Lembar Fakta Panel Diskusi Ke-­‐6 ”Harapan, Kenyataan dan Solusi JKN: Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Era JKN” Jakarta, 25 Agustus 2016 Pendahuluan Program Jaminan Kesehatan Nasional diharapkan sebagai jawaban untuk menyelesaikan masalah jaminan kesehatan yang selama ini masih terfragmentasi, serta mampu mengendalikan biaya kesehatan dan mutu pelayanan kesehatan. Sejak pemberlakuannya di awal tahun 2014, sinkronisasi kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) nampaknya masih belum sesuai harapan. Salah satu yang menjadi persoalan adalah pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi seperti ketersediaan obat di fasilitas kesehatan. Apa yang Dimaksud Perbekalan Farmasi Sistem ini merupakan suatu siklus kegiatan yang dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Pengelolaan perbekalan farmasi harus dikelola secara efektif karena merupakan komponen terbesar dalam pengeluaran rumah sakit (±40-­‐50%) dan dana kebutuhan obat rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan. Pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien akan mendukung mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Keberhasilan pengelolaan perbekalan farmasi tergantung pada kondisi, ketaatan, kebijakan, tugas pokok dan fungsi. Tugas pokok pengelolaan perbekalan farmasi adalah mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan; lebih lanjut meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi, mewujudkan sistem informasi manajemen berdayaguna dan tepatguna, serta melaksanakan pengendalian mutu pelayanan. Permasalahan Di era JKN, proses pengadaan telah menggunakan e-­‐procurement dengan harga yang sudah ditetapkan melalui e-­‐katalog, sehingga rumah sakit atau dinas kesehatan bisa langsung membeli. Selain itu juga ada FORNAS (formularium nasional) yang tidak hanya mencakup obat-­‐obatan generik, tetapi banyak juga obat paten. Namun demikian, masalah kekosongan obat masih kerap terjadi. Ada beberapa obat yg sangat dibutuhkan di lapangan, tapi ketersediaannya kurang di beberapa daerah. Hal tersebut dialami banyak rumah sakit di hampir seluruh Indonesia; permasalahan ini sudah menjadi masalah nasional. Persoalan lain adalah pengawasan pemanfaatan obat yang ada di rumah sakit atau fasilitas kesehatan swasta, apakah obat-­‐obatan yang dibeli telah dipergunakan semestinya sesuai peruntukannya. Lebih jauh; tidak sesuainya antara perencanaan jumlah obat dengan kenyataan transaksi: bisa lebih rendah, tetapi sebaliknya juga bisa lebih tinggi. Hal ini tergantung pada ketersediaan anggaran dan pola penyakit/jumlah kasus. Sementara disisi lain model pengadaan obat dengan e-­‐katalog, berbeda dengan alat kesehatan (alkes) yang wilayahnya lebih terbuka. Selain itu, harga obat tertentu ditetapkan oleh pemerintah dengan harga yang relatif rendah. Hal ini membuat industri farmasi kurang tertarik karena keuntungan yang sangat kecil. Beberapa obat hanya bisa untung bila volume produksi tinggi atau bahkan ada yang harganya lebih rendah dari unit cost, sehingga perlu subsidi silang. Perlu dicari solusi, agar disatu sisi kebutuhan masyarakat terpenuhi dengan ketersediaan obat yang merata, tetapi disisi lain industri farmasi juga tetap bisa tumbuh dan berkembang . Rencana Strategis Kemenkes 2015-­‐2019 & Koordinasi Lintas Sektor Ketersediaan farmasi dan alat kesehatan telah menjadi rencana strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-­‐2019 antara lain meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan. Salah satu target indikator untuk mencapai sasaran tersebut adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas sebesar 90 persen. Untuk mencapai hal tersebut, Kementerian Kesehatan telah membangun manajemen logistik alat kesehatan, obat, dan vaksin dalam rangka pemenuhan tepat waktu baik jumlah dan kualitas. Juga, adanya informasi ketersediaan obat dan mengembangkan aplikasi ketersediaan obat di tingkat Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/kota yang dinamakan Sistem e-­‐Logistik yang digunakan dalam manajemen pengelolaan dan pemantauan ketersediaan obat di Instalasi Farmasi. Sistem e-­‐logistik adalah aplikasi pengelolaan obat dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) di Instalasi Farmasi pusat, provinsi, dan kabupaten/kota untuk mendukung pelaporan, pencatatan, dan pengelolaan obat dan BMHP. Obat dan vaksin Program Kesehatan yang disediakan oleh Pemerintah Pusat melalui APBN tidak akan berarti apabila tidak tersedia pada fasilitas kesehatan pada waktu yang tepat. Peningkatan koordinasi yang lebih baik lintas sektoral sangat dibutuhkan untuk menjamin obat dan vaksin tersedia pada fasilitas kesehatan dalam jumlah yang cukup dan pada waktu yang dibutuhkan. Tidak hanya Kementerian Kesehatan, BPOM juga harus turut berperan dalam dalam hal pengelolaan perbekalan farmasi. Diskusi Panel Ke-­‐6 Sebagai kelanjutan Diskusi Panel Indonesia HealthCare Forum (IndoHCF) yang telah diselenggarakan sejak bulan Maret 2016, Indo HCF bekerjasama dengan Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO) dan Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) menyelenggarakan acara Panel Diskusi ke-­‐6 yang bertajuk ”Harapan, Kenyataan dan Solusi JKN: Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Era JKN”. Tujuan Diskusi ini adalah mencari solusi mengenai persoalan ketersediaan obat di era JKN dan pengawasan penggunaan obat. Peserta Kegiatan: a. Peserta Diskusi Panel: 1. Regulator (Kemenkes RI dll.), 2. DJSN, 3. Direksi BPJS, 4. BPOM, 5. Provider (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik), 6. Akademisi, 7. Asosiasi, 8. Pemerhati Kesehatan dan masyarakat lainnya. b. Peserta Webinar (dikoordinir oleh PMPK UGM): 1. Akademisi dari perbagai perguruan tinggi di Indonesia, 2. Para pakar/praktisi/ kelompok masyarakat lainnya/ individu, 3. Mahasiswa/i. Waktu dan Tempat Kegiatan: Kegiatan akan dilaksanakan pada Kamis, 25 Agustus 2016 pukul 13:00 – 17:00 WIB. Diskusi mengambil tempat di: Ruang Aula lantai 2 Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Jl. Kesehatan No. 10, Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nara Sumber: Drs. Bayu Teja Muliawan, M.Pharm, MM, Apt (Direktorat Pelayanan Kefarmasian – Kemenkes RI) Drs. T. Bahdar Johan, H., Apt. M.Pharm (Deputy Bidang Pengawasan Produk Teurapetik & Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif – BPOM) Drs. Masrial Mahyudin, Apt, MM (Ketua Kompartemen Manajemen Farmasi Rumah Sakit – PERSI) Penanggap Utama: dr. Chairul Radjab Nasution, Sp.PD, KGEH, FINASIM, M.Kes (Ketua Dewan Pengawas dan Direksi – BPJS Kesehatan) Moderator: Dr. dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS (Ketua Umum IKKESINDO & Ketua Indo HCF) Tentang Indo Healthcare Forum (Indo HCF) Indo HCF merupakan suatu wadah bagi para pakar dan pemerhati kesehatan untuk saling berbagi ilmu dan pengalaman serta untuk merumuskan solusi berbagaimasalah kesehatan. IndoHCF merupakan bentuk corporate social responsibility (CSR) dari PT. IDS Med, yang bertujuan turut berperan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia menuju Indonesia Sehat. Pada tahun ini, kegiatan tersebut berfokus pada masalah JKN dan emergency/disasters. Tentang Ikatan Konsultan Kesehatan Indonesia (IKKESINDO) IKKESINDO merupakan perkumpulan bagai para konsultan manajemen kesehatan yang aktif melakukan studi dan kajian kebijakan kesehatanyang didiseminasikan melalui berbagai forum diskusi dan webinar nasional untuk mendukung pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. IKKESINDO membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi yang melakukan sertifikasi bagi para individu konsultanmanajemen kesehatan serta akreditasi bagi perusahaan konsultan manajemen kesehatanyangbekerja di seluruh wilayah Indonesia.