film pendek sebagai media untuk meningkatkan

advertisement
FILM PENDEK SEBAGAI MEDIA UNTUK MENINGKATKAN
PEMBELAJARAN MENULIS CERPEN BERDASARKAN
PENGALAMAN ORANG LAIN DI KELAS X-4 SMAN 02 BATU
Rizki Mertyn Palupi1
Yuni Pratiwi2
Indra Suherjanto3
Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang Nomor 5 Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan meningkatkan hasil dan proses menulis
cerpen dengan media film pendek pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 02 Batu.
Desain penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Data dalam
penelitian ini berupa data proses dan hasil. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pada proses pembelajaran siklus I terdapat 11 siswa (42%) yang mendapat
nilai di bawah KKM. Pada proses pembelajaran siklus II, kegiatan siswa selama
proses pembelajaran sudah lebih bervariatif dibandingkan siklus I dan semua siswa
dikategorikan tuntas. Pada siklus I, nilai rata-rata hasil menulis cerpen siswa yaitu
73 dengan kualifikasi cukup baik, sedangkan pada siklus II nilai rata-rata menulis
cerpen siswa yaitu 83,3 dengan kualifikasi baik.
Kata kunci : pembelajaran cerpen, menulis cerpen, media film pendek.
ABSTRACT : This research aims to increase outcomes and process short story
writing with short movie media at Senior High School 02 Batu Grade X-4. Design
this research is Classroom Action Research (CAR). Data in this research is process
data and outcomes data. The result of this research indicate that learning process
sicclus I found 11 student (42%) get value under 75. At learning process sicclus II,
all of student categorized complete. At sicclus I, average score of result short story
writing is 73 with enough good qualification, whereas at sicclus II, average score
is 83,3 with good qualification.
Key words : short story learning, short story writing, short film media.
Menulis merupakan keterampilan dasar berbahasa yang memiliki manfaat
besar baik bagi penulis maupun penikmatnya. Dengan menulis, seseorang dapat
meluapkan segala perasaan, ungkapan, gagasan, pendapat, bahkan sindiran.
Sukino (2010:6) mengungkapkan bahwa mengkomunikasikan ide dengan bahasa
tulis disadari tidak semudah mengkomunikasikan ide dengan bahasa lisan.
Kesenangan bersastra hanya dapat diraih melalui membaca,
mengapresiasi, dan menulis sebuah karya sastra karena dengan cara semacam ini,
berarti akan ada kontak antara peserta didik dengan karya sastra (Endraswara,
2003:63). Melalui menulis karya sastra, siswa sekaligus akan belajar karya sastra
dan tidak asing lagi dengan pembelajaran sastra. Peserta didik harus dilatih untuk
menulis karya sastra setidaknya cerpen.
1
Rizki Mertyn Palupi adalah mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang.
Yuni Pratiwi adalah Dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri
Malang.
3
Indra Suherjanto adalah Dosen Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Negeri
Malang.
2
1
2
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap guru serta
dilihat dari angket dan hasil menulis cerpen siswa kelas X-4 di SMAN 2 Batu,
menunjukkan bahwa proses belajar mengajar menulis cerpen kurang berhasil.
Para guru di lapangan mengeluhkan kesulitan mereka dalam membelajarkan
keterampilan menulis cerpen. Mereka kesulitan karena belum mengetahui metode
ataupun media yang tepat untuk merangsang siswa agar menumbuhkan minat
menulis. Studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 3 November 2012
menunjukkan bahwa hasil tulisan cerpen sebagian besar siswa (75%)
mendapatkan nilai di bawah KKM yakni 75.
Pembelajaran menulis kreatif cerpen memerlukan inovasi yang mampu
meningkatkan hasil belajar siswa. Terciptanya suasana kelas yang menyenangkan
akan memotivasi siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut dengan
penuh semangat. Dengan demikian, pembelajaran menulis kreatif cerpen
berdasarkan pengalaman orang lain dapat terealisasikan sesuai dengan harapan
guru. Guru sebaiknya menciptakan proses pembelajaran yang berpusat pada siswa
serta pemanfaatan media pembelajaran yang bervariatif.
Menurut Indriana (2011:47) media pembelajaran yang tepat akan mampu
meningkatkan pengalaman belajar sehingga anak didik bisa mempertinggi hasil
belajar. Oleh karena itu, penulis berinisiatif untuk meningkatkan kemampuan
menulis kreatif cerpen berdasarkan pengalaman orang lain dengan memanfaatkan
media film pendek. Penelitian sebelumnya tentang pembelajaran menulis cerpen
telah diteliti oleh Wulandari (2011) dengan judul Peningkatan Keterampilan
Menulis Cerpen dengan Media Benda Tiga Dimensi Siswa Kelas X SMA Darut
Taqwa Sengonagung Pasuruan.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pembelajaran
menulis cerpen berdasarkan pengalaman orang lain di kelas X-4 SMAN 02 Batu.
Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan (1) kualitas proses
pembelajaran menulis cerpen berdasarkan pengalaman orang lain di kelas X-4
SMAN 02 Batu dan (2) kualitas hasil pembelajaran menulis cerpen berdasarkan
pengalaman orang lain di kelas X-4 SMAN 02 Batu.
METODE
Desain penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK). Prosedur
penelitian ini merupakan penelitian tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menulis cerpen. Proses pelaksanaan tindakan dilakukan
secara bertahap sampai penelitian ini berhasil. Prosedur tindakan dimulai dari (1)
perencanaan tindakan, (2) pelaksanaan tindakan, (3) pengamatan dan evaluasi,
serta (4) analisis dan refleksi. Sebelum memasuki siklus I, dilakukan studi
pendahuluan terlebih dahulu. Jika hasil evaluasi menunjukkan kemampuan siswa
sudah memenuhi standar nilai, siklus dapat dihentikan dan dinyatakan berhasil.
Akan tetapi jika belum mencapai nilai maksimum harus dilaksanakan siklus
berikutnya.
Instrumen yang digunakan untuk penelitian ini adalah instrumen utama
dan instrumen penunjang. Instrumen utama dalam penelitian ini adalah RPP yang
sekaligus menjadi instrumen kunci. Instrumen penunjang dalam penelitian ini
adalah pedoman observasi, pedoman wawancara, dan catatan lapangan. Data hasil
yang berupa skor hasil evaluasi kemampuan menulis cerpen siswa digunakan
3
instrumen rubrik penilaian hasil menulis cerpen. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan metode wawancara, angket, observasi, dan dokumentasi.
Data dalam penelitian ini adalah data proses tindakan dan hasil tindakan
pembelajaran. Data proses berupa data verbal dan tingkah laku subjek yang diteliti
yang bersumber dari kegiatan belajar mengajar menulis cerpen dengan
menggunakan media film pendek. Sumber data proses didapat dari data hasil
observasi, data hasil wawancara, dan data hasil catatan lapangan. Data observasi
diperoleh dengan mengisi pedoman observasi yang kegiatan pembelajarannya
sesuai dengan Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Data hasil
wawancara diperoleh dari jawaban guru maupun siswa sesuai pedoman
wawancara. Sumber data hasil kerja siswa diperoleh dengan mengukur
kemampuan menulis kreatif cerpen dengan menggunakan media film pendek
berdasarkan rubrik penilaian yang ditetapkan sesuai RPP.
Analisis data proses pembelajaran dan hasil belajar siswa dilakukan
dengan cara berikut. Pertama, data proses pembelajaran dan aktivitas belajar siswa
dilakukan dengan langkah (1) menjabarkan hasil observasi kegiatan yang
dilakukan siswa selama proses berlangsung, didukung hasil wawancara guru serta
catatan lapangan setelah dilaksanakan tindakan dan (2) menarik kesimpulan perlu
dan tidaknya diadakan siklus selanjutnya. Kedua, data hasil belajar dilakukan
dengan memberikan penilaian terhadap hasil belajar siswa dan menentukan
ketercapaian nilai individu, yakni siswa dikatakan tercapai apabila nilainya 75
(sesuai KKM). Muslich (2012:91) menjelaskan bahwa analisis data pada dasarnya
adalah upaya memilih, memilah, membuang, dan menggolongkan data.
HASIL
Proses Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Media Film
Pendek
Kegiatan studi pendahuluan dilaksanakan hari Sabtu, 3 November 2012.
Hasil observasi studi pendahuluan pada kegiatan proses pembelajaran menulis
cerpen berdasarkan pengalaman orang lain menunjukkan bahwa siswa X-4
SMAN 2 Batu tidak aktif bertanya. Mereka cenderung diam ketika guru bertanya
pada siswa. Akan tetapi, ketika kegiatan menulis cerpen berlangsung siswa
nampak bersungguh-sungguh mengerjakannya. Beberapa siswa juga nampak
berpikir keras untuk menemukan ide cerita. Hal ini tercermin dari suasana kelas
yang tenang meskipun ada beberapa siswa yang masih berdiskusi dan melihat
tulisan temannya.
Pada kegiatan studi pendahuluan diperoleh hasil pembelajaran menulis
cerpen berdasarkan pengalaman orang lain. Terdapat 20 siswa (77%) belum
mencapai skor 75 dan 6 siswa (23%) mencapai skor
75. Hasil penilaian
menunjukkan (1) siswa belum mampu menulis rangkaian peristiwa dalam cerpen
secara runtut dan logis, (2) siswa belum mampu menggambarkan tokoh dan
penokohannya dalam cerpen, (3) siswa belum mampu melukiskan latar dalam
cerpen, (4) siswa tidak memperhatikan tema dan judul dalam menulis cerpen, dan
(5) siswa belum menggunakan paparan naratif dengan baik. Berdasarkan hasil
penelitian tersebut, peneliti bersama guru mitra memutuskan bahwa siswa kelas
X-4 SMAN 2 Batu menjadi subyek yang diteliti dalam penelitian ini. Selanjutnya,
siswa diberi tindakan berupa penggunaan media film pendek agar kemampuan
4
siswa dalam menulis cerpen berdasarkan pengalaman orang lain mengalami
peningkatan.
Peningkatan proses kemampuan menulis cerpen dengan media film
pendek pada siklus I difokuskan pada tiga tahap. Ketiga tahapan tersebut yakni (1)
tahap pramenulis, (2) tahap menulis, dan (3) tahap pascamenulis.
Pada tahap pramenulis siklus I, guru mengajak siswa untuk mengamati
langkah-langkah dalam mengembangkan kerangka cerpen menjadi cerpen yang
utuh. Beberapa siswa masih terlihat saling berbicara dengan temannya. Mereka
kurang berkonsentrasi ketika guru menjelaskan materi pembelajaran. Proses
pembelajaran pada kegiatan inti selanjutnya adalah siswa menyimak film pendek
“Untuk Sebuah Hamburger”. Kegiatan menyimak film pendek inilah yang
digunakan sebagai perangsang untuk menulis tema cerpen. Siswa kemudian
menyusun kerangka cerpen. Selama pembelajaran, guru berkeliling untuk
memeriksa pekerjaan siswa dan bertanya tentang kesulitan yang dialami siswa.
Sebagian besar siswa terlihat antusias dan mampu berkonsentrasi. Hal ini terlihat
pada sikap siswa di kelas. Mereka bersikap tenang dan tidak berbuat gaduh.
Pada tahap menulis siklus I, pembelajaran memasuki tahap menulis cerpen
yaitu mengembangkan kerangka cerpen menjadi cerita utuh. Siswa ditugaskan
untuk mengembangkan kerangka cerpen yang telah dibuat sebelumnya menjadi
sebuah cerita yang utuh dan padu. Pada kegiatan ini guru membimbing,
mengamati, mengarahkan, dan menanyakan kesulitan-kesulitan yang dialami
siswa dalam menulis cerpen. Sebagian besar siswa nampak antusias untuk segera
menyelesaikan cerpennya. Mereka mampu berkonsentrasi ketika menulis cerpen
berdasarkan pengalaman orang lain dengan media film pendek.
Tahap pascamenulis siklus I dilaksanakan setelah kegiatan menulis cerpen
selesai. Pada tahap ini, pembelajaran memasuki tahapan menyunting yaitu
kegiatan menyunting cerpen dengan teman sejawatnya. Fokus penyuntingan
dilakukan oleh siswa pada ejaan, tanda baca, dan bahasa. Pada kegiatan
menyunting ini, suasana kelas agak gaduh. Hal tersebut dikarenakan sebagian
siswa sering bertanya pada pemilik cerpen tentang tulisan-tulisan yang kurang
jelas. Kegiatan menyunting diakhiri dengan pembacaan cerpen oleh salah satu
siswa.
Berdasarkan hasil penelitian, peningkatan kemampuan menulis cerpen
berdasarkan pengalaman orang lain dengan media film pendek pada siswa kelas
X-4 SMAN 2 Batu siklus I belum sesuai harapan. Masih ada 14 (53%) siswa
dikategorikan belum tuntas karena mendapat nilai di bawah 75. Hal tersebut
disebabkan oleh kurangnya pemahaman siswa terhadap materi. Selain itu, siswa
masih kurang serius dalam mengerjakan tahapan-tahapan cerpen. Sesuai dengan
hasil yang telah dicapai siklus I, peneliti bersama guru masih menemukan
beberapa kendala yang dialami siswa dalam menulis cerpen. Peneliti bersama
mitra menyusun rencana perbaikan dan langkah-langkah pembelajaran yang
digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Perbaikan rancangan untuk tindakan
siklus II difokuskan pada materi pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran,
serta media pembelajaran.
Peningkatan proses kemampuan menulis cerpen dengan media film
pendek pada siklus II difokuskan pada tiga tahap yakni (1) tahap pramenulis, (2)
tahap menulis, dan (3) tahap pascamenulis.
5
Pada tahap pramenulis siklus II, ada beberapa hal yang dilaksanakan
dalam proses pembelajaran, di antaranya guru mengajak siswa untuk mengamati
langkah-langkah dalam mengembangkan kerangka cerpen menjadi cerpen yang
utuh. Siswa nampak antusias menyusun kerangka cerpen. Hal ini ditandai dengan
keaktifan siswa dalam bertanya mengenai penyusunan kerangka cerpen.
Pada tahap menulis siklus II, siswa ditugaskan untuk mengembangkan
kerangka cerpen yang telah dibuat sebelumnya menjadi sebuah cerita yang utuh
dan padu. Pada kegiatan ini guru membimbing, mengamati, mengarahkan dan
menanyakan kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menulis cerpen. Siswa
nampak antusias untuk segera menyelesaikan cerpennya.
Tahap pascamenulis siklus II dilaksanakan setelah kegiatan menulis
cerpen selesai. Pada tahap ini, pembelajaran memasuki tahapan menyunting yaitu
kegiatan menyunting cerpen dengan teman sejawatnya. Masing-masing siswa
diminta untuk menyunting tulisan temannya dengan format yang telah dibagikan
guru yaitu (1) ejaan yang meliputi penggunaan huruf kapital, penulisan kata
depan, (2) tanda baca yang meliputi titik, koma, tanda petik, tanda seru, dsb, dan
(3) bahasa yang meliputi dialog, monolog, dan narasi cerita. Pada kegiatan
menyunting ini, siswa nampak lebih tenang dan berkonsentrasi pada cerpen
temannya. Beberapa siswa yang kurang mengerti tentang EYD aktif bertanya.
Pada proses pembelajaran siklus I terdapat 14 siswa yang mendapat nilai
di bawah KKM. Hal ini disebabkan masih ada beberapa siswa yang kurang serius
dan bermain sendiri dalam mengikuti pembelajran menulis cerpen mulai tahap
pramenulis, menulis, dan pascamenulis. Pada tahap menulis, beberapa siswa
masih kebingungan bagaimana cara mengembangkan cerpen dengan narasi yang
baik dan runtut. Namun, sebagian besar siswa sudah nampak serius dalam menulis
cerpen meskipun terkadang berdiskusi dengan teman sekelasnya.
Berdasarkan paparan di atas, kegiatan guru dan siswa pada tahap
pramenulis, tahap menulis, dan tahap pascamenulis siklus II menunjukkan bahwa
kegiatan belajar selama proses pembelajaran menulis cerpen dengan media film
pendek siswa kelas X-4 SMAN 2 Batu sudah lebih bervariatif dibandingkan pada
saat siklus I. Pada proses pembelajaran siklus II semua siswa mendapat nilai di
atas KKM (75). Hal ini membuktikan bahwa pada siklus II, perhatian siswa pada
pembelajaran menulis cerpen dengan memanfaatkan film pendek telah meningkat.
Hasil Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Media Film Pendek
Pada siklus I, hasil peningkatan menulis cerpen dengan media film pendek
difokuskan pada tiga tahapan yakni (1) tahap pramenulis, (2) tahap menulis,dan
(3) tahap pascamenulis. Hasil peningkatan tahap pramenulis cerpen difokuskan
pada penyusunan kerangka cerpen. Hasil analisis menunjukkan terdapat 1 siswa
(3,8 %) mendapat kualifikasi sangat baik, dan 25 siswa (96,2%) mendapat
kualifikasi baik.
Hasil peningkatan pada tahap menulis cerpen siklus I difokuskan pada
tiga aspek yaitu (1) ide cerita yang meliputi tema dan judul, (2) unsur teks yang
meliputi penokohan, latar, dan alur, dan (3) unsur kebahasaan. Hasil penilaian
menulis cerpen pada aspek tema menunjukkan bahwa terdapat 6 siswa (23,1%)
mendapat skor 3 dengan nilai 9, 17 siswa (65,4%) mendapat skor 2 dengan nilai 6,
dan 3 siswa (11,5%) mendapat skor 1 dengan nilai 3. Hasil penilaian menulis
cerpen aspek judul cerita pada siklus I, terdapat 11 siswa (42,3%) mendapat skor
6
3 dengan nilai 9 dan 15 siswa (57,7%) mendapat skor 2 dengan nilai 6. Hasil
penilaian menulis cerpen aspek penokohan pada siklus I, terdapat 8 siswa (30,8%)
mendapat skor 3 dengan nilai 9, 16 siswa (61,5%) mendapat skor 2 dengan nilai 6,
dan 2 siswa (7,7%) mendapat skor 1 dengan nilai 3. Hasil penilaian tahap menulis
cerpen aspek latar pada siklus I, terdapat 10 siswa (38,5%) mendapat skor 3
dengan nilai 9, 15 siswa (57,7%) mendapat skor 2 dengan nilai 6, dan 1 siswa
(3,8%) mendapat skor 1 dengan nilai 3. Hasil penilaian tahap menulis cerpen
siklus I pada aspek alur menunjukkan 8 siswa (30,8%) mendapat skor 3 dengan
nilai 9, 13 siswa (50%) mendapat skor 2 dengan nilai 6, dan 5 siswa (19,2%)
mendapat skor 1 dengan nilai 3. Hasil penilaian menulis cerpen aspek bahasa pada
siklus I menunjukkan terdapat 7 siswa (26,9%) mendapat skor 3 dengan nilai 9,
10 siswa (38,5%) mendapat skor 2 dengan nilai 6, dan 9 siswa (34,6%) mendapat
skor 1 dengan nilai 3.
Pada tahap pascamenulis siklus I, hasil belajar siswa dalam menyunting
cerpen menunjukkan bahwa terdapat 5 (19,2%) siswa yang dikategorikan tidak
tuntas. Hal ini disebabkan siswa tidak melakukan penyuntingan.
Pada siklus II, hasil peningkatan menulis cerpen dengan media film
pendek difokuskan pada tiga tahapan yakni (1) tahap pramenulis, (2) tahap
menulis, dan (3) tahap pascamenulis. Hasil peningkatan taha[ [ramenulis siklus II
menunjukkan bahwa 2 siswa (7,7%) mendapat kualifikasi sangat baik, 10 siswa
(38,5%) mendapat kualifikasi baik, 4 siswa (15,3%) mendapat kualifikasi cukup
baik, dan 10 siswa (38,5%) mendapat kualifikasi kurang baik.
Hasil peningkatan pada tahap menulis cerpen siklus II difokuskan pada
tiga aspek yakni (1) ide cerita yang meliputi tema dan judul, (2) unsur teks yang
meliputi penokohan, latar, dan alur, dan (3) unsur kebahasaan. Hasil penilaian
menulis cerpen pada aspek tema menunjukkan bahwa terdapat 5 siswa (19,2%)
mendapat skor maksimal 3 dengan nilai 9, dan 21 siswa (80,8%) mendapat skor 2
dengan nilai 6. Hasil penilaian menulis cerpen aspek judul cerita pada siklus II,
terdapat 10 siswa (38,5%) mendapat skor maksimal 3 dengan nilai 9 dan 16 siswa
(61,5%) mendapat skor 2 dengan nilai 6. Hasil penilaian menulis cerpen aspek
penokohan pada siklus II, terdapat 23 siswa (88,5%) mendapat skor 3 dengan nilai
9, dan 3 siswa (11,5%) mendapat skor 2 dengan nilai 6. Hasil penilaian tahap
menulis cerpen aspek latar pada siklus II, terdapat 17 siswa (65,4%) mendapat
skor 3 dengan nilai 9 dan 9 siswa (34,6%) mendapat skor 2 dengan nilai 6. Hasil
penilaian tahap menulis cerpen siklus II pada aspek alur menunjukkan 15 siswa
(57,7%) mendapat skor 3 dengan nilai 9 dan 13 siswa (50%) mendapat skor 2
dengan nilai 6. Hasil penilaian menulis cerpen aspek bahasa pada siklus II
menunjukkan terdapat 11 siswa (42,3%) mendapat skor 3 dengan nilai 9 dan 15
siswa (57,7%) mendapat skor 2 dengan nilai 6.
Hasil peningkatan pada tahap pascamenulis siklus II difokuskan pada
penyuntingan cerpen antar teman. Hasil peningkatan pada tahap pascamenulis
menunjukkan bahwa sebanyak 10 siswa (38,5%) mendapat kualifikasi sangat baik
dan 16 siswa mendapat kualifikasi baik. Pada siklus I masih ada 5 siswa yang
tidak melakukan penyuntingan. Akan tetapi, pada siklus II ini semua siswa
melakukan penyuntingan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan yang
signifikan dibandingkan dengan siklus I.
Berdasarkan hasil temuan penelitian, peningkatan kemampuan menulis
cerpen berdasarkan pengalaman orang lain dengan media film pendek pada siswa
7
kelas X-4 SMAN 2 Batu siklus II sudah mengalami peningkatan yang signifikan
dibandingkan dengan siklus I. Pada siklus I, masih terdapat 11 siswa yang
dikategorikan belum tuntas, sedangkan pada siklus II, Semua siswa dikategorikan
tuntas karena mendapat nilai 75 untuk hasil tulisan cerpen mereka.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan
menulis cerpen siswa pada siklus II sudah baik. Semua siswa telah mencapai nilai
di atas KKM. Oleh karena itu, semua siswa dikategorikan tuntas sehingga tidak
perlu diadakan tindakan pembelajaran kemampuan menulis cerpen siklus III.
PEMBAHASAN
Proses Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Media Film
Pendek
Proses Peningkatan Tahap Pramenulis
Pembelajaran menulis cerpen dengan memanfaatkan media film pendek
pada tahap pramenulis meliputi kegiatan guru menjelaskan tujuan pembelajaran
dan prosedur pembelajaran yang akan dilakukan. Siswa dijelaskan tentang materi
menulis cerpen mulai dari penyusunan kerangka hingga menjadi cerpen utuh.
Teori menulis perlu diberikan pada siswa untuk dijadikan bekal. Hal demikian
senada dengan pernyataan Sumardjo (2004:38) bahwa teori menulis perlu
dipelajari bagi mereka yang baru memulai menulis.
Pada siklus I siswa telah dijelaskan materi tentang unsur-unsur pembangun
cerpen yakni tema, judul, penokohan, latar, dan alur. Pada siklus II guru kembali
mengingatkan unsur-unsur pembangun cerpen, memberikan penguatan materi
mengenai tahapan-tahapan alur, dan menambahkan materi tentang unsur bahasa
yakni penyajian dialog, monolog, dan deskripsi dalam cerita. Hal itu disebabkan
pada evaluasi siklus I siswa membutuhkan materi tersebut.
Kegiatan yang dilakukan siswa pada tahap pramenulis yakni menentukan
tema dan judul, menyusun kerangka cerpen yang berisi pengembangan tokoh,
latar, dan peristiwa. Pada dasarnya, langkah yang ditempuh tidak jauh berbeda
dari pendapat Sukino (2010:20) yaitu (1) tahap prapenulisan, (2) tahap penulisan
draf, (3) tahap revisi, (4) tahap pengeditan, dan (5) tahap publikasi. Kegiatan
siswa pada tahap pramenulis hanya sampai pada tahap penulisan draf yakni
penyusunan gagasan dalam bentuk kerangka cerpen.
Berdasarkan paparan data dan proses menulis cerpen dengan media film
pendek, interaksi guru dan siswa pada tahap pramenulis berjalan lancar dan
kondusif. Siswa cukup aktif dan antusias pada pembelajaran menulis cerpen baik
di siklus I maupun siklus II.
Proses Peningkatan Tahap Menulis
Pada tahap menulis siswa mengembangkan kerangka cerpen menjadi
cerpen utuh. Pada tahap pengembangan kerangka cerpen, siswa diberi kebebasan
mengembangkan ceritanya sesuai kreatifitas masing-masing. Kreatifitas
merupakan inti dari kegiatan proses kreatif menulis sastra (Roekhan, 1991:2).
Melalui kreatifitas siswa mampu mengembangkan kerangka cerpen menjadi
sebuah cerita yang utuh dan padu.
Daya kreatifitas siswa dapat dirangsang dengan memanfaatkan media film
pendek. Sebagaimana pendapat Roekhan (1991:9) kreatifitas dapat dirangsang
8
dengan cara (1) mempelajari ide orang lain, (2) meningkatkan pengetahuan, (3)
melakukan perenungan, (4) berlatih, dan (5) terus berpikir kritis.
Penggunaan media film pendek sesuai dengan pernyataan Roekhan bahwa
kreatiftas dapat dirangsang dengan cara mempelajari ide orang lain dan terus
berpikir kritis. Dengan mempelajari ide orang lain melalui film pendek siswa
dapat berpikir kritis untuk mengembangkan film pendek tersebut sesuai
imajinasinya. Media film pendek dapat digunakan sebagai perangsang karena
merupakan sebuah rangkaian cerita yang bisa digunakan untuk memunculkan ide.
Cerpen dibangun oleh unsur intrinsik yang saling terkait sehingga
membentuk cerita yang indah. Unsur intrisik adalah unsur-unsur yang
membangun karya sastra itu sendiri (Sumardjo, 2004:14). Unsur-unsur tersebut
meliputi tema, judul, penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa.
Pada penelitian ini, unsur intrinsik cerpen difokuskan pada tema, judul,
penokohan, latar, alur, dan bahasa.
Berdasarkan paparan data dan proses menulis cerpen dengan media film
pendek, interaksi guru dan siswa berjalan dengan lancar dan kondusif. Siswa
antusias dalam menulis cerpen baik pada siklus I maupun siklus II. Siswa
dibimbing guru dalam mengembangkan kerangka cerpen menjadi cerita yang utuh
dan padu. Proses kegiatan ini mampu meningkatkan motivasi siswa dan
antusiasme siswa dalam menulis cerpen.
Proses Peningkatan Tahap Pascamenulis
Kegiatan pascamenulis dilakukan dengan cara penyuntingan cerpen.
Penyuntingan dilakukan dengan cara saling menukarkan cerpen siswa dengan
milik temannya. Sesuai dengan pendapat Sukino (2010:28) bahwa revisi terfokus
pada isi tulisan. Siswa mengoreksi ejaan, tanda baca, huruf kapital dan
penggunaan bahasa. Pada kegiatan penyuntingan dapat pula dilakukan
pengontrolan bahasa dan nalar yang digunakan tanpa mengubah esensi cerita.
Setelah tahap penyuntingan selesai, cerpen dikembalikan kepada pemiliknya
untuk direvisi agar menjadi cerita yang baik. Hal ini sejalan dengan pendapat
Sumardjo (2004:69) bahwa revisi diperlukan untuk memperbaiki tulisan sehingga
menjadi cerita yang padu.
Berdasarkan paparan proses siklus I dan siklus II dapat diketahui bahwa
dengan memanfaatkan media film pendek mampu meningkatkan motivasi siswa
dalam pembelajaran menulis cerpen tahap pascamenulis. Proses pada tahap
pascamenulis siklus II lebih baik dibanding proses tahap pascamenulis siklus I.
Peningkatan proses kemampuan menulis cerpen tahap pascamenulis disebabkan
karena semua siswa telah melakukan penyuntingan dengan baik dan disertai
komentar.
Hasil Peningkatan Kemampuan Menulis Cerpen dengan Media Film Pendek
Hasil Peningkatan Tahap Pramenulis
Penyusunan kerangka cerpen bertujuan agar hasil karangan tersusun secara
teratur dan isi tulisan tidak keluar dari tujuan awal. Dalam menyusun kerangka
cerpen penulis menyusun peristiwa-peristiwa yang akan dikembangkan dalam
ceritanya nanti. Hal ini sejalan dengan pendapat Sumardjo (2004:69) tentang
tahap inkubasi dalam menulis kreatif cerpen yaitu tahap pengembangan ide
dengan melakukan perincian peristiwa.
9
Pada siklus I, sebagian siswa mampu menyusun kerangka cerpen dengan
baik meskipun masih ada 14 siswa yang dikategorikan tidak tuntas. Pada siklus II,
semua siswa dinyatakan tuntas dalam penyusunan kerangka cerpen. Hal ini
ditandai dengan perolehan skor dan pencapaian kualifikasi baik dan sangat baik
pada siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siklus II mengalami
peningkatan yang signifikan pada penyusunan kerangka cerpen dibandingkan
dengan siklus I.
Hasil Peningkatan Tahap Menulis
Hasil peningkatan tahap menulis cerpen dengan menggunakan media film
pendek difokuskan pada enam unsur. Keenam unsur tersebut yakni (1) tema,(2)
judul, (3) penokohan, (4) latar, (5) alur, dan (6) kebahasaan.
Pertama, tema dalam sebuah cerita. Tema berperan penting karena tema
merupakan dasar dari pengembangan ide cerita. Hal ini sejalan dengan pendapat
Aminuddin (2010:92) bahwa tema tidak berada di luar cerita, tetapi inklusif di
dalam cerita. Semua kejadian dan perbuatan tokoh didasari oleh ide pengarang.
Berdasarkan paparan tersebut dalam menulis cerpen dengan media film pendek ini
siswa dituntut agar mampu menyajikan tema yang menarik, baru, dan sesuai
dengan film pendek. Pada siklus I, sebagian besar siswa sudah mampu
menyajikan cerpen dengan tema yang menarik, baru dan sesuai dengan film
pendek. Meskipun masih ada 3 siswa yang belum tuntas. Akan tetapi, pada siklus
II, semua siswa dinyatakan tuntas dalam pengembangan unsur tema. Hal tersebut
ditandai dengan perolehan skor dan pencapaian kualifikasi baik dan sangat baik
pada siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siklus II mengalami
peningkatan yang signifikan pada pengembangan unsur tema dibandingkan
dengan siklus I.
Kedua, penentuan judul yang harus menggambarkan isi tulisan. Judul yang
menarik, akan membuat pembaca tertarik pada tulisan tersebut. Sebagaimana telah
diungkapkan oleh Keraf (2001:128) Sebuah judul yang baik akan merangsang
perhatian pembaca dan akan cocok pula dengan temanya. Pada siklus I, semua
siswa sudah mampu menyajikan cerpen dengan judul yang menarik, baru, dan
sesuai dengan film pendek. Beberapa siswa mendapat kualifikasi sangat baik.
Akan tetapi, pada siklus II, sebagian besar siswa dinyatakan tuntas dengan
kualifikasi sangat baik dalam pengembangan unsur judul. Hal tersebut ditandai
dengan perolehan skor dan pencapaian kualifikasi baik dan sangat baik pada
siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siklus II mengalami
peningkatan yang signifikan pada pengembangan unsur judul dibandingkan
dengan siklus I.
Ketiga, unsur penokohan dalam sebuah cerita. Sugiharto (2008:7)
berpendapat bahwa keberadaan tokoh dalam cerita hanya akibat dari tokoh itu
diperlakukan seperti orang hidup. Siswa dituntut mampu menghidupkan
cerpennya melalui tokoh-tokoh yang dimunculkan. Pada saat pratindakan siswa
nampak kesulitan dalam menentukan tokoh. Akan tetapi kemampuan siswa
mengalami peningkatan setelah dilakukan tindakan pada siklus I. Siswa sudah
mulai paham dan mampu menyajikan penokohan dengan baik. Hal itu terbukti
dengan perolehan skor maksimal pada beberapa siswa. Pada siklus II kemampuan
siswa pada unsur penokohan semakin mengalami peningkatan. Hal itu terbukti
dengan rata-rata nilai akhir pada spek penokohan mencapai 95 dan semua siswa
10
dikategorikan tuntas. Seluruh siswa mampu mengembangkan unsur penokohan
melalui deskripsi fisik dan watak dengan baik.
Keempat, latar atau setting. Pemilihan setting atau latar dapat membentuk
tema atau plot tertentu. Oleh karena itu, latar harus dibuat selaras dengan tema.
Sejalan dengan pendapat Aminuddin (2010:67) setting adalah latar peristiwa
dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu, maupun peristiwa. Pada
pengembangan unsur latar siswa sudah mampu mengembangkan latar tempat,
latar waktu, dan latar suasana secara rinci serta sesuai dengan film pendek. Hal itu
terbukti dari nilai siswa yang terus mengalami peningkatan mulai dari
pratindakan, sklus I, dan siklus II. Awalnya siswa kesulitan mengembangkan
unsur latar, tetapi setelah diberi tindakan siswa mulai memahami cara menyajikan
unsur latar dengan baik. Pada siklus I kemampuan mengembangkan unsur latar
mengalami peningkatan yang signifikan meskipun masih ada 1 siswa yang
dikategorikan belum tuntas. Akan tetapi pada siklus II semua siswa dikategorikan
tuntas. Rata-rata nilai akhir siklus I pada pengembangan unsur latar sebesar 78
dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 88. Kemajuan yang dicapai
siswa pada siklus II ini menandakan bahwa penggunaan media film pendek
mampu meningkatkan kemampuan siswa dalam mengembangkan unsur latar.
Kelima, pada pengembangan unsur alur terdapat 5 rangkaian peristiwa.
Sesuai dengan pendapat Aminuddin (2010:85) yang menyatakan bahwa alur
dibagi menjadi lima bagian yakni (1) eksposisi, (2) timbulnya konflik, (3)
klimaks, (4) revelasi, dan (5) denouement. Dalam menulis cerpen dengan media
film pendek ini, siswa diarahkan pada pengembangan alur secara rinci dan jelas
agar cerita lebih runtut. Pada siklus I sebagian besar siswa belum mampu
mengembangkan unsur alur dengan baik. Pada aspek ini siswa mendapat nilai
rata-rata akhir 71. Akan tetapi pada siklus II, kemampuan siswa meningkat
dengan rata-rata nilai akhir 85 dan semua siswa dikategorikan tuntas dengan
kualifikasi sangat baik dan baik. Kemajuan yang dicapai siswa pada siklus II ini
menandakan bahwa penggunaan media film pendek mampu meningkatkan
kemampuan siswa dalam mengembangkan unsur alur.
Keenam, unsur kebahasaan dalam sebuah cerita. Sebagai alat komunikasi,
bahasa merupakan saluran untuk mengungkapkan maksud penulis. Menurut Keraf
(2001:10), kemahiran dalam berbahasa baik lisan maupun tulis dapat melancarkan
komunikasi yang jelas dan teratur. Pada pengembangan unsur bahasa siswa sudah
mampu mengembangkan paparan naratif dengan baik. Siswa mampu menyusun
ceritanya melalui dialog-dialog antar tokoh, monolog, dan deskrispi cerita yang
baik. Hal itu terbukti dari nilai siswa yang terus mengalami peningkatan mulai
dari pratindakan, siklus I, dan siklus II. Awalnya siswa kesulitan mengembangkan
dialog, monolog, deskripsi yang runtut, tetapi setelah diberi tindakan siswa mulai
memahami cara menyusun dialog, monolog, maupun deskripsi cerita dengan baik
dan padu. Pada siklus I kemampuan mengembangkan unsur bahasa mengalami
peningkatan yang cukup baik meskipun masih ada 9 siswa yang dikategorikan
belum tuntas. Akan tetapi pada siklus II semua siswa dikategorikan tuntas. Ratarata nilai akhir siklus I pada pengembangan unsur bahasa sebesar 73 dan
mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 80. Kemajuan yang dicapai siswa
pada siklus II ini menandakan bahwa penggunaan media film pendek mampu
meningkatkan kemampuan siswa dalam mengembangkan unsur bahasa.
11
Hasil Peningkatan Tahap Pascamenulis
Menyunting dilakukan guna mendapatkan perbaikan agar menghasilkan
tulisan yang baik. Hal ini sejalan dengan pendapat Rifai (1997:105) bahwa
menyunting berkaitan dengan masalah komunikasi. Tulisan diolah agar isinya
dapat dengan jelas dibaca oleh pembacanya. Pada dasarnya, menyunting adalah
kegiatan yang meliputi memperbaiki naskah atau teks tata bahasa, penggunaan
kata-kata, cara penyajian pokok soal, dan seterusnya agar menarik dibaca dan
mudah dipahami. Pada kegiatan menyunting cerpen ini, penyuntingan difokuskan
pada unsur ejaan (huruf kapital, tanda baca, dan kata depan) dan unsur kebahasaan
(dialog, monolog, dan narasi cerita).
Pada tahap pascamenulis siswa sudah mampu melakukan penyuntingan
dengan baik. Hal ini terbukti dari hasil suntingan siswa yang mengalami
peningkatan mulai dari siklus I dan siklus II. Awalnya siswa kesulitan dalam
menyunting bahkan ada beberapa siswa tidak melakukan penyuntingan. Namun,
pada siklus II semua siswa telah melakukan penyuntingan dengan baik.
Pada siklus I, 21 siswa telah melakukan penyuntingan, 10 di antaranya
menyunting disertai komentar. Sedangkan 5 siswa dikategorikan tidak tuntas
karena tidak melakukan penyuntingan. Akan tetapi pada siklus II, kemampuan
menyunting siswa mengalami peningkatan. Semua siswa dikategorikan tuntas
karena melakukan penyuntingan dan 10 di antaranya menyunting disertai
komentar.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa proses
peningkatan pada tahap pramenulis, menulis dan pascamenulis menunjukkan
bahwa siswa terlihat aktif dan antusias, dan percaya diri dalam pembelajaran
menulis cerpen dengan menggunakan media film pendek. Selain itu, hasil
peningkatan pada tahap pramenulis, menulis, dan pascamenulis menunjukkan
bahwa media film pendek dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen siswa
kelas X-4 SMAN 02 Batu.
Saran
Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan penelitian ini
adalah kepada guru untuk menggunakan media film pendek dalam pembelajaran
menulis cerpen. Kepada peneliti selanjutnya, disarankan untuk menggunakan
media pembelajaran yang lainnya untuk meningkatkan keterampilan menulis
cerpen. Selain itu, penelitian ini juga dapat dikaji lebih mendalam lagi dengan
menggunakan kriteria, evaluasi, dan pendekatan yang berbeda mengenai upaya
meningkatkan keterampilan menulis cerpen.
DAFTAR RUJUKAN
Aminuddin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Endraswara, S. 2003. Membaca, Menulis, Mengajarkan Sastra. Yogyakarta: Kota
Kembang.
Indriana, D. 2011. Ragam Alat Bantu Media Pengajaran. Yogyakarta: Diva Press.
Keraf, G. 2001. Komposisi. Semarang: Bina Putera.
12
Muslich, M. 2012. Melaksanakan PTK Itu Mudah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Rifai, M. 1997. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya
Ilmiah Indonesia. Yogyakarta: Gajahmada University Press.
Roekhan. 1991. Menulis Kreatif: Dasar-Dasar dan Petunjuk Penerapannya.
Malang: Yayasan Asih Asah Asuh.
Sugiharto, T. 2008. Pandai Menulis Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sukino. 2010. Menulis itu Mudah. Yogyakarta: Pustaka Populer LKiS.
Sumardjo, J. 2004. Menulis Cerpen Itu Mudah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wulandari, B. 2011. Peningkatan Keterampilan Menulis Cerpen dengan Media
Benda Tiga Dimensi Siswa Kelas X SMA Darut Taqwa Sengonagung
Pasuruan. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang.
Download