Vol.10 No. 1 - Juni 2016 TMB ISSN 1978 - 2934 PUBLIKASI TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA TMB diterbitkan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara, Badan Diklat Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral setiap bulan Juni dan Desember. TMB menerima naskah ilmiah dalam bentuk hasil penelitian mengenai kediklatan bidang mineral dan batubara, bidang manajerial, fungsional, dan terstruktur, serta penelitian dan pengembangan bidang pertambangan, mineral dan batubara. Terbitan ini disebarluaskan ke instansi di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan instansi terkait lainnya. Alamat Redaksi: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211 Telp: (022) 6076756; (022) 6038295 Ext. 115 dan 107 Fax. (022) 6035506 Website: http//www.pusdiklatminerba.esdm.go.id E-mail:[email protected] TIM REDAKSI PENANGGUNG JAWAB Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara PEMIMPIN REDAKSI Kepala Bidang Program dan Kerjasama WAKIL PEMIMPIN REDAKSI Kepala Sub Bidang Kerjasama dan Informasi REDAKTUR PELAKSANA Agus Sukarji, S.T. REDAKTUR Tri Handajani, S.Sos., M.Si. Ibrahim Priyana Hardjawidjaksana, S.T., M.Sc. Irmayanti, S.E. Junianita Puspitasari, S.Kom. STAF REDAKSI 1. Arief Eka Putra, S.T. 2. Utami Adha 3. Adil Samana 4. Asep Rohmat, S.Sos 5. Suherdi 6. Dedi Romayandi, A.Md. PENYUNTING 1. Asep Bahtiar Purnama, S.T., M.T. (Geologi/Pertambangan, Puslitbang tekMIRA) 2. Wahyu Agus Setiawan, S.T., M.I.L. (Kimia Mineral dan Lingkungan, Puslitbang tekMIRA) 3. Ir. Tatang Wahyudi, M.Sc. (Mineralogi Proses, Puslitbang tekMIRA) 4. Prof. Ir. Husaini, M.Sc. (Pemrosesan Mineral, Puslitbang tekMIRA) 5. Dra. Ria Utami, M.Pd. (Pendidikan Bahasa Inggris, STBA YAPARI – ABA) 6. Mahmud Fasya, S.Pd., M.A. (Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Pendidikan Indonesia) 7. Ir. Andi Ilham Samanlangi, S.T., M.T., IPP. (Eksplorasi dan Tambang Umum, Universitas Veteran RI Makassar) 8. Dr. Maran Gultom, S.T., M.Si. (Teknik Geologi/Teknik Pertambangan Mineral dan Batubara, STEM Akamigas) 9. Asep Rohman, S.T., M.T. (Teknik Geologi/Program Studi Pengembangan Kurikulum, Pusdiklat Geologi) 10. Ir. Eka Tofani Putranto (Geofisika, Pusdiklat Geologi) 11. Ir. Muhammad Rum Budi Susilo, M.T. (Geologi/Pertambangan, Pusdiklat Geologi) 12. Dra. Adiarti Budi Kartini, S.S. (Bahasa, Sastra, dan Sejarah, STBA YAPARI – ABA) 13. Mumu Munawar, S.S. (Bahasa Indonesia, Penerbitan) 14. Desi Purnama Sari, S.S. (Bahasa Inggris, Professional English Course dan ITHB) 15. Uun Bisri, S.S. (Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris) MITRA BESTARI 1. Dr. Ir. Dicky Muslim (Pertambangan/Eksplorasi Batubara/Teknik Geologi, Universitas Padjajaran) 2. Prof. I.G. Ngurah Ardha, M.Met. (Pengolahan Mineral, Puslitbang tekMIRA) 3. Isti Siti Saleha Gandana, Ph.D (Bahasa Inggris, Universitas Pendidikan Indonesia) 4. Dr. phil. nat. Sri Widodo S.T., M.T. (Eksplorasi Batubara, Universitas Hasanuddin) 5. Dr. Asropi, SIP., M.Si. (Metodologi Penelitian/Administrasi Publik/Kebijakan Publik/ Manajemen Stratejik Sektor Publik, STIA LAN) 6. Dr. Santoso Tri Raharjo (Metodologi Penelitian, Universitas Padjajaran) 7. Ir. Rachmat Saleh, M.T. (Geologi/Rekayasa Pertambangan) 8. Dr. Julian Ambassadur Shiddiq (Teknik Geologi/Teknik Perminyakan/Hidrogeologi Panas Bumi, Sekretariat Badan Diklat ESDM) 9. Prof. Dr. Datin Fatia Umar, M.T (Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara, Puslitbang Tekmira) Vol. 10 No. 1- Juni 2016 ISSN 1978 - 2934 TMB PUBLIKASI TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA D aft a r I s i Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter Sudarmawan dan Maria Contesa...................................................................... 1 - 12 Efektifitas Metode Coaching dalam Kegiatan Pembelajaran Handoko Setiadji.......................................................................................13 - 18 Pertimbangan Teknis dan Operasional Pengadaan Alat Oxygen Breathing Apparatus (OBA) untuk Sarana Praktik Diklat Fungsional Inspektur Tambang Pertama Yudiana Hadiyat dan Leni Nurliana.................................................................. 19 - 24 Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto) Ir. Rachmat Saleh.............................................................................................. 25-32 Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya Ukar Wijaya Soelistijo................................................................................ 33 -50 Daftar Nama Mitra Bestari ................................................................................ I Pedoman Bagi Penulis...................................................................................... II Gambar Sampul: Kegiatan diklat sertifikasi juru ukur tambang di Pusdiklat Minerba Bandung TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 i Editorial Undang-undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009, telah mengintruksikan para pemegang izin usaha pertambangan diwajibkan untuk memberikan nilai tambah kepada hasil tambangnya dan secara bertahap mengurangi penjualan bahan mentah hasil tambang ke luar negeri. Dengan diterapkannya kebijakan tersebut, keuntungannya adalah terbukanya lapangan kerja baru yang akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang signifikan. Mulai dari para tenaga ahli di bidang pengolahan mineral hingga tenaga kerja pengolahan mineral (smelter). Keuntungan lainnya adalah penguasaan teknologi pengolahan mineral oleh bangsa Indonesia. Artinya, pemanfaatan dan pengolahan sumber daya alam yang lebih efisien dan berkesinambungan. Keuntungan tersebut dapat dicapai melalui kegiatan pembelajaran atau diklat untuk calon operator. Oleh sebab itu, dalam edisi ini disajikan artikel dengan judul Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter (Training Needs Analysis For Smelter Operator). Salah satu permasalahan dalam kegiatan pembelajaran atau diklat yaitu, metode pembelajaran yang kurang tepat. Metode pembelajaran yang monoton atau kurang bervariasi dapat menyebabkan peserta diklat menjadi bosan dan kurang termotivasi sehingga kegiatan pembelajaran tidak terselenggara dengan baik. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana efektifitas dan cara menerapkan metode dalam kegiatan pembelajaran. Metode coaching cukup efektif untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Efektifitas metode ini dapat disimak dalam artikel yang berjudul Efektifitas Metode Coaching dalam Kegiatan Pembelajaran. Selain hal di atas, kegiatan pembelajaran atau dikjartih yang berperanan penting adalah adanya instruktur atau widyaiswara. Penilaian kinerja widyaiswara pada lembaga pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan untuk melihat bagaimana kinerja widyaiswara dalam menjalankan semua kegiatan proses dikjartih yang ada pada lembaga diklat widyaiswara tersebut bekerja. Dalam mengevaluasi penilaian kinerja widyaiswara digunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Salah satu artikel dalam edisi ini disajikan dengan judul Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP (Studi Kasus: Widyaiswara BDTBTSawahlunto). Selanjutnya diklat fungsional inspektur tambang pertama merupakan diklat yang diperuntukkan bagi pegawai negeri sipil (PNS) yang akan menduduki jabatan fungsional inspektur tambang pada instansi pemerintah. Salah satu tugas seorang inspektur tambang adalah melakukan pengawasan/inspeksi pada fasilitas tanggap darurat dalam hal ini oxygen breathing apparatus (OBA) yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga para peserta diklat dibekali pemahaman terkait peralatan tersebut. Agar memudahkan pemahaman peserta, maka dibutuhkan suatu alat praktik OBA yang mudah untuk dioperasikan dan dilakukan perawatan. Untuk mengatasi hal tersebut maka diperlukan adanya kajian mengenai teknis dan operasional dari beberapa OBA. Untuk itu, dalam edisi ini juga disajikan artikel dengan judul Pertimbangan Teknis dan Operasional Pengadaan Alat Oxygen Breathing Apparatus (OBA) untuk Sarana Praktik Diklat Fungsional Inspektur Tambang Pertama. Manajemen sumber daya (SD) merupakan manejemen global terhadap sumber daya dari faktor produksi yang terdiri dari sumber-sumber daya kapital, manusia, alam, lingkungan, informasi, pasar, dan sumber daya yang lain serta sumber daya teknologi untuk menghasilkan output berupa barang dan jasa yang secara ekonomi akumulatif diwujudkan dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Manajemen SD sebagai salah satu fase pembangunan dalam membangun Indonesia seutuhnya. Masalah manajemen SD merupakan bagian dari masalah pembangunan di Indonesia dalam upaya pendayagunaannya. Kuantitas dan kualitas SD adalah kunci pencapaian kesejahteraan. Dengan demikian, sebagai penutup dalam edisi ini disajikan artikel yang berjudul Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya. Salam Editorial. ii TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : i - ii ANALISIS KEBUTUHAN DIKLAT BAGI OPERATOR SMELTER Training Needs Analysis For Smelter Operator Sudarmawan dan Maria Contesa Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373 Abstrak Analisis kebutuhan diklat (Training Needs Analysis) merupakan suatu rangkaian perencanaan untuk menentukan dan memenuhi kebutuhan diklat dalam suatu organisasi. Maksud dan tujuan melakukan kegiatan “Penyusunan Analisis Kebutuhan Diklat” ini adalah untuk mengetahui seberapa besar adanya gap kompetensi atau kesenjangan kemampuan yang seharusnya dimiliki dalam melaksanakan suatu bagian pekerjaan dengan kemampuan yang sebenarnya dimiliki oleh para pegawai dalam melaksanakan bagian pekerjaan sesuai tugas dan fungsi organisasi. Apakah diklat merupakan solusi yang potensial serta dapat memberi gambaran yang utuh mengenai kemampuan melaksanakan bagian pekerjaan/ kompetensi kerja karyawan/ operator pada perusahaanperusahaan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Kebutuhan diklat dan upaya non-diklat yang harus dilakukan agar operator mampu meningkatkan kemampuan melaksanakan bagian pekerjaan/ kompetensi dan kinerjanya, rekomendasi kebutuhan diklat untuk pengembangan kualitas SDM, serta kebutuhan masyarakat sekitar perusahaan untuk memiliki kemampuan sebagai operator sehingga dapat berperan aktif pada perusahaan. Kegiatan survei dan pengambilan data dilakukan di perusahaan-perusahaan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter), meliputi PT. Vale Indonesia yang berlokasi di Soroako, Sulawesi Selatan, PT. Meratus Jaya yang berlokasi di Batulicin, Kalimantan Selatan, PT. Indoferro yang berlokasi di Cilegon, Banten, serta PT. Smelting yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur. Pengambilan data kuesioner melalui survei responden dan Focus Group Discussion (FGD) hanya dilaksanakan di PT. Vale dan PT Meratus Jaya. Pengolahan data dilakukan berdasarkan alur “Top-down Analysis“ yang dimulai dari pengkajian visi misi perusahaan, tugas dan penilaian kinerja, pencapaian target dan tinjauan kemampuan melaksanakan bagian pekerjaan. Dilanjutkan dengan pengukuran “The total performance environment“ untuk menentukan apakah kegagalan dalam tugas disebabkan oleh motivasi kerja yang rendah, kondisi lingkungan yang tidak kondusif atau memang disebabkan oleh kurangnya kemampuan yang dimiliki. Jika permasalahannya terletak pada kompetensi, maka dilanjutkan dengan analisis apakah kemampuan tersebut merupakan kemampuan dalam melaksanakan bagian pekerjaan kritis yang penyelesaiannya perlu dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan. Pengukuran kemampuan bagi operator pada perusahaan-perusahaan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) yang menjadi fokus dalam kajian ini mencakup operator yang ada dalam proses plant, yaitu untuk PT. Vale Indonesia terdiri dari 12 pekerjaan dengan 121 bagian pekerjaan dan PT. Meratus Jaya terdiri dari 9 pekerjaan dengan 84 bagian pekerjaan. Analisis bagian pekerjaan dilakukan dengan menggunakan metode Difficulty, Importance, Frequency (DIF). Dalam kuesioner tersebut terdapat bagian-bagian pekerjaan yang harus dipilih oleh responden.Mana yang merupakan tugas dan fungsinya dan mana yang bukan tugas dan fungsinya. Kemudian setiap bagian pekerjaan yang dipilih harus ditentukan oleh responden tingkat kesulitan, kepentingan, dan frekuensi pelaksanaannya. Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan dengan pendekatan “Top-down Analysis“. Dimulai dari pengkajian visi misi perusahaan, pencapaian target dan tinjauan kompetensi secara umum, serta melakukan asesmen terhadap the total performance environment dan analisis melalui DIF Model untuk menentukan bagian pekerjaan/ kompetensi kritis yang penyelesaiannya harus dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan. Dalam kegiatan ini didiskusikan berbagai hal teknis yang berhubungan dengan data hasil AKD yang telah diolah. Kemudian dikaitkan dengan persiapan penyusunan kurikulum untuk pembekalan bagi masyarakat sekitar perusahaan smelter agar mampu bekerja sebagai operator pada perusahaan tersebut. Kata kunci: analisis kebutuhan diklat (training needs analysis), smelter, DIF (difficulty, importance, frequency), total performance environment. Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa] 1 Abstract Training Needs Analysis is a set of plans to determine and fulfil training needs in an organization. The aim and objective of conducting this “Training Needs Analysis” are to find how large the competency gap is, or proficiency difference that is acquired by employees in executing the task based on organization’s duty and function. To find whether training is a potential solution or not, also, whether this method is able to give a complete picture about the ability of employees in doing their job in smelter or not. To find the need of training and the non-training effort that should be done to improve their abilities, and training needs recommendation to develop human resources quality. And the last one is, to find society’s needs to obtain this ability to make them actively involved in the company. Survey and data sampling is done in smelter companies, they are PT. Vale Indonesia in Soroako, South Celebes, PT. Meratus Jaya in Batulicin, South Borneo, PT. Indoferro in Cilegon, Banten, and PT. Smelting in Gresik, East Java. Questioner data through respondent survey and Focus Group Discussion (FGD) is only conducted at PT. Vale and PT Meratus Jaya. Data processing is done using “Top-down Analysis“flowchart. It is started from company’s vision and mission analysis, duty and performance appraisal, target attainment and the competency in handling the duty. The process is Continued by the assessment of “The total performance environment “to decide whether the failure is caused by low working motivation, unconducive working environment, or low competency. If the problem lies on competency, so, the process will be continued by another analysis to decide whether training is needed or not. Ability measurement for operator that becomes the focus in this research covers the operators in plant division for PT. Vale Indonesia. It consists of 12 work and 121 work parts. And PT. Meratus Jaya consists of 9 works and 84 work parts. The analysis of work parts is done by using Difficulty, Importance, and Frequency (DIF) method. In the questionnaire, there are work parts that should be chosen by respondent. After that, any work part that has been chosen should be graded based on level of difficulty, and the importance and performance frequency. Data process is done by “Top-down Analysis“. It is started from company’s vision and mission analysis, target attainment, and general competency observation. Assessment is also done to the total performance environment and DIF Model analysis to determine work parts/ critical competency that should be overcame by training. In this activity, it is discussed many technical things that are related to AKD that has been processed, and then, it is linked to curriculum arrangement that will be given to society around smelter, so they will be able to work as operator in that company. Keywords: training needs analysis, smelter, DIF (difficulty, importance, frequency), total performance environment. PENDAHULUAN Latar Belakang Sumber daya manusia (SDM) merupakan aset organisasi yang semakin disadari peranan pentingnya terhadap kelancaran jalannya organisasi dalam mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Permasalahannya masih terdapat berbagai kendala yang dihadapi banyak organisasi. Seperti masih sering munculnya keluhan akan keberadaan SDM yang tidak kompeten dalam menjalankan tugas dan fungsi jabatan yang diembannya. 2 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12 Berbagai cara dapat dilakukan untuk mewujudkan keberadaan SDM yang memiliki kualifikasi sesuai dengan tugas dan fungsi yang diberikan kepadanya. Langkah pertama terletak pada sistem rekruitmen dan seleksi yang diterapkan. Selanjutnya sistem penempatan yang sesuai dengan “the right man in the right position”. Bila dua langkah tersebut dapat dilakukan dengan benar, umumnya permasalahan selanjutnya yang akan timbul adalah munculnya berbagai perubahan. Baik perubahan secara internal maupun eksternal organisasi yang membutuhkan berbagai kebijakan dan program-program agar organisasi dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi. Program pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu kegiatan di organisasi yang bertujuan untuk meminimalisasi terjadinya kesenjangan (gap) antara kompetensi yang ada saat ini dengan kompetensi yang seharusnya dimiliki. Sebagai akibat terjadinya berbagai perubahan-perubahan baik eksternal maupun internal. Sehingga akhir-akhir ini, posisi diklat menjadi semakin penting dan strategis sebagai alat dalam meningkatkan kinerja SDM. Salah satu kendala utama yang dihadapi oleh banyak organisasi baik pemerintah maupun swasta yaitu, tahap analisis kebutuhan diklat atau training need analysis (TNA). Diklat yang tidak didasari dengan training need analysis (TNA) yang benar, akan mengakibatkan berbagai pemborosan di dalam organisasi. Maksud dan Tujuan Maksud melakukan kegiatan penyusunan analisis kebutuhan diklat ini adalah untuk mengetahui seberapa besar adanya gap kompetensi atau kesenjangan kemampuan yang seharusnya dimiliki dalam melaksanakan suatu bagian pekerjaan dengan kemampuan yang sebenarnya dimiliki oleh para pegawai dalam melaksanakan bagian pekerjaan sesuai tugas dan fungsi organisasi. Serta apakah diklat merupakan solusi yang potensial untuk meningkatkan kinerja SDM tersebut. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai hal-hal berikut ini. a. K e m a m p u a n m e l a k s a n a k a n b a g i a n pekerjaan/ kompetensi kerja karyawan/ operator pada perusahaan-perusahaan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). b. Kebutuhan diklat dan upaya non-diklat yang harus dilakukan agar operator mampu meningkatkan kemampuan melaksanakan bagian pekerjaan/ kompetensi dan kinerjanya. c. Rekomendasi kebutuhan diklat untuk pengembangan kualitas SDM operator pada perusahaan-perusahaan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). d. Kebutuhan masyarakat sekitar perusahaan agar memiliki kemampuan sebagai operator sehingga dapat berperan aktif pada perusahaan-perusahaan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Lokasi Kegiatan Kegiatan pengambilan data dilakukan pada PT. Vale Indonesia yang berlokasi di Soroako, Sulawesi Selatan, PT. Meratus Jaya yang berlokasi di Batulicin, Kalimantan Selatan, PT. Smelting yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur dan PT. Indoferro yang berlokasi di Cilegon, Banten. Data yang dapat diolah hanya dua perusahaan PT. Vale Indonesia dan PT. Meratus Jaya, dua perusahaan yang lain tidak bersedia untuk dilakukan pengambilan kuesioner, hanya dilakukan pengamatan langsung ke lapangan. METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan Untuk melakukan Analisis Kebutuhan Diklat ini digunakan pendekatan survei dan interview serta Focus Group Discussion, yaitu menganalisis bagian pekerjaan/ kompetensi yang harus dilakukan dalam suatu jabatan dan melihat permasalahan kinerja di lapangan dan diklat yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Populasi Sasaran Kelompok sasaran dalam pekerjaan analisis kebutuhan pelatihan ini adalah operator dan group leader (supervisor) pada perusahaanperusahaan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa] 3 Sampel Sampel dalam pekerjaan ini adalah operator dan group leader/ supervisor pada PT. Vale dan PT. Meratus Jaya yang berjumlah 52 orang. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data menggunakan metode survei, interview dan Focus Group Discussion (FGD). Analisis data Data dianalisis secara kualitatif dengan cara menganalisis setiap kuesioner yang dikumpulkan kembali. Hal ini dilakukan karena setiap kuesioner berisi data yang berbeda jenisnya. Data tersebut bersama-sama dengan data hasil FGD akan dipergunakan untuk melihat apakah permasalahan kinerja yang dirasakan sepenuhnya masalah skill dan knowledge atau karena masalah lain, menyusun kebutuhan diklat di masa mendatang, serta kompetensi yang perlu dan tidak perlu dilatihkan. HASIL PENGOLAHAN DATA Pengolahan data dilakukan berdasarkan alur “Top-down Analysis“ yang dimulai dari pengkajian visi misi perusahaan, tugas, dan penilaian kinerja, pencapaian target dan tinjauan kemampuan melaksanakan bagian pekerjaan, dilanjutkan dengan pengukuran “The total performance environment“ untuk menentukan apakah kegagalan dalam tugas disebabkan oleh motivasi kerja yang rendah, kondisi lingkungan yang tidak kondusif, atau memang disebabkan oleh kurangnya kemampuan yang dimiliki. Visi Misi Perusahaan dan Penilaian Kinerja Data-data hasil pengisian responden berkaitan dengan visi misi perusahaan sebagai berikut (lihat tabel 1). Tabel 1. Rekapitulasi pengisian kuesioner responden terkait visi misi perusahaan dan penilaian kinerja PERTANYAAN Apakah visi misi perusahaan cukup jelas bagi anda? PERUSAHAAN PERSENTASE Ya Tidak Kosong Total Ya Tidak Kosong PT. Vale 8 0 0 8 100,00 0,00 0,00 PT. Meratus Jaya 8 1 0 9 88,89 11,11 0,00 Total 16 1 0 17 94,12 5,88 0,00 8 0 0 8 100,00 0,00 0,00 6 3 0 9 66,67 33,33 0,00 14 3 0 17 82,35 17,65 0,00 8 0 0 8 100,00 0,00 0,00 7 2 0 9 77,78 22,22 0,00 15 2 0 17 88,24 11,76 0,00 7 1 0 8 87,50 12,50 0,00 3 6 0 9 33,33 66,67 0,00 10 7 0 17 58,82 41,18 0,00 Apakah visi misi PT. Vale tersebut anda PT. Meratus Jaya komunikasikan kepada bawahan Total anda? Apakah menurut PT. Vale anda bawahan PT. Meratus Jaya anda memahami visi misi Total tersebut? Apakah menurut PT. Vale anda visi PT. Meratus Jaya perusahaan telah tercapai? Total 4 PILIHAN JAWABAN TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12 PERTANYAAN PERUSAHAAN PILIHAN JAWABAN PERSENTASE Ya Tidak Kosong Total Ya Tidak Kosong Perlukah visi misi tersebut diperbaharui? PT. Vale 1 7 0 8 12,50 87,50 0,00 PT. Meratus Jaya 4 5 0 9 44,44 55,56 0,00 5 12 0 17 29,41 70,59 0,00 Adakah kegagalan tugas diunit anda? PT. Vale 1 7 0 8 12,50 87,50 0,00 PT. Meratus Jaya 4 5 0 9 44,44 55,56 0,00 5 12 0 17 29,41 70,59 0,00 Adakah tugas yang tidak terselesaikan sesuai dengan standarnya? PT. Vale 1 7 0 8 12,50 87,50 0,00 PT. Meratus Jaya 1 8 0 9 11,11 88,89 0,00 2 15 0 17 11,76 88,24 0,00 Apakah anda menilai kinerja bawahan anda? PT. Vale 7 0 1 8 87,50 0,00 12,50 PT. Meratus Jaya 9 0 0 9 100,00 0,00 0,00 16 0 1 17 94,12 0,00 5,88 Apakah penilaian kinerja tersebut mempengaruhi pendapatan bawahan Anda? PT. Vale 6 1 1 8 75,00 12,50 12,50 PT. Meratus Jaya 5 4 0 9 55,56 44,44 0,00 11 5 1 17 64,71 29,41 5,88 Apakah penilaian kinerja tersebut mempengaruhi karir bawahan Anda? PT. Vale 7 0 1 8 87,50 0,00 12,50 PT. Meratus Jaya 7 2 0 9 77,78 22,22 0,00 14 2 1 17 82,35 11,76 5,88 Apakah mereka telah dibekali keahlian sebelum bekerja? PT. Vale 7 0 1 8 87,50 0,00 12,50 PT. Meratus Jaya 7 2 0 9 77,78 22,22 0,00 14 2 1 17 82,35 11,76 5,88 Apakah mereka cukup terampil melakukan pekerjaan? PT. Vale 7 0 1 8 87,50 0,00 12,50 PT. Meratus Jaya 9 0 0 9 100,00 0,00 0,00 16 0 1 17 94,12 0,00 5,88 Adakah kegagalan tugas/ tugas yang tidak terselesaikan sesuai dengan standar, disebabkan oleh kurangnya keahlian mereka? PT. Vale 2 5 1 8 25,00 62,50 12,50 PT. Meratus Jaya 2 7 0 9 22,22 78,78 0,00 4 12 1 17 23,53 70,59 5,88 Total Total Total Total Total Total Total Total Total Pencapaian Target Kerja dan Tinjauan Kompetensi Secara Umum Kajian untuk pencapaian target kerja diarahkan untuk mengetahui apakah terdapat kegagalan dalam unit kerja dan apakah terdapat kemungkinan kegagalan tersebut disebabkan oleh kompetensi pegawainya. Berdasarkan data yang diperoleh dapat disajikan pada tabel-tabel sebagai berikut. Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa] 5 Tabel 2. Rekapitulasi pengisian kuesioner terkait pencapaian target kerja dan tinjauan kompetensi secara umum PERTANYAAN PERUSAHAAN PERSENTASE Ya Tidak Kosong Total Ya Tidak Kosong 8 0 0 8 100.0 0,00 0,00 8 0 0 8 100,0 0,00 0,00 16 0 0 16 100,0 0,00 0,00 7 0 1 8 87,50 0,00 12,50 8 0 0 8 100,0 0,00 0,00 15 0 1 16 93.75 0,00 6,25 7 0 1 8 87,50 0,00 12,50 8 0 0 8 100,0 0,00 0,00 15 0 1 16 93,75 0,00 6,25 PT. Vale 5 3 0 8 62,50 37,50 0,00 PT. Meratus Jaya 2 5 1 8 25,00 62,5 12,5 7 8 1 16 43,75 50,00 6,25 Apakah anda PT. Vale mengetahui PT. Meratus Jaya target yang harus Total dicapai unit? Apakah target PT. Vale tersebut PT. Meratus Jaya dikomunikasikan / jelaskan Total kepada bawahan? Apakah PT. Vale bawahan PT. Meratus Jaya memahami target yang harus Total dicapai? Apakah target unit tercapai? PILIHAN JAWABAN Total Apakah anda tahu persis kompetensi yang anda butuhkan untuk memimpin unit ditempat anda? PT. Vale 8 0 0 8 100,00 0,00 0,00 PT. Meratus Jaya 7 1 0 8 87,5 12,5 0,00 15 1 0 16 93,75 6,25 0,00 Apakah ada kompetensi yang belum anda kuasai? PT. Vale 2 6 0 8 25,00 75,00 0,00 PT. Meratus Jaya 6 2 0 8 75,00 25,00 0,00 8 8 0 16 50,00 50,00 0,00 Apakah anda tahu kompetensi yang dibutuhkan bawahan untuk mencapai target? PT. Vale 7 0 1 8 87,5 0,00 12,5 PT. Meratus Jaya 8 0 0 8 100,0 0,00 0,00 15 0 1 16 93,75 0,00 6,25 Apakah kompetensi mereka/bawahan memadai? PT. Vale 7 0 1 8 87,5 0,00 12,5 PT. Meratus Jaya 3 5 0 8 37,5 62,5 0,00 10 5 1 16 62,50 31,25 6,25 8 0 0 8 100,00 0,00 0,00 8 0 0 8 100,00 0,00 0,00 16 0 0 16 100,00 0,00 0,00 Total Total Total Total Apakah Anda PT. Vale menjelaskan target PT. Meratus Jaya unit yang akan dicapai? Total 6 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12 PERTANYAAN PILIHAN JAWABAN PERUSAHAAN PERSENTASE Ya Tidak Kosong Total Ya Tidak Kosong Apakah Anda membuat perencanaan kerja? PT. Vale 8 0 0 8 100,00 0,00 0,00 PT. Meratus Jaya 4 4 0 8 50,00 50,00 0,00 12 4 0 16 75,00 25,00 0,00 Apakah anda mampu mendelegasikan tugas kepada bawahan anda? PT. Vale 7 0 1 8 87,50 0,00 12,50 PT. Meratus Jaya 7 1 0 8 87,50 12,50 0,00 14 1 1 16 87,50 6,25 6,25 Apakah anda mampu mengontrol hasil pekerjaan bawahan? PT. Vale 7 0 1 8 87,50 0,00 12,50 PT. Meratus Jaya 8 0 0 8 100,0 0,00 0,00 15 0 1 16 93,75 0,00 6,25 7 1 0 8 87,50 12,50 0,00 5 3 0 8 62,5 37,5 0,00 12 4 0 16 75,00 25,00 0,00 PT. Vale 6 1 1 8 75,00 12,50 12,50 PT. Meratus Jaya 4 4 0 8 50,0 50,0 0,00 10 5 1 16 62,50 32,25 6,25 Total Total Total Apakah kompetensi PT. Vale yang anda kuasai masih PT. Meratus Jaya memadai untuk tugas dimasa yang akan Total datang? Apakah kompetensi yang dikuasai bawahan masih memadai untuk tugas dimasa yang akan datang? Total Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, dipaparkan berdasarkan kondisi pada masing-masing perusahaan (PT. Vale dan PT. Meratus Jaya). Tiga faktor utama yang mempengaruhi kenerja secara individual berdasarkan pendekatan “The Total Performance Environment” yang meliputi motivasi kerja, lingkungan kerja, dan kemampuan melaksanakan bagian pekerjaan atau kompetensi. Hasil pengukuran motivasi kerja, lingkungan kerja dan kompetensi sebagai berikut. 1. Motivasi kerja Dengan menggunakan kriteria (Riduwan, 2012:15) Tabel 3. Pengukuran motivasi kerja Nilai Kriteria 0 - 20 Sangat Lemah 21 - 40 Lemah 41 - 60 Cukup 61 – 80 Kuat 81 - 100 Sangat Kuat Hasil survei motivasi kerja karyawan PT.Vale dan PT. Meratus Jaya secara umum dapat dinyatakan “kuat“, dengan score 3,99 atau 79,70%, seperti tampak dalam grafik berikut: MOTIVASI KERJA 50 0 1 2 3 PT.1 4 PT.2 5 Rata-Rata RATA-RATA Gambar 1. Hasil Pengukuran Motivasi Kerja Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa] 7 2. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja karyawan, baik yang meliputi ruang kerja, sarana kerja, prosedur kerja, kantin maupun tempat ibadah, dapat dinyatakan sangat baik/ sangat kondusif dengan skor 4,25 atau 85,05%. LINGKUNGAN KERJA 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 FASILITAS KERJA PROSEDUR KERJA DAN SUPERVISI ATASAN LINGKUNGAN LINGKUNGAN KERJA SOSIAL LAINNYA RATARATA PT. 1 (%) 92,5 93,89 92,96 91,11 92,7 PT. 2 (%) 71,53 79 76,47 82,53 77,4 RATA- RATA (%) 82,05 86,45 84,27 86,82 85,05 Gambar 2. Hasil Pengukuran Lingkungan Kerja 3.Kompetensi Kompetensi operator pada perusahaanperusahaan pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) melalui pendekatan dengan cara menilai kemampuan dalam melaksanakan bidang pekerjaan. Setiap pekerjaan terdiri dari beberapa bidang pekerjaan, sesuai dengan yang dilakukan responden tersebut pada perusahaan smelting, yakni sebagai berikut. a. PT. Vale Indonesia skor rata-rata sebesar 4,24 atau 84,73 % termasuk dalam kategori mampu melaksanakan bagian pekerjaan tersebut. b. PT. Meratus Jaya skor rata-rata sebesar 3,75 atau 75,00% termasuk dalam kategori cukup mampu melaksanakan bagian pekerjaan tersebut. Berdasarkan pendekatan “The Total Performance Environment“ dapat terlihat skor tiap komponennya adalah sebagai berikut. THE TOTAL PERFORMANCE ENVIRONMENT SKOR MOTIVASI SKOR LINGKUNGAN 84,73 SKOR KOMPETENSI 75 79,86 92,7 77,4 85,05 83,2 76,2 79,7 PT.1 PT.2 RATA-RATA Gambar 3. Total Skor Motivasi, Lingkungan dan Kompetensi 8 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12 Hasil Analisis Kompetensi DIF (Difficulty, Importance, Frequency) Berdasarkan uraian “The Total Performance Environment“ tersebut, yang memperlihatkan bahwa skor pada kompetensi masih memungkinkan untuk ditingkatkan pada beberapa bagian pekerjaannya. Dengan demikian, maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah kompetensi/ bagian pekerjaan tersebut membutuhkan pelatihan atau tidak membutuhkan pelatihan. Analisis bagian pekerjaan telah dilakukan dengan menggunakan metode DIF dengan cara membagikan kuesioner kepada responden untuk diisi. Dalam kuesioner tersebut terdapat bagian-bagian pekerjaan yang harus dipilih oleh responden. Bagian mana yang merupakan tugas dan fungsinya dan mana yang bukan merupakan tugas dan fungsinya. Kemudian setiap bagian pekerjaan yang dipilih harus ditentukan oleh responden tingkat kesulitan, kepentingan, dan frekuensi pelaksanaannya. Dengan kombinasi tingkat kesulitan, kepentingan dan frekuensi pelaksanaan suatu bagian pekerjaan dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu bagian pekerjaan sangat perlu melakukan pelatihan atau Over Training (OT), perlu melakukan pelatihan atau Training (T), atau tidak perlu pelatihan atau Non Training (NT). mampu. Namun demikian, berdasarkan analisa DIF di atas ada beberapa bagian pekerjaan untuk kedua perusahaan tersebut masih perlu untuk melakukan pelatihan, meliputi: 1. Calcine Transfer System (CTS) Operator, 2. Furnace Operator, 3. Slag Handling Operator, 4. Refractory Operator, 5. Team Leader Ore Transport. Sedangkan bagian pekerjaan yang memerlukan pelatihan berdasarkan analisis DIF, untuk PT. Meratus Jaya adalah: 1. Raw Material and Waste Handling Shift Technician, 2. Raw Material and Waste Handling Shift Operator, 3. Rotary Kiln (RK), Rotary Cooler (RC), Product Separation (PS), Senior Operator, 4. WTP (Water Treatment Plant) and Utilities Supervisor, 5. WTP and Utilities Senior Technician. HASIL FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) secara umum baik, motivasi bekerja kuat, lingkungan kerja sangat baik. Sedangkan Untuk mengkonfirmasi hasil kuesioner yang kurang jelas, serta untuk mendapatkan kesepakatan dari responden tentang diklat apa yang dibutuhkan di masa mendatang, maka dilakukan focus group discussion. Dalam kegiatan tersebut peserta dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan pekerjaan yang hampir sama. Pembagian kelompok seperti itu dimaksudkan agar terjadi diskusi yang alami, hidup, namun tetap terarah sehingga dapat menghasilkan rekomendasi yang maksimal baik kualitas maupun kuantitasnya. Berikut ini pada Tabel 4, adalah hasil FGD: 1. K o m p e t e n s i y a n g d i u s u l k a n u n t u k dapat menutupi kekurangmampuan dalam melaksanakan bidang pekerjaan, berdasarkan kebutuhan yang dirasakan kompetensi kerja untuk PT. Vale Indonesia adalah mampu, dan PT. Meratus Jaya cukup ditempat kerja pada saat sekarang dapat dilihat pada tabel 4 yang meliputi: PEMBAHASAN DAN HASIL Dari hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa karyawan PT. Vale Indonesia dan PT. Meratus Jaya secara umum memahami visi dan misi perusahaan dengan sangat baik. Pencapaian target dan tinjauan kompetensi Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa] 9 Tabel 4. Kompetensi yang dibutuhkan No. 1 Permasalahan Penyebab Solusi Kompetensi yang Dibutuhkan I II III IV Pompa cooler bekerja kurang Terjadi korosi pada blade maksimal pompa Pendinginan kurang efektif 2 3 4 Pengelasan/ penambalan Penggantian pompa baru Parameter pembacaan sering Kualitas alat kurang bagus error Penggantian alat Kualitas oli jelek Diadakan kontrol kualitas secara berkala Tidak adanya kontrol kualitas secara berkala Sulit memahami bahasa Penggunaan bahasa asing dalam sistem (Cina) Terkontaminasi debu, Cooling system power plan tidak ada tindak lanjut & rotary kiln (Kualitas air hasil analisis atas kondisi di atas range yang kurang bagus) ditentukan Kompetensi maintenance peralatan Lebih sering dilakukan pemeliharaan/ perbaikan Mengubah sistem ke bahasa yang lebih mudah dipahami Memberikan pelatihan bahasa Cina Penyedot debu ditambah/ diperbaiki. Dilakukan cleaning di pilar-pilar cooling system Kompetensi quality control Kompetensi Bahasa Mandarin (Cina) Kompetensi Cooling System Tidak ada ruang khusus untuk penempatan bahan kimia 5 Dilengkapi khusunya yang berkaitan dengan Kesehatan dan keselamatan Bahan untuk penanganan chemical mengganti kerja chemical tidak memadai bahan sesuai standar Tidak adanya pengelolaan (stainless steel) limbah. Kompetensi K3LH Washing/ pencucian kurang sempurna, filter Hasil produk dari reverse sudah harus diganti, osmosis kurang maksimal chemical yang digunakan dosisnya kurang tepat Penggantian catridge filter pada reverse osmosis, penguatan kemampuan SDM. Kompetensi pre treatment pada demineralisasi plant terutama reverse osmosis Incoming material Kualitas material tidak baik Pembuatan standar material Kompetensi standar mutu material 7 Incoming air industri Kualitas air tidak baik Pembuatan standar untuk air industri dan untuk power plan Kompetensi teknik sampling 8 Out put produk Kualitas produk tidak baik Pemetaan titik sampling out-put produk Kompetensi standar mutu produk Kalibrasi alat Deviasi penyimpangan baca 6 9 10 Delay proses Equipment yang tidak standar Kalibrasi bersifat eksternal (meteorologi) Kompetensi teknik Kalibrasi bersifat internal kalibrasi (compare hasil) Identifikasi equipment yang tidak standar, review engeenering Kompetensi equipment standar kerja proses 2. Kompetensi yang diusulkan agar mampu menghadapi tantangan masa depan dapat dilihat pada tabel 5 yang meliputi sebagai berikut (liat tabel 5): 10 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12 Tabel 5. Kompetensi yang diusulkan No. Tantangan dan Tuntutan di Masa Depan Skill & Knowledge yang Dibutuhkan Kompetensi yang Diusulkan I II III 1 Pengadaan boiler aktif Diharapkan mempunyai ISO Kompetensi pesawat uap kelas 1 2 Treatment boiler yang lama tidak dioperasikan Pemahaman tentang treatment boiler Kompetensi quality control Adanya akses cepat dari main building ke boiler Pengadaan akses dengan mengandalkan SDM yang berkemampuan khusus. Kompetensi pesawat angkat Mempunyai instalasi air baku sendiri Kemampuan mengoperasikan alat, bahan baku, dan proses pengelolaan air. Kompetensi water treatment plant Memperoleh material kualitas baik Source engineer material yang memahami proses produksi Kompetensi material untuk proses produksi 3 4 5 6 Memperoleh kualitas produk yang baik Mampu mengolah material menjadi produk sesuai standar Kompetensiteknik kalibrasi dan diklat teknik statistik Kompetensi industry cost 7 Memperoleh air dari sumber non PDAM (cost terlalu tinggi) output air dari power plant (blowdown boiler) cost terlalu tinggi Mampu menghitung ekonomis industri KESIMPULAN 1. Bidang pekerjaan yang memerlukan pelatihan berdasarkan analisis DIF, untuk PT. Vale meliputi: a. Calcine Transfer System (CTS) Operator, b. Furnace Operator, c. Slag Handling Operator, d. Refractory Operator, e. Team Leader Ore Transport. 2. Bidang pekerjaan yang memerlukan pelatihan berdasarkan analisis DIF, untuk PT. Meratus Jaya adalah: a. Raw Material and Waste Handling Shift Technician, b. Raw Material and Waste Handling Shift Operator, c. Rotary Kiln (RK), Rotary Cooler (RC), Product Separation (PS), Senior Operator, d. WTP (Water Treatment Plant) and Utilities Supervisor, e. WTP and Utilities Senior Technician. 3.Hasil Focus Group Discussion (FGD) Berikut ini adalah hasil FGD yang dilakukan pada PT. Meratus Jaya: a. Kompetensi yang diusulkan untuk membekali tenaga operator smelter meliputi kompetensi maintenance, kompetensi quality control, kompetensi bahasa Cina, kompetensi cooling system, diklat K3LH, diklat pre treatment pada demineralisasi plant terutama reverse osmosis, kompetensi standar mutu material, kompetensi teknik sampling, kompetensi standar mutu produk, kompetensi teknik kalibrasi dan kompetensi equipment standar kerja proses. b. Kompetensi yang diusulkan agar mampu menghadapi tantangan masa depan meliputi: kompetensi pesawat uap kelas 1, kompetensi quality control, kompetensi pesawat angkat, kompetensi water treatment plant, kompetensi material untuk proses produksi, kompetensi teknik kalibrasi, dan kompetensi teknik statistik, serta kompetensi industry cost. 4. Hasil rapat pembahasan akhir kegiatan AKD Pusdiklat Minerba Bandung. Beberapa hasil diskusi dapat disimpulkan sebagai berikut. a. Pentingnya pemberian pelatihan bagi masyarakat sekitar perusahaan smelter yang menyangkut knowledge atau skill. Analisis Kebutuhan Diklat Bagi Operator Smelter [Sudarmawan dan Maria Contesa] 11 b. Pemberian pelatihan bagi masyarakat sekitar perusahaan smelterdapat difokuskan pada perusahaan-perusahaan smelter dengan teknologi kelas menengah. Misalnya, pelatihan mengenai kompetensi Blast Furnace. Sebagai tahap awal dapat pula dipilih pekerjaan-pekerjaan yang bersifat umum, seperti kompetensi K3L, atau kegiatan yang terdapat dalam perusahaan smelter, seperti kompetensi boiler, kompetensi water treatment, maintenance dan power plant. c. Dalam rangka pembekalan dan pelatihan bagi masyarakat sekitar perusahaan smelter, jika memilih berdasarkan hasil AKD sekarang ini maka ada yang bisa digeneralisasikan antara lain seperti kompetensi furnace operator, kompetensi slag handling dan refractory. 12 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 1- 12 DAFTAR PUSTAKA Atmodiwirio, Soebagio. (2002). Manajemen Pelatihan. Jakarta: Ardadizya Jaya. Bee, Frances and Bee, Roland. (1999). Training Needs Analysis and Evaluation. UK: Short Run Press. Glasgow: Kogan Page. Boydell, T.H. .(1983). A Guide to the Identification of Training Needs.. London: BACIE. Djumara, Noorsyamsa. (2005). Kebijakan Nasional Pendidikan dan Pelatihan. Jakarta: LAN. Harris and DeSimone. (1994). Human Resource Development. New York: The Dryden Press. Ridwan. (2012). Pengantar Statistika Sosial. Bandung: Alfabeta. Suparman, Atwi dan Purwanto. (1999). Evaluasi Program Diklat. Jakarta: STIALAN Press. EFEKTIFITAS METODE COACHING DALAM KEGIATAN PEMBELAJARAN Coaching Methods Effectiveness in The Activities of Learning Handoko Setiadji Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara Jalan Sudirman No. 623, Bandung, Indonesia 40211; E-mail: [email protected] Abstrak Salah satu permasalahan dalam kegiatan pembelajaran adalah metode pembelajaran yang kurang tepat. Metode pembelajaran yang monoton atau kurang bervariasi dapat menyebabkan peserta didik menjadi bosan dan kurang termotivasi, sehingga kegiatan pembelajaran tidak terselenggara dengan baik. Ada banyak sekali metode pembelajaran, salah satunya adalah metode coaching. Metode ini dilakukan melalui stimulasi, pertanyaan powerful, dan dialog kreatif sehingga peserta didik memperoleh prestasi terbaik yang diharapkan. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana efektifitas dan cara menerapkan metode coaching dalam kegiatan pembelajaran. Penelitian tentang efektifitas metode coaching dalam kegiatan pembelajaran dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa metode coaching cukup efektif untuk meningkatkan hasil pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran. Efektifitas metode ini dapat dilihat dari peningkatan pengetahuan dan motivasi belajar peserta didik serta suasana kelas yang lebih hidup dan menyenangkan. Kata kunci:coaching, pendidikan, diklat, sumber daya manusia Abstract One of the problems in learning activities is the improper methods of learning. Learning methods that are tedious or less variable can cause students to become bored and less motivated that learning activities are not well established. There are so many methods of learning and one of them is a method of coaching. Coaching is done through stimulation, powerful questionsand creative dialogue so that students obtain the best performance as expected. The formulation of the problem raised is how effective and how to apply coaching methods in learning activities. Research on the effectiveness of coaching methods in learningactivitiesiscarried out using a descriptive approach with qualitative methods. Coaching method is effective to improve learning outcomes in learning activities. The effectiveness of this method can be seen from the increase in knowledge and learning motivation of learners and the classroom atmosphereis now more lively and fun. Keyword: coaching, education, training, human resources PENDAHULUAN Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aset yang sangat berharga atau sebuah investasi besar yang akan menjadi faktor utama yang menentukan suatu keberhasilan sebuah organisasi bahkan sebuah negara. Pengelolaan/ manajemen SDM yang tepat bagi sebuah negara dan sebuah organisasi akan menjadi faktor utama dan membawa kesuksesan yang maksimal. Suatu bangsa yang unggul memiliki SDM tangguh yang akan mampu membawa bangsa tersebut menuju kesuksesan dan mendapat nilai lebih di mata bangsa lain. Suatu studi yang dilakukan oleh Jagernson (dalam Susilo, 1995) tentang sumbangan pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi Amerika dari tahun 1848-1873 menemukan bahwa produktivitas tenaga kerja menduduki tempat pertama dibandingkan dengan modal dan teknologi dalam sumbangan terhadap pertumbuhan ekonomi negara tesebut. Dalam analisis lebih lanjut ditemukan bahwa faktor utama yang mempengaruhi produktivitas tenaga kerja adalah pendidikan. Strategi pengembangan SDM menurut Jons (dalam Sarwono, 1993) antara lain melalui pendidikan formal maupun pelatihan. Pengembangan SDM melalui pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kerja, dalam arti pengembangan bersifat formal dan berkaitan dengan karir sedangkan pelatihan bertujuan untuk mengembangkan individu dalam bentuk peningkatan keterampilan, pengetahuan, dan sikap. Salah satu permasalahan dalam kegiatan pembelajaran adalah metode pembelajaran yang kurang tepat. Menurut Ahmadi (1997) metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara mengajar yang dipergunakan oleh pengajar. Efektifitas Metode Coaching dalam Kegiatan Pembelajaran [Handoko Setiadji] 13 Metode pembelajaran yang monoton atau kurang bervariasi dapat menyebabkan peserta didik menjadi bosan dan kurang termotivasi sehingga kegiatan pembelajaran tidak terselenggara dengan baik. Peningkatan proses dalam kegiatan pembelajaran sebagai muara untuk peningkatan kualitas pendidikan yang diharapkan, antara lain dilakukan melalui penerapan berbagai strategi, metode, media, dan pendekatan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, yang nantinya diharapkan memiliki efektivitas pada peningkatan hasil belajar peserta didik. Dalam hal ini, tim dari IKIP Surabaya (dalam Trianto, 2009: 20) mengemukakan bahwa efesiensi dan keefektifan mengajar dalam proses interaksi belajar yang baik adalah segala daya upaya guru untuk membantu para peserta didik agar bisa belajar dengan baik. Arends (2008) menyatakan bahwa cara memilih metode pembelajaran yang berorientasi pada peserta didik belajar dan melatih kemampuan berpikir deduktif-induktif diharapkan akan mampu meningkatkan pemahaman dalam proses pembelajaran dan memelihara perhatian peserta didik serta agar tetap tertuju pada materi yang sedang diajarkan. Metode pembelajaran baik pada pendidikan formal ataupun pelatihan ada banyak sekali. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah coaching. Young (2015) berpendapat bahwa coaching adalah sebuah proses percakapan yang memfasilitasi seseorang atau sekelompok orang melalui bertanya dan memberikan feedback. Coaching merupakan sebuah proses bagaimana mengoptimalkan fungsi otak melalui sebuah proses yang terstruktur untuk mendapatkan kinerja yang lebih efektif. Selama ini metode coaching belum banyak dilakukan untukpendidikan khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Dari latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dapat dibuat rumusan masalah meliputi bagaimana efektifitas metode coaching dalam kegiatan pembelajaran dan bagaimana cara menerapkan metode coaching dalam kegiatan pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tentang efektifitas coaching dalam kegiatan pembelajaran dan cara menerapkan metode coaching dalam kegiatan pembelajaran.Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pertama, untuk meningkatkan efektifitas pada kegiatan pembelajaran. Kedua, dapat digunakan sebagai masukan bagi para pengajar dalam mengembangkan metode pembelajaran di dunia pendidikan Indonesia pada umumnya. 14 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 13-18 METODOLOGI Penelitian tentang efektifitas metode coaching dalam kegiatan pembelajaran dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Inventarisasi data dilakukan melalui studi literatur, survei langsung ke lapangan, wawancara dengan institusi terkait, akademisi, praktisi pendidikan, dan peserta didik. Data tersebut kemudian diolah menggunakan model Miles and Huberman (Patilima, 2007) dengan tahapan: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display), serta penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing/ verification). Selain menggunakan reduksi data, peneliti juga menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Pembelajaran di Indonesia Dalam kegiatan pembelajaran tidak semua peserta didik mampu berkonsentrasi dalam waktu yang relatif lama. Daya serap peserta didik terhadap bahan yang diberikan juga bermacammacam, ada yang cepat, sedang, dan ada yang lambat. Faktor intelegensi mempengaruhi daya serap peserta didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan oleh pengajar. Cepat lambatnya penerimaan peserta didik terhadap bahan pelajaran yang diberikan menghendaki pemberian waktu yang bervariasi, sehingga penguasaan penuh dapat tercapai. Gambaran kondisi kegiatan pembelajaran di Indonesia dapat dilihat dari hasil penelitian Mamonto, dkk. (2014) yang menulis bahwa rendahnya tingkat pemahaman peserta didik untuk menyerap materi pembelajaran sudah jelas berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik. Hasil pengamatan pada sebuah Sekolah Dasar di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara ini menunjukan bahwa dari 28 peserta didik hanya 11 peserta didik atau persentase 39,28% yang mampu memahami materi. Sedangkan 17 peserta didik dalam persentase 60,72% belum dapat memahami materi dengan baik. Rendahnya tingkat penyerapan materi yang dimaksud antara lain tampak dari sikap dan perilaku peserta didik seperti kurangnya perhatian pada materi, rendahnya respon peserta didik pada pembelajaran dan kurangnya keseriusan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Pola tersebut juga muncul dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Meskipun peserta pendidikan dan pelatihan adalah orang dewasa, tetapi beberapa pengajar juga menemui kondisi kelas begitu pasif dan tidak termotivasi untuk mengikuti dengan sungguh-sungguh materi yang disajikan oleh pengajar. Kondisi yang ada menuntut para pengajar untuk merancang pembelajaran yang dapat mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Inovasi pembelajaran yang dapat dilakukan adalah penggunaan metode pembelajaran, strategi penyajian, dan pengaturan ruang kelas untuk memberikan suasana pembelajaran yang lebih kondusif sehingga akan dapat memotivasi peserta didik yang dirancang seefektif mungkin. Mengajar adalah suatu usaha yang sangat kompleks, sehingga sulit menentukan bagaimana sebenarnya mengajar yang baik. Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pengajar sedemikian rupa sehingga tingkah laku peserta didik berubah ke arah yang lebih baik (Darsono, 2000). Lestari (2012) menulis bahwa pendidikan di Indonesia sedikit demi sedikit mengalami perubahan metode, diharapkan dapat meningkatkan kualitas dari pendidikan yang dilakukan. Selama ini metode pembelajaran yang banyak diterapkan adalah pembelajaran konvensional, yaitu pembelajaran dengan menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh pengajar dengan memberi materi melalui ceramah, latihan soal, kemudian pemberian tugas. Metode ceramah adalah metode yang boleh dikatakan sebagai metode tradisional. Karena, sejak dahulu metode ini telah digunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dan peserta didik dalam interaksi (Asmani, 2012). Selain metode konvensional, ada banyak sekali metode pembelajaran yang lain, salah satunya adalah coaching, yaitu suatu proses pembelajaran yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada peserta didik. Baik perorangan atau kelompok untuk memecahkan permasalahannya sendiri dan didampingi oleh coach. Meskipun begitu, Ginting (2012) menyatakan bahwa tidak ada metode yang paling unggul karena semua metode mempunyai karakteristik yang berbedabeda dan memiliki kelemahan serta keunggulannya masing-masing. Dengan alasan di atas, jalan terbaik adalah menggunakan kombinasi dari metode yang sesuai dengan karakteristik materi yang diajarkan, karakteristik peserta didik, kompetensi guru dalam metode yang akan digunakan, dan ketersediaan sarana prasarana, serta waktu. Penerapan Metode Coaching Coaching lebih tepat diartikan sebagai metode bertanya sesuatu dengan benar daripada memberikan jawaban yang benar. Coaching pada dasarnya menggunakan gaya bahasa berstruktur yang dibantu dengan pendekatan mendengar, bertanya, dan memberikan pemahaman untuk membantu orang yang di-coach (coachee) atau dilatih agar memahami diri, potensi serta keadaan mereka sendiri. Seterusnya mengarahkan mereka untuk mencari penyelesaian permasalahan mereka sendiri (Razak, 2015). Melalui interaksi coaching, coachee menjadi pemimpin atau pelatih bagi dirinya sendiri. Menjadi manusia pembelajar. Dapat menyesuaikan diri dengan kondisi sekarang untuk terus berkembang dan tumbuh. Mampu mengaktualisasikan ide dan pemikirannya. Bukan karena ketergantungan pada orang lain. Melalui proses coaching, seorang coachee menjadi mampu mengandalkan diri sendiri untuk menghasilkan keputusan dan tindakan yang “lebih” baik lagi (Adrianto, 2015). Student coaching merupakan salah satu pendekatan penggalian potensi peserta didik yang masih asing di sekolah Indonesia. Belum menjadi budaya dalam aktivitas proses pendidikan dibandingkan dengan Eropa (New Castle University) atau Turki (Isikkent School) saat ini. Walaupun dalam prakteknya pernah dilakukan oleh para pengajar di beberapa sekolah. Bentuk perlakuan coaching para pengajar di sekolah kepada peserta didik salah satunya adalah melalui praktek bertanya: apa, bagaimana, mengapa, dan apa lagi? Yang berbeda adalah fokus, sistematika, dan struktur, khususnya dalam membuat kata tanya itu lebih powerful dan menemukan momentum bagi peserta didik memiliki kesadaran akan potensi dirinya (Yulianto, 2016). Student coaching sendiri merupakan bentuk kerjasama (kemitraan) antara pengajar sebagai coach dengan peserta didik sebagai coachee dalam mencapai goal atau tujuan tertentu dalam proses belajarnya melalui stimulasi, pertanyaan powerful (fokus dan terarah), dan dialog kreatif sehingga peserta didik memperoleh prestasi terbaik yang diharapkan. Efektifitas Metode Coaching dalam Kegiatan Pembelajaran [Handoko Setiadji] 15 Untuk berprestasi peserta didik butuh pilar kuat salah satunya self awareness (kesadaran tingkat tinggi). Proses peserta didik memiliki kesadaran tingkat tinggi tidak bisa muncul dengan tiba-tiba, butuh proses, refleksi, kontemplasi, apresiasi, acknowledgement, bantuan dari luar dirinya. Di sinilah peran student coaching dilakukan oleh sekolah. Semua peserta didik memiliki potensi yang sama untuk mencapai prestasi dalam perspektif yang berbeda sesuai dengan kecerdasan majemuk yang mereka miliki (Yulianto, 2016). Beberapa jenis pendidikan dan pelatihan memerlukan hadirnya seorang coach dalam pelaksanaannya, misalnya diklat kepemimpinan dan diklat prajabatan. Coach berperan sangat penting dalam menyukseskan proyek perubahan yang dilakukan oleh peserta diklat kepemimpinan. Untuk itu, coach seharusnya memiliki karakter sebagai coach yang ideal. Karakteristik coach dan mentor yang baik menurut Passmore (2010) diantaranya adalah empati, perspektif, fokus yang jelas, intuisi, obyektif, dan kekuatan untuk memberi tantangan kepada coachee. Lebih lanjut Passmore mengemukakan selain karakteristik tersebut, coach harus memiliki beberapa keterampilan. Keterampilan yang harus dimiliki antara lain keterampilan mendengarkan, mengajukan pertanyaan, dan mengklarifikasi sesuai tujuan, strategi, dan tindakan. Whitmore (1997) mengemukakan, kualitas seorang pengarah yang ideal diantaranya adalah sabar, lepas bebas, bersifat mendukung, berminat, pendengar yang baik, perseptif, sadar, sadar diri sendiri, atentif (perhatian), dan retentif (mengingat). Asmoko (2015) menulis, bahwa efektifitas coaching selain ditentukan oleh peran coach juga ditentukan oleh model coaching yang digunakan. Model coaching adalah kerangka berpikir yang mendukung kekuatan intuitif dan keterampilan coaching kita (Wilson, 2011). Terdapat banyak model yang dapat digunakan dalam coaching antara lain emotional quotient (EQ), GROW, EXACT, model Johari Window, Model forming, storming, norming, performing pengembangan tim - Bruce Tuckman, model kepemimpinan situasional Hersey-Blanchard, dan lain-lain. Pemilihan model coaching ini disesuaikan kemampuan masing-masing coach,latar belakang peserta didik berdasarkan umur, tingkat pendidikan, dan kepribadian serta jenis permasalahan atau tujuan dari coaching itu sendiri. 16 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 13-18 Menurut Saharisir (2014) efektifitas pembelajaran pada diklat prajabatan yang menggunakan metode coaching berdampak bagi peserta di dalam memperoleh hasil belajar yang akan mampu bersikap dan bertindak profesional dalam melayani masyarakat. Menurut Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor 15 Tahun 2015, penyelenggaraan diklat prajabatan bertujuan untuk membentuk Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang profesional yaitu, PNS yang karakternya dibentuk oleh nilai-nilai dasar profesi PNS. Sehingga mampu melaksanakan tugas dan perannya secara profesional sebagai pelayan masyarakat. Mengacu tujuan tersebut dapat diketahui bahwa kompetensi yang ingin dibangun dari diklat tersebut sebagian besar dari sisi attitude. Kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang terdiri dari knowledge, skill, dan attitude yang memiliki hubungan sebab-akibatnya dengan prestasi kerja yang luar biasa atau dengan efektifitas kerja (Spencer and Spencer, 1993). Sejalan dengan itu, Hutapea dan Thoha (2008:28), mengungkapkan bahwa ada tiga komponen utama pembentukan kompetensi, yaitu pengetahuan yang dimiliki seseorang, kemampuan, dan perilaku individu. Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan bidang yang digelutinya (tertentu). Pengetahuan turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan kepadanya. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan meningkatkan efisiensi organisasi. Keterampilan (skill) merupakan suatu upaya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan organisasi kepada seorang dengan baik dan maksimal. Di samping pengetahuan dan keterampilan, hal yang perlu diperhatikan adalah sikap perilaku. Sikap (attitude) merupakan pola tingkah laku seseorang di dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Attitude lebih sulit untuk dilihat tetapi justru merupakan komponen paling penting dalam kompetensi yang menentukan berhasil tidaknya suatu diklat. Attitude bagaikan gunung es seperti pada gambar 1. Tidak nampak karena ada di dalam laut, tetapi sebenarnya begitu besar pengaruhnya untuk mendorong skill dan knowledge. Seperti halnya dalam diklat kepemimpinan, fungsi coach di dalam diklat prajabatan lebih sebagai pembimbing peserta diklat dari awal sampai akhir. KNOWLEDGE SKILL ATTITUDE Gambar 1. Iceberg Competency Model Sumber : www.pcwallart.com Selain dilakukan untuk meningkatkan sisi attitude peserta didik seperti sikap bertanggung jawab, jujur, dan motivasi, metode coaching dapat dilakukan untuk meningkatkan knowledge dan skill. Suryana (2009) menulis bahwa dalam metode pembelajaran coaching, pengajar memposisikan sebagai pengamat di dalam kelas selama kegiatan pembelajaran. Pengajar dapat berpartisipasi dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengarahkan, atau memberikan umpan balik kepada peserta didik yang sedang menyelesaikan permasalahan. Dengan metode coaching, kelas menjadi lebih hidup dan materi yang disampaikan juga lebih mudah diingat, sebab jawaban permasalahan berasal dari peserta didik sendiri. Pengajar hanya memancing dan mengarahkan dengan pertanyaan-pertanyaan untuk membuat suatu kesimpulan sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Beberapa pengajar menyatakan metode ini cukup efektif diterapkan dalam kelas. Bahkan untuk satu sesi pertemuan dapat dilakukan dengan hanya menggunakan dua sampai tiga halaman bahan tayang. Mengutip dari tulisan Andayani (2015) yang menerangkan bahwa salah satu kriteria efektifitas pembelajaran adalah jika hasil belajar peserta didik menunjukan perbedaan yang signifikan antara pemahaman awal dan setelah pembelajaran. Pada diklat prajabatan yang telah diselenggarakan di Pusdiklat Minerba, peserta didik menyatakan sebelum dilakukan coaching mereka sulit untuk memahami apa sebenarnya tujuan pembelajaran diklat dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut. Tetapi setelah dilakukan coaching mereka justru mendapatkan semua jawaban tersebut dari dalam diri mereka sendiri. Selain itu, metode pembelajaran dapat dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi. Sehingga setelah pembelajaran, peserta didik menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Peserta didik juga merasakan belajar dalam keadaan yang menyenangkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode coaching cukup efektif dalam mendukung kegiatan pembelajaran. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Metode coaching cukup efektif untuk meningkatkan hasil pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran. Efektifitas ini dapat dilihat dari peningkatan pengetahuan dan motivasi belajar peserta didik serta suasana kelas yang lebih hidup dan menyenangkan. Penerapan metode coaching dalam kegiatan pembelajaran dilakukan Efektifitas Metode Coaching dalam Kegiatan Pembelajaran [Handoko Setiadji] 17 dengan memberikan pertanyaan powerful dan dialog kreatif yang tujuannya adalah untuk menumbuhkan self awareness sehingga motivasi meningkat. Selain itu, metode coaching juga efektif meningkatkan hasil belajar di kelas karena jawaban permasalahan dalam materi pembelajaran berasal dari peserta didik itu sendiri. Mamonto, dkk. (2014). Meningkatkan Pemahaman Peserta Didik Tentang Materi Perubahan Lingkungan Fisik dan Pengaruhnya Terhadap Daratan Melalui Metode Exsperimen di Kelas IV SDN 1 Bohabak 1 Kecamatan Bolangitang Timur Kabupaten Bolaang Mongondow Utara. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Gorontalo: Gorontalo. Saran Moleong, L. J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya: Bandung. Dalam menerapkan metode coaching agar dapat efektif sebaiknya coaching model yang digunakan disesuaikan dengan kemampuan pengajar, latar belakang peserta didik berdasarkan umur, tingkat pendidikan dan kepribadian masingmasing serta jenis permasalahan atau tujuan dari coaching itu sendiri. DAFTAR PUSTAKA Abdorrakhman Ginting. (2012). Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran (Disiapkan untuk Pendidikan Profesi dan Sertifikasi Guru-Dosen). Humaniora: Bandung. Adrianto, Antonius. (2015). Mungkin Anda BertanyaTanya, Apa Itu Coaching? (Diunduh pada April 2015) dari Http://www.houseofcoaching. co.id/2015/11/30/mungkin-anda-bertanya-tanyaapa-itu-coaching/ Passmore, J. (2010). Excellence in Coaching: Panduan Lengkap Menjadi Coach Profesional. Edisi Terjemahan. Penerbit PPM: Jakarta. Pattilima, H. (2007). Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta: Bandung Saharisir. 2014. Efektivitas Pembelajaran Pendidikan Dan Pelatihan Prajabatan Melalui Coaching Fasilitator. Pemerintah Kabupaten Bengkalis. Sarwono, Salito.(1993).Sumber Daya Manusia Kunci Sukses Organisasi.Lembaga Manajemen Universitas Indonesia: Jakarta. Spencer,M.Lyle and Spencer, M.Signe. (1993). Competence at Work: Models for Superior Performance. John Wily & Son,Inc: New York. USA. Ahmadi, Abu. (1997). Strategi Belajar Mengajar. Pustaka Setia: Bandung. Suryana. (2009). Achievement Motivation and Empowerment. Sekolah Pascasarjana. Universitas Pendidikan Indonesia. Andayani. (2015). Problema dan Aksioma: Dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia. Depublished: Yogyakarta. Susilo, Heru.(1995). Mencari Starategi Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Malang: FIA Unibraw dan IKIP Malang. Arends, Richard. (2008). Learning to Teach.Pustaka Pelajar: Yogyakarta Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Kencana: Jakarta. Asmani, Jamal Ma’mur. (2012). Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif.. DIVA Press: Yogyakarta. Whitmore, J. (1997). Coaching for Performance: Seni Mengarahkan untuk Mendongkrak Kinerja. Edisi Terjemahan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Asmoko, Hindri. (2015). Coaching dan Mentoring, Faktor Penting dalam Diklat Kepemimpinan Pola Baru. Balai Diklat Kepemimpinan. Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan: Magelang. Darsono, Max. (2000). Belajar dan Pembelajaran. CV. IKIP Semarang Press: Semarang. Lestari, Dwi. (2012). Perbedaan Pembelajaran dengan Metode Coachingdan Demonstrasi terhadap Kompetensi Melakukan Pemeriksaan Leopold pada MahasiswaPeserta Didik Semester II Stikes Yogyakarta Tahun 2012. Program Studi DIV Kebidanan Aanvulen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta 18 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 13-18 Young, Astie. (2015). Coach, Mentoring dan Therapy. (Diunduh pada April 2015) dari http://astieyoung. com/coachmentoringdantherapy Yulianto, Andri.(2016). Student Coaching model: Mengenal Pendekatan Mutakhir Coaching Dalam Dunia Pendidikan. (Diunduh pada April 2015) dari Http://www.muhammadiyah.or.id/ id/ artikelstudent-coachingmodel-mengenal-pendekatanmutakhir-coaching-dalam-dunia-pendidikandetail-600.html PERTIMBANGAN TEKNIS DAN OPERASIONAL PENGADAAN ALAT OXYGEN BREATHING APPARATUS (OBA) UNTUK SARANA PRAKTIK DIKLAT FUNGSIONAL INSPEKTUR TAMBANG PERTAMA Technical And Operational Considerations For Procurement of Oxygen Breathing Apparatus (OBA) For Functional Practical Training Facility of 1st Level Mine Inspector Yudiana Hadiyat dan Leni Nurliana Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373 Abstrak Oxygen Breathing Apparatus (OBA) merupakan salah satu sarana praktik yang diperlukan pada pendidikan dan pelatihan Calon Inspektur Tambang Pertama sehingga diperlukan kajian secara teknis dan operasional terhadap alat tersebut. Kajian dilakukan pada OBA/SCBA Rescue Unit yang memiliki sistem closed circuit breathing apparatus, yaitu Kawazaki OxyGem-11 dengan Draeger SCBA PSSBG4 Plus. Kajian ini bertujuan untuk memilih alat mana yang akan digunakan pada kegiatan praktik sehingga para peserta pendidikan dan pelatihan dapat memahami dengan mudah mengenai tata cara penggunaan dan perawatan peralatan tersebut yang pada akhirnya secara tidak langsung peserta akan mengetahui parameter yang harus diinspeksi. Kata kunci: OBA, kawazaki oxygem 11, draeger SCBA PSSBG4 plus Abstract Oxygen Breathing Apparatus (OBA) is one of practical facilities that is necessary to be provided in the training of 1st level mine inspector. For that reason, it is necessary to study technical and operational instruction towards the tools. The study was conducted in OBA / SCBA Rescue Unit, which has closed circuit breathing apparatus system, called Kawazaki OxyGem-11 with Draeger SCBA PSSBG4 Plus. This study is aimed to select tools that will be used in practical activities, so that the training participants can easily understand the direction of use and maintenance of these equipment. Which indirectly inquire the participants to determine the parameters that must be inspected. Keyword: OBA, kawazaki oxygem 11, draeger SCBA PSSBG4 plus PENDAHULUAN Oxygen Breathing Apparatus (OBA) merupakan salah satu kelengkapan bagi regu penyelamat kecelakaan tambang sebagai penyedia oksigen yang dibawa oleh masing-masing anggota regu penyelamat, tugas ini berbahaya sehingga diperlukan alat yang juga bisa melindungi nyawa penyelamat maupun korban sehingga aktifitas penyelamatan dapat dilakukan secara maksimal.OBA juga dikenal dengan nama Self Contain Breathing Apparatus (SCBA) yang pada dasarnya terbagi ke dalam tiga jenis, yaitu SCBA rescue unit, SCBA work unit dan SCBA escape unit (Khairil Ardhi, 2012). SCBA rescue unit merupakan objek yang akan dibandingkan secara teknis dan operasional untuk keperluan pengadaan alat praktik pada Diklat Inspektur Tambang Pertama di Pusdiklat Mineral dan Batubara. Ada beberapa jenis teknologi SCBA rescue unityang digunakan saat ini, yaitu: Open-Circuit Breathing Apparatus SCBA dengan teknologi Open-Circuit Breathing Apparatus memiliki empat komponen dasar yang terdiri dari backpack, cylinder, regulator assembly, face piece assembly. Pada teknologi ini pembuangan udara pemakai langsung ke atmosfer. Open-Circuit Breathing Apparatus memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Digunakan ketika penyelamat dalam suasana yang terkontaminasi untuk waktu yang lama 2. Supply hoses ke open-circuit SCBA 3.Memiliki Emergency Breathing Support Systems (EBSS) selama 5-10 menit 4.Sistem Airline memungkinkan tim penyelamat untuk beroperasi sejauh 300 meter dari sumber pasokan. Pertimbangan Teknis dan Operasional Pengadaan Alat Oxygen Breathing Apparatus (OBA) untuk Sarana Praktik Diklat Fungsional Inspektur Tambang Pertama [Yudiana Hidayat & Leni Nurliana] 19 Closed-Circuit Breathing Apparatus SCBA dengan teknologi Closed-Circuit Breathing Apparatus memiliki sistem di mana pernapasan pemakainya didaur ulang kembali setelah karbon dioksida diserap dan digantikan dengan oksigen. Kembalinya pasokan oksigen ke dalam sistem dengan menggunakan: bahan ajar perkuliahan yang relevan sedangkan wawancara dilakukan kepada beberapa pihak yang kompeten dalam hal ini melibatkan tenaga laboratorium dari Balai Diklat Tambang Bawah Tanah (BDTBT). Bahan-bahan tersebut kemudian dipelajari dan dianalisa untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam kajian ini. 1. Compressed oxygen dan liquid oxygen HASIL DAN PEMBAHASAN Dilengkapi dengan penutup wajah atau corong dan klem hidung. Oksigen tekanan tinggi dari tabung gas melewati katup tekanan tinggi, dan dalam beberapa desain masuk melalui katup tekanan rendah ke kantong atau wadah pernapasan. Oksigen cair diubah menjadi gas oksigen tekanan rendah dan dikirim ke kantong pernapasan. Pemakainya menghirup dari kantong pernapasan, melalui tabung bergelombang yang terhubung ke corong atau penutup wajah dengan katup satu arah. Udara dihembuskan melewati melalui katup yang lain ke dalam suatu wadah untuk menghapus karbon dioksida dan kembali memasuki kantong pernapasan. Bahan baku dari Compressed Oxygen sangat mudah didapat dan relatif murah jika dibandingkan Liquid Oxygen atau pun Chemical Oxygen, yaitu oksigen isi ulang sama seperti yang digunakan pada rumah sakit. 2. Oksigen kimia Dilengkapi dengan penutup wajah atau corong dan klem hidung. Uap air dari napas yang dihembuskan bereaksi dengan bahan kimia dalam tabung untuk melepaskan oksigen ke kantong pernapasan. Pemakainya menghirup dari kantong melalui tabung bergelombang dan katup satu arah di penutup wajah. Tingkat pelepasan oksigen diatur oleh volume udara yang dihembuskan. Karbon dioksida diserap dengan canister fill. Meskipun beberapa tes mengungkapkan bahwa secara ergonomi dan kenyamanan pernapasan sangat baik tetapi tidak menguntungkan secara finansial karena biaya yang sangat besar untuk mengganti tabung oksigen kimia setelah digunakan.Oksigen kimia tersebut juga ada masa kadaluarsanya. (sumber: scclmines.com, 2013) METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang digunakan berupa studi literatur dan wawancara. Literatur yang digunakan berasal dari internet, brosur-brosur, 20 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 19 - 24 Analisis Pertimbangan Teknis dan Operasional Berdasarkan pada hasil kajian teori dan praktik penggunaan serta perawatan, Closed-Circuit Breathing Apparatus dianggap jauh lebih unggul dari pada Open-Circuit Breathing Apparatus karena: 1. kapasitas tabung oksigen 300 bar sehingga waktu pemakaian alat lebih lama (bisa sampai 4 jam), 2. ukuran tabung oksigen pada alat lebih kecil, 3. bobot alat lebih ringan, bukan hanya disebabkan oleh ukurannya yang lebih kecil saja tetapi oleh banyak faktor salah satunya adalah jenis material pembuatnya. Ketika Closed-Circuit Breathing Apparatus telah dipilih, maka tahap selanjutnya adalah membandingkan teknologi dalam pasokan oksigen, yaitu antara: compressed oxygen, liquid oxygen dan oksigen kimia. Oksigen Kimia bukanlah pilihan yang baik karena relatif mahal dalam operasionalnya. Memiliki masa kadaluarsa jika tidak digunakan. Menghasilkan limbah padat dari sisa tabung KO2 (oksigen kimia) yang sudah terpakai dan untuk mendapatkannya harus memesan hanya kepada distributor tunggal OBA yang menggunakan teknologi tersebut. Compressed oxygen dan liquid oxygen bisa dikatakan hampir mirip, tetapi dalam hal keekonomisan serta kemudahan untuk mendapatkannya, compressed oxygen lebih unggul. Sehingga dalam hal ini pilihan mengerucut pada compressed oxygen. Analisis Perbandingan Merek OBA/SCBA dengan jenis Closed-Circuit Breathing Apparatus dan pasokan compressed oxygen ada beberapa merek, yaitu Draeger SCBA PSSBG4 Plus dan Kawazaki OxyGem-11. Dengan adanya dua pilihan tersebut, maka dibandingkan keunggulan masing-masing alat dengan hasil sebagai berikut: Tabel 1. Perbandingan Alat OBA/SCBA Kawasaki OxyGem-11 Draeger SCBA PSSBG4 Plus Kapasitas 200 bar 150 menit Kapasitas 300 bar 240 menit 12 kg 15 kg Ulir Karet Engsel Slot Cairan anti kabut Wiper Ulir Karet Sistem penunjuk jumlah tekanan oksigen Analog Digital Chemical yang digunakan untuk Penangkap CO2 pada tabung pembersih Keras Mudah hancur Sistem peringatan Peluit Sirine elektronik Tidak ada Baterai Tidak ada Ada pergerakan Spesifikasi Durasi pemakaian alat Berat Sistem penyambungan Sistem penguncian penutup casing Sistem penjaga kebersihan kaca masker Sistem sambungan bagian kantung oksigen Sumber tenaga Sensor pergerakan dengan lamanya alat ini digunakan sebagai sarana praktik pendidikan dan pelatihan. Sistem Penyambungan Komponen-komponen Sistem penyambungan komponen-komponen pada OBA Kawasaki menggunakan ulir dan PSSBG4 Plus menggunakan ring karet pada setiap sambungannya yang berfungsi sebagai pelindung sambungan dari kebocoran (Gambar 1). Sistem ini sangat mudah dan relatif sederhana dalam pelaksanaannya, pemakai tinggal menyambungkan satu bagian dengan pasangannya di bagian lain kemudian memutar ulir seperti memutar tutup botol atau baut, sehingga sambungan akan tetap terjaga karena sambungan dilengkapi dengan karet segel. Selain itu penyambungan antar komponen alat ini tidak memerlukan tenaga yang besar, sehingga kemungkinan kerusakan alat seperti robek atau patah yang dikarenakan kelebihan tenaga dalam pemasangannya akan dapat dihindari. Sumber: Spesifikasi alat Durasi Pemakaian SCBA Kawasaki memiliki kapsitas 200 bar durasi pemakaian selama 150 menit sedangkan PSSBG4 Plus dengan kapasitas 300 bar jauh lebih lama yaitu 240 menit. Durasi pemakaian ini akan berpengaruh terhadap suplai oksigen, semakin lama durasi pemakaian maka makin lama alat ini bisa mensuplai oksigen ke pemakainya sehingga banyak tugas tim penyelemat yang dapat dilakukan dalam satu waktu dan semakin leluasa pemakainya dalam bekerja pada saat menggunakan alat tersebut. (a) Berat SCBA/OBA Berat SCBA/OBA Kawasaki adalah 12 kg, 3 kg lebih ringan dibanding PSSBG4 Plus, akan tetapi hal ini tidak berpengaruh besar jika dikaitkan Sumber: dokumentasi pribadi (b) Gambar 1. Sistem penyambungan dengan ulir (a) dan karet (b) Pertimbangan Teknis dan Operasional Pengadaan Alat Oxygen Breathing Apparatus (OBA) untuk Sarana Praktik Diklat Fungsional Inspektur Tambang Pertama [Yudiana Hidayat & Leni Nurliana] 21 Sistem Penguncian Penutup Casing Sistem penguncian penutup casing pada Kawasaki OxyGem tipe 11 mengunakan sistem pegas pengait sedangkan PSSBG4 Plus memakai sistem slot. Kedua sistem ini tidak terlalu berpengaruh secara langsung kepada cara kerja alat masing-masing. Sistem Penjaga Kejernihan Kaca Masker Sistem penjaga kejernihan kaca masker pada Kawasaki OxyGem-11 menggunakan cairan anti kabut, sedangkan PSSBG4 Plus membersihkan kabut kaca masker menggunakan wiper pada setiap maskernya. Ada beberapa kerugian pada metode wiper, salah satunya adalah dapat menghasilkan goresan pada kaca jika durasi penggunaan yang lama. Hal tersebut disebabkan oleh wiper yang telah terkontaminasi debu atau pasir, serta kaca masker yang terbuat dari bahan plastik bening sehingga akan sangat mudah tergores. Tergoresnya kaca masker akan mengganggu fisibilitas (mengganggu pandangan) pemakai alat sehingga kaca masker akan lebih sering diganti. Lain halnya dengan penjaga kejernihan kaca yang menggunakan cairan anti kabut yang terdapat pada SCBA Kawasaki, karena pemakaian cairan anti kabut dengan cara menyemprotkannya ke permukaan kaca masker bagian sisi dalam sampai merata, maka kemungkinan terbentuknya goresan seperti halnya yang menggunakan wiper tidak akan terjadi. Sumber: dokumentasi pribadi Gambar 2. Wiper pada masker 22 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 19 - 24 Pemakaian wiper yang terus-menerus memungkinkan terjadinya kerusakan baik patah wiper-nya ataupun keausan pada komponen ini, sehingga tidak dapat dioperasikan. Hal tersebut menyebabkan perlukannya cadangan sparepart wiper sebagai pengganti yang cukup sulit untuk diperoleh karena tidak dijual secara umum. Dengan demikian, akan ada penambahan biaya/ anggaran untuk pembelian sparepart atau biaya pemeliharaan. Sistem Sambungan Bagian Kantung Oksigen Sistem sambungan bagian kantung Oksigen pada SCBA Kawasaki OxyGem-11 ke regulator, tabung pendingin dan tabung pembersih menggunakan sistem ulir, berbeda dengan sistem penyambungan pada SCBA PSSBG4 Plus yang menggunakan sistem penyambungan dengan karet. Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa sistem ulir lebih mudah diaplikasikan. Karena hanya menyambungkan sambungan tersebut kemudian menguncinya dengan sistem ulir. Sehingga tidak memerlukan tenaga yang terlalu kuat pada kegiatan penyambungan kantung oksigen. Berbeda halnya dengan sistem penyambung dengan ulir, sistem penyambung dengan karet memerlukan tenaga yang cukup besar untuk pemasangannya. Salah satunya karena bagian untuk memegang sambungan sangat kecil dan tipis (lihat gambar 4). Hal ini mungkin bagi para pekerja tambang atau penyelamat profesional tidak menjadi masalah. Karena kondisi fisik yang sudah terbiasa bekerja berat atau sudah terampil menggunakan serta membongkar pasang alat serupa. Akan tetapi, bagi para peserta diklat inspektur tambang yang tidak terbiasa bekerja berat dan bukan pemakai alat yang rutin, hal ini akan menjadi kendala. Akibat lain dari pemasangan yang memerlukan tenaga yang kuat, berpotensi menyebabkan kerusakan komponen lainnya. Hal ini dapat Sumber: dokumentasi pribadi Gambar 3: Komponen jarum bengkok/rusak) Sumber: dokumentasi pribadi Gambar 4. Sistem penyambungan dengan ulir (kanan) dan karet (kiri) terjadi karena pada saat pemakai merasa kekuatan tangan tidak mampu memberikan tenaga yang cukup dalam pemasangan kantung oksigen ini. Oleh karena itu, biasanya pemakai akan mencari tumpuan pegangannya atau menahan komponen lain. Apabila komponen yang dijadikan tumpuan atau yang ditahan itu kondisinya rapuh atau dudukannya posisinya tidak kuat, maka akan menyebabkan kerusakan pada komponen yang bersangkutan. (lihat gambar 3) Zat Kimia Penangkap Gas CO2 Zat kimia penangkap gas CO2 yang digunakan pada tabung pembersih yang digunakan di Produk Kawasaki OxyGem-11 memiliki bentuk butiran yang lebih kecil dan lebih keras, dan berporos sehingga tidak mudah hancur dan dalam wadah yang sama akan berisi kalsium hidroksida (Ca(OH)2) lebih banyak sehingga akan mampu menyerap CO2 lebih banyak juga. Sistem Keamanan Pemakai Mengingat resiko bahaya yang bisa terjadi pada saat orang memakai SCBA, maka alat ini dilengkapi beberapa sistem keamanan bagi pemakai, yaitu pada SCBA PSSBG4 Plus berupa sistem penunjuk jumlah tekanan oksigen di mana pemakai SCBA bisa mengetahui jumlah oksigen pada saat itu, alarm yang memperingatkan si pemakai apa bila jumlah oksigen sudah mencapai jumlah tertentu dan yang terakhir adalah sensor gerakan. Fungsi sistem ini, yaitu apabila alat ini tidak bergerak dalam jangka waktu tertentu maka alarmnya akan berbunyi. Sistem Peringatan Karakteristik penyelamatan di tambang bawah tanah khususnya atau di lokasi yang cara kerjanya sangat bergantung pada alat suplai oksigen, afaiabilitas alat harus benar-benar diperhatikan, seperti misalnya sisa tekanan oksigen yang masih tersedia di dalam tabung harus diketahui secara pasti untuk mengetahui berapa lama lagi alat yang dipakai bisa digunakan. Pada SCBA dilengkapi system alarm sebagai pemberi peringatan apabila tekanan dalam tabung sudah mencapai jumlah minimal tertentu dimana alat masih bisa digunakan/mensuplai oksigen kepada pemakai alat yang cukup untuk mencapai udara bebas atau terminal penyedia suplai oksigen. Draeger SCBA PSSBG4 Plus menggunakan alarem elektronik yang terintegrasi dengan sistem dalam body guard yang menggunakan sumbertenaga baterai, sedangkan pada Kawasaki menggunakan alarem sistem mekanis berupa peluit yang cara kerjanya memanfaatkan tiupan angin dari sistem. Fungsi dari kedua sistem alarem kedua alat itu sama yaitu memberikan peringatan dini pada pemakai apabila jumlah oksigen pada tabung suplai sudah mencapai jumlah tertentu, jadi kedua system di atas tidak berpengaruh terhadap fungsi alat, akan tetapi pada draeger karena menggunakan sistem elektronik menyebabkan alat ini memerlukan sumber listrik berupa baterai. Sistem Penunjuk Jumlah Tekanan Oksigen Sistem penunjuk jumlah tekanan oksigen pada Kawasaki OxyGem-11 menggunakan sistem analog/ mekanik sedangkan Draeger PSSBG4 Plus menggunakan sistem digital sehingga memberikan kemudahan pada pemakai karena mudah dibaca dan detail sampai beberapa angka di belakang koma. Berbeda dengan sistem analog yang memerlukan waktu lebih lama dalam membacanya karena menggunakan jarum penunjuk dan garis-garis skala. Selain itu juga, life guard (tempat membaca angkanya) dilengkapi lampu. Sehingga mudah membacanya pada saat alat ini dipakai dalam kondisi lingkungan yang Pertimbangan Teknis dan Operasional Pengadaan Alat Oxygen Breathing Apparatus (OBA) untuk Sarana Praktik Diklat Fungsional Inspektur Tambang Pertama [Yudiana Hidayat & Leni Nurliana] 23 gelap. Akan tetapi kedua hal tersebut tidak begitu berpengaruh pada performa alat. Sebab meskipun SCBA Kawasaki hanya memakai sistem analog, pembacaannya tidak berbeda signifikan. Hanya berbeda beberapa angka di belakang koma saja. Sebagai fungsi penerang supaya angka bisa dibaca pada lingkungan gelap, jarum penunjuk angka analog akan mengeluarkan cahaya pada lingkungan yang gelap karena background jarum penunjuk konsentrasi oksigen yang tersedia terbuat dari bahan yang bisa mengeluarkan cahaya (fluorescence), Dengan demikian jarum skala masih bisa terbaca dengan jelas. pingsan atau yang lainnya, sehingga rekannya atau tim penolong dapat mengetahui posisi si pemakai dan melakukan tindakan pertolongan lebih lanjut. Sistem ini adalah salah satu kelebihan dari SCBA Draeger tetapi tidak begitu bermanfaat pada saat digunakan sebagai sarana praktikum peserta diklat. KESIMPULAN Apabila alat Draeger SCBA PSSBG4 Plus digunakan oleh tim Penyelamat tambang atau Tenaga Emergency Respond Group di perusahaan pertambangan, secara teknis Draeger SCBA PSSBG4 Plus lebih unggul dari pada Kawasaki OxyGem-11 karena waktu pemakaiannya bisa lebih lama, sistem yang lebih lengkap dan kompleks. Kelebihan berat sebanyak 3 kg tidak berarti jika dibandingkan dengan fungsinya yang bisa bertahan lama. Pada kajian ini pemilihan alat SCBA diperuntukan sebagai sarana praktik Diklat Fungsional Inspektur Tambang Pertama, maka Kawasaki OxyGem tipe 11 dianggap lebih cocok, karena memiliki prinsip kerja yang relatif sama, namun lebih sederhana dan lebih mudah dalam pemasangan dan pengoperasianya serta lebih hemat pada biaya operasional dan pemeliharaannya, sebab alat yang lebih kompleks akan memerlukan pemeliharaan yang rumit serta biaya yang lebih mahal. SARAN Perhitungan kebutuhan jumlah alat dapat menyesuaikan dengan jumlah peserta diklat, jika jumlah peserta diklat dalam satu kelas sebanyak 25 (dua puluh lima) peserta maka akan lebih mudah jika dibagi kedalam lima kelompok dan setiap kelompok memiliki satu alat Kawasaki OxyGem tipe 11 dan dapat dioperasikan secara bergantian. DAFTAR PUSTAKA Sumber: dokumentasi pribadi Gambar 5: Bodyguard/Penunjuk jumlah tekanan digital (atas), analog (bawah). Sensor Pergerakan Sensor pergerakan merupakan sistem keamanan bagi pemakai yang akan bekerja/ berfungsi jika alat ini (SCBA) tidak bergerak pada jangka waktu tertentu maka alarm yang ada pada bodyguard akan berbunyi. Hal ini akan berguna apabila si pemakai mengalami musibah atau kecelakaan yang menyebabkan dia tidak bergerak sama sekali, seperti 24 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 19 - 24 Khairil, Ardhi. (2012) “Self Contained Breathing Apparatus”. (http://ardhikhairil.blogspot. co.id/2012/05/self-contained-breathing-apparatus. html). Diunduh 21 Juli 2016, 13:30 WIB. Anonim, “Mines Rescue Services in SCCL” (http://www. scclmines.com/rescue_history.asp) Anonim. (2012) “Self-Contained Breathing Apparatus (SCBA) Types and Uses”. Law, Public Safety, Corrections, and security, Texas Education Agency. Brosur: air-elite Air elite by MSA – the real closed circuitair regeneration apparatus based on chemical oxygen. 2013. Brosur Draeger SCBA PSS_BG4. tahun 2014 PENILAIAN KINERJA WIDYAISWARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE AHP (Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto) Widyaiswara Performance Assessment Using AHP Method (Case Study: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto) Rachmat Saleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Mineral dan Batubara Jl. Jend. Sudirman 623 Bandung 40211, Telp. (022) 6030483, Fax. (022) 6003373 E-mail: [email protected] Abstrak Penilaian kinerja widyaiswara pada lembaga pendidikan dan pelatihan sangat diperlukan untuk melihat bagaimana kinerja widyaiswara dalam menjalankan semua kegiatan proses dikjartih yang ada pada lembaga diklat widyaiswara tersebut bekerja. Dalam mengevaluasi penilaian kinerja widyaiswara dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mendapatkan widyaiswara dengan peringkat terbaik. Penggunaan metode AHP ini dilakukan terhadap tiga kriteria, yaitu kriteria penguasaan materi, pencapaian tujuan instruksional, dan sistematika penyajian pada suatu penilaian kinerja. Yang menjadi alternatif adalah 11 (sebelas) orang widyaiswara yang setelah diakumulasikan mendapatkan nilai terbaik diantara widyaiswara lainnya. Berdasarkan kesesuaian profesi pada Balai Diklat Tambang Bawah Tanah, Sawahlunto. Dengan metode AHP ini, diharapkan dapat memudahkan penilaian kinerja widyaiswara untuk mendukung dalam pengambilan keputusan. Kata Kunci: metode AHP, kinerja widyaiswara Abstract Widyaiswara Performance Assessment in educational and training institution is important to see the performance of Widyaiswara in dealing with all of their learning activities processes that existed at the training institution. In evaluating the performance of widyaiswara, this research is using AHP to identify the best trainee. Analytical Hierarchy Process (AHP) was applied on three criteria, namely: Materials Masterly criteria, Instructional objectives attainment, and systemic presentation on performance assessment. The alternatives are 11 (eleven) best Widyaiswara who have appropriate profession at Underground Mine Training Center, Sawahlunto. By using this AHP method, it is expected to facilitate Widyaiswara’s performance assessment process to support decision making. Keywords: method of AHP, performance widyaiswara PENDAHULUAN Pada prinsipnya, penilaian kinerja merupakan cara pengukuran kontribusi-kontribusi dari individu dalam instansi yang dilakukan terhadap organisasi. Nilai penting dari penilaian kinerja adalah menyangkut penentuan tingkat kontribusi individu atau kinerja yang diekspresikan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawab. Sebagai seorang profesional, kinerja widyaiswara perlu dinilai atau dievaluasi. Penilaian kinerja adalah menentukan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, dan personalnya, berdasarkan sasaran strategi, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Secara umum, penilaian kinerja adalah proses di mana organisasi mengevaluasi unjuk kerja atau kinerja pegawai dengan tujuan untuk meningkatkannya. Penilaian kinerja widyaiswara pada suatu lembaga diklat sangat diperlukan untuk melihat bagaimana tingkat kinerja widyaiswara dalam menjalankan semua kegiatan proses dikjartih (pendidikan pengajaran dan pelatihan) yang ada pada instansi widyaiswara tersebut bekerja. Tujuan kajian ini ingin mengetahui bagaimana Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP [Rachmat Saleh] (Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto) 25 pelaksanaan penilaian kinerja widyaiswara yang dilakukan dalam pelaksanaan proses dikjartih. Mengetahui pengaruh produktivitas kerja widyaiswara terhadap lembaga diklat dan menentukan kinerja widyaiswara yang terbaik dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Permasalahan yang terjadi karena susahnya pimpinan dalam menentukan penilaian widyaiswara terbaik, maka dari itu penulis mencoba menggunakan metode AHP yang kesimpulan nantinya dapat menghasilkan urutan atau peringkat widyaiswara mana yang terbaik dari yang terbaik. Penulis akan menganalisis dan menguji metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk pengolahan datanya yang nantinya informasi yang dihasilkan diharapkan berguna bagi pihak lembaga diklat dalam menentukan kinerja widyaiswara terbaik dalam proses dikjartih. METODOLOGI PENELITIAN Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an. Metode ini merupakan salah satu model pengambilan keputusan multikriteria yang dapat membantu kerangka berpikir manusia di mana faktor logika, pengalaman pengetahuan, emosi dan rasa dioptimalkan ke dalam suatu proses sistematis. Pada dasarnya, AHP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok–kelompoknya, dengan mengatur kelompok tersebut ke dalam suatu hierarki, kemudian memasukkan nilai numerik sebagai pengganti persepsi manusia dalam melakukan perbandingan relatif. Dengan suatu hipotesa, maka akan dapat ditentukan elemen mana yang mempunyai prioritas tertinggi. Secara umum, tahapan-tahapan proses yang harus dilakukan dalam menggunakan AHP untuk memecahkan suatu masalah adalah sebagai berikut. 1. M e n d e f e n i s i k a n p e r m a s a l a h a n d a n menentukan tujuan. Bila AHP digunakan untuk memilih alternatif atau menyusun prioritas alternatif, maka tahap ini dilakukan pengembangan alternatif. 2. Menyusun masalah ke dalam suatu struktur hierarki sehingga permasalahan yang kompleks dapat ditinjau dari sisi yang detail dan terukur. 3. Menyusun prioritas untuk tiap elemen masalah pada setiap hierarki. Prioritas ini dihasilkan dari suatu matriks perbandingan berpasangan antara seluruh elemen pada tingkat hierarki yang sama. 4. Melakukan pengujian konsistensi terhadap perbandingan antar elemen yang didapatkan pada tiap tingkat hierarki. Thomas L. Saaty membuktikan bahwa Indeks Konsistensi dari matriks berordo –n )[3]. Tabel 2. Skala Dasar Perbandingan Berpasangan Tingkat Kepentingan Definisi 1 Sama Pentingnya 3 Sedikit lebih penting Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya. Lebih Penting Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya. 7 Sangat Penting Satu elemen terbukti sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata, dibandingkan dengan elemen pasangannya. 9 Mutlak lebih penting Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada keyakinan tertinggi. 2,4,6,8 Nilai Tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian di antara dua tingkat kepentingan yang berdekatan. 5 Keterangan Kedua elemen mempunyai pengaruh yang sama. Sumber: Saaty, 1970 26 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 25 - 32 Pada Kasus di Balai Diklat Tambang Bawah Tanah – Sawahlunto, hubungan antara kriteria dan alternatif dapat digambarkan sebagai berkut: WIDYAISWARA TERBAIK PENGUASAAN MATERI WI 1 WI 2 SISTEMATIKA PENYAJIAN PENCAPAIAN TUJUAN INSTRUKSIONAL WI 3 WI 4 WI 5 WI 6 WI 7 WI 8 WI 9 WI 10 WI 11 Gambar 1. Hierarki antara kriteria dan alternatif PEMBAHASAN DAN HASIL Penilaian dalam membandingkan antara satu kriteria dengan kriteria yang lain adalah bebas satu sama lain, dan hal ini dapat mengarah pada ketidakkonsistenan. Saaty (1970) telah membuktikan bahwa indeks konsistensi dari matrik berordo n dapat diperoleh dengan rumus: CI = ( λ maks-n)/(n-1).............................................. (1) CI = Indeks Konsistensi (Consistency Index) λ maks = Nilai eigen terbesar dari matrik berordo n Dimana: Nilai eigen terbesar didapat dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolom dengan eigen vector. Batas ketidakkonsistenan diukur dengan menggunakan rasio konsistensi (CR), yakni perbandingan indeks konsistensi (CI) dengan nilai pembangkit random (RI). Nilai ini bergantung pada ordo matrik n. Rasio konsistensi dapat dirumuskan: CR = CI/RI.............................................. (2) Bila nilai CR lebih kecil dari 10%, ketidakkonsistenan pendapat masih dianggap dapat diterima. Tabel 2. Daftar Indeks Random Konsistensi (RI) n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 RI 0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59 Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP [Rachmat Saleh] (Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto) 27 Studi kasus dalam menentukan prioritas dalam penilaian kinerja widyaiswara terbaik, dilakukan langkah penyelesaian sebagai berikut. 1. Tetapkan permasalahan, kriteria dan sub kriteria (jika ada), dan alternatif pilihan. a. Permasalahan: Menentukan prioritas widyaisawara terbaik. b. Kriteria: penguasaan materi, pencapaian instruksional, dan sistimatika penyajian, c.Subkriteria: 1) Penguasaan materi (Sangat baik: 8690; Baik: 80-85; Cukup: 75-79) 2) Pencapaian instruksional (Sangat baik: 86-90; Baik: 80-85; Cukup: 75-79) 3) Sistematika penyajian (Sangat baik: 86-90; Baik: 80-85; Cukup: 75-79) Catatan: Jumah kriteria dan sub kriteria, minimal 3. Karena jika hanya dua, maka akan berpengaruh terhadap nilai CR (lihat tabel daftar rasio indeks konsistensi/ RI) 2. Membentuk matrik Pairwise Comparison kriteria. Terlebih dahulu melakukan penilaian perbandingan dari kriteria.Perbandingan ditentukan dengan mengamati kebijakan yang dianut oleh penilai, yaitusebagaiberikut. a. Kriteria penguasaan materi 4 kali lebih penting dari sistematika penyajian,dan 3 kali lebih penting dari pencapaian instruksional. b. Kriteria pencapaian instruksional,2 kali lebih penting dari sistimatika penyajian. Catatan: Terjadi 3 kali perbandingan terhadap 3 kriteria (penguasaan materi → sistimatika penyajian, penguasaan materi → pencapaian instruksional, sistimatika penyajian → pencapaian instruksional). Jika ada 4 kriteria, maka akan terjadi 6 kali perbandingan. Untuk memahaminya dibuat perbandingan terhadap 4 kriteria. Sehingga matrik perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison) untuk kriteria tersebut, yakni sebagai berikut. Tabel 3. Matriks Perbandingan Berpasangan untuk Kriteria Penguasaan Materi Pencapaian Instruksional Sistematika Penyajian 1 3 4 Pencapaian Instruksional 1/3 1 2 Sistematika Penyajian 1/4 1/2 1 Penguasaan Materi Cara mendapatkan nilai-nilai di atas adalah dengan membandingkan kolom yang terletak paling kiri dengan setiap kolom kedua, ketiga, dan keempat. Perbandingan terhadap dirinya sendiri, akan menghasilkan nilai 1. Sehingga nilai satu akan tampil secara diagonal. (penguasaan materi terhadap penguasaan materi, pencapaian instruksional terhadap pencapaian instruksional dan sistematika penyajian terhadap sistematika penyajian). Perbandingan kolom kiri dengan kolom-kolom selanjutnya. Misalkan nilai 3, didapatkan dari perbandingan penguasaan materi yang 3 kali lebih penting dari pencapaian instruksional (lihat nilai perbandingan di atas). Perbandingan kolom kiri dengan kolom-kolom selanjutnya. Misalkan nilai ¼ didapatkan dari perbandingan sistematika penyajian dengan penguasaan materi (ingat, penguasaan materi 4 kali lebih penting dari sistematika penyajian sehingga nilai sistematika penyajian adalah ¼ dari penguasaan materi). 28 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 25 - 32 3. Menentukan ranking kriteria dalam bentuk vektor prioritas (disebut juga eigen vector ternormalisasi). a. Ubah matriks Pairwise Comparison ke bentuk desimal dan jumlahkan tiap kolom tersebut. Elemen Kolom Tabel 4. Matriks Perbandingan Berpasangan Bentuk Desimal dan Jumlah Kolom Penguasaan Materi Pencapaian Instruksional Penguasaan Materi 1,000 3,000 Pencapaian Instruksional 0,333 1,000 2,000 Sistematika Penyajian 0,250 0,500 1,000 1,583 4,500 Jumlah Klom Sistematika Penyajian 4,000 7.000 b. Bagi elemen-elemen tiap kolom dengan jumah kolom yang bersangkutan. Tabel 5. Hasil Pembagian Elemen dengan Jumlah Kolom Penguasaan Materi Pencapaian Instruksional Sistematika Penyajian Penguasaan Materi 0,632 0,667 0,571 Pencapaian Instruksional 0,210 0,222 0,286 Sistematika Penyajian 0,158 0,111 0,143 Contoh : Nilai 0,632 adalah hasil dari pembagian antara nilai 1,000/1,583 dst. c. Hitung Eigen Vector normalisasi dengan cara: jumlahkan tiap baris kemudian dibagi dengan jumlah kriteria. Jumlah kriteria dalam kasus ini adalah 3. Tabel 6. Nilai Eigen Vector Normalisasi Penguasaan Materi Pencapaian Instruksional Sistematika Penyajian Jumlah Baris Eigen Vector Normalisasi Penguasaan Materi 0,632 0,667 0,571 1,870 0,623 Pencapaian Instruksional 0,210 0,222 0,286 0,718 0,239 Sistematika Penyajian 0,158 0,111 0,143 0,412 0,137 • nilai 1,870 adalah hasil dari penjumlahan 0,632+0,667+0,571, • nilai 0,623 adalah hasil dari 1,870/3, • dan seterusnya, Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP [Rachmat Saleh] (Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto) 29 d. Menghitung rasio konsistensi untuk mengetahui apakah penilaian perbandingan kriteria bersifat konsisten. 1) Menentukan nilai Eigen Maksimum ( λ maks). λ maks diperoleh dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah kolommatrik Pairwise Comparison ke bentuk desimal dengan vector eigen normalisasi. λ maks = (1,583 x 0,623 )+ (4,500 x 0,239)+(7,000 x 0,137) = 3,021 2) Menghitung Indeks Konsistensi (CI) CI = ( λ maks-n)/n-1 = 0,011 3) Rasio konsistensi = CI/RI, nilai RI untuk n = 3 adalah 0,58 (lihat daftar indeks random konsistensi (RI)) CR = CI/RI = 0,011/0,58 = 0,019 Karena CR < 0,100 berarti preferensi pembobotan adalah konsisten 4. Untuk matrik Pairwise Comparison sub kriteria, diasumsikan memiliki nilai yang sama dengan matrik Pairwise Comparison kriteria. Kita bisa mencoba merubah nilai pembobotan jika ingin lebih memahami pembentukan matrik ini. a. Sub kriteria penguasaan materi Tabel 7. Nilai Sub Kriteria Penguasaan Materi Sangat Baik Baik Cukup Jumlah Eigen Vektor Baris Normalisasi Sangat Baik 0,632 0,667 0,571 1,870 0,623 Baik 0,210 0,222 0,286 0,718 0,239 Cukup 0,158 0,111 0,143 0,412 0,137 b. Sub kriteria pencapaian instruksional Tabel 8. Nilai Sub Kriteria Pencapaian Instruksional Sangat Baik Baik Cukup Jumlah Eigen Vektor Baris Normalisasi Sangat Baik 0,632 0,667 0,571 1,870 0,623 Baik 0,210 0,222 0,286 0,718 0,239 Cukup 0,158 0,111 0,143 0,412 0,137 c. Sub kriteria sistematika penyajian Tabel 9. Nilai Sub Kriteria Sistematika Penyajian Sangat Baik Baik Cukup Jumlah Eigen Vektor Baris Normalisasi Sangat Baik 0,632 0,667 0,571 1,870 0,623 Baik 0,210 0,222 0,286 0,718 0,239 Cukup 0,158 0,111 0,143 0,412 0,137 5. Terakhir adalah menentukan ranking dari alternatif dengan cara menghitung eigen vector untuk tiap kirteria dan sub kriteria. Tabel 10. Perolehan Nilai Widyaiswara BDTBT Tahun 2015 untuk Masing-masing Kriteria No Widyaiswara Penguasaan Pencapaian Sistematika (WI) Materi Instruksional Penyajian 1 WI - 1 84,66 83,76 84,34 2 WI - 2 83,28 81,30 81,00 3 WI - 3 86,21 85,38 85,92 4 WI - 4 86,23 85,85 85,78 5 WI - 5 82,25 81,78 81,35 6 WI - 6 87,16 86,83 86,96 7 WI - 7 86,88 86,26 86,22 8 WI - 8 82,44 82,75 82,95 9 WI - 9 84,15 81,25 82,85 10 WI - 10 82,61 82,62 81,88 11 WI - 11 86,31 86,42 84,62 Sumber: Bahan KTI Identifikasi Potensi WI, BDTBT-Sawahlunto, 2015 Tabel 11. Hasil Penentuan Ranking NO NAMA Penguasaan Materi Pencapaian Instruksional Sistematika Penyajian Hasil Kesesuaian Profesi Ranking 1 WI - 1 2 2 2 1.434 1.00 1.4340 2 WI - 2 2 2 2 1.434 0.75 1.0755 3 WI - 3 1 2 2 1.579 1.00 1.5790 4 WI - 4 1 2 2 1.579 1.00 1.5790 30 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 25 - 32 5 WI - 5 2 2 2 1.434 0.75 1.0755 6 WI - 6 1 1 1 1.869 0.75 1.4018 7 WI - 7 1 1 1 1.869 1.00 1.8690 8 WI - 8 2 2 2 1.434 0.75 1.0755 9 WI - 9 2 2 2 1.434 0.75 1.0755 10 WI - 10 2 2 2 1.434 0.75 1.0755 11 WI - 11 1 1 2 1.724 0.75 1.2930 a. Bobot nilai diperoleh dari kondisi yang dimiliki oleh alternatif. Contoh pada WI-3, yang memiliki penguasaan materi 86,21 (sangat baik), maka diberikan bobot 1 (2 untuk baik dan 3 untuk cukup). WI-3 memiliki nilai pencapaian instruksional 85,38 (baik), sehingga diberikan bobot 2 dan sistimatika penyajian adalah baik dengan bobot 2 (1 untuk sangat baik dan 2 untuk baik). b. Nilai untuk kesesuaian profesi ditetapkan teknik tambang merupakan profesi inti pada Lembaga Diklat Teknik (BDTBT) dengan nilai 1, teknik lainnya sebagai profesi penunjang dengan nilai 0,75, dan profesi manajemen (non teknik) dengan nilai 0,50. c. Hasil diperoleh dari perkalian nilai vector kriteria dengan vector subkriteria. Setiap hasil perkalian kriteria dan subkriteria masingmasing kolom dijumlahkan. (Penguasaan Materi x Sangat Baik + Pencapaian Instruksional x Baik + Sistematika Penyajian x Baik = 1,5790) Contoh:WI-3, pada kolom penguasaan materi (eigen vector: 0,623) dikalikan dengan subkriteria penguasaan materi, yaitu sangat baik (eigen vector: 0,623) dan seterusnya. Dari hasil di atas, WI-6 danWI-7 memiliki nilai paling tinggi yaitu 1,869, namun WI-6 setelah dikalikan dengan nilai kesesuaian profesi (nilai 0,75) menjadi 1,4018, sedangkan WI-7 dengan faktor kesesuaian profesi (nilai1), sehingga layak menjadi widyaiswara terbaik. KESIMPULAN Kriteria yang berpengaruh terhadap penentuan penilaian kinerja widyaiswara pada BDTBT adalah kriteria penguasaan materi dengan nilai 0.623 (62%), kemudian pencapaian instruksional 0.239 (24%), dan sistematika penyajian 0.137 (14%). Dari hasil analisis matrik AHP diperoleh model keputusan, dengan prioritas, yaitu untuk seluruh bobot/ prioritas kriteria dan alternatif yang menjadi prioritas penilaian kinerja widyaiswara di BDTBT, Sawahlunto adalah peringkat 1 atau widyaiswara terbaik adalah WI-7 dengan nilai 1,869, peringkat 2 adalah WI-3 dan WI-4 dengan nilai 1,5790 peringkat 3 adalah WI-1 dengan nilai 1,434 dan WI-6 dengan nilai 1,402, peringkat 4 WI-11 dengan nilai 1,2390. Metode AHP ternyata dapat digunakan dalam proses penilaian kinerja widyaiswara, karena metode tersebut mampu menyelesaikan masalah multikriteria yang belum terstruktur menjadi lebih terstruktur dan lebih mudah dipahami dengan hasil yang cukup akurat. SARAN Perlunya ketelitian saat melakukan perhitungan berpasangan, baik kriteria maupun alternatif. Kesalahan pada pemasukan data dapat menyebabkan hasil akhir tidak terpenuhi dan mengembangkan permasalahan dengan menambahkan sub kriteria agar permasalahan lebih kompleks. Penilaian Kinerja Widyaiswara dengan Menggunakan Metode AHP [Rachmat Saleh] (Studi Kasus: Widyaiswara BDTBT-Sawahlunto) 31 DAFTAR PUSTAKA Asfi, Marsanidan Ratna Purnama Sari. (2002). Sistem Penunjang Keputusan Seleksi Mahasiswa Menggunakan Meode AHP (Studi Kasus: STMIK Cirebon). Balai Diklat Tambang Bawah Tanah, Sawahlunto. (2015). Identifikasi Potensi Widyaiswara BDTBT-2015. Bahan KTI. 32 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 25 - 32 Eka Sari, Ria danAlfa Saleh. (2014). Penilaian Kinerja Dosen dengan Menggunakan Metode AHP(Studi Kasus: Di STMIK Potensi Utama Medan), Seminar Nasional Informatika, STMIK Potensi Utama: Medan. Pusdiklat Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.(14 – 17 Desember 2009). Diklat Sistem Perencanaan dan Evaluasi Program, Materi Metoda AHP (Analitytic Hierarchy Process): Bandung MANAJEMEN SUMBER DAYA DAN PENERAPANNYA Resources Management and Its Implementation Ukar Wijaya Soelistijo Universitas Islam Bandung (UNISBA) Institut Teknologi Bandung (ITB) Pusdiklat Mineral dan Batubara Email: [email protected]; [email protected] Abstrak Manajemen sumber daya (SD) merupakan manejemen global terhadap sumber daya dari faktor produksi yang terdiri dari beberapa sumber daya yaitu, kapital, manusia, alam, lingkungan, informasi, pasar, teknologi dan sumber daya yang lain untuk menghasilkan output berupa barang dan jasa yang secara ekonomi akumulatif diwujudkan dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Manajemen SD sebagai salah satu fase pembangunan dalam membangun Indonesia seutuhnya. Masalah manajemen SD merupakan bagian dari masalah pembangunan di Indonesia dalam upaya pendayagunaannya. Kuantitas dan kualitas SD adalah kunci pencapaian kesejahteraan. Dari kacamata kediklatan, maka salah satu sumber daya utama yang merupakan kunci keberhasilan dalam proses transformasi dari berbagai sumber daya menjadi barang dan jasa tersebut adalah faktor sumber daya manusia, selebihnya berfungsi sebagai sumber daya pelengkap yang penting. Maksud dari studi ini adalah untuk mengadakan observasi tentang makna manajemen sumber daya, faktor produksi itu sendiri, serta seberapa jauh penerapan manajemen SD dalam rangka sistem manajemen nasional agar memenuhi tujuan bangsa dan negara Indonesia dalam mencapai tujuan nasionalnya sesuai dengan konstitusi, yaitu kecerdasan, kesejahteraan dan kedamaian bangsa. Masalah manajemen SD merupakan bagian dari masalah pembangunan di Indonesia dalam upaya pendayagunaannya agar diperoleh capaian output secara efeisien, efektif, ekonomis dan optimal (3E dan 1O) yang belum sepenuhnya dipenuhi dalam penerapannya. Model yang digunakan dalam studi ini merupakan hasil analisis deskriptif yang didasarkan atas pengalaman penulis selama menjadi PNS, peneliti dan pengajar dalam 45 tahun terakhir ini. Kata kunci: manajemen, sumber daya, faktor produksi, penerapannya. Abstract Resources management constitutes global management towards resources of production factors consisted of capital, human, natural, environmental, information, market, technological and other resources to produce output in the forms of goods and services that economically accumulated in the form of gross domestic product (GDP). Resources management constitutes as one of the development facet in the Indonesia development as a whole. The problem of resources management is also part of the Indonesia development phenomena in the effort of effectiveness of its utilization. Quantity and quality of the resources are the key of achievement of prosperity. From the side of education and training, one of the prime resources that constitutes the key of successfulness in the transformation process of the input resources to become goods and services is human resources, and the remainder is the complement. The purpose of this study is to carry out observation on the sense of the resources management itself and also of about how far the application of resources management in the framework of national management system in order to fulfill the goal of the nation and state of Indonesia to achieve the national goal in lieu with the constitution in the forms of intelligence, prosperity, economics and optimum (3E plus 1O). Complication ofresource management constitutes part of the development problem in Indonesia in the effort of its utilization to gain output as efficient, effective, economic and optimal possible that has not been wholly fulfilled yet in its implementation. The model applied in this study is the result of descriptive analysis based on the writer’s experiences as governmental official, researcher and lecturer within the last 45 years. Keywords: management, resources, production factors, implementation. Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo] 33 PENDAHULUAN Ciri khas suatu kehidupan modern adalah karakter berorganisasi serta bermanajemen dalam pencapaian tujuan hidupnya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui jalur tersebut diharapkan suatu bangsa dapat mencapai tujuannya secara optimal dalam mengelola berbagai sumber daya (SD) yang dimilikinya. Apalagi bangsa Indonesia memiliki berbagai macam sumber daya baik manusia (256 juta jiwa), alam (terbarukan antara lain pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan, panas bumi, dan tak terbarukan antara lain mineral, minyak dan gas bumi, batuan), kapital, lingkungan fisik dan nonfisik informasi, pasar, teknologi yang cukup besar jumlahnya. Berbagai sumber daya tersebut perlu diadakan transformasi menjadi barang (komoditas) dan jasa sebagai output secara efisien, efektif, ekonomis dan optimal melalui proses produksi dan jurus manajemen yang mumpuni. Sumber daya meliputi sumber-sumber daya kapital, manusia, bahan/alam, informasi, lingkungan, teknologi dan sumber daya yang lain. Dalam hal ini, penerapan ilmu manajemen berarti melakukan penerapan fungsi-fungsi manajemen untuk memberdayakan berbagai sumber daya yang digambarkan dengan matrik manajemen sumber daya. Fungsi manajemen mencakup perencanaan (planning/P), pengorganisasian (organizing/O), pelaksanaan (actuating/A), pengawasan (controlling/C), dan penialaian (evaluating/E) yang selanjutnya diolah dalam bentuk matrik fungsi manajemen. Maksud dari studi ini adalah untuk melakukan observasi tentang manajemen terhadap setiap unsur-unsur sumber daya untuk mengetahui seberapa jauh penerapan manajemen SD di Indonesia ke dalam sistem manajemen nasional (sismenas) untuk memenuhi tujuan bangsa dan Negara Indonesia dalam mencapai tujuan nasionalnya sesuai dengan konstitusi. Model yang digunakan dalam studi ini merupakan hasil analisis deskriptif yang didasarkan atas pengalaman penulis selama menjadi PNS, peneliti dan pengajar dalam 45 tahun terakhir ini. TEORI DAN METODOLOGI Secara matematis, proses produksi dapat diformulasikan sebagai fungsi produksi berikut (Soelistijo UW, 2003 [25], 2015 [26]): Y = f(K, L, R, I, E, Z)T ...................... (1) Dalam hal ini: Y= keluaran (barang, jasa); f= fungsi; K = sumber daya*) kapital*); L= sumber daya tenaga kerja (sumber daya manusia)*); R= sumber daya bahan/sumber daya alam*); I= sumber daya informasi*); E= sumber daya lingkungan; T= sumber daya teknologi*) sebagai faktor penciptaan loncatan produktivitas; Z= sumber daya yang lain (metode, pasar*) dan sebagainya) (Soelistijo, 2003-2015, [25-32]); Soemarwoto, 1985 [35]; Suparmoko, 1989 [37]). Penjelasan terminologi dasar tersebut (tanda bintang (*)) berdasarkan Kamus Baru Bahasa Indonesia, Edisi II, Balai Pustaka, 1995 [4] adalah sebagai berikut. Sumber daya adalah faktor produksi terdiri dari tanah, tenaga kerja dan modal yang dipakai dalam kegiatan ekonomi untuk menghasilkan barang jasa, serta mendistribusikannya, atau bahan atau keadaan yang dapat digunakan manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya, ataupun segala sesuatu, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang digunakan untuk mencapai hasil, masalah peralatan, sediaan, waktu dan tenaga. Kapital merupakan modal (pokok) dalam perniagaan. Investasi merupakan jumlah uang (modal) yang ditanam atau penanaman uang/modal dalam suatu perusahaan/proyek untuk tujuan mencari keuntungan. Sumber daya manusia merupakan potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk proses produksi. Sumber daya alam meliput suatu potensi alam yang dapat dikembangkan untuk proses produksi. Informasi merupakan penerangan, keterangan, pemberitahuan, kabar/berita tentang sesuatu, termasuk keseluruhan makna yang menunjang amanat yang terlibat di dalam bagian-bagian amanat itu. Teknologi adalah kemampuan teknik yang berdasarkan pengetahuan ilmu eksakta yang berdasarkan proses teknis, atau secara singkat adalah ilmu teknik. Pemasaran adalah proses, cara, perbuatan memasarkan suatu barang dagangan serta perihal menyebarkan ke tengah-tengah masyarakat. Lingkungan hidup meliputi lingkungan fisik (ruang alam semesta) dan lingkungan nonfisik yang menyangkut manusia beserta berbagai sikap prilakunya yang merupakan kesatuan secara integratif dengan ruang alam semesta serta bergantungan satu sama lain. Sedangkan di dalam manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang perlu diramu dalam penerapan manajemen yang dapat diformulasikan sebagai berikut (Soelistijo UW, 2003 [25], 2015 [26]): M = f(P, O, A, C, E)T ........................ (2) 34 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50 Dalam hal ini: M= manajemen; f= fungsi; P= planning (perencanaan: what? (objektif); how? (metode, standar, biaya, waktu, sistem pelaporan); O= organizing (pengorganisasian: who for what?); A=actuating (pelaksanaan/ penggerakan: merangsang organisasi); C=controlling (pengawasan: mengusahakan setiap saat hasil-hasil kinerja sesuai rencana dan hasil versus standar); E= evaluating (penilaian). T= teknologi. Manajemen merupakan inti dari administrasi. Administrasi merupakan tugas pokok administratur melaksanakan manajemen semesta (POACE) untuk mencapai tujuan organisasi. Manajemen menyelenggarakan usaha dengan mengerahkan sumber-sumber daya untuk mencapai tujuan dalam bentuk usaha (kumpulan kegiatan) dan sumber daya (manusia, biaya, mesin, bahan, metode, waktu). Manajemen berbentuk administratif dan operatif (5-11;1519;23-24;36;38-39;41-48]). Dalam proses manajemen produksi tersebut diperlukan pimpinan dan pelaku yang berwawasan luas agar proses produksi mencapai tujuan dan sasaran yang ditargetkan. Wawasan yang harus dimiliki oleh seorang manajer adalah agar mempunyai karakter leadership dengan sifatsifat visioner, berkarakter berani ambil resiko secara bertanggungjawab, berekam jejak baik, serta memahami apa yang disebut keunggulan manajemen atau management excellence dengan penguasaan terhadap strategi dan budaya suatu organisasi. Pada hakekatnya suatu organisasi dibentuk untuk mencapai atau pasti mempunyai tujuan, dan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi atau cara dan budaya kerja keras untuk memberikan pelayanan maksimum dalam rangka memuaskan pelanggan atau masyarakat yang dilayani. Pada galibnya, diperlukan rincian capaian dari tujuan manajemen terhadap berbagai dan tiap-tiap jenis sumber daya guna mengoptimasikan proses transformasi dari berbagai sumber daya sebagai masukan menjadi output berupa barang dan jasa untuk dimanfaatkan oleh kepentingan nasional dalam proses pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan mempunyai ciri-ciri alokasi sumberdaya secara efisien, menjamin keberlanjutannya pembangunan pada skala nasional dan skala regional/subregional, serta berwawasan lingkungan. HASIL DAN PEMBAHASAN Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) Population (penduduk) adalah “the total number of persons inhabiting a country, city, or any district or area.” Penduduk dibagi dalam: tenaga kerja (manpower: angkatan kerja dan bukan angkatan kerja), dan bukan tenaga kerja. Demography (kependudukan) adalah “the science of statistics on populations, such as records of births, deaths, marriages, and diseases.” (The Lexicon Webster International Dictionary, 1977 [2]). Masalah kependudukan mencakup perihal penyebaran umum, urbanisasi, adanya jurang pemisah antarbangsa dengan ekonomi berkembang/maju dan kurang berkembang, serta tentang penduduk dan politik. Human resources (sumber daya manusia) mencakup pengertian manpower (tenaga kerja), kepegawaian, personalia. Tenaga kerja dibagi dalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dibagi dalam kategori bekerja dan menganggur. Bukan angkatan kerja mancakup pekerjaan sekolah, mengurus rumah tangga, penerima pendapatan. Manusia karya/mandiri diperoleh melalui suatu proses panjang terhadap angkatan kerja dengan kemampuan diri ke arah swadaya masyarakat untuk memperoleh kesempatan kerja secara mandiri (Gambar 1) (Sagir, 2009 [20]). Manusia karya/mandiri (manusia karya kompeten berbudi luhur) Sektor Informal Sumber Penghidupan (Kesempatan kerja) Sektor Formal Swadaya Masyarakat Tumbuhnya Keterampilan (Kemampuan Diri) SDM Sumber: Sagir S 2009 [20], Soelistijo 2003 [25], 2015 [26]. Gambar 1. Hakekat tujuan manajemen sumber daya manusia Dimensi manusia dalam hukum ekonomi/pembangunan Tahun 1970-an: strategi pembangunan PBB atas dasar “basic need strategy”. Dalam Pasal Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo] 35 33 UUD 1945 didasari atas: “Hajat hidup orang banyak”. Tahun 1980-an: dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 diutarakan tentang “human resource development strategy”, “mencerdaskan hidup bangsa”, dan “berhak akan lapangan kerja”. Tahun 1990-an: “development strategy for humanity”, dan “lapangan kerja yang layak bagi kemanusiaan” (UUD 1945 Pasal 27 ayat (2)). Orientasi: Keadilan sosial merupakan warna pada pertumbuhan ekonomi. Hukum sebagai “a tool of social engineering”, “an agent of development”, dan bukan sekedar sebagai ”bureucratical law”. Pembangunan berwawasan kependudukan Semangat yang menjiwai setiap pembangunan dengan tujuan pemerataan dan penyebaran penduduk dari daerah yang berpenduduk padat ke daerah yang berpenduduk jarang. “Tenaga dalam” yang merupakan akumulasi dari perluasan keahlian, kesanggupan, keuletan, keterampilan dalam pekerjaan. Penjiwaan, semangat dan rasa mampu yang semakin efektif dalam arti kemampuan bangsa mengatasi kesulitan, menemukan inovasi, menerobos hambatan, menguasai berbagai bidang pekerjaan. Pengembangan sumberdaya manusia meliputi penciptaan kesempatan kerja, penguasaan dan pengembangan Iptek, serta peningkatan kualitas kehidupan. (Swasono, 1995 [40]; Salim, 1995 [18]). Manajemen sumber daya manusia (SDM) Manajemen SDM merupakan suatu proses penarikan (rekrutmen), seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan, baik individu maupun organisasi secara optimal. Manusia merupakan tenaga kerja dan yang berhubungan dengan tenaga kerja manusia saja. Penjabaran terhadap pentingnya satuan tenaga kerja organisasi, sebagian SDM yang vital bagi pencapaian tujuan organisasi, dan pemanfaatan berbagai fungsi dan kegiatan penelitian untuk menjamin penggunaannya secara efektif dan bijaksana agar bermanfaat bagi individu, organisasi dan masyarakat. Perkembangan dan pendekatan SDM merupakan mekanisme (spesialisasi, efektifitas, standarisasi), masalah (teknologis, ekonomis (termasuk masalah PHK)), organisasi buruh, kebanggaan dalam pekerjaan, paternalistik (bapak dan anak), sistem (sosial) yang kompleks, efektifitas (martabat dan kepentingan hidup manusia), proaktif (antisipasi masalah yang timbul) serta diperlukan 36 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50 keterbukaan. Manajemen SDM merupakan masalah sebagai kebutuhan faktor produksi serta paling berperan di mana diperlukan campur tangan Pemerintah, karena adanya hak keadilan kesempatan kerja dan adanya emansipasi wanita. Fungsi Manajemen SDM mencakup permasalahan perencanaan program (HR planning sesuai kebutuhan, efektif dan efisien dan penetapan program kepegawaian), pengorganisasian (organization chart), pembagian, hubungan, delegasi wewenang, koordinasi integrasi, pengarahan (directing) untuk dapat bekerjasama efisien dan efektif, pengendalian (controlling) (taati peraturan dan sesuai rencana), pengadaan (procurement), proses penarikan, seleksi, penempatan pada instansi-instansi sesuai kebutuhan pekerjaan, pengembangan (development) (proses peningkatan keterampilan dengan diklat), kompensasi (balas jasa langsung dan tidak langsung), pengintegrasian (kepentingan perusahaan dan kesatuan karyawan), pemeliharaan (maintenance) (kondisi fisik, mentalitas dan loyalitas sampai dengan pensiun), kedisiplinan (sebagai kunci penting mencapai tujuan maksimal, kerajinan dan kesadaran untuk mentaati peraturan/norma sosial), pemberhentian (separation atau putusnya hubungan kerja, sebagai pelaksanaan UU No. 13/2003). Pembinaan manusia karya Dalam pembinaan manusia karya, ada beberapa segi yang perlu diketahui, yaitu: a. Masalah ketenagakerjaan mencakup daya serap ekonomi yang terbatas, tingkat pendidikan dan produktifitas tenaga kerja yang relatif masih rendah, penyebaran penduduk dan angkatan kerja yang kurang merata, baik secara regional maupun sektoral, pendayagunaan tenaga kerja yang relatif masih rendah. b. Kebijaksanaan meliputi perluasan kesempatan kerja (umum, sektoral, daerah), peningkatan mutu tenaga kerja (jalur pendidikan, jalur latihan kerja, jalur pengalaman kerja), penyebaran dan pendayagunaan tenaga kerja (AKAD/angkatan kerja antardaerah, AKAL/ angkatan kerja antarlokasi, dll), pengendalian pertumbuhan angkatan kerja (KB, perluasan fasilitas pendidikan formal), dan pembinaan hubungan industrial, perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja (HIP/Hubungan Industrial Pancasila, kesejahteraan tenaga kerja, kesehatan, keselamatan kerja). c. Strategi merupakan cara untuk memperbesar daya serap masing-masing dalam sektor kegiatan ekonomi, pemanfaatan teknologi tepat guna (pencipta kerja), proses alih teknologi, menggalakkan pemakaian produksi dalam negeri, menggalakkan usaha mandiri (self employment), usaha padat karya, transmigrasi, AKAN (angkatan kerja antarnegara) (Jasa). d. Perencanaan tenaga kerja (TK): penyerapan TK, penyediaan TK, program Diklat, program alih TK (AKAL, AKAD, dan AKAN yang telah dijelaskan sebelumnya). e. Pengembangan SDM dan produktivitas nasional merupakan upaya pengembangan SDM menjadi TK produktif untuk mengubah kualitas hasil kerja sehingga dapat mengubah kualitas hidup dalam menghadapi lingkaran kemiskinan. Untuk itu, diperlukan diklatbang guna meningkatkan kualitas SDM untuk mengubah persepsi dari sebagai beban menjadi modal dasar pembangunan pada gilirannya pembangunan nasional yang dilandasi investasi fisik serta investasi SDM melalui proses diklatbang dapat berfungsi sebagai nilai pendukung produktivitas (etos kerja, disiplin, motivasi dan orientasi ke depan, perlu tahapan proses pengembangan melalui: TK terdidik, terlatih, profesional, mandiri, kreatif dan inovatif). f. Pengalaman pembangunan Indonesia (pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja). Bank Dunia 1980 manyatakan bahwa “In the 1970’s it was increasingly recognized that economic growth alone would not reduce absolute poverty as an acceptable speed” (absolute poverty = pengangguran terbuka). Presiden Suharto 20 Desember 1982 manyatakan bahwa “Keberhasilan kita di tahun-tahun yang lalu dengan memelihara laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ternyata tidak dengan sendirinya menyelesaikan masalah kesempatan kerja.” Alternatif kebijakan baru yang berorientasi pada kesempatan kerja misalnya adanya upaya peningkatan produktivitas TK (daya saing, mutu/harga produksi, comparative advantage, outward looking strategy), proses produksi dengan teknologi pencipta lapangan kerja, proses alih teknologi bertahap dan terprogram, menggalakkan investasi sektor konsumsi produksi dalam negeri (substitusi impor), mendorong perluasan kesempatan kerja mandiri (nonformal), pemanfaatan dana untuk perluasan kesempatan kerja (daerah padat produksi), peningkatan program transmigrasi, penggalakkan AKAN, relokasi investasi sektoral (labor intensive), investasi PMDN kredit normal selektif. Pengembangan SDM dari segi keekonomian a. Pendidikan dan latihan berdasarkan teori human capital. Penerapan human capital menyangkut pendidikan dan latihan, migrasi, perbaikan gizi dan kesehatan. Model pendidikan dan latihan serta model migrasi dan gizi adalah model konvensional net present value dan internal rate of return on investment. Misalnya kalau pada tingkat pendidikan SMU menghasilkan kelayakan maka pendidikan dapat diteruskan pada tingkat lanjutannya. b. Hubungan industrial (industrial relations, labor relations, labor management relation). Hubungan industrial merupakan keseluruhan hubungan kerjasama antara semua pihak yang tersangkut dalam proses produksi di suatu perusahaan/unit, yaitu tiga pihak: pengusaha, karyawan (serikat pekerja), pemerintah dalam bentuk bipartit, tripartit (UU No. 13/2003), kesepakatan kerja bersama (collective labor agreement). Hubungan industrial Pancasila (HIP) merupakan keterkaitan perihal ruang lingkup kerjasama bipartit dan tripartit Pancasila; kerja, tanggungjawab dan pengabdian; di mana perusahaan sebagai tempat melaksanakan tanggungjawab serta adanya pengertian bahwa pengusaha dan karyawan sama kedudukan, karyawan sebagai faktor produksi dan manusia pribadi, tidak mengenal diskriminasi, musyawarah dan mufakat, hasil perusahaan, masyarakat banyak, pengusaha dan karyawan, satu keluarga/partner dalam perusahaan, saling pengertian, karyawan dan SP menyadari, mengerti dan menerima keadaan. c. Perencanaan TK menyangkut perihal tentang perkiraan kesempatan kerja/kebutuhan, perkiraan penyediaan TK, membandingkan kebutuhan dengan penyediaan, perencanaan pendidikan, perencanaan pelatihan, penyesuaian rencana. Kasus: Urbanisasi dan pembangunan pedesaan Urbanisasi merupakan proses pertumbuhan menjadi kota (daerah perdesaan berkembang menunjukkan ciri-ciri kota; yang dialami manusia dari kehidupan agraris perdesaan menuju kehidupan industri perkotaan) juga merupakan proses berduyunnya penduduk dari daerah perdesaan ke kota besar (urban in migration, rural to urban migration). Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo] 37 Masalah yang dihadapi antara lain kemerosotan lingkungan (panas dan banjir), pengangguran dan gelandangan serta adanya kemacetan lalu lintas dan kriminalitas. Pembangunan perdesaan terjadi oleh adanya pembangunan prasarana dan sarana, sosial budaya berikut sistem dan mekanismenya, yang sekarang ini sedang digalakkan oleh pemerintah. Manajemen SDM di Indonesia sebagai salah satu faset pembangunan dalam membangun manusia Indonesia seutuhnya. Masalah manajemen SDM merupakan bagian dari masalah kependudukan di Indonesia dalam upaya pendayagunannya. Kualitas SDM adalah kunci kesejahteraan. Pada dasarnya tujuan manajemen SDM adalah untuk menciptakan manusia karya kompeten berdaya saing yang berbudi luhur mandiri menghadapi hari depannya. Manajemen Sumber daya Kapital/Manajemen Investasi Investasi merupakan salah satu masukan dan kegiatan penting dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan ekonomi. Hal ini perlu diketahui secara analitis dan sistematis bagi setiap insan pembangunan, terutama para administratur pembangunan. Manajemen investasi pada dasarnya menyangkut perihal tentang bagaimana mendapatkan dana (hutang/kredit), menggunakan dan memanfaatkan hasil proyek bagi kebutuhan masyarakat. Manajemen investasi dan manajemen program sebagai kebutuhan masyarakat dengan skema pada Gambar 2. Manajemen sumber daya Kebutuhan masyarakat Upaya SD -Persiapan investasi (Mencari hutang) -Pelaksanaan investasi proyek -Pemanfaatan hasil proyek Manajemen Program Manajemen Investasi Manajemen hasil proyek Sumber: Soelistijo 2003 [25], 2015 [26], Supranto J. 2013 [38]. Gambar 2. Skema manajemen investasi dan manajemen program sebagai kebutuhan masyarakat Penerapan manajemen kapital di dalam penyusunan SIPPA-PPBS (Sistem Informasi Perencanaan Pemrograman Anggaran/Planning Programmming Budgeting System). Diperlukan studi kelayakan yang digunakan untuk pengambilan keputusan, mneyusun prioritas sasaran, cara pencapaiannya, alokasi SD, penyusunan program kegiatan dan anggaran, 38 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50 dengan tujuan tercapai efektif dan efisien. Di dalam perencanaan sejak dari RPJPM/GBHN ke Repeta I, Kepres, Dep, dan Pepeta II. Di dalam penyusunan program dari tingkat Presiden ke rencana program Pemerintah sampai dengan Nota Keuangan. Seterusnya pada penyusunan penganggaran ke penyusunan AB Dep/Da, dan RAPBN untuk dilakukan pembahasan di DPR menjadi RAPBN dengan UU/Kepresnya dan akhirnya DIP/DIK. Dalam proses penyusunannya diperlukan top-down planning dan bottom-up planning secara simultan. Dalam pelaksanaan manajemen investasi diperlukan langkah awal suatu studi kelayakan. Studi kelayakan ini memuat antara lain perencanaan investasi dan pengkajian upaya investasi (benefitcost). Pengetahuan manajemen investasi perlu didalami dan diperlukan dalam administrasi pembangunan. Dengan demikian, tujuan dari manajemen sumber daya kapital adalah untuk memperoleh susunan sistemis dari pengadaan dana, pemanfaatan dana untuk perwujudan/pembangunan proyek, dan akhir pemanfaatan hasil proyek bagi pemenuhan kepentingan nasional/kebutuhan masyarakat. Manajemen Bahan/Sumber Daya Alam Sumber daya alam merupakan salah satu masukan dan kegiatan penting dalam pembangunan bangsa, khususnya pembangunan ekonomi. Hal ini perlu diketahui secara analitis dan sistematis bagi setiap insan pembangunan, terutama para administratur pembangunan. SDA terdiri dari SDA terbarui (hewan, tumbuhan/biologi, air, udara) dan SDA tidak terbarui (mineral dan tanah, mineral energi). Dari kecamata ekonomi ada public goods (common property resources) dan private goods. Di dalam pengelolaan SDA perlu diingat pentingnya interaksi antara sumber daya alam – ekonomi – lingkungan. Sumber daya alam sebagai ecosystem dan manusia dan perilakunya sebagai social system. Prinsip manajemen sumber daya alam Prinsip ini mencakup inventarisasi, pengembangan, pemanfaatan dan konservasi (lihat gambar 3).Pada hakekatnya, pemanfaatan SDA perlu didasari asas konservasi dan berwawasan lingkungan dengan capaian menjadi modal ekonomi dan sosial bagi bangsa Indonesia. Untuk itu, tujuan manajemen SDA adalah untuk peningkatan nilai tambah berwujud sebagai modal ekonomi dan modal sosial dengan memperhatikan interaksi antara SDAEkonomi- Lingkungan hidup (fisik maupun nonfisik). Khususnya di bidang ESDM telah dikeluarkan berbagai peraturan tingkat PP dan Permen dalam mengoptimalkan nilai tambah tersebut. Konservasi Efisien, Efektif, Produktif Pengembangan dan Pengusahaan Investasi SDA Sasaran antara lain: - Suplai bahan baku - Suplai energi -Ekspor - Lapangan kerja dan lapangan berusaha - P e n d a p a t a n nasional Optimasi Pemasaran Tujuan Nasional Investasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Umpan Balik Reevaluasi Periodik Sumber: Soelistijo UW, 2015 [26]. Gambar 3. Prinsip Manajemen Sumberdaya Alam Manajemen Sumbe Daya Informasi (Sebagai Sistem Informasi Manajemen/SIM) Pengertian dasar SIM(sistem informasi manajemen) disingkat sistem informasi adalah sistem yang menghasilkan informasi untuk menunjang manajemen dalam mencapai tujuan, misalnya informatika sebagai ilmu tentang sistem informasi. Bentuk penunjangan mencakup perbaikan planning dan control, pengambilan keputusan, operasi. SIM secara fungsional terdiri dari lima perangkat, yaitu (1) Manusia: yang memberi input, memproses info, mengelola arus info, dan menggunakan info; (2) Prosedur (kapan dan bagaimana memberi input? Proses apa yang harus dikerjakan? Bagaimana frekuensinya); (3) Teknik: Mengkonversi bermacam-macam data yang berjumlah massal ke dalam informasi yang tersaring; (4) Peralatan proses: mempercepat kinerja tugas-tugas; (5) Data bank: tempat data disimpan dan info ditelusuri. Sistem merupakan kumpulan bagian-bagian teratur yang saling berkaitan dan punya tujuan, misalnya unsur-unsur sistem: input-process-output, bagian-bagian: subsistem manajemen, dan kaitan: arus info. Informasi merupakan fakta-fakta yang menambah pengetahuan dari pemakai. Data adalah fakta-fakta yang berupa angka. Informasi: data yang telah mempunyai format tertentu (sesuai dengan kebutuhan pemakai). Syarat informasi yang berguna sampai tepat waktu (on timely), segar (up-to-date), akurat/dapat dipercaya, relevan, dapat memasok semua tingkat pengambilan keputusan untuk tingkatan top management, middle management dan supervisory. Dengan demikian menghasilkan informasi adalah untuk menyajikan output (reports). Kaitan SIM dan kegiatan manajemen dapat dilihat pada Gambar 4. Hasil-hasil Pengambilan Keputusan Manajemen Informasi Sistem Analis/ Operation Research SIM Terpadu dengan Berbagai Sub-subsistemnya (Kapital, Pegawai, Iptek, dll) SIM Analisis dan Desain Pusat Informasi Data Gambar 4. Kaitan antara SIM dan manajemen dalam pengambilan keputusan Penerapan informasi untuk kegiatan pemerintahan a. Semua kegiatan masyarakat memerlukan informasi (internal dan eksternal): politik, sosial, ekonomi, militer. Dalam kegiatan pemerintahan ada tiga fungsi, yaitu pengaturan, pengarahan, pelaksanaan. Untuk pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut diperlukan informasi Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo] 39 untuk perencanaan (keterbatasan SD, sesuai skala prioritas nasional), perumusan kebijakan, penentuan program kerja, penentuan proyek, pemanfaatan teknologi, inventarisasi kekayaaan alam, tugas rutin pemerintahan. Contohnya, SIP (Kementerian Hankam) sistem informasi pembinaan, SINFOK (Pemda DKI Jakarta Raya) sistem informasi ketatalaksanaan, SKUP (Lembaga Administrasi UGM) sistem keterangan untuk pimpinan. b. Penerapan SIM sebagai penunjang PPBS/SIPPA (Planning Programming Budgeting System/Sistem Informasi Perencanaan dan Pemrograman Anggaran). Control subsistem dalam SIM dalam kerangka PPBS dapat dilihat pada Gambar 5. Expectations and Planning Programming Penyimpangan terhadap Alokasi Sumber Daya SIM Penyimpanganpenyimpangan terhadap: - expectations -rencana -rancangan - anggaran -pencapaian - sasaran Evaluasi Terhadap Expectations dan Planning Bank Data Analisis Terhadap Hasil-hasil Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Sumber: Zainun H.B. 1989 [48], Supranto 2013 [38], Soelistijo UW, 2003 [25]. Budgetting - budget control - standard costing Gambar 5. SIM dalam Kerangka PPBS Pada dasarnya, pengelolaan sumber daya informasi dalam bentuk sistem informasi manajemen (SIM), bertujuan untuk menunjang manajemen dalam pengambilan keputusan dalam berbagai tingkatan manajemen. Manajemen Sumber Daya Teknologi Terminologi teknologi bermakna ilmu pengetahuan dan teknologi. Definisi ilmu (science) adalah “The observation, identification, description, experimental investigation, and theoretical explanation of natural phenomena.” Dan definisi teknologi (technology) adalah “The application of science, esp. in industry or commerce.” Serta definisi Ilmu keteknikan (engineering) adalah “The application of scientific principles to practical ends as the design, construction, and operation of efficient and economical structure, equipment, and systems.” (The Lexicon Webster International Dictionary, 1977 [2]). Pada hakekatnya ilmu adalah sarana 40 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50 untuk mengenal alam, dan teknologi adalah sarana untuk memanfaatkan alam bagi kepentingan kesejahteraan umat manusia. Ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan tiga landasan yang penting dalam kehidupan masyarakat (B.J. Habibie, 1978) bahwa (1) Iptek memberi landasan hidup berupa pemenuhan kebutuhan dasar anggota masyarakat; (2) Iptek memungkinkan dikembangkannya sistem informasi dan komunikasi evaluasi dan analisis yang lengkap makro dan mikro dan mencakup seluruh anggota masyarakat; (3) Manusia yang sehat dan sejahtera dan yang kaya informasi akan dengan cepat memanfaatkan dan mengembangkan semua ilmu dan teknologi yang diperlukannya untuk memperbaiki nasibnya dan meningkatkan mutu kehidupan. Iptek yang tidak berakar pada kebudayaan akan melahirkan masalah yang tidak terduga dan dapat bertentangan dengan perkembangan proses nilai tambah bahkan akan menurunkan produktivitas pelaksanaan proses nilai tambah. Proses nilai tambah tidak akan terjadi jika tidak ada teknologi. Teknologi tidak akan dikembangkan jika tidak ada ilmu pengetahuan dan keduanya harus berakar pada nilai-nilai dan unsur utama kebudayaan. Sebagai contohnya, penguasaan teknologi yang berakar pada kebudayaan di Jepang, kemajuan teknologinya memberikan manfaat bagi bangsa Jepang. Di bawah ini adalah grafik hubungan antara kemajuan dalam penguasaan teknologi di Jepang dengan laju penurunan harga barang (Gambar 6). KEMAJUAN JEPANG 0% 50 100 150 200 Laju tumbuh/Thn % 10 Polywster Radio Transistor Tv hitam putih Oven miicreowave 20 Laju penurunan harga/thn 30 Tv warna Stereo set hi-tech hari kemarin Video Disc Komputer personal 18 bit Pencetak alat main Compact disc 40 Floppy disc drive Laser semikonduktor 50 pengolaha kata bhs. Jepang 60 Sumber: Mitsubishi Bank, 1990 Gambar 6. Kemajuan dalam Penguasaan Teknologi di Jepang Versus Laju Penurunan Harga Penerapan teknologi sebagai sarana pencipta loncatan produktivitas Y = f (Input) atau Y = f (K,L,R, ∈ )T yang selanjutnya diperoleh persamaan produktivitas capital Y/K = f (L/K) dan produktivitas tenaga kerja Y/L = f (K/L) guna mengukur adanya loncatan produktivitas oleh adanya penggunaan tingkatan perubahan teknologi dari T1 ke T2 dari T2 ke T3 dan selanjutnya untuk produktivitas kapital dengan contoh pada Gamber 7. Untuk Indonesia loncatan produktivitas tersebut dapat dilhat pada Gambar 8. T4 Y/K T3 (Y/K)’4 Y/K (Y/K)”3 T2 (Y/K)’3 (Y/K)4 T1 (Y/K)3 (Y/K) T3 → T4 (Y/K) T2 → T3 (Y/K) T1 → T2 (Y/K)2 T0 (Y/K) T0 → T1 (Y/K)’4 Sumber: Soelistijo, 2013 [33,34] (L/K)1 1960 1970 (L/K)2 1980 (L/K)3 1990 (L/K)4 2000 (L/K) Tahun Gambar 7. Kurva Loncatan Produktivitas Kapital (Y/K versus L/K oleh Adanya Perubahan Teknologi) Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo] 41 16 A (Y/K) 7.8% tingkat angka *1995 2000+ 2 banding *1990 C 0 0 0 0 60-an 0 0 B∇ 0 C 8 Output/Kapital 0 +1990 +1995 ∇ ∇ ∇ 70-an +1980 +1985 Sumber: Soelistijo, 2013 [33,34] 45% tingkat angka banding 0 0.1 0.3 Pekerja /Kapital 1.3 (L/K) Gambar 8. Produktivitas Kapital (angka banding Output-Kapital) terhadap angka banding Pekerja-Kapital di Indonesia Penerapan manajemen (riset) teknologi a. Keterkaitan riset hulu-hilir. Universitas Litsar → LIPI Orien– Bang tek al– tasi tertif → BPPT Jitek → Studi Rekayasa, Studi ekonomi Pendahuluan Institusi Penelitian Departemen/Industri Proyek pilot Peningkatan skala komersial Aplikasi Gambar 9. Kaitan Hulu-hilir dalam Kegiatan Kelitbangan Ada semacam kerjasama mutualistik dan pembagian pekerjaan dari riset hulu dan riset hilir yang diserahkan pada masing-masing lembaga terkait hulu dan hilir (Universitas – LIPI – BPPT – Institusi Litbang Kementerian/ Industri) melalui koordinasi Kementerian Riset/ Dikti (Gambar 9). b. Kerjasama dengan industri. Je nis industr i yang difor a kan unt uk dikerjasamakan antara lain adalah: agroindustri, 42 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50 industri transportasi: darat, laut dan udara, industri telekomunikasi dan elektronika, industri energi, industri rekayasa, industri jasa. Kerjasama dengan industri diperlukan dengan tujuan agar ilmu teknik yang dikuasai oleh umat manusia dengan berbagai daya inovasinya pada hematnya adalah untuk meningkatkan produktivitas nasional dalam rangka menciptakan daya saing dari masa ke masa. c. Proses dan tujuan manajemen sumber daya teknologi MANAJEMEN TEKNOLOGI MASALAH HAK P EVALUASI O PENGENDALIAN MAX – HASIL ANTARA KEGIATAN HAK OP OP O C A C TEKNOLOGI MANUSIA (BUDIDAYA) O O A C SASARAN (HASIL AKHIR KEGIATAN A MANUSIA TEKNOLOGI TUJUAN TANTANGAN Sumber: Soelistijo UW, 2015 [26]. KOORDINASI RISTEK – MENRISTEK – UNIVERSITAS – BALITBANG DEP/NON DEP-BPPT – LITBANG SWASTA – OPTIMASI DAN PEMERATAAN PEMBANGUNAN –P3N Gambar 10. Proses dan Tujuan Manajemen Sumber Daya Teknologi Dengan demikian pada dasarnya, lebih luas lagi manajemen teknologi (IPTEKSIS – ilmu pengetahuan teknologi seni iman taqwa dan soft skill) bertujuan untuk menciptakan adanya loncatan produktivitas di dalam fungsi produksi di samping optimasi peningkatan efisiensi. Selanjutnya segenap peningkatan produktivitas setiap sektor pembangunan terakumulasi sebagai peningkatan produktivitas prestasi nasional (P3N).. Manajemen Sumber Daya yang Lain (Misalnya Pasar) Pengertian, dan kegiatan (dasar sosial pemasaran). Memenuhi kebutuhan manusia. Interaksi antara engineering (cost engineering, manajemen industri, meminimumkan ongkos), accounting (melihat ke belakang tentang pembukuan balance keuangan (aktiva-pasiva), dan economics (memaksimumkan untung, secara makro dan mikroekonomi) yang merupakan faktor penting yang dapat menciptakan nilai ekonomi: produksi, pemasaran, dan konsumsi. Interaksi antara engineering dan economics, misalnya engineering economy: ekonomi proyek menghasilkan produk (barang dan jasa). Y (good and services) = f (M1,M2,M3,M4,M5) T = f (K,L,R,Mr, Mn)T; untuk memenuhi pasar (harga): transaksi/barter dengan konsumen/user. M1 – M5 adalah fungsi-fungsi manajemen; Mr adalah pasar, Mn adalah manajemen. Pemasaran merupakan kegiatan manusia yang diarahkan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran (Kotler, 1992 [12]; Stanton W.J. dalam Marius 2002 [14]). Tujuan pemasaran adalah untuk membuat penjualan berlebihan, mengetahui dan memahami konsumen, sehingga produk cocok bagi konsumen dan terjual dengan sendirinya (Peter Drucker, dalam Sagir, 2009 [20]). Pemasaran dalam suatu perusahaan merupakan denyut jantung dari berbagai usaha. Pemasaran berkaitan erat dengan kegiatan lain dalam perusahaan (bagian produksi,keuangan). Yang berperan dalam fungsi pemasaran yaitu para produsen, konsumen, ahli pemasaran, pemerintah sebagai pemantau. Pasar meliputi produk (barang, jasa), uang, manusia, tempat, organisasi, kegiatan, gagasan, efek (saham)/(modal). Tujuan dan penerapan manajemen pemasaran Penerapan manajemen pemasaran mencakup kegiatan perencanaan pemasaran, kesempatan pemasaran, pemilihan sasaran pasar, marketing mix, pengelolaan usaha pemasaran. Proses manajemen pemasaran/manajemen permintaan mencakup masalah analisis, perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atas program yang dirancang untuk menciptakan, membentuk, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran (target buyers) dengan maksud untuk mencapai tujuan organisasi (Gambar 11). Dengan demikian tujuan manajemen pemasaran adalah untuk mempertemukan antara penjual dan pembeli hingga terjadi transaksi barang dan atau jasa. Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo] 43 SIP Manajer pemasaran Perencanaan Pelaksanaan Menilai kebutuhan informasi Menyalurkan informasi Mengembangkan informasi: - Catatan intern - Intelijen pemasaran - Analisis informasi - Riset Pengendalian Lingkungan pemasaran. Pasar sasaran. Pesaing publik. Kekuatan lingkungan makro Keputusan dan komunikasi pemasaran Sumber: Kotler P, 1992 [12], Supranto J, 2013 [38]. Gambar 11. Proses Manajemen Pemasaran Manajemen Sumber Daya Lingkungan Hidup Pengertian. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2009; Otto Soemarwoto, (1985), ekologi, oikos = rumah; logos = ilmu (Haeckel, 1860), merupakan ilmu tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya, atau konsep: ekosistem, keteraturan - keseimbangan dinamis. Lingkungan hidup merupakan (1) kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain; (2) ruang yang ditempati suatu makhluk hidup bersama dengan benda hidup dan tak hidup di dalamnya. Hakekat pembangunan berwawasan lingkungan merupakan upaya sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan (UU No. 32/2009), bahwa adanya jaminan tidak akan terjadi keambrukan karena lingkungan tidak dapat lagi mendukung pembangunan itu. Pembangunan menaikkan mutu hidup dan sekaligus menjaga dan memperkuat lingkungan untuk mendukung pembangunan yang berkesinambungan (O. Soemarwoto, 1985). Daya dukung adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup (UU No.32/2009), ataupun kemampuan dukung lingkungan hidup terhadap isi dan perubahan kehidupan (O. Soemarwoto, 1985). Daya lenting merupakan kemampuan suatu sistem lingkungan hidup untuk pulih setelah ia terkena gangguan. Lingkungan hidup terdiri dari berbagai proses ekologi (hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya) dan merupakan satu kesatuan; LH mempunyai proses siklus yang mendukung LH terhadap pembangunan (transformasi sumber daya menjadi barang dan jasa). Siklus LH berupa siklus hidrologi: tata 44 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50 perairan; siklus hara: tata makanan; siklus energi dan bahan (penggunaan dan perubahan); siklus lain: struktur dasar ekosistem. Pembangunan (perubahan dan pertumbuhan) menghasilkan barang konsumsi, barang kapital dan jasa; barang kapital dapat menghasilkan teknologi baru (positif dan negatif). Pembangunan memerlukan administrasi pembangunan agar pemanfaatan SDA optimum dalam pencapaian tujuan nasional. Ekosistem merupakan konsep sentral dalam ekologi, yaitu suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Sistem terdiri atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem merupakan antarhubungan ekologi yang meliputi manusia, makhluk hidup, dan benda sekitarnya (sumber daya alam/SDA). Perkembangan lingkungan hidup di dunia 5 Juni 1972 adalah hari lingkungan hidup sedunia. Dengan diadakannya Konferensi LH PBB (UNEP) di Stockholm memperingatkan dunia tentang pengertian dunia terhadap lingkungan serta perlunya memperhatikan negara berkembang. Juni 1992 - UNCED (UN Conference on Environment and Development) Summit di Rio de Janeiro, Brazil menghasilkan beberapa hal penting anytara lain: (i) merupakan political declaration on environment and development; (ii) menyatakan bahwa “Human being is the center of concern in sustainable development”; (iii) urgensi disusunnya Agenda 21: “Programme upon to manage the environment and development programme”. Tahun 1990-an sampai dengan sekarang UN FCCC COP (UN Forum of Climate Change Conference – Cooperation of the Partite) dan beberapa badan internasional (the IPCC/ International Panel on Climat Change, Gleneagles dan MEF (Major Economies Forum on Energy and Climate Change) membahas tentang kebijakan dan program sebagai upaya bersama untuk mengatasi pemanasan global. Makna dan Tujuan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pengelolaan lingkungan hidup merupakan upaya sadar untuk memelihara atau dan memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi dengan sebaik-baiknya (upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan, dan pengendalian lingkungan hidup) (Gambar 12). Sebagai contoh lingkungan mati adalah bulan. Tujuan pengelolaan LH adalah 1) tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, 2) terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana, terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina LH, 3) terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang, 4) terlindunginya negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah Negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemarannya (UU No. 32/2009). Pemanfaatan SDA harus memperhatikan faktor dominan yaitu demografi, sosial budaya, geografi, topografi, hidrografi, klimatologi, flora, dan fauna. Ilmu Ekologi Ekosistem/Sistem Ekologi LH LNF = M.H, Manusia + Perilaku Timbal balik/1 kesatuan Pengelolaan LH dengan Tujuan/Sasaran –Rasbag – Manfaatkan SD secara bijak – Manusia Indonesia sebagai pembina – Mendukung bangjut – Melindungi TA SIKLUS –Hidrologi –Hara –Bahan/energi – Lain (struktur dasar ekosistem) LF = Ruang/Wadah; SDA S.I. jaga + perkuat S.I. padu + dukung Bangjut berwawasan LH Fs. produksi + Manajemen Fungsi LH: – Mns/Mkhl hidup dan LH saling berhubungan – Fs. Keanekaragaman – Fs. Keseimbangan – Fs. Kehidupan – Fs. Keserasian dlm kehidupan LH Barang dan Jasa Kebutuhan Manusia Sejahtera + Mampu + Mutu Hidup Faktor dominan: – Demografi –Sosbud – Topografi –Hidrologi –Klimatologi –Flora –Fauna Perlu: –Kebijakan – Peraturan perundangundangan Sumber: Soelistijo UW, 2015 [26], 2003 [25]. Gambar 12. Skema Cakupan Masalah Lingkungan Hidup Ekonomi lingkungan hidup Mengadaptasi pengertian bahwa lingkungan juga merupakan faktor produksi di samping faktor produksi yang baku misalnya tenaga kerja, kapital, bahan, informasi dan semacamnya, dalam hal ini atas dasar prinsip “the poluter pay principle”, dalam hal ini walaupun lingkungan dalam ekonomi merupakan externalities (seolah di luar faktor perhitungan ekonomi) (persamaan (1)). Meningkatkan gross national product yang harus lebih tinggi dari pada gross national polution. Dengan demikian daya dukung ekonomi lebih tinggi daripada tekanan eksternalitas. GNP = I + C + X – M + income neto dari luar negeri I = investasi (pemerintah dan swasta), C = konsumsi (pemerintah dan swasta), X = ekspor, M = impor. (Soelistijo U.W. 2015 [26]). Kaitan Manajemen Sumber Daya dan Pembangunan Berkelanjutan Manajemen sumber daya faktor produksi mempunyai tujuan dan berkaitan erat dengan konsep pembanguan berkelanjutan. Pada dasarnya, tujuan manajemen SDM adalah untuk menghasilkan manusia karya kompeten yang berbudi luhur, mandiri menghadapi hari depan. Manajemen SD Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo] 45 kapital berkaitan dengan kegiatan penggalangan dana, penggunaan capital dalam pembangunan suatu proyek dan capaian pemanfaatan hasil proyek tersebut bagi kepentingan nasional dan masyarakat. Manajemen SDA bertujuan untuk capaian nilai tambah secara optimal dengan memperhatikan interaksi antara SDA – ekonomi dan lingkungan hidup. Manajemen SD informasi berkaitan dengan optimasi pemanfaatan SIM dalam menunjang manajemen dalam pengambilan keputusan. Manajemen SD lingkungan hidup adalah untuk pemeliharaan, perlindungan dan pelestarian fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan hidup umat manusia secara sehat dan baik. Manajemen SD teknologi bertujuan untuk memungkinkan adanya efisiensi dan loncatan produktivitas di dalam fungsi produksi. Manajemen pemasaran adalah untuk menghasilkan adanya transaksi antara penjual dan pembeli barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepuasan pembeli (Gambar 13). Dengan menggarisbawahi adanya pengelolaan lingkungan hidup di dalamnya di samping pengelolaan berbagai sumber daya yang lain secara 3E (efisien, efefktif, ekonomis) dan 1O (Optimal), maka hal itu berkaitan erat dengan konsep pembangunan berkelanjutan. MANAJEMEN (POACE) VS SDFP Manajemen (matrik) P O A P PP POPA O OP OOOA A AP AOAA C CP CO CA E EP EO EA C E PC PE OC OE AC AE CC CE EC EE Manajemen SD sebagai salah Satu fase pembangunan dalam membangun Indonesia seutuhnya Masalah manajemen SD merupakan bagian dari masalah pembangunan di Indonesia dalam upaya pendayagunaannya. Kuantitas dan kualitas SD adalah kunci pencapaian kesejahteraan Sumber Daya (SDFP): F(K,L,R,E,...)T = Y 1.Man/L : manusia karya (berbudaya) (mas, kebj, str, RTK, bang SDM> prod nas, bang Ind) 2. Kap/K: SK, R inv/upaya Inv/CB, mnj K perlu dlm adm bang) 3. Alam/R: invtrss & kons, Berwawasan L. 4. Info/I: tunjang Mnj capai tujuan 5. Pasar/M: Eng-acc-econ. 6. Tek/T: loncatan prod. - O maks. (+3E) - I min. Sumber: Soelistijo UW, 2015 [26]. Gambar 13. Skema dari Proses Manajemen Sumber Daya Faktor Produksi Pembangunan di bidang pertambanganpun m e n g e na l pemba nguna n per ta mb a nga n berkelanjutan. Pengembangan pertambangan yang berkelanjutan apabila dalam menggali SDA yang tak terbarukan dalam dimensi ruang dan waktu, namun masih diharapkan untuk menjadi lebih baik baik pada titik akhir sebagaimana pada titik awalnya, walaupun akan digantikan dengan SD terbarukan yang akan dikembangkan melalui investasi dan penemuan oleh manusia. Dengan demikian apabila kegiatan pertambangan telah usai, karena sifatnya yang tidak terbarukan, dengan adanya proses penutupan tambang serta proses pasca tambang, maka kegiatan ekonomi pertambangan di dalam masyarakat local maupun nasional perlu dilanjutkan dengan kegiatan sektor lain yang terbarukan misalnya pertanian, perikanan, kehutanan serta sector sekunder dan tersier. (Gambar 14). PERTUMBUHAN Sektor tersier Sektor sekunder Sektor primer Era ekonomi pertambangan Era ekonomi nonpertambangan WAKTU Pasca kegiatan pertambangan Sumber: Soelistijo UW, 2015 [26] Gambar 14. Skema Proses Pembangunan Berkelanjutan Sektor Pertambangan 46 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50 Masalah-masalah Khusus yang Terkait dengan Sektor ESDM 1. Pemanfaatan SDA dalam kawasan lindung perlu dilakukan melalui pendekatan yang paling menguntungkan bagi negara dengan membandingkan dari segi ekonomi, teknologi, dan akibat kerusakan lingkungannya melalui sosioteknoekonomi regional dengan perbandingan manfaat sosial ekonomi secara lintas sumber daya alam (regional sociotechnoeconomic assessment). 2. Dalam mengusahakan pertambangan selama ini telah dilakukan perhitungan baik aspek kelayakan, teknik, tekno-ekonomi maupun lingkungan. Dari aspek lingkungan telah memperhitungkan biaya lingkungan termasuk jaminan reklamasi, namun untuk memperhitungkan biaya lingkungan secara spesifik global yang memasukkan lingkungan nonfisik secara integral perlu dilakukan penelitian dan pengkajian lebih mendalam. 3. K e m e n t e r i a n E S D M t e l a h b e r p e r a n melaksanakan substansi yang berkaitan Agenda XXI sejalan dengan Kyoto Protocol secara lintas sektor: energi, pertambangan, perumahan, pariwisata, dan kehutanan yang perlu diaktualisasikan ke dalam program dan pelaksanaan. Juga telah disusun berbagai macam pedoman dalam rangka teknik pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup di sektor ESDM di samping kriteria tata ruang untuk aspek pertambangan dan energi. Kementerian ESDM perlu menginventarisasi permasalahan lingkungan secara menyeluruh dalam menjaga daya dukung lingkungan terhadap adanya berbagai tekanan terhadap lingkungan. Tantangan ke Depan 1. Permasalahan mengatasi kegiatan bisnis ilegal Sistem peraturan di Indonesia sebenarnya telah cukup baik, namun mekanisme pelaksanaan dan pengawasan masih perlu pematangan terutama untuk mengatasi adanya masalah ilegal di dalam pengusahaan SDA misalnya illegal mining, illegal logging, illegal fishing, illegal trading, dan semacamnya. 2. Permasalahan lingkungan Diperlukan upaya secara lebih intensif dan ekstensif agar perusahaan telah dan terus berusaha untuk melaksanakan peraturan tentang standar lingkungan dan peran upaya di bidang lingkungan nonfisik atau sosio-ekonomi terpadu dengan kegiatan bisnisnya masing-masing. Sejauh program dan perencanaan lingkungan menjadi urusan antara pemerintah, industri serta masyarakat setempat, maka pengendalian polusi, reklamasi dan rehabilitasi perlu diintegrasikan dengan pembangunan ekonomi dan pengembangan sumber daya manusia daerah. Pemerintah dan industri perlu bekerjasama dalam pelatihan, penelitian, tenaga ahli, pengetahuan, dan perlengkapan teknologi tinggi di bidang lingkungan. Alih pengetahuan dan informasi dengan negara maju perlu dilakukan secara terus-menerus. Kerjasama antara pemerintah, industri dan masyarakat setempat dalam pengendalian lingkungan perlu diperkuat dengan perencanaan yang baik, teknologi, manajemen dan sumber daya yang benar agar dapat menjawab pemecahan masalah lingkungan. Lingkungan hidup dan globalisasi merupakan kondisi aktual Abad 21, bahwa dengan pesatnya pertumbuhan industri juga akan makin meningkatnya gas rumah kaca oleh makin meningkatnya tambahan CO 2 ke atmosfir, sehingga dunia melalui UN FCCC COP dan berbagai lembaga internasional yang terkait perlu berupaya keras untuk mengatasinya melalui berbagai kebijakan dan program internasional. 3. Per a n i ndus t r i da l a m pemba ngu n a n berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan baik lokal, nasional maupun global perlu dilakukan dan disumbangkan oleh industri. Industri mampu memberikan sumbangan pembangunan pada daerah miskin dengan mengembangkan sumber daya manusia, menumbuhkan ekonomi dan pembinaan generasi mendatang. 4. Kependudukan. Kependudukan (diharapkan seyogyanya zero growth population), namun diperkirakan dari 220 juta orang (2005) akan menjadi 290 juta orang (2030) yang memerlukan lahan 250 juta ha, dengan lahan tersedia 193 juta ha dan kurang 57 juta ha. Keluarga berencana dengan laju 2% ke 1,3% menjadi 0% (Salim, 1990,1995 [21,22]). Pada gilirannya tekanan penduduk Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo] 47 ini akan berdampak negatif terhadap daya dukung lingkungan hidup, di mana sekarang ini kondisinya sudah lewat beban. 5. Transformasi struktural – tata ruang – sistem pengembangan SDA. Perlu disusun kebijakan penting dalam menangani permasalahan transformasi struktural, pengelolaan tata ruang, sistem pengembangan terpadu SDA (sub-subsistem pemeritah, produksi/industrikonsumsi, kewilayahan, IPTEK/litbang, internasional). 6. Pengembangan otonomi daerah. Sejalan dengan tren abad 21 dan mengacu pada UU tentang Pemerintahan di daerah, diperlukan pembinaan kemampuan daerah di dalam mengemban misi otonomi daerah bagi penciptaan kesejahteraan masyarakat di daerah melalui pemberdayaan total (capacity building) secepatnya secara sistemis dan terusmenerus (Naisbitt, 2000 [16]; Anonim (a) [1]; Anonim (c) [3]; [13]). 7. Pemanfaatan ZEE Pemanfaatan Zone Ekonomi Eksklusif dengan luas matra laut sekitar 2 juta ha sebagai tambahan lahan akan potensi SDA. Secara keseluruhan setiap insan bangsa ini perlu memahami tujuan dan penerapan manajemen sumber daya faktor produksi untuk melaksanakan pengelolaan transformasi berbagai sumber daya yang dimiliki oleh bangsa ini menjadi barang dan jasa, dalam memenuhi kebutuhan kelangsungan hidup bangsa secara berkelanjutan serta berdaya guna, berhasil guna, ekonomis dan optimal dalam rangka mencerdaskan dan menyejahterakan bangsa dalam kedamaian. KESIMPULAN DAN SARAN Manajemen sumber daya (SD) merupakan manajemen global terhadap sumber daya dari fungsi produksi yang terdiri dari berbagai sumbersumber daya kapital, manusia, alam, lingkungan, informasi, pasar, dan sumber daya yang lain serta sumber daya teknologi secara efisien, efektif, ekonomis dan optimal untuk menghasilkan output berupa barang dan jasa yang secara ekonomi akumulatif diwujudkan dalam bentuk Produk Domestik Bruto (PDB). Tujuan manajemen SDM adalah untuk menghasilkan manusia karya kompeten yang berbudi luhur mandiri menghadapi hari depan. 48 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50 Manajemen SD kapital berkaitan dengan kegiatan penggalangan dana, penggunaan capital dalam pembangunan suatu proyek dan capaian pemanfaatan hasil proyek tersebut bagi kepentingan nasional dan masyarakat. Manajemen SDA bertujuan untuk capaian nilai tambah secara optimal dengan memperhatikan interaksi antara SDA – ekonomi dan lingkungan hidup. Manajemen SD informasi berkaitan dengan optimasi pemanfaatan SIM dalam menunjang manajemen dalam pengambilan keputusan. Manajemen SD lingkungan hidup adalah untuk pemeliharaan, perlindungan dan pelestarian fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan hidup umat manusia secara sehat dan baik. Manajemen SD teknologi bertujuan untuk memungkinkan adanya efisiensi dan loncatan produktivitas di dalam fungsi produksi. Manajemen pemasaran adalah untuk menghasilkan adanya transaksi antara penjual dan pembeli barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepuasan pembeli. Manajemen SD sebagai salah satu faset pembangunan dalam membangun Indonesia seutuhnya. Masalah manajemen SD merupakan bagian dari masalah pembangunan di Indonesia dalam upaya pendayagunaannya agar diperoleh capaian secara efeisien, efektif, ekonomis dan optimal (3E dan 1O). Kuantitas dan kualitas SD adalah kunci pencapaian kesejahteraan. Dari kacamata kediklatan, maka salah satu sumber daya utama yang merupakan kunci keberhasilan dalam proses transformasi dari berbagai sumber daya menjadi barang dan jasa tersebut adalah sumber daya manusia, selebihnya berfungsi sebagai sumber daya pelengkap yang penting. Penerapan manajemen sumberdaya faktor produksi di Indonesia masih banyak memerlukan peningkatan terutama dalam segi kualitasnya. Pada umumnya dari sisi perencanaan telah banyak memadai tetapi dari sisi pengawasan (kontrol) masih jauh dari standar. Sebagai contoh banyak terdapat illegal mining, illegal logging, illegal fishing, illegal trading dan semacamnya yang amat banyak merugikan negara serta umat/insan bangsa ini. Itu semua memerlukan upaya keras dalam peningkatan mutu manajemen sumber daya di tanah air untuk diperoleh nilai tambah secara optimum di masa mendatang bagi peningkatan pertumbuhan produktivitas prestasi bangsa Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Anonim (a). (1999). Undang-Undang Otonomi Daerah 1999. Sinar Grafika: Jakarta Anonim (b). (1977). The Lexicon Webster International Dictionary. Anonim (c),.( 2014). Undang-undang Otonomi Daerah No. 23. Anonim (d). (1995). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Assauri S. (2013). Strategi Manajemen. Edisi 2. PT Raja Grafindo Persada. Assen, MV, Berg Gvd, Pieterma. (2009). Key Management Models. Penerbit Esensi Erlangga Group. Daryanto, Bintoro. (2014). Manajemen Diklat. Penerbit Gava Media. De Phillips, Frank A. (1960). Management of Training Programs. Richard D. Irwin, Inc., Homewood, Illinois. Fahmi I. (2014). Manajemen Risiko. Penerbit Alfabeta: Bandung. Hadi SP. (2014). Bunga Rampai Manajemen Lingkungan. Thofa Media. Hickman, R, & Silva, MA. (1984). Creating Excellence, Managing Corporate Culture, Strategy and Change in the New Age. Newerican Library. Indrawiwijaya, A I. (1989). Perilaku Organisasi. Penerbit Sinar Baru: Bandung. Kotler, P. (1992). Marketing Management. Northwestern University, Evanston, Illinois. Kementerian Koordinator Perekonomian. (2011). Master Plan Perluasan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Marius, PA. (2002). Dasar-dasar Pemasaran. Edisi Ke dua, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mukarom Z, Laksana MW. (2015). Manajemen Pelayanan Publik. CV Pustaka Setia. Naisbitt J, Aburdene, P. (1990). Megatrends 2000, Sepuluh Arah Baru untuk Tahun 1990-an. Binarupa Aksara: Jakarta, Newman, WH, Warren, E. Kirby, Mc Gill, AR. (1987). The Process of Management: Strategy, Action and Results. Prentice Hall International Editions. Osborne, D, Gaebler, T. (1992). Reinventing government: How the entrepreneurial spirit is transforming the public sector. Reading, MA, A Plume Book. Rusdiana, HA, Ghaeni A. (2014). Asas- asas Manajemen Berwawasan Global. CV Pustaka Setia: Bandung. Sagir, S. (2009). Kapita Selekta Ekonomi Indonesia. Kencana Prenada Madia Group: Jakarta Salim, E. (1995). Menanggapi Tantangan Global. Salim, E. (1990). Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES. Sastrodiningrat, S. (1990). Management excellence: Managing organizational culture and strategy. Yureka, Lembaga Pendidikan dan Ketrampilan, Jakarta. Seputra Y E A. (2014). Manajemen dan Perilaku Organisasi. Graha Ilmu. Soelistijo, U W. (2003). Ekonomi regional dan model penerapannya: Pengembangan sumber daya mineral dan energi dalam rangka ekonomi daerah di Indonesia. Puslibang teMIRA, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Soelistijo, UW. (2015). Manajemen Industri Pertambangan. Bahan Kuliah, Jurusan Teknik Pertambangan, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung. Soelistijo, UW. (2013). The Impact of CSR in Indonesia: Of the Case of the General Mining Industries. Indonesian Mining Journal, vol.16, number 2, June 2013). Soelistijo, UW. (2013). Beberapa Indikator Nilai Tambah Ekonomi Indonesia: Sektor Energi dan Sumber Daya. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara, ISSN 1979-6560, Vol. 9 No. 1, Januari 2013, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara”. Soelistijo UW, Sembodo H. (2014). ”Analisis Program Pengembangan Masyarakat dari PLTP Darajat PT Chevron di Kabupaten Garut – Jawa Barat Disajikan pada Seminar SNIRT Fakultas Teknik – Universitas 17 Agustus1945 (UNTAG) Cirebon 18 Oktober 2014. Soelistijo UW, Mili MZ, (2015). ” Controlling and Curb of Development: The Case of National Management of Indonesia Mineral Resources.” Social Sciences 2015; 4(1): 5-22 Published online February 12, 2015 (http://www. sciencepublishinggroup.com/j/ ss)doi: 10.11648/j.ss.20150401.12 ISSN: 23269863 (Print); ISSN: 2326-988X (Online). Soelistijo UW, Mili, ZM. (2014). Current Condition of Environmental Law and Its Implementation Regulations in Indonesia: Future and Challenging Matters in the Case of General Mining Development. Journal of Biological Pharmaceutical And Chemical Research, 2014, 1 (1):60-95. (http://www.jobpcr. com/arhcive.php) Manajemen Sumber Daya dan Penerapannya [Ukar Wijaya Soelistijo] 49 Soelistijo UW, Aswandi LO, Mili MZ. (2014). Dynamic Conditions of Global and Indonesia Climate Change: Efforts and Policies. International Journal of Environmental Monitoring and Protection 2014; 1(2): 35-46 Published online July 20, 2014 (http:// www.openscienceonline.com/journal/ijemp) Soelistijo UW. (2013). Political Economy of Resources and its Development: The Case of Indonesia. American Journal of Business, Economics and Management 2013; 1(1): 16-24 Published online December 30, 2013 (http://www. openscienceonline.com/journal/ajbem). Soelistijo UW. (2013). The Influence of Geopolitics and Strategical Factors Upon the Development of Natural and Human Resources in Indonesia. Social Sciences 2013; 2(6): 200-211 Published online November 10, 2013 (http://www. sciencepublishinggroup.com/j/ss) doi: 10.11648/j. ss.20130206.15. Soemarwoto, O. (1985). Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Sumarsan T. (2013). Management Controlling. Edisi 2, PT Indeks: Jakarta. Suparmoko, M.(1989). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Pusat antar Universitas. Studi Ekonomi. UGM: Yogyakarta 50 TMB Vol. 10 No. 1 - Juni 2016 : 33 - 50 Supranto J. (2013). Riset Organisasi untuk Pengambilan Keputusan. Edisi 3,PT Raja Grafika Persada: Depok. Suwendra, IW. (2014). Manajemen Kualitas Total. Penerbit Graha Ilmu. Swasono, SE. (1995). Mewaspadai Pasar Bebas dalam Globalisasi. Media Indonesia. Taylor BW. (2013). Sains Manajemen. PT Saleha Empat: Jakarta Selatan. Terry, G R. (1954). Principles of Management, Richard D Irwin, Inc., Homewood: Illinois Tjiptono F. (2012). Service Management. Edisi 2, Penerbit Andi Offset: Yogyakarta. Walsh C. (2006). Key Management Ratios. Edisi 4, Penerbit Esensi Erlangga Group: Jakarta Wibowo. (2013). Perilaku dalam Organisasi. Penerbit Raja Grafika Persada: Depok. Wibowo. (2013). Budaya Organisasi. Penerbit Rajawali Pers. Winardi J. (2005). Management of Change. Penerbit Kencana Prenada Media Group. Zainun, H B. (1989). Pembinaan dan Pengendalian Sumber Daya Manusia dalam Memantapkan Disiplin Pembangunan. Sespanas LAN: Jakarta. Daftar Nama Mitra Bestari SEBAGAI PENELAAH AHLI JANUARI - JUNI 2016 1. Dr. Ir. Dicky Muslim (Pertambangan/Eksplorasi Batubara/Teknik Geologi, Universitas Padjajaran) 2. Prof. I.G. Ngurah Ardha, M.Met. (Pengolahan Mineral, Puslitbang tekMIRA) 3. Dr. phil. nat. Sri Widodo S.T., M.T. (Eksplorasi Batubara, Universitas Hasanuddin) 4. Dr. Asropi, SIP., M.Si. (Metodologi Penelitian/Administrasi Publik/Kebijakan Publik/Manajemen Stratejik Sektor Publik, STIA LAN) 5. Dr. Santoso Tri Raharjo (Metodologi Penelitian, Universitas Padjajaran) 6. Ir. Rachmat Saleh, M.T. (Geologi/Rekayasa Pertambangan) 7. Dr. Julian Ambassadur Shidiq (Teknik Geologi/Teknik Perminyakan/Hidrogeologi Panas Bumi, Sekretariat Badan Diklat ESDM) 8. Prof. Dr. Datin Fatia Umar, M.T (Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara, Puslitbang Tekmira) Redaksi publikasi Teknologi Mineral dan Batubara menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih sebesar-besarnya kepada para Mitra Bestari tersebut atas bantuan yang telah diberikan. Daftar Nama Mitra Bestari I PEDOMAN BAGI PENULIS UMUM 1. Naskah berupa artikel hasil penelitian mengenai kediklatan bidang mineral dan batubara, bidang manajerial, fungsional, dan terstruktur. 2. Naskah dikirim ke Pemimpin Redaksi Publikasi Teknologi Mineral dan Batubara, Jl. Jend. Sudirman No. 623 Bandung 40211 dalam bentuk hardcopy dan softcopy. Naskah dapat juga dikirim ke alamat email: [email protected] 3. Naskah merupakan karya asli dan belum pernah diterbitkan dalam publikasi lain. 4. Ditulis dalam bahasa Indonesia ataupun Inggris yang baik dan benar. 5. Redaksi akan melakukan seleksi dan memberitahukan ke penulis bila naskah sudah diterima. Redaksi berhak melakukan penyuntingan dan pengoreksian selama tidak mengubah substansi/isi dari naskah. Bila terjadi perubahan cukup banyak, maka redaksi akan meminta persetujuan dari penulis. 6. Redaksi berhak menolak naskah yang kurang memenuhi syarat. 7. Naskah yang diterbitkan akan diberikan imbalan dan menjadi hak milik Publikasi Teknologi Mineral dan Batubara. NASKAH 1. Naskah diketik dalam kertas ukuran A4 menggunakan MS Word dengan huruf Times New Roman, Font-12, spasi ganda dengan lebar margin kanan dan atas 3 cm serta kiri dan bawah 2 cm. Setiap halaman diberi nomor halaman secara berurutan. Jumlah halaman antara 10-20 halaman termasuk tabel dan gambar. 2. Naskah disusun dengan urutan: a. Judul, harus mencerminkan inti dari isi suatu tulisan, bersifat spesifik, efektif, dan tidak terlalu panjang berkisar antara 10–15 kata. Judul sebaiknya diketik dengan huruf kapital tebal, font 14, dan ditampilkan dalam bentuk dwibahasa, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. b. Nama penulis adalah nama asli, bukan nama samaran. Nama penulis ditulis secara lengkap di bawah judul tanpa menyebutkan gelar. Di bawahnya diikuti nama lembaga tempat penulis bekerja yang ditulis lengkap beserta nama organisasi, alamat, nomor telepon, dan faksimil, serta alamat e-mail (bila ada). Jika penulis terdiri lebih dari satu orang dengan alamat yang sama, maka pencantuman satu alamat telah dianggap cukup untuk mewakili alamat penulis lainnya. Diketik pada halaman pertama di bawah judul naskah. c. Abstrak merupakan ringkasan yang utuh dan lengkap yang menggambarkan esensi isi keseluruhan tulisan. Abstrak ditulis dalam satu atau dua paragraf (paling banyak 150 II Pedoman Bagi Penulis kata dalam bahasa Inggris dan 250 kata dalam bahasa Indonesia) dan ditampilkan dalam bentuk dwibahasa, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris serta diketik dengan ukuran font: 11. Abstrak bukanlah penggabungan dari beberapa paragraf. d. Kata kunci dapat berupa kata tunggal dan kata majemuk terdiri dari 4 (empat) sampai 6 (enam) kata ditulis di bawah Abstrak. Jika abstrak ditulis huruf tegak, maka kata kunci (keywords) huruf miring atau sebaliknya. Semua kata kunci ditulis dengan huruf kecil (kecuali nama tempat) serta tidak diakhiri dengan titik. Contoh penulisan kata kunci (keywords) sebagai berikut: 1) Jika abstract ditulis dalam huruf tegak: Keywords: cooling, fission track, granitic pluton, Sulawesi 2) Jika abstrak ditulis dalam huruf miring: Kata kunci: pendinginan, jejak belah, pluton granit, Sulawesi e. Abstrak, kata kunci, dan daftar pustaka ditulis menggunakan ukuran huruf yang berbeda/lebih kecil dibandingkan tubuh artikel. 3. Format penyusunan naskah adalah sebagai berikut: a.Pendahuluan Pendahuluan memuat latar belakang penelitian secara ringkas, padat, dan jelas, serta memuat tujuan. b.Metodologi Metode penelitian merupakan prosedur dan teknik penelitian. Metodologi harus diuraikan dengan jelas, dan bukan hasil mengopi dari penelitian lain. Bagian ini bisa dibagi menjadi beberapa subbab, tetapi tidak perlu mencantumkan penomorannya. c.Hasil Bagian ini merupakan bagian utama artikel ilmiah. Memuat hasil penelitian, tepatnya hasil analisis data. Hasil yang disajikan adalah hasil bersih. Penyampaian hasil penelitian dapat dibantu dengan penggunaan tabel dan grafik. Tabel atau grafik harus diberi komentar atau dibahas dalam tubuh artikel. Pembahasan tidak harus dilakukan per tabel atau grafik. Tabel atau grafik digunakan untuk memperjelas penyajian hasil secara verbal. Penyajian hasil yang cukup panjang dapat dibagi dalam beberapa subbagian. Apabila hasil yang disajikan cukup panjang, penyajian harus dilakukan dengan memilah-milah menjadi subbagian-subbagian sesuai dengan penjabaran masalah penelitian. Apabila bagian ini pendek bisa digabung dengan bagian pembahasan d.Pembahasan Bagian ini memuat data (dalam bentuk ringkas), analisis data dan interpretasi terhadap hasil. Pembahasan dilakukan dengan mengkaitkan studi empiris atau teori untuk interpretasi. Jika dilihat dari proporsi tulisan, bagian ini harusnya mengambil proporsi terbanyak, bisa mencapai 50% atau lebih. Bagian ini bisa dibagi menjadi beberapa subbab, tetapi tidak perlu mencantumkan penomorannya. e. Kesimpulan Kesimpulan harus ditampilkan dalam bentuk naratif secara lugas dan menjawab permasalahan. Kesimpulan juga harus menjawab tujuan, bukan mengulang teori, Pedoman Bagi Penulis III berarti menyatakan hasil penelitian secara ringkas (tapi bukan ringkasan pembahasan) f. Ucapan terima kasih (jika ada) g. Daftar pustaka. Bagian ini hanya memuat referensi yang benar-benar dirujuk; dengan demikian, referensi yang dimasukkan pada bagian ini akan ditemukan tertulis pada bagianbagian sebelumnya (contoh dan aturan penulisan daftar pustaka di pembahasan berikutnya). 4. Teks harus tercetak dengan jelas, gambar dan foto harus asli. Gambar dan tabel diberi nomor Arab dengan judul yang jelas serta ditunjukkan mengenai penempatan gambar dan tabel tersebut dalam naskah tulisan. Foto harus jelas dan siap untuk dicetak (tidak dalam bentuk negatif film). Peta maksimum ukuran A4 dan harus memakai skala. Semua huruf dalam peta harus jelas dan bila ukuran peta harus diperkecil, tinggi huruf pada peta tersebut tidak kurang dari 1,5 mm. Apabila gambar , foto, dan tabel berasal dari sumber lain, hendaknya mencantumkan sumber tersebut di daftar pustaka, dengan aturan penulisan (nama_belakang, tahun), contoh: (Faisal, 2015). 5. Naskah yang dilengkapi dengan gambar objek pendukung seperti foto, gambar peta, tabel, dll. wajib mencantumkan sumbernya. 6. Kata atau istilah dalam Bahasa Inggris dan bahasa asing dicetak miring. Jika diperlukan dapat menggunakan penulisan simbol α, β, π dan lain-lain tanpa mengubah jenis huruf. PENULISAN DAFTAR PUSTAKA Semua sumber yang dijadikan acuan oleh penulis disajikan dalam bentuk daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis secara alfabetis dengan APA (American Psychological Association) Style. Berikut aturan dan contoh penulisan daftar pustaka sesuai dengan APA Style: 1. Penulisan nama pengarang adalah: nama pengarang terakhir atau nama keluarga, nama depan (huruf depannya saja dengan huruf besar), nama tengah (huruf depannya saja dengan huruf besar). Misalnya namanya Fajriyyah Saty Nasution, maka ditulis: Nasution, F.S. 2. Jika tidak terdapat tahun terbit maka ditulis: n.d. 3. Penulisan untuk buku adalah: nama pengarang. (tahun terbit). Judul buku. Kota terbit: Nama penerbit. Contohnya sebagai berikut: a. Satu orang penulis: Abdurrohman. (2003). Arti strategis sumber daya mineral dalam rangka pembangunan berkelanjutan. Bandung: Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral. b. Dua orang penulis: Meyer, E., & Smith, L. Z. (1987). The practical tutor. New York: Oxford University Press. c. Tiga, empat, lima, atau enam orang penulis: Broom, L., Philip S., & Daroch, D.B. (1981). Sociology. New York: Harper & Row. d. Tujuh orang penulis atau lebih: Phipps, W. J., et al. (1995). Medical surgical nursing (5th ed.). St. Louis, MO: Mosby. IV Pedoman Bagi Penulis 4. Penulisan untuk artikel majalah/buletin/jurnal/publikasi ilmiah adalah: nama pengarang. (tanggal terbit). Judul artikel. Judul jurnal/majalah/buletin/publikasi ilmiah, Nomor volume, halaman artikel (ditulis p.). Contohnya sebagai berikut: Basarab, D.J. (1990, October). Calculating the return on training investment. Journal of Evaluation Practice. 11 (167), p. 177-185. Tuchman, B.W. (1980, November 2) The Decline of quality. New York Times Magazine. p. 38-57. 5. Penulisan untuk artikel surat kabar adalah: nama pengarang. (tahun, bulan tanggal terbit). Judul artikel. Judul surat kabar, halaman artikel. Contohnya sebagai berikut: Alwasilah, Chaedar A. (2007, Januari 13). Tujuh ayat modernisasi pendidikan. Pikiran Rakyat, p. 24, kolom 3-5. 6. Penulisan untuk artikel ilmiah yang dipresentasikan pada pertemuan ilmiah atau diterbitkan dalam prosiding. Penulisan untuk artikel ilmiah yang dipresentasikan pada pertemuan ilmiah adalah: nama pengarang. (tahun terbit atau tahun, tanggal terbit). Judul artikel. Paper presented at the (Bahasa Inggris) atau Makalah dipresentasikan pada nama pertemuan ilmiah, Kota, Negara (apabila bukan di negara Indonesia). Contohnya sebagai berikut: Bonita, R. (2000, Mei 8-10). Organisasi Kesehatan Dunia mandat untuk wanita dan penyakit jantung. Makalah dipresentasikan pada Konferensi Internasional tentang Perempuan, Penyakit Jantung dan Stroke, Victoria, Kanada. Zawawi Ibrahim (1993, September). Regional development in rural Malaysia and the ‘tribal question’. Paper presented at the Kolokium sehari warga pribumi menghadapi cabaran pembangunan, Bangi, Selangor. Penulisan untuk makalah pertemuan ilmiah yang telah diterbitkan pada prosiding, maka susunannya adalah: nama pengarang. (tahun terbit). Judul artikel. In (Bahasa Inggris) atau Dalam Nama belakang editor (Ed.), Judul prosiding, Jika ada sebutkan: (halaman artikel). Jika ada sebutkan: Tempat terbit: Penerbit. Contohnya sebagai berikut: Borgman, C. L., Bower, J., & Krieger, D. (1989). From hands-on science to hands-on information retrieval. In J. Katzer, & G. B. Newby (Eds.), Proceedings of the 52nd ASIS annual meeting: Vol. 26. Managing information and technology (p. 96–100). Medford, NJ: Learned Information. 7. Penulisan untuk artikel online adalah: nama pengarang. (tahun terbit). Judul artikel. (Tanggal diunduh [temu kembali informasi]), sumber dari internet (Bahasa Indonesia: dari, Bahasa Inggris: from). Contohnya sebagai berikut: Chicago, J. (n.d.). Through the flower homepage. (Retrieved May 6, 2004), from http:// www.hewett. norfolk.sch.uk/CURRIC/soc/ethno/intro.htm. Contoh lain yaitu karya tulis ilmiah dalam pelatihan yang dimuat secara online: Zulkarnain. (2012, Januari 16). Menghindari perangkap plagiarisme dalam menghasilkan karya tulis ilmiah. Dalam Pelatihan penulisan artikel ilmiah. Jambi: Lembaga Penelitian Universitas Jambi. (Diakses Juni 24, 2014), dari https://johannessimatupang.files.wordpress. com%2F2014%2F04 %2 Fmenulis-artikel-tanpa-plagiat-zulkarnaen-november-2012. 8. Penulisan untuk publikasi ilmiah suatu badan korporasi atau instansi adalah: nama badan korporasi atau instansi. (tahun terbit). Judul publikasi. Kota terbit: Nama penerbit (Jika Pedoman Bagi Penulis V nama penerbit sama dengan nama badan korporasi, maka nama tersebut dapat disingkat dengan singkatan yang telah dikenal). Contohnya sebagai berikut: Biro Pusat Statistik. (1993). Struktur ongkos usaha tani padi dan palawija 1990. Jakarta: BPS. 9. Apabila publikasi tidak ada nama pengarangnya, maka susunannya adalah: Judul artikel. (tahun terbit). Urutan berikutnya tergantung publikasinya, jika buku maka seperti urutan buku, jika majalah seperti majalah, dan sebagainya. Contohnya sebagai berikut: Annual smoking attributable mortality, years of potential life lost and economic costs: United States 1995-1999. (2002). Morbidity and Mortality Weekly Report, 51, p. 300303. 10. Penulisan untuk tugas akhir/skripsi/tesis/disertasi adalah: nama pengarang. (tahun terbit). Judul tugas akhir/skripsi/tesis/disertasi. Jika tidak dipublikasikan, maka sebutkan: master tesis/disertasi tidak dipublikasikan, Nama universitas, Kota, Negara. Contohnya sebagai berikut: Grayson, S. J. (2001). Perawatan pengelolaan program demam rematik profilaksis sekunder. Tesis master yang tidak dipublikasikan, University of Auckland, Auckland, Selandia Baru. Borgman, C. L., Bower, J., & Krieger, D. (1989). From hands-on science to hands-on informationretrieval. In J. Katzer, & G. B. Newby (Eds.), Proceedings of the 52nd ASIS annual meeting:Vol. 26. Managing information and technology (p. 96–100). Medford, NJ: Learned Information. VI Pedoman Bagi Penulis