hubungan asupan zat gizi dan penyakit infeksi dengan kejadian

advertisement
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
Asupan Zat Gizi, Stunting, anak umur 24-59 bulan
HUBUNGAN ASUPAN ZAT GIZI DAN PENYAKIT INFEKSI DENGAN
KEJADIAN STUNTING ANAK USIA 24-59 BULAN DI POSYANDU
ASOKA II KELURAHAN BAROMBONG KECAMATAN TAMALATE
KOTA MAKASSAR
1
1
Wina Kurnia S ., Irviani Anwar Ibrahim , Dwi Santy Damayati
1
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri, Makassar
1
Abstract
Background: Stunting is a chronic nutritional problem that arises as a result of
malnutrition which is accumulated in a long time.
Objectives: The research aims to determine the relationship the intake of macronutrients (energy and protein), the intake of micronutrients (vitamin A, vitamin B12,
calcium, fe, zinc and phosphorus) and infectious diseases (URI and diarrhea) to stunting
case on children aged 24-59 months in posyandu Asoka II coastal areas Barombong
Village District of Tamalate Makassar 2014.
Methods: This reasearch is a quantitative research through observational analytic
approach with a cross-sectional study design. The total sample is 62 people use a total
sampling technique.
Results: The results showed that the majority of the sample (54,8%) had problems of
stunting and the rest (45,2%) had normal nutritional status. Based on bivariate analysis, it
showed that there was a relationship between energy intake (p = 0,031), and protein (p =
0,014) with stunting case on children aged 24-59 months in posyandu Asoka II coastal
areas Barombong Village District. There was no association between intake of vitamin A
(p = 0,257), vitamin B12 (p = 0,276), calcium (p = 0,102), fe (p = 0,185), zinc (p = 0,053),
phosphorus (p = 0,063), URI (p = 0,09) and diarrhea (p = 0,895) with stunting case on
children aged 24-59 months in posyandu Asoka II coastal areas Barombong Village
District of Tamalate Makassar.
Conclusions: To prevent the increasing in the prevalence of stunting, parents are
expected to pay more attention to their food to avoid a deficiency of certain nutrients to
improv hygiene practices/higyene and environmental sanitation.
Keywords: Stunting, nutrition intake, URI, diarrhea, children aged 24-59 months,
coastal areas
PENDAHULUAN
Masalah
kekurangan
gizi
yang
mendapat banyak mendapat perhatian akhirakhir ini adalah masalah gizi kronis dalam
bentuk anak pendek (stunting). Stunting
didefenisikan sebagai indeks tinggi badan
menurut umur (TB/U) kurang dari minus dua
standar deviasi (-2 SD) atau dibawah rata-rata
standar yang ada dan severe stunting
didefenisikan kurang dari -3 SD (ACC/SCN,
2000 dalam Paramita, 2012).
Menurut laporan The Lanchet’s (2008)
dalam Paramitha (2012), di dunia ada 178 juta
70
anak berusia kurang dari lima tahun (balita)
yang stunting dengan luas mayoritas di SouthCentral Asia dan sub-Sahara Afrika. Prevalensi
balita stunting pada tahun 2007 di seluruh
dunia adalah 28,5% dan di seluruh negara
berkembang sebesar 31,2 %. Di Indonesia,
trend kejadian stunting pada balita tidak
memperlihatkan perubahan yang bermakna
(Paramitha, 2012).
Berdasarkan data Riskesdas kejadian
stunting pada balita di Indonesia masih sangat
tinggi, yaitu 36,8% (18,8% sangat pendek dan
18,0% pendek) pada tahun 2007 dan menurun
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
sedikit menjadi 35,6% (18,5% sangat pendek
dan 17,1% pendek) atau lebih dari sepertiga
balita di Indonesia mengalami stunting pada
tahun 2010 serta terjadi peningkatan lagi pada
tahun 2013 yaitu 37,2% (18,0% sangat pendek
dan 19,2% pendek).
Menurut Riskesdas (2010) prevalensi di
Provinsi Sulawesi Selatan untuk kategori
sangat pendek 15,8% dan pendek 23,1%,
sehingga prevalensi Stunting di Sulawesi
Selatan yaitu 38,9%. Sedangkan menurut
Riskesdas (2013) prevalensi stunting di
Sulawesi Selatan yaitu sekitar 41%. Masalah
kesehatan masyarakat dianggap berat bila
prevalensi pendek sebesar 30–39 persen dan
serius bila prevalensi pendek ≥40 persen
(WHO 2010). Masalah stunting di Sulawesi
Selatan ini merupakan masalah yang sangat
serius.
Di Kota Makassar prevalensi stunting
pada tahun 2007 sebanyak 26,9% (sangat
pendek yaitu 16,8% dan pendek 10,1%).
Sementara batas Non Public Health Problem
yang ditolerir oleh Badan Kesehatan Dunia
(WHO 2005) untuk kejadian stunting hanya 20
persen atau seperlima dari jumlah total balita
di suatu Negara.
Berdasarkan
data
sekunder
dari
puskesmas Barombong, kasus gizi kurang
pada bulan April 2014 sebanyak 130 balita dan
kasus gizi buruk sebanyak 28 balita dari 1359
jumlah balita. Yang paling banyak kejadian gizi
buruk dan gizi kurang berada di 3 posyandu
yang terletak di wilayah pesisir kelurahan
barombong. Namun yang paling tinggi terletak
di posyandu Asoka II dengan kejadian gizi
kurang sebanyak 10 orang dan gizi buruk
sebanyak 7 orang.
Asupan makanan yang tidak memadai
dan penyakit infeksi merupakan penyebab
langsung terjadinya masalah gizi kurang
(Persagi, 1999 dalam Supariasa 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Aditianti (2010)
mengenai faktor determinan kejadian stunting
pada anak usia 24-59 bulan di Indonesia
menyatakan bahwa adanya penyakit infeksi
dapat memperburuk terjadinya stunting.
Lingkungan permukiman nelayan di
kawasan pesisir pada umumnya merupakan
kawasan kumuh dengan tingkat pelayanan
akan pemenuhan kebutuhan prasarana dan
sarana dasar lingkungan yang sangat terbatas,
khususnya keterbatasan untuk memperoleh
pelayanan sarana air bersih, drainase dan
sanitasi, serta prasarana dan sarana untuk
mendukung kesehatan (Mahmud, 2007).
Masyarakat pesisir memiliki ketergantungan
yang cukup tinggi dengan potensi dan kondisi
Asupan Zat Gizi, Stunting, anak umur 24-59 bulan
sumberdaya pesisir dan lautan. Sehingga
masyarakat
nelayan
akrab
dengan
ketidakpastian yang tinggi karena secara
alamiah sumberdaya perikanan bersifat tidak
menetap. Tidak menutup kemungkinan bahwa
anak yang tinggal di wilayah pesisir dan
merupakan
anggota
keluarga
nelayan
mempunyai asupan zat gizi yang berbeda
dengan anak seusianya yang berada di tempat
tinggal yang berbeda, karena menyangkut
mengenai konsumsi pangan hewani (kerang,
ikan, dan lain-lain) yang cukup tinggi di wilayah
pesisir (Hadju, 2013).
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk
meneliti hubungan asupan zat gizi dan
penyakit infeksi dengan kejadian stunting anak
usia 24-59 bulan di Posyandu Asoka II wilayah
pesisir Keluarahan Barombong Kecamatan
Tamalate Kota Makassar Tahun 2014.
BAHAN DAN METODE
Jenis dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kuantitatif. Lokasi pada penelitian ini
yaitu di posyandu Asoka II wilayah pesisir
Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate
Kota Makassar.
Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan pada
penelitian ini adalah pendekatan analitik
observasional dengan desain potong lintang
(Cross Sectional Study).
Populasi dan Sampel
Populasi adalah semua anak usia 24-59
bulan di Posyandu Asoka II wilayah pesisir
Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate
Kota Makassar tahun 2014. Sampel adalah
anak yang berusia 24-59 bulan. Sampel
diperoleh melalui tekhnik Non Probability
Sampling yaitu dengan metode Total Sampling
artinya semua populasi merupakan sampel.
Metode Pengumpulan Data
Data primer dalam penelitian ini yaitu
data identitas responden, identitas balita,
konsumsi makanan balita dan kejadian sakit
karena infeksi. Semua data-data tersebut
diperoleh dengan wawancara menggunakan
kuesioner. Data tinggi badan diperoleh dengan
mengukur tinggi badan balita menggunakan
Microtoice dan timbangan berat badan untuk
mengetahui berat badan balita. Data sekunder
berupa data jumlah balita dan status gizi balita
puskesmas barombong tahun 2014.
71
Instrumen
Intrumen
yang digunakan adalah
microtoice, timbangan berat badan, kuesioner
penyakit infeksi, formulir recall 24 jam, buku
foto makanan dan DKBM. Microtoice
digunakan untuk mengukur tinggi badan (TB)
balita dengan ketelitian 0,1 cm. Berat badan
diperoleh dengan menggunakan timbangan
berat badan dengan ketelitian 0,1 kg.
Kuesioner digunakan sebagai pedoman
wawancara untuk mengetahui identitas
responden, identitas balita dan penyakit infeksi
yang diderita oleh balita, formulir recall
digunakan untuk mengetahui jenis dan jumlah
makanan yang dikonsumsi serta buku foto
makanan dan DKBM digunakan untuk
memperkirakan ukuran makanan.
Validasi dan Reliabilitasi Instrumen
Uji validitas microtoice dan timbangan
berat badan dilakukan dengan pengkalibrasian
untuk memastikan tingkat validitas alat ukur
yang digunakan sudah baik. Uji validitas
kuesioner dilakukan dengan menggunakan
corrected item-total correlation melalui SPSS.
Berdasarkan uji SPSS yang telah dilakukan,
diperoleh nilai corrected item-total correlation
pada masing-masing pertanyaan dengan nilai
signifikansi 5% bernilai lebih besar dari nilai r
product moment.
Uji reliabilitasi microtoice dan timbangan
berat badan dilakukan dengan pengulangan
pengukuran sebanyak dua kali agar data yang
diperoleh dapat dipercaya dan lebih akurat.
Dari hasil uji validitas, maka butir-butir soal
yang valid kemudian di uji reliabilitasnya. Hasil
uji menunjukkan bahwa nilai Cronbach’s Alpha
pada masing-masing variabel dengan nilai
signifikansi 5% memiliki nilai lebih besar dari
nilai pada tabel r product moment sehingga
semua pertanyan dikatakan reliable.
Formulir recall dilakukan 2 kali tidak
berturut-turut, buku foto makanan dan DKBM
yang digunakan dikelurakan oleh Direktorat
Bina Gizi Depkes dan disesuaikan dengan
jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi
sampel.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Dilakukan editing, coding dan tabulasi
dalam
mengolah
data.
Data
secara
keseluruhan dianalisis dengan menggunakan
program komputerisasi yaitu SPSS (System
Paket Sosial Science) meliputi analisis
univariat dan analisis bivariat. Data jumlah
asupan diperoleh dengan menggunakan
program nutrisurvey. Adapun analisa statistik
72
menggunakan uji chi-square dan fisher’s exact
test.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Karakteristik Responden
Umur (Tahun)
n
%
20-24
25-29
30-34
35-39
40-44
45-49
50-54
Pekerjaan
IRT
Wiraswasta
Guru
Tingkat Pendidikan
Tidak Sekolah
SD/sederajat
SMP/sederajat
SMA/sederajat
Diploma
Sarjana
Jumlah Anggota
Keluarga
3-5 orang
> 5 orang
Total
10
17
16
6
9
2
2
16.1
27.4
25.8
9.6
14.5
3.2
3.2
57
4
1
91.9
6.4
1.6
8
28
11
13
1
1
12.9
45.2
17.7
21.0
1.6
1.6
42
20
62
67.7
32.3
100
Tabel 1 menunjukkan bahwa kelompok
umur responden paling banyak terdapat pada
kelompok umur 25-29 tahun yaitu sekitar 17
orang (27,4%) dari 62 responden sedangkan
yang paling sedikit berada pada kelompok
umur 45-49 dan 50-54 tahun yaitu masingmasing sebanyak 2 orang (3,2%). Untuk
pekerjaan
ibu
kebanyakan
responden
merupakan ibu rumah tangga (IRT) atau tidak
bekerja yaitu sekitar 57 orang (91,9%) dari 62
responden sedangkan yang paling sedikit
adalah guru yaitu hanya 1 orang (1,6%).
Sementara
untuk
tingkat
pendidikan
kebanyakan responden tingkat pendidikannya
SD/Sederajat yakni sekitar 28 orang (45,2%)
dari 62 responden sedangkan yang paling
sedikit adalah Diploma dan Sarjana yakni
masing-masing 1 orang (1,6%). Untuk jumlah
anggota keluarga kebanyakan jumlah anggota
keluarga responden berada pada kisaran 3-5
orang yaitu sebanyak 42 responden (67,7%)
dari 62 responden sedangkan selebihnya atau
20 responden (32,3%) jumlah anggota
keluarganya > 5 orang.
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
Asupan Zat Gizi, Stunting, anak umur 24-59 bulan
Tabel 2.
Distribusi Frekuensi Karakteristik Sampel
Tabel
2
menunjukkan
bahwa
kebanyakan sampel berjenis kelamin laki-laki
yaitu sebanyak 42 orang (67,7%) dari 62 balita
sedangkan
sampel
berjenis
kelamin
perempuan sebanyak 20 orang (32,3%). Untuk
kelompok umur, kebanyakan sampel berada
pada kelompok umur 36-47 bulan yakni sekitar
25 orang (40,3%) dari 62 balita sedangkan
paling sedikit sampel berada pada kelompok
umur 48-59 bulan yakni sekitar 13 orang
(21,0%).
Karakteristik Sampel
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Umur (Bulan)
24-35
36-47
48-59
Total
n
%
42
20
67.7
32.3
24
25
13
62
38.7
40.3
21.0
100
Tabel 3.
Analisis Hubungan Asupan Zat Gizi Makro dengan Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan
Kejadian Stunting
Asupan Zat Gizi Makro
Energi
Protein
Cukup
Kurang
Cukup
Kurang
Normal
n
%
20
57.1
8
29.6
25
54.3
3
18.8
Total
Stunting
n
%
15
42.9
19
70.4
21
45.7
13
81.2
n
35
27
46
16
%
100
100
100
100
P
Value
0.031
0.014
makro dengan kejadian stunting anak usia 2459 bulan di posyandu Asoka II wilayah pesisir
Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate
kota Makassar tahun 2014.
Tabel 3 menunjukkan analisis hubungan
asupan zat gizi makro (energi dan protein)
dengan kejadian stunting diperoleh nilai p
untuk asupan energi p=0,031 dan protein
p=0,014 maka hipotesis Ha diterima yang
berarti ada hubungan antara asupan zat gizi
Tabel 4.
Analisis Hubungan Asupan Zat Gizi Mikro dengan Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan
Kejadian Stunting
Asupan Zat Gizi Mikro
Vitamin A
Vitamin
B12
Kalsium
Fe
Zinc
Fosfor
Total
Normal
n
%
Stunting
n
%
N
%
Cukup
13
54.2
11
45.8
24
100
Kurang
15
39.5
23
60.5
38
100
Cukup
26
48.1
28
51.9
54
100
Kurang
2
25
6
75
8
100
Cukup
8
57.1
6
42.9
14
100
Kurang
20
41.7
28
58.9
48
100
Cukup
9
60
6
40
15
100
Kurang
19
42.2
28
57.8
47
100
Cukup
20
55.6
16
44.4
36
100
Kurang
8
30.8
18
69.2
26
100
Cukup
27
50
27
50
54
100
Kurang
1
12.5
7
87.5
8
100
P
Value
0.257
0.276
0.102
0.185
0.053
0.063
73
Tabel 4 menunjukkan analisis hubungan
antara asupan gizi mikro dengan kejadian
stunting diperoleh nilai p untuk vitamin A nilai
p=0,257, vitamin B12 dengan nilai p=0,276,
kalsium dengan nilai p=0,102, fe dengan nilai
p=0,185, zinc dengan nilai p=0,053, dan fosfor
dengan nilai p=0,063, maka hipotesis Ha
ditolak yang berarti tidak ada hubungan yang
antara asupan zat gizi mikro dengan kejadian
stunting anak usia 24-59 bulan di posyandu
Asoka II wilayah pesisir Kelurahan Barombong
Kecamatan Tamalate Kota Makassar Tahun
2014.
Tabel 5.
Analisis Hubungan Penyakit Infeksi dengan Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan
Kejadian Stunting
Penyakit Infeksi
ISPA
Diare
Total
Normal
n
%
Stunting
n
%
n
%
Ya
1
16.7
5
83.3
6
100
Tidak
27
48.2
29
51.8
56
100
Ya
7
43.8
9
56.2
16
100
Tidak
21
45.7
25
54.3
46
100
P
Value
0.209
0.895
Tabel 5 menunjukkan analisis hubungan
antara penyakit infeksi dengan kejadian
stunting diperoleh masing-masing untuk ISPA
adalah nilai p=0,209 dan diare dengan nilai
p=0,895, maka hipotesis Ha ditolak yang
berarti tidak ada hubungan antara penyakit
infeksi dengan kejadian stunting anak usia 2459 bulan di posyandu Asoka II wilayah pesisir
Kelurahan Barombong Kecamatan Tamalate
Kota Makassar Tahun 2014.
amino dalam satu rantai dan mempunyai berat
molekul 21.500 (Guyton, 2007).
Anindita (2012) dalam penelitiannya juga
menemukan hubungan antara asupan protein
dengan stunting pada balita di Semarang.
Hidayati, dkk (2010), anak batita yang
kekurangan asupan protein mempunyai risiko
3,46 kali akan menjadi anak stunting
dibandingkan dengan anak yang asupan
proteinnya cukup di Surakarta.
PEMBAHASAN
Asupan Zat Gizi Makro
Berdasarkan analisis bivariat energi dan
protein dengan menggunakan uji pearson chi
square diketahui bahwa terdapat hubungan
antara asupan energi (p=0,031) dan protein (p
= 0,014) dengan kejadian stunting pada balita
usia 24-59 bulan di posyandu Asoka II.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Hadju, dkk (2007) yang juga
menemukan bahwa terdapat hubungan antara
asupan energi dengan status gizi menurut
indikator TB/U pada anak balita di Kelurahan
Tamamaung, Kecamatan Panakkukang, Kota
Makassar.
Protein, selain sebagai sumber energi
juga berfungsi sebagai zat pembangun tubuh
dan zat pengatur di dalam tubuh. Salah satu
fungsi utama protein dalam tubuh yaitu
pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan
(Muchtadi 2009). Di dalam tubuh, terdapat
hormon pertumbuhan (growth hormone) yang
juga dinamakan somatotropik hormone (SH)
atau somatotropin yang merupakan molekul
protein kecil yang mengandung 188 asam
Zat Gizi Mikro
Analisis bivariat hubungan antara
asupan gizi mikro dengan menggunakan uji
Pearson Chi Square (Vitamin A, kalsium, fe,
zinc) dan Fisher’s Exact Test (Vitamin B12,
fosfor) diperoleh nilai P untuk vitamin A nilai
p=0,257, vitamin B12 dengan nilai p=0,276,
kalsium dengan nilai p=0,102, fe dengan nilai
p=0,185, zinc dengan nilai p=0,053, dan fosfor
dengan nilai p=0,063, maka Ha ditolak yang
berarti tidak ada hubungan yang antara
asupan zat gizi mikro dengan kejadian
stunting.
Tidak ada hubungan antara asupan
vitamin A dengan kejadian stunting (p=0,257).
Sejalan dengan penelitian Faisal (2012) yang
menunjukkan tidak ada hubungan antara
asupan vitamin A dengan status gizi TB/U.
Hasil penelitian Taufiqurrahman (2009) bahwa
vitamin A bukan faktor risiko kejadian Stunting
pada balita di NTB. Hasil penelitian Faisal
(2012) menunjukkan tidak ada hubungan
antara asupan vitamin A dengan status gizi
TB/U. Hal ini dikarenakan karena vitamin A
berkaitan dengan metabolisme zat gizi makro.
74
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
Secara teori, fungsi vitamin A ini tidak secara
langsung berkaitan dengan pertumbuhan
tulang. Kekurangan vitamin A terjadi karena
kurangnya
konsumsi
terhadap
sumber
makanan yang kaya akan vitamin A.
Umumnya, vitamin A yang dikonsumsi oleh
anak lebih banyak diperoleh dari susu dan
sayuran seperti kangkung dan bayam. Hal ini
disebabkan jenis sayuran ini mudah diperoleh.
Namun, jumlah yang dikonsumsi hanya sedikit
dan kebiasaan anak yang kurang menyukai
sayuran sehingga kebutuhan tidak terpenuhi.
Kurangnya konsumsi buah juga merupakan
penyebab kekurangan vitamin A pada anak
karena
kemampuan untuk membeli buah
sangat rendah juga sebagian besar buah tidak
tersedia untuk dikonsumsi sehari-hari.
Analisis bivariat menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan antara vitamin B12
dengan kejadian stunting dengan nilai
p=0,276. Kekurangan vitamin B12 jarang
terjadi. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak
erat kaitannya dengan kekurangan gizi mikro.
Fungsi utama dari vitamin B12 adalah untuk
mengubah folat menjadi bentuk aktif, dan
dalam fungsi normal metabolisme semua sel,
terutama sel-sel saluran cerna pada manusia,
sumsum tulang, dan jaringan saraf (Almatsier,
2009). Asam folat merupakan perangsang
pertumbuhan yang lebih baik daripada vitamin
B12 (Guyton, 2007).
Analisis bivariat menunjukkan tidak ada
hubungan antara asupan kalsium dan fosfor
dengan kejadian stunting dengan nilai p =
0,102 (kalsium) dan p = 0,063 (fosfor).
Menurut Cox (2002) dalam Mulyani (2009)
kalsium bersama fosfor terutama berperan
untuk memperkuat tulang dan gigi agar tidak
mudah patah dan rusak. Sebagian besar
(99%) kalsium di dalam tubuh terdapat dalam
jaringan keras seperti tulang dan gigi, dan
sisanya tersebar dalam tubuh (Muchtadi,
2008). Efek kumulatif dari deplesi kalsium
selama bertahun-tahun memberikan kontribusi
terhadap frekuensi kejadian osteoporosis pada
usia dewasa (Gibney, 2009). Fungsi dan
metabolisme antara fosfor dan kalsium sangat
erat. Kalsium bersama fosfor bersama-sama
dalam proses kalsifikasi yaitu terbentuknya
matriks mineral. Dengan demikian, kalsium
bersama dengan fosfor lebih berperan dalam
memperkuat tulang.
Dalam penelitian ini menunjukkan tidak
ada hubungan antara asupan (fe) dengan
kejadian stunting pada anak balita dengan nilai
p=0,185. Tidak adanya hubungan antara
asupan
fe
dengan
kejadian
stunting
Asupan Zat Gizi, Stunting, anak umur 24-59 bulan
disebabkan jenis asupan fe yang dikonsumsi
seperti rendahnya asupan besi non heme yang
terdapat pada sayuran. Zat besi juga terdapat
dalam pangan nabati (non heme iron) yang
pada umumnya mempunyai nilai absorpsi yang
lebih rendah dibandingkan dengan absorpsi
zat besi yang berasal dari pangan hewani
(heme iron). Dengan demikian, terdapatnya
anak balita dengan status stunting
pada
asupan fe yang cukup dapat disebabkan oleh
keadaan tersebut. Terdapat pula beberapa
faktor
penghambat
dan
pendukung
penyerapan fe yaitu tannin yang terdapat
dalam teh dapat menghambat penyerapan fe
(Almatsier, 2009). Fosfat dapat membentuk
endapan besi tidak larut yang menyebabkan
besi tersebut tidak dapat diserap (Linder,
2010).
Tidak ada hubungan antara asupan zinc
dengan kejadian stunting anak usia 24-59
bulan di posyandu Asoka II dengan nilai
p=0,053. Hal ini sejalan dengan penelitian
Faisal (2012) zinc tidak berhubungan secara
signifikan terhadap status gizi berdasarkan
TB/U. Zinc terlibat dalam sejumlah besar
metabolisme dalam tubuh. Sebagai contoh, Zn
terlibat dalam keseimbangan asam basa,
metabolisme asam amino, sintesa protein,
sintesa asam nukleat, ketersediaan folat,
penglihatan,
system
kekebalan
tubuh,
reproduksi, perkembangan dan berfungsinya
system saraf. Lebih dari 200 enzim bergantung
pada Zn, termasuk didalamnya carbonic
anhydrase, alcohol dehidrogenase, alkaline
phosphatase,
RNA
polymerase,
DNA
polymerase, nukleosida phosphorilase, protein
kinase, seperoksida dismutase dan peroylpoly
glutamat
hydrolase.
Dengan
melihat
penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa
zinc sendiri berkaitan dengan metabolisme zat
gizi makro. Secara teori, fungsi zinc tidak
secara
langsung
berkaitan
dengan
pertumbuhan tulang (Faisal, 2012).
Secara umum, dalam penelitian ini,
kekurangan zat gizi mikro didominasi oleh
anak balita yang termasuk dalam kategori
stunting. Jumlah yang dikonsumsi tidak dapat
menggambarkan jumlah zat gizi yang terserap
dalam
tubuh
dikarenakan
adanya
kemungkinan gangguan penyerapan dan
konsumsi makanan penghambat zat gizi
tersebut. Selain itu, pola asuh dan riwayat
kelahiran (BBLR) juga berhubungan dengan
kejadian stunting. Hal ini dapat terjadi pada
anak yang telah mengalami gangguan
pertumbuhan sejak dulu dan tidak mampu
mengejar pertumbuhan anak seusianya karena
tidak didukung dengan asupan yang baik.
75
Theron et al (2004) dalam Paramitha
(2012), asupan makanan bukan satu-satunya
penyebab stunting, tetapi penyebabnya
bersifat multifaktor. Faktor-faktor seperti
kemiskinan,
kepadatan
penduduk
dan
kemungkinan kontaminasi makanan berat
lahir, serta penyakit infeksi dapat berdampak
pada status kesehatan anak.
Penyakit Infeksi
Dalam penelitian dengan menggunakan
uji Pearson Chi Square (Diare) dan uji Fisher’s
Exact Test (ISPA) menunjukkan tidak ada
hubungan antara penyakit infeksi dengan
kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan
di posyandu Asoka II dengan nilai p masingmasing diperoleh untuk ISPA adalah 0,209
dan diare dengan nilai p=0,895.
Abuya BA (2012) yang dikutip oleh
Anshori (2013), ISPA yang diderita oleh anak
biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh,
sehingga terjadi peningkatan kebutuhan zat
gizi. Kondisi tersebut apabila tidak diimbangi
dengan makanan yang adekuat, maka akan
timbul malnutrisi dan gagal tumbuh. Begitupula
dengan diare, selama diare terjadi malabsorbsi
zat gizi, dehidrasi dan kehilangan zat gizi. Bila
kondisi tersebut tidak segera ditangani dan
diimbangi asupan makan yang adekuat, maka
akan timbul dehidrasi parah, malnutrisi dan
gagal tumbuh (Dewey KG, 2012 dalam
Nasikhah, 2012).
Tidak adanya hubungan antara
penyakit infeksi (ISPA dan diare) dengan
kejadian stunting disebabkan oleh durasi sakit
yang singkat sehingga tidak mempengaruhi
nafsu makan anak. Selain itu, penyakit infeksi
yang ditanyakan hanya dalam jangka waktu
tiga bulan terakhir (ISPA) dan dua minggu
terakhir (diare) yang belum tentu bisa
merepresentasikan penyakit infeksi yang telah
dialami balita selama hidupnya.
KESIMPULAN
1. Terdapat hubungan yang antara asupan zat
gizi makro dengan kejadian stunting anak
usia 24-59 bulan di Posyandu Asoka II
wilayah pesisir Kelurahan
Barombong
Kecamatan Tamalate Kota Makassar
Tahun 2014.
2. Tidak ada hubungan antara asupan zat gizi
mikro dan penyakit infeksi dengan kejadian
stunting anak usia 24-59 bulan di Posyandu
Asoka II wilayah pesisir Kelurahan
Barombong Kecamatan Tamalate Kota
Makassar Tahun 2014.
3. Diharapkan kepada orang tua lebih
memperhatikan asupan makanan anaknya
76
sebagai
upaya
untuk
menghindari
terjadinya defisiensi zat gizi tertentu serta
memperbaiki praktik kebersihan/higyene
dan sanitasi lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Aditianti. Faktor Determinan “Stunting” Pada
Anak Usia 24 – 59 Bulan Di
Indonesia. Tesis. Bogor : Institut
Pertanian Bogor, 2010.
Almatsier, Sunita. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu
Gizi. Gramedia: Jakarta Pustaka
Utama, 2009.
Anshori, Husein. Faktor Risiko Kejadian
Stunting pada Anak Usia 12-24
Bulan
(Studi
di
Kecamatan
Semarang
Timur).
Skripsi.
Universitas Diponegoro : Semarang,
2013
Anindita, Putri. Hubungan Tingkat Pendidikan
Ibu,
Pendapatan
Keluarga,
Kecukupan Protein & Zinc dengan
Stunting (Pendek) Pada Balita Usia 6
– 35 Bulan di Kecamatan Tembalang
Kota Semarang. Vol. 1 no. 2 (2012)
http://ejournals1.undip.ac.id/index.ph
p/jkm. (Diakses 5 Februari 2014).
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan
Terjemahnya. Jakarta : CV Darus
Sunnah, 2002.
Faisal, Muhammad. Hubungan Asupan Gizi
Mikro Dengan Status Gizi Siswa SD
Inpres 2 Pannampu Kecamatan Tallo
Kota Makassar. Program Studi Ilmu
Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin : Makassar,
2011
Fitri. Berat Lahir Sebagai Faktor Dominan
Terjadinya Stunting Pada Balita (1259) Bulan di Sumatera(Analisis Data
Riskesdas 2010). Tesis. Depok :
Universitas Indonesia, 2012.
Gibney, J. Michael. Human Nutrition. Oxford :
Wily-Black, 2009.
Guyton, C. Arthur. Fisiologi Kedokteran.
Jakarta : EGC. 2007.
Hadju, Veni., Renyoet B. Sarah., Rochimiwati,
Nur. Hubungan Pola Asuh Dengan
Kejadian Stunting Anak Usia 6-23
Bulan Di Wilayah Pesisir Kecamatan
Tallo Kota Makassar. Makassar:
Ilmu Gizi Fakultas
Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin
Makassar
dan
Jurusan
Gizi
Politeknik Kesehatan Kemenkes
Makassar, 2013
Hadju, Veny. Hubungan Pola Konsumsi
Dengan Status Hemoglobin Anak
Media Gizi Pangan, Vol. XVIII, Edisi 2, 2014
Sekolah Dasar Di Wilayah Pesisir
Kota
Makassar
Tahun
2013.
Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat : Universitas
Hasanuddin, 2013
Hidayati, Listyani., Hadi, Hamam., Kumara,
Amitya. Kekurangan Energi dan Zat
Gizi Merupakan Faktor Kejadian
Stunted Pada Anak Usia 1-3 Tahun
yang Tinggal di Wilayah Kumuh
Perkotaan Surakarta, vol. 3, no. 1 (
juni
2010,
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handl
e/123456789/2315
(Diakses
5
Februari 2014).
Husin, Cut Ruhana. Hubungan Pola Asuh
Anak Dengan Status Gizi Balita
Umur 24-59 Bulan Di Wilayah
Terkena Tsunami Kabupaten Pidie
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam
Tahun 2008. Tesis. Medan :
Universitas Sumatera Utara, 2008
Linder, Maria C. Biokimia dan Nutrisi
Metabolisme. Jakarta : UI Pres,
2010.
Mahmud,
Amir.
Model
Komunikasi
Pembangunan Dalam Penyediaan
Prasarana Perdesaan Di Kawasan
Pesisir Utara Jawa Tengah (Studi
Kasus
Desa
Morodemak
dan
Purwosari Kabupaten Demak). Tesis :
Universitas Diponegoro. 2007.
Muchtadi, Deddy. Gizi Anti Penuaan Dini.
Bandung : Alfabeta, 2008.
Mulyani, Endang. Gambaran Konsumsi
Kalsium dan Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Konsumsi
Kalsium Remaja di SMP Negeri 201
Jakarta Barat Tahun 2009. Fakultas
Asupan Zat Gizi, Stunting, anak umur 24-59 bulan
Kesehatan Masyarakat. Universitas
Indonesia : Jakarta, 2009
Nasikhah, Roudhotun. Faktor Risiko Kejadian
Stunting Pada Balita Usia 24-36
Bulan di Kecamatan Semarang
Timur.
Skripsi
:
Universitas
Diponegoro. Semarang. 2012.
Paramitha,
Anisa.
Faktor-Faktor
Yang
Berhubungan
Dengan
Kejadian
Stunting Pada Balita Usia 25-60
Bulan Di Kelurahan Kalibari Depok
2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat : Universitas Indonesia,
2012.
Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta :
Kementrian Kesehatan RI, 2013
Rahim, Fitri Kurnia. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Underweight
Pada Balita Umur 7-59 Bulan Di
Wilayah Puskesmas Leuwimunding
Kabupaten Majalengka Tahun 2011.
Skripsi. UIN Syarif Hidayatullah :
Jakarta, 2011.
RISKESDAS. Laporan Hasil Riset Kesehatan
Dasar Indonesia Tahun 2007, 2010,
2013.
Jakarta:
Departemen
Kesehatan RI, 2008, 2011, 2014.
Supariasa, Nyoman., Bakhri Bachiar., Fajar
Ibnu. Penilaian Status Gizi. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran. 2002.
Taufiqurrahman.,
Hamam,
Hadi.,
Julia,
Madarina.,
Herman,
Susilowati.
Defisiensi Vitamin A dan Zinc
sebagai Faktor Risiko Kejadian
Stunting pada Balita di NTT.
Metodologi
Penelitian
da
Pengembangan Kesehatan Volume
XIX. 2009
77
Download