Depok Juni 2012

advertisement
M akalah Non-Seminar
³3HQHUDSDQ.RQWHNV:DFDQD&XWWLQJGDODP,NODQ'MDUXPWani
Piro Versi Gayus (Sogokan)
oleh
Dzihan Rahma Rahayu
0906527452
Depok
Juni 2012
1 2 3 Penerapan Konteks Wacana Cutting dalam I klan Djarum 76 Wani
Piro Versi Gayus (Sogokan)
oleh
Dzihan Rahma R./0906527452
Program Studi I ndonesia, Fakultas I lmu Pengetahuan Budaya, Universitas
I ndonesia, Depok 16424, I ndonesia
[email protected]
Abstrak
Iklan berfungsi untuk menarik khalayak ramai agar membeli produk yang ditawarkan atau
paling tidak membuat masyarakat menaruh perhatian lebih pada iklan tersebut. Iklan
termasuk dalam wacana. Suatu wacana (dalam hal ini adalah iklan) yang baik mengandung konteks yang
berhubungan dengan latar belakang budaya secara keseluruhan. Salah satu iklan yang merupakan bagian dari
wacana tersebut adalah Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan). Iklan ini sering diperbincangkan
oleh masyarakat karena mengandung keunikan tersendiri. Iklan ini mengandung konteks yang digagasi oleh
Cutting, yaitu konteks situasi (situational context), konteks pengetahuan latar belakang
(background knowledge context), yaitu apa yang diketahui peserta komunikasi tentang mitra
tutur/ tulis (interpersonal knowledge) dan dunia (cultural general knowledge), dan konteks
ko-tekstual (co-textual context). Selain konteks-konteks yang terkandung di dalam iklan
tersebut, konteks daerah asal masyarakat (audience) pun menjadi poin penting dalam
memahami iklan ini.
Kata kunci: iklan, Iklan Djarum 76, konteks
Abstract
Advertising serves to attract the general public to buy products offered or at least make
people pay more attention to the ad. Ad includes in the discourse. A discourse (in this case is
ad) which both contain a context related to the overall cultural backgrounds. One of the ads
that is part of the discourse is Djarum 76 Wani Piro Gayus Version (bribery). This ad is often
discussed by the public because it contains its own uniqueness. This ad contains of Cutting
context, they are the context of the situation (situational context), background knowledge
contact which means the knowledge about the things that participants of communication
known about another participants, including what is said / written (interpersonal knowledge)
and the world (general cultural knowledge), and co-textual context (co-textual context).
Besides all those contexts, the context of the community of origin (audience) becomes an
important point in understanding this ad.
Keywords: advertising, Advertising Djarum 76, context
4 Pendahuluan
SaPVXUL PHQJDWDNDQ EDKZD LVWLODK ³ZDFDQD´ mengacu ke rekaman
kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi. Komunikasi itu dapat
menggunakan bahasa lisan dan dapat pula memakai bahasa tulisan. (Cahyono, 1995:
227). Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku, ensiklopedia, dan
sebagainya), paragraf, ayat, atau kata yang membawa amanat yang lengkap. Pengertian wacana dari
ahli bahasa tersebut mengungkapkan bahwa kata-kata dapatlah menjadi sebuah wacana karena dia
mempunyai makna yang dapat berhubungan dengan lingkungan sekitar. Salah satu bagian dari
wacana adalah iklan.
Iklan, menurut KBBI, adalah berita atau pesan untuk mendorong, membujuk
khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan. Iklan yang baik
haruslah bersifat persuasif, yaitu menarik khalayak ramai untuk membeli produk yang
ditawarkan ataupun membuat iklan WHUVHEXWPHQGDSDWNDQSHUKDWLDQ³OHELK´ dari masyarakat. Salah
satu iklan yang saat ini sering dipakai jargonnya dan menarik banyak masyarakat adalah Iklan
Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan). Di dalam iklan ini diceritakan bagaimana seorang jin
juga dapat berkorupsi layaknya Gayus, yaitu tersangka korupsi yang sampai saat ini masih sering
dibicarakan.
Melalui makalah yang membahas mengenai Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus
(Sogokan) inilah diteliti mengapa iklan tersebut dapat menarik perhatian masyarakat saat ini.
Penelitian dilakukan melalui verbatim iklan, konteks yang terkandung di dalamnya, dan juga
pengaruh asal daerah dengan konteks wacana Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan).
Penelitian juga dilakukan dengan mewawancarai 20 orang mahasiswa dengan beragam latar
belakang daerah yang berbeda untuk mengetahui pendapat-pendapat mereka mengenai iklan ini dan
juga tentunya penelitian melalui video iklan tersebut yang berada di situs Youtube.
Dalam pembuatan makalah ini, digunakan metode penelitian kualitatif, yaitu metode
yang lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai alat. Melalui
penelitian kualitatif, peneliti harus mampu mengungkapkan gejala sosial di lapangan
dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus
5 dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu mengungkap data
yang tersembunyi melalui bahasa tutur, bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapanungkapan yang berkembang dalam dunia dan lingkungan responden.
Berdasarkan metode kualitatif, teknik pengumpulan data yang dilakukan di
dalam penelitian ini adalah melalui wawancara terhadap 20 orang mahasiswa FIB
Universitas Indonesia dengan latar belakang daerah yang beragam. Pertanyaan yang
diajukan hanya satu, yaitu apakah iklan ini menghibur atau tidak dan kemudian
alasan mengapa iklan ini dapat menghibur atau sebaliknya. Pemilihan narasumber
dimaksudkan untuk mengetahui latar belakang pengetahuan mereka mengenai bahasa
Jawa yang digunakan di dalam Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan)
dan juga mengetahui hal menonjol menurut setiap narasumber yang tampil dalam
iklan itu. Melalui penelitian mengenai pengetahuan tentang iklan Wani Piro dari
setiap narasumber inilah nantinya ditarik kesimpulan mengenai hal-hal yang
membuat iklan ini begitu ramai diperbincangkan di tengah masyarakat, terutama
penyebutan jargon Wani Piro.
Selain itu, tidak kalah pentingnya, penelitian ini dilakukan dengan teknik
participant observant atau mengamati perilaku individu (dalam hal ini adalah objek
atau sampel yang diteliti), interaksi mereka dalam setting penelitian, yaitu melalui
video Iklan Djarum 76 yang bersumber dari situs Youtube sehingga peneliti dapat
memperoleh data khusus yang jumlahnya mencukupi dan dapat diteliti secara lengkap
dan berurutan.
ANALI SI S KONTEKS I KLAN DJARUM 76 WANI PI RO VERSI GAYUS
(Sogokan)
-
Konteks dalam Wacana
Sebelum memasuki konteks yang terdapat di dalam Iklan Djarum 76 Wani
Piro Versi Gayus (Sogokan), sebelumnya dipaparkan terlebih dahulu mengenai apa
yang dimaksud dengan konteks wacana.
Salah satu hal yang perlu diketahui mengenai wacana adalah meskipun
wacana tersebut hanya tampak seperti kata-kata dan kalimat-kalimat, namun
6 sesungguhnya wacana tersebut terdiri atas makna-makna. Makna tersebut kemudian
dapat dikomunikasikan, melalui lambang tertulis maupun lambang bunyi. Makna
yang dapat dikomunikasikan di luar lambang tertulis inilah yang akan bergantung
kepada konteks yang ada di dalam wacana tersebut. Konteks adalah teks yang
menyertai teks itu. Pengertian mengenai hal yang menyertai teks itu tidak hanya
meliputi teks yang dilisankan dan ditulis, tetapi termasuk pula kejadian-kejadian
nirkata (non-verbal) lainnya, yaitu keseluruhan lingkungan teks.
Malinowski di dalam Bahasa, Konteks, dan Teks (Halliday dan Hasan, 1992)
mengatakan bahwa dalam melihat suatu pemerian teks yang lengkap, perlu diberikan
perian tentang latar belakang budayanya secara keseluruhan. Artinya, selain meneliti
melalui teks itu sendiri, penelusuran makna teks juga dilihat dari keterlibatan
interaksi kebahasaan dalam jenis apa pun, pertukaran jenis-jenis percakapan,
pengamatan-pengamatan jarak dekat, dan suara-suara yang mengitari peristiwaperistiwanya, dan juga melalui sejarah budaya secara keseluruhan yang berada di
belakang para pemeran serta kegiatan teks yang menentukan signifikannya bagi
budaya yang bersangkutan, baik itu bersifat praktis maupun ritual. Oleh karena itu,
Malinowski memperkenalkan dua gagasan yang diperlukan untuk memahami suatu
teks (dalam hal ini juga dapat digunakan untuk wacana) sebaik-baiknya, yaitu
konteks situasi dan juga konteks budaya.1 Konteks situasi adalah konteks di mana
peserta yang terlibat di dalam percakapan tersebut sedang membicarakan suatu teks
(percakapan) yang relevan dengan situasi yang terjadi di sekitar mereka (lingkungan
teks maupun di luar teks), sedangkan konteks budaya, yaitu konteks di mana peserta
yang terlibat di dalam teks (percakapan) tersebut melakukan kegiatan dengan waktu
dan tempat yang berbeda. Oleh karena itu, seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa
semua teks dan juga wacana dapat dipahami berdasarkan konteks situasi dan budaya
yang jelas sama berlaku untuk setiap kelompok masyarakat di setiap perkembangan.
Anggota masyarakat suatu budaya memanfaatkan hubungan yang erat antara
wacana dengan situasi yang berada di sekeliling mereka sebagai dasar interaksi antar
1
M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa Konteks dan Teks, (Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1992). 7 perseorangan. Berdasarkan hasil interaksi itu, bukan berarti bahwa pelaku (anggota
masyarakat, pelaku dalam situasi, pelaku dalam peristiwa, dan juga ahli bahasa)
tersebut dapat mengetahui pasti atau menebak terlebih dahulu mengenai makna yang
terkandung di dalam wacana tersebut. Hal yang ingin disampaikan melalui perkara di
sini adalah bahwa semua pelaku-pelaku peristiwa tersebut dapat dan biasa (serta
harus) menarik dari kesimpulan wacana itu sendiri mengenai jenis makna yang sangat
mungkin disampaikan dan juga kesimpulan dari teks untuk memahami situasinya.
Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas, terdapat tiga ciri konteks situasi yang
dapat digunakan untuk memahami suatu wacana. Tiga ciri konteks situasi wacana
tersebut adalah sebagai berikut.
1. Medan wacana: menunjuk pada hal yang sedang terjadi, pada sifat dan tindakan
sosial yang sedang berlangsung; apa sesungguhnya yang sedang disibukkan oleh
para pelibat, yang di dalamnya bahasa ikut serta dalam unsur pokok tertentu.
2. Pelibat wacana: menunjuk pada orang-orang yang mengambil bagian, pada sifat
para pelibat, kedudukan dan peranan mereka, jenis-jenis hubungan peranan apa
yang terdapat di antara para pelibat, termasuk hubungan-hubungan tetap dan
sementara, baik jenis peranan tuturan yang mereka lakukan dalam percakapan
maupun rangkaian keseluruhan hubungan-hubungan yang secara kelompok
mempunyai arti penting yang melibatkan mereka.
3. Sarana wacana: menunjukkan pada bagian yang diperankan oleh bahasa, hal yang
diharapkan oleh para pelibat diperankan bahasa dalam situasi itu: organisasi
simbolik teks, kedudukan yang dimilikinya,dan fungsinya dalam konteks,
termasuk salurannya (apakah dituturkan atau dituliskan atau semacam gabungan
keduanya?) dan juga metode retoriknya, yaitu apa yang akan dicapai teks
berkenaan dengan pokok pengertian seperti bersifat membujuk, menjelaskan
mendidik, dan semacamnya. (Halliday dan Hasan, 1992: 17).
Tiga konteks situasi tersebut sejalan dengan konteks yang diterapkan oleh
Cutting dalam memahami suatu wacana. Menurut Cutting, ada tiga jenis konteks
yang dapat menjadi acuan penelitian terhadap sebuah wacana, yaitu konteks situasi
8 (situational context) yang berarti hal-hal apa sajakah yang diketahui oleh peserta
komunikasi tentang apa pun di sekeliling mereka, konteks pengetahuan latar belakang
(background knowledge context), yaitu apa yang diketahui peserta komunikasi
tentang mitra tutur/ tulis (interpersonal knowledge) dan dunia (cultural general
knowledge), dan konteks ko-tekstual (co-textual context), yaitu apa yang diketahui
oleh peserta komunikasi tentang apa yang telah dikatakan/dinyatakan. Ketiga
kandungan di dalam konteks Cutting inilah yang akan digunakan untuk menganalisis
konteks wacana Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus.
Konteks menurut Cutting ini, selain dapat diterapkan untuk menganalis
wacana, salah satunya yaitu wacana Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus
(Sogokan), juga dapat diterapkan di dalam percakapan sehari-hari, seperti berikut ini.
A: Jadi, kamu kemarin pergi ke Bromo, ya? Keren, kan? (tersenyum)
B: Iya, bagus banget. Kamu pernah pergi ke Bromo sebelumnya? (sambil
merapikan buku)
A: Iya, sudah pernah.
B: Kemarin saya di sana melihat sun rise.
A: Wah!!!
B: Iya, aku pergi dengan Deqi dan Zizi.
A: Zizi? Masa sih, dia ikut? (terheran)
B: Iya, dia ikut juga, memang awalnya tidak mau karena dia takut kedinginan,
tetapi setelah dipaksa oleh aku dan Deqi, akhirnya mau juga.
A:Oh, hahaha..
Percakapan di atas merupakan sebuah teks yang kemudian menjadi wacana
karena dia berhubungan dengan suatu konteks. Penjelasan terhadap percakapan di
atas jika dijelaskan melalui konteks Cutting menurut poin yang pertama (konteks
situasional) (situational context) adalah di ruangan kelas. Hal tersebut dapat
ditunjukkan dengan kegiatan B yang sedang merapikan buku. Selain itu, mereka juga
tahu mengenai situasi percakapan yang sedang mereka bicarakan, yaitu pergi ke
Gunung Bromo. Kemudian, penjelasan mengenai poin kedua, yaitu konteks
pengetahuan latar belakang bahwa dapat disimpulkan A dan B sama-sama
9 mempunyai pengetahuan mengenai daerah Gunung Bromo yang indah. Hal ini dapat
dilihat dari reaksi A yang menyatakan bahwa Gunung Bromo itu indah dan kemudian
disetujui oleh B. Pengetahuan A dan B mengenai keindahan Gunung Bromo
disebabkan karena mereka sama-sama berasal dari Indonesia. Hal ini merupakan
pengetahuan umum kultural (cultural general knowledge). Konteks pengetahuan latar
belakang juga dapat dilihat dari sikap yang agak terkejut ketika tahu bahwa
temannya, Zizi ikut B ketika melihat sun rise (terbitnya matahari) di Gunung Bromo.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya A tahu jika Zizi tidak tahan oleh cuaca
dingin. Pengetahuan A mengenai Zizi inilah yang dapat disebut sebagai pengetahuan
latar belakang peserta komunikasi mengenai mitra tutur/tulis (interpersonal
knowledge). Terakhir, konteks ko-tekstual (co-textual) yang dapat ditunjukkan dari
percakapan tersebut adalah bahwa akhirnya A tahu Zizi akhirnya memutuskan untuk
ikut melihat sun rise di Gunung Bromo karena dipaksa oleh B dan Deqi. Hal ini
sesuai dengan pengertian konteks ko-tekstual, yaitu apa yang diketahui oleh peserta
komunikasi tentang apa yang telah dikatakan/dinyatakan.
Penerapan konteks Cutting di dalam percakapan di atas dikatakan dapat
diterapkan di dalam Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan) karena iklan
ini dicurigai mengandung semua unsur ketiga kandungan di dalam konteks tersebut.
Namun, yang menjadi tambahannya adalah peserta komunikasi di dalam Iklan
Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan), selain pelaku peristiwa di dalam iklan
tersebut, yaitu juga terdapat masyarakat atau penonton yang menikmati Iklan Djarum
76 ini.
Analisis I klan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan) melalui Konteks
Cutting
Dalam menganalisis iklan ini, sebelumnya akan diberikan verbatim yang
terkandung di dalam Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan). Verbatim
adalah kata demi kata; menurut apa yang tertuang di tulisan (KBBI, 2005: 1260).
Untuk menganalisis konteks wacana Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus
10 (Sogokan) perlu diketahui verbatimnya terlebih dahulu. Verbatim di dalam Iklan
Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan) adalah sebagai berikut.
Petugas administrasi
³Hmmm´
Laki-laki yang mengajukan proses administrasi
³'DVDUUDPSRN´
Jin
³.XEHUL
VDWX
SHUPLQWDDQ
monggo´
Laki-laki yang mengajukan proses administrasi
³0DXNRUXSVLpungli, sogokan,
ilang dari muka bumi! Iso-LQ"´
Jin
:³+KKKK«Bisa
diatur.
Wani
Piro"´
Wacana Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan) dapat dianalisis
melalui konteks menurut pendapat Cutting karena konteks Cutting ini juga sejalan
dengan pendapat Malinowski mengenai kandungan konteks situasi dan juga konteks
budaya yang terkandung di dalam suatu budaya. Konteks situasi dan konteks budaya
yang diterapkan oleh Malinowski pun terwakili oleh tiga kandungan konteks dari
Cutting, yaitu konteks situasional (situational context), konteks pengetahuan latar
belakang (background knowledge context), dan konteks ko-teks (co-textual context).
Wacana yang baik adalah wacana yang maknanya dapat tersalurkan dan
mengena tepat ke sasaran. Selain itu, makna atau gagasan yang diusung di dalam
wacana tersebut pun harus dapat terkomunikasikan kepada pihak ketiga (pihak yang
dituju). Dalam hal ini, iklan ditujukan untuk menarik perhatian penonton. Iklan yang
baik adalah iklan yang bersifat persuasif, yaitu iklan yang dapat bersifat membujuk
atau merayu masyarakat (penonton) untuk membeli produk yang diiklankan ataupun
membuat masyarakat memSXQ\DLGD\DSHUKDWLDQ³OHELK´ terhadap iklan tersebut.
Salah satu iklan yang dicurigai telah menarik banyak perhatian penonton
adalah Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan). Jargon Wani Piro
11 seringkali diucapkan di kalangan masyarakat ketika mereka sedang berbincangbincang ataupun sekadar melakukan obrolan selingan biasa. Fenomena mengapa
iklan ini sering diperbincangkan di tengah masyarakat dibahas melalui analisis
konteks Cutting.
Kandungan konteks yang pertama adalah konteks situasional (situational
context), yang mengacu pada hal-hal apa sajakah yang diketahui oleh peserta
komunikasi tentang kejadian dan situasi di sekeliling mereka. Selain pelaku-pelaku
peristiwa yang ada di dalam iklan ini, yaitu petugas administrasi (seseorang yang
didandani mirip seperti Gayus), laki-laki yang mengajukan proses administrasi (yang
berhubungan dan berkegiatan langsung dengan petugas administrasi), dan juga jin
VRVRN µSHQRORQJ¶ GL GDODP LNODQ LQL PDV\DUDNDW \DQJ EHUODNX VHEDJDL SHQRQWRQ
juga merupakan bagian dari peristiwa komunikasi di dalam iklan ini karena memang
menjadi tujuan dari iklan itu sendiri, yaitu menarik hati penonton yang melihatnya.
Selain itu, mengapa masyarakat (penonton) berlaku sebagai pelaku komunikasi
karena masyarakat merupakan incaran atau sasaran yang dituju oleh iklan ini agar
makna dari iklan ini dapat tersampaikan.
Konteks situasi pertama yang terdapat di dalam iklan ini adalah situasi
ruangan kantor administrasi. Hal ini berkaitan langsung dengan laki-laki yang
mengajukan proses administrasi dan juga petugas administrasinya. Setelah itu,
konteks situasi juga berlanjut di halaman kantor administrasi, di mana pelaku
peristiwa, yaitu laki-laki yang mengajukan proses administrasi, berhubungan
langsung dengan jin. Kontes situasi yang kemudian ditangkap masyarakat atau
penonton sebagai pelaku yang menjadi sasaran komunikasi pun dapat disimpulkan
menjadi pengetahuan masyarakat mengenai situasi seorang petugas administrasi yang
sedang mengurus urusannya, namun dipersulit oleh sang petugas administrasi dan
kemudian meminta bantuan jin untuk mempermudah urusannya.
Konteks yang kedua adalah konteks pengetahuan latar belakang (background
knowledge context), yang mengacu kepada pengetahuan peserta komunikasi tentang
12 mitra tutur/tulis (interpersonal knowledge) dan dunia (cultural knowledge). Konteks
pengetahuan latar belakang ini dapat dilihat dari pengetahuan pelaku peristiwa di
dalam iklan tersebut, yaitu laki-laki yang mengajukan proses administrasi
menyatakan bahwa petugas administraVLWHUVHEXWDGDODK³UDPSRN´. Pengetahuan lakiODNLLWXPHQJHQDLVLIDW³UDPSRN´ petugas administrasi tersebut menjadi pengetahuan
latar belakangnya mengenai peserta komunikasi lain (interpersonal knowledge),
dalam hal ini, yaitu petugas adminisWUDVL.DWD³UDPSRN´ yang digunakan oleh lakilaki tersebut menjadi pengetahuan latar belakangnya mengenai dunia (cultural
knowledge) bahwa seseorang yang meminta bayaran lebih ketika mengurus sesuatu
agar menjadi lebih cepat dapat dikatakan seperti seoranJ³UDPSRN´.
'LGDODPPDVDODKWHUVHEXW³UDPSRN´ erat kaitannya dengan konteks budaya,
dalam perkara ini, yaitu budaya di Indonesia. Hal ini sejalan dengan konteks Cutting
itu sendiri mengenai konteks pengetahuan latar belakang budaya, namun juga sejalan
dan diperkuat dengan pendapat Malinowski mengenai hubungan erat konteks situasi
dan juga konteks budaya di mana semua bahasa yang digunakan di dalam suatu
peristiwa komunikasi haruslah dipahami berdasarkan konteks situasi yang berlaku
untuk setiap kelompok masyarakat di daerah tertentu. Di Indonesia, sebutan untuk
orang yang suka memanfaatkan uang rakyat atau korupsi, disebut juga rampok dan
terkadang disebut sebagai tikus masyarakat. Pengetahuan latar belakang mengenai
dunia/budaya inilah yang mendasari laki-laki tersebut untuk menggunakan kata
³rampok´ sebagai predikat yang pantas diberikan untuk petugas administrasi yang
PHPLQWDXDQJ³SHOLFLQ´ kepada dia agar urusannya dipermudah (dipercepat).
Pengetahuan latar belakang yang dimiliki oleh masyarakat (penonton) sebagai
peristiwa kRPXQLNDVL \DQJ GLWXMX PHQJHQDL ³rampok´ ini juga menyebabkan
masyarakat mempunyai perhatian lebih terhadap iklan ini. Iklan ini dapat dimengerti
karena sebagian masyarakat telah memiliki pengetahuan latar belakang mengenai
petugas administrasi tersebut yang memang sengaja dibuat mirip seperti Gayus, yang
merupakan tersangka korupsi di negeri Indonesia. Pengetahuan latar belakang inilah
menjadi bagian konteks yang paling penting. Suatu peristiwa komunikasi dapat
13 tercapai dengan baik apabila ia memiliki konteks situasi dan budaya yang sama yang
terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat yang sama-sama tinggal di
Indonesia dan juga mengetahui mengenai Gayus sang tersangka korupsi dan juga
mengenai budaya korupsi yang terjadi di Indonesia menjadi faktor terbesar mengapa
iklan ini dapat dimengerti karena jika masyarakat tidak mengerti mengenai perkara
tersebut, makna dan tujuan dari iklan ini pun tidak akan tercapai. Tidak adanya
ajakan persuasif kepada penonton untuk membeli rokok (Djarum 76) melalui iklan
ini, rasa penasaran mengenai rokok ini pun dapat timbul ke dalam pikiran masyarakat
karena setidaknya iklan ini telah mengambil perhatian dan pikiran masyarakat
(penonton) sebagai peristiwa komunikasi yang dituju melalui pengetahuan latar
belakang yang telah dibungkus oleh Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus
(Sogokan).
Konteks yang terakhir, yaitu konteks ko-tekstual (co-textual context) adalah
konteks yang mengacu kepada hal yang telah diketahui peserta komunikasi tentang
apa yang telah dikatakan/dinyatakan. Konteks ko-tekstual yang terjadi pada wacana
iklan tersebut adalah bahwa melalui iklan ini masyarakat menjadi tahu bahwa orangorang yang memegang kekuasaan atau pemerintahan tertentu seringkali melakukan
korupsi kepada rakyat kecil dengan memanfaatkan hal-KDO³VHSHOH´VHSHUWL\DQJWHODK
digambarkan dalam Iklan Djarum 76 Wani Piro ini.
Melalui penjelasan mengenai konteks wacana dan juga analisis wacana Iklan
Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan) terlihat bahwa konteks-konteks yang
terkandung di dalam iklan tersebut mempunyai pengaruh yang sangat penting
terhadap masyarakat yang menontonnya. Penyebutan wani piro yang seringkali
diucapkan di kalangan masyarakat juga didapat melalui iklan tersebut yang
disebabkan oleh konteks-konteks, terutama konteks pengetahuan latar belakang yang
membungkus Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan). Namun,
ketertarikan masyarakat terhadap iklan ini, selain karena konteks yang terkandung di
dalamnya, sebenarnya juga karena penyebutan wani piro oleh sang jin yang dianggap
lucu dan unik. Hal ini dapat diwakilkan melalui beberapa wawancara yang dilakukan
14 kepada beberapa narasumber yang berasal dari beberapa latar belakang daerah yang
berbeda-beda.
Pengaruh Konteks Asal Daerah dengan Konteks Wacana I klan Djarum 76 Wani
Piro Versi Gayus (Sogokan)
Wawancara kepada beberapa mahasiswa FIB UI dilakukan untuk mengetahui
pendapat mereka terkait dengan iklan Djarum 76, Wani Piro (Versi Gayus)
(Sogokan). Narasumber berjumlah 20 orang yang berasal dari 10 orang (5 laki-laki
dan 5 perempuan) yang berasal dari daerah Jawa dan juga 10 orang (5 laki-laki dan 5
perempuan) yang berasal dari luar Jawa. Pemilihan narasumber dengan daerah Jawa
ini didasarkan pada iklan Djarum 76 yang memakai bahasa Jawa dan juga non-Jawa
untuk mengetahui pendapat mereka mengenai iklan tersebut walaupun dengan
keterbatasan pengetahuan mereka mengenai bahasa Jawa.
Setelah dilakukan wawancara terhadap 20 orang mahasiswa FIB tersebut,
dapat disimpulkan bahwa pengaruh asal daerah dapat menjadi poin penting setelah
poin utama konteks wacana Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi Gayus (Sogokan). Dari
20 orang mahasiswa, hanya dua orang yang mengatakan bahwa iklan ini tidak terlalu
dimengerti ataupun bersifat menghibur. Satu narasumber mengatakan bahwa iklan itu
memang benar-benar tidak menghibur dan satu narasumber lainnya mengatakan
bahwa ia tidak merasa terhibur karena pada awalnya tidak mengerti mengenai
maksud dari iklan tersebut. Sejumlah 18 orang narasumber lain (yang berasal dari
daerah Jawa maupun non-Jawa) mengatakan bahwa Iklan Djarum 76 Wani Piro Versi
Gayus (Sogokan) bersifat menghibur karena konteks korupsi yang terdapat di dalam
iklan tersebut dan juga penyebutan wani piro \DQJEHUDUWLµEHUDQLED\DUEHUDSD¶-DGL
konteks asal daerah juga menjadi poin penting di dalam iklan ini karena apabila
mereka tidak mengetahui arti dari wani piro yang memang berasal dari bahasa Jawa,
konteks Gayus dan jin yang suka melakukan korupsi dengan mengatakan wani piro
pun tidak akan tersampaikan.
15 Simpulan
Iklan Djarum 76 sering diperbincangkan oleh masyarakat karena keunikannya
dalam mengemas permasalahan sosial yang terjadi di dalam negeri ini, yaitu korupsi.
Iklan ini dikemas dengan kandungan konteks Mallowski, yaitu konteks situasi dan
konteks budaya dan juga terutama konteks Cutting, yaitu konteks situasi (situational
context) yang berarti hal-hal apa sajakah yang diketahui oleh peserta komunikasi
tentang apa pun di sekeliling mereka, konteks pengetahuan latar belakang
(background knowledge context), yaitu apa yang diketahui peserta komunikasi
tentang mitra tutur/ tulis (interpersonal knowledge) dan dunia (cultural general
knowledge), dan konteks ko-tekstual (co-textual context), yaitu apa yang diketahui
oleh peserta komunikasi tentang apa yang telah dikatakan/dinyatakan
Selain itu, konteks daerah asal penonton (audience) juga menjadi poin penting
dalam menangkap maksud iklan ini. Penggunaan jargon terkenal, wani piro yang
merupakan bahasa Jawa adalah garis besar yang membuat iklan ini terdengar unik.
Bagi penonton yang tidak mengetahui arti dari wani piro DWDX ³XDQJQ\D EHUDSD"´
tersebut, makna dari iklan ini pun tidak tersampaikan. Penggabungan unsur konteks
Cutting dan juga konteks daerah asal penontonnya membuat iklan ini cukup berhasil
diminati masyarakat.
Daftar Acuan
Brown, Gillian dan Goerge Yule. 1996. Discourse Analysis. Cambridge: Cambridge
University Press.
Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga
University Press.
Cutting, Joan. 2008. Pragmatics and Discourse. London: Routledge
Endraswara, Suwardi. 2006. Metode, Teori, dan Teknik Penelitian Kebudayaan:
Ideologi, Epistemologi, dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Gee, James Paul. 1999. An Introduction to Discourse Analysis Theory and Method:
Edition 2. New York: Routledge.
16 Halliday, M.A.K., dan Hasan, Ruqaiya. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hymes, Dell. 1974. Foundation in Sociolinguistics. Philadelphia: University of
Pennsylvania Press.
Kushartanti; Yuwono, Untung; Lauder, Multamia RMT. 2005. Pesona Bahasa.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Leech, Geoffrey. 1983. The Principles of Pragmatics. New York: Longman Group
Limited
Malinowsky, Bronislaw. 1923. ³7KH 3UREOHP RI 0HDQLQJ LQ 3ULPLWLYH /DQJXDJH´
dalam Ogeden , C.K. dan I.A. Richards (ed). The Meaning of Meaning.
London: Routledge & Keegan. Paul. Ltd
Schiffrin, Deborah. 1994. Approach to Discourse. Massachusetts: Blackwell
Publishers
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia: Edisi
Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Sumber data:
_______. ³The Interpretation Theory: Discourse and The Surplus of Meaning´ http://id.shvoong.com/social-sciences/sociology/2280711-interpretation-theorydiscourse-surplus-meaning/ (diakses tanggal 05 Juni 2012)
BBBBBBB
³,NODQ
'MDUXP
9HUVL
*D\XV´
http://www.youtube.com/watch?v=2fZWuHuHs0Y (diakses tanggal 05 Juni 2012)
17 
Download