BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Pemikiran

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Pemikiran
Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, setiap perusahaan berupaya
meningkatkan kinerja para karyawannya. Untuk mencapai produktivitas tersebut
tentunya karyawan harus mempunyai kemampuan dan motivasi yang tinggi dalam
bekerja. Untuk itu karyawan harus berperan aktif dalam menetapkan, mendukung,
serta melaksanakan rencana, proses, sistem, dan penentuan terwujudnya tujuan
perusahaan yang telah ditetapkan. Bagaimanapun canggihnya teknologi yang
dimiliki oleh perusahaan, tanpa sumber daya manusia yang memadai maka tidak
berarti apa-apa. Hal ini dikarenakan hanya dengan sumber daya manusialah segala
teknologi yang dimiliki perusahaan dapat dioperasikan dan dapat berfungsi dengan
efektif dan efisien.
Untuk menunjang hal tersebut di atas, maka perusahaan dituntut untuk
memberikan perhatian yang sebaik-baiknya kepada karyawan. Salah satu wujud
perhatian perusahaan kepada karyawan tersebut adalah dengan cara pemberian balas
jasa dalam bentuk imbalan atau kompensasi.
Kompensasi merupakan suatu biaya yang diberikan oleh perusahaan kepada
karyawannya sebagai salah satu alat untuk memotivasi karyawan dengan harapan
perusahaan akan memperoleh imbalan dalam bentuk prestasi kerja dari karyawannya.
Pengertian kompensasi menurut para ahli:
Menurut Yani (2012:139), kompensasi adalah bentuk pembayaran dalam bentuk
manfaat dan insentif untuk memotivasi karyawan agar produktivitas kerja semakin
meningkat.
Menurut Andrew F. Sikula dalam buku Hasibuan (2009:118), kompensasi
adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap sebagai suatu balas jasa
ekuivalen.
Martoyo (2007) menyatakan bahwa kompensasi adalah pengaturan keseluruhan
pemberian balas jasa bagi employers maupun employees, baik langsung yang berupa
uang (finansial) maupun yang tidak langsung berupa uang (nonfinansial).
13
14
Pemberian kompensasi bagi karyawan harus dilakukan sebaik mungkin, karena
pemberian kompensasi yang tidak menarik kepada karyawan akan menimbulkan
kurangnya motivasi karyawan dalam bekerja. Hal ini dapat menyebabkan
terganggunya proses pencapaian tujuan dalam perusahaan. Tetapi akan berbeda jika
kompensasi diberikan dengan menarik, maka setiap karyawan akan merasa lebih
dihargai dan termotivasi untuk lebih giat lag menyelesaikanpekerjaan-pekerjaan
mereka sehingga target-target yang ditetapkan oleh perusahaan dalam rangka tujuan
perusahaan dapat terealisasi dengan optimal. Dengan dilaksanakannya pemberian
kompensasi yang tepat kepada karyawan diharapkan dapat meningkatkan motivasi
kerja pada karyawan tersebut.
Guay et. al. (2010) menyatakan bahwa motivasi mengacu pada alas an yang
mendasari perilaku. Amstrong (2009) menyatakan bahwa motif adalah alas an untuk
melakukan sesuatu.
Robbins (2006) menyatakan bahwa motivasi adalah proses yang menunjukkan
intensitas individu, arah, dan ketekunan dari upaya menuju pencapaian tujuan.
Sedangkan parafrase Gredler, Broussard, dan Garrison (Lai, 2011) mendefinisikan
secara luas bahwa motivasi sebagai atribut yang menggerakkan seseorang untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Selain kompensasi dan motivasi, salah satu hal yang juga penting bagi kinerja
kerja adalah disiplin kerja karyawan itu sendiri. Sikap disiplin perlu terus menerus
dipelihara agar tercapai suatu hasil yang baik di lingkungan organisasi. Disiplin kerja
dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi kepentingan
perusahaan maupun bagi para karyawan. Bagi perusahaan, adanya disiplin kerja akan
menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga
diperoleh hasil yang optimal.
Menurut Hasibuan (2008:193), kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan
seseorang mentaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku.
Kinerja merupakan pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan untuk
karyawan yang dikerjakan untuk kepentingan perusahaan. Kinerja atau prestasi kerja
yang baik merupakan sesuatu yang diharapkan perusahaan dari karyawannya dalam
rangka melaksanakan kinerja perusahaan, sehingga tujuan utama dari perusahaan
dapat tercapai.
Mangkunegara (2007) mengemukakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata job
performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya
15
yang dicapai oleh seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang
diberikan padanya. Lebih lanjut Mangkunegara (2007) menyatakan pada umumnya
kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi.
Kompensasi
(X1)
T1
Motivasi
T2
Kinerja Kerja
(X2)
(Y)
T3
Disiplin
(X3)
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
2.2 Manajemen
2.2.1 Pengertian Manajemen
Manajemen merupakan alat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan.
Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya tujuan perusahaan,
karyawan, dan masyarakat. Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya
mengatur. Pengaturan yang dilakukan melalui proses dan diaturnya berdasarkan
urutan
dari
fungsi-fungsi
manajemen,
yaitu
perencanaan
(planning),
pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating/directing), dan pengawasan
(controlling). Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan
tujuan yang diinginkan. Adapun unsur-unsur manajemen itu terdiri dari Man,
Money, Method, Materials, Machine, dan Market yang disingkat menjadi 6M.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan, manajemen merupakan alat dan
wadah untuk mengatur 6M dan semua aktivitas proses perusahaan dalam
16
mencapai tujuannya. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja, tetapi
harus diatur sebaik-baiknya karena jika manajemen ini tepat maka tujuan optimal
dapat diwujudkan, pemborosan terhindari, dan semua potensi yang dimiliki akan
lebih bermanfaat.
Berikut definisi manajemen menurut para ahli:
•
Menurut
Robbins
dan
Coulter
(2007), manajemen
adalah
proses
pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga pekerjaan tersebut
terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain.
Efisiensi mengacu
terkecil;
pada
memperoleh
output
terbesar dengan
input
digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu secara benar”.
Sedangkan efektivitas mengacu pada menyelesaikan kegiatan-kegiatan
sehingga sasaran organisasi dapat tercapai; digambarkan sebagai “melakukan
segala sesuatu yang benar”.
•
Menurut Heene dan Desmidt (2010), manajemen adalah serangkaian
aktivitas manusia yang berkesinambungan dalam mencapai suatu tujuan
yang telah ditetapkannya.
2.2.2 Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan komponen dari perusahaan yang
mempunyai arti yang sangat penting. Sumber daya manusia menjadi sumber
penentu dari perencanaan tujuan suatu perusahaan, karena fungsinya sebagai inti
dari kegiatan perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia, maka kegiatan
perusahaan tidak akan berjala sebagaimana mestinya.
Untuk lebih memperjelas pengertian dari manajemen sumber daya manusia,
berikut ini penulis mengutip beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa
ahli:
•
Gerry Desslern (2011:31) berpendapat bahwa: “Manajemen sumber daya
manusia adalah proses memperoleh, melatih, menilai, dan memberikan
kompensasi kepada karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka,
kesehatan, keamanan dan masalah keadilan”.
•
Legge (Amstrong, (2009:4) mengemukakan SDM dengan kebijakannya
menyatakan
bahwa:
“Kebijakan
SDM
harus
diintegrasikan
antara
17
perencanaan strategis bisnis dan digunakan untuk memperkuat suatu budaya
yang sesuai (atau mengubah budaya) dalam organisasi, bahwa SDM
merupakan sumber daya yang berharga dan sumber unggulan kompetitif,
bahwa SDM mungkin paling efektif dikembangkan dan didorong oleh
kebijakan yang konsisten, yang mendorong munculnya komitmen, akibatnya
kemauan karyawan akan berkembang, untuk bertindak lebih fleksibel dalam
menyesuaikan dengan kepentingan organisasi untuk meraih keunggulan”.
•
Menurut Mathis & Jackson (2012:5) dan Hasibuan (2012:23), manajemen
sumber daya manusia (MSDM) dapat diartikan sebagai ilmu dan seni yang
mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien dalam
penggunaan kemampuan manusia agar dapat mencapai tujuan di setiap
perusahaan.
•
Menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan wright (2008:4), manajemen sumber
daya manusia (MSDM) adalah kebijakan, praktik, dan system yang
mempengaruhi kebiasaan, sikap, dan performa seorang karyawan.
•
Menurut Bohlander dan Snell (2010:4) manajemen sumber daya manusia
(MSDM) yakni suatu ilmu yang mempelajari bagaimana memberdayakan
karyawan
dalam
mengembangkan
perusahaan,
para
membuat
karyawan
yang
pekerjaan,
kelompok
mempunyai
kerja,
kemampuan,
mengidentifikasikan suatu pendekatan untuk dapat mengembangkan kinerja
karyawan dan memberikan imbalan kepada mereka atas usahanya dalam
bekerja.
2.2.3 Lingkup Kegiatan Manajemen Sumber Daya Manusia
Lingkup kegiatan manajemen SDM sesuai dengan pengelompokan
fungsinya, mencangkup kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
• Dalam fungsi perencanaan (planning)
Merupakan fungsi penetapan program-program pengelolaan sumber daya
manusia yang akan membantu pencapaian tujuan perusahaan, kegiatannya
meliputi: pemahaman tujuan dan sasaran organisasi; analisis pekerjaan atau
jabatan, penentuan kebutuhan SDM bagi organisasi yang bersangkutan, dan
perencanaan untuk pemenuhan serta pengendaliannya.
18
• Dalam fungsi pengorganisasian (organizing)
Merupakan fungsi penyusunan dan pembentukan suatu organisasi dengan
mendesain struktur dan hubungan antar para pekerja dan tugas-tugas yang
harus dikerjakan, termasuk menetapkan pembagian tugas, wewenang dan
tanggung jawab. Kegiatannya mencangkup rekrutmen (pengadaan),
penyeleksian dan orientasi (pengenalan) organisasi.
• Dalam fungsi pengarahan (directing)
Merupakan fungsi pemberian dorongan pada para pekerja agar dapat bekerja
secara efektif dan efisien sesuai tujuan yang telah direncanakan.
Pengembangan
personel,
kegiatannya
mencangkup:
pelatihan
dan
pengembangan, penilaian kinerja, dan perencanaan karier.
• Dalam fungsi pengendalian (controlling)
Merupakan fungsi pengukuran, pengawasan dan pengendalian terhadap
kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana rencana
yang telah ditetapkan, khususnya di bidang tenaga kerja, telah dicapai.
Pemeliharaan personel, kegiatannya mencangkup: pengaturan kompensasi,
pengaturan tunjangan, pembinaan motivasi; pembinaan kesehatan dan
keselamatan, serta hubungan perburuhan, dan pemberhentian.
Fungsi operasional dalam manajemen sumber daya manusia merupakan
basic (dasar) pelaksanaan proses MSDM yang efisien dan efektif dalam
pencapaian tujuan organisasi/perusahaan. Fungsi operasional tersebut terbagi 8
(delapan), secara singkat sebaga berikut:
1. Perencanaan (Planning) adalah proses penentuan langkah-langkah yang akan
dilakukan di masa datang. Fungsi perencanaan meliputi:
•
Menganalisis pekerjaan yang ada
•
Menyusun uraian pekerjaan
•
Menyusun persyaratan pekerjaan
•
Menentukan sumber-sumber penarikan SDM
2. Pengadaan (Procrutment) adalah proses penarikan, seleksi, penempatan,
orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Fungsi pengadaan meliputi:
•
Mengumumkan dan menerima surat lamaran
•
Melakukan seleksi
19
•
Melakukan orientasi dan pelatihan pratugas
•
Pengangkatan SDM
•
Penempatan SDM
3. Pengembangan (Development) adalah proses peningkatan keterampilan
teknis, teoristik, konseptual dan moral karyawan melalui pendidikan dan
pelatihan. Fungsi pengembangan meliputi:
•
Penilaian prestasi kerja
•
Perencanaan karier
•
Pendidikan dan pelatihan
•
Pemberian tugas
•
Mutasi dan promosi
•
Motivasi dan disiplin kerja
4. Kompensasi (Compensation) adalah pemberian balas jasa langsung (direct)
dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai
imbalan jasa yang diberikannya kepada perusahaan. Fungi kompensasi
meliputi:
•
Penggajian dan pengupahan
•
Pemberian tunjangan-tunjangan
•
Pangkat dan jabatan
•
Pembeian penghargaan
5. Pengintegrasian
(Integration)
adalah
kegiatan
untuk
mempersatukan
kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama
yang serasi dan saling menguntungkan.
6. Pemeliharaan (Maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau
meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan, agar mereka
bekerja sama sampai pensiun. Fungsi pemeliharaan meliputi:
•
Pemeliharaan kebutuhan fisik dan jiwa raga
•
Pemeliharaan keamanan dan keselamatan kerja
•
Pemberian jaminan perumahan
•
Pemeliharaan kesehatan
•
Pemeliharaan kesejahteraan rumah tangga SDM
•
Pemeliharaan hubungan kerja dan hak asasi SDM
20
7. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturanperaturan perusahaan dan norma-norma sosial.
8. Pemberhentian (Separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari
suatu perusahaan. Dalam fungsi ini manajer SDM mengatur hak-hak para
pensiun yang dapat diberikan kepada mereka yang telah berjasa besar
terhadap perusahaan.
2.3 Kompensasi
2.3.1 Pengertian Kompensasi
Kompensasi adalah bentuk pembayaran dalam bentuk manfaat dan
insentif untuk memotivasi karyawan agar produktivitas karyawan semankin
meningkat (Yani, 2012:139). Pembentukan sistem kompensasi yang efektif
merupakan bagian penting dari manajemen sumber daya manusia karena
membantu menarik dan mempertahankan pekerja-pekerja yang berbakat. Selain
itu sistem kompensasi perusahaan memiliki dampak terhadap kinerja strategis.
Sistem imbalan bisa mencangkup gaji, penghasilan, uang pensiun, uang hiburan,
promosi ke posisi yang lebih tinggi (berupa gaji dan keuntungan yang lebih
tinggi). Juga berupa asuransi keselamatan kerja, transfer secara horizontal untuk
mendapat posisi yang lebih menantang atau ke posisi utama untuk pertumbuhan
dan pengembangan berikutnya, serta berbagai macam bentuk pelayanan.
Dalam buku Malayu S.P. Hasibuan (2009: hlm. 118) terdapat beberapa
penelitian kompensasi dari beberapa tokoh yaitu:
•
Menurut William B. Werther dan Keith Davis dalam buku Hasibuan (2004,
hlm. 52) kompensasi adalah apa yang seorang pekerja terima sebagai balasan
dari pekerjaan yang diberikannya. Baik upah per jam ataupun gaji periodik
didesain dan dikelola oleh bagian personalia.
•
Menurut Andrew F. Sikula dalam buku Hasibuan (2009: hlm. 118)
kompensasi adalah segala sesuatu yang dikonstitusikan atau dianggap sebagai
suatu balas jasa ekuivalen.
21
2.3.2 Tujuan dan Asas Kompensasi
Menurut Hasibuan (2009:120), tujuan pemberian kompensasi antara lain
sebagai berikut:
•
Ikatan Kerja Sama
•
Dengan pemberian kompensasi, terjalinlah ikatan kerja sama formal antara
majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya
dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi
sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
•
Kepuasan Kerja
•
Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisik, status sosial, dan egoistiknya sehingga memperoleh kepuasan kerja dari
jabatannya.
•
Pengadaan Efektif
•
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang
qualified untuk perusahaan akan lebih mudah.
•
Motivasi
•
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi
bawahannya
•
Stabilitas Karyawan
•
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal
konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena
turn-over relatif kecil.
•
Disiplin
•
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan
semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan
yang berlaku.
•
Pengaruh Serikat Buruh
•
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat
dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
•
Pengaruh Pemerintah
22
•
Jika program kompensasi sesuai dengan undang-undang perburuhan yang
berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerintah dapat
dihindarkan.
Menurut Hasibuan (2009: 122) asas kompensasi harus berdasarkan asas adil
dan asas layak serta memperhatikan Undang-Undang Perburuhan yang berlaku.
•
Asas Adil
•
Besarnya kompensasi harus sesuai dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan,
risiko pekerjaan, tanggung jawab, dan jabatan. Kompensasi tanpa
menyesuaikan aspek-aspek di atas akan menggagalkan maksud dari
kompensasi itu sendiri.
•
Asas Layak dan Wajar
•
Suatu kompensasi harus sesuai dengan kelayakannya. Meskipun tolak ukur
layak sangat relatif, perusahaan dapat mengacu pada batas kewajaran yang
sesuai dengan ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah dan aturan lain
secara konsisten.
2.3.3 Bentuk-Bentuk Kompensasi
Menurut Sunarto (2006: 234), pada dasarnya kompensasi yang diterima
oleh karyawan dibagi atas dua macam, yaitu 1) Kompensasi Finansial, dan 2)
Kompensasi Nonfinansial.
• Kompensasi Finansial
Pengertian dari kompensasi finansial adalah sesuatu yang diterima oleh
karyawan dalam bentuk seperti gaji, upah, bonus, premi, tunjangan hari
raya, pengobatan atau jaminan kesehatan, asuransi, dan lain-lain yang
sejenis yang dibayarkan oleh organisasi.
• Kompensasi Nonfinansial
Pengertian dari kompensasi nonfinansial adalah sesuatu yang diterima oleh
karyawan dalam bentuk selain uang. Hal ini dimaksudkan untuk
mempertahankan karyawan dalam jangka panjang seperti penyelenggaraan
program-program
pelayanan
bagi
karyawan
yang
berupaya
untuk
menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang menyenangkan, seperti
program rekreasi, cafetaria, dan tempat beribadat, hubungan karyawan
23
dengan rekan sekerja maupun atasan, keamanan, kondisi ruang kerja,
penghargaan prestasi kerja, promosi, waktu istirahat, sarana kesehatan, dan
keselamatan kerja.
Sedangkan
menurut
Triton
(2007:126),
berdasarkan
mekanisme
penerimaannya, kompensasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. Kompensasi langsung, yaitu kompensasi yang penerimaannya secara
langsung berkaitan dengan prestasi kerja.
2. Kompensasi pelengkap atau tidak langsung yaitu kompensasi yang
penerimaannya secara tidak langsung berkaitan dengan prestasi kerja.
2.3.4 Sistem Kompensasi
Menurut Hasibuan (2009:124), sistem pembayaran kompensasi yang umum
diterapkan di antaranya: sistem waktu, sistem hasil (output) dan sistem borongan.
Untuk lebih jelasnya sistem kompensasi diuraikan sebagai berikut:
•
Sistem Waktu
Dalam sistem waktu, kompensasi ditetapkan berdasarkan standar waktu
seperti jam, hari, minggu, atau bulan. Sistem waktu ini diterapkan jika
prestasi kerja sulit diukur per unitnya, dan bagi karyawan tetap
kompensasinya dibayar atas sistem waktu secara periodik setiap bulannya.
Kebaikan sistem waktu ialah administrasi pengupahan mudah dan besarnya
kompensasi yang akan dibayarkan tetap. Kelemahan sistem waktu ialah yang
malas pun kompensasinya tetap dibayar sebesar perjanjian.
•
Sistem Hasil (Output)
Besarnya kompensasi ditetapkan atas kesatuan unit yang dihasilkan pekerja,
seperti per potong, unit, liter, dan kilogram. Dalam sistem hasil (output),
besarnya kompensasi yang dibayar selalu didasarkan pada banyaknya hasil
yang dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakannya. Kebaikan
sistem ini memberikan kesempatan kepada karyawan yang bekerja
bersungguh-sungguh serta berprestasi baik akan memperoleh balas jasa yang
lebih besar. Kelemahan sistem hasil ini ialah kualitas barang yang dihasilkan
kurang baik dan karyawan yang kurang mampu balas jasanya kecil, sehingga
kurang manusiawi.
•
Sistem Borongan
24
Suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan atas volume
pekerjaan dan lama mengerjakannya. Dalam system borongan ini pekerja
biasa mendapat balas jasa besar atau kecil tergantung atas kecermatan
kalkulasi mereka.
Dalam sistem kompensasi dikenal istilah renumerasi. Renumerasi adalah
pembayaran yang terdiri dari gaji (salary), tunjangan (benefit), dan tambahan
benefit (perks). Gaji adalah imbalan yang diterima seseorang sebagai balas jasa
atas pekerjaan yang dilakukannya, biasanya dalam bentuk tunai (cash). Tunjangan
adalah kenikmatan yang diberikan kepada karyawan sebagai tambahan dari balas
jasa, ia dapat berbentuk tunai atau non finansial. Tambahan insentif adalah
kenikmatan ekstra yang diberikan kepada jabatan-jabatan tertentu dalam
perusahaan, ia dapat berbentuk tunai atau non finansial. Total renumerasi adalah
penjumlahan dari ketiga unsur imbalan tadi. Besarnya total renumerasi
menunjukkan daya saing suatu perusahaan, dan juga merupakan daya pikat bagi
karyawan yang berpotensi. Besarnya total renumerasi tidak otomatis ditentukan
oleh besar atau kecilnya perusahaan, tetapi oleh hukum “supply and demand” dari
bursa tenaga kerja dan tidak terlepas dari filosofi perusahaan.
2.4 Motivasi
Manajer atau pemimpin adalah orang-orang yang mencapai hasil melalui orang
lain, yaitu bawahan. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban dari setiap pemimpin
agar bawahannya berprestasi. Prestasi bawahan, terutama disebabkan oleh dua hal,
yaitu kemampuan dan daya dorong. Kemampuan seseorang ditentukan oleh
kualifikasi yang dimilikinya, antara lain pendidikan, pengalaman dan sifat-sifat
pribadi. Sedangkan daya dorong dipengaruhi oleh sesuatu yang ada dalam diri
seseorang dan hal-hal lain di luar dirinya.
2.4.1 Pengertian Motivasi
Motivasi adalah kekuatan yang ada dalam seseorang, yang mendorong
perilakunya untuk melakukan tindakan. Besarnya kekuatan intensitas kekuatan
dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu tugas atau mencapai sasaran
memperlihatkan sejauh mana tingkat motivasinya. Dua orang yang berbeda bisa
25
saja mengatakan dan meyakini bahwa mereka ingin menjadi karyawan yang baik.
Intensitas dari keinginan mereka untuk menjadi karyawan yang baik merupakan
ukuran dari motivasinya. Walaupun demikian pimpinan tentunya akan lebih
memperhatikan kepada apa yang mereka lakukan daripada apa yang mereka
katakana dan yakini itu. Jadi motivasi sesungguhnya adalah suatu kekuatan yang
menyebabkan seseorang menghasilkan sesuatu sesuai dengan apa yang ia
katakana, bukan sekadar janji dan keinginan saja.
Motivasi adalah masalah yang kompleks. Tidak ada seperangkat petunjuk
yang mudah dan dapat menjamin membangkitkan dan meningkatkan motivasi
seseorang. Upaya meningkatkan dan mempertahankan motivasi memerlukan
perjuangan tanpa henti bagi para pemimpin dan anggotanya.
Motivasi diri (self-motivation) memegang peranan penting. Orang yang
berhasil cenderung untuk terus berhasil. Keberhasilan yang lalu, sasaran karier
yang menantang, ahli di salah satu atau lebih bidang tertentu, bangga akan
kemampuannya dan percaya diri akan turut mendorong motivasi diri seseorang.
Motivasi tidak bersifat tetap. Seseorang yang motivasinya rendah bisa
menjadi orang yang bermotivasi tinggi. Demikian pula, orang yang motivasinya
baik bisa saja hilang motivasinya. Jadi orang yang sudah bermotivasi tidak dapat
dijamin akan selalu bermotivasi. Ini menandakan bahwa motivasi harus secara
terus menerus dibina, atau dengan kata lain upaya untuk memotivasi anggota
jangan sampai berhenti.
Perlu diingat bahwa tidak semua masalah kinerja yang buruk disebabkan
karena kurangnya motivasi pelakunya. Kurangnya pelatihan (pengetahuan) dapat
mencegah orang yang bermotivasi melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Di
samping itu, tidak memadainya sarana dan prasarana serta material yang
diperlukan untuk mendukung pelaksanaan pekerjaan juga dapat mencegah orang
yang bermotivasi melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Demikian pula
dengan tidak jelasnya apa yang dapat diharapkan jika ia dapat menyelesaikan
pekerjaannya dengan baik, tidak jelasnya aturan permainan dan tidak jelasnya apa
yang seharusnya ingin dicapai akan menyebabkan seseorang juga kurang
bermotivasi.
26
2.4.2 Teori Motivasi
Menurut teori pengharapan yang dikemukakan oleh Vroom dalam Handoko
(1999) yaitu “Motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai oleh
seseorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah
kepada hasil yang diinginkannya. Motivasi manusia yang telah dikembangkan
oleh Maslow melalui penjelasan bahwa motivasi dipicu oleh usaha manusia untuk
memenuhi kebutuhan (Mathis dan Jackson, 2001). Pada teori ini, Maslow
mengklasifikasikan kebutuhan manusia yang diurutkan menjadi lima kategori.
Hierarki kebutuhan Maslow terdiri atas:
•
Fisiologis, antara lain kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan kebutuhan
jasmani lain.
•
Keamanan, antara lain kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan
terhadap kerugian fisik dan emosional.
•
Sosial, antara lain kasih sayang, rasa saling memiliki, diterima baik,
persahabatan.
•
Penghargaan, antara lain mencangkup factor penghormatan diri seperti harga
diri, otonomi dan prestasi, serta factor penghormatan diri luar seperti
misalnya status, pengakuan dan perhatian.
•
Aktualisasi diri, merupakan dorongan untuk menjadi seseorang atau sesuai
ambisinya yang mencangkup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan
pemenuhan kebutuhan diri.
Ada dua pandangan manusia mengenai motivasi yaitu teori X (negatif) dan
teori Y (positif). Menurut teori X, empat pengandaian yang dipegang manajer
yaitu:
•
Karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja.
•
Karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus diawasi atau diancam dengan
hukuman untuk mencapai tujuan.
•
Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
•
Kebanyakan karyawan menaruh keamanan di atas semua faktor yang
dikaitkan dengan kerja.
Kontras dengan pandangan negatif ini mengenai kodrat manusia. Ada empat
teori Y, yaitu:
27
•
Karyawan dapat memandang kerja sama dengan sewajarnya seperti istirahat
dan bermain.
•
Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka
komit pada sasaran.
•
Rata-rata orang akan menerima tanggung jawab.
•
Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
2.4.3 Pandangan Tentang Motivasi
Terdapat berbagai macam pandangan tentang motivasi, namun sejumlah
pandangan yang dianggap paling penting dalam motivasi adalah:
•
Model Tradisional
Model tradisional motivasi berhubungan dengan pandangan Frederick Taylor
dan aliran manajemen ilmiah. Model ini mengisyaratkan bahwa manajer
menentukan
bagaimana
pekerjaan-pekerjaan
harus
dilakukan
dan
digunakannya sistem pengupahan insentif untuk memotivasi pegawai. Lebih
banyak berproduksi, lebih banyak menerima penghasilan. Model ini
menganggap bahwa pegawai pada dasarnya malas dan hanya dapat dimotivasi
dengan penghargaan berwujud uang. Pendekatan ini dalam banyak situasi
tergolong efektif. Sejalan dengan meningkatnya efisiensi, pegawai yang
dibutuhkan untuk tugas tertentu dapat dikurangi. Lebih lanjut manajer
mengurangi besarnya upah insentif pemutusan hubungan kerja menjadi biasa
dan pegawai akan mencari keamanan/jaminan kerja daripada kenaikan upah
kecil dan sementara.
•
Model Hubungan Manusia
Banyak praktik manajemen merasakan bahwa pendekatan tradisional tidak
memadai. Elton Mayo dan para peneliti hubungan manusia lainnya
menemukan bahwa kontak-kontak sosial pegawai pada pekerjaannya adalah
juga penting dan bahwa kebosanan dan tugas-tugas yang bersifat pengulangan
adalah faktor-faktor pengurang motivasi.
Mayo dan beberapa pakar pendukungnya juga yakin bahwa manajer dapat
memotivasi pegawai melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial mereka
dan membuat mereka merasa berguna dan penting. Sebagai hasilnya, para
28
pegawai diberi berbagai kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dalam
pekerjaannya. Perhatian yang lebih besar diarahkan pada kelompokkelompok kerja organisasi informal. Lebih banyak informasi disediakan
untuk pegawai tentang perhatian manajer dan operasi organisasi.
•
Model SDM
Para teoritis seperti Mc. Gregor dan Maslow dan para peneliti seperti Argyris
dan Likert melontarkan kritik yang mendalam terhadap model hubungan
manusia dan mengemukakan pendekatan yang lebih “Sophisticated” untuk
memanfaatkan pegawai.
2.3.4 Sumber Motivasi
Teori motivasi yang sudah lazim dipakai untuk menjelaskan sumber
motivasi sedikitnya bisa digolongkan menjadi dua, yaitu sumber motivasi dari
dalam diri atau motivasi intrinsik dan sumber motivasi dari luar atau motivasi
ekstrinsik.
1. Motivasi Intrinsik
Motif intrinsik muncul karena motif yang timbul dari dalam diri pegawai.
Motif ini aktif atau berfungsi tanpa adanya rangsangan dari luar. Factor
individual yang mendorong pegawai untuk melakukan sesuatu adalah:
•
Minat
Pegawai akan terdorong untuk melakukan suatu kegiatan kalau kegiatan
tersebut merupakan kegiatan yang sesuai dengan minatnya.
•
Sikap Positif
Pegawai yang mempunyai sikap positif terhadap suatu pekerjaan akan rela
untuk ikut dan terlibat dalam kegiatan tersebut, serta akan berupaya
seoptimal mungkin untuk menyelesaikan pekerjaan dengan sebaikbaiknya.
•
Kebutuhan
Pegawai mempunyai kebutuhan tertentu dan akan berupaya untuk
memenuhi kebutuhan tersebut dengan melaksanakan serangkaian aktivitas
atau kegiatan.
29
Tidak semua pegawai memiliki motivasi intrinsik yang memadai untuk
mendukung kinerjanya dalam bekerja.
2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik muncul karena adanya rangsangan dari luar. Dua factor
utama yang berkaitan dengan motivasi ekstrinsik pegawai dalam organisasi
diantaranya berkenaan dengan:
•
Motivator
Motivator berkaitan dengan prestasi kerja, penghargaan, tanggung jawab
yang diberikan, kesempatan untuk mengembangkan diri serta pekerjaan
itu sendiri.
•
Kesehatan Kerja
Merupakan kebijakan dan admnistrasi organisasi yang baik, supervise
teknisi yang memadai, gaji yang memuaskan, kondisi kerja yang
mendukung, serta keselamatan kerja.
Bagi pegawai dengan motivasi intrinsik yang lemah, maka motivasi ekstrinsik
perlu diberikan secara berkelanjutan.
2.5 Disiplin Kerja
2.5.1 Pengertian Disiplin Kerja
Hasibuan (2008:193) mengungkapkan kedisiplinan adalah kesadaran dan
kesediaan seseorang mentaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang
berlaku. Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja adalah suatu
keadaan tertib dimana seseorang atau sekelompok yang tergabung dalam
organisasi tersebut berkehendak mematuhi dan menjalankan peraturan yang ada,
baik yang tertulis maupun tidak tertulis.
2.5.2 Indikator Kedisiplinan
Hasibuan (2008:194) mengungkapkan pada dasarnya banyak indikator yang
mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai diantaranya:
•
Tujuan dan kemampuan.
30
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai.
Tujuan yang dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup
menantang bagi kemampuan pegawai. Hal ini berarti tujuan (pekerjaan) yang
dibebankan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan pegawai
bersangkutan, agar dia bekerja sungguh-sungguh dan disiplin dalam
mengerjakannya.
•
Teladan pimpinan.
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai
karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.
Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut
baik. Tetapi jika teladan pimpinan kurang baik (kurang disiplin), para
bawahan pun pasti akan kurang disiplin.
•
Balas jasa.
Balas jasa ikut mempengaruhi kedisiplinan pegawai karena balas jasa akan
memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap pekerjaannya. Jika
kecintaan pegawai semakin baik terhadap pekerjaan, kedisiplinan mereka
akan semakin baik pula.
•
Keadilan.
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai karena ego dan
sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan
sama dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijakan
dalam pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang
terciptanya kedisiplinan pegawai yang baik.
•
Waskat.
Waskat (pengawas melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam
mewujudkan kedisiplinan pegawai. Dengan waksat berarti atasan harus aktif
dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi
kerja bawahannya. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja
pegawai. Pegawai merasa mendapat perhatian, bimbingan, petunjuk,
pengarahan dan pengawasan dari atasan.
•
Sanksi hukum.
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan pegawai.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, pegawai akan semakin takut
31
melanggar peraturan-peraturan, sikap dan perilaku indisipliner pegawai akan
berkurang. Berat atau ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut
mempengaruhi baik atau buruknya kedisiplinan pegawai.
•
Ketegasan.
Ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap pegawai yang
indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada suatu instansi.
•
Hubungan kemanusiaan.
Pimpinan harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusiaan yang
serasi serta mengikat semua pegawainya. Terciptanya human relationship
yang serasi akan mewujudkan lingkungan dan suasana kerja yang nyaman.
Hal ini jelas akan memotivasi kedisiplinan yang baik pada suatu instansi.
2.6 Kinerja Karyawan
2.6.1 Pengertian Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance).
Mangkunegara (2007) mengemukakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata job
performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya
yang dicapai oleh seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang
dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab
yang diberikan padanya. Lebih lanjut Mangkunegara (2007) menyatakan pada
umumnya kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja
organisasi.
Kinerja individu adalah bagian hasil dari kerja pegawai baik dari segi
kualitas maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang sudah ditentukan,
sedangkan kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dan kinerja
kelompok.
2.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Sedarmayanti (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
antara lain: 1) Sikap dan mental (motivasi kerja, disiplin kerja dan etika kerja), 2)
Pendidikan, 3) Keterampilan, 4) Manajemen Kepemimpinan, 5) Tingkat
32
Penghasilan, 6) Gaji dan kesehatan, 7) Jaminan social, 8) Iklim kerja, 9) Sarana
dan prasarana, 10) Teknologi, dan 11) Kesempatan berprestasi.
Menurut Sedarmayanti (2007), instrument pengukuran kerja merupakan alat
yang dipakai dalam mengukur kinerja individu seorang pegawai yang meliputi:
•
Prestasi Kerja, hasil kerja pegawai dalam
menjalankan tugas baik secara kualitas maupun kuantitas kerja.
•
Keahlian, tingkat kemampuan teknis yang
dimiliki oleh pegawai dalam menjalankan tugas yang dibebankan
kepadanya. Keahlian ini bisa dalam bentuk kerjasama, komunikasi, insentif,
dan lain-lain.
•
Perilaku, sikap dan tingkah laku pegawai yang
melekat pada dirinya dan dibawa dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Pengertian perilaku di sini juga mencangkup kejujuran, tanggung jawab dan
disiplin.
•
Kepemimpinan, merupakan aspek kemampuan
manajerial dan seni dalam memberikan pengaruh kepada orang lain untuk
mengkoordinasikan pekerjaan secara tepat dan cepat, termasuk pengambilan
keputusan, dan penentuan prioritas.
Dalam mulyadi (2007) kinerja personel didefinisikan sebagai “keberhasilan
personel dalam mewujudkan sasaran-sasaran strategis perusahaan, dan sasaran
strategis perusahaan ini merupakan hasil penerjemahan misi, visi, keyakinan
dasar, nilai sasar, dan strategi perusahaan.” Sedangkan dalam Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (2010) menjelaskan kinerja personel merupakan
prestasi yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas atas pekerjaannya
yang sesuai dengan standar dan kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan tersebut.
2.6.3
Pengertian Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja adalah salah satu tugas penting untuk dilakukan oleh
seorang manajer atau pimpinan. Walaupun demikian, pelaksanaan kinerja yang
objektif bukanlah tugas yang sederhana. Penilaian harus dihindarkan adanya “like
dan dislike” dari penilai, agar objektivitas penilai dapat terjaga. Kegiatan
penilaian ini adalah penting, karena dapat digunakan untuk memperbaiki
33
keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada karyawan
tentang kinerja karyawan tersebut.
Mangkuprawira dan Vitalaya (2007), juga menyatakan bahwa, “Penilaian
kinerja yang dilakukan dalam suatu organisasi haruslah mengikuti standar kinerja
yang ditetapkan, dimana pengukuran kinerja tersebut memberikan umpan balik
yang positif kepada pegawai”.
Menurut Dessler (2007) ada lima faktor dalam penilaian kinerja yang
populer, yaitu:
•
Prestasi pekerjaan, meliputi: akurasi, ketelitian,
keterampilan, dan penerimaan keluaran.
•
Kuantitas pekerjaan, meliputi: volume keluaran
dan kontribusi.
•
Kepemimpinan yang dibutuhkan, meliputi:
membutuhkan saran, arahan atau perbaikan.
•
Kedisiplinan,
meliputi:
kehadiran,
sanksi,
warkat, regulasi, dapat dipercaya/diandalkan dan ketepatan waktu.
•
Komunikasi,
meliputi:
hubungan
antar
karyawan maupun dengan pimpinan, media komunikasi.
Menurut Dessler (2007), penilaian kinerja (performance appraisal) pada
dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi yang
efektif dan efisien. Karyawan menginginkan dan memerlukan umpan balik
berkenaan dengan prestasi karyawan tersebut dan penilaian menyediakan
kesempatan untuk memberikan kesempatan untuk meninjau kemajuan karyawan,
dan untuk menyusun rencana peningkatan kinerja.
2.6.4
Manfaat Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja merupakan suatu alat yang manfaatnya tidak hanya untuk
mengevaluasi kinerja mengevaluasi kinerja seorang karyawan akan tetapi juga
mengembangkan serta memotivasi karyawan. Penilaian tersebut juga akan
memberikan dampak yang positif dan semangat dalam diri karyawan untuk lebih
berkualitas dan menghasilkan kerja yang optimal.
34
Wibowo (2007), menyatakan, “Penilaian kinerja seharusnya menciptakan
gambaran akurat dari kinerja perorangan. Penilaian tidak dilakukan hanya untuk
mengetahui kinerja buruk. Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima harus data
diidentifikasikan sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian dasar lainnya.
Untuk mencapai tujuan ini, sistem penilaian hendaknya terkait dengan pekerjaan
dan praktis termasuk standar, dan menggunakan ukuran-ukuran yang terukur”.
Menurut Sedarmayanti (2007), tujuan dari penilaian kerjaadalah sebagai
berikut:
•
Untuk
mengetahui
keterampilan
dan
kemampuan pegawai.
•
Sebagai dasar perencanaan bidang kepegawaian
khususnya penyempurnaan kondisi kerja, peningkatan mutu dan hasil kerja.
•
Sebagai
dasar
pengembangan
dan
pendayagunaan pegawai seoptimal mungkin, sehingga dapat diarahkan
jenjang/rencana kariernya, kenaikan pangkat dan kenaikan jabatan.
•
Mendorong terciptanya hubungan timbal balik
yang sehat antara atasan dan bawahan.
•
Mengetahui
kondisi
orgnisasi
secara
keseluruhan dari bidang kepegawaian khususnya kinerja pegawai dalam
bekerja.
•
Secara pribadi, pegawai mengetahui kekuatan
dan kelemahannya sehingga dapat memacu perkembangannya. Bagi atasan
yang menilai akan lebih memperhatikan dan mengenal bawahan dan
pegawainya, sehingga dapat lebih memotivasi pegawai.
•
Hasil kinerja pelaksanaan pekerjaan dapat
bermanfaat bagi penelitian dan pengembangan di bidang kepegawaian.
Manfaat dari penilaian kinerja, dirasakan baik oleh pemimpin termasuk
pemilik perusahaan maupun karyawan atau personel yang dinilai.
•
Manfaatnya
bagi
pimpinanatau
pemilik
perusahaan antara lain adalah: 1) Dokumentasi mengenai hasil penilaian
kinerja bisa digunakan untuk kepentingan hukum; 2) Hasil penilaian dapat
merupakan dasar rasional untuk menentukan bonus dan merit system, 3)
Dimensi dan standar-standar yang ada dalam penilaian dapat membantu
35
pelaksanaan pencapaian sasaran strategis dan memperjelas kinerja apa yang
diharapkan oleh perusahaan; 4) Memberikan feedback kepada individu
tentang sejauh mana manajemen menilai kinerjanya; 5) Di samping untuk
keperluan penilaian individu, penilaian kinerja diharapkan juga memberikan
penilaian terhadap sejauh mana sikap dan kemampuan individu dalam
melakukan kerjasama dalam tim.
•
Manfaatnya bagi personel atau karyawan yang
dinilai antara lain adalah: 1) Feedback hasil penilaian memang dibutuhkan
dan diinginkan oleh karyawan; 2) Untuk memperbaiki kinerja memerlukan
assessment; 3) Demi keadilan dalam pemberian kompensasi dan promosi di
antara karyawan memang perlu dilakukan penilaian yang tepat untuk bisa
membedakan mana yang kinerjanya baik dan mana yang kurang; 4)
Assessment dan penghargaan terhadap tingkat kinerja seseorang melalui
penilaian yang objektif akan dapat memotivasi karyawan meningkatkan
kinerjanya.
36
Download