analisis kebutuhan diklat bagi operator smelter

advertisement
Vol.10 No. 1 - Juni 2016
TMB
ISSN 1978 - 2934
PUBLIKASI TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA
TMB diterbitkan oleh Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Mineral
dan Batubara, Badan Diklat
Energi dan Sumber Daya Mineral,
Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral setiap bulan Juni dan
Desember.
TMB menerima naskah ilmiah
dalam bentuk hasil penelitian
mengenai kediklatan bidang mineral
dan batubara, bidang manajerial,
fungsional, dan terstruktur, serta
penelitian dan pengembangan
bidang pertambangan, mineral dan
batubara.
Terbitan ini disebarluaskan ke
instansi di lingkungan Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral
dan instansi terkait lainnya.
Alamat Redaksi:
Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Mineral dan Batubara
Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung
40211
Telp: (022) 6076756; (022)
6038295
Ext. 115 dan 107
Fax. (022) 6035506
Website: http//www.pusdiklatminerba.esdm.go.id
E-mail:[email protected]
TIM REDAKSI
PENANGGUNG JAWAB
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara
PEMIMPIN REDAKSI
Kepala Bidang Program dan Kerjasama
WAKIL PEMIMPIN REDAKSI
Kepala Sub Bidang Kerjasama dan Informasi
REDAKTUR PELAKSANA
Agus Sukarji, S.T.
REDAKTUR
Tri Handajani, S.Sos., M.Si.
Ibrahim Priyana Hardjawidjaksana, S.T., M.Sc.
Irmayanti, S.E.
Junianita Puspitasari, S.Kom.
STAF REDAKSI
1. Arief Eka Putra, S.T.
2. Utami Adha
3. Adil Samana
4. Asep Rohmat, S.Sos
5. Suherdi
6. Dedi Romayandi, A.Md.
PENYUNTING
1. Asep Bahtiar Purnama, S.T., M.T. (Geologi/Pertambangan, Puslitbang tekMIRA)
2. Wahyu Agus Setiawan, S.T., M.I.L. (Kimia Mineral dan Lingkungan, Puslitbang
tekMIRA)
3. Ir. Tatang Wahyudi, M.Sc. (Mineralogi Proses, Puslitbang tekMIRA)
4. Prof. Ir. Husaini, M.Sc. (Pemrosesan Mineral, Puslitbang tekMIRA)
5. Dra. Ria Utami, M.Pd. (Pendidikan Bahasa Inggris, STBA YAPARI – ABA)
6. Mahmud Fasya, S.Pd., M.A. (Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Pendidikan
Indonesia)
7. Ir. Andi Ilham Samanlangi, S.T., M.T., IPP. (Eksplorasi dan Tambang Umum,
Universitas Veteran RI Makassar)
8. Dr. Maran Gultom, S.T., M.Si. (Teknik Geologi/Teknik Pertambangan Mineral dan
Batubara, STEM Akamigas)
9. Asep Rohman, S.T., M.T. (Teknik Geologi/Program Studi Pengembangan
Kurikulum, Pusdiklat Geologi)
10. Ir. Eka Tofani Putranto (Geofisika, Pusdiklat Geologi)
11. Ir. Muhammad Rum Budi Susilo, M.T. (Geologi/Pertambangan, Pusdiklat Geologi)
12. Dra. Adiarti Budi Kartini, S.S. (Bahasa, Sastra, dan Sejarah, STBA YAPARI – ABA)
13. Mumu Munawar, S.S. (Bahasa Indonesia, Penerbitan)
14. Desi Purnama Sari, S.S. (Bahasa Inggris, Professional English Course dan ITHB)
15. Uun Bisri, S.S. (Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris)
MITRA BESTARI
1. Dr. Ir. Dicky Muslim (Pertambangan/Eksplorasi Batubara/Teknik Geologi,
Universitas Padjajaran)
2. Prof. I.G. Ngurah Ardha, M.Met. (Pengolahan Mineral, Puslitbang tekMIRA)
3. Isti Siti Saleha Gandana, Ph.D (Bahasa Inggris, Universitas Pendidikan Indonesia)
4. Dr. phil. nat. Sri Widodo S.T., M.T. (Eksplorasi Batubara, Universitas Hasanuddin)
5. Dr. Asropi, SIP., M.Si. (Metodologi Penelitian/Administrasi Publik/Kebijakan Publik/
Manajemen Stratejik Sektor Publik, STIA LAN)
6. Dr. Santoso Tri Raharjo (Metodologi Penelitian, Universitas Padjajaran)
7. Ir. Rachmat Saleh, M.T. (Geologi/Rekayasa Pertambangan)
8. Dr. Julian Ambassadur Shiddiq (Teknik Geologi/Teknik Perminyakan/Hidrogeologi
Panas Bumi, Sekretariat Badan Diklat ESDM)
9. Prof. Dr. Datin Fatia Umar, M.T (Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara, Puslitbang
Tekmira)
Vol. 10 No. 1- Juni 2016
ISSN 1978 - 2934
TMB
PUBLIKASI TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA
D aft a r I s i
 Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter
Sudarmawan dan Maria Contesa...................................................................... 1 - 12
 Efektifitas Metode Coaching dalam Kegiatan Pembelajaran
Handoko Setiadji.......................................................................................13 - 18
 Pertimbangan Teknis dan Operasional Pengadaan Alat Oxygen
Breathing Apparatus (OBA) untuk Sarana Praktik Diklat Fungsional
Inspektur Tambang Pertama
Yudiana Hadiyat dan Leni Nurliana.................................................................. 19 - 24
 Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP
(Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto)
Ir. Rachmat Saleh.............................................................................................. 25-32
 Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya
Ukar Wijaya Soelistijo................................................................................ 33 -50
 Daftar Nama Mitra Bestari ................................................................................ I
 Pedoman Bagi Penulis...................................................................................... II
Gambar Sampul:
Kegiatan diklat sertifikasi juru ukur tambang di Pusdiklat Minerba Bandung
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016
i
Editorial
Undang-undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009, telah mengintruksikan para pemegang izin
usaha pertambangan diwajibkan untuk memberikan nilai tambah kepada hasil tambangnya dan
secara bertahap mengurangi penjualan bahan mentah hasil tambang ke luar negeri. Dengan
diterapkannya kebijakan tersebut, keuntungannya adalah terbukanya lapangan kerja baru yang
akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan. Mulai dari para tenaga ahli di bidang
pengolahan mineral hingga tenaga kerja pengolahan mineral (smelter). Keuntungan lainnya
adalah penguasaan teknologi pengolahan mineral oleh bangsa Indonesia. Artinya, pemanfaatan
dan pengolahan sumber daya alam yang lebih efisien dan berkesinambungan. Keuntungan
tersebut dapat dicapai melalui kegiatan pembelajaran atau diklat untuk calon operator. Oleh
sebab itu, dalam edisi ini disajikan artikel dengan judul Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator
Smelter (Training Needs Analysis For Smelter Operator).
Salah satu permasalahan dalam kegiatan pembelajaran atau diklat yaitu, metode
pembelajaran yang kurang tepat. Metode pembelajaran yang monoton atau kurang bervariasi
dapat menyebabkan peserta diklat menjadi bosan dan kurang termotivasi sehingga kegiatan
pembelajaran tidak terselenggara dengan baik. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah
bagaimana efektifitas dan cara menerapkan metode dalam kegiatan pembelajaran. Metode
coaching cukup efektif untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Efektifitas metode ini dapat
disimak dalam artikel yang berjudul Efektifitas Metode Coaching dalam Kegiatan Pembelajaran.
Selain hal di atas, kegiatan pembelajaran atau dikjartih yang berperanan penting adalah
adanya instruktur atau widyaiswara. Penilaian kinerja widyaiswara pada lembaga pendidikan
dan pelatihan sangat diperlukan untuk melihat bagaimana kinerja widyaiswara dalam
menjalankan semua kegiatan proses dikjartih yang ada pada lembaga diklat widyaiswara tersebut
bekerja. Dalam mengevaluasi penilaian kinerja widyaiswara digunakan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP). Salah satu artikel dalam edisi ini disajikan dengan judul Penilaian
Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus: Widyaiswara BDTBTSawahlunto).
Selanjutnya diklat fungsional inspektur tambang pertama merupakan diklat yang
diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang akan menduduki jabatan fungsional
inspektur tambang pada instansi pemerintah. Salah satu tugas seorang inspektur tambang
adalah melakukan pengawasan/inspeksi pada fasilitas tanggap darurat dalam hal ini oxygen
breathing apparatus (OBA) yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga para peserta diklat dibekali
pemahaman terkait peralatan tersebut. Agar memudahkan pemahaman peserta, maka dibutuhkan
suatu alat praktik OBA yang mudah untuk dioperasikan dan dilakukan perawatan. Untuk
mengatasi hal tersebut maka diperlukan adanya kajian mengenai teknis dan operasional dari
beberapa OBA. Untuk itu, dalam edisi ini juga disajikan artikel dengan judul Pertimbangan
Teknis dan Operasional Pengadaan Alat Oxygen Breathing Apparatus (OBA) untuk Sarana
Praktik Diklat Fungsional Inspektur Tambang Pertama.
Manajemen sumber daya (SD) merupakan manejemen global terhadap sumber daya dari
faktor produksi yang terdiri dari sumber-sumber daya kapital, manusia, alam, lingkungan,
informasi, pasar, dan sumber daya yang lain serta sumber daya teknologi untuk menghasilkan
output berupa barang dan jasa yang secara ekonomi akumulatif diwujudkan dalam bentuk
Produk Domestik Bruto (PDB). Manajemen SD sebagai salah satu fase pembangunan dalam
membangun Indonesia seutuhnya. Masalah manajemen SD merupakan bagian dari masalah
pembangunan di Indonesia dalam upaya pendayagunaannya. Kuantitas dan kualitas SD adalah
kunci pencapaian kesejahteraan. Dengan demikian, sebagai penutup dalam edisi ini disajikan
artikel yang berjudul Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya. Salam Editorial.
ii
TMB Vol.
10 No. 1 - Juni 2016 : i - ii
ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT BAGI OPERATOR SMELTER
Training Needs Analysis For Smelter Operator
Sudarmawan dan Maria Contesa
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara
Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373
Abstrak
Analisis kebutuhan diklat (Training Needs Analysis) merupakan suatu rangkaian perencanaan untuk
menentukan dan memenuhi kebutuhan diklat dalam suatu organisasi. Maksud dan tujuan melakukan kegiatan
“Penyusunan Analisis Kebutuhan Diklat” ini adalah untuk mengetahui seberapa besar adanya gap kompetensi
atau kesenjangan kemampuan yang seharusnya dimiliki dalam melaksanakan suatu bagian pekerjaan dengan
kemampuan yang sebenarnya dimiliki oleh para pegawai dalam melaksanakan bagian pekerjaan sesuai tugas
dan fungsi organisasi. Apakah diklat merupakan solusi yang potensial serta dapat memberi gambaran yang utuh
mengenai kemampuan melaksanakan bagian pekerjaan/ kompetensi kerja karyawan/ operator pada perusahaanperusahaan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Kebutuhan diklat dan upaya non-diklat yang harus
dilakukan agar operator mampu meningkatkan kemampuan melaksanakan bagian pekerjaan/ kompetensi dan
kinerjanya, rekomendasi kebutuhan diklat untuk pengembangan kualitas SDM, serta kebutuhan masyarakat
sekitar perusahaan untuk memiliki kemampuan sebagai operator sehingga dapat berperan aktif pada perusahaan.
Kegiatan survei dan pengambilan data dilakukan di perusahaan-perusahaan pengolahan dan pemurnian
mineral (smelter), meliputi PT. Vale Indonesia yang berlokasi di Soroako, Sulawesi Selatan, PT. Meratus Jaya yang
berlokasi di Batulicin, Kalimantan Selatan, PT. Indoferro yang berlokasi di Cilegon, Banten, serta PT. Smelting
yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur. Pengambilan data kuesioner melalui survei responden dan Focus Group
Discussion (FGD) hanya dilaksanakan di PT. Vale dan PT Meratus Jaya. Pengolahan data dilakukan berdasarkan
alur “Top-down Analysis“ yang dimulai dari pengkajian visi misi perusahaan, tugas dan penilaian kinerja,
pencapaian target dan tinjauan kemampuan melaksanakan bagian pekerjaan. Dilanjutkan dengan pengukuran
“The total performance environment“ untuk menentukan apakah kegagalan dalam tugas disebabkan oleh
motivasi kerja yang rendah, kondisi lingkungan yang tidak kondusif atau memang disebabkan oleh kurangnya
kemampuan yang dimiliki. Jika permasalahannya terletak pada kompetensi, maka dilanjutkan dengan analisis
apakah kemampuan tersebut merupakan kemampuan dalam melaksanakan bagian pekerjaan kritis yang
penyelesaiannya perlu dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan. Pengukuran kemampuan bagi operator
pada perusahaan-perusahaan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) yang menjadi fokus dalam kajian
ini mencakup operator yang ada dalam proses plant, yaitu untuk PT. Vale Indonesia terdiri dari 12 pekerjaan
dengan 121 bagian pekerjaan dan PT. Meratus Jaya terdiri dari 9 pekerjaan dengan 84 bagian pekerjaan.
Analisis bagian pekerjaan dilakukan dengan menggunakan metode Difficulty, Importance, Frequency
(DIF). Dalam kuesioner tersebut terdapat bagian-bagian pekerjaan yang harus dipilih oleh responden.Mana yang
merupakan tugas dan fungsinya dan mana yang bukan tugas dan fungsinya. Kemudian setiap bagian pekerjaan
yang dipilih harus ditentukan oleh responden tingkat kesulitan, kepentingan, dan frekuensi pelaksanaannya.
Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan dengan pendekatan “Top-down Analysis“. Dimulai dari pengkajian
visi misi perusahaan, pencapaian target dan tinjauan kompetensi secara umum, serta melakukan asesmen
terhadap the total performance environment dan analisis melalui DIF Model untuk menentukan bagian pekerjaan/
kompetensi kritis yang penyelesaiannya harus dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan.
Dalam kegiatan ini didiskusikan berbagai hal teknis yang berhubungan dengan data hasil AKD yang telah
diolah. Kemudian dikaitkan dengan persiapan penyusunan kurikulum untuk pembekalan bagi masyarakat sekitar
perusahaan smelter agar mampu bekerja sebagai operator pada perusahaan tersebut.
Kata kunci: analisis kebutuhan diklat (training needs analysis), smelter, DIF (difficulty, importance, frequency), total performance environment.
Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa]
1
Abstract
Training Needs Analysis is a set of plans to determine and fulfil training needs in an organization. The
aim and objective of conducting this “Training Needs Analysis” are to find how large the competency gap
is, or proficiency difference that is acquired by employees in executing the task based on organization’s
duty and function. To find whether training is a potential solution or not, also, whether this method is able
to give a complete picture about the ability of employees in doing their job in smelter or not. To find the
need of training and the non-training effort that should be done to improve their abilities, and training needs
recommendation to develop human resources quality. And the last one is, to find society’s needs to obtain
this ability to make them actively involved in the company.
Survey and data sampling is done in smelter companies, they are PT. Vale Indonesia in Soroako, South
Celebes, PT. Meratus Jaya in Batulicin, South Borneo, PT. Indoferro in Cilegon, Banten, and PT. Smelting
in Gresik, East Java. Questioner data through respondent survey and Focus Group Discussion (FGD) is only
conducted at PT. Vale and PT Meratus Jaya. Data processing is done using “Top-down Analysis“flowchart. It
is started from company’s vision and mission analysis, duty and performance appraisal, target attainment and
the competency in handling the duty. The process is Continued by the assessment of “The total performance
environment “to decide whether the failure is caused by low working motivation, unconducive working
environment, or low competency. If the problem lies on competency, so, the process will be continued by
another analysis to decide whether training is needed or not. Ability measurement for operator that becomes
the focus in this research covers the operators in plant division for PT. Vale Indonesia. It consists of 12 work
and 121 work parts. And PT. Meratus Jaya consists of 9 works and 84 work parts.
The analysis of work parts is done by using Difficulty, Importance, and Frequency (DIF) method. In
the questionnaire, there are work parts that should be chosen by respondent. After that, any work part that has
been chosen should be graded based on level of difficulty, and the importance and performance frequency.
Data process is done by “Top-down Analysis“. It is started from company’s vision and mission analysis,
target attainment, and general competency observation. Assessment is also done to the total performance
environment and DIF Model analysis to determine work parts/ critical competency that should be overcame
by training.
In this activity, it is discussed many technical things that are related to AKD that has been processed,
and then, it is linked to curriculum arrangement that will be given to society around smelter, so they will be
able to work as operator in that company.
Keywords: training needs analysis, smelter, DIF (difficulty, importance, frequency), total performance environment.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya manusia (SDM) merupakan
aset organisasi yang semakin disadari peranan
pentingnya terhadap kelancaran jalannya
organisasi dalam mencapai visi dan misi yang
telah ditetapkan. Permasalahannya masih
terdapat berbagai kendala yang dihadapi
banyak organisasi. Seperti masih sering
munculnya keluhan akan keberadaan SDM
yang tidak kompeten dalam menjalankan tugas
dan fungsi jabatan yang diembannya.
2
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12
Berbagai cara dapat dilakukan untuk
mewujudkan keberadaan SDM yang memiliki
kualifikasi sesuai dengan tugas dan fungsi yang
diberikan kepadanya. Langkah pertama terletak
pada sistem rekruitmen dan seleksi yang
diterapkan. Selanjutnya sistem penempatan
yang sesuai dengan “the right man in the
right position”. Bila dua langkah tersebut
dapat dilakukan dengan benar, umumnya
permasalahan selanjutnya yang akan timbul
adalah munculnya berbagai perubahan. Baik
perubahan secara internal maupun eksternal
organisasi yang membutuhkan berbagai
kebijakan dan program-program agar organisasi
dapat menyesuaikan diri dengan berbagai
perubahan yang terjadi.
Program pendidikan dan pelatihan
merupakan salah satu kegiatan di organisasi
yang bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya
kesenjangan (gap) antara kompetensi yang ada
saat ini dengan kompetensi yang seharusnya
dimiliki. Sebagai akibat terjadinya berbagai
perubahan-perubahan baik eksternal maupun
internal. Sehingga akhir-akhir ini, posisi diklat
menjadi semakin penting dan strategis sebagai
alat dalam meningkatkan kinerja SDM. Salah
satu kendala utama yang dihadapi oleh banyak
organisasi baik pemerintah maupun swasta
yaitu, tahap analisis kebutuhan diklat atau
training need analysis (TNA). Diklat yang tidak
didasari dengan training need analysis (TNA)
yang benar, akan mengakibatkan berbagai
pemborosan di dalam organisasi.
Maksud dan Tujuan
Maksud melakukan kegiatan penyusunan
analisis kebutuhan diklat ini adalah untuk
mengetahui seberapa besar adanya gap
kompetensi atau kesenjangan kemampuan
yang seharusnya dimiliki dalam melaksanakan
suatu bagian pekerjaan dengan kemampuan
yang sebenarnya dimiliki oleh para pegawai
dalam melaksanakan bagian pekerjaan sesuai
tugas dan fungsi organisasi. Serta apakah
diklat merupakan solusi yang potensial untuk
meningkatkan kinerja SDM tersebut.
Adapun tujuannya adalah untuk
mendapatkan gambaran yang utuh mengenai
hal-hal berikut ini.
a. K e m a m p u a n m e l a k s a n a k a n b a g i a n
pekerjaan/ kompetensi kerja karyawan/
operator pada perusahaan-perusahaan
pengolahan dan pemurnian mineral
(smelter).
b. Kebutuhan diklat dan upaya non-diklat
yang harus dilakukan agar operator mampu
meningkatkan kemampuan melaksanakan
bagian pekerjaan/ kompetensi dan kinerjanya.
c. Rekomendasi kebutuhan diklat untuk
pengembangan kualitas SDM operator pada
perusahaan-perusahaan pengolahan dan
pemurnian mineral (smelter).
d. Kebutuhan masyarakat sekitar perusahaan
agar memiliki kemampuan sebagai operator
sehingga dapat berperan aktif pada
perusahaan-perusahaan pengolahan dan
pemurnian mineral (smelter).
Lokasi Kegiatan
Kegiatan pengambilan data dilakukan pada
PT. Vale Indonesia yang berlokasi di Soroako,
Sulawesi Selatan, PT. Meratus Jaya yang
berlokasi di Batulicin, Kalimantan Selatan, PT.
Smelting yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur
dan PT. Indoferro yang berlokasi di Cilegon,
Banten. Data yang dapat diolah hanya dua
perusahaan PT. Vale Indonesia dan PT. Meratus
Jaya, dua perusahaan yang lain tidak bersedia
untuk dilakukan pengambilan kuesioner, hanya
dilakukan pengamatan langsung ke lapangan.
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan
Untuk melakukan Analisis Kebutuhan
Diklat ini digunakan pendekatan survei dan
interview serta Focus Group Discussion, yaitu
menganalisis bagian pekerjaan/ kompetensi
yang harus dilakukan dalam suatu jabatan dan
melihat permasalahan kinerja di lapangan dan
diklat yang diperlukan untuk memecahkan
masalah tersebut.
Populasi Sasaran
Kelompok sasaran dalam pekerjaan analisis
kebutuhan pelatihan ini adalah operator dan
group leader (supervisor) pada perusahaanperusahaan pengolahan dan pemurnian mineral
(smelter).
Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa]
3
Sampel
Sampel dalam pekerjaan ini adalah operator
dan group leader/ supervisor pada PT. Vale dan
PT. Meratus Jaya yang berjumlah 52 orang.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan
metode survei, interview dan Focus Group
Discussion (FGD).
Analisis data
Data dianalisis secara kualitatif dengan
cara menganalisis setiap kuesioner yang
dikumpulkan kembali. Hal ini dilakukan karena
setiap kuesioner berisi data yang berbeda
jenisnya. Data tersebut bersama-sama dengan
data hasil FGD akan dipergunakan untuk melihat
apakah permasalahan kinerja yang dirasakan
sepenuhnya masalah skill dan knowledge atau
karena masalah lain, menyusun kebutuhan
diklat di masa mendatang, serta kompetensi
yang perlu dan tidak perlu dilatihkan.
HASIL PENGOLAHAN DATA
Pengolahan data dilakukan berdasarkan
alur “Top-down Analysis“ yang dimulai dari
pengkajian visi misi perusahaan, tugas, dan
penilaian kinerja, pencapaian target dan
tinjauan kemampuan melaksanakan bagian
pekerjaan, dilanjutkan dengan pengukuran
“The total performance environment“ untuk
menentukan apakah kegagalan dalam tugas
disebabkan oleh motivasi kerja yang rendah,
kondisi lingkungan yang tidak kondusif,
atau memang disebabkan oleh kurangnya
kemampuan yang dimiliki.
Visi Misi Perusahaan dan Penilaian Kinerja
Data-data hasil pengisian responden
berkaitan dengan visi misi perusahaan sebagai
berikut (lihat tabel 1).
Tabel 1. Rekapitulasi pengisian kuesioner responden terkait visi misi perusahaan dan penilaian kinerja
PERTANYAAN
Apakah visi misi
perusahaan
cukup
jelas bagi anda?
PERUSAHAAN
PERSENTASE
Ya
Tidak
Kosong
Total
Ya
Tidak
Kosong
PT. Vale
8
0
0
8
100,00
0,00
0,00
PT. Meratus Jaya
8
1
0
9
88,89
11,11
0,00
Total
16
1
0
17
94,12
5,88
0,00
8
0
0
8
100,00
0,00
0,00
6
3
0
9
66,67
33,33
0,00
14
3
0
17
82,35
17,65
0,00
8
0
0
8
100,00
0,00
0,00
7
2
0
9
77,78
22,22
0,00
15
2
0
17
88,24
11,76
0,00
7
1
0
8
87,50
12,50
0,00
3
6
0
9
33,33
66,67
0,00
10
7
0
17
58,82
41,18
0,00
Apakah visi misi PT. Vale
tersebut anda
PT. Meratus Jaya
komunikasikan
kepada bawahan
Total
anda?
Apakah menurut PT. Vale
anda bawahan
PT. Meratus Jaya
anda memahami
visi misi
Total
tersebut?
Apakah menurut PT. Vale
anda visi
PT. Meratus Jaya
perusahaan telah
tercapai?
Total
4
PILIHAN JAWABAN
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12
PERTANYAAN
PERUSAHAAN
PILIHAN JAWABAN
PERSENTASE
Ya
Tidak
Kosong
Total
Ya
Tidak
Kosong
Perlukah visi
misi tersebut
diperbaharui?
PT. Vale
1
7
0
8
12,50
87,50
0,00
PT. Meratus Jaya
4
5
0
9
44,44
55,56
0,00
5
12
0
17
29,41
70,59
0,00
Adakah
kegagalan tugas
diunit anda?
PT. Vale
1
7
0
8
12,50
87,50
0,00
PT. Meratus Jaya
4
5
0
9
44,44
55,56
0,00
5
12
0
17
29,41
70,59
0,00
Adakah tugas
yang tidak
terselesaikan
sesuai dengan
standarnya?
PT. Vale
1
7
0
8
12,50
87,50
0,00
PT. Meratus Jaya
1
8
0
9
11,11
88,89
0,00
2
15
0
17
11,76
88,24
0,00
Apakah anda
menilai kinerja
bawahan anda?
PT. Vale
7
0
1
8
87,50
0,00
12,50
PT. Meratus Jaya
9
0
0
9
100,00
0,00
0,00
16
0
1
17
94,12
0,00
5,88
Apakah penilaian
kinerja tersebut
mempengaruhi
pendapatan
bawahan Anda?
PT. Vale
6
1
1
8
75,00
12,50
12,50
PT. Meratus Jaya
5
4
0
9
55,56
44,44
0,00
11
5
1
17
64,71
29,41
5,88
Apakah penilaian
kinerja tersebut
mempengaruhi
karir bawahan
Anda?
PT. Vale
7
0
1
8
87,50
0,00
12,50
PT. Meratus Jaya
7
2
0
9
77,78
22,22
0,00
14
2
1
17
82,35
11,76
5,88
Apakah mereka
telah dibekali
keahlian sebelum
bekerja?
PT. Vale
7
0
1
8
87,50
0,00
12,50
PT. Meratus Jaya
7
2
0
9
77,78
22,22
0,00
14
2
1
17
82,35
11,76
5,88
Apakah mereka
cukup terampil
melakukan
pekerjaan?
PT. Vale
7
0
1
8
87,50
0,00
12,50
PT. Meratus Jaya
9
0
0
9
100,00
0,00
0,00
16
0
1
17
94,12
0,00
5,88
Adakah kegagalan
tugas/ tugas yang
tidak terselesaikan
sesuai dengan
standar,
disebabkan
oleh kurangnya
keahlian mereka?
PT. Vale
2
5
1
8
25,00
62,50
12,50
PT. Meratus Jaya
2
7
0
9
22,22
78,78
0,00
4
12
1
17
23,53
70,59
5,88
Total
Total
Total
Total
Total
Total
Total
Total
Total
Pencapaian Target Kerja dan Tinjauan Kompetensi Secara Umum
Kajian untuk pencapaian target kerja diarahkan untuk mengetahui apakah terdapat kegagalan
dalam unit kerja dan apakah terdapat kemungkinan kegagalan tersebut disebabkan oleh kompetensi
pegawainya. Berdasarkan data yang diperoleh dapat disajikan pada tabel-tabel sebagai berikut.
Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa]
5
Tabel 2. Rekapitulasi pengisian kuesioner terkait pencapaian target kerja dan tinjauan kompetensi secara umum
PERTANYAAN
PERUSAHAAN
PERSENTASE
Ya
Tidak
Kosong
Total
Ya
Tidak
Kosong
8
0
0
8
100.0
0,00
0,00
8
0
0
8
100,0
0,00
0,00
16
0
0
16
100,0
0,00
0,00
7
0
1
8
87,50
0,00
12,50
8
0
0
8
100,0
0,00
0,00
15
0
1
16
93.75
0,00
6,25
7
0
1
8
87,50
0,00
12,50
8
0
0
8
100,0
0,00
0,00
15
0
1
16
93,75
0,00
6,25
PT. Vale
5
3
0
8
62,50
37,50
0,00
PT. Meratus Jaya
2
5
1
8
25,00
62,5
12,5
7
8
1
16
43,75
50,00
6,25
Apakah anda
PT. Vale
mengetahui
PT. Meratus Jaya
target yang harus
Total
dicapai unit?
Apakah target
PT. Vale
tersebut
PT. Meratus Jaya
dikomunikasikan
/ jelaskan
Total
kepada
bawahan?
Apakah
PT. Vale
bawahan
PT. Meratus Jaya
memahami
target yang harus
Total
dicapai?
Apakah target
unit tercapai?
PILIHAN JAWABAN
Total
Apakah anda tahu
persis kompetensi
yang anda
butuhkan untuk
memimpin unit
ditempat anda?
PT. Vale
8
0
0
8
100,00
0,00
0,00
PT. Meratus Jaya
7
1
0
8
87,5
12,5
0,00
15
1
0
16
93,75
6,25
0,00
Apakah ada
kompetensi yang
belum anda
kuasai?
PT. Vale
2
6
0
8
25,00
75,00
0,00
PT. Meratus Jaya
6
2
0
8
75,00
25,00
0,00
8
8
0
16
50,00
50,00
0,00
Apakah anda
tahu kompetensi
yang dibutuhkan
bawahan untuk
mencapai target?
PT. Vale
7
0
1
8
87,5
0,00
12,5
PT. Meratus Jaya
8
0
0
8
100,0
0,00
0,00
15
0
1
16
93,75
0,00
6,25
Apakah
kompetensi
mereka/bawahan
memadai?
PT. Vale
7
0
1
8
87,5
0,00
12,5
PT. Meratus Jaya
3
5
0
8
37,5
62,5
0,00
10
5
1
16
62,50
31,25
6,25
8
0
0
8
100,00
0,00
0,00
8
0
0
8
100,00
0,00
0,00
16
0
0
16
100,00
0,00
0,00
Total
Total
Total
Total
Apakah Anda
PT. Vale
menjelaskan target PT. Meratus Jaya
unit yang akan
dicapai?
Total
6
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12
PERTANYAAN
PILIHAN JAWABAN
PERUSAHAAN
PERSENTASE
Ya
Tidak
Kosong
Total
Ya
Tidak
Kosong
Apakah Anda
membuat perencanaan
kerja?
PT. Vale
8
0
0
8
100,00
0,00
0,00
PT. Meratus Jaya
4
4
0
8
50,00
50,00
0,00
12
4
0
16
75,00
25,00
0,00
Apakah anda mampu
mendelegasikan tugas
kepada bawahan anda?
PT. Vale
7
0
1
8
87,50
0,00
12,50
PT. Meratus Jaya
7
1
0
8
87,50
12,50
0,00
14
1
1
16
87,50
6,25
6,25
Apakah anda mampu
mengontrol hasil
pekerjaan bawahan?
PT. Vale
7
0
1
8
87,50
0,00
12,50
PT. Meratus Jaya
8
0
0
8
100,0
0,00
0,00
15
0
1
16
93,75
0,00
6,25
7
1
0
8
87,50
12,50
0,00
5
3
0
8
62,5
37,5
0,00
12
4
0
16
75,00
25,00
0,00
PT. Vale
6
1
1
8
75,00
12,50
12,50
PT. Meratus Jaya
4
4
0
8
50,0
50,0
0,00
10
5
1
16
62,50
32,25
6,25
Total
Total
Total
Apakah kompetensi
PT. Vale
yang anda kuasai masih PT. Meratus Jaya
memadai untuk tugas
dimasa yang akan
Total
datang?
Apakah kompetensi
yang dikuasai bawahan
masih memadai untuk
tugas dimasa yang akan
datang?
Total
Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, dipaparkan berdasarkan kondisi pada masing-masing
perusahaan (PT. Vale dan PT. Meratus Jaya). Tiga faktor utama yang mempengaruhi kenerja secara
individual berdasarkan pendekatan “The Total Performance Environment” yang meliputi motivasi kerja,
lingkungan kerja, dan kemampuan melaksanakan bagian pekerjaan atau kompetensi. Hasil pengukuran
motivasi kerja, lingkungan kerja dan kompetensi sebagai berikut.
1. Motivasi kerja
Dengan menggunakan kriteria (Riduwan, 2012:15)
Tabel 3. Pengukuran motivasi kerja
Nilai
Kriteria
0 - 20
Sangat Lemah
21 - 40
Lemah
41 - 60
Cukup
61 – 80
Kuat
81 - 100
Sangat Kuat
Hasil survei motivasi kerja karyawan PT.Vale dan PT. Meratus Jaya secara umum dapat dinyatakan
“kuat“, dengan score 3,99 atau 79,70%, seperti tampak dalam grafik berikut:
MOTIVASI KERJA
50
0
1
2
3
PT.1
4
PT.2
5
Rata-Rata
RATA-RATA
Gambar 1. Hasil Pengukuran Motivasi Kerja
Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa]
7
2. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja karyawan, baik yang meliputi ruang kerja, sarana kerja, prosedur kerja, kantin
maupun tempat ibadah, dapat dinyatakan sangat baik/ sangat kondusif dengan skor 4,25 atau 85,05%.
LINGKUNGAN KERJA
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
FASILITAS
KERJA
PROSEDUR
KERJA DAN
SUPERVISI
ATASAN
LINGKUNGAN
LINGKUNGAN
KERJA
SOSIAL
LAINNYA
RATARATA
PT. 1 (%)
92,5
93,89
92,96
91,11
92,7
PT. 2 (%)
71,53
79
76,47
82,53
77,4
RATA- RATA (%)
82,05
86,45
84,27
86,82
85,05
Gambar 2. Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja
3.Kompetensi
Kompetensi operator pada perusahaanperusahaan pengolahan dan pemurnian mineral
(smelter) melalui pendekatan dengan cara
menilai kemampuan dalam melaksanakan bidang
pekerjaan.
Setiap pekerjaan terdiri dari beberapa
bidang pekerjaan, sesuai dengan yang dilakukan
responden tersebut pada perusahaan smelting,
yakni sebagai berikut.
a. PT. Vale Indonesia skor rata-rata sebesar
4,24 atau 84,73 % termasuk dalam
kategori mampu melaksanakan bagian
pekerjaan tersebut.
b. PT. Meratus Jaya skor rata-rata sebesar
3,75 atau 75,00% termasuk dalam
kategori cukup mampu melaksanakan
bagian pekerjaan tersebut.
Berdasarkan pendekatan “The Total
Performance Environment“ dapat terlihat skor
tiap komponennya adalah sebagai berikut.
THE TOTAL PERFORMANCE ENVIRONMENT
SKOR MOTIVASI
SKOR LINGKUNGAN
84,73
SKOR KOMPETENSI
75
79,86
92,7
77,4
85,05
83,2
76,2
79,7
PT.1
PT.2
RATA-RATA
Gambar 3. Total Skor Motivasi, Lingkungan dan Kompetensi
8
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12
Hasil Analisis Kompetensi DIF (Difficulty,
Importance, Frequency)
Berdasarkan uraian “The Total Performance
Environment“ tersebut, yang memperlihatkan
bahwa skor pada kompetensi masih
memungkinkan untuk ditingkatkan pada
beberapa bagian pekerjaannya. Dengan
demikian, maka perlu dianalisis lebih lanjut
apakah kompetensi/ bagian pekerjaan
tersebut membutuhkan pelatihan atau tidak
membutuhkan pelatihan.
Analisis bagian pekerjaan telah dilakukan
dengan menggunakan metode DIF dengan
cara membagikan kuesioner kepada responden
untuk diisi. Dalam kuesioner tersebut terdapat
bagian-bagian pekerjaan yang harus dipilih
oleh responden. Bagian mana yang merupakan
tugas dan fungsinya dan mana yang bukan
merupakan tugas dan fungsinya. Kemudian
setiap bagian pekerjaan yang dipilih harus
ditentukan oleh responden tingkat kesulitan,
kepentingan, dan frekuensi pelaksanaannya.
Dengan kombinasi tingkat kesulitan,
kepentingan dan frekuensi pelaksanaan suatu
bagian pekerjaan dapat digunakan untuk
menentukan apakah suatu bagian pekerjaan
sangat perlu melakukan pelatihan atau Over
Training (OT), perlu melakukan pelatihan atau
Training (T), atau tidak perlu pelatihan atau
Non Training (NT).
mampu. Namun demikian, berdasarkan analisa
DIF di atas ada beberapa bagian pekerjaan
untuk kedua perusahaan tersebut masih perlu
untuk melakukan pelatihan, meliputi:
1. Calcine Transfer System (CTS) Operator,
2. Furnace Operator,
3. Slag Handling Operator,
4. Refractory Operator,
5. Team Leader Ore Transport.
Sedangkan bagian pekerjaan yang
memerlukan pelatihan berdasarkan analisis
DIF, untuk PT. Meratus Jaya adalah:
1. Raw Material and Waste Handling Shift
Technician,
2. Raw Material and Waste Handling Shift
Operator,
3. Rotary Kiln (RK), Rotary Cooler (RC),
Product Separation (PS), Senior Operator,
4. WTP (Water Treatment Plant) and Utilities
Supervisor,
5. WTP and Utilities Senior Technician.
HASIL FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)
secara umum baik, motivasi bekerja kuat,
lingkungan kerja sangat baik. Sedangkan
Untuk mengkonfirmasi hasil kuesioner
yang kurang jelas, serta untuk mendapatkan
kesepakatan dari responden tentang diklat apa
yang dibutuhkan di masa mendatang, maka
dilakukan focus group discussion. Dalam
kegiatan tersebut peserta dibagi menjadi
beberapa kelompok berdasarkan pekerjaan
yang hampir sama. Pembagian kelompok seperti
itu dimaksudkan agar terjadi diskusi yang alami,
hidup, namun tetap terarah sehingga dapat
menghasilkan rekomendasi yang maksimal baik
kualitas maupun kuantitasnya. Berikut ini pada
Tabel 4, adalah hasil FGD:
1. K o m p e t e n s i y a n g d i u s u l k a n u n t u k
dapat menutupi kekurangmampuan
dalam melaksanakan bidang pekerjaan,
berdasarkan kebutuhan yang dirasakan
kompetensi kerja untuk PT. Vale Indonesia
adalah mampu, dan PT. Meratus Jaya cukup
ditempat kerja pada saat sekarang dapat
dilihat pada tabel 4 yang meliputi:
PEMBAHASAN DAN HASIL
Dari hasil pengolahan data dapat diketahui
bahwa karyawan PT. Vale Indonesia dan PT.
Meratus Jaya secara umum memahami visi
dan misi perusahaan dengan sangat baik.
Pencapaian target dan tinjauan kompetensi
Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa]
9
Tabel 4. Kompetensi yang dibutuhkan
No.
1
Permasalahan
Penyebab
Solusi
Kompetensi yang
Dibutuhkan
I
II
III
IV
Pompa cooler bekerja kurang Terjadi korosi pada blade
maksimal
pompa
Pendinginan kurang
efektif
2
3
4
Pengelasan/ penambalan
Penggantian pompa
baru
Parameter pembacaan sering Kualitas alat kurang bagus
error
Penggantian alat
Kualitas oli jelek
Diadakan kontrol
kualitas secara berkala
Tidak adanya kontrol
kualitas secara berkala
Sulit memahami bahasa Penggunaan bahasa asing
dalam sistem
(Cina)
Terkontaminasi debu,
Cooling system power plan tidak ada tindak lanjut
& rotary kiln (Kualitas air hasil analisis atas kondisi
di atas range yang
kurang bagus)
ditentukan
Kompetensi
maintenance
peralatan
Lebih sering dilakukan
pemeliharaan/ perbaikan
Mengubah sistem ke
bahasa yang lebih
mudah dipahami
Memberikan pelatihan
bahasa Cina
Penyedot debu
ditambah/ diperbaiki.
Dilakukan cleaning
di pilar-pilar cooling
system
Kompetensi quality
control
Kompetensi Bahasa
Mandarin (Cina)
Kompetensi Cooling
System
Tidak ada ruang khusus
untuk penempatan bahan
kimia
5
Dilengkapi khusunya
yang berkaitan dengan
Kesehatan dan keselamatan
Bahan untuk penanganan chemical mengganti
kerja
chemical tidak memadai
bahan sesuai standar
Tidak adanya pengelolaan (stainless steel)
limbah.
Kompetensi K3LH
Washing/ pencucian
kurang sempurna, filter
Hasil produk dari reverse
sudah harus diganti,
osmosis kurang maksimal
chemical yang digunakan
dosisnya kurang tepat
Penggantian catridge
filter pada reverse
osmosis, penguatan
kemampuan SDM.
Kompetensi pre
treatment pada
demineralisasi plant
terutama reverse osmosis
Incoming material
Kualitas material tidak
baik
Pembuatan standar
material
Kompetensi standar
mutu material
7
Incoming air industri
Kualitas air tidak baik
Pembuatan standar
untuk air industri dan
untuk power plan
Kompetensi teknik
sampling
8
Out put produk
Kualitas produk tidak baik
Pemetaan titik sampling
out-put produk
Kompetensi standar
mutu produk
Kalibrasi alat
Deviasi penyimpangan
baca
6
9
10
Delay proses
Equipment yang tidak
standar
Kalibrasi bersifat
eksternal (meteorologi)
Kompetensi teknik
Kalibrasi bersifat internal kalibrasi
(compare hasil)
Identifikasi equipment
yang tidak standar,
review engeenering
Kompetensi equipment
standar kerja proses
2. Kompetensi yang diusulkan agar mampu menghadapi tantangan masa depan dapat dilihat pada
tabel 5 yang meliputi sebagai berikut (liat tabel 5):
10
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12
Tabel 5. Kompetensi yang diusulkan
No.
Tantangan dan Tuntutan
di Masa Depan
Skill & Knowledge yang
Dibutuhkan
Kompetensi yang Diusulkan
I
II
III
1
Pengadaan boiler aktif
Diharapkan mempunyai ISO
Kompetensi pesawat uap kelas 1
2
Treatment boiler yang lama tidak
dioperasikan
Pemahaman tentang treatment
boiler
Kompetensi quality control
Adanya akses cepat dari main building
ke boiler
Pengadaan akses dengan
mengandalkan SDM yang
berkemampuan khusus.
Kompetensi pesawat angkat
Mempunyai instalasi air baku sendiri
Kemampuan mengoperasikan
alat, bahan baku, dan proses
pengelolaan air.
Kompetensi water treatment plant
Memperoleh material kualitas baik
Source engineer material yang
memahami proses produksi
Kompetensi material untuk proses
produksi
3
4
5
6
Memperoleh kualitas produk yang baik Mampu mengolah material
menjadi produk sesuai standar
Kompetensiteknik kalibrasi dan
diklat teknik statistik
Kompetensi industry cost
7
Memperoleh air dari sumber non
PDAM (cost terlalu tinggi) output air
dari power plant (blowdown boiler)
cost terlalu tinggi
Mampu menghitung ekonomis
industri
KESIMPULAN
1. Bidang pekerjaan yang memerlukan pelatihan
berdasarkan analisis DIF, untuk PT. Vale
meliputi:
a. Calcine Transfer System (CTS) Operator,
b. Furnace Operator,
c. Slag Handling Operator,
d. Refractory Operator,
e. Team Leader Ore Transport.
2. Bidang pekerjaan yang memerlukan pelatihan
berdasarkan analisis DIF, untuk PT. Meratus Jaya
adalah:
a. Raw Material and Waste Handling Shift
Technician,
b. Raw Material and Waste Handling Shift
Operator,
c. Rotary Kiln (RK), Rotary Cooler (RC),
Product Separation (PS), Senior Operator,
d. WTP (Water Treatment Plant) and
Utilities Supervisor,
e. WTP and Utilities Senior Technician.
3.Hasil Focus Group Discussion (FGD)
Berikut ini adalah hasil FGD yang dilakukan
pada PT. Meratus Jaya:
a. Kompetensi yang diusulkan untuk
membekali tenaga operator smelter
meliputi kompetensi maintenance,
kompetensi quality control, kompetensi
bahasa Cina, kompetensi cooling
system, diklat K3LH, diklat pre treatment
pada demineralisasi plant terutama
reverse osmosis, kompetensi standar
mutu material, kompetensi teknik
sampling, kompetensi standar mutu
produk, kompetensi teknik kalibrasi dan
kompetensi equipment standar kerja
proses.
b. Kompetensi yang diusulkan agar mampu
menghadapi tantangan masa depan
meliputi: kompetensi pesawat uap kelas 1,
kompetensi quality control, kompetensi
pesawat angkat, kompetensi water
treatment plant, kompetensi material
untuk proses produksi, kompetensi teknik
kalibrasi, dan kompetensi teknik statistik,
serta kompetensi industry cost.
4. Hasil rapat pembahasan akhir kegiatan AKD
Pusdiklat Minerba Bandung. Beberapa hasil
diskusi dapat disimpulkan sebagai berikut.
a. Pentingnya pemberian pelatihan bagi
masyarakat sekitar perusahaan smelter
yang menyangkut knowledge atau skill.
Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa]
11
b. Pemberian pelatihan bagi masyarakat
sekitar perusahaan smelterdapat
difokuskan pada perusahaan-perusahaan
smelter dengan teknologi kelas menengah.
Misalnya, pelatihan mengenai kompetensi
Blast Furnace. Sebagai tahap awal dapat
pula dipilih pekerjaan-pekerjaan yang
bersifat umum, seperti kompetensi
K3L, atau kegiatan yang terdapat dalam
perusahaan smelter, seperti kompetensi
boiler, kompetensi water treatment,
maintenance dan power plant.
c. Dalam rangka pembekalan dan pelatihan
bagi masyarakat sekitar perusahaan
smelter, jika memilih berdasarkan hasil
AKD sekarang ini maka ada yang bisa
digeneralisasikan antara lain seperti
kompetensi furnace operator, kompetensi
slag handling dan refractory.
12
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12
DAFTAR PUSTAKA
Atmodiwirio, Soebagio. (2002). Manajemen Pelatihan.
Jakarta: Ardadizya Jaya.
Bee, Frances and Bee, Roland. (1999). Training Needs
Analysis and Evaluation. UK: Short Run Press.
Glasgow: Kogan Page.
Boydell, T.H. .(1983). A Guide to the Identification of
Training Needs.. London: BACIE.
Djumara, Noorsyamsa. (2005). Kebijakan Nasional
Pendidikan dan Pelatihan. Jakarta: LAN.
Harris and DeSimone. (1994). Human Resource
Development. New York: The Dryden Press.
Ridwan. (2012). Pengantar Statistika Sosial. Bandung:
Alfabeta.
Suparman, Atwi dan Purwanto. (1999). Evaluasi
Program Diklat. Jakarta: STIALAN Press.
EFEKTIFITAS METODE COACHING DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN
Coaching Methods Effectiveness in The Activities of Learning
Handoko Setiadji
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara
Jalan Sudirman No. 623, Bandung, Indonesia 40211; E-mail: [email protected]
Abstrak
Salah satu permasalahan dalam kegiatan pembelajaran adalah metode pembelajaran yang kurang tepat.
Metode pembelajaran yang monoton atau kurang bervariasi dapat menyebabkan peserta didik menjadi
bosan dan kurang termotivasi, sehingga kegiatan pembelajaran tidak terselenggara dengan baik. Ada banyak
sekali metode pembelajaran, salah satunya adalah metode coaching. Metode ini dilakukan melalui stimulasi,
pertanyaan powerful, dan dialog kreatif sehingga peserta didik memperoleh prestasi terbaik yang diharapkan.
Rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana efektifitas dan cara menerapkan metode coaching
dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian tentang efektifitas metode coaching dalam kegiatan pembelajaran
dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa metode coaching
cukup efektif untuk meningkatkan hasil pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran. Efektifitas metode ini
dapat dilihat dari peningkatan pengetahuan dan motivasi belajar peserta didik serta suasana kelas yang lebih
hidup dan menyenangkan.
Kata kunci:coaching, pendidikan, diklat, sumber daya manusia
Abstract
One of the problems in learning activities is the improper methods of learning. Learning methods that are
tedious or less variable can cause students to become bored and less motivated that learning activities are not
well established. There are so many methods of learning and one of them is a method of coaching. Coaching is
done through stimulation, powerful questionsand creative dialogue so that students obtain the best performance
as expected. The formulation of the problem raised is how effective and how to apply coaching methods in
learning activities. Research on the effectiveness of coaching methods in learningactivitiesiscarried out using a
descriptive approach with qualitative methods. Coaching method is effective to improve learning outcomes in
learning activities. The effectiveness of this method can be seen from the increase in knowledge and learning
motivation of learners and the classroom atmosphereis now more lively and fun.
Keyword: coaching, education, training, human resources
PENDAHULUAN
Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset
yang sangat berharga atau sebuah investasi besar
yang akan menjadi faktor utama yang menentukan
suatu keberhasilan sebuah organisasi bahkan sebuah
negara. Pengelolaan/ manajemen SDM yang tepat
bagi sebuah negara dan sebuah organisasi akan
menjadi faktor utama dan membawa kesuksesan
yang maksimal. Suatu bangsa yang unggul memiliki
SDM tangguh yang akan mampu membawa bangsa
tersebut menuju kesuksesan dan mendapat nilai
lebih di mata bangsa lain.
Suatu studi yang dilakukan oleh Jagernson
(dalam Susilo, 1995) tentang sumbangan
pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi
Amerika dari tahun 1848-1873 menemukan
bahwa produktivitas tenaga kerja menduduki
tempat pertama dibandingkan dengan modal
dan teknologi dalam sumbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi negara tesebut. Dalam
analisis lebih lanjut ditemukan bahwa faktor utama
yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja
adalah pendidikan. Strategi pengembangan SDM
menurut Jons (dalam Sarwono, 1993) antara lain
melalui pendidikan formal maupun pelatihan.
Pengembangan SDM melalui pendidikan bertujuan
untuk meningkatkan kemampuan kerja, dalam
arti pengembangan bersifat formal dan berkaitan
dengan karir sedangkan pelatihan bertujuan
untuk mengembangkan individu dalam bentuk
peningkatan keterampilan, pengetahuan, dan sikap.
Salah satu permasalahan dalam kegiatan
pembelajaran adalah metode pembelajaran yang
kurang tepat. Menurut Ahmadi (1997) metode
pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang
cara mengajar yang dipergunakan oleh pengajar.
Efektifitas Metode Coaching dalam Kegiatan Pembelajaran [Handoko Setiadji]
13
Metode pembelajaran yang monoton atau
kurang bervariasi dapat menyebabkan peserta didik
menjadi bosan dan kurang termotivasi sehingga
kegiatan pembelajaran tidak terselenggara
dengan baik. Peningkatan proses dalam kegiatan
pembelajaran sebagai muara untuk peningkatan
kualitas pendidikan yang diharapkan, antara
lain dilakukan melalui penerapan berbagai
strategi, metode, media, dan pendekatan dalam
pelaksanaan kegiatan pembelajaran, yang
nantinya diharapkan memiliki efektivitas pada
peningkatan hasil belajar peserta didik. Dalam
hal ini, tim dari IKIP Surabaya (dalam Trianto,
2009: 20) mengemukakan bahwa efesiensi dan
keefektifan mengajar dalam proses interaksi
belajar yang baik adalah segala daya upaya guru
untuk membantu para peserta didik agar bisa
belajar dengan baik. Arends (2008) menyatakan
bahwa cara memilih metode pembelajaran yang
berorientasi pada peserta didik belajar dan melatih
kemampuan berpikir deduktif-induktif diharapkan
akan mampu meningkatkan pemahaman dalam
proses pembelajaran dan memelihara perhatian
peserta didik serta agar tetap tertuju pada materi
yang sedang diajarkan.
Metode pembelajaran baik pada pendidikan
formal ataupun pelatihan ada banyak sekali.
Salah satu metode pembelajaran yang dapat
digunakan adalah coaching. Young (2015)
berpendapat bahwa coaching adalah sebuah
proses percakapan yang memfasilitasi seseorang
atau sekelompok orang melalui bertanya dan
memberikan feedback. Coaching merupakan
sebuah proses bagaimana mengoptimalkan fungsi
otak melalui sebuah proses yang terstruktur untuk
mendapatkan kinerja yang lebih efektif. Selama
ini metode coaching belum banyak dilakukan
untukpendidikan khususnya dalam kegiatan
pembelajaran.
Dari latar belakang yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka dapat dibuat rumusan masalah
meliputi bagaimana efektifitas metode coaching
dalam kegiatan pembelajaran dan bagaimana cara
menerapkan metode coaching dalam kegiatan
pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memperoleh informasi tentang efektifitas
coaching dalam kegiatan pembelajaran dan cara
menerapkan metode coaching dalam kegiatan
pembelajaran.Manfaat yang diperoleh dari
penelitian ini yaitu pertama, untuk meningkatkan
efektifitas pada kegiatan pembelajaran. Kedua, dapat
digunakan sebagai masukan bagi para pengajar
dalam mengembangkan metode pembelajaran di
dunia pendidikan Indonesia pada umumnya.
14
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 13-18
METODOLOGI
Penelitian tentang efektifitas metode
coaching dalam kegiatan pembelajaran dilakukan
menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode deskriptif. Inventarisasi data dilakukan
melalui studi literatur, survei langsung ke
lapangan, wawancara dengan institusi terkait,
akademisi, praktisi pendidikan, dan peserta didik.
Data tersebut kemudian diolah menggunakan
model Miles and Huberman (Patilima, 2007)
dengan tahapan: reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display), serta penarikan
kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/
verification). Selain menggunakan reduksi data,
peneliti juga menggunakan teknik triangulasi.
Triangulasi sebagai teknik untuk mengecek
keabsahan data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Pembelajaran di Indonesia
Dalam kegiatan pembelajaran tidak semua
peserta didik mampu berkonsentrasi dalam
waktu yang relatif lama. Daya serap peserta didik
terhadap bahan yang diberikan juga bermacammacam, ada yang cepat, sedang, dan ada yang
lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya
serap peserta didik terhadap bahan pelajaran
yang diberikan oleh pengajar. Cepat lambatnya
penerimaan peserta didik terhadap bahan
pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian
waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan
penuh dapat tercapai.
Gambaran kondisi kegiatan pembelajaran
di Indonesia dapat dilihat dari hasil penelitian
Mamonto, dkk. (2014) yang menulis bahwa
rendahnya tingkat pemahaman peserta didik
untuk menyerap materi pembelajaran sudah jelas
berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta
didik. Hasil pengamatan pada sebuah Sekolah
Dasar di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara
ini menunjukan bahwa dari 28 peserta didik
hanya 11 peserta didik atau persentase 39,28%
yang mampu memahami materi. Sedangkan
17 peserta didik dalam persentase 60,72%
belum dapat memahami materi dengan baik.
Rendahnya tingkat penyerapan materi yang
dimaksud antara lain tampak dari sikap dan
perilaku peserta didik seperti kurangnya perhatian
pada materi, rendahnya respon peserta didik
pada pembelajaran dan kurangnya keseriusan
peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Pola
tersebut juga muncul dalam penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan. Meskipun peserta
pendidikan dan pelatihan adalah orang dewasa,
tetapi beberapa pengajar juga menemui kondisi
kelas begitu pasif dan tidak termotivasi untuk
mengikuti dengan sungguh-sungguh materi
yang disajikan oleh pengajar. Kondisi yang
ada menuntut para pengajar untuk merancang
pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta
didik dalam kegiatan pembelajaran. Inovasi
pembelajaran yang dapat dilakukan adalah
penggunaan metode pembelajaran, strategi
penyajian, dan pengaturan ruang kelas untuk
memberikan suasana pembelajaran yang lebih
kondusif sehingga akan dapat memotivasi peserta
didik yang dirancang seefektif mungkin.
Mengajar adalah suatu usaha yang sangat
kompleks, sehingga sulit menentukan bagaimana
sebenarnya mengajar yang baik. Metode adalah
salah satu alat untuk mencapai tujuan.
Sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan
yang dilakukan oleh pengajar sedemikian rupa
sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke
arah yang lebih baik (Darsono, 2000). Lestari
(2012) menulis bahwa pendidikan di Indonesia
sedikit demi sedikit mengalami perubahan
metode, diharapkan dapat meningkatkan kualitas
dari pendidikan yang dilakukan. Selama ini
metode pembelajaran yang banyak diterapkan
adalah pembelajaran konvensional, yaitu
pembelajaran dengan menggunakan metode yang
biasa dilakukan oleh pengajar dengan memberi
materi melalui ceramah, latihan soal, kemudian
pemberian tugas. Metode ceramah adalah metode
yang boleh dikatakan sebagai metode tradisional.
Karena, sejak dahulu metode ini telah digunakan
sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan
peserta didik dalam interaksi (Asmani, 2012).
Selain metode konvensional, ada banyak sekali
metode pembelajaran yang lain, salah satunya
adalah coaching, yaitu suatu proses pembelajaran
yang memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada peserta didik. Baik perorangan atau
kelompok untuk memecahkan permasalahannya
sendiri dan didampingi oleh coach. Meskipun
begitu, Ginting (2012) menyatakan bahwa tidak
ada metode yang paling unggul karena semua
metode mempunyai karakteristik yang berbedabeda dan memiliki kelemahan serta keunggulannya
masing-masing. Dengan alasan di atas, jalan terbaik
adalah menggunakan kombinasi dari metode yang
sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan,
karakteristik peserta didik, kompetensi guru dalam
metode yang akan digunakan, dan ketersediaan
sarana prasarana, serta waktu.
Penerapan Metode Coaching
Coaching lebih tepat diartikan sebagai
metode bertanya sesuatu dengan benar daripada
memberikan jawaban yang benar. Coaching pada
dasarnya menggunakan gaya bahasa berstruktur
yang dibantu dengan pendekatan mendengar,
bertanya, dan memberikan pemahaman untuk
membantu orang yang di-coach (coachee) atau
dilatih agar memahami diri, potensi serta keadaan
mereka sendiri. Seterusnya mengarahkan mereka
untuk mencari penyelesaian permasalahan
mereka sendiri (Razak, 2015). Melalui interaksi
coaching, coachee menjadi pemimpin atau
pelatih bagi dirinya sendiri. Menjadi manusia
pembelajar. Dapat menyesuaikan diri dengan
kondisi sekarang untuk terus berkembang dan
tumbuh. Mampu mengaktualisasikan ide dan
pemikirannya. Bukan karena ketergantungan
pada orang lain. Melalui proses coaching,
seorang coachee menjadi mampu mengandalkan
diri sendiri untuk menghasilkan keputusan dan
tindakan yang “lebih” baik lagi (Adrianto, 2015).
Student coaching merupakan salah satu
pendekatan penggalian potensi peserta didik
yang masih asing di sekolah Indonesia. Belum
menjadi budaya dalam aktivitas proses pendidikan
dibandingkan dengan Eropa (New Castle University)
atau Turki (Isikkent School) saat ini. Walaupun
dalam prakteknya pernah dilakukan oleh para
pengajar di beberapa sekolah. Bentuk perlakuan
coaching para pengajar di sekolah kepada peserta
didik salah satunya adalah melalui praktek
bertanya: apa, bagaimana, mengapa, dan apa
lagi? Yang berbeda adalah fokus, sistematika, dan
struktur, khususnya dalam membuat kata tanya itu
lebih powerful dan menemukan momentum bagi
peserta didik memiliki kesadaran akan potensi
dirinya (Yulianto, 2016).
Student coaching sendiri merupakan bentuk
kerjasama (kemitraan) antara pengajar sebagai
coach dengan peserta didik sebagai coachee dalam
mencapai goal atau tujuan tertentu dalam proses
belajarnya melalui stimulasi, pertanyaan powerful
(fokus dan terarah), dan dialog kreatif sehingga peserta
didik memperoleh prestasi terbaik yang diharapkan.
Efektifitas Metode Coaching dalam Kegiatan Pembelajaran [Handoko Setiadji]
15
Untuk berprestasi peserta didik butuh pilar
kuat salah satunya self awareness (kesadaran
tingkat tinggi). Proses peserta didik memiliki
kesadaran tingkat tinggi tidak bisa muncul dengan
tiba-tiba, butuh proses, refleksi, kontemplasi,
apresiasi, acknowledgement, bantuan dari
luar dirinya. Di sinilah peran student coaching
dilakukan oleh sekolah. Semua peserta didik
memiliki potensi yang sama untuk mencapai
prestasi dalam perspektif yang berbeda sesuai
dengan kecerdasan majemuk yang mereka miliki
(Yulianto, 2016).
Beberapa jenis pendidikan dan pelatihan
memerlukan hadirnya seorang coach dalam
pelaksanaannya, misalnya diklat kepemimpinan
dan diklat prajabatan. Coach berperan sangat
penting dalam menyukseskan proyek perubahan
yang dilakukan oleh peserta diklat kepemimpinan.
Untuk itu, coach seharusnya memiliki karakter
sebagai coach yang ideal. Karakteristik coach
dan mentor yang baik menurut Passmore
(2010) diantaranya adalah empati, perspektif,
fokus yang jelas, intuisi, obyektif, dan kekuatan
untuk memberi tantangan kepada coachee.
Lebih lanjut Passmore mengemukakan selain
karakteristik tersebut, coach harus memiliki
beberapa keterampilan. Keterampilan yang harus
dimiliki antara lain keterampilan mendengarkan,
mengajukan pertanyaan, dan mengklarifikasi
sesuai tujuan, strategi, dan tindakan. Whitmore
(1997) mengemukakan, kualitas seorang pengarah
yang ideal diantaranya adalah sabar, lepas bebas,
bersifat mendukung, berminat, pendengar yang
baik, perseptif, sadar, sadar diri sendiri, atentif
(perhatian), dan retentif (mengingat). Asmoko
(2015) menulis, bahwa efektifitas coaching selain
ditentukan oleh peran coach juga ditentukan oleh
model coaching yang digunakan. Model coaching
adalah kerangka berpikir yang mendukung
kekuatan intuitif dan keterampilan coaching
kita (Wilson, 2011). Terdapat banyak model
yang dapat digunakan dalam coaching antara
lain emotional quotient (EQ), GROW, EXACT,
model Johari Window, Model forming, storming,
norming, performing pengembangan tim - Bruce
Tuckman, model kepemimpinan situasional
Hersey-Blanchard, dan lain-lain. Pemilihan
model coaching ini disesuaikan kemampuan
masing-masing coach,latar belakang peserta
didik berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan
kepribadian serta jenis permasalahan atau tujuan
dari coaching itu sendiri.
16
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 13-18
Menurut Saharisir (2014) efektifitas
pembelajaran pada diklat prajabatan yang
menggunakan metode coaching berdampak bagi
peserta di dalam memperoleh hasil belajar yang
akan mampu bersikap dan bertindak profesional
dalam melayani masyarakat. Menurut Peraturan
Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 15
Tahun 2015, penyelenggaraan diklat prajabatan
bertujuan untuk membentuk Pegawai Negeri
Sipil (PNS) yang profesional yaitu, PNS yang
karakternya dibentuk oleh nilai-nilai dasar
profesi PNS. Sehingga mampu melaksanakan
tugas dan perannya secara profesional sebagai
pelayan masyarakat. Mengacu tujuan tersebut
dapat diketahui bahwa kompetensi yang ingin
dibangun dari diklat tersebut sebagian besar dari
sisi attitude. Kompetensi adalah karakteristik dasar
seseorang yang terdiri dari knowledge, skill, dan
attitude yang memiliki hubungan sebab-akibatnya
dengan prestasi kerja yang luar biasa atau dengan
efektifitas kerja (Spencer and Spencer, 1993).
Sejalan dengan itu, Hutapea dan Thoha (2008:28),
mengungkapkan bahwa ada tiga komponen utama
pembentukan kompetensi, yaitu pengetahuan
yang dimiliki seseorang, kemampuan, dan
perilaku individu. Pengetahuan (knowledge)
adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya
sesuai dengan bidang yang digelutinya (tertentu).
Pengetahuan turut menentukan berhasil tidaknya
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya.
Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang
cukup akan meningkatkan efisiensi organisasi.
Keterampilan (skill) merupakan suatu upaya
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab
yang diberikan organisasi kepada seorang dengan
baik dan maksimal. Di samping pengetahuan dan
keterampilan, hal yang perlu diperhatikan adalah
sikap perilaku. Sikap (attitude) merupakan pola
tingkah laku seseorang di dalam melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Attitude lebih sulit untuk
dilihat tetapi justru merupakan komponen paling
penting dalam kompetensi yang menentukan
berhasil tidaknya suatu diklat. Attitude bagaikan
gunung es seperti pada gambar 1. Tidak nampak
karena ada di dalam laut, tetapi sebenarnya
begitu besar pengaruhnya untuk mendorong
skill dan knowledge. Seperti halnya dalam diklat
kepemimpinan, fungsi coach di dalam diklat
prajabatan lebih sebagai pembimbing peserta
diklat dari awal sampai akhir.
KNOWLEDGE
SKILL
ATTITUDE
Gambar 1. Iceberg Competency Model
Sumber : www.pcwallart.com
Selain dilakukan untuk meningkatkan sisi
attitude peserta didik seperti sikap bertanggung
jawab, jujur, dan motivasi, metode coaching dapat
dilakukan untuk meningkatkan knowledge dan
skill. Suryana (2009) menulis bahwa dalam metode
pembelajaran coaching, pengajar memposisikan
sebagai pengamat di dalam kelas selama kegiatan
pembelajaran. Pengajar dapat berpartisipasi
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan
yang bersifat mengarahkan, atau memberikan
umpan balik kepada peserta didik yang sedang
menyelesaikan permasalahan. Dengan metode
coaching, kelas menjadi lebih hidup dan materi
yang disampaikan juga lebih mudah diingat,
sebab jawaban permasalahan berasal dari peserta
didik sendiri. Pengajar hanya memancing dan
mengarahkan dengan pertanyaan-pertanyaan
untuk membuat suatu kesimpulan sehingga
tujuan pembelajaran tercapai. Beberapa pengajar
menyatakan metode ini cukup efektif diterapkan
dalam kelas. Bahkan untuk satu sesi pertemuan
dapat dilakukan dengan hanya menggunakan dua
sampai tiga halaman bahan tayang.
Mengutip dari tulisan Andayani (2015)
yang menerangkan bahwa salah satu kriteria
efektifitas pembelajaran adalah jika hasil belajar
peserta didik menunjukan perbedaan yang
signifikan antara pemahaman awal dan setelah
pembelajaran. Pada diklat prajabatan yang telah
diselenggarakan di Pusdiklat Minerba, peserta
didik menyatakan sebelum dilakukan coaching
mereka sulit untuk memahami apa sebenarnya
tujuan pembelajaran diklat dan bagaimana cara
mencapai tujuan tersebut. Tetapi setelah dilakukan
coaching mereka justru mendapatkan semua
jawaban tersebut dari dalam diri mereka sendiri.
Selain itu, metode pembelajaran dapat dikatakan
efektif jika dapat meningkatkan minat dan
motivasi. Sehingga setelah pembelajaran, peserta
didik menjadi lebih termotivasi untuk belajar
lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang
lebih baik. Peserta didik juga merasakan belajar
dalam keadaan yang menyenangkan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa metode coaching cukup
efektif dalam mendukung kegiatan pembelajaran.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Metode coaching cukup efektif untuk
meningkatkan hasil pembelajaran dalam kegiatan
pembelajaran. Efektifitas ini dapat dilihat dari
peningkatan pengetahuan dan motivasi belajar
peserta didik serta suasana kelas yang lebih
hidup dan menyenangkan. Penerapan metode
coaching dalam kegiatan pembelajaran dilakukan
Efektifitas Metode Coaching dalam Kegiatan Pembelajaran [Handoko Setiadji]
17
dengan memberikan pertanyaan powerful dan
dialog kreatif yang tujuannya adalah untuk
menumbuhkan self awareness sehingga motivasi
meningkat. Selain itu, metode coaching juga
efektif meningkatkan hasil belajar di kelas
karena jawaban permasalahan dalam materi
pembelajaran berasal dari peserta didik itu sendiri.
Mamonto, dkk. (2014). Meningkatkan Pemahaman
Peserta Didik Tentang Materi Perubahan
Lingkungan Fisik dan Pengaruhnya Terhadap
Daratan Melalui Metode Exsperimen di Kelas
IV SDN 1 Bohabak 1 Kecamatan Bolangitang
Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.
Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Gorontalo:
Gorontalo.
Saran
Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif.
PT Remaja Rosdakarya: Bandung.
Dalam menerapkan metode coaching agar
dapat efektif sebaiknya coaching model yang
digunakan disesuaikan dengan kemampuan
pengajar, latar belakang peserta didik berdasarkan
umur, tingkat pendidikan dan kepribadian masingmasing serta jenis permasalahan atau tujuan dari
coaching itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Abdorrakhman Ginting. (2012). Esensi Praktis Belajar
dan Pembelajaran (Disiapkan untuk Pendidikan
Profesi dan Sertifikasi Guru-Dosen). Humaniora:
Bandung.
Adrianto, Antonius. (2015). Mungkin Anda BertanyaTanya, Apa Itu Coaching? (Diunduh pada
April 2015) dari Http://www.houseofcoaching.
co.id/2015/11/30/mungkin-anda-bertanya-tanyaapa-itu-coaching/
Passmore, J. (2010). Excellence in Coaching: Panduan
Lengkap Menjadi Coach Profesional. Edisi
Terjemahan. Penerbit PPM: Jakarta.
Pattilima, H. (2007). Metode Penelitian Kualitatif.
Alfabeta: Bandung
Saharisir. 2014. Efektivitas Pembelajaran Pendidikan
Dan Pelatihan Prajabatan Melalui Coaching
Fasilitator. Pemerintah Kabupaten Bengkalis.
Sarwono, Salito.(1993).Sumber Daya Manusia
Kunci Sukses Organisasi.Lembaga Manajemen
Universitas Indonesia: Jakarta.
Spencer,M.Lyle and Spencer, M.Signe. (1993).
Competence at Work: Models for Superior
Performance. John Wily & Son,Inc: New York.
USA.
Ahmadi, Abu. (1997). Strategi Belajar Mengajar.
Pustaka Setia: Bandung.
Suryana. (2009). Achievement Motivation and
Empowerment. Sekolah Pascasarjana. Universitas
Pendidikan Indonesia.
Andayani. (2015). Problema dan Aksioma: Dalam
Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Depublished: Yogyakarta.
Susilo, Heru.(1995). Mencari Starategi Pengembangan
Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Malang:
FIA Unibraw dan IKIP Malang.
Arends, Richard. (2008). Learning to Teach.Pustaka
Pelajar: Yogyakarta
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif. Kencana: Jakarta.
Asmani, Jamal Ma’mur. (2012). Tips Menjadi Guru
Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif.. DIVA Press:
Yogyakarta.
Whitmore, J. (1997). Coaching for Performance: Seni
Mengarahkan untuk Mendongkrak Kinerja. Edisi
Terjemahan. Penerbit PT Gramedia Pustaka
Utama: Jakarta.
Asmoko, Hindri. (2015). Coaching dan Mentoring,
Faktor Penting dalam Diklat Kepemimpinan
Pola Baru. Balai Diklat Kepemimpinan. Badan
Pendidikan dan Pelatihan Keuangan: Magelang.
Darsono, Max. (2000). Belajar dan Pembelajaran. CV.
IKIP Semarang Press: Semarang.
Lestari, Dwi. (2012). Perbedaan Pembelajaran dengan
Metode Coachingdan Demonstrasi terhadap
Kompetensi Melakukan Pemeriksaan Leopold
pada MahasiswaPeserta Didik Semester II
Stikes Yogyakarta Tahun 2012. Program Studi
DIV Kebidanan Aanvulen Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta
18
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 13-18
Young, Astie. (2015). Coach, Mentoring dan Therapy.
(Diunduh pada April 2015) dari http://astieyoung.
com/coachmentoringdantherapy
Yulianto, Andri.(2016). Student Coaching model:
Mengenal Pendekatan Mutakhir Coaching Dalam
Dunia Pendidikan. (Diunduh pada April 2015)
dari Http://www.muhammadiyah.or.id/ id/ artikelstudent-coachingmodel-mengenal-pendekatanmutakhir-coaching-dalam-dunia-pendidikandetail-600.html
PERTIMBANGAN TEKNIS DAN OPERASIONAL PENGADAAN ALAT
OXYGEN BREATHING APPARATUS (OBA) UNTUK SARANA PRAKTIK
DIKLAT FUNGSIONAL INSPEKTUR TAMBANG PERTAMA
Technical And Operational Considerations For Procurement of Oxygen Breathing
Apparatus (OBA) For Functional Practical Training Facility of 1st Level Mine Inspector
Yudiana Hadiyat dan Leni Nurliana
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara
Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373
Abstrak
Oxygen Breathing Apparatus (OBA) merupakan salah satu sarana praktik yang diperlukan pada pendidikan
dan pelatihan Calon Inspektur Tambang Pertama sehingga diperlukan kajian secara teknis dan operasional
terhadap alat tersebut. Kajian dilakukan pada OBA/SCBA Rescue Unit yang memiliki sistem closed circuit
breathing apparatus, yaitu Kawazaki OxyGem-11 dengan Draeger SCBA PSSBG4 Plus. Kajian ini bertujuan untuk
memilih alat mana yang akan digunakan pada kegiatan praktik sehingga para peserta pendidikan dan pelatihan
dapat memahami dengan mudah mengenai tata cara penggunaan dan perawatan peralatan tersebut yang pada
akhirnya secara tidak langsung peserta akan mengetahui parameter yang harus diinspeksi.
Kata kunci: OBA, kawazaki oxygem 11, draeger SCBA PSSBG4 plus
Abstract
Oxygen Breathing Apparatus (OBA) is one of practical facilities that is necessary to be provided in the
training of 1st level mine inspector. For that reason, it is necessary to study technical and operational instruction
towards the tools. The study was conducted in OBA / SCBA Rescue Unit, which has closed circuit breathing
apparatus system, called Kawazaki OxyGem-11 with Draeger SCBA PSSBG4 Plus. This study is aimed to
select tools that will be used in practical activities, so that the training participants can easily understand the
direction of use and maintenance of these equipment. Which indirectly inquire the participants to determine
the parameters that must be inspected.
Keyword: OBA, kawazaki oxygem 11, draeger SCBA PSSBG4 plus
PENDAHULUAN
Oxygen Breathing Apparatus (OBA) merupakan
salah satu kelengkapan bagi regu penyelamat
kecelakaan tambang sebagai penyedia oksigen
yang dibawa oleh masing-masing anggota regu
penyelamat, tugas ini berbahaya sehingga diperlukan
alat yang juga bisa melindungi nyawa penyelamat
maupun korban sehingga aktifitas penyelamatan
dapat dilakukan secara maksimal.OBA juga dikenal
dengan nama Self Contain Breathing Apparatus
(SCBA) yang pada dasarnya terbagi ke dalam tiga
jenis, yaitu SCBA rescue unit, SCBA work unit dan
SCBA escape unit (Khairil Ardhi, 2012). SCBA rescue
unit merupakan objek yang akan dibandingkan secara
teknis dan operasional untuk keperluan pengadaan
alat praktik pada Diklat Inspektur Tambang Pertama
di Pusdiklat Mineral dan Batubara.
Ada beberapa jenis teknologi SCBA rescue
unityang digunakan saat ini, yaitu:
Open-Circuit Breathing Apparatus
SCBA dengan teknologi Open-Circuit
Breathing Apparatus memiliki empat komponen
dasar yang terdiri dari backpack, cylinder, regulator
assembly, face piece assembly. Pada teknologi ini
pembuangan udara pemakai langsung ke atmosfer.
Open-Circuit Breathing Apparatus memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Digunakan ketika penyelamat dalam suasana
yang terkontaminasi untuk waktu yang lama
2. Supply hoses ke open-circuit SCBA
3.Memiliki Emergency Breathing Support
Systems (EBSS) selama 5-10 menit
4.Sistem Airline memungkinkan tim penyelamat untuk
beroperasi sejauh 300 meter dari sumber pasokan.
Pertimbangan Teknis dan Operasional Pengadaan Alat Oxygen Breathing Apparatus (OBA) untuk Sarana Praktik
Diklat Fungsional Inspektur Tambang Pertama [Yudiana Hidayat & Leni Nurliana]
19
Closed-Circuit Breathing Apparatus
SCBA dengan teknologi Closed-Circuit
Breathing Apparatus memiliki sistem di mana
pernapasan pemakainya didaur ulang kembali
setelah karbon dioksida diserap dan digantikan
dengan oksigen. Kembalinya pasokan oksigen ke
dalam sistem dengan menggunakan:
bahan ajar perkuliahan yang relevan sedangkan
wawancara dilakukan kepada beberapa pihak
yang kompeten dalam hal ini melibatkan tenaga
laboratorium dari Balai Diklat Tambang Bawah
Tanah (BDTBT). Bahan-bahan tersebut kemudian
dipelajari dan dianalisa untuk mendapatkan jawaban
dari pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam
kajian ini.
1. Compressed oxygen dan liquid oxygen
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dilengkapi dengan penutup wajah atau
corong dan klem hidung. Oksigen tekanan tinggi
dari tabung gas melewati katup tekanan tinggi,
dan dalam beberapa desain masuk melalui
katup tekanan rendah ke kantong atau wadah
pernapasan. Oksigen cair diubah menjadi gas
oksigen tekanan rendah dan dikirim ke kantong
pernapasan. Pemakainya menghirup dari kantong
pernapasan, melalui tabung bergelombang yang
terhubung ke corong atau penutup wajah dengan
katup satu arah. Udara dihembuskan melewati
melalui katup yang lain ke dalam suatu wadah
untuk menghapus karbon dioksida dan kembali
memasuki kantong pernapasan. Bahan baku dari
Compressed Oxygen sangat mudah didapat dan
relatif murah jika dibandingkan Liquid Oxygen atau
pun Chemical Oxygen, yaitu oksigen isi ulang sama
seperti yang digunakan pada rumah sakit.
2. Oksigen kimia
Dilengkapi dengan penutup wajah atau
corong dan klem hidung. Uap air dari napas yang
dihembuskan bereaksi dengan bahan kimia dalam
tabung untuk melepaskan oksigen ke kantong
pernapasan. Pemakainya menghirup dari kantong
melalui tabung bergelombang dan katup satu arah
di penutup wajah. Tingkat pelepasan oksigen diatur
oleh volume udara yang dihembuskan. Karbon
dioksida diserap dengan canister fill. Meskipun
beberapa tes mengungkapkan bahwa secara
ergonomi dan kenyamanan pernapasan sangat baik
tetapi tidak menguntungkan secara finansial karena
biaya yang sangat besar untuk mengganti tabung
oksigen kimia setelah digunakan.Oksigen kimia
tersebut juga ada masa kadaluarsanya. (sumber:
scclmines.com, 2013)
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian yang digunakan berupa
studi literatur dan wawancara. Literatur yang
digunakan berasal dari internet, brosur-brosur,
20
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 19 - 24
Analisis Pertimbangan Teknis dan Operasional
Berdasarkan pada hasil kajian teori dan praktik
penggunaan serta perawatan, Closed-Circuit
Breathing Apparatus dianggap jauh lebih unggul
dari pada Open-Circuit Breathing Apparatus karena:
1. kapasitas tabung oksigen 300 bar sehingga
waktu pemakaian alat lebih lama (bisa sampai
4 jam),
2. ukuran tabung oksigen pada alat lebih kecil,
3. bobot alat lebih ringan, bukan hanya
disebabkan oleh ukurannya yang lebih kecil
saja tetapi oleh banyak faktor salah satunya
adalah jenis material pembuatnya.
Ketika Closed-Circuit Breathing Apparatus
telah dipilih, maka tahap selanjutnya adalah
membandingkan teknologi dalam pasokan oksigen,
yaitu antara: compressed oxygen, liquid oxygen
dan oksigen kimia. Oksigen Kimia bukanlah
pilihan yang baik karena relatif mahal dalam
operasionalnya. Memiliki masa kadaluarsa jika
tidak digunakan. Menghasilkan limbah padat dari
sisa tabung KO2 (oksigen kimia) yang sudah terpakai
dan untuk mendapatkannya harus memesan
hanya kepada distributor tunggal OBA yang
menggunakan teknologi tersebut. Compressed
oxygen dan liquid oxygen bisa dikatakan hampir
mirip, tetapi dalam hal keekonomisan serta
kemudahan untuk mendapatkannya, compressed
oxygen lebih unggul. Sehingga dalam hal ini pilihan
mengerucut pada compressed oxygen.
Analisis Perbandingan Merek
OBA/SCBA dengan jenis Closed-Circuit
Breathing Apparatus dan pasokan compressed
oxygen ada beberapa merek, yaitu Draeger SCBA
PSSBG4 Plus dan Kawazaki OxyGem-11. Dengan
adanya dua pilihan tersebut, maka dibandingkan
keunggulan masing-masing alat dengan hasil
sebagai berikut:
Tabel 1. Perbandingan Alat OBA/SCBA
Kawasaki
OxyGem-11
Draeger SCBA
PSSBG4 Plus
Kapasitas 200
bar 150 menit
Kapasitas 300
bar 240 menit
12 kg
15 kg
Ulir
Karet
Engsel
Slot
Cairan anti
kabut
Wiper
Ulir
Karet
Sistem penunjuk
jumlah tekanan
oksigen
Analog
Digital
Chemical yang
digunakan untuk
Penangkap CO2
pada tabung
pembersih
Keras
Mudah hancur
Sistem peringatan
Peluit
Sirine elektronik
Tidak ada
Baterai
Tidak ada
Ada pergerakan
Spesifikasi
Durasi pemakaian
alat
Berat
Sistem
penyambungan
Sistem penguncian
penutup casing
Sistem penjaga
kebersihan kaca
masker
Sistem sambungan
bagian kantung
oksigen
Sumber tenaga
Sensor pergerakan
dengan lamanya alat ini digunakan sebagai sarana
praktik pendidikan dan pelatihan.
Sistem Penyambungan Komponen-komponen
Sistem penyambungan komponen-komponen
pada OBA Kawasaki menggunakan ulir dan
PSSBG4 Plus menggunakan ring karet pada setiap
sambungannya yang berfungsi sebagai pelindung
sambungan dari kebocoran (Gambar 1).
Sistem ini sangat mudah dan relatif
sederhana dalam pelaksanaannya, pemakai
tinggal menyambungkan satu bagian dengan
pasangannya di bagian lain kemudian memutar
ulir seperti memutar tutup botol atau baut,
sehingga sambungan akan tetap terjaga karena
sambungan dilengkapi dengan karet segel. Selain
itu penyambungan antar komponen alat ini
tidak memerlukan tenaga yang besar, sehingga
kemungkinan kerusakan alat seperti robek atau
patah yang dikarenakan kelebihan tenaga dalam
pemasangannya akan dapat dihindari.
Sumber: Spesifikasi alat
Durasi Pemakaian
SCBA Kawasaki memiliki kapsitas 200 bar
durasi pemakaian selama 150 menit sedangkan
PSSBG4 Plus dengan kapasitas 300 bar jauh lebih
lama yaitu 240 menit. Durasi pemakaian ini akan
berpengaruh terhadap suplai oksigen, semakin lama
durasi pemakaian maka makin lama alat ini bisa
mensuplai oksigen ke pemakainya sehingga banyak
tugas tim penyelemat yang dapat dilakukan dalam
satu waktu dan semakin leluasa pemakainya dalam
bekerja pada saat menggunakan alat tersebut.
(a)
Berat SCBA/OBA
Berat SCBA/OBA Kawasaki adalah 12 kg, 3 kg
lebih ringan dibanding PSSBG4 Plus, akan tetapi
hal ini tidak berpengaruh besar jika dikaitkan
Sumber: dokumentasi pribadi
(b)
Gambar 1. Sistem penyambungan dengan ulir
(a) dan karet (b)
Pertimbangan Teknis dan Operasional Pengadaan Alat Oxygen Breathing Apparatus (OBA) untuk Sarana Praktik
Diklat Fungsional Inspektur Tambang Pertama [Yudiana Hidayat & Leni Nurliana]
21
Sistem Penguncian Penutup Casing
Sistem penguncian penutup casing pada
Kawasaki OxyGem tipe 11 mengunakan sistem
pegas pengait sedangkan PSSBG4 Plus memakai
sistem slot. Kedua sistem ini tidak terlalu
berpengaruh secara langsung kepada cara kerja
alat masing-masing.
Sistem Penjaga Kejernihan Kaca Masker
Sistem penjaga kejernihan kaca masker pada
Kawasaki OxyGem-11 menggunakan cairan anti
kabut, sedangkan PSSBG4 Plus membersihkan
kabut kaca masker menggunakan wiper pada setiap
maskernya. Ada beberapa kerugian pada metode
wiper, salah satunya adalah dapat menghasilkan
goresan pada kaca jika durasi penggunaan yang
lama. Hal tersebut disebabkan oleh wiper yang telah
terkontaminasi debu atau pasir, serta kaca masker
yang terbuat dari bahan plastik bening sehingga
akan sangat mudah tergores. Tergoresnya kaca
masker akan mengganggu fisibilitas (mengganggu
pandangan) pemakai alat sehingga kaca masker
akan lebih sering diganti.
Lain halnya dengan penjaga kejernihan
kaca yang menggunakan cairan anti kabut yang
terdapat pada SCBA Kawasaki, karena pemakaian
cairan anti kabut dengan cara menyemprotkannya
ke permukaan kaca masker bagian sisi dalam
sampai merata, maka kemungkinan terbentuknya
goresan seperti halnya yang menggunakan wiper
tidak akan terjadi.
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 2. Wiper pada masker
22
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 19 - 24
Pemakaian wiper yang terus-menerus
memungkinkan terjadinya kerusakan baik patah
wiper-nya ataupun keausan pada komponen ini,
sehingga tidak dapat dioperasikan. Hal tersebut
menyebabkan perlukannya cadangan sparepart
wiper sebagai pengganti yang cukup sulit untuk
diperoleh karena tidak dijual secara umum.
Dengan demikian, akan ada penambahan biaya/
anggaran untuk pembelian sparepart atau biaya
pemeliharaan.
Sistem Sambungan Bagian Kantung Oksigen
Sistem sambungan bagian kantung Oksigen
pada SCBA Kawasaki OxyGem-11 ke regulator,
tabung pendingin dan tabung pembersih
menggunakan sistem ulir, berbeda dengan sistem
penyambungan pada SCBA PSSBG4 Plus yang
menggunakan sistem penyambungan dengan
karet. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa
sistem ulir lebih mudah diaplikasikan. Karena
hanya menyambungkan sambungan tersebut
kemudian menguncinya dengan sistem ulir.
Sehingga tidak memerlukan tenaga yang terlalu
kuat pada kegiatan penyambungan kantung
oksigen.
Berbeda halnya dengan sistem penyambung
dengan ulir, sistem penyambung dengan karet
memerlukan tenaga yang cukup besar untuk
pemasangannya. Salah satunya karena bagian
untuk memegang sambungan sangat kecil dan
tipis (lihat gambar 4). Hal ini mungkin bagi para
pekerja tambang atau penyelamat profesional
tidak menjadi masalah. Karena kondisi fisik yang
sudah terbiasa bekerja berat atau sudah terampil
menggunakan serta membongkar pasang alat
serupa. Akan tetapi, bagi para peserta diklat
inspektur tambang yang tidak terbiasa bekerja
berat dan bukan pemakai alat yang rutin, hal ini
akan menjadi kendala.
Akibat lain dari pemasangan yang memerlukan
tenaga yang kuat, berpotensi menyebabkan
kerusakan komponen lainnya. Hal ini dapat
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 3: Komponen jarum bengkok/rusak)
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 4. Sistem penyambungan dengan ulir (kanan) dan karet (kiri)
terjadi karena pada saat pemakai merasa kekuatan
tangan tidak mampu memberikan tenaga yang
cukup dalam pemasangan kantung oksigen ini.
Oleh karena itu, biasanya pemakai akan mencari
tumpuan pegangannya atau menahan komponen
lain. Apabila komponen yang dijadikan tumpuan
atau yang ditahan itu kondisinya rapuh atau
dudukannya posisinya tidak kuat, maka akan
menyebabkan kerusakan pada komponen yang
bersangkutan. (lihat gambar 3)
Zat Kimia Penangkap Gas CO2
Zat kimia penangkap gas CO2 yang digunakan
pada tabung pembersih yang digunakan di
Produk Kawasaki OxyGem-11 memiliki bentuk
butiran yang lebih kecil dan lebih keras, dan
berporos sehingga tidak mudah hancur dan dalam
wadah yang sama akan berisi kalsium hidroksida
(Ca(OH)2) lebih banyak sehingga akan mampu
menyerap CO2 lebih banyak juga.
Sistem Keamanan Pemakai
Mengingat resiko bahaya yang bisa terjadi
pada saat orang memakai SCBA, maka alat ini
dilengkapi beberapa sistem keamanan bagi
pemakai, yaitu pada SCBA PSSBG4 Plus berupa
sistem penunjuk jumlah tekanan oksigen di mana
pemakai SCBA bisa mengetahui jumlah oksigen
pada saat itu, alarm yang memperingatkan si
pemakai apa bila jumlah oksigen sudah mencapai
jumlah tertentu dan yang terakhir adalah sensor
gerakan. Fungsi sistem ini, yaitu apabila alat ini
tidak bergerak dalam jangka waktu tertentu maka
alarmnya akan berbunyi.
Sistem Peringatan
Karakteristik penyelamatan di tambang bawah
tanah khususnya atau di lokasi yang cara kerjanya
sangat bergantung pada alat suplai oksigen,
afaiabilitas alat harus benar-benar diperhatikan,
seperti misalnya sisa tekanan oksigen yang masih
tersedia di dalam tabung harus diketahui secara
pasti untuk mengetahui berapa lama lagi alat yang
dipakai bisa digunakan. Pada SCBA dilengkapi
system alarm sebagai pemberi peringatan
apabila tekanan dalam tabung sudah mencapai
jumlah minimal tertentu dimana alat masih bisa
digunakan/mensuplai oksigen kepada pemakai
alat yang cukup untuk mencapai udara bebas atau
terminal penyedia suplai oksigen. Draeger SCBA
PSSBG4 Plus menggunakan alarem elektronik
yang terintegrasi dengan sistem dalam body
guard yang menggunakan sumbertenaga baterai,
sedangkan pada Kawasaki menggunakan alarem
sistem mekanis berupa peluit yang cara kerjanya
memanfaatkan tiupan angin dari sistem.
Fungsi dari kedua sistem alarem kedua alat
itu sama yaitu memberikan peringatan dini pada
pemakai apabila jumlah oksigen pada tabung
suplai sudah mencapai jumlah tertentu, jadi
kedua system di atas tidak berpengaruh terhadap
fungsi alat, akan tetapi pada draeger karena
menggunakan sistem elektronik menyebabkan
alat ini memerlukan sumber listrik berupa baterai.
Sistem Penunjuk Jumlah Tekanan Oksigen
Sistem penunjuk jumlah tekanan oksigen
pada Kawasaki OxyGem-11 menggunakan sistem
analog/ mekanik sedangkan Draeger PSSBG4
Plus menggunakan sistem digital sehingga
memberikan kemudahan pada pemakai karena
mudah dibaca dan detail sampai beberapa
angka di belakang koma. Berbeda dengan sistem
analog yang memerlukan waktu lebih lama
dalam membacanya karena menggunakan jarum
penunjuk dan garis-garis skala. Selain itu juga,
life guard (tempat membaca angkanya) dilengkapi
lampu. Sehingga mudah membacanya pada saat
alat ini dipakai dalam kondisi lingkungan yang
Pertimbangan Teknis dan Operasional Pengadaan Alat Oxygen Breathing Apparatus (OBA) untuk Sarana Praktik
Diklat Fungsional Inspektur Tambang Pertama [Yudiana Hidayat & Leni Nurliana]
23
gelap. Akan tetapi kedua hal tersebut tidak begitu
berpengaruh pada performa alat. Sebab meskipun
SCBA Kawasaki hanya memakai sistem analog,
pembacaannya tidak berbeda signifikan. Hanya
berbeda beberapa angka di belakang koma
saja. Sebagai fungsi penerang supaya angka bisa
dibaca pada lingkungan gelap, jarum penunjuk
angka analog akan mengeluarkan cahaya pada
lingkungan yang gelap karena background jarum
penunjuk konsentrasi oksigen yang tersedia
terbuat dari bahan yang bisa mengeluarkan cahaya
(fluorescence), Dengan demikian jarum skala
masih bisa terbaca dengan jelas.
pingsan atau yang lainnya, sehingga rekannya atau
tim penolong dapat mengetahui posisi si pemakai
dan melakukan tindakan pertolongan lebih lanjut.
Sistem ini adalah salah satu kelebihan dari SCBA
Draeger tetapi tidak begitu bermanfaat pada saat
digunakan sebagai sarana praktikum peserta diklat.
KESIMPULAN
Apabila alat Draeger SCBA PSSBG4 Plus
digunakan oleh tim Penyelamat tambang atau
Tenaga Emergency Respond Group di perusahaan
pertambangan, secara teknis Draeger SCBA PSSBG4
Plus lebih unggul dari pada Kawasaki OxyGem-11
karena waktu pemakaiannya bisa lebih lama, sistem
yang lebih lengkap dan kompleks. Kelebihan berat
sebanyak 3 kg tidak berarti jika dibandingkan
dengan fungsinya yang bisa bertahan lama.
Pada kajian ini pemilihan alat SCBA
diperuntukan sebagai sarana praktik Diklat
Fungsional Inspektur Tambang Pertama, maka
Kawasaki OxyGem tipe 11 dianggap lebih
cocok, karena memiliki prinsip kerja yang
relatif sama, namun lebih sederhana dan lebih
mudah dalam pemasangan dan pengoperasianya
serta lebih hemat pada biaya operasional dan
pemeliharaannya, sebab alat yang lebih kompleks
akan memerlukan pemeliharaan yang rumit serta
biaya yang lebih mahal.
SARAN
Perhitungan kebutuhan jumlah alat dapat
menyesuaikan dengan jumlah peserta diklat, jika
jumlah peserta diklat dalam satu kelas sebanyak 25
(dua puluh lima) peserta maka akan lebih mudah
jika dibagi kedalam lima kelompok dan setiap
kelompok memiliki satu alat Kawasaki OxyGem
tipe 11 dan dapat dioperasikan secara bergantian.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: dokumentasi pribadi
Gambar 5: Bodyguard/Penunjuk jumlah tekanan
digital (atas), analog (bawah).
Sensor Pergerakan
Sensor pergerakan merupakan sistem keamanan
bagi pemakai yang akan bekerja/ berfungsi jika
alat ini (SCBA) tidak bergerak pada jangka waktu
tertentu maka alarm yang ada pada bodyguard
akan berbunyi. Hal ini akan berguna apabila si
pemakai mengalami musibah atau kecelakaan yang
menyebabkan dia tidak bergerak sama sekali, seperti
24
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 19 - 24
Khairil, Ardhi. (2012) “Self Contained Breathing
Apparatus”. (http://ardhikhairil.blogspot.
co.id/2012/05/self-contained-breathing-apparatus.
html). Diunduh 21 Juli 2016, 13:30 WIB.
Anonim, “Mines Rescue Services in SCCL” (http://www.
scclmines.com/rescue_history.asp)
Anonim. (2012) “Self-Contained Breathing Apparatus
(SCBA) Types and Uses”. Law, Public Safety,
Corrections, and security, Texas Education Agency.
Brosur: air-elite Air elite by MSA – the real closed circuitair regeneration apparatus based on chemical
oxygen. 2013.
Brosur Draeger SCBA PSS_BG4. tahun 2014
PENILAIAN KINERJA WIDYAISWARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP
(Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto)
Widyaiswara Performance Assessment Using AHP Method
(Case Study: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto)
Rachmat Saleh
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara
Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373
E-mail: [email protected]
Abstrak
Penilaian kinerja widyaiswara pada lembaga pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan untuk melihat
bagaimana kinerja widyaiswara dalam menjalankan semua kegiatan proses dikjartih yang ada pada lembaga
diklat widyaiswara tersebut bekerja. Dalam mengevaluasi penilaian kinerja widyaiswara dengan menggunakan
Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mendapatkan widyaiswara dengan peringkat terbaik. Penggunaan
metode AHP ini dilakukan terhadap tiga kriteria, yaitu kriteria penguasaan materi, pencapaian tujuan instruksional,
dan sistematika penyajian pada suatu penilaian kinerja. Yang menjadi alternatif adalah 11 (sebelas) orang
widyaiswara yang setelah diakumulasikan mendapatkan nilai terbaik diantara widyaiswara lainnya. Berdasarkan
kesesuaian profesi pada Balai Diklat Tambang Bawah Tanah, Sawahlunto. Dengan metode AHP ini, diharapkan
dapat memudahkan penilaian kinerja widyaiswara untuk mendukung dalam pengambilan keputusan.
Kata Kunci: metode AHP, kinerja widyaiswara
Abstract
Widyaiswara Performance Assessment in educational and training institution is important to see the
performance of Widyaiswara in dealing with all of their learning activities processes that existed at the training
institution. In evaluating the performance of widyaiswara, this research is using AHP to identify the best trainee.
Analytical Hierarchy Process (AHP) was applied on three criteria, namely: Materials Masterly criteria, Instructional
objectives attainment, and systemic presentation on performance assessment. The alternatives are 11 (eleven)
best Widyaiswara who have appropriate profession at Underground Mine Training Center, Sawahlunto. By
using this AHP method, it is expected to facilitate Widyaiswara’s performance assessment process to support
decision making.
Keywords: method of AHP, performance widyaiswara
PENDAHULUAN
Pada prinsipnya, penilaian kinerja merupakan
cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari
individu dalam instansi yang dilakukan terhadap
organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja
adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi
individu atau kinerja yang diekspresikan dalam
menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung
jawab. Sebagai seorang profesional, kinerja
widyaiswara perlu dinilai atau dievaluasi.
Penilaian kinerja adalah menentukan secara
periodik efektivitas operasional suatu organisasi,
dan personalnya, berdasarkan sasaran strategi,
standar, dan kriteria yang telah ditetapkan
sebelumnya. Secara umum, penilaian kinerja
adalah proses di mana organisasi mengevaluasi
unjuk kerja atau kinerja pegawai dengan tujuan
untuk meningkatkannya.
Penilaian kinerja widyaiswara pada suatu
lembaga diklat sangat diperlukan untuk melihat
bagaimana tingkat kinerja widyaiswara dalam
menjalankan semua kegiatan proses dikjartih
(pendidikan pengajaran dan pelatihan) yang
ada pada instansi widyaiswara tersebut bekerja.
Tujuan kajian ini ingin mengetahui bagaimana
Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP [Rachmat Saleh]
(Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto)
25
pelaksanaan penilaian kinerja widyaiswara
yang dilakukan dalam pelaksanaan proses
dikjartih. Mengetahui pengaruh produktivitas
kerja widyaiswara terhadap lembaga diklat
dan menentukan kinerja widyaiswara yang
terbaik dengan menggunakan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) sesuai dengan kriteria
yang telah ditetapkan.
Permasalahan yang terjadi karena susahnya
pimpinan dalam menentukan penilaian
widyaiswara terbaik, maka dari itu penulis
mencoba menggunakan metode AHP yang
kesimpulan nantinya dapat menghasilkan urutan
atau peringkat widyaiswara mana yang terbaik
dari yang terbaik. Penulis akan menganalisis dan
menguji metode Analytical Hierarchy Process
(AHP) untuk pengolahan datanya yang nantinya
informasi yang dihasilkan diharapkan berguna
bagi pihak lembaga diklat dalam menentukan
kinerja widyaiswara terbaik dalam proses dikjartih.
METODOLOGI PENELITIAN
Analytical Hierarchy Process (AHP)
dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun
1970-an. Metode ini merupakan salah satu model
pengambilan keputusan multikriteria yang dapat
membantu kerangka berpikir manusia di mana
faktor logika, pengalaman pengetahuan, emosi
dan rasa dioptimalkan ke dalam suatu proses
sistematis.
Pada dasarnya, AHP merupakan metode
yang digunakan untuk memecahkan masalah
yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam
kelompok–kelompoknya, dengan mengatur
kelompok tersebut ke dalam suatu hierarki,
kemudian memasukkan nilai numerik sebagai
pengganti persepsi manusia dalam melakukan
perbandingan relatif. Dengan suatu hipotesa,
maka akan dapat ditentukan elemen mana yang
mempunyai prioritas tertinggi.
Secara umum, tahapan-tahapan proses yang
harus dilakukan dalam menggunakan AHP untuk
memecahkan suatu masalah adalah sebagai
berikut.
1. M e n d e f e n i s i k a n p e r m a s a l a h a n d a n
menentukan tujuan. Bila AHP digunakan
untuk memilih alternatif atau menyusun
prioritas alternatif, maka tahap ini dilakukan
pengembangan alternatif.
2. Menyusun masalah ke dalam suatu struktur
hierarki sehingga permasalahan yang
kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail
dan terukur.
3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen
masalah pada setiap hierarki. Prioritas ini
dihasilkan dari suatu matriks perbandingan
berpasangan antara seluruh elemen pada
tingkat hierarki yang sama.
4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap
perbandingan antar elemen yang didapatkan
pada tiap tingkat hierarki. Thomas L. Saaty
membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari
matriks berordo –n )[3].
Tabel 2. Skala Dasar Perbandingan Berpasangan
Tingkat
Kepentingan
Definisi
1
Sama Pentingnya
3
Sedikit lebih
penting
Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen
dibandingkan dengan pasangannya.
Lebih Penting
Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat
nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya.
7
Sangat Penting
Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya
sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya.
9
Mutlak lebih
penting
Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan
pasangannya, pada keyakinan tertinggi.
2,4,6,8
Nilai Tengah
Diberikan bila terdapat keraguan penilaian di antara dua tingkat
kepentingan yang berdekatan.
5
Keterangan
Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama.
Sumber: Saaty, 1970
26
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 25 - 32
Pada Kasus di Balai Diklat Tambang Bawah Tanah – Sawahlunto, hubungan antara kriteria dan
alternatif dapat digambarkan sebagai berkut:
WIDYAISWARA
TERBAIK
PENGUASAAN
MATERI
WI
1
WI
2
SISTEMATIKA
PENYAJIAN
PENCAPAIAN TUJUAN
INSTRUKSIONAL
WI
3
WI
4
WI
5
WI
6
WI
7
WI
8
WI
9
WI
10
WI
11
Gambar 1. Hierarki antara kriteria dan alternatif
PEMBAHASAN DAN HASIL
Penilaian dalam membandingkan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain adalah bebas satu
sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistenan. Saaty (1970) telah membuktikan
bahwa indeks konsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus:
CI = ( λ maks-n)/(n-1).............................................. (1)
CI
= Indeks Konsistensi (Consistency Index)
λ maks = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n
Dimana:
Nilai eigen terbesar didapat dengan
menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom
dengan eigen vector. Batas ketidakkonsistenan
diukur dengan menggunakan rasio konsistensi
(CR), yakni perbandingan indeks konsistensi (CI)
dengan nilai pembangkit random (RI). Nilai ini
bergantung pada ordo matrik n.
Rasio konsistensi dapat dirumuskan:
CR = CI/RI.............................................. (2)
Bila nilai CR lebih kecil dari 10%,
ketidakkonsistenan pendapat masih dianggap
dapat diterima.
Tabel 2. Daftar Indeks Random Konsistensi (RI)
n
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
RI
0,00
0,00
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
1,51
1,48
1,56
1,57
1,59
Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP [Rachmat Saleh]
(Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto)
27
Studi kasus dalam menentukan prioritas
dalam penilaian kinerja widyaiswara terbaik,
dilakukan langkah penyelesaian sebagai berikut.
1. Tetapkan permasalahan, kriteria dan sub
kriteria (jika ada), dan alternatif pilihan.
a. Permasalahan: Menentukan prioritas
widyaisawara terbaik.
b. Kriteria: penguasaan materi, pencapaian
instruksional, dan sistimatika penyajian,
c.Subkriteria:
1) Penguasaan materi (Sangat baik: 8690; Baik: 80-85; Cukup: 75-79)
2) Pencapaian instruksional (Sangat
baik: 86-90; Baik: 80-85; Cukup:
75-79)
3) Sistematika penyajian (Sangat baik:
86-90; Baik: 80-85; Cukup: 75-79)
Catatan: Jumah kriteria dan sub kriteria,
minimal 3. Karena jika hanya dua, maka akan
berpengaruh terhadap nilai CR (lihat tabel daftar
rasio indeks konsistensi/ RI)
2. Membentuk matrik Pairwise Comparison
kriteria. Terlebih dahulu melakukan penilaian
perbandingan dari kriteria.Perbandingan
ditentukan dengan mengamati kebijakan yang
dianut oleh penilai, yaitusebagaiberikut.
a. Kriteria penguasaan materi 4 kali lebih
penting dari sistematika penyajian,dan
3 kali lebih penting dari pencapaian
instruksional.
b. Kriteria pencapaian instruksional,2 kali
lebih penting dari sistimatika penyajian.
Catatan: Terjadi 3 kali perbandingan terhadap 3
kriteria (penguasaan materi → sistimatika penyajian,
penguasaan materi → pencapaian instruksional,
sistimatika penyajian → pencapaian instruksional).
Jika ada 4 kriteria, maka akan terjadi 6 kali perbandingan.
Untuk memahaminya dibuat perbandingan terhadap
4 kriteria. Sehingga matrik perbandingan berpasangan
(Pairwise Comparison) untuk kriteria tersebut, yakni
sebagai berikut.
Tabel 3. Matriks Perbandingan Berpasangan untuk Kriteria
Penguasaan
Materi
Pencapaian
Instruksional
Sistematika
Penyajian
1
3
4
Pencapaian
Instruksional
1/3
1
2
Sistematika Penyajian
1/4
1/2
1
Penguasaan Materi
Cara mendapatkan nilai-nilai di atas adalah dengan membandingkan kolom yang terletak paling
kiri dengan setiap kolom kedua, ketiga, dan keempat.
Perbandingan terhadap dirinya sendiri, akan menghasilkan nilai 1. Sehingga nilai satu
akan tampil secara diagonal. (penguasaan materi terhadap penguasaan materi, pencapaian
instruksional terhadap pencapaian instruksional dan sistematika penyajian terhadap sistematika
penyajian).
Perbandingan kolom kiri dengan kolom-kolom selanjutnya. Misalkan nilai 3, didapatkan dari
perbandingan penguasaan materi yang 3 kali lebih penting dari pencapaian instruksional (lihat
nilai perbandingan di atas).
Perbandingan kolom kiri dengan kolom-kolom selanjutnya. Misalkan nilai ¼ didapatkan dari
perbandingan sistematika penyajian dengan penguasaan materi (ingat, penguasaan materi 4
kali lebih penting dari sistematika penyajian sehingga nilai sistematika penyajian adalah ¼
dari penguasaan materi).
28
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 25 - 32
3. Menentukan ranking kriteria dalam bentuk vektor prioritas (disebut juga eigen vector ternormalisasi).
a. Ubah matriks Pairwise Comparison ke bentuk desimal dan jumlahkan tiap kolom tersebut.
Elemen Kolom
Tabel 4.
Matriks Perbandingan Berpasangan Bentuk Desimal dan Jumlah Kolom
Penguasaan
Materi
Pencapaian
Instruksional
Penguasaan Materi
1,000
3,000
Pencapaian
Instruksional
0,333
1,000
2,000
Sistematika Penyajian
0,250
0,500
1,000
1,583
4,500
Jumlah Klom
Sistematika
Penyajian
4,000
7.000
b. Bagi elemen-elemen tiap kolom dengan jumah kolom yang bersangkutan.
Tabel 5.
Hasil Pembagian Elemen dengan Jumlah Kolom
Penguasaan
Materi
Pencapaian
Instruksional
Sistematika
Penyajian
Penguasaan Materi
0,632
0,667
0,571
Pencapaian
Instruksional
0,210
0,222
0,286
Sistematika Penyajian
0,158
0,111
0,143
Contoh : Nilai 0,632 adalah hasil dari pembagian antara nilai 1,000/1,583 dst.
c. Hitung Eigen Vector normalisasi dengan cara: jumlahkan tiap baris kemudian dibagi dengan
jumlah kriteria. Jumlah kriteria dalam kasus ini adalah 3.
Tabel 6. Nilai Eigen Vector Normalisasi
Penguasaan
Materi
Pencapaian
Instruksional
Sistematika
Penyajian
Jumlah
Baris
Eigen Vector
Normalisasi
Penguasaan Materi
0,632
0,667
0,571
1,870
0,623
Pencapaian
Instruksional
0,210
0,222
0,286
0,718
0,239
Sistematika
Penyajian
0,158
0,111
0,143
0,412
0,137
• nilai 1,870 adalah hasil dari penjumlahan 0,632+0,667+0,571,
• nilai 0,623 adalah hasil dari 1,870/3,
• dan seterusnya,
Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP [Rachmat Saleh]
(Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto)
29
d. Menghitung rasio konsistensi untuk
mengetahui apakah penilaian perbandingan
kriteria bersifat konsisten.
1) Menentukan nilai Eigen Maksimum
( λ maks).
λ maks diperoleh dengan menjumlahkan
hasil perkalian jumlah kolommatrik
Pairwise Comparison ke bentuk desimal
dengan vector eigen normalisasi.
λ maks = (1,583 x 0,623 )+
(4,500 x 0,239)+(7,000 x 0,137) = 3,021
2) Menghitung Indeks Konsistensi (CI)
CI = ( λ maks-n)/n-1 = 0,011
3) Rasio konsistensi = CI/RI, nilai RI untuk
n = 3 adalah 0,58 (lihat daftar indeks
random konsistensi (RI))
CR = CI/RI = 0,011/0,58 = 0,019
Karena CR < 0,100 berarti preferensi
pembobotan adalah konsisten
4. Untuk matrik Pairwise Comparison sub
kriteria, diasumsikan memiliki nilai yang sama
dengan matrik Pairwise Comparison kriteria.
Kita bisa mencoba merubah nilai pembobotan
jika ingin lebih memahami pembentukan
matrik ini.
a. Sub kriteria penguasaan materi
Tabel 7. Nilai Sub Kriteria Penguasaan Materi
Sangat
Baik
Baik
Cukup
Jumlah Eigen Vektor
Baris
Normalisasi
Sangat
Baik
0,632
0,667
0,571
1,870
0,623
Baik
0,210
0,222
0,286
0,718
0,239
Cukup
0,158
0,111
0,143
0,412
0,137
b. Sub kriteria pencapaian instruksional
Tabel 8. Nilai Sub Kriteria Pencapaian Instruksional
Sangat
Baik
Baik
Cukup
Jumlah Eigen Vektor
Baris
Normalisasi
Sangat
Baik
0,632
0,667
0,571
1,870
0,623
Baik
0,210
0,222
0,286
0,718
0,239
Cukup
0,158
0,111
0,143
0,412
0,137
c. Sub kriteria sistematika penyajian
Tabel 9. Nilai Sub Kriteria Sistematika Penyajian
Sangat
Baik
Baik
Cukup
Jumlah Eigen Vektor
Baris
Normalisasi
Sangat
Baik
0,632
0,667
0,571
1,870
0,623
Baik
0,210
0,222
0,286
0,718
0,239
Cukup
0,158
0,111
0,143
0,412
0,137
5. Terakhir adalah menentukan ranking dari
alternatif dengan cara menghitung eigen
vector untuk tiap kirteria dan sub kriteria.
Tabel 10.
Perolehan Nilai Widyaiswara BDTBT Tahun 2015
untuk Masing-masing Kriteria
No
Widyaiswara Penguasaan Pencapaian Sistematika
(WI)
Materi
Instruksional Penyajian
1
WI - 1
84,66
83,76
84,34
2
WI - 2
83,28
81,30
81,00
3
WI - 3
86,21
85,38
85,92
4
WI - 4
86,23
85,85
85,78
5
WI - 5
82,25
81,78
81,35
6
WI - 6
87,16
86,83
86,96
7
WI - 7
86,88
86,26
86,22
8
WI - 8
82,44
82,75
82,95
9
WI - 9
84,15
81,25
82,85
10
WI - 10
82,61
82,62
81,88
11
WI - 11
86,31
86,42
84,62
Sumber: Bahan KTI Identifikasi Potensi WI, BDTBT-Sawahlunto, 2015
Tabel 11. Hasil Penentuan Ranking
NO
NAMA
Penguasaan
Materi
Pencapaian
Instruksional
Sistematika
Penyajian
Hasil
Kesesuaian
Profesi
Ranking
1
WI - 1
2
2
2
1.434
1.00
1.4340
2
WI - 2
2
2
2
1.434
0.75
1.0755
3
WI - 3
1
2
2
1.579
1.00
1.5790
4
WI - 4
1
2
2
1.579
1.00
1.5790
30
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 25 - 32
5
WI - 5
2
2
2
1.434
0.75
1.0755
6
WI - 6
1
1
1
1.869
0.75
1.4018
7
WI - 7
1
1
1
1.869
1.00
1.8690
8
WI - 8
2
2
2
1.434
0.75
1.0755
9
WI - 9
2
2
2
1.434
0.75
1.0755
10
WI - 10
2
2
2
1.434
0.75
1.0755
11
WI - 11
1
1
2
1.724
0.75
1.2930
a. Bobot nilai diperoleh dari kondisi yang
dimiliki oleh alternatif. Contoh pada WI-3,
yang memiliki penguasaan materi 86,21
(sangat baik), maka diberikan bobot 1 (2
untuk baik dan 3 untuk cukup). WI-3 memiliki
nilai pencapaian instruksional 85,38 (baik),
sehingga diberikan bobot 2 dan sistimatika
penyajian adalah baik dengan bobot 2 (1
untuk sangat baik dan 2 untuk baik).
b. Nilai untuk kesesuaian profesi ditetapkan
teknik tambang merupakan profesi inti pada
Lembaga Diklat Teknik (BDTBT) dengan nilai
1, teknik lainnya sebagai profesi penunjang
dengan nilai 0,75, dan profesi manajemen
(non teknik) dengan nilai 0,50.
c. Hasil diperoleh dari perkalian nilai vector
kriteria dengan vector subkriteria. Setiap hasil
perkalian kriteria dan subkriteria masingmasing kolom dijumlahkan.
(Penguasaan Materi x Sangat Baik +
Pencapaian Instruksional x Baik + Sistematika
Penyajian x Baik = 1,5790)
Contoh:WI-3, pada kolom penguasaan
materi (eigen vector: 0,623) dikalikan dengan
subkriteria penguasaan materi, yaitu sangat
baik (eigen vector: 0,623) dan seterusnya.
Dari hasil di atas, WI-6 danWI-7 memiliki nilai
paling tinggi yaitu 1,869, namun WI-6 setelah
dikalikan dengan nilai kesesuaian profesi (nilai
0,75) menjadi 1,4018, sedangkan WI-7 dengan
faktor kesesuaian profesi (nilai1), sehingga layak
menjadi widyaiswara terbaik.
KESIMPULAN
Kriteria yang berpengaruh terhadap penentuan
penilaian kinerja widyaiswara pada BDTBT adalah
kriteria penguasaan materi dengan nilai 0.623
(62%), kemudian pencapaian instruksional 0.239
(24%), dan sistematika penyajian 0.137 (14%).
Dari hasil analisis matrik AHP diperoleh
model keputusan, dengan prioritas, yaitu untuk
seluruh bobot/ prioritas kriteria dan alternatif yang
menjadi prioritas penilaian kinerja widyaiswara
di BDTBT, Sawahlunto adalah peringkat 1 atau
widyaiswara terbaik adalah WI-7 dengan nilai
1,869, peringkat 2 adalah WI-3 dan WI-4 dengan
nilai 1,5790 peringkat 3 adalah WI-1 dengan nilai
1,434 dan WI-6 dengan nilai 1,402, peringkat 4
WI-11 dengan nilai 1,2390.
Metode AHP ternyata dapat digunakan dalam
proses penilaian kinerja widyaiswara, karena
metode tersebut mampu menyelesaikan masalah
multikriteria yang belum terstruktur menjadi lebih
terstruktur dan lebih mudah dipahami dengan
hasil yang cukup akurat.
SARAN
Perlunya ketelitian saat melakukan
perhitungan berpasangan, baik kriteria maupun
alternatif. Kesalahan pada pemasukan data
dapat menyebabkan hasil akhir tidak terpenuhi
dan mengembangkan permasalahan dengan
menambahkan sub kriteria agar permasalahan
lebih kompleks.
Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP [Rachmat Saleh]
(Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto)
31
DAFTAR PUSTAKA
Asfi, Marsanidan Ratna Purnama Sari. (2002).
Sistem Penunjang Keputusan Seleksi
Mahasiswa Menggunakan Meode AHP (Studi
Kasus: STMIK Cirebon).
Balai Diklat Tambang Bawah Tanah, Sawahlunto.
(2015). Identifikasi Potensi Widyaiswara
BDTBT-2015. Bahan KTI.
32
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 25 - 32
Eka Sari, Ria danAlfa Saleh. (2014). Penilaian
Kinerja Dosen dengan Menggunakan Metode
AHP(Studi Kasus: Di STMIK Potensi Utama
Medan), Seminar Nasional Informatika,
STMIK Potensi Utama: Medan.
Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara,
Bandung.(14 – 17 Desember 2009). Diklat
Sistem Perencanaan dan Evaluasi Program,
Materi Metoda AHP (Analitytic Hierarchy
Process): Bandung
MANAJEMEN SUMBER DAYA DAN PENERAPANNYA
Resources Management and Its Implementation
Ukar Wijaya Soelistijo
Universitas Islam Bandung (UNISBA)
Institut Teknologi Bandung (ITB)
Pusdiklat Mineral dan Batubara
Email: [email protected]; [email protected]
Abstrak
Manajemen sumber daya (SD) merupakan manejemen global terhadap sumber daya dari faktor produksi
yang terdiri dari beberapa sumber daya yaitu, kapital, manusia, alam, lingkungan, informasi, pasar, teknologi
dan sumber daya yang lain untuk menghasilkan output berupa barang dan jasa yang secara ekonomi akumulatif
diwujudkan dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Manajemen SD sebagai salah satu fase pembangunan
dalam membangun Indonesia seutuhnya. Masalah manajemen SD merupakan bagian dari masalah pembangunan
di Indonesia dalam upaya pendayagunaannya. Kuantitas dan kualitas SD adalah kunci pencapaian kesejahteraan.
Dari kacamata kediklatan, maka salah satu sumber daya utama yang merupakan kunci keberhasilan dalam
proses transformasi dari berbagai sumber daya menjadi barang dan jasa tersebut adalah faktor sumber daya
manusia, selebihnya berfungsi sebagai sumber daya pelengkap yang penting. Maksud dari studi ini adalah untuk
mengadakan observasi tentang makna manajemen sumber daya, faktor produksi itu sendiri, serta seberapa
jauh penerapan manajemen SD dalam rangka sistem manajemen nasional agar memenuhi tujuan bangsa dan
negara Indonesia dalam mencapai tujuan nasionalnya sesuai dengan konstitusi, yaitu kecerdasan, kesejahteraan
dan kedamaian bangsa. Masalah manajemen SD merupakan bagian dari masalah pembangunan di Indonesia
dalam upaya pendayagunaannya agar diperoleh capaian output secara efeisien, efektif, ekonomis dan optimal
(3E dan 1O) yang belum sepenuhnya dipenuhi dalam penerapannya. Model yang digunakan dalam studi ini
merupakan hasil analisis deskriptif yang didasarkan atas pengalaman penulis selama menjadi PNS, peneliti dan
pengajar dalam 45 tahun terakhir ini.
Kata kunci: manajemen, sumber daya, faktor produksi, penerapannya.
Abstract
Resources management constitutes global management towards resources of production factors consisted
of capital, human, natural, environmental, information, market, technological and other resources to produce
output in the forms of goods and services that economically accumulated in the form of gross domestic product
(GDP). Resources management constitutes as one of the development facet in the Indonesia development
as a whole. The problem of resources management is also part of the Indonesia development phenomena in
the effort of effectiveness of its utilization. Quantity and quality of the resources are the key of achievement
of prosperity. From the side of education and training, one of the prime resources that constitutes the key of
successfulness in the transformation process of the input resources to become goods and services is human
resources, and the remainder is the complement. The purpose of this study is to carry out observation on the
sense of the resources management itself and also of about how far the application of resources management
in the framework of national management system in order to fulfill the goal of the nation and state of Indonesia
to achieve the national goal in lieu with the constitution in the forms of intelligence, prosperity, economics
and optimum (3E plus 1O). Complication ofresource management constitutes part of the development problem
in Indonesia in the effort of its utilization to gain output as efficient, effective, economic and optimal possible
that has not been wholly fulfilled yet in its implementation. The model applied in this study is the result of
descriptive analysis based on the writer’s experiences as governmental official, researcher and lecturer within
the last 45 years.
Keywords: management, resources, production factors, implementation.
Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo]
33
PENDAHULUAN
Ciri khas suatu kehidupan modern adalah
karakter berorganisasi serta bermanajemen
dalam pencapaian tujuan hidupnya dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui
jalur tersebut diharapkan suatu bangsa dapat
mencapai tujuannya secara optimal dalam
mengelola berbagai sumber daya (SD) yang
dimilikinya. Apalagi bangsa Indonesia memiliki
berbagai macam sumber daya baik manusia (256
juta jiwa), alam (terbarukan antara lain pertanian,
peternakan, perikanan, kehutanan, panas bumi,
dan tak terbarukan antara lain mineral, minyak
dan gas bumi, batuan), kapital, lingkungan fisik
dan nonfisik informasi, pasar, teknologi yang
cukup besar jumlahnya. Berbagai sumber daya
tersebut perlu diadakan transformasi menjadi
barang (komoditas) dan jasa sebagai output secara
efisien, efektif, ekonomis dan optimal melalui
proses produksi dan jurus manajemen yang
mumpuni. Sumber daya meliputi sumber-sumber
daya kapital, manusia, bahan/alam, informasi,
lingkungan, teknologi dan sumber daya yang lain.
Dalam hal ini, penerapan ilmu manajemen berarti
melakukan penerapan fungsi-fungsi manajemen
untuk memberdayakan berbagai sumber daya
yang digambarkan dengan matrik manajemen
sumber daya. Fungsi manajemen mencakup
perencanaan (planning/P), pengorganisasian
(organizing/O), pelaksanaan (actuating/A),
pengawasan (controlling/C), dan penialaian
(evaluating/E) yang selanjutnya diolah dalam
bentuk matrik fungsi manajemen.
Maksud dari studi ini adalah untuk melakukan
observasi tentang manajemen terhadap setiap
unsur-unsur sumber daya untuk mengetahui
seberapa jauh penerapan manajemen SD di
Indonesia ke dalam sistem manajemen nasional
(sismenas) untuk memenuhi tujuan bangsa
dan Negara Indonesia dalam mencapai tujuan
nasionalnya sesuai dengan konstitusi.
Model yang digunakan dalam studi ini
merupakan hasil analisis deskriptif yang
didasarkan atas pengalaman penulis selama
menjadi PNS, peneliti dan pengajar dalam 45
tahun terakhir ini.
TEORI DAN METODOLOGI
Secara matematis, proses produksi dapat
diformulasikan sebagai fungsi produksi berikut
(Soelistijo UW, 2003 [25], 2015 [26]):
Y = f(K, L, R, I, E, Z)T ...................... (1)
Dalam hal ini: Y= keluaran (barang, jasa); f=
fungsi; K = sumber daya*) kapital*); L= sumber
daya tenaga kerja (sumber daya manusia)*);
R= sumber daya bahan/sumber daya alam*);
I= sumber daya informasi*); E= sumber daya
lingkungan; T= sumber daya teknologi*) sebagai
faktor penciptaan loncatan produktivitas; Z=
sumber daya yang lain (metode, pasar*) dan
sebagainya) (Soelistijo, 2003-2015, [25-32]);
Soemarwoto, 1985 [35]; Suparmoko, 1989
[37]). Penjelasan terminologi dasar tersebut
(tanda bintang (*)) berdasarkan Kamus Baru
Bahasa Indonesia, Edisi II, Balai Pustaka,
1995 [4] adalah sebagai berikut. Sumber daya
adalah faktor produksi terdiri dari tanah, tenaga
kerja dan modal yang dipakai dalam kegiatan
ekonomi untuk menghasilkan barang jasa, serta
mendistribusikannya, atau bahan atau keadaan
yang dapat digunakan manusia untuk memenuhi
keperluan hidupnya, ataupun segala sesuatu, baik
yang berwujud maupun yang tidak berwujud
yang digunakan untuk mencapai hasil, masalah
peralatan, sediaan, waktu dan tenaga. Kapital
merupakan modal (pokok) dalam perniagaan.
Investasi merupakan jumlah uang (modal) yang
ditanam atau penanaman uang/modal dalam
suatu perusahaan/proyek untuk tujuan mencari
keuntungan. Sumber daya manusia merupakan
potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk
proses produksi. Sumber daya alam meliput suatu
potensi alam yang dapat dikembangkan untuk
proses produksi.
Informasi merupakan penerangan, keterangan,
pemberitahuan, kabar/berita tentang sesuatu,
termasuk keseluruhan makna yang menunjang
amanat yang terlibat di dalam bagian-bagian
amanat itu. Teknologi adalah kemampuan teknik
yang berdasarkan pengetahuan ilmu eksakta
yang berdasarkan proses teknis, atau secara
singkat adalah ilmu teknik. Pemasaran adalah
proses, cara, perbuatan memasarkan suatu
barang dagangan serta perihal menyebarkan ke
tengah-tengah masyarakat. Lingkungan hidup
meliputi lingkungan fisik (ruang alam semesta) dan
lingkungan nonfisik yang menyangkut manusia
beserta berbagai sikap prilakunya yang merupakan
kesatuan secara integratif dengan ruang alam
semesta serta bergantungan satu sama lain.
Sedangkan di dalam manajemen terdapat
fungsi-fungsi manajemen yang perlu diramu
dalam penerapan manajemen yang dapat
diformulasikan sebagai berikut (Soelistijo UW,
2003 [25], 2015 [26]):
M = f(P, O, A, C, E)T ........................ (2)
34
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50
Dalam hal ini: M= manajemen; f= fungsi;
P= planning (perencanaan: what? (objektif);
how? (metode, standar, biaya, waktu, sistem
pelaporan); O= organizing (pengorganisasian:
who for what?); A=actuating (pelaksanaan/
penggerakan: merangsang organisasi);
C=controlling (pengawasan: mengusahakan
setiap saat hasil-hasil kinerja sesuai rencana dan
hasil versus standar); E= evaluating (penilaian).
T= teknologi. Manajemen merupakan inti dari
administrasi. Administrasi merupakan tugas pokok
administratur melaksanakan manajemen semesta
(POACE) untuk mencapai tujuan organisasi.
Manajemen menyelenggarakan usaha dengan
mengerahkan sumber-sumber daya untuk
mencapai tujuan dalam bentuk usaha (kumpulan
kegiatan) dan sumber daya (manusia, biaya,
mesin, bahan, metode, waktu). Manajemen
berbentuk administratif dan operatif (5-11;1519;23-24;36;38-39;41-48]).
Dalam proses manajemen produksi tersebut
diperlukan pimpinan dan pelaku yang berwawasan
luas agar proses produksi mencapai tujuan dan
sasaran yang ditargetkan. Wawasan yang harus
dimiliki oleh seorang manajer adalah agar
mempunyai karakter leadership dengan sifatsifat visioner, berkarakter berani ambil resiko
secara bertanggungjawab, berekam jejak baik,
serta memahami apa yang disebut keunggulan
manajemen atau management excellence dengan
penguasaan terhadap strategi dan budaya suatu
organisasi. Pada hakekatnya suatu organisasi
dibentuk untuk mencapai atau pasti mempunyai
tujuan, dan untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan strategi atau cara dan budaya kerja
keras untuk memberikan pelayanan maksimum
dalam rangka memuaskan pelanggan atau
masyarakat yang dilayani.
Pada galibnya, diperlukan rincian capaian dari
tujuan manajemen terhadap berbagai dan tiap-tiap
jenis sumber daya guna mengoptimasikan proses
transformasi dari berbagai sumber daya sebagai
masukan menjadi output berupa barang dan jasa
untuk dimanfaatkan oleh kepentingan nasional
dalam proses pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan mempunyai ciri-ciri
alokasi sumberdaya secara efisien, menjamin
keberlanjutannya pembangunan pada skala
nasional dan skala regional/subregional, serta
berwawasan lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM)
Population (penduduk) adalah “the total
number of persons inhabiting a country, city, or
any district or area.” Penduduk dibagi dalam:
tenaga kerja (manpower: angkatan kerja dan
bukan angkatan kerja), dan bukan tenaga kerja.
Demography (kependudukan) adalah “the science
of statistics on populations, such as records of
births, deaths, marriages, and diseases.” (The
Lexicon Webster International Dictionary,
1977 [2]). Masalah kependudukan mencakup
perihal penyebaran umum, urbanisasi, adanya
jurang pemisah antarbangsa dengan ekonomi
berkembang/maju dan kurang berkembang, serta
tentang penduduk dan politik. Human resources
(sumber daya manusia) mencakup pengertian
manpower (tenaga kerja), kepegawaian,
personalia. Tenaga kerja dibagi dalam angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja
dibagi dalam kategori bekerja dan menganggur.
Bukan angkatan kerja mancakup pekerjaan
sekolah, mengurus rumah tangga, penerima
pendapatan. Manusia karya/mandiri diperoleh
melalui suatu proses panjang terhadap angkatan
kerja dengan kemampuan diri ke arah swadaya
masyarakat untuk memperoleh kesempatan kerja
secara mandiri (Gambar 1) (Sagir, 2009 [20]).
Manusia karya/mandiri
(manusia karya kompeten berbudi luhur)
Sektor
Informal
Sumber
Penghidupan
(Kesempatan kerja)
Sektor
Formal
Swadaya
Masyarakat
Tumbuhnya Keterampilan
(Kemampuan Diri)
SDM
Sumber: Sagir S 2009 [20], Soelistijo 2003 [25], 2015 [26].
Gambar 1. Hakekat tujuan manajemen sumber daya manusia
Dimensi manusia dalam hukum ekonomi/pembangunan
Tahun 1970-an: strategi pembangunan PBB
atas dasar “basic need strategy”. Dalam Pasal
Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo]
35
33 UUD 1945 didasari atas: “Hajat hidup orang
banyak”. Tahun 1980-an: dalam Pembukaan UUD
1945 dan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 diutarakan
tentang “human resource development strategy”,
“mencerdaskan hidup bangsa”, dan “berhak akan
lapangan kerja”. Tahun 1990-an: “development
strategy for humanity”, dan “lapangan kerja yang
layak bagi kemanusiaan” (UUD 1945 Pasal 27 ayat
(2)). Orientasi: Keadilan sosial merupakan warna
pada pertumbuhan ekonomi. Hukum sebagai “a tool
of social engineering”, “an agent of development”,
dan bukan sekedar sebagai ”bureucratical law”.
Pembangunan berwawasan kependudukan
Semangat yang menjiwai setiap pembangunan
dengan tujuan pemerataan dan penyebaran
penduduk dari daerah yang berpenduduk
padat ke daerah yang berpenduduk jarang.
“Tenaga dalam” yang merupakan akumulasi
dari perluasan keahlian, kesanggupan, keuletan,
keterampilan dalam pekerjaan. Penjiwaan,
semangat dan rasa mampu yang semakin efektif
dalam arti kemampuan bangsa mengatasi
kesulitan, menemukan inovasi, menerobos
hambatan, menguasai berbagai bidang pekerjaan.
Pengembangan sumberdaya manusia meliputi
penciptaan kesempatan kerja, penguasaan dan
pengembangan Iptek, serta peningkatan kualitas
kehidupan. (Swasono, 1995 [40]; Salim, 1995
[18]).
Manajemen sumber daya manusia (SDM)
Manajemen SDM merupakan suatu proses
penarikan (rekrutmen), seleksi, pengembangan,
pemeliharaan dan penggunaan sumber daya
manusia untuk mencapai tujuan, baik individu
maupun organisasi secara optimal. Manusia
merupakan tenaga kerja dan yang berhubungan
dengan tenaga kerja manusia saja. Penjabaran
terhadap pentingnya satuan tenaga kerja organisasi,
sebagian SDM yang vital bagi pencapaian
tujuan organisasi, dan pemanfaatan berbagai
fungsi dan kegiatan penelitian untuk menjamin
penggunaannya secara efektif dan bijaksana
agar bermanfaat bagi individu, organisasi dan
masyarakat. Perkembangan dan pendekatan SDM
merupakan mekanisme (spesialisasi, efektifitas,
standarisasi), masalah (teknologis, ekonomis
(termasuk masalah PHK)), organisasi buruh,
kebanggaan dalam pekerjaan, paternalistik (bapak
dan anak), sistem (sosial) yang kompleks, efektifitas
(martabat dan kepentingan hidup manusia), proaktif
(antisipasi masalah yang timbul) serta diperlukan
36
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50
keterbukaan. Manajemen SDM merupakan
masalah sebagai kebutuhan faktor produksi serta
paling berperan di mana diperlukan campur
tangan Pemerintah, karena adanya hak keadilan
kesempatan kerja dan adanya emansipasi wanita.
Fungsi Manajemen SDM mencakup
permasalahan perencanaan program (HR planning
sesuai kebutuhan, efektif dan efisien dan penetapan
program kepegawaian), pengorganisasian
(organization chart), pembagian, hubungan, delegasi
wewenang, koordinasi integrasi, pengarahan
(directing) untuk dapat bekerjasama efisien dan
efektif, pengendalian (controlling) (taati peraturan
dan sesuai rencana), pengadaan (procurement),
proses penarikan, seleksi, penempatan pada
instansi-instansi sesuai kebutuhan pekerjaan,
pengembangan (development) (proses peningkatan
keterampilan dengan diklat), kompensasi (balas
jasa langsung dan tidak langsung), pengintegrasian
(kepentingan perusahaan dan kesatuan karyawan),
pemeliharaan (maintenance) (kondisi fisik,
mentalitas dan loyalitas sampai dengan pensiun),
kedisiplinan (sebagai kunci penting mencapai
tujuan maksimal, kerajinan dan kesadaran untuk
mentaati peraturan/norma sosial), pemberhentian
(separation atau putusnya hubungan kerja, sebagai
pelaksanaan UU No. 13/2003).
Pembinaan manusia karya
Dalam pembinaan manusia karya, ada
beberapa segi yang perlu diketahui, yaitu:
a. Masalah ketenagakerjaan mencakup daya serap
ekonomi yang terbatas, tingkat pendidikan dan
produktifitas tenaga kerja yang relatif masih
rendah, penyebaran penduduk dan angkatan
kerja yang kurang merata, baik secara regional
maupun sektoral, pendayagunaan tenaga kerja
yang relatif masih rendah.
b. Kebijaksanaan meliputi perluasan kesempatan
kerja (umum, sektoral, daerah), peningkatan
mutu tenaga kerja (jalur pendidikan, jalur
latihan kerja, jalur pengalaman kerja),
penyebaran dan pendayagunaan tenaga kerja
(AKAD/angkatan kerja antardaerah, AKAL/
angkatan kerja antarlokasi, dll), pengendalian
pertumbuhan angkatan kerja (KB, perluasan
fasilitas pendidikan formal), dan pembinaan
hubungan industrial, perlindungan dan
kesejahteraan tenaga kerja (HIP/Hubungan
Industrial Pancasila, kesejahteraan tenaga
kerja, kesehatan, keselamatan kerja).
c. Strategi merupakan cara untuk memperbesar
daya serap masing-masing dalam sektor
kegiatan ekonomi, pemanfaatan teknologi
tepat guna (pencipta kerja), proses alih
teknologi, menggalakkan pemakaian
produksi dalam negeri, menggalakkan usaha
mandiri (self employment), usaha padat
karya, transmigrasi, AKAN (angkatan kerja
antarnegara) (Jasa).
d. Perencanaan tenaga kerja (TK): penyerapan
TK, penyediaan TK, program Diklat, program
alih TK (AKAL, AKAD, dan AKAN yang telah
dijelaskan sebelumnya).
e. Pengembangan SDM dan produktivitas
nasional merupakan upaya pengembangan
SDM menjadi TK produktif untuk mengubah
kualitas hasil kerja sehingga dapat mengubah
kualitas hidup dalam menghadapi lingkaran
kemiskinan. Untuk itu, diperlukan diklatbang
guna meningkatkan kualitas SDM untuk
mengubah persepsi dari sebagai beban
menjadi modal dasar pembangunan pada
gilirannya pembangunan nasional yang
dilandasi investasi fisik serta investasi SDM
melalui proses diklatbang dapat berfungsi
sebagai nilai pendukung produktivitas (etos
kerja, disiplin, motivasi dan orientasi ke
depan, perlu tahapan proses pengembangan
melalui: TK terdidik, terlatih, profesional,
mandiri, kreatif dan inovatif).
f. Pengalaman pembangunan Indonesia
(pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja).
Bank Dunia 1980 manyatakan bahwa “In
the 1970’s it was increasingly recognized
that economic growth alone would not
reduce absolute poverty as an acceptable
speed” (absolute poverty = pengangguran
terbuka). Presiden Suharto 20 Desember 1982
manyatakan bahwa “Keberhasilan kita di
tahun-tahun yang lalu dengan memelihara laju
pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ternyata
tidak dengan sendirinya menyelesaikan
masalah kesempatan kerja.”
Alternatif kebijakan baru yang berorientasi
pada kesempatan kerja misalnya adanya
upaya peningkatan produktivitas TK (daya
saing, mutu/harga produksi, comparative
advantage, outward looking strategy), proses
produksi dengan teknologi pencipta lapangan
kerja, proses alih teknologi bertahap dan
terprogram, menggalakkan investasi sektor
konsumsi produksi dalam negeri (substitusi
impor), mendorong perluasan kesempatan
kerja mandiri (nonformal), pemanfaatan dana
untuk perluasan kesempatan kerja (daerah
padat produksi), peningkatan program
transmigrasi, penggalakkan AKAN, relokasi
investasi sektoral (labor intensive), investasi
PMDN kredit normal selektif.
Pengembangan SDM dari segi keekonomian
a. Pendidikan dan latihan berdasarkan teori human
capital. Penerapan human capital menyangkut
pendidikan dan latihan, migrasi, perbaikan gizi
dan kesehatan. Model pendidikan dan latihan
serta model migrasi dan gizi adalah model
konvensional net present value dan internal
rate of return on investment. Misalnya kalau
pada tingkat pendidikan SMU menghasilkan
kelayakan maka pendidikan dapat diteruskan
pada tingkat lanjutannya.
b. Hubungan industrial (industrial relations,
labor relations, labor management relation).
Hubungan industrial merupakan keseluruhan
hubungan kerjasama antara semua pihak yang
tersangkut dalam proses produksi di suatu
perusahaan/unit, yaitu tiga pihak: pengusaha,
karyawan (serikat pekerja), pemerintah dalam
bentuk bipartit, tripartit (UU No. 13/2003),
kesepakatan kerja bersama (collective labor
agreement). Hubungan industrial Pancasila
(HIP) merupakan keterkaitan perihal ruang
lingkup kerjasama bipartit dan tripartit Pancasila;
kerja, tanggungjawab dan pengabdian; di mana
perusahaan sebagai tempat melaksanakan
tanggungjawab serta adanya pengertian bahwa
pengusaha dan karyawan sama kedudukan,
karyawan sebagai faktor produksi dan manusia
pribadi, tidak mengenal diskriminasi, musyawarah
dan mufakat, hasil perusahaan, masyarakat banyak,
pengusaha dan karyawan, satu keluarga/partner
dalam perusahaan, saling pengertian, karyawan dan
SP menyadari, mengerti dan menerima keadaan.
c. Perencanaan TK menyangkut perihal tentang
perkiraan kesempatan kerja/kebutuhan,
perkiraan penyediaan TK, membandingkan
kebutuhan dengan penyediaan, perencanaan
pendidikan, perencanaan pelatihan,
penyesuaian rencana.
Kasus: Urbanisasi dan pembangunan pedesaan
Urbanisasi merupakan proses pertumbuhan
menjadi kota (daerah perdesaan berkembang
menunjukkan ciri-ciri kota; yang dialami manusia
dari kehidupan agraris perdesaan menuju
kehidupan industri perkotaan) juga merupakan
proses berduyunnya penduduk dari daerah
perdesaan ke kota besar (urban in migration, rural
to urban migration).
Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo]
37
Masalah yang dihadapi antara lain kemerosotan
lingkungan (panas dan banjir), pengangguran dan
gelandangan serta adanya kemacetan lalu lintas dan
kriminalitas. Pembangunan perdesaan terjadi oleh
adanya pembangunan prasarana dan sarana, sosial
budaya berikut sistem dan mekanismenya, yang
sekarang ini sedang digalakkan oleh pemerintah.
Manajemen SDM di Indonesia sebagai salah satu
faset pembangunan dalam membangun manusia
Indonesia seutuhnya. Masalah manajemen SDM
merupakan bagian dari masalah kependudukan di
Indonesia dalam upaya pendayagunannya. Kualitas
SDM adalah kunci kesejahteraan. Pada dasarnya
tujuan manajemen SDM adalah untuk menciptakan
manusia karya kompeten berdaya saing yang
berbudi luhur mandiri menghadapi hari depannya.
Manajemen Sumber daya Kapital/Manajemen
Investasi
Investasi merupakan salah satu masukan dan
kegiatan penting dalam pembangunan bangsa,
khususnya pembangunan ekonomi. Hal ini perlu
diketahui secara analitis dan sistematis bagi setiap
insan pembangunan, terutama para administratur
pembangunan.
Manajemen investasi pada dasarnya menyangkut
perihal tentang bagaimana mendapatkan dana
(hutang/kredit), menggunakan dan memanfaatkan
hasil proyek bagi kebutuhan masyarakat. Manajemen
investasi dan manajemen program sebagai kebutuhan
masyarakat dengan skema pada Gambar 2.
Manajemen sumber daya
Kebutuhan
masyarakat
Upaya
SD
-Persiapan
investasi
(Mencari hutang)
-Pelaksanaan
investasi proyek
-Pemanfaatan
hasil proyek
Manajemen
Program
Manajemen
Investasi
Manajemen hasil proyek
Sumber: Soelistijo 2003 [25], 2015 [26], Supranto J. 2013 [38].
Gambar 2. Skema manajemen investasi dan manajemen program sebagai kebutuhan masyarakat
Penerapan manajemen kapital di dalam
penyusunan SIPPA-PPBS (Sistem Informasi
Perencanaan Pemrograman Anggaran/Planning
Programmming Budgeting System).
Diperlukan studi kelayakan yang digunakan
untuk pengambilan keputusan, mneyusun
prioritas sasaran, cara pencapaiannya, alokasi
SD, penyusunan program kegiatan dan anggaran,
38
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50
dengan tujuan tercapai efektif dan efisien. Di dalam
perencanaan sejak dari RPJPM/GBHN ke Repeta I,
Kepres, Dep, dan Pepeta II. Di dalam penyusunan
program dari tingkat Presiden ke rencana program
Pemerintah sampai dengan Nota Keuangan.
Seterusnya pada penyusunan penganggaran ke
penyusunan AB Dep/Da, dan RAPBN untuk
dilakukan pembahasan di DPR menjadi RAPBN
dengan UU/Kepresnya dan akhirnya DIP/DIK.
Dalam proses penyusunannya diperlukan top-down
planning dan bottom-up planning secara simultan.
Dalam pelaksanaan manajemen investasi
diperlukan langkah awal suatu studi kelayakan.
Studi kelayakan ini memuat antara lain perencanaan
investasi dan pengkajian upaya investasi (benefitcost). Pengetahuan manajemen investasi perlu
didalami dan diperlukan dalam administrasi
pembangunan. Dengan demikian, tujuan dari
manajemen sumber daya kapital adalah untuk
memperoleh susunan sistemis dari pengadaan dana,
pemanfaatan dana untuk perwujudan/pembangunan
proyek, dan akhir pemanfaatan hasil proyek bagi
pemenuhan kepentingan nasional/kebutuhan
masyarakat.
Manajemen Bahan/Sumber Daya Alam
Sumber daya alam merupakan salah satu
masukan dan kegiatan penting dalam pembangunan
bangsa, khususnya pembangunan ekonomi. Hal
ini perlu diketahui secara analitis dan sistematis
bagi setiap insan pembangunan, terutama para
administratur pembangunan. SDA terdiri dari
SDA terbarui (hewan, tumbuhan/biologi, air,
udara) dan SDA tidak terbarui (mineral dan tanah,
mineral energi). Dari kecamata ekonomi ada public
goods (common property resources) dan private
goods. Di dalam pengelolaan SDA perlu diingat
pentingnya interaksi antara sumber daya alam –
ekonomi – lingkungan. Sumber daya alam sebagai
ecosystem dan manusia dan perilakunya sebagai
social system.
Prinsip manajemen sumber daya alam
Prinsip ini mencakup inventarisasi,
pengembangan, pemanfaatan dan konservasi (lihat
gambar 3).Pada hakekatnya, pemanfaatan SDA perlu
didasari asas konservasi dan berwawasan lingkungan
dengan capaian menjadi modal ekonomi dan sosial
bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, tujuan manajemen
SDA adalah untuk peningkatan nilai tambah
berwujud sebagai modal ekonomi dan modal
sosial dengan memperhatikan interaksi antara SDAEkonomi- Lingkungan hidup (fisik maupun nonfisik).
Khususnya di bidang ESDM telah dikeluarkan
berbagai peraturan tingkat PP dan Permen dalam
mengoptimalkan nilai tambah tersebut.
Konservasi
Efisien, Efektif, Produktif
Pengembangan
dan Pengusahaan
Investasi
SDA
Sasaran antara lain:
- Suplai bahan baku
- Suplai energi
-Ekspor
- Lapangan kerja dan
lapangan berusaha
- P e n d a p a t a n
nasional
Optimasi
Pemasaran
Tujuan
Nasional
Investasi Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi
Umpan Balik
Reevaluasi Periodik
Sumber: Soelistijo UW, 2015 [26].
Gambar 3. Prinsip Manajemen Sumberdaya Alam
Manajemen Sumbe Daya Informasi (Sebagai
Sistem Informasi Manajemen/SIM)
Pengertian dasar SIM(sistem informasi
manajemen) disingkat sistem informasi adalah
sistem yang menghasilkan informasi untuk
menunjang manajemen dalam mencapai tujuan,
misalnya informatika sebagai ilmu tentang sistem
informasi. Bentuk penunjangan mencakup
perbaikan planning dan control, pengambilan
keputusan, operasi. SIM secara fungsional terdiri
dari lima perangkat, yaitu (1) Manusia: yang
memberi input, memproses info, mengelola arus
info, dan menggunakan info; (2) Prosedur (kapan
dan bagaimana memberi input? Proses apa yang
harus dikerjakan? Bagaimana frekuensinya); (3)
Teknik: Mengkonversi bermacam-macam data
yang berjumlah massal ke dalam informasi yang
tersaring; (4) Peralatan proses: mempercepat kinerja
tugas-tugas; (5) Data bank: tempat data disimpan
dan info ditelusuri.
Sistem merupakan kumpulan bagian-bagian
teratur yang saling berkaitan dan punya tujuan,
misalnya unsur-unsur sistem: input-process-output,
bagian-bagian: subsistem manajemen, dan kaitan:
arus info. Informasi merupakan fakta-fakta yang
menambah pengetahuan dari pemakai. Data adalah
fakta-fakta yang berupa angka. Informasi: data yang
telah mempunyai format tertentu (sesuai dengan
kebutuhan pemakai). Syarat informasi yang berguna
sampai tepat waktu (on timely), segar (up-to-date),
akurat/dapat dipercaya, relevan, dapat memasok
semua tingkat pengambilan keputusan untuk
tingkatan top management, middle management
dan supervisory. Dengan demikian menghasilkan
informasi adalah untuk menyajikan output (reports).
Kaitan SIM dan kegiatan manajemen dapat dilihat
pada Gambar 4.
Hasil-hasil
Pengambilan
Keputusan
Manajemen
Informasi
Sistem Analis/
Operation Research
SIM Terpadu dengan Berbagai
Sub-subsistemnya
(Kapital, Pegawai, Iptek, dll)
SIM Analisis
dan Desain
Pusat Informasi
Data
Gambar 4. Kaitan antara SIM dan manajemen dalam
pengambilan keputusan
Penerapan informasi untuk kegiatan pemerintahan
a. Semua kegiatan masyarakat memerlukan
informasi (internal dan eksternal): politik,
sosial, ekonomi, militer. Dalam kegiatan
pemerintahan ada tiga fungsi, yaitu pengaturan,
pengarahan, pelaksanaan. Untuk pelaksanaan
fungsi-fungsi tersebut diperlukan informasi
Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo]
39
untuk perencanaan (keterbatasan SD, sesuai skala prioritas nasional), perumusan kebijakan,
penentuan program kerja, penentuan proyek, pemanfaatan teknologi, inventarisasi kekayaaan alam,
tugas rutin pemerintahan. Contohnya, SIP (Kementerian Hankam) sistem informasi pembinaan,
SINFOK (Pemda DKI Jakarta Raya) sistem informasi ketatalaksanaan, SKUP (Lembaga Administrasi
UGM) sistem keterangan untuk pimpinan.
b. Penerapan SIM sebagai penunjang PPBS/SIPPA (Planning Programming Budgeting System/Sistem
Informasi Perencanaan dan Pemrograman Anggaran).
Control subsistem dalam SIM dalam kerangka PPBS dapat dilihat pada Gambar 5.
Expectations
and
Planning
Programming
Penyimpangan
terhadap
Alokasi
Sumber Daya
SIM
Penyimpanganpenyimpangan
terhadap:
- expectations
-rencana
-rancangan
- anggaran
-pencapaian
- sasaran
Evaluasi
Terhadap
Expectations
dan Planning
Bank Data
Analisis
Terhadap
Hasil-hasil
Evaluasi
Terhadap
Pelaksanaan
Sumber: Zainun H.B. 1989 [48], Supranto 2013 [38],
Soelistijo UW, 2003 [25].
Budgetting
- budget control
- standard costing
Gambar 5. SIM dalam Kerangka PPBS
Pada dasarnya, pengelolaan sumber daya
informasi dalam bentuk sistem informasi
manajemen (SIM), bertujuan untuk menunjang
manajemen dalam pengambilan keputusan dalam
berbagai tingkatan manajemen.
Manajemen Sumber Daya Teknologi
Terminologi teknologi bermakna ilmu
pengetahuan dan teknologi. Definisi ilmu
(science) adalah “The observation, identification,
description, experimental investigation, and
theoretical explanation of natural phenomena.”
Dan definisi teknologi (technology) adalah
“The application of science, esp. in industry
or commerce.” Serta definisi Ilmu keteknikan
(engineering) adalah “The application of scientific
principles to practical ends as the design,
construction, and operation of efficient and
economical structure, equipment, and systems.”
(The Lexicon Webster International Dictionary,
1977 [2]). Pada hakekatnya ilmu adalah sarana
40
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50
untuk mengenal alam, dan teknologi adalah sarana
untuk memanfaatkan alam bagi kepentingan
kesejahteraan umat manusia.
Ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan
tiga landasan yang penting dalam kehidupan
masyarakat (B.J. Habibie, 1978) bahwa (1) Iptek
memberi landasan hidup berupa pemenuhan
kebutuhan dasar anggota masyarakat; (2) Iptek
memungkinkan dikembangkannya sistem informasi
dan komunikasi evaluasi dan analisis yang lengkap
makro dan mikro dan mencakup seluruh anggota
masyarakat; (3) Manusia yang sehat dan sejahtera
dan yang kaya informasi akan dengan cepat
memanfaatkan dan mengembangkan semua ilmu dan
teknologi yang diperlukannya untuk memperbaiki
nasibnya dan meningkatkan mutu kehidupan.
Iptek yang tidak berakar pada kebudayaan akan
melahirkan masalah yang tidak terduga dan dapat
bertentangan dengan perkembangan proses nilai
tambah bahkan akan menurunkan produktivitas
pelaksanaan proses nilai tambah. Proses nilai
tambah tidak akan terjadi jika tidak ada teknologi. Teknologi tidak akan dikembangkan jika tidak ada ilmu
pengetahuan dan keduanya harus berakar pada nilai-nilai dan unsur utama kebudayaan.
Sebagai contohnya, penguasaan teknologi yang berakar pada kebudayaan di Jepang, kemajuan
teknologinya memberikan manfaat bagi bangsa Jepang. Di bawah ini adalah grafik hubungan antara
kemajuan dalam penguasaan teknologi di Jepang dengan laju penurunan harga barang (Gambar 6).
KEMAJUAN JEPANG
0%
50
100
150
200
Laju tumbuh/Thn
%
10
Polywster
Radio Transistor
Tv hitam putih
Oven miicreowave
20
Laju
penurunan
harga/thn 30
Tv warna
Stereo set
hi-tech hari kemarin
Video Disc
Komputer personal 18 bit
Pencetak alat main
Compact disc
40
Floppy disc drive
Laser semikonduktor
50
pengolaha kata bhs. Jepang
60
Sumber: Mitsubishi Bank, 1990
Gambar 6. Kemajuan dalam Penguasaan Teknologi di Jepang Versus Laju Penurunan Harga
Penerapan teknologi sebagai sarana pencipta loncatan produktivitas
Y = f (Input) atau Y = f (K,L,R, ∈ )T yang selanjutnya diperoleh persamaan produktivitas capital Y/K
= f (L/K) dan produktivitas tenaga kerja Y/L = f (K/L) guna mengukur adanya loncatan produktivitas
oleh adanya penggunaan tingkatan perubahan teknologi dari T1 ke T2 dari T2 ke T3 dan selanjutnya
untuk produktivitas kapital dengan contoh pada Gamber 7. Untuk Indonesia loncatan produktivitas
tersebut dapat dilhat pada Gambar 8.
T4
Y/K
T3
(Y/K)’4
Y/K
(Y/K)”3
T2
(Y/K)’3
(Y/K)4
T1
(Y/K)3
(Y/K) T3 → T4
(Y/K) T2 → T3
(Y/K) T1 → T2
(Y/K)2
T0
(Y/K) T0 → T1
(Y/K)’4
Sumber: Soelistijo, 2013 [33,34]
(L/K)1
1960 1970
(L/K)2
1980
(L/K)3
1990
(L/K)4
2000
(L/K)
Tahun
Gambar 7. Kurva Loncatan Produktivitas Kapital (Y/K versus L/K oleh Adanya Perubahan Teknologi)
Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo]
41
16
A
(Y/K)
7.8% tingkat
angka
*1995
2000+
2
banding
*1990
C
0
0
0 0 60-an
0 0 B∇ 0
C
8
Output/Kapital
0
+1990
+1995
∇
∇
∇ 70-an
+1980
+1985
Sumber: Soelistijo, 2013 [33,34]
45% tingkat angka banding
0
0.1
0.3
Pekerja /Kapital
1.3
(L/K)
Gambar 8. Produktivitas Kapital (angka banding Output-Kapital) terhadap angka banding Pekerja-Kapital di Indonesia
Penerapan manajemen (riset) teknologi
a. Keterkaitan riset hulu-hilir.
Universitas
Litsar
→
LIPI
Orien– Bang
tek al–
tasi
tertif
→ BPPT
Jitek
→
Studi Rekayasa,
Studi ekonomi
Pendahuluan
Institusi Penelitian
Departemen/Industri
Proyek pilot
Peningkatan skala
komersial
Aplikasi
Gambar 9. Kaitan Hulu-hilir dalam Kegiatan Kelitbangan
Ada semacam kerjasama mutualistik dan
pembagian pekerjaan dari riset hulu dan riset
hilir yang diserahkan pada masing-masing
lembaga terkait hulu dan hilir (Universitas –
LIPI – BPPT – Institusi Litbang Kementerian/
Industri) melalui koordinasi Kementerian Riset/
Dikti (Gambar 9).
b. Kerjasama dengan industri.
Je nis industr i yang difor a kan unt uk
dikerjasamakan antara lain adalah: agroindustri,
42
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50
industri transportasi: darat, laut dan udara,
industri telekomunikasi dan elektronika,
industri energi, industri rekayasa, industri
jasa. Kerjasama dengan industri diperlukan
dengan tujuan agar ilmu teknik yang dikuasai
oleh umat manusia dengan berbagai daya
inovasinya pada hematnya adalah untuk
meningkatkan produktivitas nasional dalam
rangka menciptakan daya saing dari masa ke
masa.
c. Proses dan tujuan manajemen sumber daya teknologi
MANAJEMEN TEKNOLOGI
MASALAH
HAK
P
EVALUASI O
PENGENDALIAN
MAX – HASIL ANTARA KEGIATAN
HAK
OP
OP
O
C
A
C
TEKNOLOGI
MANUSIA
(BUDIDAYA)
O
O
A
C
SASARAN
(HASIL AKHIR
KEGIATAN
A
MANUSIA
TEKNOLOGI
TUJUAN
TANTANGAN
Sumber: Soelistijo UW, 2015 [26].
KOORDINASI RISTEK
– MENRISTEK
– UNIVERSITAS
– BALITBANG DEP/NON DEP-BPPT
– LITBANG SWASTA
– OPTIMASI DAN
PEMERATAAN
PEMBANGUNAN
–P3N
Gambar 10. Proses dan Tujuan Manajemen Sumber Daya Teknologi
Dengan demikian pada dasarnya, lebih
luas lagi manajemen teknologi (IPTEKSIS – ilmu
pengetahuan teknologi seni iman taqwa dan
soft skill) bertujuan untuk menciptakan adanya
loncatan produktivitas di dalam fungsi produksi
di samping optimasi peningkatan efisiensi.
Selanjutnya segenap peningkatan produktivitas
setiap sektor pembangunan terakumulasi sebagai
peningkatan produktivitas prestasi nasional (P3N)..
Manajemen Sumber Daya yang Lain (Misalnya
Pasar)
Pengertian, dan kegiatan (dasar sosial
pemasaran). Memenuhi kebutuhan manusia.
Interaksi antara engineering (cost engineering,
manajemen industri, meminimumkan ongkos),
accounting (melihat ke belakang tentang
pembukuan balance keuangan (aktiva-pasiva),
dan economics (memaksimumkan untung, secara
makro dan mikroekonomi) yang merupakan
faktor penting yang dapat menciptakan nilai
ekonomi: produksi, pemasaran, dan konsumsi.
Interaksi antara engineering dan economics,
misalnya engineering economy: ekonomi
proyek menghasilkan produk (barang dan jasa).
Y (good and services) = f (M1,M2,M3,M4,M5)
T = f (K,L,R,Mr, Mn)T; untuk memenuhi pasar
(harga): transaksi/barter dengan konsumen/user.
M1 – M5 adalah fungsi-fungsi manajemen; Mr
adalah pasar, Mn adalah manajemen. Pemasaran
merupakan kegiatan manusia yang diarahkan
untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
melalui proses pertukaran (Kotler, 1992 [12];
Stanton W.J. dalam Marius 2002 [14]).
Tujuan pemasaran adalah untuk membuat
penjualan berlebihan, mengetahui dan memahami
konsumen, sehingga produk cocok bagi konsumen
dan terjual dengan sendirinya (Peter Drucker,
dalam Sagir, 2009 [20]). Pemasaran dalam
suatu perusahaan merupakan denyut jantung
dari berbagai usaha. Pemasaran berkaitan erat
dengan kegiatan lain dalam perusahaan (bagian
produksi,keuangan). Yang berperan dalam fungsi
pemasaran yaitu para produsen, konsumen, ahli
pemasaran, pemerintah sebagai pemantau. Pasar
meliputi produk (barang, jasa), uang, manusia,
tempat, organisasi, kegiatan, gagasan, efek
(saham)/(modal).
Tujuan dan penerapan manajemen pemasaran
Penerapan manajemen pemasaran mencakup
kegiatan perencanaan pemasaran, kesempatan
pemasaran, pemilihan sasaran pasar, marketing
mix, pengelolaan usaha pemasaran. Proses
manajemen pemasaran/manajemen permintaan
mencakup masalah analisis, perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian atas program
yang dirancang untuk menciptakan, membentuk,
dan mempertahankan pertukaran yang
menguntungkan dengan pembeli sasaran (target
buyers) dengan maksud untuk mencapai tujuan
organisasi (Gambar 11). Dengan demikian
tujuan manajemen pemasaran adalah untuk
mempertemukan antara penjual dan pembeli
hingga terjadi transaksi barang dan atau jasa.
Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo]
43
SIP
Manajer
pemasaran
Perencanaan
Pelaksanaan
Menilai
kebutuhan
informasi
Menyalurkan
informasi
Mengembangkan informasi:
- Catatan intern
- Intelijen
pemasaran
- Analisis
informasi
- Riset
Pengendalian
Lingkungan pemasaran.
Pasar sasaran.
Pesaing publik.
Kekuatan lingkungan
makro
Keputusan dan komunikasi pemasaran
Sumber: Kotler P, 1992 [12], Supranto J, 2013 [38].
Gambar 11. Proses Manajemen Pemasaran
Manajemen Sumber Daya Lingkungan Hidup
Pengertian. Berdasarkan UU No. 32 tahun
2009; Otto Soemarwoto, (1985), ekologi, oikos =
rumah; logos = ilmu (Haeckel, 1860), merupakan
ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk
hidup dengan lingkungan hidupnya, atau konsep:
ekosistem, keteraturan - keseimbangan dinamis.
Lingkungan hidup merupakan (1) kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain; (2)
ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama
dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya.
Hakekat pembangunan berwawasan lingkungan
merupakan upaya sadar dan terencana yang
memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber
daya, ke dalam proses pembangunan untuk
menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu
hidup generasi masa kini dan generasi masa
depan (UU No. 32/2009), bahwa adanya jaminan
tidak akan terjadi keambrukan karena lingkungan
tidak dapat lagi mendukung pembangunan itu.
Pembangunan menaikkan mutu hidup dan sekaligus
menjaga dan memperkuat lingkungan untuk
mendukung pembangunan yang berkesinambungan
(O. Soemarwoto, 1985). Daya dukung adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung
perikehidupan manusia dan makhluk hidup (UU
No.32/2009), ataupun kemampuan dukung
lingkungan hidup terhadap isi dan perubahan
kehidupan (O. Soemarwoto, 1985). Daya lenting
merupakan kemampuan suatu sistem lingkungan
hidup untuk pulih setelah ia terkena gangguan.
Lingkungan hidup terdiri dari berbagai proses
ekologi (hubungan timbal balik antara makhluk
hidup dengan lingkungan hidupnya) dan merupakan
satu kesatuan; LH mempunyai proses siklus
yang mendukung LH terhadap pembangunan
(transformasi sumber daya menjadi barang dan
jasa). Siklus LH berupa siklus hidrologi: tata
44
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50
perairan; siklus hara: tata makanan; siklus energi
dan bahan (penggunaan dan perubahan); siklus
lain: struktur dasar ekosistem. Pembangunan
(perubahan dan pertumbuhan) menghasilkan barang
konsumsi, barang kapital dan jasa; barang kapital
dapat menghasilkan teknologi baru (positif dan
negatif). Pembangunan memerlukan administrasi
pembangunan agar pemanfaatan SDA optimum
dalam pencapaian tujuan nasional. Ekosistem
merupakan konsep sentral dalam ekologi, yaitu suatu
sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal
balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya.
Sistem terdiri atas komponen-komponen yang
bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan.
Ekosistem merupakan antarhubungan ekologi
yang meliputi manusia, makhluk hidup, dan benda
sekitarnya (sumber daya alam/SDA).
Perkembangan lingkungan hidup di dunia
5 Juni 1972 adalah hari lingkungan hidup
sedunia. Dengan diadakannya Konferensi LH
PBB (UNEP) di Stockholm memperingatkan dunia
tentang pengertian dunia terhadap lingkungan serta
perlunya memperhatikan negara berkembang. Juni
1992 - UNCED (UN Conference on Environment
and Development) Summit di Rio de Janeiro, Brazil
menghasilkan beberapa hal penting anytara lain: (i)
merupakan political declaration on environment
and development; (ii) menyatakan bahwa “Human
being is the center of concern in sustainable
development”; (iii) urgensi disusunnya Agenda 21:
“Programme upon to manage the environment and
development programme”. Tahun 1990-an sampai
dengan sekarang UN FCCC COP (UN Forum of
Climate Change Conference – Cooperation of the
Partite) dan beberapa badan internasional (the IPCC/
International Panel on Climat Change, Gleneagles
dan MEF (Major Economies Forum on Energy and
Climate Change) membahas tentang kebijakan dan
program sebagai upaya bersama untuk mengatasi
pemanasan global.
Makna dan Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan lingkungan hidup merupakan
upaya sadar untuk memelihara atau dan
memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan
dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya
(upaya terpadu untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan
penataan, pemanfaatan, pengembangan,
pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan
pengendalian lingkungan hidup) (Gambar 12).
Sebagai contoh lingkungan mati adalah bulan.
Tujuan pengelolaan LH adalah 1) tercapainya
keselarasan hubungan antara manusia dengan
lingkungan hidup sebagai tujuan pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya, 2) terkendalinya
pemanfaatan sumber daya secara bijaksana,
terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina
LH, 3) terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang
dan mendatang, 4) terlindunginya negara terhadap
dampak kegiatan di luar wilayah Negara yang
menyebabkan kerusakan dan pencemarannya
(UU No. 32/2009).
Pemanfaatan SDA harus memperhatikan
faktor dominan yaitu demografi, sosial budaya,
geografi, topografi, hidrografi, klimatologi, flora,
dan fauna.
Ilmu Ekologi
Ekosistem/Sistem Ekologi
LH
LNF = M.H, Manusia + Perilaku
Timbal balik/1 kesatuan
Pengelolaan LH dengan
Tujuan/Sasaran
–Rasbag
– Manfaatkan SD
secara bijak
– Manusia Indonesia
sebagai pembina
– Mendukung bangjut
– Melindungi TA
SIKLUS
–Hidrologi
–Hara
–Bahan/energi
– Lain (struktur
dasar ekosistem)
LF = Ruang/Wadah; SDA
S.I. jaga + perkuat
S.I. padu + dukung
Bangjut berwawasan LH
Fs. produksi + Manajemen
Fungsi LH:
– Mns/Mkhl hidup dan LH
saling berhubungan
– Fs. Keanekaragaman
– Fs. Keseimbangan
– Fs. Kehidupan
– Fs. Keserasian dlm
kehidupan LH
Barang dan Jasa
Kebutuhan Manusia
Sejahtera + Mampu + Mutu Hidup
Faktor dominan:
– Demografi
–Sosbud
– Topografi
–Hidrologi
–Klimatologi
–Flora
–Fauna
Perlu:
–Kebijakan
– Peraturan perundangundangan
Sumber: Soelistijo UW, 2015 [26], 2003 [25].
Gambar 12. Skema Cakupan Masalah Lingkungan Hidup
Ekonomi lingkungan hidup
Mengadaptasi pengertian bahwa lingkungan
juga merupakan faktor produksi di samping faktor
produksi yang baku misalnya tenaga kerja, kapital,
bahan, informasi dan semacamnya, dalam hal
ini atas dasar prinsip “the poluter pay principle”,
dalam hal ini
walaupun lingkungan dalam ekonomi merupakan
externalities (seolah di luar faktor perhitungan
ekonomi) (persamaan (1)).
Meningkatkan gross national product yang
harus lebih tinggi dari pada gross national
polution. Dengan demikian daya dukung ekonomi
lebih tinggi daripada tekanan eksternalitas.
GNP = I + C + X – M + income neto dari luar negeri
I = investasi (pemerintah dan swasta), C = konsumsi (pemerintah dan swasta),
X = ekspor, M = impor.
(Soelistijo U.W. 2015 [26]).
Kaitan Manajemen Sumber Daya dan Pembangunan Berkelanjutan
Manajemen sumber daya faktor produksi mempunyai tujuan dan berkaitan erat dengan konsep
pembanguan berkelanjutan. Pada dasarnya, tujuan manajemen SDM adalah untuk menghasilkan
manusia karya kompeten yang berbudi luhur, mandiri menghadapi hari depan. Manajemen SD
Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo]
45
kapital berkaitan dengan kegiatan penggalangan
dana, penggunaan capital dalam pembangunan
suatu proyek dan capaian pemanfaatan hasil
proyek tersebut bagi kepentingan nasional
dan masyarakat. Manajemen SDA bertujuan
untuk capaian nilai tambah secara optimal
dengan memperhatikan interaksi antara SDA
– ekonomi dan lingkungan hidup. Manajemen
SD informasi berkaitan dengan optimasi
pemanfaatan SIM dalam menunjang manajemen
dalam pengambilan keputusan. Manajemen SD
lingkungan hidup adalah untuk pemeliharaan,
perlindungan dan pelestarian fungsinya dalam
pemenuhan kebutuhan hidup umat manusia
secara sehat dan baik. Manajemen SD teknologi
bertujuan untuk memungkinkan adanya efisiensi
dan loncatan produktivitas di dalam fungsi
produksi. Manajemen pemasaran adalah untuk
menghasilkan adanya transaksi antara penjual
dan pembeli barang dan jasa dalam rangka
memenuhi kebutuhan dan kepuasan pembeli
(Gambar 13). Dengan menggarisbawahi adanya
pengelolaan lingkungan hidup di dalamnya di
samping pengelolaan berbagai sumber daya yang
lain secara 3E (efisien, efefktif, ekonomis) dan 1O
(Optimal), maka hal itu berkaitan erat dengan
konsep pembangunan berkelanjutan.
MANAJEMEN (POACE) VS SDFP
Manajemen (matrik)
P
O
A
P PP POPA
O OP OOOA
A AP AOAA
C
CP
CO CA
E
EP
EO
EA
C
E
PC PE
OC OE
AC AE
CC CE
EC EE
Manajemen SD sebagai salah
Satu fase pembangunan
dalam membangun Indonesia seutuhnya
Masalah manajemen SD merupakan bagian dari
masalah pembangunan
di Indonesia dalam upaya pendayagunaannya.
Kuantitas dan kualitas SD adalah
kunci pencapaian kesejahteraan
Sumber Daya (SDFP):
F(K,L,R,E,...)T = Y
1.Man/L : manusia
karya (berbudaya)
(mas, kebj, str, RTK, bang
SDM> prod nas, bang Ind)
2. Kap/K: SK, R inv/upaya
Inv/CB, mnj K perlu
dlm adm bang)
3. Alam/R: invtrss & kons,
Berwawasan L.
4. Info/I: tunjang Mnj capai tujuan
5. Pasar/M: Eng-acc-econ.
6. Tek/T: loncatan prod.
- O maks.
(+3E)
- I min.
Sumber: Soelistijo UW, 2015 [26].
Gambar 13. Skema dari Proses Manajemen Sumber Daya Faktor Produksi
Pembangunan di bidang pertambanganpun
m e n g e na l pemba nguna n per ta mb a nga n
berkelanjutan. Pengembangan pertambangan yang
berkelanjutan apabila dalam menggali SDA yang
tak terbarukan dalam dimensi ruang dan waktu,
namun masih diharapkan untuk menjadi lebih baik
baik pada titik akhir sebagaimana pada titik awalnya,
walaupun akan digantikan dengan SD terbarukan
yang akan dikembangkan melalui investasi dan
penemuan oleh manusia. Dengan demikian apabila
kegiatan pertambangan telah usai, karena sifatnya
yang tidak terbarukan, dengan adanya proses
penutupan tambang serta proses pasca tambang,
maka kegiatan ekonomi pertambangan di dalam
masyarakat local maupun nasional perlu dilanjutkan
dengan kegiatan sektor lain yang terbarukan
misalnya pertanian, perikanan, kehutanan serta
sector sekunder dan tersier. (Gambar 14).
PERTUMBUHAN
Sektor tersier
Sektor sekunder
Sektor primer
Era ekonomi
pertambangan
Era ekonomi
nonpertambangan
WAKTU
Pasca kegiatan
pertambangan
Sumber: Soelistijo UW, 2015 [26]
Gambar 14. Skema Proses Pembangunan Berkelanjutan Sektor Pertambangan
46
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50
Masalah-masalah Khusus yang Terkait dengan
Sektor ESDM
1. Pemanfaatan SDA dalam kawasan lindung
perlu dilakukan melalui pendekatan yang
paling menguntungkan bagi negara dengan
membandingkan dari segi ekonomi, teknologi,
dan akibat kerusakan lingkungannya melalui
sosioteknoekonomi regional dengan
perbandingan manfaat sosial ekonomi secara
lintas sumber daya alam (regional sociotechnoeconomic assessment).
2. Dalam mengusahakan pertambangan
selama ini telah dilakukan perhitungan baik
aspek kelayakan, teknik, tekno-ekonomi
maupun lingkungan. Dari aspek lingkungan
telah memperhitungkan biaya lingkungan
termasuk jaminan reklamasi, namun untuk
memperhitungkan biaya lingkungan secara
spesifik global yang memasukkan lingkungan
nonfisik secara integral perlu dilakukan
penelitian dan pengkajian lebih mendalam.
3. K e m e n t e r i a n E S D M t e l a h b e r p e r a n
melaksanakan substansi yang berkaitan
Agenda XXI sejalan dengan Kyoto Protocol
secara lintas sektor: energi, pertambangan,
perumahan, pariwisata, dan kehutanan yang
perlu diaktualisasikan ke dalam program dan
pelaksanaan. Juga telah disusun berbagai
macam pedoman dalam rangka teknik
pengelolaan dan perlindungan lingkungan
hidup di sektor ESDM di samping kriteria tata
ruang untuk aspek pertambangan dan energi.
Kementerian ESDM perlu menginventarisasi
permasalahan lingkungan secara menyeluruh
dalam menjaga daya dukung lingkungan
terhadap adanya berbagai tekanan terhadap
lingkungan.
Tantangan ke Depan
1. Permasalahan mengatasi kegiatan bisnis ilegal
Sistem peraturan di Indonesia sebenarnya telah
cukup baik, namun mekanisme pelaksanaan
dan pengawasan masih perlu pematangan
terutama untuk mengatasi adanya masalah
ilegal di dalam pengusahaan SDA misalnya
illegal mining, illegal logging, illegal fishing,
illegal trading, dan semacamnya.
2. Permasalahan lingkungan
Diperlukan upaya secara lebih intensif dan
ekstensif agar perusahaan telah dan terus
berusaha untuk melaksanakan peraturan
tentang standar lingkungan dan peran
upaya di bidang lingkungan nonfisik atau
sosio-ekonomi terpadu dengan kegiatan
bisnisnya masing-masing. Sejauh program
dan perencanaan lingkungan menjadi urusan
antara pemerintah, industri serta masyarakat
setempat, maka pengendalian polusi, reklamasi
dan rehabilitasi perlu diintegrasikan dengan
pembangunan ekonomi dan pengembangan
sumber daya manusia daerah. Pemerintah dan
industri perlu bekerjasama dalam pelatihan,
penelitian, tenaga ahli, pengetahuan, dan
perlengkapan teknologi tinggi di bidang
lingkungan. Alih pengetahuan dan informasi
dengan negara maju perlu dilakukan secara
terus-menerus. Kerjasama antara pemerintah,
industri dan masyarakat setempat dalam
pengendalian lingkungan perlu diperkuat
dengan perencanaan yang baik, teknologi,
manajemen dan sumber daya yang benar
agar dapat menjawab pemecahan masalah
lingkungan.
Lingkungan hidup dan globalisasi merupakan
kondisi aktual Abad 21, bahwa dengan
pesatnya pertumbuhan industri juga akan
makin meningkatnya gas rumah kaca oleh
makin meningkatnya tambahan CO 2 ke
atmosfir, sehingga dunia melalui UN FCCC
COP dan berbagai lembaga internasional
yang terkait perlu berupaya keras untuk
mengatasinya melalui berbagai kebijakan dan
program internasional.
3. Per a n i ndus t r i da l a m pemba ngu n a n
berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan
baik lokal, nasional maupun global perlu
dilakukan dan disumbangkan oleh industri.
Industri mampu memberikan sumbangan
pembangunan pada daerah miskin dengan
mengembangkan sumber daya manusia,
menumbuhkan ekonomi dan pembinaan
generasi mendatang.
4. Kependudukan. Kependudukan (diharapkan
seyogyanya zero growth population), namun
diperkirakan dari 220 juta orang (2005)
akan menjadi 290 juta orang (2030) yang
memerlukan lahan 250 juta ha, dengan
lahan tersedia 193 juta ha dan kurang 57
juta ha. Keluarga berencana dengan laju
2% ke 1,3% menjadi 0% (Salim, 1990,1995
[21,22]). Pada gilirannya tekanan penduduk
Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo]
47
ini akan berdampak negatif terhadap daya
dukung lingkungan hidup, di mana sekarang
ini kondisinya sudah lewat beban.
5. Transformasi struktural – tata ruang – sistem
pengembangan SDA. Perlu disusun kebijakan
penting dalam menangani permasalahan
transformasi struktural, pengelolaan tata
ruang, sistem pengembangan terpadu SDA
(sub-subsistem pemeritah, produksi/industrikonsumsi, kewilayahan, IPTEK/litbang,
internasional).
6. Pengembangan otonomi daerah.
Sejalan dengan tren abad 21 dan mengacu
pada UU tentang Pemerintahan di daerah,
diperlukan pembinaan kemampuan daerah
di dalam mengemban misi otonomi daerah
bagi penciptaan kesejahteraan masyarakat di
daerah melalui pemberdayaan total (capacity
building) secepatnya secara sistemis dan terusmenerus (Naisbitt, 2000 [16]; Anonim (a) [1];
Anonim (c) [3]; [13]).
7. Pemanfaatan ZEE
Pemanfaatan Zone Ekonomi Eksklusif dengan
luas matra laut sekitar 2 juta ha sebagai
tambahan lahan akan potensi SDA.
Secara keseluruhan setiap insan bangsa ini
perlu memahami tujuan dan penerapan
manajemen sumber daya faktor produksi
untuk melaksanakan pengelolaan transformasi
berbagai sumber daya yang dimiliki oleh
bangsa ini menjadi barang dan jasa, dalam
memenuhi kebutuhan kelangsungan
hidup bangsa secara berkelanjutan serta
berdaya guna, berhasil guna, ekonomis dan
optimal dalam rangka mencerdaskan dan
menyejahterakan bangsa dalam kedamaian.
KESIMPULAN DAN SARAN
Manajemen sumber daya (SD) merupakan
manajemen global terhadap sumber daya dari
fungsi produksi yang terdiri dari berbagai sumbersumber daya kapital, manusia, alam, lingkungan,
informasi, pasar, dan sumber daya yang lain serta
sumber daya teknologi secara efisien, efektif,
ekonomis dan optimal untuk menghasilkan output
berupa barang dan jasa yang secara ekonomi
akumulatif diwujudkan dalam bentuk Produk
Domestik Bruto (PDB).
Tujuan manajemen SDM adalah untuk
menghasilkan manusia karya kompeten yang
berbudi luhur mandiri menghadapi hari depan.
48
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50
Manajemen SD kapital berkaitan dengan
kegiatan penggalangan dana, penggunaan
capital dalam pembangunan suatu proyek dan
capaian pemanfaatan hasil proyek tersebut
bagi kepentingan nasional dan masyarakat.
Manajemen SDA bertujuan untuk capaian nilai
tambah secara optimal dengan memperhatikan
interaksi antara SDA – ekonomi dan lingkungan
hidup. Manajemen SD informasi berkaitan dengan
optimasi pemanfaatan SIM dalam menunjang
manajemen dalam pengambilan keputusan.
Manajemen SD lingkungan hidup adalah untuk
pemeliharaan, perlindungan dan pelestarian
fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan hidup
umat manusia secara sehat dan baik. Manajemen
SD teknologi bertujuan untuk memungkinkan
adanya efisiensi dan loncatan produktivitas di
dalam fungsi produksi. Manajemen pemasaran
adalah untuk menghasilkan adanya transaksi
antara penjual dan pembeli barang dan jasa
dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepuasan
pembeli.
Manajemen SD sebagai salah satu faset
pembangunan dalam membangun Indonesia
seutuhnya. Masalah manajemen SD merupakan
bagian dari masalah pembangunan di Indonesia
dalam upaya pendayagunaannya agar diperoleh
capaian secara efeisien, efektif, ekonomis dan
optimal (3E dan 1O). Kuantitas dan kualitas SD
adalah kunci pencapaian kesejahteraan. Dari
kacamata kediklatan, maka salah satu sumber daya
utama yang merupakan kunci keberhasilan dalam
proses transformasi dari berbagai sumber daya
menjadi barang dan jasa tersebut adalah sumber
daya manusia, selebihnya berfungsi sebagai
sumber daya pelengkap yang penting.
Penerapan manajemen sumberdaya faktor
produksi di Indonesia masih banyak memerlukan
peningkatan terutama dalam segi kualitasnya.
Pada umumnya dari sisi perencanaan telah banyak
memadai tetapi dari sisi pengawasan (kontrol)
masih jauh dari standar. Sebagai contoh banyak
terdapat illegal mining, illegal logging, illegal
fishing, illegal trading dan semacamnya yang amat
banyak merugikan negara serta umat/insan bangsa
ini. Itu semua memerlukan upaya keras dalam
peningkatan mutu manajemen sumber daya di tanah
air untuk diperoleh nilai tambah secara optimum di
masa mendatang bagi peningkatan pertumbuhan
produktivitas prestasi bangsa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim (a). (1999). Undang-Undang Otonomi Daerah
1999. Sinar Grafika: Jakarta
Anonim (b). (1977). The Lexicon Webster International
Dictionary.
Anonim (c),.( 2014). Undang-undang Otonomi Daerah
No. 23.
Anonim (d). (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka.
Assauri S. (2013). Strategi Manajemen. Edisi 2. PT Raja
Grafindo Persada.
Assen,
MV, Berg Gvd, Pieterma. (2009). Key
Management Models. Penerbit Esensi Erlangga
Group.
Daryanto, Bintoro. (2014). Manajemen Diklat.
Penerbit Gava Media.
De Phillips, Frank A. (1960). Management of Training
Programs. Richard D. Irwin, Inc., Homewood,
Illinois.
Fahmi I. (2014). Manajemen Risiko. Penerbit Alfabeta:
Bandung.
Hadi SP. (2014). Bunga Rampai Manajemen
Lingkungan. Thofa Media.
Hickman, R, & Silva, MA. (1984). Creating Excellence,
Managing Corporate Culture, Strategy and Change
in the New Age. Newerican Library.
Indrawiwijaya, A I. (1989). Perilaku Organisasi.
Penerbit Sinar Baru: Bandung.
Kotler, P. (1992). Marketing Management. Northwestern
University, Evanston, Illinois.
Kementerian Koordinator Perekonomian. (2011).
Master Plan Perluasan dan Pembangunan
Ekonomi Indonesia.
Marius, PA. (2002). Dasar-dasar Pemasaran. Edisi Ke
dua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Mukarom Z, Laksana MW. (2015). Manajemen
Pelayanan Publik. CV Pustaka Setia.
Naisbitt J, Aburdene, P. (1990). Megatrends 2000,
Sepuluh Arah Baru untuk Tahun 1990-an.
Binarupa Aksara: Jakarta,
Newman, WH, Warren, E. Kirby, Mc Gill, AR. (1987).
The Process of Management: Strategy, Action and
Results. Prentice Hall International Editions.
Osborne, D, Gaebler, T. (1992). Reinventing
government: How the entrepreneurial spirit is
transforming the public sector. Reading, MA, A
Plume Book.
Rusdiana, HA, Ghaeni A. (2014). Asas- asas Manajemen
Berwawasan Global. CV Pustaka Setia: Bandung.
Sagir, S. (2009). Kapita Selekta Ekonomi Indonesia.
Kencana Prenada Madia Group: Jakarta
Salim, E. (1995). Menanggapi Tantangan Global.
Salim, E. (1990). Pembangunan Berwawasan
Lingkungan. LP3ES.
Sastrodiningrat, S. (1990). Management excellence:
Managing organizational culture and strategy.
Yureka, Lembaga Pendidikan dan Ketrampilan,
Jakarta.
Seputra Y E A. (2014). Manajemen dan Perilaku
Organisasi. Graha Ilmu.
Soelistijo, U W. (2003). Ekonomi regional dan model
penerapannya: Pengembangan sumber daya
mineral dan energi dalam rangka ekonomi daerah
di Indonesia. Puslibang teMIRA, Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral.
Soelistijo, UW. (2015). Manajemen Industri
Pertambangan. Bahan Kuliah, Jurusan Teknik
Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam
Bandung.
Soelistijo, UW. (2013). The Impact of CSR in Indonesia:
Of the Case of the General Mining Industries.
Indonesian Mining Journal, vol.16, number 2,
June 2013).
Soelistijo, UW. (2013). Beberapa Indikator Nilai
Tambah Ekonomi Indonesia: Sektor Energi dan
Sumber Daya. Jurnal Teknologi Mineral dan
Batubara, ISSN 1979-6560, Vol. 9 No. 1, Januari
2013, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara”.
Soelistijo UW, Sembodo H. (2014). ”Analisis Program
Pengembangan Masyarakat dari PLTP Darajat
PT Chevron di Kabupaten Garut – Jawa Barat
Disajikan pada Seminar SNIRT Fakultas Teknik
– Universitas 17 Agustus1945 (UNTAG) Cirebon
18 Oktober 2014.
Soelistijo UW, Mili MZ, (2015). ” Controlling and Curb
of Development: The Case of National Management
of Indonesia Mineral Resources.” Social Sciences
2015; 4(1): 5-22 Published online February 12,
2015 (http://www. sciencepublishinggroup.com/j/
ss)doi: 10.11648/j.ss.20150401.12 ISSN: 23269863 (Print); ISSN: 2326-988X (Online).
Soelistijo UW, Mili, ZM. (2014). Current Condition
of Environmental Law and Its Implementation
Regulations in Indonesia: Future and Challenging
Matters in the Case of General Mining Development.
Journal of Biological Pharmaceutical And Chemical
Research, 2014, 1 (1):60-95. (http://www.jobpcr.
com/arhcive.php)
Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo]
49
Soelistijo UW, Aswandi LO, Mili MZ. (2014). Dynamic
Conditions of Global and Indonesia Climate
Change: Efforts and Policies. International Journal
of Environmental Monitoring and Protection 2014;
1(2): 35-46 Published online July 20, 2014 (http://
www.openscienceonline.com/journal/ijemp)
Soelistijo UW. (2013). Political Economy of Resources
and its Development: The Case of Indonesia.
American Journal of Business, Economics and
Management 2013; 1(1): 16-24 Published
online December 30, 2013 (http://www.
openscienceonline.com/journal/ajbem).
Soelistijo UW. (2013). The Influence of Geopolitics
and Strategical Factors Upon the Development
of Natural and Human Resources in Indonesia.
Social Sciences 2013; 2(6): 200-211 Published
online November 10, 2013 (http://www.
sciencepublishinggroup.com/j/ss) doi: 10.11648/j.
ss.20130206.15.
Soemarwoto, O. (1985). Ekologi, Lingkungan Hidup
dan Pembangunan. Penerbit Djambatan.
Sumarsan T. (2013). Management Controlling. Edisi 2,
PT Indeks: Jakarta.
Suparmoko, M.(1989). Ekonomi Sumber Daya Alam
dan Lingkungan. Pusat antar Universitas. Studi
Ekonomi. UGM: Yogyakarta
50
TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50
Supranto J. (2013). Riset Organisasi untuk Pengambilan
Keputusan. Edisi 3,PT Raja Grafika Persada:
Depok.
Suwendra, IW. (2014). Manajemen Kualitas Total.
Penerbit Graha Ilmu.
Swasono, SE. (1995). Mewaspadai Pasar Bebas dalam
Globalisasi. Media Indonesia.
Taylor BW. (2013). Sains Manajemen. PT Saleha
Empat: Jakarta Selatan.
Terry, G R. (1954). Principles of Management, Richard
D Irwin, Inc., Homewood: Illinois
Tjiptono F. (2012). Service Management. Edisi 2,
Penerbit Andi Offset: Yogyakarta.
Walsh C. (2006). Key Management Ratios. Edisi 4,
Penerbit Esensi Erlangga Group: Jakarta
Wibowo. (2013). Perilaku dalam Organisasi. Penerbit
Raja Grafika Persada: Depok.
Wibowo. (2013). Budaya Organisasi. Penerbit Rajawali
Pers.
Winardi J. (2005). Management of Change. Penerbit
Kencana Prenada Media Group.
Zainun, H B. (1989). Pembinaan dan Pengendalian
Sumber Daya Manusia dalam Memantapkan
Disiplin Pembangunan. Sespanas LAN: Jakarta.
Daftar Nama Mitra Bestari
SEBAGAI PENELAAH AHLI
JANUARI - JUNI 2016
1. Dr. Ir. Dicky Muslim (Pertambangan/Eksplorasi Batubara/Teknik Geologi, Universitas
Padjajaran)
2. Prof. I.G. Ngurah Ardha, M.Met. (Pengolahan Mineral, Puslitbang tekMIRA)
3. Dr. phil. nat. Sri Widodo S.T., M.T. (Eksplorasi Batubara, Universitas Hasanuddin)
4. Dr. Asropi, SIP., M.Si. (Metodologi Penelitian/Administrasi Publik/Kebijakan
Publik/Manajemen Stratejik Sektor Publik, STIA LAN)
5. Dr. Santoso Tri Raharjo (Metodologi Penelitian, Universitas Padjajaran)
6. Ir. Rachmat Saleh, M.T. (Geologi/Rekayasa Pertambangan)
7. Dr. Julian Ambassadur Shidiq (Teknik Geologi/Teknik Perminyakan/Hidrogeologi
Panas Bumi, Sekretariat Badan Diklat ESDM)
8. Prof. Dr. Datin Fatia Umar, M.T (Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara, Puslitbang Tekmira)
Redaksi publikasi Teknologi Mineral dan Batubara menyampaikan penghargaan
setinggi-tingginya dan terima kasih sebesar-besarnya kepada para Mitra Bestari tersebut
atas bantuan yang telah diberikan.
Daftar Nama Mitra Bestari
I
PEDOMAN BAGI PENULIS
UMUM
1. Naskah berupa artikel hasil penelitian mengenai kediklatan bidang mineral dan batubara,
bidang manajerial, fungsional, dan terstruktur.
2. Naskah dikirim ke Pemimpin Redaksi Publikasi Teknologi Mineral dan Batubara, Jl. Jend.
Sudirman No. 623 Bandung 40211 dalam bentuk hardcopy dan softcopy. Naskah dapat
juga dikirim ke alamat email: [email protected]
3. Naskah merupakan karya asli dan belum pernah diterbitkan dalam publikasi lain.
4. Ditulis dalam bahasa Indonesia ataupun Inggris yang baik dan benar.
5. Redaksi akan melakukan seleksi dan memberitahukan ke penulis bila naskah sudah
diterima. Redaksi berhak melakukan penyuntingan dan pengoreksian selama tidak mengubah substansi/isi dari naskah. Bila terjadi perubahan cukup banyak, maka redaksi akan
meminta persetujuan dari penulis.
6. Redaksi berhak menolak naskah yang kurang memenuhi syarat.
7. Naskah yang diterbitkan akan diberikan imbalan dan menjadi hak milik Publikasi
Teknologi Mineral dan Batubara.
NASKAH
1. Naskah diketik dalam kertas ukuran A4 menggunakan MS Word dengan huruf Times
New Roman, Font-12, spasi ganda dengan lebar margin kanan dan atas 3 cm serta kiri
dan bawah 2 cm. Setiap halaman diberi nomor halaman secara berurutan. Jumlah halaman antara 10-20 halaman termasuk tabel dan gambar.
2. Naskah disusun dengan urutan:
a. Judul, harus mencerminkan inti dari isi suatu tulisan, bersifat spesifik, efektif, dan
tidak terlalu panjang berkisar antara 10–15 kata. Judul sebaiknya diketik dengan huruf
kapital tebal, font 14, dan ditampilkan dalam bentuk dwibahasa, bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris.
b. Nama penulis adalah nama asli, bukan nama samaran. Nama penulis ditulis secara
lengkap di bawah judul tanpa menyebutkan gelar. Di bawahnya diikuti nama lembaga
tempat penulis bekerja yang ditulis lengkap beserta nama organisasi, alamat, nomor
telepon, dan faksimil, serta alamat e-mail (bila ada). Jika penulis terdiri lebih dari
satu orang dengan alamat yang sama, maka pencantuman satu alamat telah dianggap cukup untuk mewakili alamat penulis lainnya. Diketik pada halaman pertama
di bawah judul naskah.
c. Abstrak merupakan ringkasan yang utuh dan lengkap yang menggambarkan esensi isi
keseluruhan tulisan. Abstrak ditulis dalam satu atau dua paragraf (paling banyak 150
II
Pedoman Bagi Penulis
kata dalam bahasa Inggris dan 250 kata dalam bahasa Indonesia) dan ditampilkan
dalam bentuk dwibahasa, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris serta diketik dengan
ukuran font: 11. Abstrak bukanlah penggabungan dari beberapa paragraf.
d. Kata kunci dapat berupa kata tunggal dan kata majemuk terdiri dari 4 (empat) sampai
6 (enam) kata ditulis di bawah Abstrak. Jika abstrak ditulis huruf tegak, maka kata
kunci (keywords) huruf miring atau sebaliknya. Semua kata kunci ditulis dengan
huruf kecil (kecuali nama tempat) serta tidak diakhiri dengan titik. Contoh penulisan
kata kunci (keywords) sebagai berikut:
1) Jika abstract ditulis dalam huruf tegak:
Keywords: cooling, fission track, granitic pluton, Sulawesi
2) Jika abstrak ditulis dalam huruf miring:
Kata kunci: pendinginan, jejak belah, pluton granit, Sulawesi
e. Abstrak, kata kunci, dan daftar pustaka ditulis menggunakan ukuran huruf yang
berbeda/lebih kecil dibandingkan tubuh artikel.
3. Format penyusunan naskah adalah sebagai berikut:
a.Pendahuluan
Pendahuluan memuat latar belakang penelitian secara ringkas, padat, dan jelas, serta
memuat tujuan.
b.Metodologi
Metode penelitian merupakan prosedur dan teknik penelitian. Metodologi harus
diuraikan dengan jelas, dan bukan hasil mengopi dari penelitian lain. Bagian ini
bisa dibagi menjadi beberapa subbab, tetapi tidak perlu mencantumkan penomorannya.
c.Hasil
Bagian ini merupakan bagian utama artikel ilmiah. Memuat hasil penelitian, tepatnya hasil analisis data. Hasil yang disajikan adalah hasil bersih. Penyampaian hasil
penelitian dapat dibantu dengan penggunaan tabel dan grafik. Tabel atau grafik
harus diberi komentar atau dibahas dalam tubuh artikel. Pembahasan tidak harus
dilakukan per tabel atau grafik. Tabel atau grafik digunakan untuk memperjelas
penyajian hasil secara verbal. Penyajian hasil yang cukup panjang dapat dibagi
dalam beberapa subbagian. Apabila hasil yang disajikan cukup panjang, penyajian
harus dilakukan dengan memilah-milah menjadi subbagian-subbagian sesuai dengan
penjabaran masalah penelitian. Apabila bagian ini pendek bisa digabung dengan
bagian pembahasan
d.Pembahasan
Bagian ini memuat data (dalam bentuk ringkas), analisis data dan interpretasi terhadap hasil. Pembahasan dilakukan dengan mengkaitkan studi empiris atau teori
untuk interpretasi. Jika dilihat dari proporsi tulisan, bagian ini harusnya mengambil
proporsi terbanyak, bisa mencapai 50% atau lebih. Bagian ini bisa dibagi menjadi
beberapa subbab, tetapi tidak perlu mencantumkan penomorannya.
e. Kesimpulan
Kesimpulan harus ditampilkan dalam bentuk naratif secara lugas dan menjawab
permasalahan. Kesimpulan juga harus menjawab tujuan, bukan mengulang teori,
Pedoman Bagi Penulis
III
berarti menyatakan hasil penelitian secara ringkas (tapi bukan ringkasan pembahasan)
f. Ucapan terima kasih (jika ada)
g. Daftar pustaka.
Bagian ini hanya memuat referensi yang benar-benar dirujuk; dengan demikian,
referensi yang dimasukkan pada bagian ini akan ditemukan tertulis pada bagianbagian sebelumnya (contoh dan aturan penulisan daftar pustaka di pembahasan
berikutnya).
4. Teks harus tercetak dengan jelas, gambar dan foto harus asli. Gambar dan tabel diberi
nomor Arab dengan judul yang jelas serta ditunjukkan mengenai penempatan gambar
dan tabel tersebut dalam naskah tulisan. Foto harus jelas dan siap untuk dicetak (tidak
dalam bentuk negatif film). Peta maksimum ukuran A4 dan harus memakai skala. Semua
huruf dalam peta harus jelas dan bila ukuran peta harus diperkecil, tinggi huruf pada
peta tersebut tidak kurang dari 1,5 mm. Apabila gambar , foto, dan tabel berasal dari
sumber lain, hendaknya mencantumkan sumber tersebut di daftar pustaka, dengan aturan
penulisan (nama_belakang, tahun), contoh: (Faisal, 2015).
5. Naskah yang dilengkapi dengan gambar objek pendukung seperti foto, gambar peta,
tabel, dll. wajib mencantumkan sumbernya.
6. Kata atau istilah dalam Bahasa Inggris dan bahasa asing dicetak miring. Jika diperlukan
dapat menggunakan penulisan simbol α, β, π dan lain-lain tanpa mengubah jenis huruf.
PENULISAN DAFTAR PUSTAKA
Semua sumber yang dijadikan acuan oleh penulis disajikan dalam bentuk daftar pustaka.
Daftar pustaka ditulis secara alfabetis dengan APA (American Psychological Association) Style.
Berikut aturan dan contoh penulisan daftar pustaka sesuai dengan APA Style:
1. Penulisan nama pengarang adalah: nama pengarang terakhir atau nama keluarga, nama
depan (huruf depannya saja dengan huruf besar), nama tengah (huruf depannya saja
dengan huruf besar). Misalnya namanya Fajriyyah Saty Nasution, maka ditulis: Nasution,
F.S.
2. Jika tidak terdapat tahun terbit maka ditulis: n.d.
3. Penulisan untuk buku adalah: nama pengarang. (tahun terbit). Judul buku. Kota terbit:
Nama penerbit. Contohnya sebagai berikut:
a. Satu orang penulis:
Abdurrohman. (2003). Arti strategis sumber daya mineral dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Bandung: Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.
b. Dua orang penulis:
Meyer, E., & Smith, L. Z. (1987). The practical tutor. New York: Oxford University
Press.
c. Tiga, empat, lima, atau enam orang penulis:
Broom, L., Philip S., & Daroch, D.B. (1981). Sociology. New York: Harper & Row.
d. Tujuh orang penulis atau lebih:
Phipps, W. J., et al. (1995). Medical surgical nursing (5th ed.). St. Louis, MO: Mosby.
IV
Pedoman Bagi Penulis
4. Penulisan untuk artikel majalah/buletin/jurnal/publikasi ilmiah adalah: nama pengarang.
(tanggal terbit). Judul artikel. Judul jurnal/majalah/buletin/publikasi ilmiah, Nomor volume, halaman artikel (ditulis p.). Contohnya sebagai berikut:
Basarab, D.J. (1990, October). Calculating the return on training investment. Journal of
Evaluation Practice. 11 (167), p. 177-185.
Tuchman, B.W. (1980, November 2) The Decline of quality. New York Times Magazine.
p. 38-57.
5. Penulisan untuk artikel surat kabar adalah: nama pengarang. (tahun, bulan tanggal terbit).
Judul artikel. Judul surat kabar, halaman artikel. Contohnya sebagai berikut:
Alwasilah, Chaedar A. (2007, Januari 13). Tujuh ayat modernisasi pendidikan. Pikiran
Rakyat, p. 24, kolom 3-5.
6. Penulisan untuk artikel ilmiah yang dipresentasikan pada pertemuan ilmiah atau diterbitkan dalam prosiding.
Penulisan untuk artikel ilmiah yang dipresentasikan pada pertemuan ilmiah adalah:
nama pengarang. (tahun terbit atau tahun, tanggal terbit). Judul artikel. Paper presented
at the (Bahasa Inggris) atau Makalah dipresentasikan pada nama pertemuan ilmiah, Kota,
Negara (apabila bukan di negara Indonesia). Contohnya sebagai berikut:
Bonita, R. (2000, Mei 8-10). Organisasi Kesehatan Dunia mandat untuk wanita dan penyakit jantung. Makalah dipresentasikan pada Konferensi Internasional tentang Perempuan,
Penyakit Jantung dan Stroke, Victoria, Kanada.
Zawawi Ibrahim (1993, September). Regional development in rural Malaysia and the
‘tribal question’. Paper presented at the Kolokium sehari warga pribumi menghadapi
cabaran pembangunan, Bangi, Selangor.
Penulisan untuk makalah pertemuan ilmiah yang telah diterbitkan pada prosiding, maka
susunannya adalah: nama pengarang. (tahun terbit). Judul artikel. In (Bahasa Inggris) atau
Dalam Nama belakang editor (Ed.), Judul prosiding, Jika ada sebutkan: (halaman artikel).
Jika ada sebutkan: Tempat terbit: Penerbit. Contohnya sebagai berikut:
Borgman, C. L., Bower, J., & Krieger, D. (1989). From hands-on science to hands-on
information retrieval. In J. Katzer, & G. B. Newby (Eds.), Proceedings of the 52nd ASIS
annual meeting: Vol. 26. Managing information and technology (p. 96–100). Medford,
NJ: Learned Information.
7. Penulisan untuk artikel online adalah: nama pengarang. (tahun terbit). Judul artikel.
(Tanggal diunduh [temu kembali informasi]), sumber dari internet (Bahasa Indonesia:
dari, Bahasa Inggris: from). Contohnya sebagai berikut:
Chicago, J. (n.d.). Through the flower homepage. (Retrieved May 6, 2004), from http://
www.hewett. norfolk.sch.uk/CURRIC/soc/ethno/intro.htm.
Contoh lain yaitu karya tulis ilmiah dalam pelatihan yang dimuat secara online:
Zulkarnain. (2012, Januari 16). Menghindari perangkap plagiarisme dalam menghasilkan
karya tulis ilmiah. Dalam Pelatihan penulisan artikel ilmiah. Jambi: Lembaga Penelitian
Universitas Jambi. (Diakses Juni 24, 2014), dari https://johannessimatupang.files.wordpress.
com%2F2014%2F04 %2 Fmenulis-artikel-tanpa-plagiat-zulkarnaen-november-2012.
8. Penulisan untuk publikasi ilmiah suatu badan korporasi atau instansi adalah: nama badan
korporasi atau instansi. (tahun terbit). Judul publikasi. Kota terbit: Nama penerbit (Jika
Pedoman Bagi Penulis
V
nama penerbit sama dengan nama badan korporasi, maka nama tersebut dapat disingkat
dengan singkatan yang telah dikenal). Contohnya sebagai berikut:
Biro Pusat Statistik. (1993). Struktur ongkos usaha tani padi dan palawija 1990. Jakarta:
BPS.
9. Apabila publikasi tidak ada nama pengarangnya, maka susunannya adalah: Judul artikel.
(tahun terbit). Urutan berikutnya tergantung publikasinya, jika buku maka seperti urutan
buku, jika majalah seperti majalah, dan sebagainya. Contohnya sebagai berikut:
Annual smoking attributable mortality, years of potential life lost and economic costs:
United States 1995-1999. (2002). Morbidity and Mortality Weekly Report, 51, p. 300303.
10. Penulisan untuk tugas akhir/skripsi/tesis/disertasi adalah: nama pengarang. (tahun terbit).
Judul tugas akhir/skripsi/tesis/disertasi. Jika tidak dipublikasikan, maka sebutkan: master
tesis/disertasi tidak dipublikasikan, Nama universitas, Kota, Negara. Contohnya sebagai
berikut:
Grayson, S. J. (2001). Perawatan pengelolaan program demam rematik profilaksis
sekunder. Tesis master yang tidak dipublikasikan, University of Auckland, Auckland,
Selandia Baru.
Borgman, C. L., Bower, J., & Krieger, D. (1989). From hands-on science to hands-on
informationretrieval. In J. Katzer, & G. B. Newby (Eds.), Proceedings of the 52nd ASIS
annual meeting:Vol. 26. Managing information and technology (p. 96–100). Medford,
NJ: Learned Information.

VI


Pedoman Bagi Penulis
Download