BAB II LANDASAN TEORI Untuk mencapai tujuan penelitian, diperlukan beberapa pengertian dan teori yang relevan dengan pembahasan. Dalam bab ini akan diberikan beberapa teori berupa definisi, teorema, maupun lemma yang berkaitan dengan konsep struktur aljabar. 2.1 Grup dan Subgrup Definisi 2.1 Grup G adalah sebuah sistem aljabar yang terdiri atas suatu himpunan tak kosong G dan suatu operasi biner (*) yang didefinisikan dalam G serta memenuhi aksioma-aksioma berikut ini: (1) Operasi * bersifat assosiatif, yaitu a * ( b * c) = (a * b) * c, untuk setiap a, b, c G. (2) Terdapat elemen identitas e G sedemikian sehingga a e e a a , untuk setiap aG . (3) Untuk setiap aG , terdapat elemen a 1 G sedemikian sehingga a a 1 a 1 a e . Sebuah Grup G disebut sebagai grup komutatif atau grup abelian jika operasi * bersifat komutatif yang memenuhi aksioma: (4) a * b = b * a, untuk setiap a, b G (Fraleigh 2003). Jika sebuah grup G memiliki jumlah elemen yang berhingga maka disebut grup berhingga (finite group) dan jika jumlah elemen dari suatu grup G tak berhingga maka disebut grup tak berhingga (infinite group). Order dari sebuah grup G sama dengan banyaknya elemen dalam grup G yang dinotasikan dengan G (Guritman 2004). Contoh grup yang tidak asing lagi adalah bilangan bulat terhadap operasi penjumlahan. Misalkan, merupakan himpunan bilangan bulat {..., 3, 2, 1, 0,1, 2,3,...} . (, ) merupakan suatu grup, karena untuk setiap a, b maka (a b) . Bila a, b, c maka a (b c) a (b c) juga elemen (memenuhi sifat assosiatif). 0 dan untuk setiap a maka 0 a a 0 0 (0 elemen identitas. Bila a maka terdapat a sedemikian sehingga a ( a ) ( a ) a 0 ( a elemen invers). Grup ini juga merupakan grup komutatif, karena a b b a . 5 Misalkan grup G dan S sembarang himpunan bagian tidak kosong dari G, maka berikut merupakan definisi subgrup yang saling ekuivalen, yaitu sebuah himpunan bagian S dari grup G disebut subgrup dari G jika S sendiri membentuk grup di bawah operasi yang sama dengan yang dimiliki G (Aliatiningtyas 2002). Sebagai contoh, , dan merupakan subgrup dari terhadap operasi penjumlahan. Tentu saja dan masing-masing merupakan grup terhadap operasi yang sama yaitu penjumlahan. Misalkan S adalah himpunan bagian dari sebuah grup G. S dikatakan subgrup dari G jika dan hanya jika memenuhi sifat berikut ini. i). S tertutup dalam operasi dalam G, yaitu jika a, b S maka ab S . ii). S tertutup terhadap inversnya, yaitu a S maka a 1 S (Aliatiningtyas 2002). Bilangan bulat adalah grup terhadap operasi penjumlahan. Misalkan S adalah himpunan bagian dari yang terdiri atas seluruh perkalian bilangan bulat positif m, yaitu S {... , 2m, m, 0, m, 2m, ...} . Dengan menggunakan sifat di atas, maka dapat ditunjukkan bahwa S adalah subgrup dari G. Hubungan antara grup dan subgrupnya dapat ditambahkan dengan satu definisi yang disebut dengan koset. Definisi 2.2 Misalkan S adalah subgrup dari grup G. Untuk setiap a G , maka himpunan yang dinotasikan dengan aS {as s S} disebut koset kiri dari S yang memuat a dan Sa {sa s S} disebut koset kanan dari S yang memuat a (Aliatiningtyas 2002). Teorema 2.3 (Teorema Lagrange) Misalkan G yaitu grup berhingga dan S yaitu subgrup dari G, maka order dari S membagi order dari G (Aliatiningtyas 2002). Jika S merupakan subgrup dari grup G, maka indeks dari S di dalam G dapat diartikan sebagai banyaknya koset dari S di dalam G, dinotasikan (G : S) (Aliatiningtyas 2002). 6 Misalkan adalah sebuah grup bilangan bulat dalam penjumlahan dan subgrup 3 {..., -6, -3, 0, 3, 6, ...} terdiri atas kelipatan 3. Terdapat tiga koset kiri yang berbeda dari 3 dalam , yaitu 0 + 3 = 3 = {..., -6, -3, 0, 3, 6, ...}, 1 + 3 = {..., -5, -2, 1, 4, 7, ...}, 2 + 3 = {..., -4, -1, 2, 5, 8, ...}. Meskipun dan 3 keduanya tak berhingga, indeks dari 3 dalam adalah berhingga, yaitu ( : 3 ) = 3 adalah banyaknya koset. 2.2 Grup Siklik Sebelum mendefinisikan tentang grup siklik, maka berikut ini diberikan beberapa definisi yang terkait dengan order suatu unsur grup. Misalkan G adalah sembarang grup, a G dan bilangan bulat positif m , maka a m : aa ...a , m kali 1 1 1 a m : a a ...a , dan m kali a 0 : e (Guritman 2004). Jadi, jika G adalah suatu grup dan a G , maka untuk semua bilangan bulat positif m dan n berlaku hukum eksponen berikut ini. 1). a m a n a m n 2). (a m ) n a mn 3). a m (a 1 ) m (a m )1 . Misalkan G grup, dan a G . Order dari elemen a dinotasikan O (a ) didefinisikan sebagai bilangan bulat positif terkecil m sehingga a m e . Jika tidak ada bilangan demikian, maka dikatakan order tak hingga (infinity) atau nol (Aliatiningtyas 2002). Teorema 2.4 1). Jika O (a ) m , maka ada tepat m kuasa dari a (power of a) yang masing-masing berbeda, yaitu a 0 e, a, a 2 ,..., a m 1 . 2). Jika O (a ) tak hingga, maka semua kuasa dari a berbeda. Artinya, jika r dan s adalah dua bilangan bulat yang berbeda 7 maka a r a s . 3). Misalkan a adalah unsur dari grup G dan O (a ) m , maka a t e jika dan hanya jika t adalah kelipatan dari m (t kelipatan m, artinya ada bilangan bulat q sehingga t mq ) (Aliatiningtyas 2002). Definisi 2.5 Sebuah grup G dan sebuah elemen a G (a disebut elemen pembangun). Jika G a {a m m } maka G disebut grup siklis (cyclic group). Jika G berhingga dan berorder m , maka dapat ditunjukkan G a {a 0 e, a, a 2 , ..., a m1} . Jika G adalah grup aditif, maka dapat ditunjukkan G a {ma m } dan jika berorder m , maka dapat ditunjukkan G a {0a 0, a, 2a, ..., (m-1)a} (Guritman 2004). 2.3 Homomorfisma Grup dan Isomorfisma Definisi 2.6 Diberikan grup G dan H. Suatu homomorfisma grup dari G ke H adalah suatu fungsi f : G H sedemikian sehingga untuk sembarang a dan b di dalam G, berlaku f (ab) f (a ) f (b) (Fraleigh 2003). Terkait dengan jenis fungsi, maka terdapat empat jenis homomorfisma f , yaitu: 1). Jika f bersifat injektif, maka f disebut monomorfisma. 2). Jika f bersifat surjektif, maka f disebut epimorfisma. Dalam hal ini, H disebut imej homomorfik dari G oleh f . 3). Jika f bersifat bijektif, maka f disebut isomorfisma. Dalam hal ini, G dan H dikatakan isomorfik. 8 4). Jika f bersifat bijektif dan GH, maka f disebut automorfisme (Aliatiningtyas 2002). Definisi 2.7 Kernel dari f , ditulis Ker( f ) adalah himpunan dari elemen G yang imagenya adalah elemen identitas e dari H, yaitu Ker (f ) {a G : f (a) e} . Sedangkan Bayangan (Image) dari f , ditulis f(G) atau Im( f ) terdiri dari image-image dari elemen-elemen G dalam f , yaitu Im (f ) {b H : b f (a )} , untuk beberapa a G (Guritman 2004). Sebagai contoh, diberikan fungsi f : 6 , 3 , dengan f ( x) x(mod 3) , x 6 maka f merupakan homomorfisma, sebab x1 , x2 6 berlaku f(x1 +x2) = (x1 + x2) mod 3 = (x1 mod 3) + (x2 mod 3) = f(x1) + f(x2) dan ker( f ) {x 6 f ( x) 0} {x 6 x(mod 3) 0} {0, 3} . Dengan demikian, 3 disebut bayangan homomorfik dari G oleh f . Teorema 2.8 Misalkan G dan H adalah grup. Suatu fungsi f : G H adalah homomorfisma, maka sifat-sifat berikut dipenuhi. 1). f (e) e (secara implisit bahwa e pada ruas kiri adalah unsur identitas G dan e pada ruas kanan adalah unsur identitas H). 2). f (a 1 ) [ f (a )]1 untuk setiap a G . 3). Im( f ) merupakan subgrup dari H. 4). Ker( f ) merupakan subgrup dari G (Guritman 2004). Selanjutnya, dua grup G dan Hdikatakan isomorfik (dinotasikan G H ), jika ada suatu isomorfisma dari G ke H. Sifat penting yang terkandung dari makna isomorfik adalah walaupun secara fisik kedua grup tersebut berbeda, tetapi dari segi struktur adalah 9 sama. Kesamaan struktur memegang peranan penting dalam matematika secara umum, karena timbulnya konsep matematika berangkat dari konsep abstraksi. Jika kita mempelajari bangun segitiga, maka kita tidak akan mempertanyakan segitiga itu terbuat dari apa, namun bagaimana sifat-sifat dan struktur segitiga itu. Dari makna ini, jika G H (walaupun mungkin elemen dan operasi dari keduanya berbeda), maka sifat-sifat yang terkait dengan elemen dan operasinya sama. Hal ini dapat disajikan dalam teorema berikut ini. Teorema 2.9 Sifat-sifat isomorfik 1). Untuk grup berhingga, maka G H 2). G abelian jika dan hanya jika H abelian. 3). G siklik jika dan hanya jika H siklik. 4). G dibangkitkan oleh dua unsur jika dan hanya jika H dibangkitkan oleh dua unsur. 5). Jumlah unsur yang mempunyai invers dirinya sendiri di dalam GdanH adalah sama (Guritman 2004). Misalkan G adalah grup bilangan real dalam penjumlahan dan H adalah grup dari bilangan positif real dalam perkalian dengan pemetaan f : G H yang didefinisikan oleh f (a ) 3a , maka pemetaan f merupakan homomorfisma karena f (a b) 3a b 3a 3b f (a) f (b) . Selanjutnya, f adalah injektif karena f (a ) f (b) 3a 3b a b dan f adalah surjektif karena untuk setiap 3a H terdapat a G sedemikian sehingga f (a ) 3a . Dengan demikian, maka f adalah sebuah isomorfisma. 2.4 Grup Faktor dan Subgrup Normal Definisi 2.10 Misalkan G grup dan S subgrup dari G. Maka S disebut subgrup normal dari G jika untuk setiap g G , s S , gsg 1 S (Aliatiningtyas 2002). Teorema 2.11 Misalkan G grup, S subgrup dari G, maka S subgrup normal dari G jika dan hanya jika gS = Sg untuk setiap g G (Aliatiningtyas 2002). 10 Jika S adalah subgrup normal dari grup G, maka koset dari S dalam G membentuk sebuah grup G / S di bawah operasi (aS )(bS ) abS . Grup ini disebut grup faktor (quotient) dari G dan S. Pernyataan ini dapat disajikan dalam teorema berikut. Teorema 2.12 Misalkan S adalah subgrup normal dari grup G. Koset dari S dalam G membentuk sebuah grup G / S berorder G : S (Fraleigh 2003). Misalkan adalah grup bilangan bulat dalam operasi penjumlahan dan misalkan 3 adalah subgrup dari grup yang terdiri atas perkalian 3, maka 3 adalah subgrup normal dari karena adalah grup komutatif. Misalkan 0 , 1 , dan 2 berturut-turut menyatakan 3 koset yaitu: 0 0 3 {..., 3, 0,3, 6,...} 1 1 3 {..., 2,1, 4, 7,...} 2 2 3 {..., 1, 2,5,8,...} maka grup faktor / 3 adalah {0, 1, 2} . Grup ini biasa disebut dengan ”Bilangan Bulat Modulo 3” dan dinyatakan dengan 3 . Dengan cara yang sama, untuk setiap bilangan bulat positif m, terdapat grup faktor m yang disebut dengan bilangan bulat modulo m. Terkait dengan definisi grup di atas, maka berikut ini diberikan konsep tentang grup bilangan bulat modulo m. Misalkan m adalah bilangan bulat positif. Untuk sembarang bilangan bulat x, x modulo m dinotasikan dengan x mod m , yaitu sisa dari x dibagi oleh m. Aturan jumlah modulo m (digunakan notasi umum ” + ”) pada bilangan bulat diartikan sebagai x y z z ( x y ) mod m , sedangkan aturan kali modulo m (digunakan notasi kali pada umumnya) pada integer diartikan sebagai xy z z ( xy ) mod m (Guritman 2004). Misalkan m {0, 1, 2,..., (m 1)} . Jumlah modulo m merupakan operasi pada m , dan dapat ditunjukkan bahwa m merupakan grup abelian yang selanjutnya disebut dengan grup bilangan bulat modulo m. Dalam hal ini, 0 adalah elemen identitas, jika a m maka invers dari a adalah –a. Di sisi lain, kali modulo m merupakan operasi pada 11 m yang bersifat asosiatif, komutatif dan 1 adalah elemen identitas. Namun tidak semua elemen m mempunyai invers, khususnya 0. Apapun nilai m maka elemen 0 tidak mempunyai invers (tidak ada elemen m jika dikalikan 0 menghasilkan 1). Jelas bahwa m bukan grup terhadap operasi kali modulo m. Dengan demikian, cukup beralasan jika mendefinisikan himpunan *m m {0} . Pertanyaannya, apakah *m akan menjadi grup terhadap kali modulo m ?. Jawabannya bisa ya dan bisa juga tidak, hal ini tergantung pada nilai m. Proposisi berikut merupakan dasar dari konsep ini. Proposisi 2.13 *m akan merupakan grup terhadap operasi kali jika dan hanya jika m adalah bilangan prima (Guritman 2004). ■ Sebagai contoh, misalkan *6 {1, 2, 3, 4, 5} . Hal ini dapat ditunjukkan bahwa *6 bukan merupakan grup karena 2 dan 3 tidak mempunyai invers. Selanjutnya jika p adalah prima, maka *p {1, 2, 3, ..., p 1} merupakan grup abelian terhadap operasi kali modulo p dan jika s *p maka invers dari s merupakan solusi dari persamaan sx 1 mod p . Teorema 2.14 Misalkan f : G H adalah epimorfisma dengan S = Ker( f ), maka H G / S (Herstein 1964). ■ Teorema 2.14 disebut dengan Teorema Fundamental Homomorfisma yang menyatakan bahwa setiap imej homomorfik dari G adalah isomorfik dengan grup faktor dari G. Sebagai contoh, jika diberikan f : 6 3 dengan f ( x) 2 x untuk setiap x 6 . Fungsi f adalah epimorfisma, karena untuk setiap 2x 3 terdapat x 6 sehingga f ( x) 2 x . Di sisi lain, ker( f ) S {x 6 f ( x) 0} {x 6 2 x 0} {0, 3} . Berdasarkan Teorema 2.14, maka 6 S 3 . 12 2.5 Ring Definisi 2.15 Ring R adalah sebuah sistem aljabar yang dibentuk oleh suatu himpunan tak kosong R dengan dua operasi biner yaitu penjumlahan (+) dan perkalian (.) yang didefinisikan dalam R , dan memenuhi sifat berikut: 1) (R, +) adalah grup abelian. 2) Operasi perkalian bersifat asosiatif, yaitu a.(b.c) = (a.b).c untuk semua a, b, c R. 3) Operasi perkalian bersifat distributif terhadap penjumlahan. Untuk setiap a, b, c R memenuhi : Hukum distributif kiri, yaitu a . (b + c) = (a . b) + (a . c), dan Hukum distributif kanan, yaitu : (b + c) . a = (b . a) + (c . a) (Fraleigh 2003). Jenis-jenis ring didefinisikan dengan menambahkan beberapa sifat operasi perkalian yang lain pada Definisi 2.15 (2). Misalnya, jika operasi perkalian bersifat komutatif pada ring R, maka R disebut dengan ring komutatif. Jika R mempunyai unsur identitas di bawah operasi perkalian (dinotasikan 1) dan x . 1 1 . x x, x R , maka R disebut dengan unsur kesatuan. Suatu ring yang hanya mempunyai satu unsur yaitu 0 maka disebut dengan ring trivial, sedangkan ring yang lebih dari satu unsur disebut dengan ring nontrivial. Beberapa contoh ring yang tidak asing lagi adalah , , , dan . Keempat contoh tersebut merupakan ring tak-hingga dan ring komutatif dengan unsur kesatuan 1, sedangkan untuk ring berhingga dapat diambil m dengan operasi penjumlahan modulo m, dan operasi perkalian modulo m. Definisi 2.16 Misalkan R adalah ring komutatif, a R , a 0 . Unsur a disebut pembagi nol jika ada b 0 , b R sehingga ab 0 . Selanjutnya, suatu ring R dikatakan tidak memuat pembagi nol jika dan hanya jika ab 0 , maka a 0 atau b 0 (Aliatiningtyas 2002). Jika R adalah ring dengan unsur kesatuan 1 dan a R yang memenuhi aa 1 a 1a 1 untuk setiap a 1 R , maka a disebut berinvers (invertible) dan a 1 disebut invers dari a. Untuk 0 yang merupakan identitas dari R terhadap operasi 13 penjumlahan tidak berinvers karena andaikata berinvers maka ada a 1 R sedemikian sehingga 0a 1 1 0 1 . Definisi 2.17 Suatu ring yang komutatif dengan unsur kesatuan 1 dan tidak memuat pembagi nol disebut daerah integral (Aliatiningtyas 2002). Misalkan, 6 memuat pembagi nol. Ambil 2,3 6 maka 2 dan 3 disebut memuat pembagi nol dalam 6 , karena 2.3 = 0 (perkalian dalam modulo 6). Jadi 6 bukan daerah integral. 5 tidak memuat pembagi nol, karena setiap elemen tak-nol dalam 5 mempunyai invers, yaitu 1.1 = 1, 2.3 = 1, 3.2 = 1 dan 4.4 = 1. Jadi 5 merupakan daerah integral. Definisi 2.18 Bilangan m disebut karakteristik dari ring R jika m adalah bilangan bulat positif terkecil sehingga m.a 0 untuk setiap a R . Jika tidak ada bilangan seperti ini maka dikatakan m berkarakteristik 0 (Aliatiningtyas 2002). Ring berkarakteristik 0, sebab tidak ada bilangan bulat m sehingga m.a 0 untuk setiap a . Pada hanya untuk m 0 sehingga 0.a 0 untuk setiap a . Sedangkan m mempunyai karakteristik m . Teorema 2.19 Di dalam suatu daerah integral D dengan karakteristik tidak nol, maka karakteristiknya pasti bilangan prima (Gallian 1990). ■ Teorema 2.20 Di dalam suatu daerah integral D dengan karakteristik bilangan prima p , maka ( ) p p p untuk setiap elemen , D (Guritman 2004). ■ Definisi 2.21 Suatu ring komutatif ada unsur kesatuan 1 dan setiap unsur tak nolnya mempunyai invers disebut field (Menezes, 1997). Dari Definisi 2.21, dapat diamati bahwa definisi field diperoleh dari mengganti sifat (2) pada Definisi 2.15 dengan pernyataan bahwa R\ 0 adalah grup komutatif terhadap operasi perkalian. Dengan demikian, misalkan R adalah suatu ring yang komutatif maka , ,. disebut field jika memenuhi sifat , adalah grup komutatif, 14 {0}, . adalah grup komutatif, dan sifat distributif berlaku a (b c) ab ac dan (a b)c ac bc . Contoh field tak-hingga di antaranya adalah , dan . Sedangkan contoh field berhingga dapat diambil m . Dari contoh sebelumnya bahwa 5 tidak mamuat pembagi nol, maka 5 merupakan daerah integral. Selanjutnya, karena setiap elemen tak-nol dalam 5 mempunyai invers, yaitu 1.1 = 1, 2.3 = 1, 3.2 = 1 dan 4.4 = 1 maka 5 juga merupakan field. Hal ini menunjukkan bahwa untuk setiap daerah integral berhingga berkarakteristik bilangan prima adalah field dan setiap field adalah daerah integral. Hal ini dapat disajikan dalam teorema berikut. Teorema 2.22 p adalah field jika dan hanya jika p adalah bilangan prima (Menezes 1997). ■ Sebagaimana di dalam bahasan tentang subgrup, suatu himpunan tak-kosong S di dalam ring R disebut subring jika S sendiri merupakan ring terhadap operasi yang dimiliki oleh R. Dalam pembahasan ring secara keseluruhan, sub ring tidak begitu berperan dibandingkan dengan ideal. Jadi disini lebih menekankan penggunaan ideal dari pada subring. Definisi 2.23 Suatu himpunan bagian tak-kosong I dari ring R disebut ideal jika memenuhi aksioma-aksioma berikut ini. a. Tertutup terhadap pengurangan, yaitu a, b I (a b) I . b. I menyerap produk di dalam R, yaitu a I dan r R ar I dan ra I (Guritman 2004). Misalkan adalah ring dan m didefinisikan himpunan semua bilangan bulat genap, maka m adalah sebuah ideal dari . Hal ini dapat ditunjukkan dengan menggunakan definisi 2.23. Jelas 0 m . Misalkan x, y m , maka terdapat k , l sehingga x mk dan y ml diperoleh x y mk ml m(k l ) . Jadi m(k l ) m . Selanjutnya, untuk setiap r , maka x.r (mk )r m(kr ) juga elemen dari m . Dengan demikian, m adalah sebuah ideal dari . 15 Definisi 2.24 Misalkan R adalah ring komutatif dengan unsur kesatuan 1 dan a R . Suatu himpunan, dilambangkan a , didefinisikan sebagai a {ra r R} merupakan ideal. Ideal yang demikian disebut ideal utama (Principal Ideal) yang dibangun oleh a (Guritman 2004). Contoh, misalkan adalah ring. Ideal dari adalah himpunan semua bilangan 6 {..., 18, 12, 6, 0, 6,12,18,...} dan bulat genap yang dibangun oleh 6 adalah merupakan ideal utama. Definisi 2.25 Suatu homomorfisma dari ring R ke ring R ' adalah suatu fungsi f : R R ' yang memenuhi: a. f (a b) f (a ) f (b) , dan b. f (ab) f (a ) f (b) , untuk setiap a, b R . Jika f surjektif, maka R ' disebut bayangan homomorfik dari R. Kernel dari f didefinisikan Ker( f ) {x R f ( x) 0} , dan Range dari f didefinisikan Ran( f ) { f ( x) x R} . Jika f adalah homomorfisma yang bijektif, maka f disebut isomorfisma. Dalam hal ini R dan R ' dikatakan isomorfik, dinotasikan R R ' (Guritman 2004). Sebagai ilustrasi, untuk setiap integer m kita dapat mendefinisikan sebuah fungsi f : m oleh f ( x) x(mod m) . Fungsi f merupakan homomorfisma ring, misalkan a, b maka f (a b) (a b)(mod m) a (mod m) b(mod m) f (a ) f (b) dan f (ab) (ab)(mod m) a (mod m) . b(mod m) f (a ) f (b) Di sisi lain, kernel dari homomorfisma f adalah 16 ker( f ) {a f (a) 0} {a a(mod m) 0} {a a k .m, k m } . m = m . Teorema 2.26 Misalkan f : R R' homomorfisma ring, maka ker( f ) {x R f ( x) 0} merupakan ideal dari R (Gallian 1990). ■ Definisi 2.27 Misalkan R ring dan I ideal dari R. Untuk a R , I a {i a i I } disebut koset dari I di dalam R. Operasi penjumlahan dan perkalian pada koset-koset didefinisikan sebagai ( I a ) ( I b) I (a b) dan ( I a )( I b) I ab (Guritman 2004). Dari contoh sebelumnya bahwa 6 {..., 18, 12, 6, 0, 6,12,18,...} adalah ideal utama dengan koset-kosetnya adalah 6 0 {..., 18, 12, 6, 0,6,12,18,...} 0 , 6 1 {..., 17, 11, 5,1, 7,13,19,...} 1 . 6 2 {..., 16, 10, 4, 2,8,14, 20,...} 2 6 3 {..., 15, 9, 3,3,9,15, 21,...} 3 6 4 {..., 14, 8, 2, 4,10,16, 22,...} 4 6 5 {..., 13, 7, 1,5,11,17, 23,...} 5 Jadi himpunan koset-koset yang dibangun oleh 6 adalah 6 {0, 1, 2, 3, 4, 5} . Teorema 2.28 R I dengan operasi penjumlahan dan operasi perkalian merupakan ring dan disebut ring faktor dari R oleh I (Guritman 2004). ■ 17 Teorema 2.29 Jika I adalah ideal dari ring R, maka fungsi R I adalah ring dan merupakan bayangan homomorfisma dari R (Herstein 1964). ■ Teorema 2.30 Misalkan R dan R ' adalah masing-masing ring dan f : R R ' adalah epimorfisma dengan K adalah kernel dari f , maka R ' R K (Aliatiningtyas 2002). ■ Misalkan adalah ring seperti pada contoh sebelumnya, ker( f ) 6 adalah ideal, dan / 6 adalah ring faktor (quosen), maka / 6 isomorfik dengan 6 . Definisi 2.31 Suatu ideal utama I dari suatu ring R dikatakan ideal maksimal jika tidak ada ideal T dari R sedemikian sehingga I T (Guritman 2004). Teorema 2.32 Misalkan R adalah ring komutatif dengan unsur kesatuan dan I adalah ideal dari R, maka I adalah ideal maksimal jika dan hanya jika ring faktor R I adalah field (Gallian 1990). ■ 2.6 Ring Polinomial Misalkan R adalah ring komutatif dengan unsur kesatuan 1 dan x merupakan simbol yang tak tetap, maka setiap ekspresi dari a0 a1 x1 ... am 1 x m 1 am x m disebut polinomial dalam x dengan koefisien ai R atau lebih sederhana disebut polinomial m dalam x atas R. Ekspresi dari a x i 0 i i disebut terminologi dari polinomial. Polinomial dalam x dimodelkan dengan simbol a ( x), b( x), f ( x) , dan lain-lain. m Misalkan f ( x) a0 a1 x1 ... am 1 x m 1 am x m ai xi merupakan sembarang i0 polinomial. Derajat dari polinomial f ( x) yaitu bilangan terbesar m sehingga koefisien dari xm bukan nol dan dinotasikan dengan deg f ( x) . Polinomial f ( x) 0 0 x1 ... 0 x m 1 ... yang semua koefisiennya nol disebut polinomial nol, dinotasikan dengan f ( x) 0 , dan disebut polinomial tak berderajat. Jika polinomial tak nol f ( x) a0 a1 x1 ... am 1 x m 1 am x m mempunyai derajat m, maka am disebut 18 koefisien depan. Jika polinomial f ( x) a0 , maka f ( x) berderajat nol dan disebut polinomial konstan. Sembarang polinomial yang koefisien depannya sama dengan 1 disebut polinomial monik. Misalkan f ( x) a0 a1 x1 ... am 1 x m 1 am x m berderajat m dan g ( x) b0 b1 x1 ... bn x n berderajat n, maka f ( x) g ( x) jika dan hanya jika m n dan ai bi untuk setiap k 0,1,..., m . Operasi penjumlahan dan perkalian dalam ring polinomial sistemnya sama seperti dalam aljabar elementer. Misalkan fungsi f ( x) a0 a1 x1 ... am x m dan g ( x) b0 b1 x1 ... bn x n , maka operasi penjumlahan didefinisikan f ( x) g ( x) c0 c1 x1 ... ck x k , dengan ci ai bi untuk setiap i . Operasi perkalian didefinisikan f ( x) g ( x) c0 c1 x1 ... cm n x m n i dimana ci ak bi k a0bi a1bi 1 ... ai 1b1 ai b0 . k 0 Definisi 2.33 Misalkan R adalah ring komutatif, ring polinomial R[ x] adalah ring yang dibentuk oleh himpunan dari semua polinomial-polinomial dalam x yang koefisiennya ada dalam R dengan operasi penjumlahan polinomial dan operasi perkalian polinomial (Menezes 1997). Sebagai contoh, 0 0 0 x 0 x 2 ... , 1 1 0 x 0 x 2 ... , x 0 1x 0 x 2 ... , x 2 0 0 x 1x 2 ... , dan sebagainya. Dengan demikian, R[ x] dapat dinyatakan secara unik sebagai {a0 a1 x a2 x 2 ... am x m } dimana ai R . Teorema 2.34 Jika R ring komutatif, maka R[ x] juga merupakan ring komutatif dan jika R memiliki unsur kesatuan 1 maka 1 juga merupakan unsur kesatuan dalam R[ x] . ■ Teorema 2.35 Jika D adalah daerah integral, maka D[ x] juga daerah integral. ■ 19 Teorema 2.36 Jika adalah field, maka [ x] daerah integral. ■ Karena adalah daerah integral maka [ x] adalah daerah integral dan karena 5 adalah field maka 5 [ x] adalah daerah integral. Teorema 2.37 Misalkan adalah field dan ring polinomial [ x] . Jika f ( x), g ( x) [ x] dengan g ( x) 0 , maka ada polinomial unik q ( x), r ( x) [ x] sehingga f ( x ) q ( x ) g ( x ) r ( x) dengan r ( x) 0 atau derajat r ( x) derajat g ( x) (Fraleigh 2003). ■ Akibat 2.38 Misalkan adalah field. Elemen c dalam adalah dari f ( x) [ x] jika dan hanya jika x c adalah faktor dari f ( x) dalam [ x] (Gilbert 2004). Akibat 2.39 Sebuah polinomial berderajat m atas field mempunyai paling banyak m akar dalam (Gilbert 2004). ■ Definisi 2.40 Misalkan g ( x), h( x) [ x] keduanya tidak nol, maka Greatest Common Divisor dari g ( x) dan h( x) dinotasikan gcd( g ( x), h( x)) adalah polinomial monik berderajat terbesar dalam [ x] dimana keduanya membagi g ( x) dan h( x) (Menezes 1997). Definisi 2.41 Suatu polinomial non-konstanta f ( x) [ x] dikatakan irreducible atas [ x] jika f ( x) tidak dapat dinyatakan sebagai perkalian g ( x)h( x) dimana g ( x) dan h( x) adalah dua polinomial dalam [ x] yang keduanya berderajat lebih rendah dari derajat f ( x) (Fraleigh 2003). Teorema 2.42 Misalkan adalah field dan f ( x) [ x] . Setiap ideal dalam [ x] adalah ideal utama dan ideal f ( x) adalah ideal maksimal jika dan hanya jika f ( x) adalah irreducible atas (Gallian 1990). ■ 20 2.7 Ruang Vektor Definisi 2.43 Misalkan adalah field dan misalkan sembarang himpunan V yang didefinisikan aturan jumlah dan aturan perkalian skalar. V disebut ruang vektor atas jika memenuhi 10 sifat-sifat berikut: 1. Untuk setiap u , v V maka terdapat tunggal w V sehingga tertutup terhadap operasi penjumlahan: u v w . 2. Untuk setiap u , v, w V berlaku sifat assosiatif: (u v) w u (v w) . 3. Untuk setiap u V , terdapat tunggal identitas 0 V sehingga 0 u u 0 u . 4. Untuk setiap u V , terdapat tunggal invers v V sehingga u v u v 0 ( v u ). 5. Untuk setiap u , v, w V berlaku sifat komutatif: u v v u . 6. Untuk setiap k , dan setiap u V maka terdapat tunggal v V sehingga tertututp terhadap operasi perkalian ku v . 7. Untuk setiap k , dan setiap u , v V maka k (u v) ku kv . 8. Untuk setiap k , l , dan setiap u V maka (k l )u ku lu . 9. Untuk setiap k , l , dan setiap u V maka (kl )u k (lu ) . 10. Untuk setiap u V maka 1u u , dimana 1 adalah unsur identitas dari (,.) . Unsur dari V disebut vektor dan unsur dari disebut skalar (Guritman 2005). Definisi 2.44 Misalkan V adalah vektor atas field . 1. Vektor v1 , v2 ,..., vm dalam ruang vektor V disebut bebas linear atas field jika c1v1 c2 v2 ... cm vm 0 mengakibatkan semua skalar c1 , c2 ,..., cm harus sama dengan nol. 2. Vektor v1 , v2 ,..., vm dalam ruang vektor V disebut bergantung linear atas field jika terdapat skalar c1 , c2 ,..., cm yang tidak semuanya nol sehingga c1v1 c2 v2 ... cm vm 0 (Guritman 2005). Vektor-vektor v1 , v2 ,..., vm akan membentuk basis untuk ruang vektor V jika dan hanya jika v1 , v2 ,..., vm bebas linear dan merentang V . 21 2.8 Perluasan Field Definisi 2.45 Field disebut suatu perluasan dari field jika memuat subfield (Fraleigh 2003). Definisi 2.46 Suatu elemen c dari perluasan field dari field adalah algebraic atas jika f (c) 0 untuk beberapa polinomial tidak-nol f ( x) [ x] . Jika c bukan algebraic atas , maka c disebut dengan transendental atas (Fraleigh 2003). Misalkan adalah subfield dari field , dan c adalah elemen dalam . Didefinisikan c : [ x] dengan aturan pemetaan c ( f ( x)) f (c) , dimana f ( x) a0 a1 x ... am x m berderajat m dan am 0 dalam [ x] . Dengan menggunakan Definisi 2.25, maka dapat ditunjukkan bahwa c merupakan homomorfisma. Bagaimana dengan Kernel dari c ? Ker ( c ) { f ( x) [ x] c ( f ( x)) 0} = { f ( x) [ x] f (c) 0} = { f ( x) [ x] a0 a1c ... am c m 0} Jadi Ker ( c ) adalah himpunan semua polinomial-polinomial f ( x) atas [ x] dan mempunyai akar c . Berdasarkan Teorema 2.26, Ker ( c ) adalah ideal dari [ x] dan setiap ideal dalam Ker ( c ) p( x) = [ x] adalah ideal utama, terdapat h( x). p( x) p ( x) [ x] sehingga h( x) [ x] , dimana p ( x) adalah polinomial non konstanta berderajat terkecil, irreducible dan monik dimana c merupakan akar dari p( x) . Selanjutnya akan dicari bayangan dari c . Im( c ) { c ( f ( x)) , f ( x) [ x]} { f (c) , f ( x) [ x]} 22 { a0 a1c ... am c m , f ( x) [ x]} (c ) Dengan demikian, diperoleh c : [ x] (c) adalah epimorfisma dengan ker( c ) p ( x) , dimana p ( x) adalah polinomial berderajat terkecil maka berdasarkan Teorema 2.30 berlaku [ x] f ( x) (c) . Karena p ( x) adalah polinomial irreducible, maka berdasarkan Teorema 2.42 p( x) adalah ideal maksimal. Selanjutnya, berdasarkan Teorema 2.32 maka ring faktor [ x] p( x) adalah field. Karena isomorfik, akibatnya (c) juga field. Dari uraian di atas, diperoleh teorema berikut ini. Teorema 2.47 Misalkan adalah field dan p ( x) [ x] adalah polinomial irreducible atas . Jika c merupakan akar dari p ( x) dalam beberapa perluasan maka [ x] p( x) [c] adalah field (Gallian 1990). Selanjutnya, jika akar c , maka (c) . Sebaliknya jika c dan c adalah algebraic maka (c) merupakan perluasan field dari . Karena [ x] p ( x) (c) , maka [ x] p( x) juga merupakan perluasan field dari . Definisi 2.48 Misalkan perluasan field dari field . Jika berdimensi berhingga m sebagai ruang vektor atas , maka disebut perluasan berhingga berderajat m atas (Rosdiana 2009). Definisi 2.49 Suatu perluasan field dari field disebut perluasan tunggal jika (c) untuk suatu c (Rosdiana 2009). Teorema 2.50 Misalkan (c) dengan c algebraic atas . Misalkan derajat dari perluasan yaitu m 1 , maka setiap elemen dari (c) dapat dinyatakan secara unik dalam bentuk b0 b1c1 ... bm 1c m 1 dimana bi [ x] (Fraleigh 2003). ■ 23 Teorema 2.51 Misalkan perluasan field dari field dan c algebraic atas . Jika derajat dari perluasannya m , maka (c) adalah ruang vektor atas berdimensi-m dengan basis {c 0 , c1 , c 2 , ... , c m1} (Fraleigh 2003). ■ Sebagai contoh, bilangan rasional merupakan field tak hingga, dan 2 . 2 bukan merupakan akar dari sembarang polinomial monik berderajat 1 atas , karena polinomial x 2 [ x] . Tetapi maka 2 merupakan akar dari polinomial x 2 2 , 2 adalah elemen algebraic atas . Karena 2 adalah elemen algebraic atas , maka polinomial x 2 2 merupakan polinomial minimum atas . Jadi derajat dari perluasan adalah ( 2) 2 dengan basisnya {1, 2} . Dengan demikian, setiap elemen dalam ( 2) merupakan kombinasi linear dari 1 dan 2 yang berbentuk a b 2 dimana a, b , dinotasikan dengan ( 2) {a b 2 a, b } . Teorema 2.52 (Eksistensi dan kekhasan finite field) 1. Jika adalah finite field maka terdiri dari p m elemen dengan p adalah bilangan prima dengan m 1 . 2. Untuk setiap prima berorder p m , terdapat finite field yang khas berorder p m . Field ini dinotasikan dengan GF ( p m ) (Menezes 1997). ■ Teorema 2.53 Misalkan f ( x) p [ x] adalah polinomial irreducible berderajat m , maka p [ x] f ( x) adalah finite field berorder p m . Operasi penjumlahan polinomial dan operasi perkalian polinomial dilakukan dalam modulo f ( x) (Menezes 1997). ■ Dua teorema berikut ini merupakan dasar dari algoritme untuk pengecekan apakah polinomial f ( x) irreducible atau tidak, dan pengecekan apakah polinomial irreducible f ( x) adalah primitif atau tidak. Teorema 2.54 Jika p adalah bilangan prima dan m adalah integer positif, maka berlaku: 1). Produk dari semua polinomial irreducible monik dalam p [ x] yang derajatnya membagi m atau faktor dari m sama dengan x p x . m 24 2). Misalkan f ( x) adalah polinomial berderajat m dalam p [ x] , maka f ( x) irreducible i m atas p [ x] jika dan hanya jika gcd( f ( x), x p x) 1 , untuk setiap 1 i . 2 Teorema 2.55 Misalkan p adalah bilangan prima dan misalkan mempunyai faktor-faktor prima yang berbeda dari p m 1 adalah r1 , r2 ,..., rt , maka polinomial ireducible f ( x) p [ x] adalah primitif jika dan hanya jika untuk setiap 1 i t berlaku x( p m 1) / ri 1(mod f ( x)) . Definisi 2.56 Misalkan GF ( p m ) adalah finite field berkarakteristik p , dan misalkan c GF ( p m ) . Polinomial minimum dari c atas p adalah polinomial monik berderajat terkecil atas p [ x] dengan c sebagai akarnya (Menezes 1997). Teorema 2.57 Jika c adalah algebraic atas , maka polinomial minimum m( x) atas p mempunyai sifat: 1. m( x) adalah polnomial irreducible atas p [ x] . 2. Derajat dari m( x) adalah pembagi dari m . 3. Misalkan t adalah bilangan bulat terkecil sedemikian sehingga c p c , maka t t 1 m( x) ( x c p ) (Menezes 1997). i i 0 2.9 Kompleksitas Komputasi Algoritme aritmetik yang dihasilkan dapat dianalisis dari segi fungsi kompleksitas waktu (time-complexity function), yaitu sebagai fungsi untuk mengukur banyaknya operasi dalam suatu algoritme yang mempunyai variabel input n . Yang dimaksud dengan banyaknya operasi adalah banyaknya operasi dasar (jumlah, kurang, kali dan bagi) ditambahkan dengan assignment dan perbandingan (ekspresi logika). Setelah mendefinisikan fungsi f (n) untuk suatu algoritme, kemudian dengan Tabel OBesar kita tentukan order dari f sebagai ukuran efisiensi algoritme yang bersangkutan (Guritman 2004). Namun demikian, algoritme aritmetik yang dihasilkan dalam penelitian 25 ini tidak terlalu membutuhkan informasi berapa jumlah operasi dasar tersebut, akan tetapi yang dibutuhkan adalah perkiraan kasar kebutuhan waktu algoritme dan seberapa cepat fungsi kebutuhan waktu itu tumbuh. Kinerja algoritme akan tampak untuk n yang sangat besar, bukan pada n yang berukuran kecil. Untuk n yang berukuran kecil maka perbedaan kecepatannya tidak akan terlihat. Tetapi, bila algoritme tersebut diterapkan untuk n yang berukuran lebih besar maka perbedaan kecepatannya akan terlihat sangat berarti.