BAB II KAJIAN TEORETIS DAN HIPOTESIS TINDAKAN 2.1 Kajian Teoretis 2.1.1 Pengertian Kemampuan Mampu adalah cakap dalam menjalankan tugas, mampu dan cekatan. Kata kemampuan sama artinya dengan kecekatan. Mampu atau kecekatan adalah kepandaian melakukan sesuatu pekerjaan dengan cepat dan benar. Seseorang yang dapat melakukan dengan cepat tetapi salah tidak dapat dikatakan mampu. Spencer and Spencer (dalam Uno, 2010:62) mendefinisikan kemampuan sebagai “Karakteristik yang menonjol dari seseorang individu yang berhubungan dengan kinerja efektif dan/superior dalam suatu pekerjaan atau situasi”. Demikian pula apabila seseorang dapat melakukan sesuatu dengan benar tetapi lambat, juga tidak dapat dikatakan mampu. Seseorang yang mampu dalam suatu bidang tidak raguragu melakukan pekerjaan tersebut, seakan-akan tidak pernah dipikirkan lagi bagaimana melaksanakannya, tidak ada lagi kesulitan-kesulitan yang menghambat. Ruang lingkup kemampuan cukup luas, meliputi kegiatan berupa perbuatan, berfikir, berbicara, melihat, dan sebagainya. Akan tetapi, dalam pengertian sempit biasanya kemampuan lebih ditunjukkan kepada kegiatan yang berupa perbuatan. Menurut Donald (dalam Sardiman, 2009:73-74) kemampuan adalah “Perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”. Dari pengertian yang dikemukan di atas mengandung tiga eleman penting yaitu sebagai 10 11 berikut : (1) bahwa kemampuan itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia, (2) kemampuan ditandai dengan munculnya, rasa “feeling”, afeksi seseorang, (3) kemampuan akan dirangsang karena adanya tujuan. Lebih lanjut Donald (dalam Sardiman, 2009:75) menyatakan bahwa kemampuan merupakan perilaku yang diperoleh melalui tahap-tahap belajar tertentu. Kemampuan berasal dari gerakan-gerakan yang kasar dan tidak terkoordinasikan. Melalui pelatihan bertahap, gerakan tidak teratur itu berangsurangsur berubah menjadi gerakan-gerakan yang lebih halus. Melalui proses koordinasi diskriminasi (pembedaan) dan integrasi (perpaduan) sehingga, diperoleh suatu kemampuan yang diperlukan untuk tujuan tertentu. Dengan ketiga elemen di atas, maka dapat dikatakan bahwa kemampuan itu sebagai sesuatu yang kompleks. Kemampuan akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan kebutuhan atau keinginan. Menurut Uno (2007:23) hakikat kemampuan belajar adalah “Dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Hal itu mempunyai peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator kemampuan belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 12 1) Adanya hasrat dan keinginan berhasil. 2) Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar. 3) Adanya harapan dan cita-cita masa depan. 4) Adanya penghargaan dalam belajar. 5) Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar. 6) Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan seseorang siswa dapat belajar dengan baik. 2.1.2 Pengertian Berbicara Berbicara secara umum dapat diartikan suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain Depdikbud (1985:7). Pengertian secara khusus banyak dikemukakan oleh para pakar. Tarigan (1983:15) mengemukakan “Berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengepresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan.” Pada hakikatnya keterampilan berbicara menurut Arsjad dan Mukti, (1988:19) adalah keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Keterampilan berbicara sangat penting dimiliki seseorang agar tidak terjadi kesalahpahaman antara penutur dan mitra tutur dalam berkomunikasi. Bentuk komunikasi lisan ini paling banyak digunakan orang dalam kehidupan sehari-hari, karena bentuk komunikasi verbal dianggap paling sempurna, efisien dan efektif. 13 Berbicara merupakan suatu proses berkomunikasi sebab didalamnya terjadi pemindahan pesan dari suatu sumber ketempat lain. Sebagaimana Brooks (dalam Tarigan 1983:4) menyatakan bahwa, “Dalam proses komunikasi terjadi pemindahan pesan dari komunikator (pembicara) ke komunikan (pendengar).” Komunikator adalah seseorang yang memiliki pesan. Pesan yang akan disampaikan kepada komunikan lebih dahulu diubah kedalam simbol (bahasa lisan) yang dipahami oleh kedua belah pihak. Berbicara merupakan bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik, psikologis, neurologis, semantik dan linguistik.” Pada saat berbicara seseorang memanfaatkan faktor fisik yaitu alat ucap untuk menghasilkan bunyi bahasa. Faktor psikologis memberikan andil yang cukup besar terhadap kelancaran berbicara. Dari pembahasan di atas dapat dismpulkan bahwa berbicara adalah suatu bentuk perilaku manusia yang dilakukan untuk menyampaikan maksud (ide, pikiran, isi hati) atau informasi dari komunikator ke komunikan. 2.1.3 Tujuan Berbicara Tujuan utama dari berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan infomasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya, disamping juga harus dapat mengevaluasi efek komunikasinya terhadat pendengar. Jadi, bukan hanya apa yang akan dibicarakan, tetapi bagaiman mengemukakannya. Bagaimana mengemukakannya, hal ini menyangkut masalah bahasa dan pengucapan bunyu-bunyi bahasa tersebut. Yang dimaksud pengucapan adalah seluruh kegiatan yang kita lakukan dalam memproduksi bunyi bahasa, yang meliputi artikulasi, yaitu bagaiman posisi alat 14 bicara, seperti lidah, bibir, dan langit-langit pada waktu kita membentuk bunyi, baik vokal maupun konsonan Arsjad dan Mukti, (1988:17). Tujuan berbicara adalah untuk menginformasikan, untuk melaporkan, sesuatu hal pada pendengar. Sesuatu tersebut dapat berupa, menjelaskan sesuatu proses, menguraikan, menafsirkan, atau menginterpretasikan sesuatu hal, memberi, menyebarkan, atau menanamkan pengetahuan, menjelaskan kaitan, hubungan, relasi antara benda, hal, atau peristiwa.(http//colinawati.blow.uns.ac.id) 2.1.4 Faktor-faktor Penunjang Efektifitas Berbicara Seorang pembicara yang baik harus mampu memberikan kesan bahwa ia menguasai masalah yang dibicarakan. Penggunakan topik yang baik akan menumbuhkan keberanian dan kelancaran. Selain menguasai topik, seorang pembicara harus berbicara mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dengan jelas dan tepat. Pengucapan bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk dapat menjadi pembicara yang baik. Faktor-faktor tersebut adalah faktor kebahasaan dan faktor nonkebahasaan (Arsjad dan Mukti, 1988:17). 1. Faktor kebahasaan a. Ketepatan ucapan Seorang pembicara harus membiasakan diri mengucapkan bunyi-bunyi bahasa secara tepat. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat dapat mengalihkan perhatian pendengar. Hal ini akan mengganggu efektivitas berbicara. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa yang kurang tepat atau cacat akan menimbulkan kebosanan, kurang menyenangkan, kurang menarik, atau sedikitnya dapat 15 mengalihkan perhatian pendengar. Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dianggap cacat kalau menyimpang terlalu jauh dari ragam lisan biasa, sehingga terlalu menarik perhatian, menggauggu komunikasi atau pemakainya (pembicara) dianggap aneh. b. Penempatan Tekanan, Nada, Sendi, dan Durasi yang sesuai Kesesuaian tekanan, nada, sendi, dan adurasi merupakan daya tarik tersendiri dalam berbicara, bahkan kadang-kadang merupakan faktor penentu. Walaupun masalah yang dibicarakan kurang menarik, dengan penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai akan menyebabkan masalahnya menjadi menarik. Sebaliknya, jika penyampaian datar saja, hampir dapat dipastikan akan menimbulkan kejenuhan dan keefektifan tentu berkurang. Penempatan tekanan pada kata atau suku kata yang kurang seszkan mengakibatkan kejanggalan. Kejanggalan ini akan mengakibatkan perhatian pendengar akan beralih pada cara berbicara pembicara, sehingga pokok pembicaraan atau pokok pesan yang disampaikan kurang diperhatikan. Akibatnya, keefektivan komunikasi akan terganggu. c. Pilihan Kata ( Diksi ) Pilihan kata hendaknya tepat , jelas dan bervariasi . Jelas maksudnya mudah di mengerti oleh pendengar yang menjadi sasaran . Pendengar akan lebih terangang dan akan lebih paham kalau kata-kata yang digunakan sudah dikenal pendengar . dalam setiap pembicaraan pemakaian kata-kata populer tentu akan lebih efektif dari pada kata-kata yang muluk-muluk dan kata-kata yang berasal 16 dari bahasa asing . Kata-kata yang belum dikenal memang mengakibatkan rasa ingin tahu , namun akan mengakibatkan ketidak lancaran komunikasi . Hendaknya pembicara menyadari siapa pendengarnya, apa pokok pembicaraan , dan menyesuaikan pilihan katanya dengan pokok pembicaraan dan pendengarnya. Pendengar akan lebih tertarik dan senang mendengarkan kalau pembicara berbicara dengan jelas dalam bahasa yang dikuasainya . d. Ketepatan Sasaran Pembicaraan Hal ini menyangkut pemakaian kalimat . pembicara yng mengunakan kalimat efektif akan memudahkan pendengar menangkap pembicaraannya . seorang pembicara harus mampu menyusun kalimat efektif, kalimat yang mengenai sasaran, sehingga mampu menimbulkan pengaruh, meninggalkan kesan atau akibat . Kalimat yang efektif mempunyai cirri -cirri keutuhan, perpautan, pemutusan , perhatian, dan kehematan. Ciri keutuhan akan terlihat jika setiap kata betul-betul merupakan bagian yang padu dari setiap kalimat. Keutuhan kalimat akan rusak karena ketidak subjek atau kerancuan. Perpautan bertalian dengan hubungan antara unsur-unsur kalimat, misalnya antara kata dengan kata, frase dengan frase dalam sebuah kalimat . hubungan itu harus logis dan jelas. 2. Faktor Nonkebahasaan a. Sikap yang Wajar , Tenang Dan Tidak Kaku Pembicaran yang tidak tenang, lesu dan kaku tentulah akan memberikan kesan pertama yang kurang menarik. Dari sikap yang wajar saja sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Sikap ini 17 sangat banyak ditentukan oleh situasi, tempat dan penguasaan materi. penguasaan materi yang baik setidaknya akan menghilangkan kegugupan, amun sikap ini memerlukan latihan. Kalau sudah terbiasa, lama-kelamaan rasa gugup akan hilang dan akan timbul sikap tenang dan wajar . b. Pandangan Harus Diarahkan Kepada Lawan Bicara Pandangan pembicara hendaknya diarahkan kepada semua pendengar. Pandangan yang tertuju pada satu arah akan menyebabkan pendengar merasa kurang diperhatkan. Banyak pembicara ketika berbicara tidak memperhatikan pendengar , tetapi melihat ke arah atas, ke samping, atau menunduk. Akibatnya, perhatian pendengar berkurng. Hendaknya diusahakan supaya pendengar merasa terlibat dan diperhatikan . c. Kesediaan Menghadapi Pendapat Orang Lain . Dalam menyampaikan isi pembicaraan, seorang pembicara hendaknya memiliki sikap terbuka, dalam arti dapat menerima pendapat pihak lain, bersedia menerima krik, bersedia mengubah pendapatnya kalau ternyata memang keliru . Namun, tidak berarti si pembicara begitu saja mengikuti pendapat orang lain dan mengubah pendapatnya, tetapi ia juga harus mampu mempertahankan pendapatnya dan meyakinkan orang lain. Tentu saja pendapat itu harus mengandung argumentasi yang kuat , yang diyakini kebenarannya . d. Gerak-gerik dan mimik yang tepat Gerak-gerik dan mimik yang tepat dapat pula menunjang efektifitas berbicara. Hal- hal penting selain mendapatkan tekanan, bisanya juga di bantu dengan garak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi, 18 artinya tidak kaku. Tetapi, gerak-gerik yang berlebihan akan mengganggu keefektivan berbicara. Mungkin perhatian pendengar akan terarah pada gerakgerik dan mimik dan berlebihan ini, sehingga pesan kurang dipahami. e. Kenyaringan Suara Tingkat kenyaringan ini tentu disesuaikan dengan situasi, tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Ynag perlu diperhatikan adalah jangan berteriak. Kita atur kenyaringan suara kita supaya dapat didengar oleh pendengar dengan jelas. f. Kelancaran Seorang pembicara yang lancar berbicara akan memudahkan pendengar akan menagkap isi pembicaraannya. Seringkali pembicara terputus-putus, bahkan antara bagian-bagian yang terputus itu diselipkan bunyi-bunyi tertentu yang mengganggu penangkapan pendengar, misalnya menyelipkan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Sebaliknya, pembicara yang terlalu cepat berbicara juga akan menyulitkan pendengar menangkap pokok pembicaraannya. g. Relevansi/Penalaran Gagasan demi gagasan berusaha berhubungan dengan logis. hal ini berarti hubungan bagian-bagian dalam kalimat, hubungan kalimat dengan kalimat harus logis dan berhubungan dengan pokok pembicaraan. h. Penguasaan Topik Pembicaraan formal selalu menuntut persiapan. Tujuannya tidak lain supaya topik yang dipilih betuk-betul dikuasai. Penguasaan topik yang baik akan menimbulkan keberanian dan kelancaran. Jadi, penguasaan topik ini sangat penting, bahkan merupakan faktor utama dalam berbicara. 19 2.1.5 Rambu-Rambu Dalam Berbicara Suksesnya sebuah pembicaraan sangat tergantung pada pembicaradan pendengar. Untuk itu dituntuk beberapa persyaratan kepada seorang pembicara dan pendengar. Dibawah ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh seorang pembicara. (Arsjad dan Mukti, 1988:31). 1. Menguasai masalah yang dibicarakan. Penguasaan masalah ini akan menumbuhkan keyakinan kepada diri pembicara, sehingga akan tumbuh keberanian. Keberanian ini merupakan modal pokok bagi pembicara. Hal ini dapad dicapai dengan giat mengumpulkan bahan dengan mempelajari bermacan sumber seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. 2. Mulai berbicara kalu situasi sudah mengizinkan. Sebelum memulai pembicaraan, hendaknya pembicara memperhatikan situasi seluruhnya, terutama pendengar. Kalau pendengar sudah siap, barulah mulai berbicara. Hal ini sebetulnya juga dipengaruhi oleh sikap atau penampilan pembicara. Sikap pembicara yang tenag, tdak gugup, wajar, serta penampilan yang rapi, akan banyak membantu. 3. Pengarahan yang tepat akan dapat memancing perhatian pemdengar. Sesudak memberikan kata salam dalam membuka pembicaraan, seorang pembicara yang baik akan menginformasikan tujuan ia berbicara dan menjelaskan pentingnya pokok pembicaraan itu bagi pendengar. Dalam hal ini walaupun topik pembicaraan kurang menarik, tetapi karena pendengar mengetahui manfaatnya bagi mereka, maka pendengarpun akan bersedia mendengarkan. 20 4. Berbicara harus jelas dan tidak terlalu cepat. Bunyi-bunyi bahasa haru diucapkan seca tepat dan jelas. Kalimat harus efektif dan pilihan katapun harus tepat. Janganlah berbicara terlalu cepat dan hal-hal yamg penting diberi tekanan sehingga pebdengan dengan mudah dapat menagkapnya. 5. Pandangan mata dan gerak-gerik yang membantu. Hendaknya terjadi kontak batin antara pembicara dengan pendengar. Pendengar merasa diajak bebicara dan merasa diperhatikan. Pandangan mata dalam hal ini sangat membantu. Pandangan mata yang menyeluruh akan menyebabkan pendengar merasa diperhatikan. Demikian juga gerak-gerik atau mimik yang merupakan daya pikat tersendiri. 6. Pembicara sopan, hormat,dan melihatkan rasa persaudaraan. Pembicara yang congkak dan memmandang rendah pendengar dengan sikap dan katakata kasar, akan menghilangkan rasa simpati pendengar. Siapa pun pendengarnya dan bagaimanapun tingkat pendidikanmya, pembicara harus menghargainya. Jauhkan sifat emosional. Pembicara tidak boleh mudah teransang emosinya sehingga mudah terpancing marahnya. 7. Dalam komunikasi dua arah, mulailah berbicara klo sudah dipersilhkan seandainya kita ingin mengemukakan tanggapan berbicaralah klo sudah dikase kesempatan jangan memotong pembicaraan orang lain, dan berebut berbicara. Jangan pula berbicara berbelit-belit, tetapi lansung pada sasaran. 8. Penyaringan suara. Suara hendaknya dapat didengar oleh semua pendengar dalam ruangan itu. Volume suara jangan terlalu lemah dan jnagan pula terlalu keras, apalagi berteriak. 21 9. Pendengar akan lebih terkesan kalau ia dapat menyaksikan pembicara sepenuhnyan. Usahakan lah bediri atau duduk pada posisi yang dapat dilihat oleh seluruh pendengar. Begitu pula sebaliknya. (Arsjad dan Mukti, 1988:32). 2.1.6 Hakikat Kemampuan Berbicara Menurut Tarigan (1992 : 150) Berbicara adalah tingkah laku, karena dalam berbicara tersirat juga kepribadian pembicara. Berbicara adalah bagian dalam komunikasi lisan. Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.21 Dengan kata lain berbicara merupakan tingkah laku seseorang untuk menyampaikan suatu pesan kepada orang lain melalui alat ucapnya. Seseorang yang melakukan pembicaraan dapat dikatakan dia telah melakukan komunikasi lisan. Menurut Tarigan (1992 : 138) dalam setiap kegiatan berbicara selalu terlibat faktor seperti: a). Pembicara b). Pembicaraan c). Penyimak d). Media e). Sarana (penunjang), d).Interaksi Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasi dengan berbagai cara, kita dapat menduganya melalui gerak-geriknya, tingkah lakunya, kesenangannya, 22 dan cara bicaranya. Adapun tujuan berbicara menurut Tarigan (1992 : 138) dapat dibedakan atas lima golongan, yakni untuk : 1. Menghibur 2. Menginformasikan 3. Menstimulasikan 4. Meyakinkan 5. Menggerakkan Sehubungan dengan itu, tujuan pengajaran berbicara menurut Atar (1993 : 99) adalah sebagai berikut : a. Siswa mampu menggunakan alat bicara secara tepat dan sempurna, baik volume maupun warna suara. b. Siswa terlatih menggunakan bahasa Indonesia secara aktif sehingga mampu berkomunikasi dengan baik dalam kegiatankegiatan formal. c. Mampu berbicara dengan mudah, lancar, dan fasih. d. Siswa dapat berbicara menurut sopan santun yang berlaku. e. Siswa dapat melafalkan kata dan mengucapkan kalimat dengan intonasi yang betul. f. Siswa terbiasa mengeluarkan pendapat secara lisan dalam berbagai situasi. g. Membantu pembentukan pendengaran yang kritis.24 Berbicara merupakan salah satu kegiatan dalam berkomunikasi, sehingga saling berkaitan satu sama lain. Adapun konsep dasar berbicara menurut Tarigan (1992 : 143) sebagai sarana berkomunikasi mencakup sembilan hal, yakni : 1) Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal 23 2) Berbicara adalah proses individu berkomunikasi 3) Berbicara adalah ekspresi kreatif 4) Berbicara adalah tingkah laku 5) Berbicara adalah tingkah laku yang dipelajari 6) Berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman 7) Berbicara sarana memperluas cakrawala 8) Kemampuan linguistik dan lingkungan berkaitan erat 9) Berbicara adalah pancaran pribadi. Setiap orang memiliki cara berbicara yang berbeda-beda di mana terdapat keragaman bahasa pada setiap orang, Adapun ciri pembicara ideal menurut Tarigan (1992 : 190) adalah sebagai berikut: a. Memilih topik yang tepat b. Menguasai materi c. Memahami pendengar d. Memahami situasi e. Merumuskan tujuan yang jelas f. Memahami kemampuam linguistik g. Menjalin kontak dengan pendengar h. Menguasai pendengar i. Memanfaatkan alat bantu j. Meyakinkan dalam penampilan k. Mempunyai rencana 24 Salah satu keterampilan berbahasa diantaranya adalah kemampuan berbicara.27 Kemampuan berbicara dapat diuraikan ke dalam berbagai bentuk kegiatan yang bervariasi. Kemampuan berbicara diantaranya adalah bertanya, menjawab, bercerita, berdialog, berdiskusi, menyapa, melaporkan, menanggapi, berpidato, mendeskripsikan, mewawancarai, bermain peran. 2.1.7 Pembelajaran Kemampuan Berbicara Mafrukhi (2003:4) mengemukakan, pembelajaran berbicara yang dikembangkan di kelas adalah “Kegiatan berbicara dalam suasana resmi”. Hal ini dikarenakan kegiatan berbicara dalam suasana tidak resmi sudah terbiasa siswa lakukan. Lebih lanjut, Mafrukhi memberikan alternatif pembelajaran keterampilan berbicara. Pembelajaran itu antara lain diskusi kelompok/ kelas, mengajukan pertanyaan atau pendapat, berpidato, menceritakan secara lisan, presentasi, bertelepon, wawancara, menceritakan pengalaman di depan kelas, dan lain sebagainya. Dalam KTSP mata pelajaran Bahasa dan Gambar Seritra Indonesia, bentuk kegiatan berbicara yang dibelajarkan adalah memperkenalkan diri dan orang lain di dalam forum resmi, menceritakan berbagai pengalaman, mendiskusikan masalah (yang ditemukan dari berbagai berita, artikel, atau buku), menemukan makna kata-kata sulit dan memberikan tanggapan, menyampaikan informasi dari berbagai sumber dan mendiskusikannya, serta memberikan kritik atau memberikan dukungan. Berbicara sebagai salah satu unsur kemampuan berbahasa sering dianggap sebagai suatu kegiatan yang berdiri sendiri. Hal ini dibuktikan dari kegiatan pengajaran berbicara yang selama ini dilakukan. Dalam praktiknya, pengajaran 25 berbicara dilakukan dengan menyuruh murid berdiri di depan kelas untuk berbicara, misalnya bercerita atau berpidato. Siswa yang lain diminta mendengarkan dan tidak mengganggu. Akibatnya, pengajaran berbicara di sekolah-sekolah itu kurang menarik. Siswa yang mendapat giliran merasa tertekan sebab di samping siswa itu harus mempersiapkan bahan sering kali guru melontarkan kritik yang berlebih-lebihan. Sementara itu, siswa yang lain merasa kurang terikat pada kegiatan itu kecuali ketika mereka mendapatkan giliran. Agar seluruh anggota kelas dapat terlibat dalam kegiatan pengajaran berbicara, hendaklah selalu diingat bahwa hakikatnya berbicara itu berhubungan dengan kegiatan berbahasa yang lain, seperti menyimak, membaca, dan menulis, serta berkaitan dengan pokok-pokok pembicaraaan. Dengan demikian, sebaiknya pengajaran berbicara mempunyai aspek komuniksi dua arah dan fungsional. Pendengar selain berkewajiban menyimak ia berhak untuk memberikan umpan balik. Sementara itu, pokok persoalan yang menjadi bahan pembicaraan harus dipilih hal-hal yang benar-benar diperlukan oleh partisipan. Tugas pengajar adalah mengembangkan pengajaran berbicara agar aktivitas kelas dinamis, hidup, dan diminati oleh anak sehingga benar-benar dapt dirasakan sebagai sesuatu kebutuhan untuk mempersiapkan diri terjun ke masyarakat. Untuk mencapai hal itu, dalam pengajaran berbicara harus diperhatikan beberapa faktor, misalnya pembicara, pendengar, dan pokok pembicaraan. Pembicara yang baik memberikan kesan kepada pendengar bahwa orang itu menguasai masalah, memiliki keberanian dan kegairahan. Penguasaan masalah akan terlibat pada kedalaman isi dan keruntutan penyajian. Sementara itu, 26 keberanian dan kegairahan akan terlihat pada penampilan, kualitas suara, dan humor yang ditampilkan. Pembicara yang baik perlu didukung oleh pendengar yang baik, yaitu pendengar yang memiliki sifat kritis, dan responsif. Pendengar yang demikian itu pada umumnya bersedia memahami dan menanggapi pokok pembicaran secara kritis. Topik pembicaraan juga sangat menentukan berhasil tidaknya suatu kegiatan berbicara. Topik pembicaraan dinilai baik apabila menarik bagi pembicara dan pendengar, misalnya aktual dan relevan dengan kepentingan partisipan. Agar topik pembicaraan itu mudah dipahami perlu disusun naskah secara sistematis, misalnya sesuai dengan urutan waktu, tempat dan sebab akibat. Kegiatan berbicara acap kali ditopang dengan persiapan tertulis, baik berupa referensi yang harus dibaca maupun konsep yang akan disampaikan. Pokok pembicaraan itu ada baiknya dipersiapkan dalam bentuk tertulis, misalnya berupa naskah lengkap atau out line. Para penyimak ada kalanya juga memerlukan kegiatan tulis-menulis, terutama untuk membuat catatan atau ringkasan dari apa yang didengarnya. Dengan demikian, keterpaduan keempat keterampilan berbahasa dalam pengajaran berbicara harus diwujudkan secara alami seperti halnya yang terjdi di tengah masyarakat. Di samping itu, menurut Mafrukhi (2003:7) bahwa pengajaran berbicara perlu memperhatikan dua faktor yang mendukung ke arah tercapainya pembicaraan yang efektif, yaitu faktor kebahasan dan non kebahasan. Faktor kebahasan yang perlu diperhatikan ialah (1) pelafalan bunyi bahasa (2) penggunaan informasi, (3) pemilihan kata dan ungkapan, (4) penyusunan kalimat 27 dan paragraf. Sementara itu, faktor non kebahasan yang mendukung keefektifan berbicara ialah (1) ketenangan dan kegairahan, (2) keterbukaan, (3) keintiman, (4) isyarat nonverbal, dan (5) topik pembicaraan. 2.1.8 Pengertian Media Media berasal dari bahasa latin yang mempunyai arti antara. Menurut Hamzah Uno (2010:113) media adalah “Alat komunikasi yang digunakan untuk membawa suatu informasi dari suatu sumber kepada penerima”. Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauman audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Penggunaan media secara kreatif akan memungkinkan audiens (siswa) untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan individu mereka sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menurut Gagne (dalam Arif Sadiman, 2007:33) menyatakan bahwa “Media adalah berbagai jenis kompunen dalam lingkungan siswa, yang dapat merangsangnya untuk belajar. pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Selanjutnya Ahmad Rohani (2007:3) menyatakan bahwa “Media adalah segala sesuatu yang dapat di indera yang berfungsi sebagai perantara, sarana, alat untuk proses komunikasi. Dari beberapa definisi media di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat dijadikan sebagai perantara untuk menyampaikan pesan agar lebih bisa dipahami dan membangkitkan motivasi dan minat belajar. 28 2.1.9 Fungsi Media Fungsi media dalam proses pembelajaran menurut Mafrukhi (2003:5) adalah: 1) Penggunaan media dalam proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat Bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif 2) Penggunana media pengajaran merupakan bagian yang integral dari keseluruhan situasi mengajar. 3) Media pengajaran, penggunaannya dengan tujuan dari sisi pelajaran . 4) Penggunaan media bukan semata-mata alat hiburan, bukan sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik perhatian siswa. 5) Penggunaan media dalam pengajaran lebih dituangkan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap perhatian yang diberikan guru. 6) Pengunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar. Ketika fungsi-fungsi media pengajaran itu diaplikasikan kedalam proses belajar mengajar , maka terlihatlah perannya sebagai berikut : 1) Media yang digunakan guru sebagai penjelas dari keterangan terhadap suatu bahan yang guru sampaikan. 2) Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses belajarnya. 3) Media sebagai sumber belajar bagi siswa. 29 2.1.10 Manfaat Media Adapun manfaat media seperti yang dikemukana oleh Mafrukhi (2003:8) bahwa manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa yaitu: 1) Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. 2) Bahwa pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkan menguasai dan mencapai tujuan pengajaran. 3) Melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam pelajaran. 4) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya mendengar uraian guru tetapi juga aktivitas lain. Penggunaan media dalam proses pembelajaran mempunyai nilai-nilai praktis sebagai berikut: 1) Media dapat mengatasi berbagai keterbatasan pengalaman yang dimiliki siswa 2) Media dapat mengatasi ruang kelas 3) Media memungkinkan adanya interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan 4) Media menghasilkan keragaman pengamatan 5) Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkrit dan realistis 6) Media dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru 7) Media dapat membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar 30 2.1.11 Pengertian Media Gambar Seri Media pembelajaran khususnya media gambar membantu guru dalam mengatur proses pengajarannya serta penggunaan waktu di kelas dengan bijak. Media pembelajaran yang biasa digunakan meliputi gambar, chart CD, VCD, TV dan sebagainya. Ketersediaan media disatu kelas akan memperngaruhi pembelajaran siswa dimana penempatan media sesuai akan mendukung proses penyampaian pembelajaran itu sendiri. Manfaat media pembelajaran (media gambar) bagi guru adalah: 1. Memudahkan pengertian ketika siswa sedang mendengarkan. 2. Dapat melafalkan dengan baik arti kosa kata 3. Dapat membaca dengan benar 4. Tersediannya suatu topik kata 5. Memudahkan jalan komunikasi antara guru dan siswa (http://umarstain.blogspot.com.) Manfaat praktis yang dijalankan oleh media pengajaran berupa media gambar adalah: 1. Mengatasi perbedaan pengalaman pribadi peserta didik, misalnya kaset video rekaman kehidupan diluar sangat diperlukan oleh anak yang tinggal didaerah pegunungan. 2. Mengatasi batas ruang dalam kelas, misalnya gambar tokoh-tokoh pahlawan yang dipasang di ruangan kelas. 3. Mengatasi keterbatasan kemampuan indera. 31 4. Mengatasi peristiwa alam, misalnya rekaman peristiwa letusan gunung berapi untuk menerangkan gejala alam, menyederhanakan kompleksitas materi. 5. Memungkinkan siswa mengadakan kontak langsung dengan masyarakat atau alam sekitarnya (http://umarstain.blogspot.com) Bagaimana siswa belajar melalui gambar adalah sebagai berikut: a) Ilustrasi gambar merupakan perangkat tingkat abstrak yang dapat ditafsrkan berdasarkan pengalaman dimasa lalu, melalui penafsiran kata-kata. b) Ilustrari gambar merupakan perangkat pengajaran yang dapat manarik minat belajar siswa secara efektif. c) Ilustrasi gambar membatu para siswa membaca buku pelajaran terutama dalam penafsiran dan mengingat-ingat materi teks yang menyertanya. d) Dalam booklet, pada umumnya anak-anak lebih menyukai setelah atau satu halaman bergambar disertai beberapa petunjuk yang jelas. e) Ilustasi gambar isinya hendaknya ditata sedemikian rupa sehingga tidak bertentangan dengan gerakan mata pengamat, dan bagian-bagian yang paling harus diputuskan pada bagian sebelah kiri atas media gambar. Dengan demikian media gambar, merupakan slah satu teknik media pembelajaran yang efektif karena mengkombinasikan fakta dan gagasan secara jelas, kuat dan terpadu melalui pengungkapan kata-kata dan gambar. 2.1.12 Karakteristik Media Gambar Seri Beberapa karakteristik media gambar seri menurut Gagne (dalam Arif Sadiman, 2007:35) adalah: 32 1) Harus autentik, artinya dapat menggambarkan objek atau peristiwa seperti melihat langsung. 2) Sederhana, komposisisnya cukup jelas menunjukkan bagian-bagian pokok dalam gambar tersebut. 3) Ukuran gambar proporsional, sehingga siswa mudah membayangkan ukuran gambar yang sesungguhnya. 4) Memadukan antara keindahan dengan kesesuainya dengan mencapai pembelajaran. 5) Gambar harus message, tidak setiap gambar yang bagus merupakan media yang bagus, hendaklah bagus dari sudut seni dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang berusaha meningkatkan keterampilan membaca, menyimak, berbicara dan menulis yang sedapat mungkin disajikan secara terpadu (Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan 2001). Pembelajaran bahasa Indonesia lebih menekankan bahasa Indonesia. Demikian juga tentang pembelajaran berbicara, pada dasarnya pembelajaran berbicara di SD mengajarkan kemampuan berkomunikasi yang baik dan mengembangkan serta memperluas wawasannya. Berbicara tidak hanya menghendaki kemampuan siswa untuk menemukan, mengembangkan dan mengutarakan gagasan, tetapi juga menghendaki kemampuan siswa menggunakan tata lisan yang baik dan benar. Mengingat berbicara paling penting bagi siswa, guru semestinya bisa membangkitkan dan 33 mempertahankan kegairahan siswa untuk berbicara serta menjadikan berbicara itu merupakan pekerjaan yang alami dan menyenangkan. Dengan melalui pengamatan gambar yang disampaikan, maka tidak secara langsung kita bisa menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif serta menyenangkan terhadap siswa itu sendiri dengan melalui pembelajaran pengamatan gambar sehingga siswa bisa mengekspresikan dalam bentuk lisan yang disesuaikan gambar itu sendiri. Guru merupakan fasilitator dalam proses pembelajaran agar tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan dalam berbicara yang disesuaikan penampilan gambar yang ditampilkan oleh guru itu sendiri, dimana setiap slip gambar yang kita tampilkan siswa harus kita tuntut dalam hal membaca gambar yang disesuaikan dengan kelimat siswa itu sendiri. 2.1.3 Pembelajaran Berbicara Sesuai Pembelajaran Bahasa Indonesia Gambar Seri di SD dalam Pembelajaran bahasa Indonesia adalah pembelajaran yang berusaha meningkatkan keterampilan membaca, menyimak, berbicara dan menulis yang sedapat mungkin disajikan secara terpadu (Dapartemen Pendidikan dan Kebudayaan 2001). Dalam memberikan latihan berbicara guru sebaiknya memperhatikan pekerjaan siswa-siswanya membantu mereka menemukan kesulitan, mencari dan menemukan gagasan, mengungkapkan gagasan penggunaan bahasa dan tidak semata-mata menjadi petunjuk kesalahan atau sekedar member nilai. Kesalahan dalam berbicara pada siswa adalah hal yang tidak dapat dihindari dalam memperoleh bahasa. Melihat kenyataan inilah maka perhatian yang khusus harus 34 diberikan untuk mengurangi kesalahan pada kemampuan berbicara adalah memperhatikan ejaan kalimat itu sendiri agar supaya menjadi efektif. 2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan Penelitian yang pernah ada sebelumnya dan ada relevansinya dengan topik penelitian ini dan dijadikan sebagai salah satu acuan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh seorang mahasisiwa yang kuliah di Universitas Negeri Malang, Fakultas Ilmu Pendidikan, Program Studi S1 PGSD. Berdasarkan hasil penelitiannya yang berjudul peningkatan keterampilan menulis Narasi melalui media gambar seri kelas V SDN Bacem 03 Kecamatan Sutojayan Kabupaten Blitar. Dilaporkan bahwa dari hasil penelitian tindakan kelas yang dilangsungkannya selama dua siklus ternyata kemampuan menulis anak mengalami peningkatan yaitu ketuntasan klasikal meningkat dari 47% menjadi 87%. Dengan kesimpulannya bahwa penggunaan media gambar seri sangat baik dan cocok dalam membelajarkan menulis narasi. Wulan (online) diakses tanggal 10-10-2012 http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/KSDP/article/view/9969 Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Maryani T. Permana dengan judul “Meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan melalui penggunaan media gambar seri di kelas V SDN Cibulan II Desa Cibulan Kecamatan Lemahsugih Kabupaten Majalengka” hasil penelitian tersebut menunjukkan pada pelaksanaan tindakan siklus I siswa belum mencapai indikator. Sehingga dilaksanakan siklus II sebagai refleksi dari siklus I. Pada siklus II terjadi peningkatan menjadi 80.80 % atau indikator kinerja berhasil. 35 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah; penelitian sebelumnya memfokuskan permasalahan pada keterampilan menulis narasi melalui media gambar seri sedangkan penelitian ini menitikberatkan pada kemampaun berbicara melalui media gambar seri. 2.3 Hipotesis Tindakan Adapun hipotesis tindakan dalam penelitian ini yaitu: “Jika guru menggunakan media gambar seri dalam pembelajaran berbicara, maka kemampuan berbicara akan meningkat bagi siswa kelas III Madrasah Ibtidaiyah Al-A’raf Dambalo Kecamatan Tomilito Kabupaten Gorontalo Utara. 2.4 Indikator Kinerja Penelitian ini dikatakan berhasil dan mengalami peningkatan apabila nilai yang diperoleh oleh siswa di kelas III mencapai 80% dengan kriteria KKM 70. Jadi apabila dalam kelas tersebut hasil yang diperoleh belum mencapai angka tersebut, penelitian akan terus dilakukan sampai hasil tersebut dicapai.