PENYIARAN ISLAM MELALUI TELEVISI; SEBUAH KAJIAN KRITIS Oleh: Tgk. Ahyar, S.Sos.I., MA NUPN: 9921000300 DOSEN INSTITUT AGAMA ISLAM AL-AZIZIYAH SAMALANGA ABTRAK Dakwah Islam merupakan suatu aktifitas yang bersifat universal, yakni suatu aktifitas yang tidak mengenal batas ruang dan waktu. Segala sesuatu dapat dijadikan media untuk berdakwah sesuai dengan kebutuhan dan keadaan para mad’u. Terlebih di zaman teknologi informasi sekarang ini, media telah menjadi suatu kebutuhan mendasar bagi kehidupan umat manusia. Tidak melihat apakah ia dari kalangan terpelajar atau bukan, masyarakat perkotaan maupun pendesaan, kalangan anak-anak ataupun dewasa, kesemua mereka sangat tergantung pada media. Dari kesemua jenis media, televisi merupakan salah satu media yang paling dekat dengan kehidupan manusia dibandingkan dengan jenis media lainnya. Maka sangatlah tepat jika televisi menjadi salah satu media dakwah Islam. Berangkat dari pemikiran di atas, dalam tulisan ini penulis akan mengkaji perkembangan penyiaran Islam melalui televisi. Yaitu dengan melakukan observasi lansung terhadap siaran televisi dan juga menelaah dokumentasi berupa jadwal siaran televisi setiap harinya secara keseluruhan. Adapun hasil pengkajiannya menunjukkan bahwa dalam setiap harinya selama 24 jam, hanya terdapat 27 program siaran yang dapat digolongkan ke dalam paket dakwah Islam dari keseluruhan stasiun televisi nasional. Di samping itu, dari ke-27 paket siaran tersebut, sebahagian besarnya ditayangkan pada jam tengah malam dan dini hari, sehingga efektivitas penerimaan pesan dakwah oleh pemirsa sangat sedikit. Fenomena ini tidak terlepas dari realitas di lapangan bahwa dunia pertelevisian nasional dikuasai oleh kaum zionis, sehingga sangat sedikit ruang diberikan untuk paket siaran dakwah Islam A. Pendahuluan Media merupakan suatu tema yang menarik untuk selalu dikaji dan didiskusikan, baik dalam kapasitas diskusi yang berat (melalui saluran akademik dan analisis teoretik) maupun gaya diskusi ringan, yang biasanya dilakukan sambil lalu melalui sindiran sinis atau pun dengan gurauan. Demikianlah tulis Sumrahadi dalam kata pengantar buku Media, Budaya dan Moralitas, sebuah buku terjemahan karangan Keith Tester. permasalahan media tidak akan pernah berhenti untuk selalu dikupas dari berbagai disiplin ilmu. Dalam mendikusikan media, orang akan selalu berpusat pada pertanyaan who says what, to whom, with what channel and with what effect, demikian tambah Sumrahadi mengana-logikan 1 rumusan sederhana dari Harold D. Lasswel.1 Media itu sendiri diartikan sebagai suatu alat atau sarana komunikasi, seperti koran, majalah, radio, televisi, film, poster dan spanduk. Sedangkan media massa mengandung pengertian sebagai suatu sarana dan saluran resmi sebagai alat komunikasi untuk menyebarkan berita dan pesan kepada masyarakat luas. Adapun media elektronik merupakan suatu alat atau sarana penghubung dalam bentuk media massa, yang menggunakan alat-alat elektronik modern untuk penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan, seperti radio, televisi dan film.2 Peran media terkesan amat sangat penting dalam abad teknologi informasi seperti sekarang ini. Setiap orang mungkin tidak akan menolak dan akan menganggukkan kepalanya tanda setuju, bahwa media telah menjalankan fungsi-fungsinya sebagai sarana informasi, hiburan dan juga pendidikan. Bahkan, keberadaan media dalam suatu keluarga menjadi parameter tersendiri bagi keluarga tersebut, maju atau tidak dan modern atau tidaknya suatu keluarga. Media yang dalam teori ekonomi tradisional menjadi kebutuhan tersier, akhirnya berubah menjadi kebutuhan primer sejajar dengan makan, sandang, dan papan. Tujuan yang pertama dikembangkannya media adalah untuk memberikan kemudahan bagi manusia, namun akhirnya menjadi sesuatu yang menggeser alur kehidupan manusia. Jalaluddin Rakhmat menyebutkan bahwa televisi sebagai institusi media telah menjadi “Tuhan Pertama” (The First God).3 Manusia yang semula menempatkan media untuk mengisi “waktu senggang” mereka, akan tetapi sekarang telah menempatkan media dalam jadwal utama keseharian mereka. Media telah menimbulkan efek penjadwalan kegiatan pada masyarakat, mereorganisasikan kegiatan sehari-hari yang bisa saja menjadi tidak produktif karena telah mengubah siklus kegiatan rutinnya. Saat ini televisi merupakan salah satu alat komunikasi persuasif yang sangat efektif. Strategi persuasif melalui media massa ini telah dibuktikan oleh praktisi media Barat dalam menyebarkan budaya-budaya mereka; globalisasi, free sex, minuman keras, HAM yang salah penafsiran, valentine day, merupakan produk budaya Barat yang sukses 1 Keith Tester, Media, Budaya, dan Moralitas, Terj. Muhammad Syukri (Yogyakarta: Juxtapose, 2003), h. v. 2 Tim Balai Pustaka Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), Ed. III, Cet. III, h. 726. 3 Jalaluddin Rakhmat, Televisi sudah Menjadi The First God, dalam Ibrahim, Idi Subandy & Malik, Hegemoni Budaya (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1997), h. 235-242. 2 disebarkan melalui media massa dengan tujuan untuk menghancurkan ideologi umat Islam. Contoh lainnya, film Fitna adalah salah satu film yang benar-benar menyimpangkan Islam dan Al-Quran. Mengingat media massa (khususnya televisi) sebagai sumber informasi sudah merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupan manusia, dan juga merupakan salah satu alat komunikasi persuasif yang sangat efektif, untuk itu diperlukan perhatian-perhatian yang lebih serius terhadap media-media tersebut. Maka sangatlah tepat dan merupakan suatu langkah yang maju kalau media juga dimanfaatkan sebagai sarana untuk menyiarkan ajaran Islam. Media massa seperti televisi, radio, koran, dan internet merupakan alternatif terbaik media dakwah Islam yang sangat potensial. Dakwah Islam melalui televisi dapat menyatukan persepsi komunitas umat Islam dengan menerima pesan-pesan yang disampaikan secara bersama-sama dan seragam. Disamping juga dapat meminimalisir pengaruh westernisasi yang semakin marak digencarkan oleh media Barat. Televisi juga merupakan aspek penting bagi proses identifikasi nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat (khususnya umat Islam) yang terus berubah. Syekh Ali Mahfuz mengutarakan bahwa maju mundurnya Islam sangat tergantung pada kegiatan dakwah atau penyiaran Islam yang dilakukan oleh umat Islam itu sendiri.4 Maka dari itu, pemanfaataan media televisi sebagai media dakwah Islam untuk menyiarkan ajaran Islam, menarik untuk dibahas lebih lanjut. Dalam tulisan ini, sedikit banyaknya akan dibahas tentang penyiaran Islam melalui televisi dan hal-hal yang berkaitan dengannya. B. Kondisi Objektif di Lapangan Mengenai Penyiaran Islam Melalui Televisi, Menurut Hasil Penelitian atau Pendapat Ahli 1. Pengertian Televisi Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi berasal dari kata tele (jauh) dan vision (tampak), jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu mengubah peradaban dunia. Di Indonesia, “televisi” secara tidak formal disebut dengan TV, tivi, teve atau tipi.5 4 Syukur Kholil, Komunikasi Islam (Bandung: Citapustaka, 2007), h. 49. 5 http://www.mediajogjaku.co.cc/2010/04/sejarah-perkembangan-Televisi.html. Didownload pada tanggal 7 Mei 2011. 3 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Televisi didefinisikan sebagai suatu sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui kabel atau melalui angkasa dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik, dan mengubahnya kembali menjadi berkas yang dapat dilihat dan bunyinya dapat didengar. Dengan kata lain, televisi didefinisikan sebagai pesawat penerima gambar televisi.6 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa televisi merupakan suatu media massa elektronik yang lebih canggih dari pada radio, dimana televisi dapat menyiarkan gambar sekaligus suaranya sehingga menambah daya tarik untuk ditonton. Televisi sebagai salah satu media komunikasi massa, di mana dapat dijadikan sebagai alternatif terbaik media dakwah dalam menyiarkan Islam, memiliki beberapa fungsi. Adapun fungsinya adalah untuk memberikan informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi.7 Dalam hal ini, Mc Quail juga menggambarkan beberapa fungsi dari media (televisi), yaitu: a. Sebagai sumber kekuatan alat kontrol manajemen dan inovasi dalam masyarakat. b. Sebagai upaya penyambung dan pengembangan budaya, tata cara dan norma kehidupan serta sosial kemasyarakatan. c. Sebagai salah satu sumber penyuguhan nilai-nilai normatif, yang dihiasi dengan berita-berita ringan dan juga hiburan.8 d. Sebagai alat untuk menguatkan pendapat dan tingkah laku masyarakat.9 2. Perkembangan Televisi dalam Konteks Historis Setiap peralatan teknologi informasi yang dikembangkan, tentunya memiliki nilai historis yang melibatkan beberapa pelaku penemu di dalamnya. Begitu juga halnya dengan televisi yang mempunyai historis tersendiri dalam jangka waktu yang cukup lama. Dalam hal ini, keseluruhan isi sejarah singkat televisi yang akan dipaparkan merupakan hasil penelusuran dari berbagai situs internet; mediajogjaku.co., misteridigital.wordpress.com., 6 Tim Balai Pustaka Depdiknas, Kamus Besar..., h. 1126. 7 Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi (Bandung: Alumni, 1986), h. 116. 8 Denis Mc Quail, Teori Komunikasi Massa (Jakarta: Air Langga, 2001), h. 3. 9 Syukur Kholil, Komunikasi Islam..., h. 39. 4 duniatv.blospot.com., dan blogbintang.com.10 Gagasan awal televisi adalah transmisi elektrik dari elemen gambar dan suara secara simultan. Dane pada tahun 1802 menemukan teknologi radio yang berprinsip bahwa pesan dapat dikirim melalui kawat beraliran listrik dalam jarak pendek. Kemudian James Maxwell menemukan prinsip baru untuk mewujudkan gelombang elektromagnetis yaitu gelombang yang digunakan televisi tahun 1965. Gerakan magnetis dapat mengarungi ruang angkasa dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan cahaya. Penemuan Maxwell ini kemudian dikembangkan oleh Guglemo Marconi. Pada tahun 1875 George Carey di Boston mengembangkan gambar televisi. Namun penayangan elemen-elemen gambar dengan cepat garis demi garis, frame demi frame ditampilkan oleh WE Sawyer dari Amerika dan Maurice Leblanc dari Perancis pada tahun 1880. Gelar Bapak per-televisi-an dunia akhirnya jatuh pada Paul Nipkow yang mempatenkan ciptaannya pada tahun 1884. Nipkow disk atau Jantra Nipkow melahirkan televisi mekanis, yaitu prinsip gambar kecil yang dibentuk oleh elemen-elemen secara teratur (scanning device). Elemen-elemen itu akan membentuk gambar ketika diputar secara mekanis dengan lingkaran spiral. Pada tahun 1920 Charles F. Jenskin (Amerika Serikat), John Lugie Baird (Skotlandia) dan Ernst FW Alexander (Amerika Serikat) membuat penelitian yang mengantar Charles F. Jenskin pada tahun 1925 berhasil membuat gambar bayangan atau silhoutte. Sedangkan John Lugie Baird menemukan dasar-dasar bagi televisi berwarna yang kemudian berhasil pula menciptakan prinsip-prinsip bagi pengembangan teknik gambar hidup atau bioskop. Menyusul kemudian Ernst FW Alexander dari General Electric New York pada tanggal 11 September 1928 berhasil menayangkan drama televisi untuk pertama kalinya di Amerika Serikat. Seorang ahli berkebangsaan Rusia yang hijrah ke Amerika Serikat, Vladimir K.Zworykin pada tahun 1923 merancang tabung kamera ikonoskop yang mendasari perkembangan sistim televisi elektris. Kemudian penemuan ini dilanjutkan dengan mempatenkan televisi elektronik berwarna pada tahun 1925, ciptaannya ini didemonstrasikan di New York World’s Fair pada tahun 1939. Sedangkan di Indonesia, siaran televisi pertama sekali ditayangkan pada tanggal 17 Agustus 1962. Dimana bertepatan dengan memperingati proklamasi Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-17 di Istana Negara. Televisi Republik Indonesia (TVRI) baru melaksanakan siaran secara continu pada tanggal 24 Agustus 1962. Liputan perdananya 10 Didownload pada tanggal 7 Mei 2011. 5 adalah upacara pembukaan Asian Games ke IV di Gelora Senayan Bung Karno (GSBK) Jakarta. Sekarang ini, siaran televisi di Indonesia (televisi nasional dan swasta) telah dapat menjangkau seluruh daerah dan propinsi di Indonesia dengan memanfaatkan satelit Palapa (yang mampu pula menjangkau wilayah Asean).11 Dalam perkembangannya, televisi telah menjadi salah satu media komunikasi massa yang paling banyak penggunanya dan paling besar pengaruhnya. Hasil penelitian Condry (1989), sebagaimana dikutip oleh Syukur Kholil, menunjukkan bahwa masyarakat (semua tingkat usia, kelas sosial, agama dan latar belakang budaya), rata-rata menghabiskan waktu selama 24 jam dalam seminggu untuk menonton televisi. Bahkan anak-anak menjelang usia remaja, menghabiskan waktu lebih dari 30 jam dalam seminggu untuk menonton televisi. Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah waktu yang mereka habiskan bersama orang tua, bermain dengan teman sebaya, membaca dan belajar di sekolah, dan merupakan kedua terbesar setelah waktu yang dipergunakan untuk tidur. Lebih lanjut Condry menuturkan bahwa jumlah tersebut akan terus meningkat dari tahun ke tahun, terutama bagi mereka yang kecewa akibat terkucilkan dari teman-teman dan keluarga mereka. Sehingga mereka menjadikan televisi sebagai tempat pelampiasan atau sekedar mengisi waktu kekosongannya.12 3. Teori Komunikasi Massa yang Berkenaan dengan Televisi Dalam ilmu komunikasi massa, banyak bentuk teori yang diperdapatkan dan digunakan guna untuk mendukung perkembangan ilmu komunikasi massa. Diantara sekian banyak teori tersebut, yang erat kaitannya dengan media massa elektronik televisi adalah sebagai berikut: a. Teori Peluru Ajaib (Bullet Magic Theory) Teori ini dikemukakan bahwa komunikasi massa mempunyai pengaruh yang kuat dan luar biasa, bahkan lansung memepngaruhi tingkah laku khalayak. Pesan media massa dipandang bagaikan “peluru ajaib” yang mempunyai kekuatan dalam mempengaruhi persepsi dan tingkah laku orang banyak sesuai dengan kehendak komunikator.13 11 http://blog.unsri.ac.id/kaskuserr/nais-inpo-gan/sejarah-berdirinya-stasiun-televisi-di-indonesiatvri-rcti-sctv-trans-tv/mrdetail/5941. Didownload pada tanggal 7 Mei 2011. 12 Syukur Kholil, Komunikasi Islam..., h. 50-51. 13 Syukur Kholil, Komunikasi Islam..., h. 33. 6 b. Teori Penentuan Agenda (Agenda Setting Theory) Teori ini berpendapat bahwa pesan media dapat membantu untuk mendefinisikan hal-hal yang dipikirkan dan yang dicemaskan individu atau orang banyak, sehingga dapat membentuk persepsi dan prilaku individu atau orang banyak dengan cara memberikan perhatian lebih mendalam pada masalah tertentu dan mengurangi pada masalah lainnya. Agenda Setting bisa terjadi pada beberapa level, yaitu; penciptaan kesadaran, menentukan prioritas, dan mempertahankan isu. Robert Park mengatakan bahwa media lebih banyak menciptakan kesadaran suatu isu, bukan menciptakan pengetahuan atau sikap.14 c. Teori Penggunaan dan Kepuasan (Uses and Gratifications Theory) Teori ini menjelaskan bahwa individu atau masyarakat menggunakan media untuk memenuhi atau memuaskan (gratify) kebutuhan mereka, dimana individu atau masyarakat mempunyai kebebasan penuh dalam menggunakan media massa dan mengapa mereka menggunakannya. Sehingga mereka tidak jarang dalam memilah dan memilih media sesuai dengan keinginan mereka sendiri.15 d. Teori Penyuburan (Cultivation Theory) Teori ini berpandangan bahwa media massa modern (terutama televisi) tidak mempunyai pengaruh besar dalam membentuk persepsi dan merubah tingkah laku masyarakat, akan tetapi media massa mempunyai peranan penting untuk menyuburkan atau menguatkan persepsi dan tingkah laku audiennya. Dimana komunikasi akan efektif apabila pesan-pesan yang diharapkan untuk difahami dan diamalkan oleh individu atau masyarakat, disampaikan secara berulangberulang dan terus menerus.16 e. Teori Spiral Keheningan (Spiral of Silence Theory) Teori ini beranggapan bahwa setiap individu atau masyarakat mempunyai opini pribadi tersendiri terhadap suatu berita atau isu, akan tetapi media massa berperan penting dalam membentuk opini publik. Dalam hal ini, setiap individu atau kelompok masyarakat cendrung mencari dukungan bagi opini mereka 14 John Vivian, Teori Komunikasi Massa, Ed. Ke-8 (Jakarta: Kencana, 2008), h. 495-496. Lihat juga Syukur Kholil, Komunikasi Islam..., h. 36. 15 Ibid, h. 475. Lihat juga Syukur Kholil, Komunikasi Islam..., h. 37-38. 16 Syukur Kholil, Komunikasi Islam..., h. 39. 7 sendiri, baik itu dari lingkungan sekitarnya atau bahkan juga dari media massa.17 Dengan demikian, berdasarkan beberapa pandangan teori komunikasi media massa di atas, dimana televisi merupakan bagian dari media massa, maka televisi dapat dijadikan alternatif terbaik dalam dakwah Islam di era sekarang ini. Pesan-pesan Islam yang disampaikan melalui televisi akan memeberikan efek yang besar terhadap peningkatan pemahamaman umat manusia tentang Islam. Dengan berbagai bentuk informasi menarik dan sosialisasi yang bersifat mendidik, maka ajaran Islam akan terkesan lebih dekat dengan umatnya. Sehingga nilai-nilai Islam itu sendiri dapat difahami dan diamalkan dalam kehidupan umat manusia. Abelman (1987), dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan bernilai positif antara menonton siaran agama di televisi dengan pengamalan seseorang akan ajaran agama. Artinya, semakin banyak seseorang menyaksikan siaran keagamaan di televisi, maka pengamalan agamanya cendrung bertambah meningkat dan semakin baik. Hal ini tidak terlepas dari faktor televisi yang dapat memberikan pengaruh bagi penontonnya.18 4. Azas Televisi dalam Islam Dari sekian banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang membicarakan tentang teknis berkomunikasi secara umum, sebagian diantaranya merupakan berkenaan lansung dengan materi komunikasi media massa (terutama televisi). Ayat-ayat dimaksud dapat dijadikan sebagai azas komunikasi televisi dalam upaya untuk menyiarkan pesan-pesan Islam, disamping teori-teori yang berkembang belakangan ini. Ayat-ayat tersebut antara lain: QS. An-Nahl: 125; Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah19 dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. QS. Ali-‘Imran : 104. 17 Richard West & Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi; Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Salemba Hurmanika, 2010), h. 121-122. 18 Syukur Kholil, Komunikasi Islam..., h. 51. 19 Hikmah ialah Perkataan yang tegas dan benar, yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. 8 Artinya: Dan hendaklah ada sebahagian di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar;20 dan merekalah orang-orang yang beruntung. QS. An-Nisa’: 83. Artinya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil Amri21 di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil Amri)22. Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu). Demikianlah sebagian kecil di antara sekian banyak ayat-ayat Alquran yang berbicara tentang tata cara berkomunikasi atau melakukan dakwah Islam. Ayat-ayat tersebut di atas dapat dijadikan sebagai landasan atau bahan pijakan dalam menyiarkan dakwah Islam, terutama dakwah Islam melalui televisi. Disamping beberapa ayat-ayat lainnya yang juga dapat dijadikan pedoman dalam penyairan Islam melalui televisi, seperti QS. Al-Baqarah: 25, QS. Ali ‘Imran: 159, QS. An-Nisa’: 58-59, dan lain sebagainya. 5. Kondisi Objektif di Lapangan Pada saat ini, jelas terlihat bahwa setiap harinya terdapat paket siaran agama yang disiarkan oleh keseluruhan stasiun televisi di Indonesia. Siaran-siaran tersebut, ada dalam bentuk ceramah agama (tausyiyah atau kultum), dialog (interaktif dan non-interaktif), sinetron atau drama keagamaan, pembacaan Al-Qur’an, musik dan azan setiap waktu shalat. Berdasarkan daftar acara berbagai stasiun televisi yang diposting pada website http://jadwaltvku.blogspot.com/2011_05_31_archive.html pada hari selasa 31 Mei 2011, setidaknya ada 27 (lihat tabel) acara yang dapat digolongkan dalam paket dakwah Islam dari berbagai stasiun televisi nasional. Disamping terkadang juga didapatkan nilai-nilai dan pesan Islami dalam berbagai acara lainnya, seperti dalam peket berita rutin, infotaiment, hiburan dan pariwara iklan. 20 Ma'ruf adalah segala sesuatu perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya. 21 Maksudnya: tokoh-tokoh sahabat dan Para cendekiawan di antara mereka. 22 Menurut mufassirin yang lain, Maksudnya Ialah: Kalau suatu berita tentang keamanan dan ketakutan itu disampaikan kepada Rasul dan ulil Amri, tentulah Rasul dan ulil Amri yang ahli dapat menetapkan kesimpulan (istimbat) dari berita itu. 9 No JAM Nama Acara Stasiun Televisi 1 04:00 – 04:30 Assalamu’alaikum Ustadz RCTI 2 17:30 – 18:30 Sinetron “Istiqamah” SCTV 3 18:30 – 21:00 Sinetron “Islam KTP” SCTV 4 21:00 – 23:00 Sinetron “Pesantren & Rock n Roll” SCTV 5 04:00 – 04:30 Cahaya Hati ANTV 6 03:30 – 04:00 Muhibah Pesantren INDOSIAR 7 04:30 – 05:00 Penyejuk Imani INDOSIAR 8 04:30 – 06:00 Siraman Qalbu MNCTV 9 07:30 – 08:30 Upin & Ipin Met Pagi MNCTV 10 08:30 – 09:30 Cerita Pagi MNCTV 11 09:30 – 11:00 Layar Pagi MNCTV 12 12:00 – 13:30 Layar Kemilau MNCTV 13 13:30 – 15:00 Cerita Siang MNCTV 14 15:00 – 15:30 Upin & Ipin Dkk MNCTV 15 19:00 – 20:00 Upin & Ipin Dkk MNCTV 16 00:30 – 02:00 Layar Tengah Malam MNCTV 17 02:00 – 03:30 Cerita Dini Hari 1 MNCTV 18 03:30 – 04:30 Cerita Dini Hari 2 MNCTV 19 04:00 – 04:30 Iqra TRANSTV 20 05:30 – 06:30 Islam Itu Indah TRANSTV 21 03:30 – 04:00 Titian Kalbu TVONE 22 04:00 – 04:30 Jejak Islam TVONE 23 17:00 – 17:30 Renungan Hari Ini TVONE 24 01:55 – 02:30 Renungan Malam TVRI 25 04:30 – 05:30 Hikmah Pagi TVRI 26 07:30 – 08:00 Budi dan Kerti TVRI 27 10:30 – 11:00 Lintas Agama & Mimbar Agama Islam TVRI Bila kita sedikit melihat mundur ke belakang, maka akan diperdapatkan suatu kenyataan yang berbanding terbalik. Dimana Syukur Kholil mengungkapkan bahwa ada 45 acara televisi yang dapat digolongkan kepada paket keagamaan. Hasil ini berdasarkan 10 penelusurannya pada daftar acara berbagai stasiun televisi yang dimuat dalam Tabloid Bintang Edisi 815, minggu pertama Desember 2006.23 Wawan Kuswandi (1996), sebagaimana dikutip oleh Syukur Kholil, menuturkan bahwa paket siaran-siaran agama merupakan salah satu paket acara di televisi yang paling menyedihkan dari segi daya tarik dan jumlah peminatnya. Penuturan ini berdasarkan pada hasil penelitian kebutuhan khalayak akan program siaran televisi, yang menunjukkan bahwa siaran agama menempati urutan kedelapan yang diminati penonton.24 Paket acara keagamaan dalam bentuk hiburan, sinetron, dan iklan, juga terkadang dibumbui dengan hal-hal yang keluar dari etika nilai ke-Islaman. Sebut saja dalam tayangan tersebut ditampilkan hal-hal yang nyata-nyatanya dilarang dalam Islam, tapi diolah sedemikian rupa dan terkesan Islam membolehkan melakukan hal-hal dimaksud. Bahkan ada alur cerita dan adegan-adegan yang ditayangkan dalam bentuk melebihlebihkan, seperti banyak berbau mistis, terlalu memaksakan diri mereka-reka rahasia alam ghaib, sehingga dianggap oleh segelintir orang dapat membawaki kesesatan. Disamping itu, fenomena lainnya adalah pemberitaan miring tentang dunia Islam dan penindasan terhadap Negara-negara muslim oleh rezim Zionisme dan Neokolonialisme mendapat porsi yang lebih besar dari berbagai stasiun televisi. Mereka secara sepihak menampilkan berita yang terus menerus menyudutkan umat Islam, dan menjadikan umat Islam sebagai pihak yang harus disalahkan. Fenomena ini terjadi karena dunia pertelevisian dikuasai sepenuhnya oleh orang-orang Zionis. Untuk itu, umat Islam harus mendapat informasi yang benar dan valid tentang apa yang terjadi di Negara-negara muslim yang saat ini tengah diuji dengan perang dan penindasan. Sebagai catatan tambahan, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pernah mencoba membangun stasiun televisi dengan nama Global TV sebagai upaya untuk lebih mendekatkan ajaran Islam kepada pemeluknya, dan juga masyarakat banyak pada umumnya. Namun dalam perjalanannya, stasiun televisi ini kemudian dibeli oleh MNC Group, dan berubah menjadi stasiun televisi yang sama sekali bertolak belakang dengan cita-cita ICMI. Kemudian muncul Alif TV yang dibangun oleh Mahaka Group. Walaupun menggunakan kata “Alif” pada penamaan televisi tersebut dan juga mengklaim diri sebagai stasiun televisi yang membawa misi keislaman, akan tetapi beberapa pihak 23 24 Syukur Kholil, Komunikasi Islam..., h. 54. Syukur Kholil, Komunikasi Islam…, h. 56. 11 meragukannya karena petinggi stasiun televisi tersebut ternyata non-muslim.25 Dan baru-baru ini, tepatnya pada bulan Ramadhan tahun lalu (1431 H/ 2010 M), telah dibangun satu stasiun televisi swasta baru yang berbasis Islam di Indonesia. Stasiun televisi tersebut diberi nama yaitu “TV Tazkiyah”. Berdasarkan penelusuran lansung penulis, stasiun televisi tersebut baru berisikan satu paket acara, yakni Tilawah Al-Qur’an lengkap dengan teks dan artinya, yang dibacakan oleh Qari yang berbeda-beda selama 24 jam setiap harinya. Suatu pilihan paket acara yang sangat bagus, akan lebih mendekatkan Al-Qur’an dan isi kandungannya dengan umat Islam, dapat menyejukkan/menentramkan hati dan pikiran dari segala permasalahan hidup manusia. Namun, alangkah lebih menarik daya pikat pemirsa bila ditambah dengan paket acara lainnya yang bernuansa Islami dan mengandung pesan-pesan yang dapat menuntun kehidupan manusia bahagia dunia dan akhirat. C. Berbagai Masalah yang Ditemukan dan Solusi yang Ditawarkan 1. Faktor-faktor Penyebab Timpangnya Penyiaran Islam di Televisi Berdasarkan fakta dan realita yang telah dikemukakan sebelumnya, dengan jelas terlihat bahwa telah terjadi ketimpangan dalam tayangan dan pemberitaan tentang Islam di televisi, serta menurunnya daya tarik pemirsa akan paket acara yang bernuansa Islami. Semua itu disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah sebagai berikut: a. Kemasan paket acara yang disajikan masih kurang menarik daya pikat pemirsa. b. Waktu penyiaran yang kurang efektif, misalnya teralu pagi atau larut malam. c. Paket siaran pada stasiun televisi lain lebih menarik daya minat pemirsa.26 d. Ruang paket acara yang bernuansa Islami masih sangat sedikit disediakan oleh sebahagian besar stasiun televisi.27 e. Pesan Islam melalui televisi menghilang setelah ditrasmisikan karena ditampilkan dalam bentuk elektronik. f. Dunia pertelevisian dikuasai dan dikendalikan oleh kaum Zionis, sehingga pemberitaan tentang Islam terkesan sepihak dan dimanipulasi. 2. Solusi yang Ditawarkan 25 26 27 http://penerang.com/2011/05/19/tv-islam-mungkinkah/. Didownload pada tanggal 7 Mei 2011. Syukur Kholil, Komunikasi Islam..., h. 58. Syukur Kholil, Komunikasi Islam…, h. 56. 12 Adapun solusi yang dapat ditawarkan untuk meminimalisir berbagai permasalahan di atas, adalah sebagai berikut: a. Mengupayakan kemasan yang lebih menarik dan tidak terkesan menoton serta melihat model kemasan yang dibutuhkan oleh pemirsa televisi. Model kemasan yang dibutuhkan para pemirsa dapat diperoleh dengan cara melakukan survey atau observasi pada pemirsa televisi. b. Mengusahakan waktu tayang sesuai dengan waktu lapang pemirsa, atau pada waktu yang memungkinkan kebanyakan pemirsa mempunyai kesempatan untuk menontonnya. Karena manusia masih belum bangun bila terlalu pagi, dan sudah tertidur bila larut malam. c. Memperhatikan paket siaran pada stasiun televisi lain. Bila acara pada stasiun televisi lain lebih menarik dan waktunya bersamaan dengan rencana penayangan siaran keagamaan, maka tidak ada salahnya waktu siarannya diubah (dimajukan atau dimundurkan) agar terhidar dari kesamaan waktu siaran. Sehingga siaran acara keagamaan tetap ditonton oleh seganap pemirsa. d. Apabila ketiga hal di atas dilakukan dengan baik, tentunya daya minat pemirsa terhadap acara keagamaan akan bertambah dan terus meningkat. Maka dengan sendirinya, ruang tayang pun akan disediakan lebih banyak oleh stasiun televisi karena daya tarik pemirsa meningkat. Lihat saja paket acara infotaimen seputar kehidupan selebritis dan hiburan musik, hampir semua stasiun televisi (kecuali Metro Tv dan Tv One) memberikan jam tayang lebih pada acara tersebut, bahkan ada yang ditayangkan 3 sampai 4 kali sehari dengan durasi yang panjang dan nama acara yang berbeda (temanya sama). e. Faktor teknis televisi, yakni siaran (pesan) akan menghilang setelah ditransmisikan, dapat disiasati dengan menerapkan teori penyuburan (cultivation theory). Dimana pesan yang sama terus menerus disampaikan secara berulang-uang dalam waktu yang berbeda dan dengan model kemasan yang berbeda pula. Sehingga pesan dakwah Islam yang disampaikan melekat dalam pikiran pemirsa dan dapat mempengaruhi tingkah laku mereka. f. Sudah saatnya para aktivis dakwah Islam berkomitmen untuk membangun stasiun televisi sendiri yang berbasis Islami. Apalagi banyak aktivis dakwah Islam saat ini bertebaran di perusahaan media massa, baik televisi maupun media massa lainnya. Artinya, Islam memiliki sumber daya manusia yang 13 mumpuni untuk dilibatkan dalam proyek besar ini. Tinggal bagaimana manajemen dibangun secara professional dalam media massa tersebut, dan meyakinkan para investor agar bersedia menggelontorkan dananya dalam membangun proyek ini. Memiliki stasiun televisi sendiri dimaksudkan sematamata untuk lebih memaksimalkan dakwah Islam melalui televisi, dan juga untuk meminimalisir ketimpangan pemberitaan tentang Islam pada dunia. D. Harapan ke Depan Terhadap Penyiaran Islam Melalui Televisi Mengapa dakwah Islam melalui televisi menjadi penting? Semua itu tidak terlepas dari besarnya pengaruh media audio visual dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi persepsi serta tingkah laku mereka di tengah-tengah masyarakat. Terlebih di tengah derasnya arus teknologi informasi dan globalisasi saat ini, dimana Islam dan umat Islam disudutkan dengan berbagai ujian dan cobaan (efek dari ketimpangan pemberitaan). Perang informasi di layar kaca sudah tidak bisa dihindarkan lagi, bahkan umat Islam saat ini adalah kelompok yang terdesak, jika tidak ingin dikatakan sebagai pihak yang hampir takluk dalam kekalahan perang informasi. Maka dari itu, di tengah besarnya gempuran opini yang menyudutkan Islam dan gerakan dakwah Islam, sudah saatnya umat Islam memiliki stasiun televisi sendiri yang berfungsi untuk memberikan pembelaan terhadap informasi yang salah tentang ajaran agama dan para pengikutnya. Kalau pun tidak bisa merealisasikan stasiun televisi yang berbasis Islam, setidaknya dakwah Islam yang sekarang ini masih dikembangkan melalui televisi, lebih ditingkatkan dengan membenahi segala bentuk kekurangan agar menarik minat pemirsa untuk menontonnya, sehingga lebih terkesan variatif dan inovatif. Dengan kata lain, dakwah Islam yang sekarang ini masih diberikan ruang tayang oleh televisi, tidak hanya sekedar pelangkap daftar acara atau sebatas formalitas semata. Untuk menciptakan paket siaran agama yang lebih variatif dan inovatif, sehingga dapat mengundang minat tonton pemirsa, kiranya perlu diperhatikan azas penyiaran televisi dalam Islam dan beberapa teori komunikasi massa yang berkenaan dengan penyiaran televisi. Islam melalui kitab sucinya Al-Qur’an menganjurkan agar ada sebagian pemeluknya (seperti insan pertelevisian) yang menyeru kepada kebaikan dan amar ma’ruf nahi mungkar, dengan cara yang lemah lembut (persuasif), tegas dan benar, serta dengan memberikan pelajaran atau nasehat (baik dengan ucapan atau tingkah laku). Film Ayat-Ayat Cinta (AAC) dan Ketika Cinta Berasbih (KCB) merupakan contoh 14 kecil dari sekian banyak film/sinetron yang bernuansa Islami. Alur cerita dari kedua film tersebut sedikit banyaknya telah mempengaruhi paradigma berpikir (persepsi) dan tingkah laku pemirsa. Sebut saja salah satu contohnya adalah kegemaran kaum wanita (setelah mereka menonton kedua film tersebut) berbusana seperti apa yang ditampilkan dalam kedua film tersebut. Bahkan sosok Fahri (AAC) dan Abdullah Khairul Azzam (KCB) telah menjadi inspirator bagi kalangan mahasiswa (khususnya yang keterbatasan biaya) dalam menggapai cita-citanya. Kenyataan seperti ini selaras dengan pandangan teori-teori komunikasi massa, dimana media (televisi) mempunyai kekuatan yang kuat dan lansung mempengaruhi persepsi dan tingkah laku pemirsa, dan juga menciptakan kepuasan tersendiri dalam diri pemirsa. Semoga ke depan, akan lebih banyak film/sinetron yang kental bernuansa Islami, sehingga dakwah Islam di televisi menjadi lebih efektif dengan bertambah inovatif dan variatif-nya siaran-siaran yang mengandung pesan-pesan Islam. Sungguh suatu kerugian yang amat sangat besar, bila televisi yang hari ini sudah menjadi suatu kebutuhan dan tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan manusia, tidak dapat dimanfaatkan sebagai media dakwah Islam. E. Penutup Islam adalah agama dakwah. Al-Qur’an menganjurkan umatnya untuk selalu melakukan misi dakwah dalam keadaan bagaimanapun dan dengan cara apapun, sesuai dengan kebutuhan zaman dan situasi kondisi masyarakat. Televisi merupakan media elektornik yang sekarang ini sangat banyak penggunanya, bahkan telah menjadi satu kebutuhan hidup masyarakat banyak. Televisi sangat diminati masyarakat dan telah dapat memberikan pengaruh besar kepada mereka, baik dari segi persepsi atau tingkah laku mereka dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Kenyataan seperti itu dapat dijadikan satu alternatif terbaik untuk melakukan dakwah Islam melalui televisi. Dimana pesan dakwah yang disampaikan lansung mengenai ke sasarannya. Dari dulu sampai dengan sekarang ini, dalam berbagai siaran stasiun televisi nasional dan swasta, ada diperdapatkan beberapa siaran yang bernuansa Islami. Paket acara keagamaan tersebut terus dibenahi dan diwarnai dalam berbagai macam bentuk acara dan tema, mengikuti kebutuhan pemirsa dan perkembangan zaman. Namun dalam perkembangannya, diperdapatkan beberapa aspek dan sudut pandang yang harus diperbaiki, terutama yang berhubungan dengan model kemasan dan masa tayangnya, guna 15 untuk menarik daya minat pemirsa. 16 Daftar Pustaka Departemen Agama RI. Alquran dan Terjemahannya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Alquran. 1997. Husni, Faidhullah Al-. Fathu ar-Rahman li Thalibayati Alquran. Indonesia: Maktabah Dahlan. n.d. Effendy, Onong Uchjana. Dimensi-dimensi Komunikasi. Bandung: Alumni, 1986. Kholil, Syukur. Komunikasi Islam. Bandung: Citapustaka, 2007. Mc Quail, Denis. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Air Langga, 2001. Rakhmat, Jalaluddin. Televisi sudah Menjadi The First God. Dalam Ibrahim, Idi Subandy & Malik, Hegemoni Budaya. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1997. Tester, Keith. Media, Budaya, dan Moralitas, Terj. Muhammad Syukri. Yogyakarta: Juxtapose, 2003. Tim Balai Pustaka Depdiknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Ed. III. Cet. III. Jakarta: Balai Pustaka, 2007. Vivian, john. Teori Komunikasi Massa. Ed. Ke-8. Jakarta: Kencana, 2008. West, Richard & Lynn H. Turner. Pengantar Teori Komunikasi; Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Hurmanika, 2010. http://blog.unsri.ac.id/kaskuserr/nais-inpo-gan/sejarah-berdirinya-stasiun-televisi-diindonesia-tvri-rcti-sctv-trans-tv/mrdetail/5941 http://jadwaltvku.blogspot.com/2011_05_31_archive.html http://mediajogjaku.co.cc/2010/04/sejarah-perkembangan-Televisi.html http://penerang.com/2011/05/19/tv-islam-mungkinkah/ 17