BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Kematangan Karier 2.1.1. Pengertian Kematangan Kerier Crites (dalam Heer & Cramer,1979) kematangan karier adalah kesesuaian antara perilaku karier individu yang nyata dengan perilaku karier yang diharapkan pada usia tertentu di setiap tahap. Kesesuaian perilaku individu terhadap rangsangan dari lingkungannya yang berkaitan dengan karier yaitu rangkaian sikap dan kompetensi individu yang berkaitan dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan aktifitas kerja selama rentang waktu kehidupan seseorang dengan rangkaian aktifitas pendidikan dan kerja yang terus berkelanjutan, dengan demikian karier seorang individu melibatkan rangkaian pilihan dari berbagai macam kesempatan yang diharapkan dapat sesuai pada usia – usia tertentu yang berkaitan dengan tahap proses perkembangan karier. Menurut Super (dalam Winkel 2006) menyatakan pada tahap proses perkembangan karier dibagi atas lima tahap, yaitu : a. Fase pengembangan (Growth), dari saat lahir sampai umur lebih kurang 15 tahun, dimana anak-anak mengembangkan berbagai potensi, pandangan khas, sikap, minat, dan kebutuhan-kebutuhan yang dipadukan dalam struktur gambaran diri. 7 b. Fase eksplorasi (Eksploration), dari umur 15 - 24 tahun, dimana orang muda memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat. c. Fase pemantapan (Establishment) dari umur 25 – 44 tahun, yang bercirikan usaha tekun memantapkan diri melalui seluk-beluk pengalaman selama menjalani karier tertentu. d. Fase pembinaan (Maintenance) dari umur 45 – 64 tahun, di mana orang yang sudah dewasa menyesuaiakan diri dalam penghayatan jabatannya e. Fase kemunduran (Decline), bila orang memasuki masa pensiun dan harus menemukan pola hidup baru sesudah melepaskan jabatannya. Kelima tahap ini dipandang sebagai acuan bagi munculnya sikap-sikap dan perilakunya yang menyangkut keterlibatan dalam suatu jabatan, yang tampak dalam tugas-tugas perkembangan karier. Pada masa-masa tertentu dalam hidupnya individu diharapkan pada tugas-tugas perkembangan karier tertentu Super (dalam Winkel 2006), yaitu : a. Perencanaan garis besar masa depan (Crystallization) antara umur 14 – 18 tahun, yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya b. Penentuan (Specification) antara umur 18 – 24 tahun, yang bercirikan mengarahkan diri ke bidang jabatan tertentu dan mulai memegang jabatan itu c. Pemantapan (Establishment) antara umur 24 – 35 tahun, yang bercirikan membuktikan diri mampu memangku jabatan yang terpilih d. Pengakaran (Consolidation) sesudah umur 35 tahun sampai masa pension, yang bercirikan mencapai status tertentu dan memperoleh senioritas. 8 Pada tahap proses perkemabangan karier siswa SMK pada Fase eksplorasi (Eksploration), dari umur 15 - 24 tahun, dimana orang muda memikirkan berbagai alternatif jabatan, tetapi belum mengambil keputusan yang mengikat dan pada tugas-tugas perkemabangan siswa SMK pada perencanaan garis besar masa depan (Crystallization) antara umur 14 – 18 tahun, yang terutama bersifat kognitif dengan meninjau diri sendiri dan situasi hidupnya. Khususnya pada siswa SMK diharapkan lebih memahami mengenai kematangan kariernya karena siswa SMK yang memang setelah lulus akan langsung terjun ke dunia pekerjaan. Rendahnya kematangan karier dapat menyebabkan kesalahan dalam mengambil keputusan karier, termasuk kesalahan dalam menentukan pendidikan lanjutan. Remaja yang memilih suatu jurusan pendidikan tanpa mempertimbangkan kemampuan, minat, ataupun kepribadian, cenderung memilih pendidikan lanjutan atas dasar mengikuti pilihan teman, popularitas pekerjaan, identifikasi dengan orangtua, ataupun atas dasar pilihan orangtua dapat mengakibatkan kegagalan dalam belajar, kerugian finansial, kerugian waktu, dan efek psikis bagi remaja seperti penurunan rasa percaya diri karena merasa tidak mampu dan bodoh dalam jurusan yang diambilnya. Kesalahan pemilihan pendidikan seperti memilih suatu jurusan pendidikan tanpa mempertimbangkan kemampuan, minat, ataupun kepribadian sehingga kematangan karier tampaknya menjadi hal penting bagi pemilihan dan perencanaan karier bagi para siswa. Siswa yang terlibat memilih suatu jurusan pendidikan dengan mempertimbangkan kemampuan, minat dan kepribadian yang dimilikinya cenderung dapat memilih jurusan yang tepat untuk dirinya. Pemilihan jurusan pendidikan yang sesuai 9 dengan kemampuan, minat dan kepribadian siswa dapat mengakibatkan siswa semangat, lebih serius dan termotivasi dalam belajar. Kemandirian siswa dalam pembuatan keputusan karier, yaitu siswa memilih jurusan tidak karena pengaruh orang lain, seperti orangtua atau teman, tetapi karena pilihannya sendiri yang disesuaikan dengan kemampuan dirinya. 2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Karier Faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan karier dikemukakan Crites 1981 (dalam Manrihu 1986), meliputi : a. Sikap. Mengukur sikap-sikap klien terhadap pemilihan karier, kecenderungan –kecenderungan disposisional yang dimanifestasikan dalam : Keterlibatan, Independensi, Orientasi, Ketegasan dan Kompromi. b. Kompetensi . aspek ini meliputi : Penilaian diri, penilaian dari sifatsifat dan kecenderungan-kecenderungan hipotesis seseorang dalam hubungan dengan keberhasilan dan kepuasan karier; Informasi, pengetahuan tetang syarat-syarat pekerjaan, pendidikan / latihan, dan pengetahuan praktis tentang pekerjaan; Seleksi tujuan, nilai-nilai pribadi yang dikejar dalam pekerjaan; Perencanaan, langkah-langkah logis dalam proses pengambilan keputusan karier; Pemecahan, pemecahan masalah dalam proses pengambilan keputusan karier. 2.1.3. Pengukuran Kematangan Karier Adapun alat pengukuran kematangan karier ada beberapa macam, yaitu : a. Skala kematangan karier 10 a). Skala Keputusan Karier (Career Decision Scale / CDS), yang dikembangkan oleh Osipow, Carney, Winer, Yanico, & Koschier, 1976. Terdiri dari 19 item skala 18 diantaranya dijawab pada skala 4 poin (1= sama sekali tidak seperti saya 4= sangat mirip dengan saya). Ke 18 item terdiri atas dua bagian : 2 item skala kepastian dan 16 item skala kebimbangan. Item sisanya adalah pertanyaan terbuka terakhir yang menunjukkan perhatian dari klien. Biasanya memakan waktu 10-15 menit untuk menyelesaikan semua skala. b). Inventory Kekhawatiran Karier Dewasa (Adult Career Concerns Inventory / ACCI), yang dikembangkan oleh Super, Thompson, & Lindeman, 1988. Terdiri dari 61 item yang diperuntukkan bagi siswa sekolah menengah dan dewasa. Super menemukan bahwa beberapa konsep yang diaplikasikan untuk remaja tidak sesuai untuk orang dewasa. 60 dari 61 item pada ACCI berhubungan dengan orang dewasa. 60 item tersebut dibagi menjadi 5 tingkatan utama. Setiap tingkat kemudian dibagi menjadi 3 sub tingkat pengembangan karier dewasa dan dikelompokkan berdasarkan 5 tingkat pada inventory. Jadi, 5 item pertama berhubungan dengan sub-set pertama dari tingkatan yang pertama. 5 item berikutnya berhubungan dengan sub set kedua pada tingkatan pertama, dan seterusnya. Untuk setiap pertanyaan, setiap individu diminta untuk memberikan respon terhadap pertanyaan pada skala likert dari 1 (tidak memperhatikan) sampai 5 (sangat memperhatikan sekali). 11 b. Inventory kematangan karier a). Inventory Kematangan Karier (Career Maturity Inventory / CMI) yang dikembangkan oleh John E. Crites, 1978. Dengan jumlah item 24 mencakup sikap dan kompetensi dengan pilihan jawaban Setuju (S) dan Tidak Setuju (ST). Crites (dalam Manrihu, 1986) menyatakan bahwa pengukuran kematangan karier mengandung dua manfaat: (1) fungsi penelitian, dalam hal ini memungkinkan kita “mengetes” aspek-aspek teoritis dari perkembangan karier; dan (2) fungsi praktis, dalam hal menyajikan suatu diagnosis tentang laju dan kemajuan individu dan karena itu menyarankan strategi-strategi intervensi guna peningkatan perkembangan tersebut. b). Inventory Pengembangan Karier (Career Development Inventory / CDI), yang dikembangkan oleh Super, Thompson, Lindeman, Jordan, & Myer, 1988. Terdiri dari bentuk untuk sekolah dan universitas. Setiap bentuk terdiri dari 2 bagian dan 120 item. Bagian pertama terdiri atas 4 sub-tes yang mengukur 4 aspek penting dari kematangan karier, rencana karier (skala I), pencarian karier (skala II), pembuatan keputusan (skala III), dan dunia informasi kerja (skala IV). Bagian pertama ini dapat diberikan kepada siswa kelas 7-10. Bagian kedua dibuat untuk menilai pengetahuan siswa terhadap acuan grup pekerjaan. CDI khususnya berguna untuk menilai kesiapan dalam merumuskan rencana pendidikan dan karier. CDI memberikan diagnose informasi terhadap sikap dan kognitif dan defisiensi dan 12 dapat memberikan bantuan dalam menentukan intervensi yang penting (nilai rendah pada informasi dunia kerja berarti memerlukan eksplorasi pekerjaan). c). Inventory Penilaian Pembuatan Keputusan (Assessment of Career Decision Making / ACDM), yang dikembangkan oleh Harren, 1979. Mengkombinasikan penilaian kemajuan pembutan keputusan karier (pendidikan dan kejuruan) dengan penilaian gaya pembuatan keputusan. ACDM terdiri dari 94 true-false (benar-salah) dan dapat digunakan secara individu maupun kelompok. 94 item terdiri dari 3 gaya pembuatan keputusan rational, intuitive, dependent, dan skala tugas pembuatan keputusan, termasuk didalamnya ada 3 area utama (penyesuaian sekolah, pekerjaan, dan pelajaran utama). Waktu yang dibutuhkan adalah kurang dari 30 menit. d). Inventory Keyakinan Karier (Career Beliefs Inventory / CBI), yang dikembangkan oleh Krumboltz 1994. Terdiri dari 96 item, yang dirancang untuk membantu mencapai tujuan karier. Pengguna diminta untuk mengukur tingkat setuju/tidak setuju untuk setiap itemnya ada 5 skala poin. Skala 25 didapat dari CBI, dan skor diberikan dengan nilai 10-50 untuk setiap skala. Skor yang kurang dari 39 merupakan indikasi untuk konselor mengetahui rintangan yang mungkin muncul dalam perencanaan karier. Petunjuk penggunaan menjelaskan bagaimana skor digambarkan pada setiap skala. Waktu yang dibutuhkan 30 menit. 13 Penelitian ini menggunakan CMI (Career Maturity Inventory) yang dikembangkan oleh John E. Crites. Dengan jumlah item 24 mencakup sikap dan kompetensi dengan pilihan jawaban Setuju (S) dan Tidak Setuju (ST). 2.1.4. Meningkatkan Kematangan Karier Crites (dalam Barnes, 1974) mengemukakan bahwa individu yang memiliki kematangan karier tinggi ditandai dengan : a. Meningkatkan pengetahuan akan diri b. Meningkatkan pengetahuan tentang pekerjaan c. Meningkatkan kemampuan memilih pekerjaan d. Meningkatkan kemampuan merencanakan langkah-langkah menuju karier yang di harapkan e. Meningkatkan kemampuan dan minat siswa yang sesuai dengan karier yang dipilihnya. Adapun cirri-ciri siswa yang kurang atau belum memiliki kematangan karier menurut Crites (1981) adalah : a. Tidak realistik dalam pilihan karier, yaitu tidak didasarkan kemampuan, minat, nilai dan kenyataan yang ada, pilihan ini mungkin karena kehendak orangtua, sedang anak bersifat pasif menerima pilihan orangtuanya. Ini berarti ia belum mandiri dalam proses pemilihan karier. b. Keragu-raguan dalam membuat pilihan karier, yang menunjukkan katidakmampuannya mereka memilih atau menyatakan pendapatnya terhadap tidakan tertentu yang akan menghasilkan pilihan yang 14 mempersiapkan ia masuk pada suatu jenis pekerjaan tertentu. Hal ini menurut Crites (1981) disebabkan karena : (1) seseorang mempunyai banyak potensi dan membuat banyak pilihan, tetapi ia tidak dapat memilih salah satu sebagai tujuannya; (2) seseorang tidak dapat mengambil keputusan, ia tidak bisa memilih satupun dari alternativealternatif yang mungkin baginya; (3) seseorang tidak berminat, ia telah memilih satu pekerjaan, tetapi ia bimbang akan pilihannya itu, karena tidak didukung oleh pola minat yang memadai. Menurut Crites (dalam Suprapto, 1994), kematangan karier dapat dirumuskan kedalam empat dimensi, yaitu : a) Konsistensi pemilihan karier Dimensi ini mengandung aspek kemantapan individu untuk mengambil keputusan dalam waktu yang berbeda, kemantapan dalam mengambil keputusan atas pekerjaan yang dipilihnya, kemantapan dalam mengambil keputusan yang berhubungan dengan tingkat pekerjaan, kemantapan dalam memilih pekerjaan dengan adanya pengaruh keluarga. b) Realism dalam memilih pekerjaan Dimensi ini mengandung aspek kesesuaian antara kemampuan dengan pekerjaan yang dipilihnya, mampu mengambil keputusan untuk memilih pekerjaan yang sesuai dengan sifat kepribadiannya, dan dapat menyesuaiakan antara tingkat status social dengan pekerjaan yang dipilihnya. 15 c) Kompetensi pemilihan pekerjaan Dimensi ini mengandung aspek mengenai kemampuan individu dalam memecahkan masalah yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, rencana yang berhubungan dengan pemilihan pekerjaan, memiliki pengetahuan mengenai pekerjaan yang dipilihnya, mengevaluasi kemampuan diri dalam hubungannya dengan pemilihan pekerjaan, dan menetapkan tujuan pekerjaan yang hendak dipilihnya. d) Sikap dalam pemilihan pekerjaan Dimensi ini mengandung aspek tentang keaktifan individu dalam proses pengambilan keputusan, bersikap dan berorientasi positif terhadap pekerjaan dan nilai-nilai pekerjaan yang dipilihnya, tidak tergantung pada orang lain dalam memilih pekerjaan, mendasarkan faktor-faktor tertentu menurut kepentingannya di dalam memilih pekerjaan, dan memiliki ketepatan konsepsi di dalam pengambilan keputusan pekerjaan. 2.2. Konsep Diri 2.2.1. Pengertian Konsep Diri Fitts (1971) mendefinisikan konsep diri adalah keseluruhan kesadaran atau persepsi mengenai diri yang diobservasi, dialami, dan dinilai oleh individu. Keseluruhan kesadaran individu tentang siapakah aku, dimana aku berada dan bagaimana orang lain memandang diri ku, dengan melibatkan persepsi yang merupakan suatu proses didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera dari interaksi individu dengan lingkungannya, di dalam persepsi melibatkan perasaan, 16 kemampuan berfikir, dan pengalaman-pengalaman individu, mengenai diri dari keseluruhan manusia itu sendiri, maka hasil persepsi bisa berbeda-beda pada tiap orang. Individu juga mengobservasi meninjau secara cermat perilaku yang dialami dalam kehidupan sehari-hari menjelaskan bahwa konsep diri yang dialami individu terbentuk melalui proses belajar individu dalam interaksinya dengan lingkungan sekitarnya. Interaksi tersebut akan memberikan pengalamanpengalaman atau umpan balik yang diterima dari lingkungannya, sehingga individu akan mendapatkan gambaran tentang dirinya. Begitu pentingnya penilaian orang lain terhadap pembentukan konsep diri, sehingga seseorang akan melihat siapa dirinya melalui penilaian orang lain terhadap dirinya. Individu yang menilai bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan yang ia miliki, padahal segala keberhasilan banyak bergantung kepada cara individu memandang kualitas kemampuan yang dimiliki. Konsep diri terbentuk dan dapat berubah karena interaksi dengan lingkungannya yang dilakukan individu setiap saat dan dimana saja. Fitts (1971) menyebutkan ciri-ciri individu yang mempunyai konsep diri rendah adalah tidak menyukai dan menghormati diri sendiri, memiliki gambaran yang tidak pasti terhadap dirinya, sulit mendefinisikan diri sendiri dan mudah terpengaruh oleh bujukan dari luar, tidak memiliki pertahanan psikologis yang dapat membantu menjaga tingkat harga dirinya, mempunyai banyak persepsi diri yang saling berkonflik, merasa aneh dan asing terhadap diri sendiri sehingga sulit bergaul, mengalami kecemasan yang tinggi, serta sering mengalami pengalaman negatif dan tidak dapat mengambil manfaat dari pengalaman tersebut. 17 Fitts (1965) mengukur konsep diri dalam dua dimensi internal dan eksternal. Ke delapan dimensi tersebut adalah (a) Fisik, (b) Moral & Etika, (c) Pribadi, (d) Keluarga, (e) Sosial, (f) Identitas, (g) Kepuasan, (h) Perilaku. Dalam bentuk skala TSCS dengan 90 item pernyataan yang mencakup ke delapan elemen konsep diri. 2.2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Konsep diri dalam proses pembentukan, perkembangan, dan perubahannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Fiits (1971) mengungkapkan tentang faktorfaktor yang dapat mempengaruhi konsep diri, yaitu sebagai berikut : a. Pertahanan diri (self defensiveness). Pada saat seorang individu menggambarkan atau menampilkan dirinya, terkadang muncul keadaan yang tidak sesuai dengan diri yang sebenarnya. Keadaan ini terjadi dikarenakan individu memiliki sikap bertahan dan kurang terbuka dalam menyatakan dirinya yang sebenarnya. Hal ini dapat terjadi, dikarenakan individu tidak ingin mengakui hal-hal yang tidak baik di dalam dirinya. Pertahanan diri, membuat seorang individu mampu untuk "menyimpan" keburukan dari dirinya dan tampil dengan baik sesuai yang diharapkan oleh lingkungan dari dirinya. b. Penghargaan diri (self esteem). Berdasarkan label-label dan simbol-simbol yang ada dan diberikan pada dirinya, seorang individu akan membentuk harga diri sendiri terhadap dirinya. Semakin baik label atau simbol yang ada pada dirinya, maka akan semakin baik pula penghargaan yang diberikannya pada dirinya sendiri. 18 Demikian pula bila individu memiliki label-label atau simbol-simbol yang kurang baik pada dirinya, maka penilaian tersebut akan diinternalisasikannya dan membentuk penghargaan diri yang kurang baik pada dirinya sendiri. c. Integrasi diri / kesempurnaan atau keseluruhan (self integration). Kesempurnaan diri menunjukkan pada derajat kesempurna antara bagianbagian dari diri (self). Semakin sempurna bagian-bagian diri atau semakin terintegrasi dari seorang individu, maka akan semakin baik pula ia akan menjalankan fungsinya. d. Kepercayaan diri (self confidence). Kepercayaan diri seorang individu berasal dari tingkat kepuasannya pada dirinya sendiri. Semakin baik penilaian seorang individu terhadap dirinya, maka semakin percaya ia akan kemampuan dirinya. Dengan kepercayaan diri yang baik, maka seorang individu akan semakin percaya diri di dalam menghadapi lingkungannya. 2.2.3. Pengukuran Konsep Diri Adapun alat pengukuran konsep diri ada beberapa macam diantaranya : a. Skala konsep diri a) Skala Inferred Konsep Diri (The Inferred Self-Concept Scale) adalah 30 item skala di mana orang tua, guru, atau dimensi tingkat konselor menunjukkan konsep diri perilaku individu. 19 b) The Piers-Harris Children‟s Self-Concept Scale mengukur dimensi konsep diri seperti evaluasi status perilaku, sekolah dan intelektual, penampilan fisik dan atribut, kecemasan, popularity, dan kepuasan. c) Skala TSCS mengukur skala identitas, kepuasan diri, perilaku, diri fisik, moral-etika diri, diri pribadi, diri keluarga, dan diri sosial. b. Checklist sifat konsep diri adalah tes 114 item tes konsep diri. Mengevaluasi cirri fisik, nilai-nilai social, dan kemampuan intelektual. Pada tingkatan 3 adalah “I am,,,,”. Pada tingkatan 4 sampai 8 ada tambahan kata yang dapat digunakan : “Saya ingin menjadi,,,”. c. Inventori konsep diri dan motivasi (SCAMIN) menilai konsep diri dalam setting akademis, mengukur kebutuhan prestasi, prestasi investasi, harapan peran, dan self-kecukupan. Ke empat tingkatan adalah pre sekolah taman kanakkanak, awal SD (kelas 1 sampai 3) kemudian SD (kelas 3 sampai 6) dan sekunder (kelas 7 sampai 12). d. Teknik penyortiran (Q Sorting) Teknik penyortiran (Q Sorting) dikembangkan Stevenson (1953) yang digunakan sangat luas untuk pemberian indeks konsep diri adalah kelompok 100 item rujukan diri yang berasal dari protokol-protokol penyembuhan. Item-item yang menjelaskan kepribadian ini cenderung menjadi pernyataan-pernyataan tegas yang umum dan tidak spesifik menurut keadaannya, misalnya „Saya malu‟, disortir oleh subyek ke dalam 20 sembilan tumpukan yang disusun pada sebuah kontinum sesuai dengan derajat kepada makna subyek mengklaim tumpukan-tumpukan kartu tersebut merupakan karakteristik dirinya sendiri. Subjek tersebut dipaksa oleh intruksi untuk menempatkan sejumlah item yang spesifik dan ke dalam masing-masing tumpukan agar menghasilkan suatu distribusi kuasi normal dari item-item. Item ini dapat disortir lagi ke dalam sembilan tumpukan karakteristik idealnya bagi dirinya, atau tentang bagaimana dia meyakini orang-orang lain memandangnya. e. Metode respons yang tidak berstruktur dan bebas Dalam metode-metode ini subyek diminta untuk menyediakan bahanbahan mengenai dirinya sendiri, biasanya dengan melengkapi kalimatkalimat atau membuat sebuah esai. Pada hal yang pertama subjek dipresentasikan dengan sejumlah pernyataan yang tidak lengkap yang dia diminta untuk melengkapinya. Nilai dari respons yang bebas atau teknikteknik yang tidak berstruktur terletak di dalam penyingkiran pembatasan yang diadakan oleh teknik skala penilaian di mana subyek dipaksakan untuk memilih di antara alternatif-alternatif yang terbatas pada pertanyaanpertanyaan membatasi yang menyebabkan subjek tersebut memberikan respons menimbulkan akibat wajar terhadapnya yaitu bahwa klasifikasi respons-respons menjadi sangat sulit. Kualitas proyektif dari responrespon yang diperoleh berarti bahwa prosedur penghitungan skor terletak untuk sebagian besar kepada penilaian subjektif dari orang yang mengadakan penghitungan skor itu sendiri meskipun penerapan kategori- 21 kategori yang diseleksi lebih dulu . Orang yang penghitungan skor masih harus memutuskan jika respon-respon cocok kedalam sebuah kategori atau ke dalam yang lainnya. Validitas sukar untuk diketahui dengan pasti dan validitas permukaan sering-sering merupakan satu-satunya bentuk yang didahulukan f. Teknik proyektif Teknik proyektif digunakan untuk mengukur konsep diri yang tidak sadar (uncounsious self concept). Fiedman, 1995; Mussen dan Jones, 1957; Linton dan Graham, 1959. Mereka menggunakan pendekatan ini karena mereka yakin aspek-aspek tidak sadar dengan teori-teori diri. Mereka memberikan alasan bahwa sejumlah pengukuran dari lapangan fenomenologi memberikan sebuah inventori variabel-variabel yang tidak lengkap di mana tingkah laku subjek didasarkan dan beberapa karakteristik subjek yang penting tidak tersedia bagi kesadarannya. Para teoris menunjukkan bahwa proses belakar yang paling penting terjadi dengan pra-verbal, dan kebutuhan untuk mempertahankan sebuah konsep diri yang positif mungkin membawa kepada penolakan dan represi. g. Daftar Check – List Dengan metode ini individu semata-mata mengecek kata-kata sifat ataupun pernyataan-pernyataan yang sesuai yang menjelaskan dirinya sendiri. Hanya item-item tersebut dicek yang berlaku pada subyek tersebut. Pada hakikatnya suatu skala respons ya/tidak. Pengecekan semuanya atau tidak ada pengecekan mencegah setiap penentuan derajat 22 keterlibatan dari item-item terhadap individu. Jadi skala penilaian tipe Likert lebih disukai karena memberikan lebih banyak data. Instrument yang digunakan untuk mengukur konsep diri adalah The Tensessee Self Concept Scale instrument ini disusun oleh William H. Fitts pada tahun 1965 menggunakan pendekatan yang rasional. TSCS secara luas digunakan untuk konseling dan tujuan diagnosis. TSCS berisi 100 item yang mengukur responden dengan delapan dimensi konsep diri. Ke delapan dimensi konsep diri yang di ukur adalah (a) Fisik, (b) Moral & Etika, (c) Pribadi, (d) Keluarga, (e) Sosial, (f) Identitas, (g) Kepuasan, (h) Perilaku. Untuk mengukur ke delapan elemen, yang terdiri dari 90 item dan yang 10 item untuk mengukur kritik diri. Dari 90 item, 45 adalah item positif dan sisanya adalah negative, sementara itu 10 item untuk kritik diri adalah item positif. Jumlah item untuk Fisik ada 18 item, Moral & Etika 18 item, Pribadi 18 item, Keluatga 18 item, Sosial 18 item, Identitas 30 Item, Kepuasan 30 item, dan Perilaku 30 item. 2.2.4. Dimensi Konsep Diri Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu : a. Dimensi Internal, yang disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) yakni penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya, yang terdiri dari : a) Diri Identitas (self identity), merupakan aspek paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, “siapakan saya” dalam pertanyaan tersebut mencakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang 23 bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya. b) Diri Perilaku, merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya, yang berisikan segala kesadaran mengenai “apa yang dilakukan oleh diri”. Selain itu bagian ini berkaitan erat dengan diri identitas. Diri yang adekuat akan menunjukkan adanya keserasian antara diri identitas dengan diri pelakunya, sehingga ia dapat mengenali dan menerima, baik sebagai identitas maupun diri sebagai pelaku. c) Diri Kepuasan, berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri identitas dan diri perilaku. b. Dimensi Eksternal Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, dimensi eksternal ini bersifat umum bagi semua orang, dan dibedakan atas lima bentuk, yaitu : a) Diri Fisik, pandangan seseorang terhadap fisik, kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya. Dalam hal ini terlihat persepsi seseorang mengenai kesehatan dirinya, penampilan dirinya (cantik, jelek, menarik, tidak menarik ) dan keadaan tubuhnya (tinggi, pendek, gemuk, kurus). b) Diri Keluarga, pandangan dan penilaian seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan 24 seberapa jauh seseorang merasa adekuat terhadap dirinya sebagai anggota keluarga, serta terhadap peran maupun fungsi yang dijalankannya sebagai anggota dari suatu keluarga. c) Diri Moral & Etika, yaitu persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari standar pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungan dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan keagamaannya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk. d) Diri Sosial, yaitu bagaimana seseorang dalam melakukan interaksi sosialnya. Bagian ini merupakan penilaian seseorang terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya. e) Diri Pribadi, yaitu bagaimana seseorang menggambarkan identitas dirinya dan bagaimana dirinya sendiri. Diri pribadi merupakan perasaan dan persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hal ini dipengaruhi oleh sejauh mana individu merasa puas terhadap pribadinya atau sejauh mana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat. 2.3. Kajian yang relevan Risa (2001) melakukan penelitian “Hubungan antara Locus Of Control Internal dan Konsep Diri dengan Kematangan Karier” pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Hasil penelitian tersebut ada hubungan yang signifikan antara 25 locus of control internal dan konsep diri dengan kematangan karir pada siswa kelas XI SMK Negeri 2 Surakarta. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,519 atau 51,9%, sumbangan efektif locus of control internal terhadap kematangan karir sebesar 42,5476% dan sumbangan efektif konsep diri terhadap kematangan karir sebesar 9,3212%. Siswa dengan locus of control internal mempunyai kemampuan dalam evaluasi terhadap kondisi dirinya sehingga mempunyai gambaran yang realistik mengenai diri. Melalui gambaran diri yang realistik, memungkinkan siswa dapat membuat perencanaan karir yang matang. Selain itu, siswa yang mengembangkan konsep diri yang positif akan lebih melibatkan diri dalam eksplorasi karir dan mengembangkan tingkah laku yang tepat dalam menghadapi karir. Locus of control internal dan konsep diri menjadi suatu kondisi yang dapat membantu siswa dalam kematangan karirnya. Helbing (1978) melakukan penelitian mengenai “Vocational Maturity and Self Concept” terhadap para siswa di Belanda dengan rentang usia 14-18 tahun. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa yang menggambarkan dirinya sebagai seorang yang pintar, teliti, rajin, menyukai bisnis, dan berkelakuan baik adalah para siswa yang memiliki kematangan karier. Memahami dan menerima diri adalah hal yang lebih penting dalam perencanaan karier dan pembuatan keputusan daripada definisi diri yang diperoleh dari luar. 26 2.4. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : a. Ada hubungan yang signifikan antara konsep diri dengan kematangan karier siswa kelas X SMK T & I Kristen Salatiga. b. Semakin tinggi skor konsep diri maka semakin tinggi skor kematangan karier. 27