REKONSTRUKSI SISTEM EVALUASI HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA1 Oleh: Wagiran2 PENDAHULUAN Topik penelitian ini diangkat dari adanya kesenjangan antara praktik evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia di sekolah menengah pertama dengan teori evaluasi hasil belajar bahasa yang semestinya menjadi acuan. Kesenjangan tersebut terjadi karena beberapa teori evaluasi pembelajaran bahasa terabaikan dalam praktik atau beberapa teori evaluasi yang secara konseptual ideal tetapi sulit diterapkan dalam praktik. Hal ini perlu dikaji secara mendalam untuk menjembatani terbangunnya keselarasan antara teori dan praktik evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pelaksanaan evaluasi hasil belajar menunjukkan banyaknya malapraktik dalam pelaksanaan evaluasi. Penelitian tersebut, misalnya Purwati dan Wulandari (2008), Sulistya (2009), dan Wagiran dan Doyin (2010). Bukti adanya malapraktik dalam evaluasi yang terungkap pada penelitian-penelitian tersebut diduga hanya sebagian kecil dari kenyataan yang sebenarnya. Kondisi ini ibarat fenomena “gunung es”. Hal yang mengkhawatirkan bukan pada malapraktik evaluasi hasil belajar tersebut tetapi dampak negatifnya. Malapraktik evaluasi dapat menimbulkan washback negatif terhadap cara guru mengajar dan cara siswa belajar serta dapat mengaburkan pencapaian tujuan pendidikan yang sebenarnya. Hal ini telah ditunjukkan oleh hasil penelitian tentang washback evaluation yang dilansir pada beberapa jurnal internasional, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Alderson & Wall (1993), Biggs (1995, 1996), dan Burrows (2004). Alderson & Wall (1993) membuktikan bahwa ketidaktepatan praktik evaluasi telah mempengaruhi cara guru mengajar dan cara siswa belajar. Selain itu, dia juga mengungkapkan bahwa tes dapat menjadi penentu yang kuat, baik positif maupun negatif, dari apa yang terjadi di kelas. Biggs (1995, 1996) juga telah membuktikan adanya pengaruh tes pada praktik pengajaran. Biggs menjelaskan bahwa tes atau ujian dapat mendorong keberhasilan pengajaran. Burrows (2004) dalam 1 2 Bagian dari disertasi yang berjudul Sistem Evaluasi Komprehensif Hasil Belajar Bahasa Indonesia Dosen Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Jurusan BSI, FBS Unnes. 1 penelitiannya yang berjudul Washback in Classroom-Based Assessment: A Study of the Washback Effect in the Australian Adult Migrant English Program 113 mengungkapkan bahwa para guru akan cenderung mengabaikan kompetensi komunikatif yang sebenarnya bila penilaian tidak dilakukan berdasarkan pendekatan komunikatif. Mereka juga akan mengabaikan penilaian kelas bila penilaian kelas tidak memberikan kontribusi yang signifikan pada prestasi belajar siswa. Demikian juga bila aspek yang diukur tidak sesuai dengan apa yang seharusnya diukur dapat menimbulkan ketidakbermaknaan pembelajaran. Berdasarkan uraian dan hasil penelitian tersebut, perlu ditegaskan kembali bahwa kiranya sudah cukup alasan untuk merekonstruksi sistem evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia sebagai upaya mengurangi dampak negatif terhadap proses dan hasil belajar bahasa Indonesia. Berkenaan dengan itu, rumusan permasalahan penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Bagaimanakah kebutuhan akan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia di SMP pada tingkat kelas? (2) Bagaimanakah kaidah sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia di SMP pada tingkat kelas yang didasarkan pada hasil analisis SWOT? KAJIAN PUSTAKA Tinjauan terhadap hasil penelitian yang telah dilaksanakan, baik di Indonesia maupun di luar negeri yang berkaitan dengan artikel ini di antaranya adalah rintisan penelitian tentang penilaian bahasa yang komunikatif (Wagiran 2007), penilaian bahasa berbasis life skill (Wagiran 2008), penelitian yang menunjukkan banyaknya malapraktik dalam praktik evaluasi, penilaian, ujian, dan tes diungkapkan oleh Purnomosidi (1990), Rustam (2001), Purwati dan Wulandari (2008), dan Effiyaldi (2009) serta penelitian tentang banyaknya efek negatif pelaksanaan penilaian serta anjuran untuk memodifikasi pelaksanaan penilaian untuk mengubah efek negatif menjadi efek positif telah dilakukan oleh Shohamy, Donitsa-Schmidt, dan Ferman (1996), McNamara (20001), Shahrzad Saif (2006), 2 dan Kanchana Prapphal (2008). Penelitian lain yang berkaitan dengan artikel ini tentu masih banyak yang belum terungkap karena berbagai kendala dan keterbatasan wawasan penulis. Namun demikian, beberapa hasil penelitian yang relevan tersebut telah penulis anggap cukup memberikan dasar berpijak bagi perlunya penelitian untuk mengembangkan sistem evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia. Penelitian tentang banyaknya malapraktik dalam praktik evaluasi, penilaian, pengujian, maupun tes, seperti yang telah diungkapkan di atas tidak diragukan lagi. Namun hasil-hasil penelitian tersebut pada umumnya masih terbatas pada ekslorasi jenis kesalahan, bentuk pelanggaran, dan penyebabnya. Oleh karena itu, masih diperlukan penelitian lebih lanjut khususnya dalam penciptaan sistem evaluasi yang komprehensif yang bisa mengantisipasi dan mengurangi munculnya malapraktik evaluasi, penilaian, pengujian, maupun tes tersebut. Penelitian tentang efek penilaian (washback) terhadap cara guru mengajar dan cara siswa belajar juga memberikan dasar berpijak dalam penelitian ini, seperti yang diungkapkan oleh Dianne Wall dan Alderson (1993), Shohamy, DonitsaSchmidt, Ferman (1996), McNamara (20001), dan Kanchana Prapphal (2008). Rekomendasi para peneliti tersebut berkisar pada masih diperlukannya rekayasa evaluasi untuk mengurangi efek negatif penilaian atau mengubah efek negatif menjadi positif. Berdasarkan analisis hasil penelitian yang telah diungkapkan tersebut, perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam bidang evaluasi untuk mengurangi munculnya malapraktik dalam evaluasi, serta mengubah efek negatif menjadi positif. Penelitian tentang sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia ini dilakukan 3 sebagai tindak lanjut atas berbagai rekomendasi hasil penelitian terdahulu yang telah dikaji tersebut. METODE Untuk merekonstruksi sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia digunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan dua metode, yaitu metode field research untuk menjawab rumusan masalah pertama “Bagaimanakah kebutuhan guru bahasa Indonesia SMP akan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia?” dan metode literature review untuk menjawab rumusan masalah kedua “Bagaimanakah kaidah sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia SMP yang didasarkan pada kebutuhan guru bahasa Indonesia?“ Kebutuhan guru akan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia dijawab dengan analisis SWOT. Pengumpulan data yang berkaitan dengan kelemahan dan keunggulan sistem evaluasi hasil belajar dilakukan dengan teknik wawancara mendalam, FGD, dan telaah dokumen. Pengumpulan data yang berkaitan dengan kaidah sistem evaluasi komprehensif hasil belajar dikumpulkan dengan metode literature review dengan memanfaatkan hasil analisis SWOT. Sumber data primer adalah tiga puluh lima guru bahasa Indonesia SMP negeri dan swasta yang tersebar di Jawa Tengah dan sumber data sekunder adalah dokumen evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia SMP yang digunakan oleh guru bahasa Indonesia SMP di Jawa Tengah. Data berupa skor kualitas perangkat soal dianalisis dengan persentase. Data berupa informasi verbal dianalisis secara kualitatif dengan langkah (1) bekerja dengan data, (2) mengorganisasikan data, (3) memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, (4) mensintesiskannya untuk mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting, apa yang dicari, apa yang menjadi tujuan penelitian yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif, serta (5) memutuskan apa yang dapat dilaporkan sebagai hasil penelitian (Bogdan & Biklen 2003). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bagian ini disajikan dua subjudul, yakni kebutuhan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia dan kaidah sistem evaluasi hasil 4 belajar bahasa Indonesia. Hasil penelitian dan pembahasan kedua masalah tersebut disajikan secara terintegrasi pada kedua subjudul tersebut. Kebutuhan Sistem Evaluasi Komprehensif Hasil Belajar Bahasa Indonesia Untuk mendapatkan gambaran akan kebutuhan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu proyek (Wikipedia.com). Pada konteks ini, proyek yang dimaksudkan adalah terwujudnya sebuah sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia. Berdasarkan hasil analisis dokumen perangkat evaluasi, wawancara mendalam dengan guru bahasa Indonesia sebagai pelaksana kegiatan evaluasi hasil belajar, serta telaah literature dapat dirumuskan analisis SWOT sebagai berikut. Tabel Analisis SWOT Pengembangan Sistem Evaluasi Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kondisi Internal Kekuatan (strength) Kelemahan (Weakness) SDM guru bahasa Indonesia telah Evaluasi pada ranah sikap terabaikan memenuhi syarat sebagai guru karena dianggap tidak berkontribusi profesional dalam penentuan prestasi belajar siswa. Perencanaan dan pelaksanaan evaluasi hasil belajar pada tingkat Evaluasi pada ranah keterampilan kelas menjadi kewenangan penuh belum maksimal karena banyak guru menyita waktu sehingga banyak ditingalkan. Nilai ulangan harian memiliki bobot yang tinggi dalam penentuan hasil Adanya instrumen evaluasi yang tidak belajar siswa memenuhi kriteria mengakibatkan hasil pengukuran tidak valid. Guru sebagai evaluator sangat mengenal kondisi dan karakteristik Tindak lanjut evaluasi (remedial dan siswa pengayaan) belum dilakukan secara profesional. Kondisi Eksternal Peluang (opportunity) Ancaman (threath) Tujuan pendidikan nasional menuntut Efek negatif UN masih membelenggu pencapaian ranah sikap, pengetahuan, pelaksanaan evaluasi pada tingkat dan keterampilan secara kelas komprehensif (UU Sisdiknas) Adanya kebijakan ulangan harian terpadu membuat ulangan harian tidak Renstra Depdiknas menuntut sistem evaluasi yang sesuai dengan tuntutan berfungsi secara maksimal masa depan (Permendiknas No 2 Kebanggaan orang tua dan pejabat Tahun 2010) terhadap hasil tes ranah pengetahuan membuat ranah keterampilan dan Kompetensi pedagogik guru 5 menuntut guru dalam melaksanakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar (Permendiknas No 16/2007) Teori pembelajaran bahasa modern menuntut evaluasi bahasa secara komunikatif sikap menjadi tidak berarti Evaluasi hasil belajar belum mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar Nilai mata pelajaran bahasa Indonesia tidak mencerminkan kompetensi berbahasa yang sebenarnya Penentu keberhasilan pengembangan dan pelaksanaan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia adalah sumber daya manusia yang professional. Guru bahasa Indonesia SMP di Jawa Tengah yang menjadi narasumber penelitian ini semua sudah tersertifikasi. Sebagai guru profesional yang telah tersertifikasi, guru bahasa Indonesia di Jawa Tengah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi berbagai tuntutan standar kompetensi, termasuk standar kompetensi pedagogik, di antaranya adalah “melaksanakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar” serta “memanfaatkan hasil evaluasi untuk kepentingan pembelajaran”. Penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar pada tingkat kelas menjadi kewenangan penuh guru (Permendiknas No 20/2007 dan Permendikbud No 66/2013). Kekuatan lainnya adalah pemberian bobot nilai ulangan harian (formatif) lebih tinggi daripada nilai ulangan akhir semester (sumatif) di beberapa sekolah yang disurvai, menandakan bahwa kerepotan guru dalam merencanakan dan melaksanakan penilaian dan evaluasi secara komprehensif mendapatkan penghargaan yang pantas. Selain itu, seorang guru professional tentunya sangat mengenal kondisi dan karakteristik siswa sehingga memudahkan dalam merencanakan dan melaksanakan evaluasi komprehensif hasil belajar. Beberapa kekuatan tersebut memberikan peluang bagi guru profesional untuk mengembangkan sistem evaluasi hasil belajar yang sesuai tuntutan UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional, di antaranya adalah pencapaian hasil belajar secara komprehensif yang mencakup ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara proporsional. Pencapaian aspek hasil belajar secara komprehensif tentu membutuhkan teknik dan perangkat evaluasi yang komprehensif pula. Selain itu, guru professional juga memiliki peluang yang memungkinkan untuk mengembangkan sistem evaluasi di dalam kelas untuk mengembangkan kecerdasan majemuk siswa sehingga potensi siswa dapat berkembang secara maksimal sesuai karakteristik mata pelajaran (Permendiknas No 2/2010). Seorang guru professional 6 juga dituntut untuk bisa melakukan penilaian dan evaluasi hasil belajar secara komprehensif sebagaimana tuntutan Permendiknas No. 16/2007 tentang Standar Guru. Pengembangan teori pembelajaran dan penilaian bahasa yang berkembang pesat sudah seharusnya dimanfaatkan oleh guru profesional untuk merekonstruksi dan mengembangan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar. Beberapa kekuatan guru profesional sebagaimana telah teridentifikasi tersebut tentunya tidak hanya dapat memanfaatkan peluang untuk merancang dan mengembangkan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar tetapi juga memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai kelemahan sistem evaluasi yang ada. Terabaikannya pencapaian hasil belajar pada ranah sikap dan keterampilan dalam pembelajaran bahasa Indonesia tentu tidak sulit untuk diperbaiki dan ditata kembali sesuai dengan tuntutan kurikulum terbaru. Sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia akan dapat mengatasi kelemahan pencapaian hasil belajar ranah sikap dan keterampilan karena sistem evaluasi komprehensif menuntut pencapaian hasil belajar secara komprehensif. Beberapa kelemahan guru dalam pengembangan instrumen evaluasi hasil belajar akan dapat diatasi dengan sistem evaluasi komprehensif menuntut pencapaian hasil belajar secara komprehensif. Hal ini karena sistem evaluasi komprehensif memberikan panduan berbagai teknik pengembangan instrumen evaluasi, baik yang berupa tes (lisan, tertulis, dan perbuatan) maupun instrumen nontes. Kelemahan sistem evaluasi yang berupa belum dilaksanakannya tindak lanjut evaluasi hasil belajar secara benar, baik yang berupa pembelajaran remedial maupun pembelajaran pengayaan akan dapat diatasi dengan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar. Hal ini karena system tersebut menawarkan panduan pelaksanaan evaluasi proses dan tindak lanjutnya secara terperinci. Pengembangan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia yang dilaksanakan secara benar oleh guru profesional tentu akan dapat mengatasi beberapa ancaman (threath) yang ada. Ancaman tersebut berupa kebijakan ulangan harian terpadu (UHT) yang membuat ulangan harian selama ini tidak berfungsi secara maksimal karena UHT hanya menggunakan teknik tes tertulis sementara itu ulangan harian membutuhkan beragam teknik penilaian sesuai jenis aspek yang akan dinilai. Ulangan harian dengan sistem evaluasi formatif harus dikembalikan sepenuhnya menjadi kekuasaan penuh guru mata pelajaran di kelas agar penilaian 7 dan evaluasi formatif dapat berfungsi secara maksimal untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Pelaksanaan sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia yang dilaksanakan secara benar akan menghasilkan nilai bahasa Indoneia yang mencerminkan kompetensi berbahasa yang sebenarnya. Berdasarkan hasil analisis SWOT dapat disimpulkan bahwa diperlukan rekonstruksi sistem evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia untuk mengoptimalkan keunggulan system yang ada untuk mengurangi beberapa kelemahan pelaksanaan system evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia. Selain itu, pemanfaatan beberapa peluang pengembangan sistem evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia dapat digunakan untuk mengatasi berbagai ancaman pelaksanaan dan pengembangan sistem evaluasi hasil belajar yang ada. Kaidah Sistem Evaluasi Komprehensif Hasil Belajar Bahasa Indonesia Analisis SWOT yang didasarkan atas hasil wawancara, FGD, studi dokumentasi, dan telaah pustaka berkaitan dengan evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia menunjukkan perlunya rekonstruksi sistem evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia. Rekonstruksi sistem evaluasi tersebut diperlukan agar dapat mengembalikan fungsi evaluasi secara maksimal. Selama ini, kegiatan evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia tidak dikelola secara tepat. Hal tersebut membuat kegiatan evaluasi hasil belajar justru kontradiktif terhadap tujuan evaluasi hasil belajar. Kegiatan evaluasi tidak dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar secara berkesinambungan. Alih-alih dapat meningkatkan kualitas, justru yang didapatkan sebaliknya. Proses pembelajaran bahasa Indonesia tidak lagi berbasis kompetensi komunikatif sebagaimana tuntutan kurikulum tetapi lebih menekankan hal-hal pragmatis untuk mengejar nilai UN dengan menggunakan teknik drill untuk mencapai tujuan pembelajaran jangka pendek. Karakter santun berbahasa sebagai dampak pengiring pembelajaran tergantikan dengan pembentukan pola berpikir instan dalam mencapai tujuan. Dalam hal pencapaian hasil belajar juga telah terjadi reduksi tujuan pembelajaran dari tiga aspek (sikap, pengetahuan, dan keterampilan) yang seharusnya tercermin dalam kompetensi komunikatif menjadi hanya mencapai aspek pengetahuan bahasa sesuai dengan kisi-kisi UN. Nilai mata pelajaran bahasa Indonesia tidak mencerminkan kompetensi berbahasa yang sesungguhnya. 8 Kondisi tersebut sesuai dengan teori washback evaluation yang telah dibuktikan oleh Wall dan Alderson (1993), Shohamy, Schmidt, dan Ferman (1996), Messick (1996), McNamara (2001), dan Saif (2006). Wall dan Alderson (1993) dalam artikel yang berjudul Examining Washback: The Sri Lankan Impact Study dalam jurnal Language Testing. Vol. 10, No. 1, 41-69 mengungkapkan bahwa ujian bahasa seringkali menyebabkan efek buruk dalam pengajaran bahasa. Beberapa penulis mempercayai bahwa hal ini sangat mungkin untuk diubah kearah yang positif dengan perbaikan sistem evaluasi. Shohamy, Schmidt, dan Ferman (1996) dalam Language Testing, Vol. 13, No. 3 memodifikasi ujian nasional yang dilakukan selama dua tahun berturut-turut untuk dua bahasa, yakni bahasa Arab sebagai bahasa kedua (Arabic as a second language (ASL) dan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua (English as a foreign language (EFL dapat menciptakan dampak positif dalam kegiatan pengajaran, waktu yang dialokasikan untuk persiapan tes, pembuatan bahan pengajaran baru, dll. Meskipun perilaku-perilaku negatif mengenai tes tetap ada. Mereka percaya bahwa test tersebut menciptakan sebuah perubahan yang berarti dan merupakan kekuatan yang cukup untuk memacu perubahan tanpa adanya sebuah kebutuhan untuk memberikan pelatihan dan kurikulum baru. Messick (1996) dalam artikel berjudul Validity and Washback in Language Testing pada jurnal Language Testing Vol. 13, No. 3 memberikan rekomendasi bahwa sebuah penilaian autentik dan penilaian langsung memiliki efek positif dan negatif. Artikel ini membahas efek pengujian sebagai sebuah akibat dari validitas konstruk. McNamara (2001) dalam jurnal Language Testing, Vol. 18, No. 4 menulis artikel tentang Language Assessment as Social Practice: Challenges for Research. Dalam artikel tersebut, McNamara merekomendasikan perlunya pemikiran ulang penilaian bahasa sesuai dengan kemajuan teori pembelajaran bahasa yang dipacu oleh postmodernisasi. Saif (2006) dalam artikel yang berjudul Aiming for positive washback: a case study of international teaching assistants yang dimuat pada jurnal Language Testing, Vol. 23, No. 1, menunjukkan adanya kemungkinan penciptaan efek positif dengan memfokuskan pada latar belakang proses pengembangan ujian dan mengantisipasi kondisi-kondisi yang memungkinkan munculnya efek positif. Saif (2006) lebih lanjut melaporkan hasil penelitian empirikal multifase yang menunjukkan adanya pengaruh pengujian pada sebuah tes berbasis kebutuhan. 9 Hasil analisis SWOT serta kecocokkannya dengan beberapa rekomendasi hasil penelitian memberikan penguatan akan perlunya dirumuskan kembali kaidah sistem evaluasi. Perumusan kaidah sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia didasarkan pada hasil analisis SWOT. Perumusan kaidah tersebut perlu diselaraskan dengan tuntutan sebagai guru yang profesional khususnya kompetensi pedagogik pada kompetensi inti guru “melaksanakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar” dan “memanfaatkan hasil evaluasi untuk peningkatan kualitas pembelajaran” (Permendiknas No 16 Tahun 2007) serta perkembangan teori pembelajaran dan evaluasi bahasa yang mutakhir. Kaidah sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) landasan konseptual evaluasi komprehensif, (2) landasan operasional evaluasi komprehensif, dan (3) tindak lanjut evaluasi komprehensif yang dapat disajikan ke dalam enam bagian seperti bagan berikut. Kaidah Sistem Evaluasi Komprehensif Hasil Belajar Bahasa Indonesia (1) Konsep Dasar Sistem Evaluasi Komprehensif (2) Pembelajaran dan Penilaian Bahasa Indonesia (3) Evaluasi Hasil Belajar pada Tahap Input Pembalajaran (4) Evaluasi Hasil Belajar pada Tahap Proses Pembelajaran (5) Evaluasi Hasil Belajar pada Tahap Akhir Pembalajaran (6) Tindak Lanjut Evaluasi: Pemb. Remedial dan Pengayaan Bagan: Sistem Evaluasi Komprehensif Hasil Belajar Bahasa Indonesia Berkaitan dengan landasan konseptual, kaidah pertama yang dikaji adalah “konsep dasar sistem evaluasi komprehensif” yang meliputi (1) hakikat evaluasi pembelajaran, (2) Sistem evaluasi komprehensif, dan (3) etika evaluasi komprehensif. Hakikat evaluasi pembelajaran mencakup pengertian evaluasi, perbedaan evaluasi dengan pengukuran dan penilaian, serta kedudukan evaluasi dalam pembelajaran. Pengertian evaluasi perlu diungkapkan lebih dahulu sebagai konsep yang paling dasar. Dalam konteks evaluasi hasil belajar, evaluasi dipahami sebagai 10 kegiatan pengendalian, penjaminan, dan penetapan mutu hasil belajar (PP No 32 Tahun 2013). Kegiatan pengendalian mutu hasil belajar dilakukan pada tahap input, proses, dan output pembelajaran. Pada tahap input pembelajaran tercakup konteks pembelajaran yang meliputi sarana dan prasarana pembelajaran. Kegiatan pengendalian mutu hasil belajar dilakukan dengan penilaian hasil belajar pada tahap proses pembelajaran dengan mekanisme evaluasi formatif. Kegiatan penjaminan mutu hasil belajar dilakukan dengan cara menetapkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) hasil belajar serta penggunaan instrumen pengukuran yang memenuhi kriteria. Penetapan mutu hasil belajar dilakukan dengan mekanisme evaluasi sumatif dengan tindak lanjut berupa penetapan hasil belajar berupa tuntas atau tidak tuntas. Pemahaman tentang evaluasi yang benar akan membuat para guru benarbenar memanfaatkan kegiatan evaluasi sebagai sebuah upaya peningkatan kualitas proses dan hasil belajar secara berkelanjutan. Perbedaan evaluasi dengan pengukuran dan penilaian perlu dipahami secara benar agar dalam penggunaannya tidak ada kesimpangsiuran. Penegasan ini diperlukan mengingat masih ada guru atau calon guru yang mengangggap evaluasi sama dengan penilaian dan tes (pengukuran). Padahal ketiga konsep tersebut berbeda dalam pelaksanaannya. Evaluasi merupakan tindak lanjut dari penilaian dan penilaian baru dapat dilakukan bila telah tersedia data dan informasi hasil pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan teknik tes dan nontes (Lihat Masden 1983; Groundlund 1990; dan Stufflebeam & Shinkfield 1986). Kedudukan evaluasi dalam pembelajaran merupakan informasi yang perlu diketahui oleh pendidik agar dapat memaksimalkan fungsinya dalam peningkatan kualitas proses dan hasil belajar. Dengan mengetahui kedudukan evaluasi dalam pembelajaran yang sangat strategis dalam pembelajaran diharapkan tidak ada guru yang mengabaikannya. Hasil wawancara dan FGD yang telah dipaparkan sebelumnya menunjukkan ada gejala para guru telah mengabaikan kegiatan evaluasi hasil belajar. Bahkan secara formal, pemerintah melalui kebijakan ujian nasionalnya juga telah mengabaikan kegiatan evaluasi pendidikan. Kaidah kedua berkaitan dengan landasan konseptual yang perlu dikaji adalah konsep dasar “sistem evaluasi komprehensif” yang meliputi penjelasan beberapa kaidah tentang (1) karakteristik evaluasi komprehensif, (2) fungsi evaluasi komprehensif, dan (3) prinsip-prinsip evaluasi komprehensif. 11 Beberapa ciri utama evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia adalah sebagai berikut. Pertama, evaluasi dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik mulai dari masukan (input), proses, dan keluaran (output dan outcame) pembelajaran. Kedua, pencapaian hasil belajar mencakup aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan, baik sebagai dampak instruksional maupun dampak pengiring pembelajaran. Ketiga, kegiatan pengukuran, penilaian, dan evaluasi hasil belajar menyatu dengan perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Keempat, Evaluasi komprehensif memanfaatkan berbagai teknik pengukuran, baik teknik tes maupun teknik nontes secara simultan. Kelima, Evaluasi komprehensif tidak sekadar untuk menentukan ketuntasan belajar dan menindaklanjutinya dengan pembelajaran remedial atau pengayaan, namun juga untuk memotivasi peserta didik agar lebih bergairah dalam belajar, mendeteksi potensi peserta didik yang membutuhkan pengembangan lebih lanjut, menentukan posisi peserta didik, memprediksi kesulitan belajar, serta memperbaiki program pembelajaran secara keseluruhan. Evaluasi komprehensif hasil belajar memiliki beberapa fungsi di antaranya adalah sebagai berikut ini. Evaluasi terhadap input pembelajaran berfungsi untuk mengetahui kualitas input pembelajaran, baik dari sisi kompetensi awal peserta didik, kompleksitas kurikulum, dan keterdukungan sarana dan prasarana. Informasi ini berguna untuk melakukan prediksi pencapaian hasil belajar (KKM) secara akurat. Evaluasi terhadap proses pembelajaran berfungsi untuk mengontrol dan menjamin ketercapaian hasil belajar secara benar dan maksimal. Selain itu, evaluasi selama proses pembelajaran juga berfungsi untuk mendeteksi dini dan mengatasi berbagai kendala pencapaian hasil pembelajaran. Evaluasi terhadap output pembelajaran berfungsi untuk menjamin keputusan hasil pembelajaran didasarkan pada data dan pengolahan hasil pembelajaran secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak yang berkepentingan. Selain fungsifungsi tersebut, masih banyak fungsi lain yang diemban oleh sistem evaluasi hasil pembelajaran yang perlu diungkapkan ke dalam buku panduan. Evaluasi komprehensif hasil belajar dikembangkan dengan memegang prinsip utama “komprehensif” dalam batas kewenangan seorang guru di dalam kelas. Prinsip komprehensif dalam pelaksanaan evaluasi hasil belajar akan menjamin keputusan evaluasi tersebut dilakukan secara adil, proporsional, transparan, relevan, dan akuntabel. 12 Mengingat kegiatan evaluasi dilakukan atas dasar hasil penilaian dan kegiatan penilaian dilakukan atas dasar hasil pengukuran, tentu saja prinsip-prinsip yang mengatur penilaian dan pengukuran perlu dipahami oleh seorang evaluator agar tidak menggunakan evaluasi yang didasarkan pada hasil penilaian yang keliru dan penilaian juga tidak dilaksanakan dengan dasar hasil pengukuran yang salah. Pelaksanaan evaluasi hasil belajar perlu memperhatikan etika kegiatan evaluasi. Pokok bahasan ini penting untuk memberikan rambu-rambu moral pelaksanaan evaluasi hasil belajar. Tanpa mengetahui etika evaluasi secara benar boleh jadi seorang guru keliru dalam melakukan tindakan evaluasi sehingga berakibat merugikan peserta didik. Misalnya, seorang guru yang menempelkan hasil ujian secara terbuka di papan pengumuman dengan maksud melakukan prinsip transparansi hasil belajar bisa berakibat negatif terhadap beberapa peserta didik. Di samping etika evaluasi tersebut, guru perlu mengetahui beberapa hal praktis berkaitan dengan evaluasi untuk dapat memaksimalkan fungsi evaluasi hasil belajar dan mengurangi efek negatif dari evaluasi. Evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia tidak mungkin bisa diterapkan bila pendidik atau evaluator tidak mengenal benar karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia serta tes bahasa. Berbagai perkembangan keilmuan dari hasil penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa perlu diketahui oleh seorang pendidik dan evaluator hasil belajar bahasa. Pembelajaran bahasa modern menuntut perlunya diperhatikan kompetensi komunikatif, aspek keterampilan berbahasa, aspek berpikir, aspek kebahasaan, dan aspek kewacanaan (Depdiknas 2012). Selain kelima hal tersebut, tentu saja seorang pendidik dan evaluator bahasa Indonesia perlu mengkaji apa yang diinginkan oleh Kurikulum Bahasa Indonesia yang berlaku. Oleh karena itu, pokok bahasan karakteristik dan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia perlu disampaikan lebih dahulu sebelum melakukan evaluasi hasil belajar. Evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia membutuhkan tes bahasa. Tes bahasa bersifat unik dan tidak sama dengan jenis tes untuk mata pelajaran lain. Hal yang perlu diperhatikan berkaitan dengan tes bahasa adalah karakteristik tes bahasa dan jenis-jenis tes bahasa. Ada sepuluh bentuk tes bahasa (Akhadiah 1988; Djiwandono 1996) yang dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yakni (1) tes komponen kebahasaan, yang mencakup: tes bunyi bahasa, tes kosa kata, dan tes 13 tatabahasa, (2) tes kemampuan berbahasa yang mencakup: tes menyimak, tes membaca, tes menulis, dan tes berbicara, dan (3) tes gabungan antara komponen kebahasaan dan kemampuan berbahasa yang mencakup: tes dikte, tes cloze, dan tes-C. Kesepuluh jenis tes bahasa tersebut dapat digunakan untuk mengukur pencapaian kompetensi pengetahuan dan keterampilan bahasa Indonesia. Teknik ini saja belum memadai untuk mengukur, menilai, dan mengevaluasi hasil belajar bahasa Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian penilaian autentik dalam evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia. Berkaitan dengan landasan operasional sistem evaluasi komprehensif, hal yang perlu dikaji adalah kaidah sistem evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia pada tahap awal¸ proses, dan akhir pembelajaran. Evaluasi pada awal pembelajaran berupa evaluasi input pembelajaran. Evaluasi input mencakup evaluasi terhadap intake siswa, kompleksitas kompetensi dan materi pembelajaran, dan daya dukung sarana dan prasarana. Input tersebut diperlukan untuk menentukan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). KKM diperlukan sebagai patokan dalam melaksanakan evaluasi hasil pembelajaran. Selain evaluasi input pembelajaran juga diperlukan evaluasi hasil belajar pada tahap proses pembelajaran. Evaluasi pada tahap proses pembelajaran menjadi jaminan kualitas pencapaian hasil belajar karena tahap demi tahap pencapaian hasil belajar selalu terpantau. Pemantauan dan penjaminan kualitas pencapaian hasil belajar dalam evaluasi proses dilaksanakan melalui mekanisme penilaian formatif. Evaluasi hasil belajar pada tahap akhir pembelajaran merupakan bagian inti dari evaluasi komprehensif hasil pembelajaran. Evaluasi ini membutuhkan berbagai data atau informasi mengenai pencapaian kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang didapatkan dari kegiatan pengukuran dan penilaian seluruh aspek hasil pembelajaran, baik yang dilakukan selama proses pembelajaran maupun pada akhir pembelajaran. Evaluasi hasil belajara didasarkan pada pengukuran dan penilaian hasil pembelajaran secara komprehensif. Evaluasi ini memanfaatkan hasil evaluasi input pembelajaran untuk menetapkan pencapaian hasil belajar dan memanfaatkan evaluasi proses pembelajaran untuk merencanakan dan melaksanakan tindak lanjut evaluasi hasil belajar. Sasaran evaluasi hasil pembelajaran adalah pencapaian kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara berimbang untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Perbandingan 14 pencapaian hasil belajar dengan KKM yang telah ditentukan pada input pembelajaran akan menjadi dasar pengambilan keputusan evaluasi hasil belajar, apakah tuntas atau belum tuntas. Evaluasi hasil belajar memerlukan perangkat evaluasi yang lengkap karena perlu melakukan pengukuran untuk kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sasaran evaluasi hasil pembelajaran dapat dicapai dengan menggunakan tahap-tahap sebagai berikut (1) menentukan desain evaluasi hasil pembelajaran, (1) mengembangkan instrumen evaluasi, (3) mengumpulkan data dan informasi, (4) menganalisis dan menginterpretasikan hasil pengukuran, (5) melakukan tindak lanjut. Salah satu ciri evaluasi komprehensif hasil belajar adalah adanya kegiatan tindak lanjut sebagai bentuk pelayanan belajar tuntas dan memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem evaluasi komprehensif dimulai dengan evaluasi input pembelajaran untuk mengetahui kesiapan belajar peserta didik serta memprediksi kompetensi minimal yang bisa dicapai peserta didik sebagai acuan kriteria minimal. Selanjutnya dilakukan evaluasi proses pembelajaran untuk mengetahui tahap-tahap pencapaian kompetensi serta mengungkap berbagai kelemahan dan keunggulan proses pembelajaran. Evaluasi hasil belajar sebagai bentuk penentuan pencapaian hasil belajar. Berkaitan dengan tindak lanjut pelaksanaan sistem evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia, kaidah yang perlu dikaji adalah bagaimana prosedur pelaksanaan pembelajaran remedial dan pengayaan. bagi peserta didik yang belum berhasil mencapai KKM, pembelajaran pengayaan bagi peserta didik yang telah mencapai KKM sementara teman-temannya belum berhasil pencapai KKM, dan tindak lanjut dengan program khusus, baik program remedial kasus khusus maupun program pengayaan kasus khusus yang penanganannya memerlukan peran guru sebagai konselor, konselor sekolah, ahli psikologi, bahkan dokter, pemandu bakat, dan ahli lainnya. SIMPULAN Berdasarkan analisis SWOT terhadap pelaksanaan sistem evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia di SMP dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan rekonstruksi terhadap sistem evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia agar pelaksanaan evaluasi hasil belajar dapat lebih berdaya guna. Rekonstruksi sistem evaluasi tersebut dapat digunakan untuk memaksimalkan keunggulan dan peluang yang ada dan 15 mengurangi kelemahan dan mengatasi tantangan pengembangan sistem evaluasi hasil belajar. Untuk pengembangan sistem evaluasi hasil belajar bahasa Indonesia diperlukan beberapa kaidah system evaluasi yang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu (1) landasan konseptual evaluasi komprehensif yang mencakup hakikiat evaluasi, system evaluasi komprehensif hasil belajar, etika evaluasi komprehensif, karakteristik pembelajaran bahasa Indonesia, karakteristik tes bahasa, dan penilaian autentik dalam pembelajaran bahasa (2) landasan operasional evaluasi komprehensif yang mencakup prosedur pelaksanaan evaluasi hasil belajar pada tahap awal pembelajaran, tahap proses pembelajaran, dan tahap akhir pembelajaran, dan (3) tindak lanjut evaluasi komprehensif yang mencakup pembelajaran remedial, pembelajaran pengayaan, dan pembelajaran remedial dan pengayaan kasus khusus. Berdasarkan hal tersebut disampaikan rekomendasi berupa perlunya dikembangkan buku panduan pendidik: sistem evaluasi komprehensif hasil belajar bahasa Indonesia yang memuat berbagai kaidah pelaksanaan evaluasi komprehensif. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Dandan Supratman,M.Pd. (Promotor), Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum. (Ko-Promotor), dan Dr.Vismaia S Damaianti, M.Pd. (Anggota Promotor) yang telah membimbing penyusunan disertasi dan artikel ini dengan amat sabar. DAFTAR PUSTAKA Akhadiah, Sabarti. 1988. Evaluasi dalam Pengajaran Bahasa. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan Dirjen. Dikti. Alderson, J. C., & Wall, D. 1993. Does Washback Exist? Applied Linguistics, 14, 115–129. Biggs, J. B. (1995). Assumptions underlying new approaches to educational assessment. Curriculum Forum, 4(2), 1–22. 16 Biggs, J. B. (Ed.). (1996). Testing: To educate or to select? Education in Hong Kong at the cross-roads. Hong Kong: Hong Kong Educational Publishing. Bogdan, R. C & Biklen, S. K. (2003). Qualitative Research for Education: An introduction to Theories and. Methods (4th ed.). New York: Pearson Education group Burrows, C. (2004). Searching for washback: The impact of assessment in the Certificate in Spoken and Written English. In G. Brindley & C. Burrows (Eds.), Studies in immigrant English language assessment: Vol. 2. Sydney, Australia: National Center for English Language Teaching and Research. Dianne Wall dan J. Charles Alderson. 1993. Examining washback: the Sri Lankan Impact Study dalam Language Testing. Vol. 10, No. 1, 41-69 (1993) Djiwandono, M. Soenardi.1996. Tes Bahasa Dalam Pengajaran. Bandung: ITB. Doyin, Mukh dan Wagiran. 2007. “Pengembangan Penilaian Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis Komunikatif di SMP”. Laporan Penelitian Universitas Negeri Semarang. Effiyaldi. 2009. “Analisis Validitas dan Reliabilitas Soal Tes Penerimaan Mahasiswa Baru pada STIKOM Dinamika Bangsa”. Laporan Penelitian STIKOM Dinamika Bangsa. Gronlund, N.E., dan Linn, R.L. (1990). Measurement and evaluation in teaching. New York: McMillian Publishing Company. Kanchana Prapphal . 2008. “Issues and trends in language testing and assessment in Thailand” dalam Language Testing, Vol. 25, No. 1, 127-143 (2008). Kluwer Nichost Publishing. Masden, Harold S. 1983. Techniques In Testing. New York: Oxford University Press. McNamara (2001) dalam jurnal Language Testing, Vol. 18, No. 4 McNamara, T. (2001). “Language Assessment as Social Practice: Challenges for Research “ Measuring second language performance. London: Longman. McNamara, T.F. 2001. “ The effect of Interlocutor and Assessment Mode Variables in Overseas Assessments of Speaking Skills in Occupational I Settings” dalam Language Testing, Vol. 14, No. 2, 140-156 (1997) Messick, S. (1996). Validity and washback in language testing. Language Testing, 13, 241–256 Purnomo Sidi. 1990. Pola Kecenderungan Penempatan Kunci Jawaban pada Soal Tipe D Melengkapi Berganda. Laporan Penelitian. Universitas Terbuka. 17 Purwanti, Ani dan Irni Wulandari. 2008. “Studi Kualitas Soal Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) Mata Pelajaran Matematika Provinsi DKI Jakarta Wilayah Jakarta Timur”. Laporan Penelitian Universitas Terbuka. Purwanti, Ani dan Irni Wulandari. 2008. Studi Kualitas Soal Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) Mata Pelajaran Matematika Provinsi DKI Jakarta Wilayah Jakarta Timur. Laporan Penelitian. Universitas Terbuka. Rustam. 2001. “Penyetaraan Perangkat Tes Matematika Program DII PGSD Universitas Terbuka”. Laporan Penelitian Universitas Terbuka. Saif (2006) dalam artikel yang berjudul Aiming for positive washback: a case study of international teaching assistants yang dimuat pada jurnal Language Testing, Vol. 23, No. 1 Shahrzad Saif. 2006. “Aiming for positive washback: a case study of international teaching assistants”. dalam Language Testing. Vol. 23, No. 1, 1-34 (2006). Shohamy Elana, Smadar Donitsa-Schmidt, Irit Ferman. 1996. “Test impact revisited: washback effect over time” dalam Language Testing, Vol. 13, No. 3, 298-317 (1996). Shohamy, E., Donitsa-Schmidt, S., & Ferman, I. (1996). Test Impact revisited: Washback effect over time. Language Testing, 13, 298–317. Stuflebeam, D.L. and Shinkfield, A.J. 1986. Systematic Evaluation. Boston: Sulistya. 2009. “Validitas Prediksi Hasil Belajar Bahasa Inggris”. Tesis. Universitas Negeri Yogyakarta. Wagiran dan Mukh Doyin. 2008. Pengembangan Penilaian Bahasa dan Sastra Indonesia Berbasis Life Skill”. Laporan Penelitian Universitas Negeri Semarang. Wagiran. 2007. Pendekatan Komuniatif dalam Penilaian Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP”. Laporan Penelitian Universitas Negeri Semarang. 18