1 PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap negara tentu harus memiliki tujuan, karena tujuan negara merupakan pedoman atau arah dalam penyelenggaraan negara berlangsung dan pemerintahannya. Tujuan setiap negara berbeda-beda sesuai dengan pandangan hidup rakyat yang sumbernya berasal dari nilai-nilai luhur bangsa. Secara umum, Tujuan Negara adalah menyelenggarakan kesejahteraan dan kebahagian rakyatnya. Dalam perbedaan setiap tujuan negara tentu dipengaruhi oleh tempat, sejarah terbentuknya negara tersebut, dan ideologi yang dianut. Indonesia adalah negara hukum yang berdasar kepada Undang-Undang Dasar 1945 serta memberikan jaminan perlindungan atas hak-hak warga negara, salah satunya yaitu hak warga negara untuk memperoleh, memiliki dan menikmati hak milik. Hak milik atas tanah adalah satu dari sekian macam hak milik dan statusnya sangat penting untuk masyarakat Indonesia sebagai penduduk dari negara agraris. Mengingat bahwa Indonesia sendiri dalam perjalanannya menuju pembangunan dan pengembangan industri dan sebagainya, perihal hak milik atas tanah pun menjadi lebih signifikan dengan sendirinya. Hukum tanah di Indonesia sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria yang selanjutnya disebut UUPA pada tanggal 24 September 1960, merupakan dualisme, yaitu dalam pengertian bahwa di samping diakui berlakunya hukum tanah adat (yang bersumber dari Hukum Adat), diakui pula peraturan-peraturan tentang tanah yang didasari atas pemahaman Hukum Barat. Setelah lahir UUPA itulah baru kemudian terjadi penyatuan hukum tanah. Kemudian dalam soal kepemilikan hak milik atas tanah, diketahui bahwa sebelum berlakunya UUPA, terdapat dua golongan besar hak milik atas 11 2 tanah yaitu, hak milik menurut Hukum Adat dan hak milik menurut Hukum Perdata Barat yang dinamakan Eigendom (Adrian, 2008:2). Kedua jenis hak milik tersebut kemudian dikonversi menjadi satu yaitu hak milik, setelah disesuaikan dengan ketentuan konversi dalam UUPA. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA, secara otomatis berubah menjadi hakhak atas tanah yang turut dalam ketentuan UUPA. Tanah mempunyai peranan yang penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Tanah dimaknai sebagai sumber kehidupan bagi manusia karena disinilah manusia hidup, melanjutkan keturunannya, serta melakukan berbagai aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan tanah. Setiap orang memerlukan tanah tidak hanya pada masa hidupnya saja, namun pada saat meninggal pun manusia membutuhkan tanah guna tempat peristirahatannya atau penguburannya. Selain itu jika ditinjau dari segi ekonomis, tanah menjadi komoditi yang mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi karena tanah mempunyai sifat tetap dan dapat dipergunakan pada masa yang akan datang. Kebutuhan manusia akan tanah dari waktu ke waktu semakin meningkat sejalan dengan perkembangan pembangunan, pertambahan penduduk dan kemajuan ekonomi. Ketidakseimbangan antara permintaan akan tanah yang semakin meningkat, dengan ketersediaan tanah yang terbatas, menjadikan harga tanah selalu mengalami kenaikan. Mengingat pentingnya tanah bagi kehidupan manusia dan mengingat pula harga tanah selalu mengalami kenaikan, maka manusia selalu berupaya semaksimal mungkin untuk memiliki dan menguasai tanah demi memenuhi kebutuhan hidupnya serta meningkatkan kesejahteraannya. Peralihan hak atas tanah dapat terjadi karena 2 (dua) hal yaitu perbuatan hukum dan peristiwa hukum. Peralihan hak atas tanah karena perbuatan hukum adalah peralihan hak atas tanah yang terjadi karena perbuatan hukum yang dilakukan para pihak. Perbuatan hukum yang menyebabkan beralihnya hak atas tanah tersebut antara lain jual beli, tukarmenukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dan pembagian hak bersama. 3 Peralihan hak atas tanah karena peristiwa hukum yaitu peralihan hak yang terjadi karena meninggalnya seseorang. Akibat dari meninggalnya seseorang, maka hak atas tanah yang dimilikinya secara hukum akan beralih kepada ahli warisnya. Ketidak pastian hukum menyebabkan kekhawatiran pihak-pihak yang akan menguasai sebidang tanah kerena peralihan hak atau pun kreditur yang akan memberikan kredit dengan jaminan sebidang tanah (Perangin efendi, 1994:1). Permasalahan ini sering terjadi pada waktu pemindahan hak milik atas tanah berlangsung, yang menyebabkan hak atas tanah dari seseorang kepada orang lain. Salah satu tujuan pokok UUPA adalah meletakkan dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi seluruh rakyat, dengan telah dilaksanakan pendaftaran tanah pada setiap tanah di seluruh Indonesia, berarti telah telah memberikan dasar-dasar untuk mewujutkan kepastian hukum terhadap hak-hak atas tanah bagi rakyat Indonesia, terutama bagi rakyat petani sebagai masyarakat dapat dilindungi haknya. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 1 yang dimaksud pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan, teratur meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, penyajian, serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya, dan dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Peralihan hak atas tanah di Indonesia yang lebih umum dilakukan oleh masyarakat adalah dengan cara jual beli. Konsep jual beli tanah tidak terlepaskan dari konsep jual beli secara umum yang diatur dalam hukum perdata (Privaatrecht). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) dalam Buku ke III tentang Perikatan pada Bab Kelima memberikan 4 konsep tentang jual beli. Menurut Pasal 1457 KUH Perdata “jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”. Dilihat dari rumusan tentang jual beli tersebut, proses jual beli melibatkan dua subyek hukum, yakni penjual dan pembeli.Penjual selaku pihak yang menyerahkan barang dan pembeli selaku pihak yang membayar dan menerima barang. Pada unsur sebaliknya penjual sebagai pihak penerima uang dan pembeli sebagai penerima barang sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan atau disetujui bersama. Dengan demikian masing-masing pihak yaitu penjual dan pembeli dituntut adanya pemenuhan hak dan kewajiban (Andy Hartanto, 2009:46). Jual beli menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1457 adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Perkataan jual beli menunjukan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan penjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan pembeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah belanda koop en verkoop yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu verkoopt (menjual) sedangkan yang lainnya menjual koop, membeli dalam Bahasa Inggris jual beli disebut dengan hanya sale saja yang berarti penjualan (hanya dilihat dari sudutnya si penjual), begitu pula dalam Bahasa Perancis disebut hanya dengan vente yang juga berarti penjualan, sedangkan dalam bahasa jerman dipakainya perkataan kauf yang berarti pembeli (Sonang, 2013:106). Barang yang menjadi objek perjanjian jual beli harus cukup tertentu, setidaknya dapat ditentukan wujud dan jumlahnya pada saat akan diserahkan hak miliknya kepada si pembeli (Sonang, 2013:106). Perjanjian jual beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga. Begitu kedua pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual beli yang sah. Jual beli dengan objek hak atas tanah, juga dilakukan dengan perjanjian untuk lebih 5 memberikan kepastian hukum, karena hak atas tanah termasuk objek perjanjian yang secara khusus diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, di mana setiap perbuatan hukum yang menyangkut tentang hak atas tanah terikat atau harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tersebut. Maksudnya pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang menyangkut tentang hak atas tanah, harus tunduk terhadap aturan hukum yang mengatur atau berkaitan dengan pengaturan tentang hak atas tanah (Bambang Eko, 2013:60). Semua hak-hak atas tanah wajib didaftarakan kepada kantor pendaftaran tanah oleh pemegangnya untuk menjamin kepastian hak dan merupakan bukti yang kuat terhadap pihak ketiga. Dalam hal ini pemegang hak atas tanah akan mendapatkan suatu tanda bukti hak atas tanah yang terkenal dengan sebutan Sertipikat Tanah (Bambang Eko, 2013:61). Pendaftaran tanah sebagai pembuktian mengenai hak kepemilikan akan suatu bidang tanah perlu dilakukan, sehingga jelas siapa pihak yang mempunyai hak penguasaan dan pemilikan akan bidang tanah tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan dan fungsi dilakukannya pendaftaran tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran (Bambang Eko, 2013:61). Pendaftaran tanah yang merupakan kepunyaan bersama menurut hukum adat tidak dapat didaftarkan begitu saja tanpa ada musyawarah dari kaum dan pemilik tanah, oleh sebab itu petugas Kantor Pertanahan harus menanyakan terlebih dahulu pada pemilik tanah adat tersebut, apakah sudah merupakan kesepakatan bersama dari anggota kaum untuk mendaftarkan tanah adat tersebut. Untuk mendaftarkan tanah adat haruslah ada kesepakatan atau persetujuan dari anggota kaum yang gunanya untuk menjaga jangan timbulnya sengketa nantinya. Pembuatan dan penerbitan sertifikat hak atas tanah merupakan salah satu rangkaian kegiatan pelaksanaan pendaftaran tanah di Indonesia sebagaimana diatur dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, yang bertujuan untuk menjamin kepastian hukum bagi pemegang hak 6 atas tanah. Disamping itu dengan dilakukannya pendaftaran tanh secara tertib dan teratur akan merupakan salah satu perwujudan dari pada pelaksanaan Catur Tertib Pertanahan. Sejak berlakunya ketentuan UUPA, maka perbuatan hukum jual beli tanah tidak lagi dibuat di hadapan Kepala Adat atau Kepala Desa secara dibawah tangan, melainkan dihadapan pejabat yang berwenang yaitu seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut PPAT) atau Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPAT Sementara) apabila suatu daerah Kecamatan belum diangkat seorang PPAT. Secara historis ketentuan mengenai keharusan peralihan hak atas tanah oleh para pihak yang dibuktikan dengan akta PPAT pada awalnya bersumber dari UUPA yaitu dalam Pasal 19 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ayat tersebut menunjuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 28; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2171) tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No. 10 Tahun 1961) yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UUPA. Menurut Pasal 1 angka (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 yang dimaksud dengan PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Tugas pokok PPAT dalam hal ini adalah melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang akan dijadikan dasar bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah seperti yang dinyatakan dalam Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998. Perbuatan hukum itu disebutkan dalam Pasal 2 Ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 adalah jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan (inbreng), 7 pembagian hak bersama, pemberian Hak Guna Bangunan/hak Pakai atas tanah Hak Milik, pemberian hak Tanggungan, dan pemberian Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Sesuai dengan masalah yang akan bahas yaitu pelaksanaan pendaftaran hak milik atas tanah karena jual beli di kantor Pertanahan Kota Surakarta, maka yang penulis maksud dengan peralihan hak milik atas tanah adalah suatu perbuatan hukum yang memindahkan hak dari suatu pihak ke pihak lain. Hak atas tanah yang dimaksud adalah hak milik yaitu hak yang terkuat, turun menurun dan terpenuh dan dapat di punyai setiap orang, dimana dalam peruntukan dan panggunaannya harus berfungsi sosial. Sedangkan yang di maksud pengertian jual beli tanah adalah beralihnya suatu hak atas tanah, baik secara keseluruhan maupun sebagian hak dari seseorang ke orang lain atau badan hukum dengan cara jual beli, yang nantinya hak di alihkan tersebut akan menjadi hak sepenuhnya dari penerima hak/pemegang hak yang baru. Dan hak milik atas tanah tersebut yang di maksud disini adalah hak milik yang tanahnya saudah bersertifikat. Pendaftaran peralihan hak atas tanah yang dimaksud adalah kegiatan pelaksanaan pencatatan mengenai perihan hak atas tanah. Pencatatan peralihan hak atas tanah di sini dimaksudnya adalah suatu kegiatan pencatatan administrasi/yuridis bahkan kadang teknis atau beralihnya/berpindahnya kepemilikan suatu bidang tanah dari suatu pihak kepada pihak lain yang dalam hal ini peralihannya dikarenakan jual beli. Yaitu agar kepastian hukum dari hak-hak atas tanah diharuskan melaksanakan pendaftaran hak-hak atas tanahnya di Kantor Pertanahan setempat, begitu juga bila dilakukan jual beli peralihan/bila dialihkan pada pihak lain melalui jual beli, khususnya pada tanah milik harus segera didaftarkan pada kantor pertanahan setempat yaitu pada kantor pertanahan surakarta. Dengan terselenggaranya pelaksanaan pendaftaran tanah di kantor pertanahan di Kota Surakarta, maka bagi masyarakat yang melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah tersebut, yang pada pendaftaran peralihan hak atas tanah khususnya karena jual beli, akan mendapatkan jaminan kepastian hukum mengenai terjadinya peralihan hak atas tanah karena jual beli 8 tersebut, selain itu akan mendapat surat tanda bukti hak yang sah dan kuat yang disebut dengan sertifikat hak atas tanah (Efendi Bachtiar, 1993:20). Jaminan kepastian hukum yang dimaksud adalah (Efendi Bachtiar, 1993:21) : 1. Kepastian hukum mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hukum atas tanah. Kepastian siapa yang memiliki sebidang tanah atau subyek hak. 2. Kepastian hukum di bidang tanah yang dimiliki. Hal ini menyangkut letak, batas serta luas bidang tanah/obyek hak. 3. Kepastian hukum mengenai hak atas tanah. Kepastian hukum mengenai hak-hak tanah sebagaimana yang disebut diatas. Pentingnya pendaftaran peralihan hak atas tanah khususnya karena jual beli tersebut, pada kenyataanya masih banyak masyarakat yang dalam melakukan peralihan hak atas tanahnya belum didaftarkan peralihannya pada Kantor Pertanahan. Hal ini yang menyebabkan adanya berbagai macam hambatan dalam proses pelaksanaan peralihan hak atas tanah khususnya dalam hal pendaftaran pelaksanaan peralihan hak milik atas tanah ini yang tidak selesai tepat pada waktunya (dalam hal penyelesaian pekerjaanya), dan dapat juga terjadi kerena adanya bukti-bukti dan syarat pendaftaran yang kurang lengkap. Berdasarkan uraian permasalahan tersebut diatas serta mengamati kenyataannya dalam praktek, maka dapat diketahui bahwa sebagian besar permasalahan pertanahan di Indonesia timbul perkaitan dengan permasalahan dalam hal peralihan hak milik atas tanah dan Penulis mengambil judul penulisan hukum “Pelaksanaan Pendaftaran Hak Atas Tanah Karena Jual Beli di Kantor Pertanahan Kota Surakarta”. Kantor pertanahan Kota Surakarta terpilih untuk dijadikan sebagai objek penelitian bukan tanpa alasan lain adalah karena masih ditemukannya permasalahan seperti yang ingin Penulis teliti lebih mendalam terkait dengan permasalahan peraturan pendaftaran peralihan hak atas tanah karena jual beli. 9 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka diperlukan suatu rumusan masalah yang disusun secara baik dan sistematis supaya permasalahan yang akan diteliti menjadi lebih jelas dan penulisan penelitian hukum mencapai tujuan yang diinginkan, maka dalam penyusunan penelitian ini permasalahan yang akan dikaji yaitu : 1. Apakah pendaftaran hak atas tanah karena jual beli, harus memenuhi ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997 ? 2. Apakah akibat hukum apabila pendaftaran hak tanah karena jual beli tidak dilakukan di hadapan PPAT ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, untuk memperjelas dalam mengarahkan suatu penelitian diperlukan adanya suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai. Tujuan penelitian juga harus jelas sehingga dpat memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut. 1. Tujuan Obyektif Tujuan obyektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan umum yang mendasari penulis dalam melakukan penelitian. Tujuan obyektif dari penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui dan menganalisis pendaftaran hak atas tanah karena jual beli, harus memenuhi ketentuan Pasal 37 No. 24 tahun 1997. b. Mengetahui dan menganalisis akibat hukum apabila pendaftaran hak tanah karena jual beli tidak dilakukan di hadapan PPAT. 2. Tujuan Subyektif Tujuan subyektif merupakan tujuan penulisan dilihat dari tujuan pribadi peneliti yang mendasari peneliti dalam melakuan penulisan. Tujuan subyektif peneliti dalam penulisan hukum ini adalah: 10 a. Memenuhi persyaratan akademis guna memperoleh gelar Strata 1 (Sarjana) dalam bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Menambah wawasan dan pengetahuan, mengembangkan serta memperdalam pemahaman penulis khususnya di bidang Hukum Administrasi Negara c. Menerapkan ilmu yang telah penulis peroleh agar dapat memberikan manfaat baik bagi penulis sendiri khususnya dan bagi masyarakat pada umumnya. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diperoleh dari sebuah penelitian, khususnya bagi ilmu pengetahuan pada bidang penelitian tersebut karena suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila penelitian tersebut memberikan manfaat bagi banyak pihak. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulis hukum ini adalah : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan Ilmu Hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara pada khususnya. b. Hasil penelitian ini dapat menambah dan memperkaya bahan referensi di bidang karya ilmiah serta dapat menjadi bahan masukan dan acuan bagi penelitian-penelitian sejenis di masa yang akan datang. c. Hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas permasalahan yang dikaji. 2. Manfaat Praktis a. Menjadi sebuah wahana bagi penulis guna mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang di peroleh. b. Untuk memberikan jawaban atas kasus ataupun pertanyaan yang di teliti oleh penulis. 11 c. Memberikan pendalaman, pengetahuan, dan pengalaman yang baru kepada penulis mengenai permasalahan hukum yang dikaji, sehingga dapat berguna bagi penulis maupun orang lain di kemudian hari. d. Sebagai praktek dan teori penelitian dalam bidang hukum dan juga sebagai praktek dalam pembuatan karya ilmiah dengan suatu metode penelitian ilmiah. E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau doktrinal. Terry Hutchinson sebagaimana dikutip Peter Mahmud Marzuki mendefinisikan bahwa penelitian hukum doktrinal adalah sebagai berikut (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 32): “doctrinal research : research which provides a systematic exposition of the rules goverming a particular legal category, analysis the relationship between rules, explain areas of difficulty and, perhaps, predicts future development”. Penelitian yuridis normatif dilakukan untuk menjelaskan dan menganalisis permasalahan yang berhubungan dengan akibat hukum peralihan hak atas tanah karena jual beli yang didaftarkan pada kantor pertanahan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian dalam hal ini adalah preskriptif dan terapan. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 22). Penelitian ini bersifat preskriptif karena dimaksudkan untuk menjawab isu hukum yang diangkat dengan argumentasi, teori, atau 12 konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 35). 3. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan pendekatan tersebut, penulis bisa mendapatkan informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang diteliti. Adapun macam pendekatan dalam penelitian hukum adalah sebagai berikut (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 93): a. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach); b. Pendekatan Kasus (case approach); c. Pendekatan Historis (historical approach); d. Pendekatan Perbandingan (comparative approach); dan e. Pendekatan Konseptual (conseptual approach). Adapun pendekatan yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan dengan Undang-Undang (Statue Ap.proach) dengan menelaah semua Undang-Undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum dan pendekatan konseptual (conceptual ap.proach) yang beranjak dari pandangan dan doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum untuk menemukan ide yang melahirkan konsep-konsep hukum. 4. Jenis Sumber Bahan Hukum Dalam penelitian ini bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum autoritatif. Artinya, bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang memiliki otoritas atau kekuasaan dalam pelaksanaannya. Sedangkan bahan-bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 141). Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 13 a. Bahan Hukum Primer Sumber bahan hukum primer adalah bahan hukum yang diperoleh secara langsung dari masyarakat, dan juga melalui studi lapangan dengan mengadakan penelitian dengan instansi yang bersangkutan yaitu : 1. Kantor Pertanahan Kota Surakarta b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperlukan guna melengkapi data primer, diperoleh dengan cara mengumpulkan dan meneliti buku-buku, serta sumber data lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik dan alat pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Wawancara Wawancara merupakan cara untuk memperoleh informasi yang dilakukan dengan cara mewawancarai Pejabat Kantor Pertanahan Kota Surakarta dan pemilik tanah serta pembeli. Tujuan dari wawancara ini untuk mendapatkan keterangan langsung mengenai proses peralihan hak milik atas tanah dalam bentuk jual beli masyarakat Kota Surakarta. Wawancara dilakukan dengan Bapak Agus Suprapta, S.H., M.Kn. selaku KASI Pendaftaran Tanah Kantor BPN Kota Surakarta b. Studi Dokumen Studi dokumen adalah cara penelitian yang dilakukan terhadap berbagai data sekunder yang berhubungan dengan objek penelitian. Studi ini dilakukan dengan bahan hukum primer, sekunder, maupun bahan hukum tersier yang berhubungan dengan prosedur penelitian, khususnya yang berkaitan dengan peralihan hak milik atas tanah secara jual beli. 14 6. Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah analisis bahan hukum yang bersifat deduksi dengan metode silogisme. Artinya bahwa analisis bahan hukum ini mengutamakan pemikiran secara logika sehingga akan menemukan sebab dan akibat yang akan terjadi. Menurut Philipus M. Hadjon sebagaimana dikutip oleh Peter Mahmud Marzuki, metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles, penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat khusus). Dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005: 47). Setelah semua bahan hukum terkumpul, akan diolah dan dianalisa dengan menghubungkan antara teori dengan hasil penelitian, selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode interpretasi restriktif, yaitu suatu metode penafsiran yang memberikan batas-batas jelas dalam memaknai suatu frase yang terdapat dalam Pasal maupun dalam penjelasan perundang-undangan dan bahan hukum terkait. Bahan hukum primer, sekunder dan tersier dianalisis dengan menggunakan instrument teori untuk membahas dan menjawab permasalahan, yang kemudian diharapkan memperoleh kejelasan dari permasalahan mengenai akibat hukum peralihan hak atas tanah karena jual beli yang didaftarkan pada kantor pertanahan menurut PP No 24 Th 1997 dan perlindungan hukum bagi pembeli yang peralihan hak atas tanah karena jual beli yang didaftarkan pada kantor pertanahan. F. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari 4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi dalam sub-sub bagian 15 yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini penulis akan memberikan gambaran penulisan hukum tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik, yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dan doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal, mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi, tinjauan umum tentang Hak Atas Tanah, tinjauan umum tentang Pengalihan Atas Tanah, tinjauan umum tentang Pendaftaran Tanah, dalam bab ini juga disertai kerangka pemikiran. BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini penulis hendak menguraikan pembahasan dan hasil perolehan dari penelitian yang dilakukan. Berpijak dari rumusan masalah yang ada, yaitu ketentuan persyaratan permohonan sertifikat tanah karena jual beli sudah dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang ada dan perlindungan hukum atas hak tanah karena jual beli. BAB IV PENUTUP Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya serta memberikan saran terkait dengan permasalahan yang diteliti DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN