentrasi maltodekstrin (0, 2, 6, 8
dan 10%).
29
Laktosa
Rumus kimia laktosa C12 H22O11 dengan BM 342.30 adalah laktosa
anhidrat, sedangkan BM 360.31 termasuk jenis laktosa monohidrat. Laktosa
adalah gula yang terdapat dalam susu. Laktosa dalam bentuk anhidrat atau
mengandung satu molekul air hidrat (monohidrat) mempunyai sifat stabil di udara.
Bentuk laktosa berupa serbuk, keras, putih atau putih krem, tidak berbau dan rasa
sedikit manis dengan tingkat kemanisan 15–30% lebih rendah dibandingkan
sukrosa (Harju & Kreula 1980). Laktosa bersifat mudah larut dalam air mendidih,
sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan eter (Farmakope
Indonesia IV 1995).
Laktosa membantu sekitar 50% proses osmosis, pendinginan dan tingkat
pendidihan susu, serta membantu proses inversi terhadap konsentrasi dengan
bahan yang mudah larut dalam air, beberapa jenis sodium dan klorida. Ada 3 jenis
laktosa, yaitu α-laktosa anhidrat, β-laktosa anhidrat dan α-laktosa monohidrat.
Laktosa termasuk salah satu jenis gula yang tidak mudah larut dan kemampuan
larut laktosa pada suhu 25 C hanya 17.8 gram per 100 gram larutan (Robinson
1981). Laktosa dapat memberikan pengaruh terhadap bentuk, struktur dan
viskositas produk yang dihasilkan tanpa memberi rasa manis yang berlebihan,
sehingga banyak digunakan sebagai bahan ’perantara’ dan penambah aroma pada
produk-produk farmasi (Linko 1982).
Laktosa merupakan jenis karbohidrat komplek yang tersusun atas 2
monosakarida, yaitu galaktosa dan glukosa. Sama halnya dengan jenis gula
pereduksi lainnya, laktosa dapat bereaksi dengan kelompok asam amino bebas
yang menyebabkan warna kecoklatan (reaksi Maillard) pada produk. Perubahan
reaksi ini sangat dipengaruhi oleh konsentrasi laktosa dan protein, pH serta waktu
dan suhu selama pemrosesan. Reaksi yang terjadi sangat komplek, namun secara
sederhana dapat digambarkan sebagai reaksi antara kelompok asam amino dengan
aldehid (Robinson 1981).
Granulasi
Granulasi adalah proses yang bertujuan untuk meningkatkan aliran serbuk
dengan cara membentuknya menjadi bulatan-bulatan atau agregat-agregat dalam
30
bentuk beraturan yang disebut granul (Lachman et al. 1994). Granulasi berasal
dari bahasa latin granula atau butir dan ketentuan ukuran granula menurut Ansel
(1989) biasanya berkisar antara ayakan ukuran 4–12. Granula merupakan bahan
pembuatan tablet untuk menghasilkan tablet ukuran kecil, maka ukuran granul
yang diproduksi semakin halus. Ayakan dengan ukuran 20 mesh biasanya dipakai
untuk maksud tersebut. Persyaratan pembuatan granula menurut Voigt (1995)
diantaranya adalah sedapat mungkin memiliki distribusi butiran yang sempit dan
tidak > 10% mengandung komponen berbentuk serbuk, tidak terlampau kering
(sisa lembab 3–5%). Augsburger dan Vuppala (1997) menambahkan bahwa
granulat yang dihasilkan harus memiliki karakteristik yang terkait dengan
compressibility (kemampuan dikempa/dicetak), free flowing (memiliki daya
luncur yang baik), lubricity (menunjukkan kemampuan terlubrikasi) dan
wettability (keterbasahan).
Proses granulasi berdasarkan ketentuan Farmakope Indonesia IV (1995)
dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah proses granulasi kering atau
granulasi basah. Tujuan kedua proses granulasi adalah untuk meningkatkan aliran
campuran dan kemampuan kempa. Kemampuan kempa sangat dipengaruhi oleh
laju alir granul yang dihasilkan. Salah satu cara untuk menguji laju alir granul
ialah dengan uji kompresibilitas. Kompresibilitas adalah sifat untuk membentuk
masa yang stabil, kompak bila diberi tekanan. Fungsi proses granulasi adalah
untuk mengubah campuran bubuk yang daya kohesinya lemah, menjadi agregat
yang dapat dipadatkan (Lachman et al. 1994).
Granulasi Basah
Proses granulasi basah merupakan metode yang paling tua dan masih
banyak dipakai. Metode ini digunakan bila bahan obat tidak dapat dicetak
langsung. Hal ini dapat disebabkan oleh sifat kohesif, sifat kompresibilitas dan
sifat aliran yang kurang baik sementara dosisnya besar, sehingga dibutuhkan
bahan pengikat untuk menyatukan semua bahan dalam formula (Ansel 1989).
Proses pembuatan tablet dengan metode ini meliputi beberapa tahap, yaitu
penimbangan
bahan,
pencampuran
awal,
pembuatan
larutan
pengikat,
penambahan larutan pengikat, pengayakan adonan lembab menjadi pelet atau
31
granul, pengeringan, pengayakan kering, pencampuran lubrikan/lurikasi (fase
luar) dan pengempaan (tabletting) (Ansel 1989). Bahan yang akan dicetak
dilembabkan dengan larutan pengikat, sehingga serbuk terikat dan terasa lembab.
Cara mudah untuk menentukan titik akhir pencampuran adalah dengan menekan
massa pada telapak tangan, bila remuk dengan tekanan sedang, maka campuran
sudah siap untuk pengayakan kedua (Lachman et al. 1994). Larutan pengikat
yang digunakan adalah etanol, isopropanol, amilum atau glukosa. Serbuk tersebut
kemudian dikeringkan menggunakan oven, setelah kering ukuran diperkecil
dengan granulator/pengayakan dan siap untuk dicetak (Lieberman et al. 1992).
Keuntungan metode granulasi basah diantaranya adalah memperoleh aliran yang
baik, meningkatkan kompresibilitas, mengontrol pelepasan, mencegah pemisahan
komponen campuran selama proses, meningkatkan kecepatan disolusi dan
distribusi keseragaman kandungan (Augsburger & Vuppala 1997).
Sodium Starch Glycolate (SSG)
Sodium starch glycolate (SSG) termasuk ke dalam jenis pati termodifikasi
sehingga mampu menyerap air 200–300%, sehingga pada suhu dan kelembaban
yang tinggi dapat memperlama waktu disintegrasi dan memperlambat waktu
disolusi (Lachman et al. 1994). Penambahan bahan penghancur dalam formulasi
dapat dilakukan menggunakan metode eksternal (ekstragranular) dan internal
(intragranular).
Metode
eksternal dilakukan
dengan
penambahan
bahan
penghancur ke dalam formulasi sebelum pengempaan, sedangkan penambahan
secara internal dilakukan dengan pencampuran bahan penghancur yang
ditambahkan bahan lain sebelum dimasukkan ke dalam cairan granulasi (Bagul
2006).
SSG dalam formulasi berfungsi sebagai disintegrant (bahan penghancur).
Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan pecahnya atau hancurnya
tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan (Lachman et al. 1994).
Syarat suatu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan penghancur diantaranya
adalah memungkinkan terjadinya proses kapilarisasi cairan, mudah mengembang
dan meningkatkan kemampuan pembasahan tablet. Bahan penghancur yang
digunakan berada pada kisaran 1–10% dari total formula (Bagul 2006).
32
Pengemasan
Pengertian kemasan secara umum adalah suatu benda yang digunakan
untuk wadah atau tempat membungkus bahan pangan dan dapat memberikan
perlindungan sesuai dengan tujuannya, baik yang bersentuhan langsung dengan
bahan pangan maupun tidak (Departemen Kesehatan 1998). Kemasan dapat
membantu mencegah/mengurangi kerusakan, melindungi bahan yang ada di
dalamnya dari pencemaran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan
getaran. Salah satu fungsi pengemasan pada bahan pangan adalah melindungi dan
mengawetkan produk, seperti melindungi dari sinar ultraviolet, panas, kelembaban
udara, oksigen, benturan, kontaminasi dari kotoran dan mikroba yang dapat
merusak dan menurunkan mutu produk (Buckle et al. 1985).
Aluminium foil merupakan salah satu contoh bahan pengemas berbahan
dasar aluminium yang fleksibel. Bahan pengemas dari aluminium foil memiliki
sifat yang lebih unggul, yaitu bersifat impermeable (tidak dapat ditembus) oleh
cahaya, gas, air, bau dan bahan pelarut yang tidak dimiliki oleh bahan pengemas
fleksibel lainnya. Keunggulan lain dari pengemas aluminium foil ialah mudah
dibentuk, tidak berasa, tidak berbau, tidak beracun, dapat menahan masuknya gas,
mempunyai konduktivitas panas yang baik dan dapat didaur ulang (Syarief et al.
1989).
Aluminium foil banyak digunakan untuk pengemasan produk coklat,
bahan-bahan pembungkus kue dan produk olahan susu. Aluminium foil adalah
bahan kemasan berupa lembaran logam aluminum yang padat dan tipis dengan
ketebalan kurang dari 0.15 mm dan dalam prakteknya bahan alumunium sering
digunakan dalam bentuk struktur berlapis terdiri atas dua atau lebih lapisan
(Buckle et al. 1985). Contoh lain bahan pengemas adalah plastik LDPE (Low
Density Polyethylen). Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus
cahaya, fleksibel dan memiliki daya rentang tinggi tanpa sobek. Plastik LDPE
memiliki ketahanan sangat baik terhadap asam, basa, alkohol serta dapat
digunakan untuk penyimpanan beku sampai dengan suhu -50 C (Syarief et al.
1989). Plastik polietilen jenis low density polyethylene (LDPE) mempunyai
sedikit cabang pada rantai antara molekulnya yang menyebabkan plastik ini
33
memiliki densitas yang rendah. Ikatan hidrogen antar molekul juga berperan
dalam menentukan titik leleh plastik.
Penyimpanan
Bahan pangan kering yang akan disimpan dalam jangka waktu yang cukup
lama dianjurkan agar menggunakan penyimpanan suhu rendah (Desrosier 1988).
Menurut Arpah dan Syarief (2000) umur simpan adalah selang waktu antara saat
produksi hingga saat konsumsi suatu produk dengan syarat bahwa produk tersebut
berada dalam keadaan dapat diterima dari sifat penampakan, rasa, aroma dan nilai
gizinya. Produk berada dalam masa simpan bila kualitas produk secara umum
dapat diterima untuk tujuan seperti yang diinginkan konsumen, serta selama bahan
pengemasnya masih memiliki integritas serta melindungi isi kemasan. Umur
simpan menurut Buckle et al. (1985) dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
karakteristik produk (sifat fisik, kimia dan mikrobiologisnya), lingkungan dan
bahan pengemas atau sistem pengemasan.
Syarief dan Halid (1992) menyatakan bahwa selama penyimpanan produk
bahan pangan akan mengalami penyimpangan. Penyimpangan bahan pangan
secara konvensional ada dua macam yaitu penyusutan kuantitatif dan penyusutan
kualitatif. Penyusutan kuantitatif yaitu kehilangan jumlah atau berat akibat
penanganan yang tidak memadai dan adanya gangguan biologis (serangga dan
tikus). Penyusutan kualitatif yaitu terjadi kerusakan akibat perubahan biologi
(mikroba), terjadinya perubahan fisik (suhu, kelembaban), perubahan kimia
(reaksi pencoklatan, ketengikan dan penurunan nilai gizi). Bahan pangan yang
mengalami penyusutan kualitatif berarti bahan tersebut mengalami penurunan
mutu sehingga tidak layak konsumsi.
Download