BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Stigma Stigma adalah sikap merendahkan seseorang atau kelompok yang memiliki atribut sehingga dapat menyebabkan pandangan masyarakat yang buruk pada seseorang atau kelompok tertentu.Stigma adalah cap atau ciri negatif yang menempel pada pribadi seseorang karena pengaruh lingkungannya (Kamus Bahasa Indonesia ). Stigma terbentuk melalui proses sosial kognitif yaitu : a. Isyarat b. Stereotip, sturuktur pengetahuan yang dipelajari masyarakat umum tentang suatu kelompok sosial yang ditandai. c. Prasangka, orang yang mendukung streotip dan menghasilkan reaksi emosional negatif. d. Diskriminasi, tindakan negatif terhadap orang-orang yang berada diluar kelompoknya. Muncul sebagai penghindaran, tidak bergaul dengan orang dari luar kelompok. (Hinshaw, 2007) Ada beberapa faktor-faktor proses terbentuknya stigma yaitu : a. Label b. Karakteristik pengobatan, rawat inap, perawatan fisik dan pengobatan individual. c. Status ekonomi-sosial d. Media penggambaran. (Scheffer,2003) 2.1.1 Teori Konsep Diri dan Teori Interaksi Simbolik - Teori Konsep Diri Manusia memiliki kapasitas untuk melhat diri mereka sebagai objek, mengembangkan perasaan diri dan sikap terhadap diri sendiri. Hanya manusia yang bisa : a. Menunjukan rasa simbolis bagi orang lain dan aspek dunia di sekitar mereka. b. Mengembangkan sikap dan perasaan objek c. Membangun respon khas terhadap objek. Sehingga mereka bisa menunjukan diri, mengembangkan diri, perasaan, sikap dan membangun respon terhadap diri mereka. (Wiliam James, 1910). - Teori Interaksi Simbolik Interaksionis simbolik, menempatkan penekanan besar pada kapasitas manusia untuk membuat simbol yang digunakan. Berbeda dengan hewan , interaksi simbolik terbatas atau tidak ada, hakikat manusia dan dunia bahwa mereka harus membuat simbolis satu sama lain dari benda, ide dan semua pengalaman. Tanpa kemampuan untuk menciptakan simbol dan menggunakan urusan manusia, pola organisasi sosial diantara manusia tidak dapat dibuat dan dipertahankan. Manusia menggunakan simbol untuk berkomunikasi satu sama lain. Berdasarkan kapasitas mereka untuk menyepakati makna gerakan vokal dan bahasa tubuh. Komunikasi simbolik ini tentu saja sangat kompleks, karena orang menggunakan lebih dari simbol bahasa kata dalam komunikasi. Mereka menggunakan mimik wajah, nada suara, bahasa tubuh dan gerakan simbolik lainnya tang artinya umum dan dipahami. Membaca dan menafsirkan gerak tubuh, manusia berkomunikasi dan berinteraksi. Mereka menjadi mampu saling membaca satu sama lain. Mead menyebutkan kemampuan dasar mengambil peran lain atau peran mengambil kemampuan untuk melihat sikap dan disposisi yang lain untuk bertindak. Pikiran adalah kemampuan untuk berpikir secara simbolis menunjukan, menimbang, mengantisipasi, memetakan dan membangun program tindakan. Sebagai konsep definisi situasi menggaris bawahi, diri masih merupakan konsep kunci dalam literatur interaksionis. Hadir penekanan dalam orientasi interaksionis adalah pada : a. Munculnya konsep diri yang relatif stabil dan abadi konsepsi tentang dir mereka sendiri. b. Kemampuan untuk mendapatkan gambar diri, gambar pada diri sebagai objek dalam situasi sosial. Diri sebagai objek utama yang memberikan definisi pada situasi. Membentuk dari apa yang mereka lihat, rasakan dan lakukan di dunia sekitar mereka. (Mead dan Turner 1986) 2.2 Kebudayaan Kebudayaan merupakan elemen subjektif dan ojektif yang dibuat manusia yang di masa lalu meningkatkan kemungkinan untuk bertahan hidup dan berakibat dalam kepuasaan pelaku dalam lingkungannya, dan demikian tersebar diantara mereka yang dapat berkomunikasi satu sama lainnya, karena mempunyai kesamaan bahasa dan mereka hidup dalam waktu dan tempat yang sama. (Triandis,1994) 2.2.1 Elemen Budaya a. Makanan b. Tempat tinggal c. Pekerjaan d. Pertahanan e. Kontrol sosial f. Perlindungan psikologis g. Keharmonisan sosial h. Tujuan hidup 2.2.2 Pengaruh Budaya : Ruang Lingkup Pelayanan Kesehatan Semua budaya memiliki kepercayaan terhadap penyakit dan kesehatan yang diperoleh dari cara pandang mereka dan disampaikan dari generasi ke generasi. Teori mengenai kesehatan dan penyebab penyakit didasarkan pada pandangan yang dimiliki oleh suatu kelompok. Pandangan ini meliputi sikap, kepercayaan, dan praktik—praktik suatu kelompok terhadap kesehatan dan biasanya disebut dengan sistem kepercayaan kesehatan (Andrews,2008). Sistem kepercayaan kesehatan dibagi dalam tiga kategori besar : a. Tradisi Supernatural/Magis/Religius Tradisi pelayanan kesehatan yang berdasarkan kekuatan supernatural/magis/religius datang dari sistem kepercayaan dimana dunia dianggap sebagai arena dimana kekuatan supernatural yang mendominasi. Penyebab penyakit berhubungan dengan kekuatan spiritual. Ada ilmu sihir, melanggar hal yang tabu, mengganggu objek yang sakit, mengganggu roh yang menyebabkan penyakit dan kehilangan jiwa. Namun dalam beberapa budaya bahwa penyakit merupakan akibat dari roh jahat yang memasuki tubuh seseorang akibat jampi-jampi. Penyakit dianggap sebagai penyembahan pada berhala atau dewa-dewa, makluk bukan manusia (hantu atau roh jahat), dan orang jahat (tukang sihir). Pengobatan penyakit melibatkan hubungan yang positif dengan roh-roh dan dewa-dewa. Pengobatan dilaksanakan oleh seorang penyembuh yang disebut dukun (shaman). Tergantung dari budayanya,penyembuh ini dapat disebut dengan ahli obat, kahuna, curandero, santero atau penyembuh jiwa dan merujuk pada seseorang yang bekerja dengan kekuatan supernatural. b. Tradisi Holistik Kesehatan holistik didasarkan pada prinsip bahwa semua hal tersebut diciptakan saling bergantungan dan berhubungan. Seorang pribadi terdiiri atas bagian yang saling bergantungan yang disebut fisik, mental, emosi, dan rohani. Ketika satu bagian tidak bekerja dengan baik, hal itu akan memengaruhi semua bagian tubuh orang tersebut. Pendekatan holistik terhadap penyebab penyakit beranggapan bahwa ada hukum alam yang mengatur segala sesuatu dan setiap orang ada di alam semesta. Supaya orang sehat, harus hidup selarass dengan hukum alam serta dengan sukarela menyesuaikan diri dan beradaptasi pada perubahan lingkungan. pengobatan Pengobatan Cina. holistik Obat—obatan ditemukan Cina dalam yang praktek berfungsi mengembalikan keseimbangan yin dan yang. c. Tradisi Ilmiah/Biomedis Sistem pelayanan kesehatan ilmiah/biomedis berfokus pada diagnosis objektif dan penjelasan ilmiah atas penyakit. Sistem ini menggunakan pendekatan yang berdasarkan pada bukti tes laboratorium untuk menguji kebenaran penyakit. Tradisi ini menekankan masalah biologis dan menemukan ketidaknormalam dalam tubuh. Penyakit dipercaya datang ketika kondisi seseorang dilihat menyimpang dari kondisi yang seharusnya berdasarkan ilmu biomedis. Pengobatan dalam pendekatan ini dilakukan untuk menghilangkan penyebab penyakitnya, mengobati bagian yang terinfeksi atau mengontrol sistem tubuh yang terinfeksi. 2.3 Gangguan Jiwa Gangguan jiwa sebagai suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distres (misalnya gejala nyeri) atau disabilitas yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting, atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan, nyeri, atau kehilangan kebebasan (American Psychiatric Association, 1994). 2.3.1 Sejarah Gangguan Jiwa Pada masa lalu gangguan jiwa dipandang sebagai kerasukan setan, hukuman karena pelanggaran sosial atau agama, kurang minat atau semangat, dan pelanggaran norma sosial. Penderita gangguan jiwa dianiaya, dihukum, dijauhi, diejek dan dikucilkan dari mayarakat normal. Sampai abad ke-19, penderita gangguan jiwa dinyatakan tidak dapat disembuhkan dan dibelenggu dalam penjara tanpa diberi makanan, tempat berteduh atau pakian yang cukup. Saat ini gangguan jiwa diidentifikasi dan ditangani sebagai masalah medis. Sejarah pendekatan mengatakan, terhadap ada gangguan beberapa jiwa. perkembangan Pertama, pendekatan spiritual. Sejak zaman purba sampai abad 19 penyakit mental dipandang terutama sebagai masalah moral dan spiritual. Mereka dianggap sebagai kerasukan roh. Oleh karena itu, pendekatannya lebih cenderung secara rohani, misalnya dengan exorcism, dan ritual - ritual agama untuk mengusir roh-roh jahat tersebut. Kedua, pendekatan biologis. Mulai abad ke-19 muncul pendapat yang menganggap penyakit jiwa lebih disebabkan oleh faktor biologis (fisik) yang dipelopori oleh Grey, (1854). Dibawah kepemimpinannya rumah sakit berkembang, dan pendekatan terhadap pasien lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan kurangnya insulin dalam tubuh. Lalu, dikembangkan terapi injeksi insulin. Juga dimulai adanya bedah otak (di London), lalu diyakini bahwa gangguan jiwa disebabkan adanya kelainan otak pasien. Ketiga, pendekatan psikologis. Pada abad ke-20 mulai berkembang pendekatan psikologis yang beranggap gangguan jiwa datang karena pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berelasi dengan lingkungan, dan disebabkan hambatan pertumbuhan dalam sepanjang kehidupan individu. Ini dimulai dengan hadirnya teori psikoanalisis dari Freud (1856-1939) dan behavioral model dari John Watson, Ivan Palvov, dan BF Skinner. Sehingga munculah terapi-terapi baru seperti psikoanalisis, behaviour therapy, cognitive therapy, dan lain sebagainya. 2.3.2 Ciri-ciri Gangguan Jiwa Ciri-ciri orang yang mengalami gangguan jiwa menurut Kanfer dan Goldstein (Suliswati, 2005) adalah Pertama, hadirnya perasaan cemas (anxiety) dan perasaan tegang (tension) di dalam diri. Kedua, merasa tidak puas (dalam arti negatif) terhadap perilaku diri sendiri. Ketiga, perhatian yang berlebihan terhadap masalah yang dihadapinya. Keempat, ketidakmampuan untuk berfungsi secara dalam menghadapi problem. Kadang-kadang ciri tersebut tidak dirasakan oleh penderita. Yang merasakan perilaku penderita adalah masyarakat disekitarnya. Orang disekitarnya merasa bahwa perilaku yang dilakukan adalah merugikan diri penderita yang tidak efektif, merusak dirinya sendiri. Dalam kasus demikian seringkali terjadi orang-orang merasa terganggu dengan perilaku penderita. Gangguan jiwa merupakan penyakit yang dialami oleh seseorang yang mempengaruhi emosi, pikiran dan tingkah laku mereka, diluar kepercayaan budaya dan kepribadian mereka, dan menimbulkan efek yang negatif bagi kehidupan mereka atau kehidupan keluarga mereka. Dengan demikian dapat dipahami bahwa gejala-gejala gangguan jiwa ialah hasil interaksi yang kompleks antara unsur somatik, psikologik, dan sosiobudaya. 2.3.3 Penyebab Gangguan Jiwa Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa ialah gejala-gejala patologik dominan berasal dari unsur psikis (Yosep,2011). Hal ini tidak berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Sekali lagi, yang sakit dan menderita ialah manusia seutuhnya dan bukan hanya badannya, jiwanya atau lingkungannya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi, umur dan jenis kelamin, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antara manusia dan sebagainya. Gejala umum atau gejala yang menonjol itu terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin dibadan (somatogenik), dilingkungan sosial (sosiogenik) ataupun dipsike (psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur yang saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbullah gangguan badan ataupun jiwa. Sumber penyebab gangguan jiwa menurut (Yosep,2011) dipengaruhi oleh faktor-faktor pada ketiga unsur (somato-psikososial) yang terus menerus saling mempengaruhi, antara lain: 1. Faktor-faktor somatik (somatogeneik) : a. Neroanatomi b. Nerofisiologi c. Nerokimia d. Tingkat kematangan dan perkembangan organic e. Faktor-fator pre dan peri-natal 2. Faktor-faktor psikologik (psikogenik) atau psikoedukatif : a. Interaksi Ibu-anak: normal (rasa percaya dan rasa aman) atau abnormal berdasarkan kekuranan, distorsi, dan keadaan yang terputus (perasaan tak percaya dan kebimbangan). b. Peranan ayah c. Persaingan antar saudara kandung d. Intelegensi e. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan dan masyarakat f. Kehilangan yag mengakibatkan kecemasan, deresi, rasa malu atau rasa salah. g. Konsep diri: pengertian identias diri sendiri lawan peranan yang tidak menentu. h. Keterampilan, bakat, dan kreativitas. i. Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya. j. Tingkat perkembangan emosi. 3. Faktor-faktor sosio-budaya (sosiogenik) atau sosiokultural : a. Kestabilan keluarga. b. Pola mengasuh anak. c. Tingkat ekonomi. d. Perumahan: perkotaan lawan pedesaan. e. Masalah kelompok minoritas yang meliputi prasangka dan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai. f. Pengaruh rasial dan keagamaan. g. Nilai-nilai. 2.3.4 Macam - Macam Gangguan Jiwa Gangguan jiwa ialah gejala-gejala psikologik dari unsur psikis. Jenis gangguan jiwa : a. Skizofrenia Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat dan menimbulkan disorganisasi personalitas terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai. Pemikiran dan perilaku abnormal pada penderita, perjalanan penyakit bertahap akan menunju kronisitas, jarang terjadi pemulihan sempurna dengan spontan dan penderita tidak diobati biasanya akan menjadi rusak (cacat). b. Depresi Suatu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur, nafsu makan, psikomotor, kelelahan, rasa putus asa,tak berdaya dan rencana bunuh diri. Depresi juga diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna dan putus asa. Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai karakteristik berupa bermacam—macam perasaan, sikap, dan kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu. Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan,kurangnya energi membuat mudah lelah dan berkurangnya aktifitas. Depresi dianggap normal terhadap banyak stres kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang mulai pulih. c. Kecemasan Pengalaman psikis yang biasa dan wajar yang pernah dialami oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Keadaan seseorang merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik. Penyebabnya atau sumber biasanya tidak diketahui. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. d. Gangguan Kepribadian (Bipolar Disorder) Gejala gangguan kepribadian dan gejala nerosa hampir sama pada orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Klasifikasi gangguan; kepribadian paranoid, kepribadian afektif, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian obesifkonpulsif, kepribadian histerik, kepribadian, astenik, kepribadian antisosial dan kepribadian pasifagresif. e. Gangguan Mental Organik Gangguan jiwa yang psikotik atau non-psikotik yang disebabkan oleh gangguan fungsi jaringan otak. Gangguan fumgsi jaringan otak dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang terutama mengenaik otak. Bila bagian otak yang terganggu luas, maka gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian psikotik atau non—psikotik lebih menunjukan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada pembagian akut dan menahun. f. Gangguan Psikomatik Komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah. Gangguan psikomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa organ. g. Retardasi Mental Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh terjadinya hentinya ketrampilan selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. h. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja Anak dengan gangguan perilaku menunjukan perilaku yang tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma—norma masyarakat. Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin lingkungannya, akan tetapi akhirnya faktor ini saling mempengaruhi. Pada gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma mengakibatkan perubahan kepribadian. (RS Amino,2014) dapat 2.4 Stigma Terhadap Gangguan Jiwa Stigma adalah suatu usaha untuk label tertentu sebagai kelompok orang yang kurang patut dihormati daripada yang lain (Sane, 2000). Stigma adalah hal – hal yang membawa aib hal yang memalukan, sesuatu dimana seseorang menjadi rendah diri, malu dan takut karena sesuatu (Salim, 1996). Stigma segala bentuk atribut fisik dan sosial yang mengurangi identitas sosial seseorang mendiskualifikasikan orang itu dari penerimaan seseorang. Masyarakat seringkali memiliki persepsi negatif terhadap kegilaan. Orang gila dianggap sebagai orang yang tidak waras, sinting dan ungkapan kasar lainnya. Masyarakat cenderung menganggap orang dengan kelainan mental sebagai sampah sosial. Pemahaman dan pengertian yang salah tentang gangguan jiwa mungkin karena ketidaktahuan masyarakat pada masalah kesehatan jiwa.Ketidaktahuan ini mengakibatkan persepsi yang keliru bahwa pasien yang mengalami gangguan jiwa merupakan aib keluarga sehingga pasien dikucilkan atau disembunyikan, dipasung dan ditelantarkan. Tanggapan keliru dimasyarakat bahwa penderita gangguan jiwa hanya mereka yang menghuni rumah sakit jiwa atau orang sakit jiwa yang berkeliaran dijalanan. Padahal gangguan jiwa bisa dialami siapa saja, disadari atau tidak. Orang yang sehat secara fisik,bukan tidak mungkin sebenarnya menderita gangguan jiwa tetapi dalam kadar ringan misalkan stress. Persepsi masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa antara lain : 1. Gangguan jiwa disebabkan oleh roh jahat. Kepercayaan masyarkat terhadap mitos, ada yang percaya gangguan jiwa disebabkan karena guna – guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya. 2. Gangguan jiwa itu memalukan , pasien yang mengalami gangguan jiwa merupakan aib keluarga sehingga pasien dan keluarga sering diejek bahkan dikucilkan oleh masyarakat. 3. Pasien gangguan jiwa adalah sampah masyarakat yang mengganggu keindahan dan kenyamanan kota.Perlakuan masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa sangat kasar, dilempari, dipasung, membuang pasien jiwa kedaerah lain. (Niven, 2000)