BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan dalam bidang kesehatan merupakan bagian penting dalam
rangka pembangunan nasional. Dalam Undang Undang Kesehatan No. 23
Tahun 1992 dinyatakan bahwa pembangunan dalam bidang kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang, agar terwujud kesehatan yang optimal sebagai salah
satu unsur kesejahteraan umum dari tujuan pembangunan nasional.
Departemen Kesehatan memiliki keinginan untuk mewujudkan
suatu
kondisi masyarakat yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam
lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah Indonesia
(Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2007).
Salah satu bentuk keseriusan pemerintah dalam melakukan pembangunan
pada bidang kesehatan, pemerintah membentuk Pusat Kesehatan Masyarakat
atau biasa disebut PUSKESMAS. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu pada masyararakat di
wilayah kerjanya (Depkes, 1991). Puskesmas juga merupakan lembaga yang
dibentuk oleh pemerintah sebagai wujud pelayanan kesehatan masyarakat.
Menurut Levey dan Loomba (1973) di dalam Buku Kedokteran keluarga,
pelayanan kesehatan itu sendiri adalah setiap upaya yang diselenggarakan
sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat.
2
Puskesmas merupakan organisasi fungsional pusat pengembangan
masyarakat yang memberikan pelayanan, pencengahan, pengobatan, dan
pemulihan. Salah satu kegiatan pokok yang dilakukan puskesmas adalah
pengobatan. Dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama pengobatan di
Puskesmas maka obat-obatan merupakan unsur yang sangat penting. Untuk itu
pembangunan di bidang perobatan sangat penting pula.
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiolog atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia (Undang
Undang Kesehatan RI No 36, 2009). Ketersediaan dan kualitas obat harus
selalu terjaga sebagai jaminan agar pasien kembali pulih dan sembuh juga
tidak menambah penyakit yang diderita.
Ketersediaan obat pada puskesmas merupakan pelayanan kesehatan yang
sangat penting mengingat pasien yang sakit akan bertambah parah atau
meninggal dunia jika tidak segera mendapatkan pertolongan. Pelayanan obat
yang ada di puskesmas harus ditunjang dengan pelayanan farmasi yang
bermutu. Layanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya, (SDM,
sarana prasarana, ketersediaan farmasi, dan perbekalan kesehatan serta
administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan obat,
penyerahan obat, informasi obat, dan pencatatan atau penerimaan resep)
dengan memanfaatkan tenaga, dalam sarana, prasarana dan metode tata
laksana yang sesuai dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan (Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktoran Jenderal Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan, 2006).
Perkembangan pusksesmas saat ini semakin meningkat. Manajemen
puskesmas sudah seharusnya berusaha untuk memberikan pelayanan yang
terbaik agar tetap masyarakat menyadari pentingnya kesehatan. Salah satu
pelayanan yang dapat diberikan adalah kelengkapan obat di puskesmas.
Penelitian mengenai persediaan obat-obatan di instalasi farmasi dan
puskesmas belum banyak dilakukan. Kebanyakan fokus penelitian yang ada
3
saat ini masih mengenai persediaan obat-obatan di rumah sakit. Contohnya
pada penelitian yang dilakukan oleh Herlinawati (2011) yang melakukan
perencanaan terhadap safety stock di rumah sakit agar tidak terjadi overstock
maupun stockout. Selain itu perencanaan obat di instalasi farmasi ke
puskesmas masih hanya mengandalkan sistem perhitungan naive sehingga
banyak obat dari instalasi farmasi ke puskesmas mengalami over stock di
puskesmas.
Untuk menjaga ketersediaan dan kualitas obat-obatan maka perencanaan
pengadaan harus dikelola dengan baik. Pengadaan obat-obatan dan perbekalan
kesehatan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan untuk pelayanan
kesehatan dasar dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas
sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Dinkes Malang,
2004).
Pengelolaan obat yang dilakukan puskesmas akan berpengaruh pada
ketersediaan obat-obatan. Pengelolaan obat dimulai dari perencanaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pencatatan,
juga
pelayanan
kepada
pasien/masyarakat.
Saat ini ketersediaan obat di puskesmas dikelola oleh Instalasi Farmasi.
Distribusi obat dari Instalasi Farmasi ke puskesmas adalah dengan melihat
jumlah pemakaian (bulan lalu) dikali dua dan dikurangi sisa stock (bulan lalu).
Perhitungan tersebut ditunjukkan pada Tabel 1.1. Setelah itu, dilihat juga
jumlah permintaan yang diminta oleh puskesmas. Dalam merencanakan
pendistribusian obat dengan cara seperti itu tentu saja menimbulkan over
stock, tetapi juga bisa terjadi stockout. Kasus terjadinya stock out dapat saja
timbul karena perencanaan distribusi obat yang tidak merata tiap bulan.
Walaupun Instalasi Farmasi UPT memiliki sistem perencanaan dengan cara (2
x pemakaian bulan lalu) – sisa stok bulan lalu, tetapi terkadang hal ini tidak
dilakukan secara berkala. Ada kalanya dalam 1 bulan beberapa obat tidak
didistribusikan.
4
Tabel 1.1 Rumus Permintaan Obat di Puskesmas
Penggunaan Sisa Stok
Permintaan
50
20
(2 x 50) – 20 = 80
70
30
(2 x 70) – 30 = 110
100
50
(2 x 100) – 50 = 150
Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa jumlah permintaan obat yang diminta
puskesmas adalah sebesar 150, tetapi seringkali terjadi pihak puskesmas
meminta jumlah obat lebih dari 150. Hal ini tentu saja akan menimbulkan
bullwhip effect. Jika puskesmas meminta obat lebih dari permintaan maka
Instalasi Farmasi UPT akan memverifikasi dan mendistribusi obat dengan
jumlah sesuai kebutuhan. Verifikasi yang dilakukan oleh Instalasi Farmasi
UPT juga tidak terpaku pada satu rumusan tertentu.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, perlu dilakukan penelitian
mengenai jumlah distribusi dan perencanaan persediaan obat-obatan untuk
menjamin ketersediaan sesuai kebutuhan dan meminimalkan overstock dan
stockout.
1.3 Asumsi dan Batasan
Untuk lebih memfokuskan penelitian ini, maka diambil sejumlah asumsi
dan batasan masalah sebagai berikut:
1. Objek penelitian hanya dibatasi pada obat-obatan dari Instalasi
Farmasi yang dikirim ke Puskesmas Rawat Inap di Kota Yogyakarta
yaitu Puskesmas Jetis, Puskesmas Mergangsan, dan Puskesmas Tegal
Rejo.
2. Diasumsikan bahwa Puskesmas yang diteliti merupakan Puskesmas
tunggal di wilayahnya.
3. Obat-obatan yang diteliti tidak dibedakan berdasarkan jenisnya.
4. Jenis obat yang diteliti merupakan obat generik dan obat paten.
5
5. Pada penelitian ini, pendistribusian obat dari Instalasi Farmasi ke tiga
Puskesmas hanya merujuk pada data obat yang dikirim dari IF ke
Puskesmas.
6. Obyek yang dibahas difokuskan pada obat-obatan yang termasuk
dalam kategori A vital berdasarkan analisis ABC-VEN.
7. Penelitian lebih difokuskan pada proses perencanaan di Instalasi
Farmasi UPT untuk mencari metode pengendalian persediaan yang
tepat dengan melihat data obat yang dikirimkan ke 3 puskesmas.
8. Data yang digunakan adalah data distribusi obat dari Instalasi Farmasi
ke 3 Puskesmas tahun 2012 dan konsumsi obatnya.
9. Harga obat yang ditampilkan berdasarkan harga dari buku MIMS,
buku DOEN (Daftar Obat Essential Nasional), ISO, dan dari beberapa
apotek di Jawa.
10. Service level merupakan kebijakan yang tertuang di Buku Pedoman
Puskesmas oleh Kemenkes.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian sistem persediaan dan distribusi obat ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui jumlah safety stock obat yang paling optimal yang harus
dikirim dari Instalasi Farmasi UPT ke Puskesmas.
2. Mengetahui peramalan penggunaan obat di Puskesmas.
3. Mencari jumlah distribusi obat ideal (dilakukan oleh Instalasi Farmasi
UPT) untuk ke tiga Puskesmas sehingga dapat menurunkan terjadinya
overstock dan stockout di Puskesmas.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak puskesmas terutama
bidang farmasi dalam mengendalikan persediaan obat-obatan serta bagaimana
menciptakan pemesenan yang tepat agar suplai obat-obatan dapat terpenuhi
6
sehingga tidak terjadi over stock maupun stock out. Selain itu permintaan obat
akan terpenuhi sehingga kepuasan pasien dapat meningkat.
7
Download