BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah kesehatan yang terjadi pada masyarakat, terutama dalam siklus kehidupan. Masalah gizi atau kekurangan gizi umumnya terjadi pada balita karena setiap siklus kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan perkembangan (Depkes RI, 2007). Menurut Suhadi (2009) Kekurangan gizi mengakibatkan gagal dalam pertumbuhan dan perkembangan, serta dapat mengakibatkan angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia rawan gizi pada balita. Masa balita sering dinyatakan sebagai masa kritis, karena sangat menentukan dalam upaya untuk mendapatkan sumber daya manusia yang berkualitas, terlebih dapat dilihat pertumbuhan balita pada dua tahun pertama yaitu merupakan masa emas untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Aritonang, 2010). Pemantauan pertumbuhan pada balita sangat penting karena untuk mengetahui ada atau tidaknya hambatan pada saat masa pertumbuhan sejak dini seperti stunting. Stunting merupakan keadaan tubuh yang sangat pendek dengan tingkat standar devisi -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan (Manary dan Solomons, 2009). Stunting pada balita menjadi perhatian khusus karena dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik serta mental anak. Pada balita yang mengalami stunting memiliki resiko terjadinya penurunan pada kemampuan berfikir dan peningkatan resiko penyakit degeneratif dimasa mendatang. Faktor yang mempengaruhi stunting, antara lain asupan makan, penyakit infeksi, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan orang tua, tingkat pengetahuan orang tua, jumlah anak dalam keluarga, dan berat badan lahir. Kurangnya daya beli atau pendapatan ekonomi yang rendah dalam satu keluarga secara tidak langsung akan menyebabkan masalah status pada ibu hamil dimana kekurangan zat besi pada ibu hamil akan berpengaruh terhadap status gizi janin yang akan dilahirkan (Nurhaeni, 2008). Kejadian berat bayi lahir rendah sangat erat kaitannya dengan angka kematian, kesakitan, dan angka kejadian gizi kurang yang akan terjadi di kemudian hari. Anak yang ketika lahir BBLR, tumbuh kembangnya akan lebih lambat dibandingkan dengan anak yang lahir memiliki berat badan lahir normal. Akan tetapi Kosim (2008) menyatakan bahwa tidak semua balita baru lahir yang memiliki berat badan lahir kurang dari 2500gram adalah bayi yang kurang bulan (BKB). Demikian pula tidak semua bayi lahir yang memiliki berat badan lahir lebih dari 2500gram adalah aterm atau bayi cukup bulan (BCB). Penelitian yang dilakukan Fitri (2012), menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara berat badan lahir dengan kejadian stunting di Sumatera. Hal sama juga ditemukan pada penelitian Ergin et al (2007) menyebutkan bahwa berat bayi lahir rendah berhubungan signifikan dengan stunting pada balita. Balita yang mempunyai berat lahir rendah 2 memiliki risiko menjadi stunting sebesar 1,7 kali dibanding balita yang memiliki berat badan normal. Berat lahir rendah merupakan faktor risiko yang sangat signifikan untuk pertumbuhan terutama enam bulan pertama. Berat bayi rendah diikuti asupan makan dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai, sering terjadi infeksi selama masa pertumbuhan yang menyebabkan pertumbuhan akan terhambat akhirnya menjadi pendek (stunting) dan cenderung memiliki status gizi kurang atau buruk (ACC/SCN, 2000). Menurut PAHO (2007) menyatakan bahwa berat bayi lahir sangat tergantung pada status gizi ibu selama kehamilan. Berat lahir juga menjadi indikator tidak langsung untuk mengevaluasi gizi ibu untuk melihat perkembangan bayi di masa yang akan datang. Dalam satu keluarga tentunya mengharapkan kehadiran anak sebagai pelengkap, akan tetapi tidak semua keluarga mengetahui tentang jumlah anak yang baik dalam satu keluarga (Prasetyo, 2008). Jumlah anak >2 merupakan faktor risiko stunting pada usia 24-36 bulan, terbukti dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Chandra (2013) menyatakan bahwa ada kaitannya jumlah anak dengan stunting. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu kurangnya pengetahuan mengetahui jumlah anak yang dianjurkan oleh pemerintah dan tingkat pendidikan orang tua (Nurjanah, 2013). Keluarga yang memiliki banyak anak terutama dengan kondisi sosial ekonomi yang kurang tidak akan dapat memberikan perhatian dan mencukupi asupan makan untuk seluruh anggota keluarganya. Pada dasarnya usia 24-36 bulan adalah usia dimana masa pertumbuhan cepat 3 yang membutuhkan perhatian dan stimulasi untuk perkembangan otaknya disamping membutuhkan zat gizi lengkap untuk pertumbuhan fisiknya. Menurut hasil RISKESDAS tahun 2013 angka prevalensi pendek secara nasional adalah 37,2% yang berarti terjadi peningkatan dari keadaan tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007 (36,8%). Di Jawa Tengah prevalensi stunting sebesar 33,9% yang terdiri 16,9% sangat pendek dan 17% pendek (Riskesdas, 2013). Survey pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Gilingan Surakarta angka prevalensi stunting pada tahun 2013 adalah 16,6% dan pada tahun 2014 angka prevalensi stunting sebesar 15,8%. Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti akan meneliti tentang hubungan berat badan lahir dan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di Puskesmas Gilingan Surakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat diambil perumusan masalah sebagai berikut : “Apakah ada hubungan berat badan lahir dan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting pada anak balita usia 2459 bulan di Puskesmas Gilingan Surakarta.’’ C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan berat badan lahir dan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting pada anak balita di Puskesmas Gilingan Surakarta. 4 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui prevalensi stunting pada balita di Puskesmas Gilingan Surakarta b. Mendiskripsikan berat badan lahir pada balita di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta c. Mendiskripsikan jumlah anak dalam keluarga pada balita di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta. d. Menganalisis hubungan berat badan lahir dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta. e. Menganalisis hubungan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting pada balita usia 24-59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Gilingan Surakarta. f. Menganalisis internalisasi nilai-nilai Islam dalam berat badan lahir, jumlah anak dalam keluarga, dan stunting. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Masyarakat (Ibu Balita) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat khususnya ibu balita supaya memperhatikan status gizi anak balitanya. 2. Bagi Instansi Kesehatan (DKK Surakarta dan Puskesmas Gilingan) Hasil penelitian ini diharapakan dapat memberikan informasi kepada instansi Kesehatan mengenai keterkaitan berat badan lahir dan jumlah anak dalam keluarga dengan status gizi balita tersebut, 5 sehingga dapat digunakan dalam perencanaan program gizi selanjutnya. 3. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dalam menganilisis suatu permasalahan dengan mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh selama mengikuti pembelajaran atau perkuliahan. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup pada penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai hubungan berat badan lahir dan jumlah anak dalam keluarga dengan kejadian stunting pada anak balita di Puskesmas Gilingan Surakarta. 6