1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan sebagian besar kehidupan masyarakatnya masih bercorak agraris karena sesuai dengan iklim Indonesia yang beriklim tropis. Tentunya dengan hal yang demikian, tanah menjadi obyek yang sangat penting seiring dengan perkembangan kehidupan manusia saat ini. Memasuki era modern, tanah tidak lagi hanya sebatas menjadi sumber kehidupan, namun juga sebagai lahan tempat tinggal yang turun temurun untuk melanjutkan kelangsungan generasi kehidupan manusia. Hal ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang sangat erat antara manusia dengan tanah. Dalam arti hukum, tanah memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan keberadaan, kelangsungan hubungan dan perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi orang lain. Untuk mencegah masalah tanah tidak sampai menimbulkan sengketa bahkan konflik dalam masyarakat, diperlukan pengaturan, penguasaan, dan penggunaan tanah atau dengan kata lain disebut dengan hukum tanah.1 Berdasarkan hal di atas, agar jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan dapat diberikan maka diperlukan: 1 K. Wantijk Saleh, 1982, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm.7. 2 1. Tersedianya perangkat hukum tertulis yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten; 2. Penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif.2 Dalam UUD 1945, pengaturan terhadap tanah diatur dalam Pasal 28H ayat (4) bahwa: “setiap orang berhak mempunyai milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun” dan dalam Pasal 33 ayat (3) bahwa: “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Ketentuan lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b UUPA, diatur mengenai hak menguasai dari Negara yang diberikan wewenang untuk: “menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa”. Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, lebih tegas diatur bahwa: “atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Selanjutnya berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UUPA, hak-hak atas tanah yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, adalah: 2 Boedi Harsono, 2008, Hukum Agraria Indonesia Sejarah: Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, hlm.69. 3 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Hak milik; Hak guna-usaha; Hak guna-bangunan, Hak pakai; Hak sewa; Hak membuka tanah; Hak memungut hasil-hutan; Hak-hak yang tidak termasuk dalam hak-hak trsebut di atas yang akan ditetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara ialah hak gadai, hak usaha-bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan Undang-Undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya di dalam waktu yang singkat. Terhadap hak-hak atas tanah tersebut, diperlukan adanya jaminan kepastian hukum yang kemudian diadakannya peraturan mengenai pendaftaran tanah yang dalam UUPA diatur dalam Pasal 19, 23, 32, dan 38. Kemudian mengenai pendaftaran tanah tersebut telah diatur melalui PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (menggantikan Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 tahun 1961) dan dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (PMNA/Ka. BPN) No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dewasa ini pada proses pendaftaran tanah untuk pertama kali tidak selalu berjalan dengan lancar, yang diantaranya disebabkan adanya keberatan dari pihak lain yang merasa berhak. Orang yang keberatan tersebut secara hukum banyak yang memohonkan pencatatan dalam buku tanah atau lebih dikenal dengan istilah pemblokiran tanah atau pencatatan blokir.3 Mereka 3 Berdasarkan hasil wawancara pra-penelitian yang dilakukan Penulis dengan Pegawai Sub Seksi Pendaftaran Hak Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada tanggal 6 Januari 2015. 4 mendasarkan pada Pasal 30 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mengatur sebagai berikut: Pasal 30 ayat (1) huruf c : “yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan tetapi tidak diajukan gugatan ke Pengadilan dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut dan kepada pihak yang keberatan diberitahukan oleh Kepala Panitia Ajudikasi untuk pendaftaran tanah secara sistematik atau Kepala Kantor Pertanahan untuk pendaftaran tanah secara sporadik untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai data yang disengketakan dalam waktu 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik dan 90 (sembilan puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik dihitung sejak disampaikannya pemberitahuan tersebut”. Pasal 30 ayat (1) huruf d: “yang data fisik dan atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan gugatan ke Pengadilan tetapi tidak ada perintah dari Pengadilan untuk status quo dan tidak ada putusan penyitaan dari Pengadilan, dilakukan pembukuannya dalam buku tanah dengan catatan mengenai adanya sengketa tersebut serta hal-hal yang disengketakan”. Pasal 30 ayat (1) huruf e: “yang data fisik atau data yuridisnya disengketakan dan diajukan ke Pengadilan serta ada perintah untuk status quo atau putusan penyitaan dari Pengadilan, dibukukan dalam buku tanah dengan mengosongkan nama pemegang haknya dan hal-hal lain yang disengketakan serta mencatat di dalamnya adanya sita atau perintah status quo tersebut”. Selain itu, pemblokiran tanah juga banyak dilakukan terhadap proses pendaftaran peralihan atau pembebanan hak atas tanah. Sebagai dasar dari tindakan tersebut adalah Pasal 126 PMNA/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang mengatur sebagai berikut: Pasal 126 ayat (1) : “pihak yang berkepentingan dapat minta dicatat dalam buku tanah bahwa hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun akan 5 dijadikan obyek gugatan di Pengadilan dengan menyampaikan salinan surat gugatan yang bersangkutan”. Pasal 126 ayat (2) : “catatan tersebut hapus dengan sendirinya dalam waktu 30 hari terhitung dari tanggal pencatatan atau apabila pihak yang minta pencatatan telah mencabut permintaannya sebelum waktu tersebut berakhir”. Selain adanya permohonan pemblokiran tanah terhadap pendaftaran tanah pertama kali maupun terhadap peralihan atau pembebanan hak atas tanah, terdapat pula permohonan blokir terhadap tanah yang masih berupa verponding di Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta. Hal tersebut menjadi menarik, sebab verponding adalah tanah bekas zaman penjajahan Belanda di Kota Yogyakarta, yang sudah berbentuk sertipikat, namun sertipikat tersebut dibuat oleh pemerintahan Belanda dan diterbitkan sebelum lahirnya UUPA. Tindakan pemblokiran tanah oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada pelaksanaannya sering terjadi permasalahan, antara lain4, (1) banyak pemohon blokir atau kuasanya yang tidak memahami tanah apa saja yang dapat diblokir; (2) pengajuan permohonan pemblokiran tanah tidak dilampiri salinan gugatan sebagaimana dalam batas waktu yang ditentukan. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka Penulis tertarik untuk membuat penulisan hukum dengan judul : “PELAKSANAAN BLOKIR TERHADAP SENGKETA PERTANAHAN PADA PENDAFTARAN TANAH DI KANTOR PERTANAHAN KOTA YOGYAKARTA”. 4 Berdasarkan hasil wawancara pra-penelitian yang dilakukan Penulis dengan Pegawai Sub Seksi Pendaftaran Hak Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta pada tanggal 6 Januari 2015. 6 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat Penulis rumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pemblokiran tanah oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997? 2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta dalam pelaksanaan pemblokiran tanah dan bagaimana upaya mengatasinya? C. Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh Penulis mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan mengkaji pelaksanaan pemblokiran tanah oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta dalam pelaksanaan mengatasinya. pemblokiran tanah dan bagaimana upaya 7 D. Keaslian Penelitian Untuk melihat keaslian penelitian, Penulis telah melakukan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian serta dalam media baik cetak maupun elektronik. Berdasarkan penelusuran, Penulis menemukan beberapa penulisan hukum yang memiliki kemiripan dengan penelitian Penulis yaitu sebagai berikut: 1. Tesis oleh Andi Mardani, S.H. Universitas Diponegoro, pada tahun 2008 dengan judul: “Pelaksanaan Pencatatan Dalam Buku Tanah Menurut Ketentuan Pasal 126 Ayat (1) dan (2) Perarutan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 (Studi Pada Kantor Pertanahan Kota Pontianak). Pada Tesis tersebut mengambil rumusan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana akibat hukumnya terhadap peralihan hak atas tanah dalam hal pencatatan dalam buku tanah pada Kantor Pertanahan Kota Pontianak tidak memenuhi ketentuan Pasal 126 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanaha Nasional Nomor 3 Tahun 1997? b. Mengapa Kantor Pertanahan Kota Pontianak melaksanakan pencatatan dalam buku tanah tidak memenuhi ketentuan Pasal 126 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997? 8 2. Tesis oleh Masnita Dewi Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2010 dengan judul: “Tinjauan Yuridis Terhadap Pemblokiran Sertipikat di Kantor Pertanahan Deli Serdang” Pada Tersis tersebut mengambil rumusan masalah sebagai berikut: a. Apakah faktor-faktor penyebab pemblokiran sertipikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang? b. Bagaimana akibat hukum terhadap pemilik sertipikat atas pemblokiran sertipikat hak atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang? c. Apakah hambatan yang ditemui Kantor Pertanahan dalam pemblokiran sertipikat atas tanah di Kantor Pertanahan Deli Serdang? Berdasarkan penelusuran Penulis, kedua tesis di atas berbeda dengan penulisan hukum yang hendak diteliti oleh Penulis. Perbedaan penelitian Penulis dengan kedua penelitian di atas adalah dari lokasi penelitiannya. Penelitian dalam tesis di atas bertempat di Kota Pontianak dan penelitian dalam tesis kedua di atas bertempat di Kabupaten Deli Serdang, sedangkan dalam penelitian yang hendak dilakukan oleh Penulis bertempat di Kota Yogyakarta. Perbedaan kedua adalah mengenai objek penelitian. Dalam penelitian pertama, yang menjadi objek penelitiannya adalah akibat hukum terhadap peralihan hak atas tanah dalam hal pencatatan dalam buku tanah, serta pelaksanaan pencatatan dalam buku tanah yang tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 126 PMNA/Ka. BPN No. 3 Tahun 1997. Sementara dalam penelitian kedua, yang menjadi objek adalah faktor penyebab 9 pemblokiran tanah, akibat hukum dilakukannya pemblokiran, dan hambatan kantor pertanahan dalam melakukan pemblokiran tanah. Sedangkan dalam penulisan Hukum yang ditulis oleh Penulis disini mengangkat permasalahan mengenai, (1) pelaksanaan pemblokiran tanah oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997; (2) kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh Kantor Pertanahan Kota Yogyakarta dalam pelaksanaan pemblokiran tanah dan bagaimana upaya mengatasinya. Sehingga dalam penelitian Penulis ini, akan diteliti lebih jauh terhadap tanah apa saja yang dapat diblokir dan bagaimana pelaksanaannya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan tanah di Kota Yogyakarta dengan daerah lain, yakni masih adanya tanah berupa verponding, yaitu tanah bekas zaman penjajahan Belanda di Kota Yogyakarta, yang sudah berbentuk sertipikat, namun sertipikat tersebut dibuat oleh pemerintahan Belanda dan diterbitkan sebelum lahirnya UUPA. Dengan demikian penulisan hukum yang disusun oleh Penulis merupakan penulisan hukum yang asli. Penelitian ini justru dapat melengkapi penelitian yang mengangkat topik yang serupa. E. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: 10 1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan hukum di bidang agraria, terutama yang berkaitan dengan permasalahan pelaksanaan pemblokiran tanah, serta untuk memahami langkah-langkah, prosedur, dan syarat-syarat yang harus dilengkapi dalam mengajukan permohonan pencatatan atau pencabutan blokir. 2. Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran, masukan, dan saran, bagi masyarakat umum, pihak-pihak yang mengalami sengketa pertanahan, maupun instansi Badan Pertanahan Nasional, yang berkaitan dengan pelaksanaan pemblokiran tanah. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi pembuatan atau penulisan ilmiah berikutnya.