BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Periodontitis Kronis 2.1.1. Definisi Periodontitis Periodontitis adalah seperangkat peradangan penyakit yang mempengaruhi periodontium yaitu jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Periodontitis melibatkan hilangnya progresif dari tulang alveolar di sekitar gigi dan jika tidak diobati dapat menyebabkan melonggarnya jaringan periodontium serta kehilangan gigi. 6 Merupakan suatu penyakit jaringan penyangga gigi yaitu yang melibatkan gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang alveolar karena suatu proses inflamasi. Inflamasi berasal dari gingiva (gingivitis) yang tidak dirawat, dan bila proses berlanjut maka akan menginvasi struktur di bawahnya sehingga akan terbentuk poket yang menyebabkan peradangan berlanjut dan merusak tulang serta jaringan penyangga gigi, akibatnya gigi menjadi goyang dan akhirnya harus dicabut. Karekteristik periodontitis dapat dilihat dengan adanya inflamasi gingiva, pembentukan poket periodontal, kerusakan ligamen periodontal dan tulang alveolar sampai hilangnya sebagian atau seluruh gigi. 6 Periodontitis kronis didefinisikan sebagai penyakit infeksi dikarenakan inflamasi pada jaringan lunak dari gigi, kehilangan jaringan ikat secara progresif dan kehilangan tulang. Definisi ini menggaris bawahi tanda-tanda klinis dan etiologi dari penyakit, susunan mikrobial plak, inflamasi periodontal dan hilangnya jaringan ikat serta hilangnya tulang alveolar. Gambar 1. Periodontitis kronis Sumber : http://i.ehow.com/images/GlobalPhoto/Articles/5098170/232728-main_Full.jpg 1.1.2. Etiologi Periodontitis kronis Etiologi penyakit periodontal sangat kompleks. Para ahli mengemukakan bahwa etiologi penyakit periodontal dapat dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal dan faktor sistemik sangat erat hubungannya dan berperan sebagai penyebab terjadinya kerusakan jaringan periodontal. Umumnya, penyebab utama penyakit periodontal adalah faktor lokal, keadaan ini dapat diperberat oleh keadaan sistemik yang kurang menguntungkan dan memungkinkan terjadinya keadaan yang progresif.7 Faktor lokal adalah faktor yang berakibat langsung pada jaringan periodonsium serta dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu faktor iritasi lokal dan fungsi lokal. Yang dimaksud dengan faktor lokal adalah plak bakteri sebagai penyebab utama. Dan faktorfaktor lainnya antara lain adalah bentuk gigi yang kurang baik dan letak gigi yang tidak teratur, maloklusi, over hanging restoration dan bruksism.7 Faktor sistemik sebagai penyakit periodontal antara lain adalah pengaruh hormonal pada masa pubertas, kehamilan, menopause, defisiensi vitamin, diabetes mellitus dan lain-lain. Dalam hal ini dikemukakan bahwa hormon kelamin berperan penting dalam proses pathogenesis penyakit periodontal.7 Adapun etiologi dari periodontitis kronis, yaitu :8 Akumulasi plak dan kalsifikasi kalkulus (tartar) diatas (supra) dan/atau dibawah (subgingiva) pada batas gingiva. Organisme penyebab periodontitis kronis, antara lain : a. Porphiromonas gingivais (P.gingivais) b. Prevotella intermedia (P.intermedia) c. Capnocytophaga d. A.actinomycetem comitans (A.a) e. Eikenella corrodens f. Campylobacter rectus(C.rectus) Reaksi inflamasi yang diawali dengan adanya plak yang berhubungan dengan kehilangan yang progressif dari ligament periodontal dan tulang alveolar, dan pada akhirnya akan terjadi mobilitas dan tanggalnya gigi : a. Perlekatan gingiva dari gigi b. Membrane periodontal dan tulang alveolar mengalami kerusakan. c. Celah yang abnormal (poket) yang berkembang antara gigi dan gingiva. d. Debris dan poket yang dihasilkan oleh poet (pyorrhea) Subjek cenderung rentan karena faktor genetik dan/atau lingkungan seperti : a. Merokok b. Polimorf gen interleukin-1 c. Depresi imun d. Diabetes e. Osteoporosis 1.1.3. Gambaran klinis Periodontitis kronis bisa terdiagnosis secara klinis dengan mendeteksi perubahan inflamasi kronis pada marginal gingival, kemunculan poket periodontal dan kehilangan perlekatan secara klinis. Penyebab periodontal ini besifat kronis, kumulatif, progresif dan bila telah mengenai jaringan yang lebih dalam akan menjadi irreversible. Secara klinis pada mulanya terlihat peradangan jaringan gingiva disekitar leher gigi dan warnanya lebih merah daripada jaringan gingiva sehat. Pada keadaan ini sudah terdapat keluhan pada gusi berupa perdarahan spontan atau perdarahan yang sering terjadi pada waktu menyikat gigi.9 Bila gingivitis ini dibiarkan melanjut tanpa perawatan, keadaan ini akan merusak jaringan periodonsium yang lebih dalam, sehingga cement enamel junction menjadi rusak, jaringan gingiva lepas dan terbentuk periodontal poket. Pada beberapa keadaan sudah terlihat ada peradangan dan pembengkakan dengan keluhan sakit bila tersentuh. Bila keparahan telah mengenai tulang rahang, maka gigi akan menjadi goyang dan mudah lepas dari soketnya. Gambar 2. Periodontitis kronis secara klinis Sumber : http://www.implantdentist.co.nz/assets//Periodontitis%2525201.jpg&zoom Tanda klinik dan karakteristik periodontitis kronis: 10 a. Umumnya terjadi pada orang dewasa namun dapat juga terlihat pada remaja. b. Jumlah kerusakan sesuai dengan jumlah faktor lokal. c. Kalkulus subgingiva sering ditemukan. d. Berhubungan dengan pola mikroba e. Kecepatan progresi lambat tetapi memiliki periode eksaserbasi dan remisi. f. Dapat diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan perluasan dan keparahannya. g. Dapat dihubungkan dengan faktor predisposisi lokal (seperti relasi gigi atau faktor iatrogenik). h. Mungkin dimodifikasi oleh dan atau berhubungan dengan kelainan sistemik (seperti diabetes mellitus, infeksi HIV). i. Dapat dimodifikasi oleh faktor selain kelainan sistemik seperti merokok dan stres emosional. 1.1.4. Gambaran Radiografi Didalam rongga mulut terdapat beberapa jaringan, yaitu jaringan keras dan jaringan lunak. Yang termasuk jaringan keras gigi diantaranya tulang alveolar dan gigi (enamel dan dentin). Sedangkan yang termasuk jaringan lunak meliputi mukosa (labial, bukal, palatal, ginggival), lidah dan jaringan penyangga gigi. Kelainan dapat terjadi pada jaringan keras dan jaringan lunak dalam rongga mulut. Suatu kelainan yang terjadi baik pada jaringan keras maupun jaringan lunak pada rongga mulut dapat diketahui melalui pemeriksaan obyektif dan ditunjang oleh pemeriksaan radiografi. Dengan pemeriksaan radiografi operator bisa melihat kondisi jaringan yang terletak dibawah mukosa yang tidak dapat dilihat secara langsung. Sehingga dapat memastikan kelainan yang terjadi di daerah tersebut.11 Salah satu kelainan pada jaringan lunak gigi yang dapat dilihat pada pemeriksaan radiografi adalah kelainan yang terjadi pada jaringan penyangga gigi, seperti periodontitis. Dengan pemeriksaan radiografi dapat diketahui bagaimana gambaran periodontitis dan bagaimana membedakannya dengan kelainan yang lain.11 Gambar 3. Periodontitis kronis secara Radiografi Sumber: www.crowthornedentist.co.uk/.../page16.html 1.1.5. Prevalensi Prevalensi periodontitis kronis meningkat dan keparahannya sejalan dengan usia, umumnya mempengaruhi laki-laki dan perempuan dengan frekuensi yang sama. Periodontitis disebut age associated, bukan age-related. Dengan kata lain, bukan usia dari individu yang meningkatkan prevalensi penyakit tetapi durasi dari jaringan periodontal oleh akumulasi kronik dari plak. 10 1.1.6. Perawatan Perawatan periodontitis kronis dapat dibagi menjadi 3 fase, yaitu: 6 Fase I : Fase terapi inisial, merupakan fase dengan cara menghilangkan beberapa faktor etiologi yang mungkin terjadi tanpa melakukan tindakan bedah periodontal atau melakukan perawatan restoratif dan prostetik. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase I : 1. Memberi pendidikan pada pasien tentang kontrol plak. 2. Scaling dan root planning 3. Perawatan karies dan lesi endodontic 4. Menghilangkan restorasi gigi yang over kontur dan over hanging 5. Penyesuaian oklusal (occlusal ajustment) 6. Splinting temporer pada gigi yang goyah 7. Perawatan ortodontik 8. Analisis diet dan evaluasinya 9. Reevaluasi status periodontal setelah perawatan tersebut diatas Fase II : Fase terapi korektif, termasuk koreksi terhadap deformitas anatomikal seperti poket periodontal, kehilangan gigi dan disharmoni oklusi yang berkembang sebagai suatu hasil dari penyakit sebelumnya dan menjadi faktor predisposisi atau rekurensi dari penyakit periodontal. Berikut ini adalah bebertapa prosedur yang dilakukun pada fase ini: 1. Bedah periodontal, untuk mengeliminasi poket dengan cara antara lain: kuretase gingiva, gingivektomi, prosedur bedah flap periodontal, rekonturing tulang (bedah tulang) dan prosedur regenerasi periodontal (bone and tissue graft) 2. Penyesuaian oklusi 3. Pembuatan restorasi tetap dan alat prostetik yang ideal untuk gigi yang hilang Fase III: fase terapi pemeliharaan, dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada penyakit periodontal. Berikut ini adalah beberapa prosedur yang dilakukan pada fase ini: 1. Riwayat medis dan riwayat gigi pasien 2. Reevalusi kesehatan periodontal setiap 6 bulan dengan mencatat scor plak, ada tidaknya inflamasi gingiva, kedalaman poket dan mobilitas gigi. 3. Melekukan radiografi untuk mengetahui perkembangan periodontal dan tulang alveolar tiap 3 atau 4 tahun sekali. 4. Scalling dan polishing tiap 6 bulan seksli, tergantung dari evektivitas kontrol plak pasien dan pada kecenderungan pembentukan kalkulus 5. Aplikasi tablet fluoride secara topikal untuk mencegah karies II.2. Macam-macam Bakteri pada Penderita Periodontitis Kronis. 2.2.1. Actinobacillus Actinomycetemcomitan Actinobacillus Actinomycetemcomitans adalah bakteri gram-negatif, capnophilip fermentasi coccobacillus yang terlibat dalam pathogenesis dari beberapa bentuk penyakit periodontal.12 Bakteri ini kecil, non motil, gram negative, saccharolityc, capnophilic, batang yang berakhiran bulat, membentuk koloni kecil berbentuk konveks dengan bagian tengah menyerupai bintang ketika dibiakkan dalam blood agar. Spesies ini pertama kali dikenal sebagai pathogen periodontal dikarenakan peningkatan jumlah yang dideteksi disertai tingginya angka kejadian lesi localized juvenile periodontitis bila dibandingkan dengan jumlah plak sampel dari kondisi klinis lainnya termasuk periodontitis, gingivitis, dan periodontal yang sehat.13 Gambar 4. Bakteri Actinobacillus actinomycetemcomitans Sumber:www.wellcome.ac.uk/en/bia/gallery.html?image=6 2.2.2. Porphyromonas gingivalis Porphyromonas gingivalis adalah anaerob gram-negatif dalam mulut individu. Bakteri ini merupakan sumber utama penyakit penyakit periodontal. Telah ditemukan juga bahwa disamping menebabkan infeksi pada manusia bakteri ini juga menyebabkan banyak resistensi antibiotic. 13 Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri kedua pathogen periodontal. Setelah diisolasi diketahui bahwa bakteri ini merupakan bakteri gram negative, anaerob, non motil, asaccharolytic yang biasanya terlihat berbentuk kokus dengan morfologi yang pendek. P. gingivalis adalah anggota Bacteroides pigmen hitam. Organism dari kelompok ini bervariasi warnanya dari coklat hingga hitam, dikembangkan dalam blood agar dan awalnya dikelompokkan dalam spesies tunggal. 13 Gambar 5. Bakteri Porphyromonas gingivalis Sumber : en.citizendium.org/wiki/Porphyromonas_gingivalis 2.2.3. Bacteroides Forsythus Patogen periodontal yang ketiga, Bacteroides forsythus, pertama kali diperkenalkan pada tahun 1979 sebagai bacteroides fusiform. Spesies ini sulit untuk berkembang, biasanya membutuhkan 7 hingga 14 hari bagi koloni untuk berkembang. Organisme ini adalah gram negative anaerobic, berbentuk spindel, batang pleomorfik, pertumbuhan organisme ini ditingkatkan oleh adanya ikatan dengan Fusobacterium nucleatum dan tentu saja terjadi pada daerah subgingiva. Organisme ini ditemukan dalam jumlah yang lebih besar pada daerah penyakit periodontal yang mengalami proses destruktif atau pada abses periodontal dibandingkan pada gingivitis ataupun daerah yang sehat. Sebagai tambahan, Bacteoides forsythus ditemukan lebih banyak pada lesi periodontal aktif dibandingkan dengan lesi inaktif. Lebih jauh lagi, subjek yang memiliki Bacteroides forsythus memiliki risiko yang lebih besar untuk mengalami kehilangan tulang alveolar, kehilangan perlekatan, dan kehilangan gigi dibandingkan dengan subjek yang tidak terdeteksi memiliki Bacteroides forsythus.13 Pada awalnya Bacteroides forsythus diperkirakan sebagai spesies subgingival yang jarang ditemukan. Namun, studi yang dikemukakan oleh Gmur dkk (1989) menggunakan antibody monoclonal untuk menghitung spesies secara langsung pada sampel plak, menggambarkan bahwa spesies ini lebih banyak ditemukan sebelumnya dibandingkan yang ditemukan pada studi kultur dan level ini secara kuat diasumsikan berhubungan dengan peningkatan kedalaman poket.13 Bacteroides forsythus termasuk spesies baru dari mulut manusia, memiliki ultrastruktur dinding sel yang berbeda dan satu set unik antigen permukaan sel. Dalam studi terpisah, pasien yang sebelumnya dirawat karena sedang mengalami periodontitis parah dimonitor selama 12 bulan untuk bukti kekambuhan penyakit.13 Gambar 6. Bakteri Bacteroides forsythus Sumber : http://www.morgellons-uk.net/?p=715 2.2.4. Prevotella Intermedia Provetella intermedia merupakan bakteri pigmen hitam kedua yang mendapat cukup banyak perhatian. Bakteri yang merupakan organisme gram negative, pendek, berakhiran bulat, batang anaerobic ini diperlihatkan mengalami peningkatan pada penyakit ANUG, yang merupakan salah satu bagian dari periodontitis. 13 Spesies ini memiliki sifat virulensi mirip dengan Porphyromonas gingivalis dan terlihat menginduksi infeksi campuran saat diinjeksikan pada hewan percobaan laboratorium. Organisme ini juga menunjukkan aktivitas invasi terhadap sel epitel oral secara in vitro. Peningkatan serum antibody dari spesies ini terjadi pada beberapa tapi tidak pada semua subjek dengan refractory periodontitis.13 Gambar 7: Bakteri provetella intermedia Sumber: http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Prevotella 2.2.5. Campylobacter Rectus Campylobacter rectus adalah bakteri gram negative, anaerobic, pendek, motil vibrio. Organisme ini biasanya memanfaatkan H2 atau membentuknya sebagai sumber energi. Bakteri ini merupakan kelompok bakteri yang “vibrio corrodes”, bakteri pendek yang tidak termasuk dalam kelompok batang dan membentuk cembungan kesil, “dry spreading”, atau “corroding” dalam blood agar. Compylobacter rectus banyak ditemukan dengan jumlah yang tinggi pada pada daerah yang mengalami penyakit periodontal dibandingkan daerah sehat. Selain itu, ditemukan pula dalam jumlah yang lebih besar dan lebih sering pada daerah yang mengalami kerusakan periodontal aktif atau merupakan berkebalikan antara periodontal sehat dan yang berpenyakit.13 Gambar 8. Bakteri Campylobcter rectus Sumber: en.wikipedia.org/wiki/Campylobacteriosis 2.2.6. Fusobacterium nucleatum Fusobacterium nucleatum adalah bakteri anaerobic Gram-negatif non- spreforming yang ditemukan pada flora normal mulut, yang memainkan peran dalam penyakit periodontal. Meskipun ia tidak dianggap sebagai bakteri patogen utama yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan periodontitis.13 Bakteri ini adalah bakteri gram negatif, anaerobic, bentuk spindel, yang dikenal sebagai bagian dari mikroba subgingival selama lebih dari 100 tahun. Spesies ini umumnya dapat diisolasi dari kultur plak subgingiva, dan terdiri dari 7-10% dari total kultur yang dapat diisolasi dari berbagai keadaan klinis yang berbeda. Fusobacterium nucleatum banyak ditemukan pada subjek dengan periodontitis dan abses periodontal.13 Gambar 9. Bakteri Fusobacterium nucleatum Sumber: www.icb.usp.br/~mariojac/