1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periodontitis

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Periodontitis adalah salah satu masalah rongga mulut yang disebabkan
karena infeksi mikroba. Proses perjalanan periodontitis dapat mempengaruhi
keadaan jaringan periodontal dengan mengakibatkan pembentukan poket,
destruksi tulang alveolar, dan tanggalnya gigi (Pichayakorn dan Boonme, 2012).
Penelitian Tomita dkk. (2013) menunjukkan bahwa P. gingivalis dan T. forsythia
adalah patogen dengan prevalensi tertinggi pada penyakit periodontal.
Penanganan penyakit periodontal adalah dengan scaling dan root planing, namun
perawatan ini tidak cukup efektif untuk pasien karena tidak bisa mengeliminasi
patogen dalam jaringan periodontal, sehingga harus dilakukan pemberian
antibiotik (Pejčić dkk., 2010).
Beberapa pilihan antibiotik
pada penanganan periodontitis
adalah
metronidazole, klindamisin, siprofloksasin, dan tetrasiklin (Pejčić dkk., 2010).
Dari pilihan antibiotik tersebut, metronidazole merupakan antibiotik yang banyak
direkomendasikan karena efektif menghambat bakteri anaerob obligat gramnegatif yang merupakan patogen periodontitis, walaupun metronidazole
mempunyai efek sitotoksik yang meningkat seiring bertambahnya konsentrasi
obat (Ferreira, 2010; Löfmark dkk., 2010).
Penelitian mengenai penghantaran obat atau drug delivery system semakin
berkembang. Drug delivery system atau DDS merupakan sistem penghantar obat
yang memiliki beberapa kelebihan yaitu menaikkan efektivitas obat, mengurangi
1
2
efek toksik, dan meningkatkan kepatuhan pasien (Kiran dkk., 2012). Sistem drug
delivery juga telah diterapkan untuk penghantaran metronidazole. Pemberian
sediaan metronidazole dapat berupa tablet, jel, strip, maupun film (Jain dkk.,
2008; Pejčić dkk., 2010). Dalam penelitian Shifrovitch (2009) dipaparkan bahwa
inkorporasi metronidazole dalam bentuk film diketahui dapat menurunkan jumlah
bakteri secara signifikan dalam beberapa hari.
Contoh material yang diketahui telah dikembangkan di bidang medis dan
drug delivery system adalah gelatin. Gelatin banyak digunakan dalam bidang
medis maupun farmasi sebagai drug delivery system dan dressing untuk
penyembuhan luka karena sifatnya yang biodregradable dan biokompatibel.
Gelatin sebagai penghantar obat memperlihatkan kemampuan pelepasan obat
secara
berkelanjutan
(sustained
release).
Salah
satu
obat
yang
telah
diinkorporasikan dalam gelatin adalah ibuprofen (Lin, 2009).
Pada penderita periodontitis, terutama periodontitis kronis dan agresif
biasanya terdapat defek tulang alveolar. Kebutuhan bone grafting untuk
rekonstruksi tulang menjadi sangat penting untuk memperbaiki kerusakan yang
parah (Lieberman dan Friedlaender, 2005). Salah satu graft
tulang yang
dikembangkan di bidang kedokteran adalah carbonate hydroxyapatite (CHA).
Dalam penelitian oleh Habibovic dkk. (2009) CHA telah dikembangkan untuk
perbaikan tulang dan mempunyai sifat osteokonduktif, juga mempunyai
biokompatibilitas yang tinggi. Kombinasi material gelatin-CHA sebagai drug
delivery device dengan inkorporasi metronidazole diharapkan dapat bermanfaat
3
dalam penanggulangan periodontitis dari aspek mikrobiologis maupun perbaikan
defek tulang.
Uji biokompatibilitas dilakukan untuk mengetahui potensi suatu material
menyebabkan kerusakan pada jaringan ketika diaplikasikan (Anusavice, 2006).
Menjadikan manusia sebagai subjek penelitian tanpa tes terlebih dahulu atau tanpa
pengetahuan yang memadai mengenai sifat-sifat biologis material dianggap tidak
etis dan ilegal. Meskipun demikian, setiap material baru tetap harus dicobakan ke
manusia untuk pertama kalinya. Maka dari itu, berbagai uji alternatif telah
dikembangkan untuk meminimalkan risiko terhadap manusia. Respon-respon
biologis yang muncul pada manusia pada dasarnya terbagi menjadi toksisitas,
inflamasi, alergi, dan reaksi mutagenik (Craig dkk., 2002).
Metronidazole sebagai drug of choice penanggulangan periodontitis
mempunyai efek sitotoksisitas sehingga dibutuhkan material pembawa untuk
meminimalkan
efek
tersebut.
Gelatin
sebagai
material
pembawa
obat
dikombinasikan dengan material CHA yang dapat digunakan untuk menangani
defek tulang diharapkan mampu menjadi material pembawa metronidazole untuk
penanggulangan periodontitis. Efek sistem ini pada jaringan harus diketahui
sehingga perlu dilakukan uji sitotoksis. Pramudya (2011) dalam penelitiannya
memaparkan bahwa untuk menilai viabilitas sel pada uji sitotoksik dapat
digunakan uji dye exclusion.
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan: Apakah
terdapat pengaruh inkorporasi metronidazole pada membran gelatin-CHA
terhadap viabilitas sel fibroblas dilihat pada pengujian dengan metode dye
exclusion?
C. Keaslian Penelitian
Penelitian ini mencakup kombinasi 3 komponen utama, yaitu metronidazole,
gelatin, dan CHA. Penelitian mengenai masing-masing komponen telah banyak
dipublikasikan. Nurwadji (2012) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh
hydrogel gelatin-CHA terhadap proliferasi sel fibroblas menggunakan uji MTT
assay. Penelitian Setyaningsih (2013) mengenai persentase metronidazole yang
dapat dimuat dalam membran gelatin-CHA telah dilakukan. Penelitian mengenai
pengaruh inkorporasi metronidazole pada membran gelatin-CHA terhadap
viabilitas sel fibroblas menggunakan uji dye exclusion sepanjang pengetahuan
penulis belum pernah diteliti sebelumnya.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inkorporasi
metronidazole pada membran gelatin-CHA terhadap viabilitas sel fibroblas
sehingga dapat diketahui biokompatibilitasnya.
5
E. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmu pengetahuan
dalam bidang kedokteran, terutama berkaitan dengan material gelatin-CHA dan
metronidazole, serta sifat biokompatibilitasnya yang diharapkan dapat digunakan
lebih lanjut pada tingkat in vivo maupun klinis.
Download