Permukaan Pemetaan Gauss dan Bentuk Dasar Pertama Wono Setya Budhi Februari, 2014 KK Analisis Geometri, FMIPA-ITB Permukaan N 1 / 24 Pemetaan Gauss 1 Misalkan M permukaan reguler, fungsi n :M → Σ P 7 → n (P ) dengan n (P ) adalah vektor normal dari permukaan M, dan Σ adalah permukaan bola satuan. Example Permukaan N 2 / 24 Pemetaan Gauss Misalkan M permukaan reguler, fungsi 1 n :M → Σ P 7 → n (P ) dengan n (P ) adalah vektor normal dari permukaan M, dan Σ adalah permukaan bola satuan. Example 1 Jika M bidang, maka n adalah konstan. Permukaan N 2 / 24 Pemetaan Gauss Misalkan M permukaan reguler, fungsi 1 n :M → Σ P 7 → n (P ) dengan n (P ) adalah vektor normal dari permukaan M, dan Σ adalah permukaan bola satuan. Example 1 Jika M bidang, maka n adalah konstan. 2 Jika M merupakan selinder, maka hasil pemetaan itu adalah suatu ekuator. Permukaan N 2 / 24 Pemetaan Gauss Misalkan M permukaan reguler, fungsi 1 n :M → Σ P 7 → n (P ) dengan n (P ) adalah vektor normal dari permukaan M, dan Σ adalah permukaan bola satuan. Example 1 Jika M bidang, maka n adalah konstan. 2 Jika M merupakan selinder, maka hasil pemetaan itu adalah suatu ekuator. 3 Jika M permukaan bola satuan, maka hasil pemetaan n adalah seluruh permukaan bola. Permukaan N 2 / 24 Pemetaan Gauss Example Jika z = x 2 − y 2 atau x (u, v ) = u, v , u 2 − v 2 . Selanjutnya xu = (1, 0, 2u ) dan xv = (0, 1, −2v ) Permukaan N 3 / 24 Pemetaan Gauss Example Jika z = x 2 − y 2 atau x (u, v ) = u, v , u 2 − v 2 . Selanjutnya xu = (1, 0, 2u ) dan xv = (0, 1, −2v ) Kemudian, −2u 2v 1 n= √ ,√ ,√ 4u 2 + 4v 2 + 1 4u 2 + 4v 2 + 1 4u 2 + 4v 2 + 1 Permukaan N 3 / 24 Pemetaan Gauss Example Jika z = x 2 − y 2 atau x (u, v ) = u, v , u 2 − v 2 . Selanjutnya xu = (1, 0, 2u ) dan xv = (0, 1, −2v ) Kemudian, −2u 2v 1 n= √ ,√ ,√ 4u 2 + 4v 2 + 1 4u 2 + 4v 2 + 1 4u 2 + 4v 2 + 1 1.0 0.8 1.0 0.6 0.4 0.5 0.2 -1.0 0.0 Permukaan -0.5 N 0.0 -0.5 3 / 24 Memahami Bentuk Permukaan Kita akan mempelajari bentuk dari permukaan 1 Permukaan N 4 / 24 Memahami Bentuk Permukaan 1 Kita akan mempelajari bentuk dari permukaan 2 Khususnya kelengkungan? Permukaan N 4 / 24 Memahami Bentuk Permukaan 1 Kita akan mempelajari bentuk dari permukaan 2 Khususnya kelengkungan? 3 Tentu lebih rumit dibandingkan lengkungan. Permukaan N 4 / 24 Turunan Berarah 1 Misalkan f : M → R, tentu saja ini juga berlaku untuk M = R2 Permukaan N 5 / 24 Turunan Berarah 1 Misalkan f : M → R, tentu saja ini juga berlaku untuk M = R2 2 Kemudian, misalkan V ∈ Tp (M ) vektor di bidang singgung. Permukaan N 5 / 24 Turunan Berarah 1 Misalkan f : M → R, tentu saja ini juga berlaku untuk M = R2 2 Kemudian, misalkan V ∈ Tp (M ) vektor di bidang singgung. 3 Turunan berarah fungsi f di P dengan arah V adalah d f (α (t )) DV f ( P ) = dt t =0 dengan α (0) = P dan α0 (0) = V Permukaan N 5 / 24 Turunan Berarah 1 Misalkan f : M → R, tentu saja ini juga berlaku untuk M = R2 2 Kemudian, misalkan V ∈ Tp (M ) vektor di bidang singgung. 3 Turunan berarah fungsi f di P dengan arah V adalah d f (α (t )) DV f ( P ) = dt t =0 dengan α (0) = P dan α0 (0) = V 4 Di R2 , kita mengetahui bahwa DV f ( P ) = ∇ f ( P ) · V Permukaan N 5 / 24 Kelengkungan Permukaan 1 Misalkan M permukaan dan P ∈ M. Misalkan pula V ∈ TP M vektor satuan. Permukaan N 6 / 24 Kelengkungan Permukaan 1 2 Misalkan M permukaan dan P ∈ M. Misalkan pula V ∈ TP M vektor satuan. Kemudian, misalkan α adalah lengkungan hasil perpotongan antara permukaan M dan bidang yang dibangun oleh V dan n. Permukaan N 6 / 24 Kelengkungan Permukaan 1 Misalkan M permukaan dan P ∈ M. Misalkan pula V ∈ TP M vektor satuan. 2 Kemudian, misalkan α adalah lengkungan hasil perpotongan antara permukaan M dan bidang yang dibangun oleh V dan n. 3 Misalkan pula α diparameterisasi dengan panjang lengkungan. Permukaan N 6 / 24 Kelengkungan Permukaan 1 Misalkan M permukaan dan P ∈ M. Misalkan pula V ∈ TP M vektor satuan. 2 Kemudian, misalkan α adalah lengkungan hasil perpotongan antara permukaan M dan bidang yang dibangun oleh V dan n. 3 Misalkan pula α diparameterisasi dengan panjang lengkungan. 4 Dalam hal ini α (0) = P dan α0 (0) = V Permukaan N 6 / 24 Kelengkungan Permukaan 1 Misalkan M permukaan dan P ∈ M. Misalkan pula V ∈ TP M vektor satuan. 2 Kemudian, misalkan α adalah lengkungan hasil perpotongan antara permukaan M dan bidang yang dibangun oleh V dan n. 3 Misalkan pula α diparameterisasi dengan panjang lengkungan. 4 Dalam hal ini α (0) = P dan α0 (0) = V 5 Perhatikan bahwa normal utamanya tentu ±n (P ) Permukaan N 6 / 24 Kelengkungan Permukaan 1 Permukaan N 7 / 24 Kelengkungan Permukaan 1 Dengan demikian kelengkungan κ (P ) dapat dihitung sebagai ±κ (P ) = κN · n = T0 (0) · n (P ) Permukaan N 8 / 24 Kelengkungan Permukaan 1 Dengan demikian kelengkungan κ (P ) dapat dihitung sebagai ±κ (P ) = κN · n = T0 (0) · n (P ) 2 Selanjutnya, karena n (α (s )) · T (s ) = 0, maka n (P ) · T0 (0) + n0 (α (0)) · T (0) = 0, maka ±κ (P ) = −T (0) · n0 (α (0)) = − V · DV n ( P ) = − DV n ( P ) · V Permukaan N 8 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 Untuk V ∈ TP M, turunan berarah DV n (P ) ∈ TP M. Permukaan N 9 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 Untuk V ∈ TP M, turunan berarah DV n (P ) ∈ TP M. 2 Pemetaan SP : TP M → TP M didefinisikan sebagai SP (V) = −DV n (P ) merupakan pemetaan linear, dan Permukaan N 9 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 Untuk V ∈ TP M, turunan berarah DV n (P ) ∈ TP M. 2 Pemetaan SP : TP M → TP M didefinisikan sebagai SP (V) = −DV n (P ) merupakan pemetaan linear, dan 3 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TP M berlaku SP (U) · V = U · SP (V) Permukaan N 9 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 Untuk V ∈ TP M, turunan berarah DV n (P ) ∈ TP M. 2 Pemetaan SP : TP M → TP M didefinisikan sebagai SP (V) = −DV n (P ) merupakan pemetaan linear, dan 3 4 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TP M berlaku SP (U) · V = U · SP (V) Pemetaan S disebut sebagai shape operators. Permukaan N 9 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 Untuk V ∈ TP M, turunan berarah DV n (P ) ∈ TP M. Proof. Permukaan N 10 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 Untuk V ∈ TP M, turunan berarah DV n (P ) ∈ TP M. Proof. 1 Misalkan α lengkungan dengan α (0) = P dan α0 (0) = V. Dalam hal ini n ◦ α (t ) = n (α (t )) merupakan vektor yang konstan. Permukaan N 10 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 Untuk V ∈ TP M, turunan berarah DV n (P ) ∈ TP M. Proof. 1 2 Misalkan α lengkungan dengan α (0) = P dan α0 (0) = V. Dalam hal ini n ◦ α (t ) = n (α (t )) merupakan vektor yang konstan. Dengan demikian DV n ( P ) · n ( P ) = ( n ◦ α ) 0 ( 0 ) · ( n ◦ α ) ( 0 ) =0 Permukaan N 10 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 Untuk V ∈ TP M, turunan berarah DV n (P ) ∈ TP M. Proof. 1 2 Misalkan α lengkungan dengan α (0) = P dan α0 (0) = V. Dalam hal ini n ◦ α (t ) = n (α (t )) merupakan vektor yang konstan. Dengan demikian DV n ( P ) · n ( P ) = ( n ◦ α ) 0 ( 0 ) · ( n ◦ α ) ( 0 ) =0 Permukaan N 10 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 Pemetaan SP : TP M → TP M didefinisikan sebagai SP (V) = −DV n (P ) merupakan pemetaan linear, dan Proof. Permukaan N 11 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 Pemetaan SP : TP M → TP M didefinisikan sebagai SP (V) = −DV n (P ) merupakan pemetaan linear, dan Proof. 1 Sifat linear muncul karena turunan bersifat linear. Permukaan N 11 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TP M berlaku SP (U) · V = U · SP (V) Proof. Permukaan N 12 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TP M berlaku SP (U) · V = U · SP (V) Proof. 1 Pertama, kita menggunakan kurva koordinat yaitu u, v Permukaan N 12 / 24 Kelengkungan Permukaan Theorem 1 merupakan pemetaan simetri, yaitu untuk setiap U, V ∈ TP M berlaku SP (U) · V = U · SP (V) Proof. 1 2 Pertama, kita menggunakan kurva koordinat yaitu u, v Khususnya, n · xv = 0, maka (n · xv )u = 0 dan nu · xv + n · xvu = 0. Perhatikan bahwa xu = −Dxu n. Jadi SP (xu ) · xv = −Dxu n (P ) · xv = −nu · xv = n · xvu Permukaan N 12 / 24 Kelengkungan Permukaan Proof. 1 Khususnya, n · xv = 0, maka (n · xv )u = 0 dan nu · xv + n · xvu = 0. Perhatikan bahwa xu = −Dxu n. Jadi SP (xu ) · xv = −Dxu n (P ) · xv = −nu · xv = n · xvu Permukaan N 13 / 24 Kelengkungan Permukaan Proof. 1 Khususnya, n · xv = 0, maka (n · xv )u = 0 dan nu · xv + n · xvu = 0. Perhatikan bahwa xu = −Dxu n. Jadi SP (xu ) · xv = −Dxu n (P ) · xv = −nu · xv = n · xvu 2 Serupa dengan di atas SP (xv ) · xu = −Dxv n (P ) · xu = −nv · xu = n · xuv Permukaan N 13 / 24 Kelengkungan Permukaan Proof. 1 Khususnya, n · xv = 0, maka (n · xv )u = 0 dan nu · xv + n · xvu = 0. Perhatikan bahwa xu = −Dxu n. Jadi SP (xu ) · xv = −Dxu n (P ) · xv = −nu · xv = n · xvu 2 Serupa dengan di atas SP (xv ) · xu = −Dxv n (P ) · xu = −nv · xu = n · xuv 3 Jika fungsi x ∈ C 2 , maka keduanya sama. Permukaan N 13 / 24 Kelengkungan Permukaan Proof. 1 Setelah basis berlaku, misalkan U = axu + bxv dan V = cxu + dxv , maka SP (U) · V = (aSP (xu ) + bSP (xv )) · (cxu + dxv ) = acSP (xu ) · xv + . . . = acxu · SP (xv ) Permukaan N 14 / 24 Kelengkungan Permukaan Proof. 1 Setelah basis berlaku, misalkan U = axu + bxv dan V = cxu + dxv , maka SP (U) · V = (aSP (xu ) + bSP (xv )) · (cxu + dxv ) = acSP (xu ) · xv + . . . = acxu · SP (xv ) 2 Terakhir, itu sama dengan U · SP (V). Permukaan N 14 / 24 Kelengkungan Permukaan Example 1 Jika SP = O, maka M merupakan bidang. Permukaan N 15 / 24 Kelengkungan Permukaan Example 1 Jika SP = O, maka M merupakan bidang. 2 Jika M merupakan bola, maka SP = − 1a IP Permukaan N 15 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 Misalkan T : R2 → R2 merupakan transformasi linear, dan mempunyai basis {e1 , e2 }. Permukaan N 16 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 2 Misalkan T : R2 → R2 merupakan transformasi linear, dan mempunyai basis {e1 , e2 }. Matriks transformasi dicari dari T (e1 ) = ae1 + be2 T (e2 ) = ce1 + de2 a c maka matriks penyajian [T ] = b d Permukaan N 16 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 2 Misalkan T : R2 → R2 merupakan transformasi linear, dan mempunyai basis {e1 , e2 }. Matriks transformasi dicari dari T (e1 ) = ae1 + be2 T (e2 ) = ce1 + de2 a c maka matriks penyajian [T ] = b d 3 Dengan a = T (e1 ) · e1 dan b = T (e1 ) · e2 jika {e1 , e2 } basis orthonormal. Permukaan N 16 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 2 Misalkan T : R2 → R2 merupakan transformasi linear, dan mempunyai basis {e1 , e2 }. Matriks transformasi dicari dari T (e1 ) = ae1 + be2 T (e2 ) = ce1 + de2 a c maka matriks penyajian [T ] = b d 3 4 Dengan a = T (e1 ) · e1 dan b = T (e1 ) · e2 jika {e1 , e2 } basis orthonormal. Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikan IIP (U, V) = SP (U) · V Permukaan N 16 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikan IIP (U, V) = SP (U) · V Permukaan N 17 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikan IIP (U, V) = SP (U) · V 2 Jika IIP (V, V) = SP (V) · V = − DV n ( P ) · V = − (n ◦ α ) 0 (0) · T (0) = (n ◦ α ) (0 ) · T0 (0 ) = n (P ) · κN = ±κ Permukaan N 17 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikan IIP (U, V) = SP (U) · V Permukaan N 18 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 Untuk Operator SP , kita akan mendefinisikan IIP (U, V) = SP (U) · V 2 Jika IIP (V, V) = SP (V) · V = − DV n ( P ) · V = − (n ◦ α ) 0 (0) · T (0) = (n ◦ α ) (0 ) · T0 (0 ) = n (P ) · κN = ±κ Permukaan N 18 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 Misalkan matriksnya l m m n , maka l = IIP (xu , xu ) = −Dxu n · xu = xu u · n m = IIP (xu , xv ) = −Dxu n · xv = xuv · n m = IIP (xu , xv ) = −Dxu n · xv = xuv · n Permukaan N 19 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 Misalkan matriksnya l m m n , maka l = IIP (xu , xu ) = −Dxu n · xu = xu u · n m = IIP (xu , xv ) = −Dxu n · xv = xuv · n m = IIP (xu , xv ) = −Dxu n · xv = xuv · n 2 Selanjutnya, jika diketahui matriks di atas, maka U = axu + bxv dan V = cxu + dxv , maka IIP (U, V) = IIP (axu + bxv , cxu + dxv ) = acIIP (xu , xu ) + (ad + bc ) IIP (xu , xv ) + bdIIP (xv , xv ) jika {xu , xv } orthonormal! Permukaan N 19 / 24 Mencari Matriks Penyajian Operator S 1 Misalkan matriksnya l m m n , maka l = IIP (xu , xu ) = −Dxu n · xu = xu u · n m = IIP (xu , xv ) = −Dxu n · xv = xuv · n m = IIP (xu , xv ) = −Dxu n · xv = xuv · n 2 Selanjutnya, jika diketahui matriks di atas, maka U = axu + bxv dan V = cxu + dxv , maka IIP (U, V) = IIP (axu + bxv , cxu + dxv ) = acIIP (xu , xu ) + (ad + bc ) IIP (xu , xv ) + bdIIP (xv , xv ) jika {xu , xv } orthonormal! 3 Bagaimana jika tidak orthonormal? Permukaan N 19 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S Definition Karena S merupakan operator simetri, maka S akan mempunyai dua nilai eigen real, dan disebuts ebagai kelengkungan utama (principal curvatures) dari M di titik P. Permukaan N 20 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S Definition Karena S merupakan operator simetri, maka S akan mempunyai dua nilai eigen real, dan disebuts ebagai kelengkungan utama (principal curvatures) dari M di titik P. Vektor eigen yang berkaitan disebut arah utama (principal directions) Permukaan N 20 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S Definition Karena S merupakan operator simetri, maka S akan mempunyai dua nilai eigen real, dan disebuts ebagai kelengkungan utama (principal curvatures) dari M di titik P. Vektor eigen yang berkaitan disebut arah utama (principal directions) Suatu garis disebut garis kelengkungan jika vektor singgungnya pada setiap titik adalah mempunyai arah utama. Permukaan N 20 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S Theorem Misalkan e1 dan e2 vektor satuan sebagai arah utama (vektor eigen) dan k1 dan k2 kelengkungan utama (nilai eigen). Perhatikan {e1 , e2 } saling tegak lurus. Proof. Permukaan N 21 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S Theorem Misalkan e1 dan e2 vektor satuan sebagai arah utama (vektor eigen) dan k1 dan k2 kelengkungan utama (nilai eigen). Perhatikan {e1 , e2 } saling tegak lurus. Misalkan V = cos θ e1 + sin θ e2 untuk θ ∈ [0, 2π ), maka IIP (V, V) = k1 cos2 θ + k2 sin2 θ Proof. Permukaan N 21 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S Theorem Misalkan e1 dan e2 vektor satuan sebagai arah utama (vektor eigen) dan k1 dan k2 kelengkungan utama (nilai eigen). Perhatikan {e1 , e2 } saling tegak lurus. Misalkan V = cos θ e1 + sin θ e2 untuk θ ∈ [0, 2π ), maka IIP (V, V) = k1 cos2 θ + k2 sin2 θ Proof. 1 Kita cukup menghitung IIP (V, V) = IIP (cos θ e1 + sin θ e2 , cos θ e1 + sin θ e2 ) = IIP (e1 , e1 ) cos2 θ + IIP (e2 , e2 ) sin2 θ Permukaan N 21 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S 1 Jika k1 ≥ k2 , maka k2 ≤ IIP (V, V) = k1 cos2 θ + k2 sin2 θ ≤ k1 Permukaan N 22 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S 1 Jika k1 ≥ k2 , maka k2 ≤ IIP (V, V) = k1 cos2 θ + k2 sin2 θ ≤ k1 2 Hal ini dapat dilihat sebagai berikut k1 cos2 θ + k2 sin2 θ = k1 1 − sin2 θ + k2 sin2 θ = k1 + (k2 − k1 ) sin2 θ ≤ k1 Permukaan N 22 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S Definition 1 Hasil kali dari kelengkungan utama disebut kelengkungan Gauss K = k1 k2 Permukaan N 23 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S Definition 1 Hasil kali dari kelengkungan utama disebut kelengkungan Gauss K = k1 k2 2 Rata-rata dari kelengkungan utama disebut kelengkungan k2 rata-rata H = k1 + = 21 2 Permukaan N 23 / 24 Nilai Eigen dan Vektor Eigen dari S Definition 1 Hasil kali dari kelengkungan utama disebut kelengkungan Gauss K = k1 k2 2 Rata-rata dari kelengkungan utama disebut kelengkungan k2 rata-rata H = k1 + = 21 2 3 Suatu permukaan disebut permukaan minimal jika H = 0 dan disebut rata-rata K = 0. Permukaan N 23 / 24 Interpretasi dari Kelengkungan Gauss 1 Misalkan S : R2 → R2 , dan ω ⊂ R2 , maka S (ω ) Permukaan N 24 / 24 Interpretasi dari Kelengkungan Gauss 1 Misalkan S : R2 → R2 , dan ω ⊂ R2 , maka S (ω ) 2 Ukuran luas Luas S (ω ) = det [S ] Luas ω = λ1 λ2 Luas ω Permukaan N 24 / 24 Interpretasi dari Kelengkungan Gauss 1 Misalkan S : R2 → R2 , dan ω ⊂ R2 , maka S (ω ) 2 Ukuran luas Luas S (ω ) = det [S ] Luas ω = λ1 λ2 Luas ω 3 Jika perlu dilakukan ditambahkan nilai mutlak. Permukaan N 24 / 24 Interpretasi dari Kelengkungan Gauss 1 Misalkan S : R2 → R2 , dan ω ⊂ R2 , maka S (ω ) 2 Ukuran luas Luas S (ω ) = det [S ] Luas ω = λ1 λ2 Luas ω 3 Jika perlu dilakukan ditambahkan nilai mutlak. 4 Untuk shape operator, maka S (ω ) ⊂ S 2 bola satuan. Permukaan N 24 / 24