Komunisme Sebuah Utopia dalam Era Globalisasi

advertisement
Komunisme Sebuah Utopia dalam Era Globalisasi:
Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
Nasrullah Nazsir
ABSTRAK
Kehancuran negara-negara berhaluan komunis pasca Perang Dingin menyebabkan keabsahan
ideologi komunis yang digagas Marx dipertanyakan kembali. Kendati demikian, hancurnya
pemerintahan negara-negara komunis tersebut tidak berarti matinya komunisme. Banyak
pemikiran baru muncul mereinterpretasi gagasan Marx berlandaskan pada kritik dan otokritik
yang dilakukan sejumlah Marxis, mulai dari Friedrich Engels yang hidup sezaman dengan
Marx, hingga Marxis-Marxis sesudahnya seperti Herbert Marcuse, Roger Garaudy, Jurgen
Habermas dan T.W. Adorno. Disimpulkan, Marxisme sebagai sebuah gerakan pemikiran tidak
akan pernah mati, karena akan selalu diinterpretasi untuk menjawab tantangan zaman dewasa
ini, yang masih ditandai oleh saratnya permasalahan manusia, alienasi, ketimpangan,
ketidakadilan, dan berbagai penyakit masyarakat lainnya. Dalam konteks masa kini, paham
Marxis bertransformasi menjadi multimuka Marxisme yang menawarkan gagasan-gagasan
segar, sekaligus kontroversial seperti Gerakan New Left dan usulan kerjasama antara kaum
agamis dan komunis dalam Teologi Pembebasan Amerika Latin.
Pendahuluan
Dewasa ini, keabsahan ideologi komunisme
diragukan orang, termasuk oleh kalangan
intelektual. Pendapat umum mengatakan bahwa
komunisme hancur dan tidak relevan lagi untuk
dibicarakan dalam era globalisasi. Komunisme telah
menjadi puing-puing sejarah atau tidak lebih
sebagai rekaman historis belaka. Komunisme telah
mandul dan tidak memiliki kekuatan lagi,
disfungsional sebagai rujukan dan sumber
inspirasi ideologis bagi suatu gerakan revolusioner
seperti pada masa-masa sebelumnya.
Mengingat Marxisme pernah merupakan
suatu kekuatan dunia, kiranya pendapat hipotetik
tersebut perlu dikaji ulang. Dengan demikian,
pemahaman terhadap pandangan tentang
kehancuran ideologi komunis yang pernah
demikian berpengaruh di dunia dapat diletakkan
secara proporsional, dan bias interpretasi dalam
kajian ilmiah dapat dihindarkan. Melalui kaji ulang
tersebut diharapkan dapat tampil sisi bangunan
komunisme yang mengalami kehancuran dan sisi
selebihnya yang masih tetap merupakan kekuatan.
Kaji ulang ini juga diharapkan memperlihatkan
potensi terpendam yang bersumber pada Marxisme,
terutama untuk tujuan eksistensi dan
kelangsungan hidup sehingga diperoleh kejelasan
bahwa kehancuran gerakan monolitik, partai
komunis dan perangkat pendukung fisik
komunisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya bukan berarti kehancuran total dari
bangunan komunisme yang bermuara pada
Marxisme tersebut.
Untuk menguji pendapat hipotetik atau
pandangan di atas, relevan kiranya untuk
menampilkan suatu analogi sebagai berikut, yaitu
model komunisme Eropa Timur dan Uni Soviet
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
245
sebagai suatu bentuk komunisme tertentu, atau
sebut saja suatu komunisme. Dengan penempatan
model tersebut sebagai suatu bentuk tertentu atau
suatu komunisme, berarti masih terdapat bentuk
atau probabilitas bagi munculnya suatu komunisme
lain sebagai model alternatif atau subtitusi. Bentuk
tersebut dapat saja berupa gerakan pemikiran, atau
aliansi strategis dengan ideologi lainnya. Keadaan
itu dapat juga berupa suatu gerakan politik yang
ada dewasa ini. Tidak tertutup kemungkinan bahwa
model komunis yang dimaksud juga berupa
penyesuaian diri dengan arus globalisasi, atau
manipulasi terhadap isu-isu dunia yang aktual, atau
suatu rancangan program politik yang berorientasi
pada kecenderungan fenomena dunia modern
lainnya. Bentuk suatu model, atau komunisme,
relevan bila dikaitkan dengan watak multimuka,
sifat komunisme yang bersumber pada Marxisme
yang kompleks dari komunisme itu sendiri termasuk
berbagai dimensi kehidupan seperti politik,
pemikiran, sosial budaya, historis, ekonomi,
pengetahuan, etika, filsafat, dan ilmu pengetahuan
lain yang terkait. Dengan demikian, jelas bahwa
yang terjadi adalah kehancuran sistemik negaranegara Eropa Timur dan Uni Soviet dengan
perangkat pendukung ideologi komunis. Bubarnya
Partai Komunis Soviet bukan berarti kehancuran
definitif dari bangunan komunisme itu sendiri.
Tatanan dunia berubah secara drastis pasca
runtuhnya Tembok Berlin. Dengan keruntuhan
tersebut, peta politik dunia semakin sulit diduga.
Akibat perubahan dahsyat itu jelas komunisme
yang berorientasi Marxistik dengan sendirinya
dituntut mengadakan terobosan-terobosan,
lompatan-lompatan dialektik strategis dalam program politik dan orientasi ideologis.
Pemahaman terhadap fenomena ini
membutuhkan suatu perubahan mendasar yang
berbeda dari pemahaman tatkala komunisme dan
Marxisme masih kuat dan berpengaruh. Artinya,
dibutuhkan suatu titik tolak pemahaman yang lebih
adekuwat dan “tepat bidik” sesuai dengan watak
Marxisme yang kompleks dan multimuka. Dalam
mengantisipasi transformasi dan lompatanlompatan dialektik strategis dan komunisme
Marxisme Pasca memudarnya komunisme, kajian
246
terhadapnya membutuhkan suatu metode dan cara
tertentu, perangkat pisau analisis yang sama sekali
baru, atau berbeda dengan sebelumnya. Semua ini
dapat dilakukan melalui langkah-langkah konkret.
Misalnya, lewat cara reorientasi penghampiran
terhadap Marxisme.
Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat sisi lain
dari fenomena kehancuran komunisme dewasa ini.
Tulisan dirancang bertitik tolak dari “refleksi”
historis Marxisme dan gerakan politik komunisme
sebagai landasan. Titik tolak ini niscaya dapat
menguak perspektif baru antisipasi, atau semacam
“proyeksi” kemungkinan bagi peluncuran gerakangerakan radikal revolusioner yang berlandas pada
Marxisme. Melalui “refleksi” historis menuju
“proyeksi” berbagai potensi dan kemungkinan di
masa depan, potensi peluncuran gerakan politik
komunisme dalam format dan gaya baru Marxisme
dapat dipantau.
Untuk tujuan itu dalam tulisan ini ditampilkan
suatu permasalahan pokok: “Sejauh mana
kemungkinan Marxisme mengadakan transformasi
dalam perjuangan eksistensi dan kelangsungan
hidup melalui penyesuaian-penyesuaian diri. Suatu
pemahaman menyeluruh terhadap Marxisme dapat
menjelaskan maksud tersebut, baik melalui bahan
pemikiran, gerakan politik dan varian komunisme
yang pernah ada yang meluncurkan konsepsi
perjuangan baru Pasca runtuhnya Eropa Timur
secara sistematik berikut hancurnya raksasa
komunis Uni Soviet dan Partai Komunis Soviet
(PKS).
Marxisme dalam Gerakan Pemikiran
Marxisme adalah suatu bentuk keseluruhan
pemikiran dan pesan-pesan prototipe Karl Marx
yang mencakup Marx muda dan Marx tua.
Pemikiran ini diracik oleh Friedrich Engels dalam
suatu kemasan pemikiran filsafat materialisme.
Seorang tokoh bernama Karl Kautsky mencoba
mengorientasikannya pada gerakan politik
revolusioner. Marxisme Pasca Engels dan Kautsky
oleh para pengikutnya dipersepsikan sebagai
hakikat ajaran resmi partai komunis.
Kedua
tokoh
tersebut
berhasil
M EDIATOR, Vol. 2
No.2
2001
mengembangkan pandangan Marx menjadi satu
keseluruhan ideologi Marxis bagi Partai Sosialis
Demokrat di Jerman Barat (Erfurt, 1891). Dalam
perkembangan selanjutnya, yaitu pada masa Lenin
seluruh hubungan serta kerjasama antarnegara dan
pengikut komunisme bertitik tolak dari Marxisme –
Leninisme. Semenjak itu, Marxisme–Leninisme
menjadi ideologi, sekaligus dijadikan pisau analisis
untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas.
Pasca Marx, Marxisme mengalami perpecahan.
Kubu Kautsky disebut ortodoks, sedangkan kubu
Eduard Bernstein lebih dikenal dengan
revisionisme. Perpecahan dalam orientasi ideologis
dan gerakan politik serta gerakan bawah tanah
revolusioner ini dapat ditafsirkan sebagai cikalbakal kehancuran PKS dan bubarnya Uni Soviet,
dan negara-negara Eropa Timur di penghujung
abad XX ini.
Awal perpecahan ditandai dengan sikap tegas
Eduard Bernstein dalam menolak determinisme
ekonomi yang menjadi keyakinan Marx dalam
analisis perkembangan masyarakat. Bernstein
menganggap bahwa jalan revolusioner menuju
perjuangan partai sebagai suatu keniscayaan dan
rumus baku adalah naif. Untuk itu, premis tersebut
harus ditolak. Menurut Bernstein, sosialisme
adalah suatu etika, yaitu tuntutan yang
mengandung cita-cita moral tinggi. Untuk tujuan
tersebut dibutuhkan politik reformistik dengan
mengadakan revisi-revisi sesuai dengan kondisi
objektif masyarakat. Dengan demikian, loncatanloncatan revolusioner serta berbagai tindakan
radikal dan revolusioner, termasuk kekerasan fisik
harus dihindarkan.
Bernstein menganut paham demokratisme
yang berorientasi pada upaya-upaya, serta
kebijakan politik yang bersifat reformistik. Cita-cita
sosialisme dapat dilaksanakan melalui perjuangan
demokrasi parlementer. Menurut tokoh revisionis
ini, perjuangan sosialis sesuai dengan kondisi
masyarakat Jerman tidak relevan jika menggunakan
cara-cara radikal, seperti gerakan buruh
revolusioner. Kerjasama dengan pemerintah
berkuasa untuk memperbaiki tingkat kehidupan dan
upah buruh yang realistik dipastikan jauh lebih
berguna dan bersifat strategis bila kaum buruh tidak
akan menjadi mangsa atau korban pembantaian
pemerintah yang berkuasa. Marx tidak pernah
menginginkan suatu haluan tunggal yang
seharusnya diikuti oleh pergerakan sosialis. Dalam
beberapa hal, ia merasakan bahwa sosialisme dapat
dicapai dengan cara damai di negara-negara Barat,
di mana bahan-bahan yang sifatnya demokratis
sedang terbentuk. Tapi ia belum pernah menolak
kemungkinan adanya kekerasan – atau bahkan
perlunya melakukan kekerasan seandainya
keadaan menghendaki.
Namun perlu digarisbawahi bahwa jauh
sebelum Bernstein memperkenalkan revisionisme,
Marx telah memutar teorinya secara radikal demi
tujuan politik jangka panjang bagi perjuangan
partai-partai sosialis. Tindakan tersebut dilakukan
dengan pertimbangan mengingat solidaritas kaum
buruh yang tergabung dalam Internasional II
semakin rapuh dan cenderung mengarah kepada
disorientasi serta perpecahan fisik.
Kecenderungan itu menurut Marx merupakan
akibat dari pertentangan antara teori dan
implementasi politik yang membingungkan kaum
buruh dan partai-partai sosialis.
Singkatnya, dalam mencapai tujuan
perjuangan kaum sosialis masih diwarnai
pemunculan partai sosialis. Marx menganggap
sudah waktunya untuk meadakan terobosanterobosan baru melalui peluncuran suatu testamen
politik ideologis. Melalui testamen tersebut
diharapkan kaum sosialis memiliki sikap yang
realistik dan tidak terperangkap dalam perpecahan
antarsesama partai sosialis.
Testamen politik radikal tersebut oleh Marx
dikatakan sebagai suatu momentum yang tepat
untuk mengakhiri kebingungan tersebut.
Pernyataan politik ideologis seperti pengakuan
Marx jauh sebelumnya telah disiapkan, termasuk
alasan pemilihan Amsterdam sebagai tempat
peluncuran pernyataan politik. Pilihan Amsterdam
sebagai lokasi proklamasi testamen politik komunis
mengikuti tradisi para negarawan Eropa Barat dalam
upaya konsolidasi kekuasaan borjuasi. Di tempat
ini pulalah lembaran sejarah komunis digelar.
Peluncuran pidato tersebut dilakukan di
Amsterdam pada 9 September 1872. Dalam pidato
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
247
tersebut Marx menggarisbawahi bahwa kaum
buruh dapat mencapai tujuan revolusi melalui
perjuangan yang realistik, yaitu dengan “cara-cara
damai” (Bahtiar, ed. 1978, 33 –37).
Karl Kautsky menuduh tokoh revisionis
Bernstein telah mengkhianati perjuangan kaum
proletar dan menyimpang dari Marxisme.
Menurutnya, sosialisme hanya dapat dicapai
melalui revolusi. Namun, sesuatu yang sangat
paradoksal terjadi pada diri Karl Kautsky sebagai
akibat dari wataknya yang mendua atau dikotomik:
sebagai praktisi politik di satu pihak, dan sebagai
teoretikus Marxisme di pihak lain. Melihat
kenyataan kaum buruh Jerman pada masa itu, Karl
Kautsky sebagai Marxis yang realistik harus
menyesuaikan konsep-konsep Marxisme yang siap
pakai atau sesuai dengan kondisi Jerman dalam
mengartikulasikan misi dan program politiknya.
Kautsky berpendapat, partai buruh masih
sangat lemah, sementara pemerintah yang
berkuasa demikian kuat. Melihat kenyataan itu,
Kautsky akhirnya menjadi seorang “demokrat” dan
meninggalkan paham revolusioner. Jargon-jargon
politiknya yang sarat dengan perjuangan
revolusioner ditinggalkan. Semenjak itu ia berbalik
menjadi penganut demokrat demi mencapai tujuantujuan politiknya.
Tokoh lain yang banyak mempengaruhi Lenin
dalam perjuangan gerakan radikal dan revolusioner
adalah Rosa Luxemburg. Ia menuduh Karl Kautsky
sebagai pengkhianat. Kautsky dengan orientasi
demokratisme telah meninggalkan tujuan revolusi.
Rosa Luxemburg memisahkan diri dari partai sosialdemokrat dan mendirikan diktatur proletariat yang
menjadi cikal bakal partai komunis. Bertolak
belakang dengan Lenin, Rosa Luxemburg
menganggap bahwa revolusi timbul dari
spontanitas massa rakyat. Ia menolak pandangan
sentralisme demokratis Lenin yang telah diracik
dan diwarnai oleh sejarah dan budaya Rusia. Pada
dasarnya, Marxisme yang dikembangkan Lenin
lebih merefleksikan kondisi objektif Rusia. Dengan
kata lain, Lenin telah “me-Rusia-kan” pemikiranpemikiran Marx dan Engels dalam format pemikiran
yang dikemas sedemikian rupa yang berorientasi
pada kondisi objektif Rusia. Kemasan tersebut
248
kelak dikenal sebagai Marxisme-Leninisme yang
selanjutnya menjadi ideologi komunis
(Puspopardoyo, 1980: 35-45)
Marxisme-Leninisme adalah ajaran resmi partai
hasil sintesa pandangan Engels dan ajaran Lenin,
yang disesuaikan dengan kondisi Rusia. Dalam
kenyataannya, Marxisme-Leninisme secara konkret
adalah komunisme itu sendiri. Dengan demikian,
dalam pengertian gerakan pemikiran, Marxisme
menjadi ideologi resmi partai dan seluruh gerakan
revolusioner.
Peletakan Marxisme-Leninisme sebagai
ideologi dogmatik bertentangan dengan Marxisme
yang anti terhadap segala bentuk ideologi. Kaum
komunis tidak pernah berhenti dalam manuver
politik dan aktivitas revolusioner. Sukses dan
kegagalan merupakan suatu kilas balik bagi
pengembangan komunisme selanjutnya.
Perkembangan Marxisme yang lain terlihat pada
gerakan intelektual yang ingin mengembalikan
kemurnian ajaran-ajaran Marx, Marxisme.
Kekejaman Stalin dalam mencapai ambisi pribadi
serta garis kebijakan politik dan ideologis PKS
merupakan suatu lembaran hitam dalam sejarah
Marxisme, komunisme. Uni Soviet dituduh telah
menodai perjuangan revolusioner Marxisme.
Pimpinan teras partai (nomenklatura) dan
negarawan Uni Soviet sejak zaman Stalin menabur
teror, ketakutan, kecurigaan, dan berbagai tragedi
kemanusiaan di negara-negara sosialis sebagai
suatu alat untuk konsolidasi kekuasaan dan ambisi
pribadi mereka.
Untuk itu, kelompok intelektual Marxis
mengutuk PKS dan segala sesuatu yang bersifat
mapan dalam komunisme. Sebagai upaya untuk
meluruskan Marxisme, meraka menggali kembali
perjuangan emansipatoris, kritisme, humanisme
yang tertuang dalam tulisan-tulisan Marx muda,
terutama naskah-naskah Paris.
Sejak itu, lahirlah gerakan Neo-Marxis yang
dipelopori ilmuwan pemikir dan filsuf dari mazhab
Frankfurt, Jerman. Kelompok ini menamakan teori,
analisa perkembangan masyarakat yang mereka
geluti dengan metode kritis.
Metode kritis yang dikembangkan kelompok
ini sampai sekarang sangat vokal dan menarik
M EDIATOR, Vol. 2
No.2
2001
kelompok intelektual, terutama kalangan dunia
kampus, atau dunia akademis. Pandanganpandangan mereka penuh dengan kontroversi,
tajam, tidak mempunyai suatu kesatuan, namun
menyelusup ke segala bidang disiplin ilmu guna
mencari pembenaran premis-premis atau postulat
sosiologis, filsafat, etika dari karya-karya Marx
muda. Mereka ingin membangun suatu sosok
Marxisme kendatipun dalam kenyataannya tulisantulisan dan pemikiran mereka sering semakin jauh
dari Marxisme, bahkan bertolak belakang dengan
Marxisme itu sendiri.
Tulisan-tulisan Marx yang orisinsl diberikan
suatu interupsi baru dan bebas. Watak manusia
yang voluntaristik telah diintrodusir oleh Marx
sendiri mendahului teoretisi Marxisme, Eduard
Bernstein. Karya-karya Marx kelak ditafsirkan lebih
lanjut oleh pengikut-pengikutnya. Lahirlah
kontroversi berlanjut dan abadi baik dalam
Marxisme maupun dalam komunisme.
Dalam konteks pemikiran, dimensi teoretik para
interpreter Marxisme baru mengikutsertakan
dimensi kebebasan hakiki manusia, yaitu dimensi
komunikasi sebagai salah satu watak dasar
manusia. Berbagai disiplin lalu muncul dan
selanjutnya dikenal sebagai mazhab Frankfurt, atau
Neo-Marxis. Dalam pengembangan Marxisme lebih
lanjut, bantuan berbagai disiplin ilmu mutlak
diikutsertakan. Sesuai dengan asas “metode kritis”
dari mazhab ini, upaya memperkaya Marxisme
harus ditopang oleh perangkat pendukung lain
seperti disiplin ilmu lainnya. Neo-Marxis tersebut
memasukkan cabang-cabang ilmu bantu seperti
psikologi, etika, filsafat eksistensialisme, dan
sebagainya yang sangat bertolak-belakang dan
bertentangan dengan Marxisme. Melalui gerakan
intelektual ini, ide dan gagasan sentral Marx
dibongkar dan diberi interpretasi baru.
Kecenderungan seperti inilah yang menyebabkan
Marxisme dipreteli, diatasnamakan. Namun
akibatnya, Marxisme menjadi semakin berkembang
walaupun sebenarnya pemikiran mereka sama
sekali bertolak belakang dari Marxisme itu sendiri.
Gerakan Neo-Marxis yang bermarkas di Frankfurt ini menekankan nilai-nilai humanisme Marx
seperti tersebar dalam berbagai tulisannya tatkala
ia belum menjadi seorang revolusioner yang
matang. Tulisan-tulisan Marx muda menjadi titiktolak gerakan intelektual ini dalam menekankan
nilai-nilai humanisme, terutama pemikiran tentang
alienasi. Akibat kemajuan teknologi, industrialisasi
dalam era kapitalisme modern pasca Perang Dunia
Kedua, menyebabkan manusia mengalami
keterasingan (alienasi) yang total dan definitif.
Sesuai dengan watak serakah kapitalisme,
manusia (buruh) semakin tergerogoti secara
sempurna hingga dalam menghasilkan produkproduk kapitalis mereka semakin menderita.
Mereka sendiri tidak mengenal produk yang
dihasilkannya. Terasing dari produk kerjanya
sendiri. Manusia yang terasing dari masyarakat,
dan akhirnya terasing dari dirinya sendiri, adalah
gambaran konkret dari kapitalisme. Demikian para
Neo-Marxis mengemukakan tesis mereka.
Humanisme Marx yang bersifat emansipatorik
yang menjadi acuan bagi para Marxis seperti yang
tertuang dalam Politik dan Ekonomi (1844),
Keluarga Suci (1844-45), dan Ideologi Jerman
(1845-46) dianggap dapat mengubah secara radikal
sistem kapitalisme. Dalam buku-buku tersebut,
Marx menampilkan dignitas manusia sebagai
makhluk alam sekaligus makhluk sosial dengan
kebebasan dalam memanusiakan alam yang
menjadi bagian dari organisme tubuhnya. Daya dan
potensi individu dikembangkan berhadapan
dengan alam semesta. Orientasi humanistik inilah
selanjutnya yang membedakan Marx muda dengan
Marx tua.
Tradisi mazhab Frankfurt ini terus berkembang.
Basis kekuatan mereka terletak pada pemikiran
radikal Marx yang dianggap tetap merupakan suatu
kekuatan ampuh untuk memperbaiki tatanan
kehidupan manusia modern dewasa ini. Buku-buku
mereka tersebar di seluruh universitas. Teori-teori
radikal Marxis atau setengah Marxisme, berikut
orientasi Marxistis terus bermunculan ke perguruan
tinggi di seluruh dunia.
Marxisme dalam Gerakan Politik
Marxisme dalam dirinya bersifat multidimensi
yang saling kait mengait antara satu unit
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
249
pendukungnya dengan satuan unit lainnya.
Dengan demikian, kebangkrutan dalam sistem
politik, ideologi, dan sistem pemerintahan bukan
berarti keniscayaan kehancuran Marxisme.
Orientasi Marxisme ternyata tetap terartikulasikan
dalam gerakan politik dan jabaran ideologis yang
setiap saat mentransformasikan diri.
Leon Trotsky menegaskan bahwa masalahmasalah keterbelakangan Rusia di bidang industri
justru merupakan suatu keuntungan bagi revolusi
dan bukannya sebuah kekurangan. Mengingat
kelemahan kaum borjuasi Rusia dan
ketergantungannya kepada negara, kaum
proletarlah yang diarahkan untuk mempelopori baik
revolusi borjuasi di dunia Barat. Ia mengawinkan
demokrasi borjuasi dan sosialis proletariat.
Internasional III, komitmen ciptaan Lenin
(yang menjadikan Moskow sebagai markas besar
revolusi dunia untuk menghancurkan kubu
kapitalisme) dan diganti Stalin menjadi kominform,
tentunya tidak akan hilang begitu saja.
Setelah komitmen kehilangan fungsinya
sebagai alat politik luar negeri Uni Soviet, Stalin
membentuk organ baru, yaitu kominform. Badan
ini dimaksudkan sebagai wadah perjuangan
revolusioner untuk mengacaukan Eropa Barat,
sehingga Uni Soviet leluasa bergerak di kawasan
dunia Timur. Untuk mencapai tujuan itu, Stalin
mempergunakan partai komunis Italia dan Prancis.
Dalam percakapan dengan Stalin, Milovan Jilas
menegaskan bahwa Moskow tidak pernah
memahami kenyataan-kenyataan revolusioner
yang terjadi di Yugoslavia – yang saat itu tengah
berjuang mempertahankan diri terhadap tentara
pendudukan Jerman. Stalin juga tidak pernah
mengetahui secara persis revolusi-revolusi Yugoslavia yang berlainan dengan pengalaman Uni
Soviet (Djilas, 1963: 169-172).
Perlu dicatat, sudah sejak lama Stalin
mencurigai Tito (Joseph Broz Tito, Presiden Yugoslavia saat itu, red.) yang enggan mengikuti garis
politik Stalin. Stalin curiga terhadap maksud Tito
menciptakan kekuatan di Eropa Tenggara. Albania yang lebih dekat dengan Yugoslavia juga
menjadi ancaman bagi Stalin. Melalui komintern,
Yugoslavia harus dihancurkan. Namun, tampaknya
250
Yugoslavia tidak gentar menghadapi Stalin.
Dalam gerakan politik, Marxisme
diartikulasikan secara kaku. Marxisme menjadi
ideologi tertutup, doktriner, tatkala diterjemahkan
ke dalam sistem pemerintahan. Akibatnya,
Marxisme menjadi sesuatu yang sangat
menakutkan bukan saja bagi negara-negara sosialis
dan partai-partai komunis itu sendiri. Stalinisme
menjadi suatu yang bersifat totaliter.
Setelah kematian Stalin, kepemimpinan kolektif
Krushcev terpaksa mengambil langkah persuasif
terhadap Tito. Sejak itu, Yugoslavia memperoleh
reputasi terhormat di luar dua blok antagonistik.
Pertentangan yang sudah dimulai pada masa Stalin
mengakibatkan RRC harus mencari jalan sendiri.
Semua ini menjadi embargo bagi kehancuran
sistemik komunisme Pasca Perang Dingin yang
dimaksudkan.
Komintern dan kominform adalah alat bagi Uni
Soviet untuk mengendalikan kekuasaan politik di
tengah-tengah partai komunis dan negara sosialis.
Kenyataan itu ditentang Tito. Yugoslavia di
bawah Tito menolak keinginan Uni Soviet untuk
dikuasai. Yugolasvia lantas memilih jalan sendiri
di penghujung tahun 40-an, diikuti Albania yang
berorientasi pada RRC pada permulaan tahun 60an. Sementara, Rumania berjuang untuk
memperoleh netralitas di bawah Caucescu pada
pertengahan 60-an. Peristiwa-peristiwa berdarah
berturut-turut terjadi di Jerman Timur (1953),
Polandia (1956), Hongaria (1956), dan Cekoslovakia
(1968). Negara-negara di kawasan Eropa Timur itu
meminta liberalisasi dan politik etonomi atau “swaatur” (self-management). Semua itu merupakan
prolog bagi runtuhnya Uni Soviet, dan bubarnya
sistem sosialis di Eropa Timur.
Melalui kominform, Yugoslavia (yang
menaruh kecurigaan terhadap Stalin) dimusuhi dan
dikucilkan oleh Stalin dari ikatan solidaritas sosialis
yang dikendalikan Moskow. Pengucilan, dalam
bentuk dikeluarkannya Yugoslavia dari
keanggotaan kominform, memberi kesempatan Tito
menempuh jalan sosialisme sendiri. Lahirlah
komunisme nasional, Titoisme.
Jargon politik tentang “hidup berdampingan
secara damai” dengan negara-negara nonsosialis
M EDIATOR, Vol. 2
No.2
2001
menjadi pedoman bagi setiap negara sosialis dan
seluruh partai komunis di dunia. Konsepsi dan
doktrin tentang perang yang tak terhindarkan
dengan kapitalis, bergeser ke arah keniscayaan
tesis pencapaian sosialisme, yang justru dilakukan
melalui ajang solusi perdamaian.
Opsi politik dan kebijaksanaan Krushcev ini
mengundang kecurigaan RRC, yang menuduh Uni
Soviet telah terjerat pada prinsip revisionis. RRC
menuduh Uni Soviet sebagai negara hegemonis
dan ekspansionis, yaitu negara sosialis-imperialis.
Dunia komunis yang monolit, ditambah kendali
kekuasaan Moskow (setelah Yugoslavia
menempuh jalan sendiri), merupakan momentum
yang tepat bagi RRC untuk mengklaim diri sebagai
pewaris Marxisme-Leninisme yang murni. Dengan
demikian, garis monolit partai bergeser ke arah
polisentrisme. Ide-ide komunisme nasional,
sosialisme dengan wajah manusiawi yang menjadi
opsi partai-partai sosialis dan komunis Eropa Barat,
dan otonomi terbatas bagi sosialisme nasional,
sejak saat itu menjadi suatu keniscayaan.
Ungkapan mengenai “banyak jalan menuju
sosialisme” adalah suatu pergeseran konsepsi
politik-ideologis yang tidak dapat dipungkiri oleh
Kruschev. Pergeseran ini memungkinkan Beijing
membangun suatu imperium komunisme dengan
markas besar di belahan timur dunia untuk memacu
dan mengendalikan gerakan politik revolusioner
di negara-negara Afrika, Asia, dan Amerika Latin.
RRC menempuh jalan sendiri, yaitu sosialisme ala
Cina.
Transformasi Marxisme menuju
Gerakan Baru
Dengan bertolak dari pemahaman yang
holistik, baik yang bernuansa gerakan pemikiran
maupun aktualisasi dalam gerakan politik,
fenomena dunia di penghujung abad XIX ini bukan
merupakan sesuatu yang mengagetkan. Fenomena
tersebut dapat dikatakan lebih merupakan tindaklanjut dari paradoks-paradoks yang dikandung
dalam Marxisme sendiri.
Dalam paparan sebelumnya, kehancuran
sistematis negara-negara komunis bukan berarti
analog dengan kehancuran bangunan menyeluruh
dari Marxisme. Sejarah membuktikan bahwa
sebagai suatu filsafat, Marxisme dan ideologi
politik kekuasaan, Marxisme-Leninisme terus
mengadakan terobosan-terobosan baru,
pendobrakan jalan buntu sambil tetap
mempertahankan watak revolusioner menuju
transformasi diri menurut hukum dialektika, logika,
dan ilmiah. Hal ini dilakukan mengingat keyakinan
para Marxis sesuai dengan klaim Marx dan Engels,
bahwa sosialisme mereka adalah sosialisme ilmiah
yang berbeda dengan sosialisme Utopia (Karl Marx
dan F. Engels, 1964). Marxisme dipandu oleh suatu
kekuatan dalam kinerja transformasi diri yang oleh
Dahrendorff disebut dengan istilah kekuatan
“heuristik”.
Prinsip Heuristik sebagai Titik-tolak
Marxisme dalam sifat yang serba muka
merupakan landas pijak yang kuat bagi konstatasi
kebertahanan dan kelangsungan hidup. Marxisme
yang lahir dari rasionalisme Eropa Barat dalam
berbagai premis, postulat, dan konsep-konsep
sosiologi berikut filsafatnya sering tetap absah,
memiliki kekuatan terpendam, bahkan merupakan
salah satu model filsafat abad XX yang paling
radikal dan revolusioner. Berbagai keabsahan yang
dikandungnya disebabkan karena banyak hal
dalam kajian filsafat dan sosiologis Marx berlandas
pada metode heuristik. Metode heuristik yang
menjadi ciri khas Marx inilah yang sering kali
dilupakan atau diabaikan oleh para ahli.
(Dahrendoff, 1987: 343).
Marx sendiri dalam analisis kelas-kelas dalam
masyarakat yang menjadi inti ajarannya dan yang
melandasi perkembangan masyarakat sebagai
fokus perhatiannya senantiasa bertolak dari
prinsip-prinsip heuristik. Penggunaan metode
heuristik tersebut di satu pihak merupakan titik
kelemahan Marx dalam implementasi teori sosiologi
dan renungan filsafat. Di pihak lain, ini menjadi
kekuatan bagi para penerusnya untuk mengadakan
koreksi dan penyesuaian-penyesuaian. Marx,
misalnya, tidak pernah secara definitif merumuskan
suatu konsep kelas yang menjadi pusat
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
251
perhatiannya ketika menjelaskan perkembangan
masyarakat di sepanjang sejarah manusia, yang
menurutnya, terletak pada perkembangan teknik,
alat-alat produksi.
Sosiolog Geiger menegaskan bahwa Marx
mempunyai tugas heuristik dalam arti mendorong
orang agar menyelidiki dan menemukan sendiri
konsep-konsep yang berkaitan dengan analisis
perkembangan suatu masyarakat tertentu selain
memusatkan perhatian untuk menganalisis hukumhukum tertentu dari perkembangan masyarakat dan
kekuatan-kekuatan yang terlihat dalam
perkembangannya. Tujuan heuristik dari konsep
kelas Marx, misalnya, tidak pernah statis tetapi
dinamis, tidak deskriptip tetapi analitis. Menurut
Marx, kelas bukanlah suatu teori yang
mencerminkan model sebuah masyarakat yang
ditangkap dalam jangka waktu tertentu, pun bukan
suatu teori tentang stratifikasi sosial, melainkan
alat untuk menerangkan perubahan masyarakat
pada umumnya (Dahrendorff, 1987: 3-43)
Pertanyaan kuncinya bukan bagaimana suatu
masyarakat tertentu sebenarnya dilihat pada suatu
batas tertentu, tetapi bagaimana struktur suatu
masyarakat berubah. Dengan kata lain, apakah
hukum (ekonomi) yang menggerakkan masyarakat
modern?
Marxisme tidak kandas oleh premis-premis
kontroversial yang ditorehkan oleh Marx dalam
tulisan-tulisannya. Sebaliknya, premis-premis
paradoksal dan saling bertentangan tersebut
merupakan landasan bagi berfungsinya prinsipprinsip “homeo-statik”, yaitu mekanisme
pertahanan diri terhadap tantangan, pengaruh, atau
berbagai stimulasi dari luar untuk tetap mampu
bertahan dalam kondisi atau perubahan zaman
melalui penyesuaian-penyesuaian dan reformulasi
doktrin-doktrin Marxisme yang disebut dengan
istilah : ““multimuka Marxisme””.
Multimuka Marxisme
Dari paparan mengenai kiat Marxisme yang
bereksistensi dengan proses aktualisasi diri,
tampak bahwa Marxisme dalam konteks
pemahaman totalitas tidak mengenal kata
252
menyerah apalagi mati. Dari rekaman sejarah
perkembangan Marxisme dan penjabarannya dalam
berbagai bentuk model partai serta pemerintahan
yang komunistik, terlihat pula bagaimana Marxisme
mampu mengadakan penyesuaian-penyesuaian
tertentu yang adekwat dalam bentuk “multimuka
Marxisme”.
Bila Marxisme selama ini dikaitkan dengan
analisis dialektika, trilogi tesa, antitesa dan sintesa
dalam membedah anatomi sejarah perkembangan
masyarakat dan peradaban manusia, maka dewasa
ini, terutama Pasca Tembok Berlin, Marxisme
tampaknya lebih tepat bila bertolak dari watak yang
analog dengan dialektika Marxian, yaitu “multimuka
Marxisme”. Istilah ini sengaja diangkat oleh penulis
untuk menerangkan dialektika perkembangan
Marxisme sesuai dengan perguliran waktu dan
tuntutan zaman.
Kata “multimuka” mengacu pada mitologi
Yunani, yaitu semacam monster atau ular yang
memiliki sembilan kepala yang senantiasa tumbuh
kembali bila tertebas atau terpotong.
Dewasa ini, Marxisme lebih tepat bila
dianalogikan dengan makhluk multimuka dalam
upaya mempertahankan dan melangsungkan
hidup. Prinsip heuristik yang menjadi pegangan
setiap kaum komunis dan keyakinan akan sifat
ilmiah sosialis Marx dan Engels, mendorong para
pengikut dan simpatisan komunis melakukan
gerakan dalam ajaran-ajaran dan ideologi komunis.
Makhluk “multimuka Marxisme” yang
mungkin diluncurkan para pengikut Marxis abad
XXI merupakan pelataran baru bagi perjuangan
revolusioner komunisme.
Potensi dari “multimuka Marxisme” tersebar
dalam tulisan-tulisan Marx dan Engels, dalam
literatur komunis, dalam karya tokoh atau
teoretikus, serta ideolog partai. Salah satu bentuk
peluncuran gerakan radikal revolusioner potensial
dalam “multimuka Marxisme” ini adalah melalui
Marc Bloch. Pendapat atau gagasan dari tokoh ini
sangat mendasar dan bersifat hakiki serta sering
bertolak-belakang dengan pemikiran Marx. Tokoh
ini termasuk seorang di antara para Neo-Marxis
yang berhasil mengembangkan Marxisme
kendatipun gagasan-gagasan yang mereka
M EDIATOR, Vol. 2
No.2
2001
lemparkan sering bertentangan sama sekali
dengan pemikiran Marx.
March Bloch secara mencolok menunjukkan
watak “multimuka Marxisme” dalam utopia yang
terkandung dalam ajaran-ajaran Marx. Utopia yang
dimaksud dalam hal ini termasuk segala sesuatu
yang belum teraktualisasikan dari potensi yang
terdapat dalam Marxisme. Utopia, menurut Bloch,
adalah nafas bagi eksistensi dan kelangsungan
hidup Marxisme. Dengan demikian, walaupun utopia sangat bertentangan dengan prinsip logika,
utopia Marx tentang masyarakat tanpa kelas justru
dituangkan dalam ideologi Jerman dan
dimatangkan dalam Manifesto Komunis. Bila unsur
utopia tersebut dikaji ulang, secara tak terelakkan
Marx sendiri terseret pada kontemplasi filsafat naif
dan irasional. Dalam ideologi Jerman, masyarakat
komunis digambarkan sebagai suatu tatanan
kehidupan di mana masyarakat sepenuhnya
mengatur produksi umum yang memungkinkan
seseorang melakukan sesuatu hari ini, dan yang
lain untuk hari esoknya: berburu pada pagi hari,
memancing siang hari, menggembalakan ternak
pada sore hari, mengeluarkan kritikan setelah makan
malam tanpa harus menjadi seorang pemburu,
pemancing, pengembala, atau kritikus. Gambaran
masyarakat seperti ini identik dengan utopia dari
pakar sosialisme sebelum Marx. Di sini, Marx
memperlihatkan suatu masyarakat yang memiliki
kesadaran otonom dan manusia yang serba bisa
dalam segala bidang dan jenis pekerjaan. Timbul
pertanyaan, bagaimana bila dalam tatanan
masyarakat seperti itu terjadi pelanggaran hukum
oleh seseorang ? Orang lain yang akan menjadi
polisi bagi si pelanggar adalah gambaran yang
kontroversial utopia Marx jika seorang menjadi
polisi bagi yang lainnya.
Gambaran masyarakat seperti itu merupakan
suatu ilusi dan utopia. Pada satu sisi, pemikiran
Marx menjadi gugur, masyarakat komunis sebagai
bentuk terakhir dari dinamika dalektika historis
menjadi kandas dalam utopia tersebut. Akan tetapi,
pembela-pembela Marx di kemudian hari, seperti
Ernest Bloch, menekankan bahwa kekuatan
Marxisme justru terletak pada unsur utopia yang
selama ini diabaikan oleh kaum komunis sendiri.
Dalam “Marxisme Utopia”, dikatakan bahwa
vitalitas yang paling dahsyat dari Marxisme adalah
sifat bawaan dari dinamika utopia yang terkandung
di dalamnya.
Menurut Bloch, jaminan hidup dan
kelangsungan Marxisme terletak pada unsur utopia tersebut. Dengan demikian, gerakan komunis
diletakkan sederajat dengan fungsi, visi, dan misi
agama untuk mengungkap masa depan dan bukan
sekadar kehidupan kekinian, menyibak perspektif
baru melalui kesadaran yang bersifat
“antisipatoris”. Watak antisipatoris inilah yang
dimaksudkan Bloch sebagai hakikat dari Marxisme
seperti yang dikhotbahkan Marx, terutama yang
tertorehkan dalam naskah-naskah Paris, tulisantulisan awal Marx. Watak komunis yang sesuai
dengan Marxisme menurut tokoh Neo-Marxis ini,
adalah hakikat dari Marxisme yang berorientasi ke
masa depan manusia. Unsur utopia Marxisme
adalah menafsirkan dunia yang serba mungkin
yang diyakini kebenarannya oleh pengetahuan
intuitif.
Watak dasar utopis, menurut Bloch, terletak
pada proses “menjadi” setiap kegiatan manusia
sebagai unsur terpenting dari Marxisme. Unsur
tersebut menjadi daya pendorong bagi terciptanya
masyarakat tanpa kelas yang diintrodusir oleh
Marx. Kalau demikian halnya, Marxisme yang
menempatkan diri sebagai psedo-agama yang
melibatkan diri secara intens pada kehidupan batin,
tetap merupakan ancaman. Marxisme senantiasa
membayang-bayangi aktivitas dan perkembangan
kehidupan religius disebabkan karena wataknya
yang dimaksudkan semi-religius. Marxisme yang
selama ini dipersepsikan semata-mata mendewakan
dunia materi pada gilirannya mengandung potensi
bagi upaya untuk memenuhi kepuasan batin
kehidupan semi-religius, ini dapat menggeser
fungsi dan kedudukan agama.
Kekuatan heuristik lain dari Marxisme terletak
pada watak kenabian atau propetik, janji-janji dan
harapan yang disodorkan dalam kaitannya dengan
premis Marx tentang manusia sebagai makhluk
alam. Dalam “Economic and Philosophic Manuscript of 1844”, Marx meletakkan pemikirannya
yang ideosinkratik tentang manusia. Dalam
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
253
manuskrip ini dijelaskan bahwa manusia adalah
pencipta dirinya sendiri. Sebagai makhluk alam
yang serba butuh, manusia menciptakan suatu
kreasi sejarah. Sejarah, menurut Marx, tidak lain
adalah proses penciptaan manusia melalui karya
dan proses penaklukan alam oleh dan untuk
manusia. Dengan demikian, manusia merupakan
makhluk kerja. Kerja dijadikan sebagai mediasi bagi
tujuan pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya
yang berasal dari alam. Akan tetapi, dalam
masyarakat kapitalis yang bersifat rakus dan
eksploitatif sesuai dengan hukum-hukum yang
dikandungnya, kerja menjadi kehilangan maknanya
yang eksistensial.
Dalam masyarakat industri yang menjadi anak
dari kapitalisme, kerja berubah menjadi kerja
upahan. Pekerjaan dilakukan buruh bukan karena
sesuai dengan tuntutan untuk merealisasikan
bakat, potensi, dan kemampuannya, akan tetapi
semata-mata karena alasan untuk mempertahankan
hidup. Kapitalisme memaksa buruh terasing dari
kerja yang menjadi hakikatnya. Dengan demikian,
buruh terasing dari produknya sendiri. Dalam “Economic and Philosophic Manuscript”, dikatakan
bahwa keterasingan dalam kerja dilihat bersumber
dari kenyataan semakin sedikitnya buruh menerima
apa yang dikonsumsikan. Semakin bertambah nilai
yang diciptakannya, nilai dirinya sendiri sudah
turun karena apa yang dihasilkannya itu menjadi
terasing baginya. Hidup buruh tergantung pada
modal, yaitu barang-barang yang dihasilkannya,
namun bukan miliknya.
Melalui kerja upahan dalam kondisi dan
syarat-syarat kapitalistik, (seorang) buruh tidak
mendapatkan hak eksistensinya secara penuh.
Sebaliknya, dengan bekerja (kerja upahan) ia akan
kehilangan dirinya secara definitif. Semua ini
disebabkan watak serakah dari kapitalis dalam
mengeksploitasi seluruh tenaga buruh demi
keuntungan pribadi.
Menurut Marx, dunia kapitalis yang ditandai
oleh watak serakah tersebut dapat dirumuskan
sebagai berikut, yaitu bahwa “tanpa kerja berarti
tanpa gaji”. Tanpa kerja, si buruh tidak dapat
hidup; sementara kerja yang ia lakukan adalah
kerja paksaan dan bukan karena tujuan untuk
254
berkiprah atau merealisasikan dirinya. Dalam
kondisi-kondisi ini, bakat kerja sebagai mediasi
bagi realisasi manusia menjadi terabaikan. Istilah
mengenai “ada” (gattungwessen) dari manusia
ditransformasikan ke dalam suatu keadaan yang
asing terhadapnya, suatu keadaan eksistensi
secara individual alam, tubuhnya, esensi
spiritualnya menjadi asing baginya. Manusia
menjadikan asing baginya terhadap manusia
memang merupakan bukti kepeduliannya terhadap
manusia. Kendatipun seringkali tidak
memperlihatkan validitasnya dalam realitas dan
tidak menyentuh realitas, namun terbuka terhadap
berbagai interprestasi baru yang bersifat
pengembangan atau peremajaan diri (sic) ( Tucker,
1978 : 75).
Multimuka masa kini mengambil bentuk dalam
upaya aktualisasi Marxisme dengan tetap
mempertahankan analisis Marx dan Engels lewat
panduan metode heuristik yang dimaksudkan.
Multimuka–Marxisme mengadakan suatu
interpretasi yang tetap berlandaskan pada analisis
perkembangan masyarakat seperti yang telah
diintrodusir oleh Marx dan Engels. Artinya, sosok
multimuka-Marxisme tersebut mengambil ujud
dalam sintesa dari perjalanan sejarah manusia yang
berpatokan pada premis, doktrin, dan prinsipprinsip Marxisme plus pengalaman, sukses dan
kegagahan kaum komunis sebelumnya dalam suatu
bentuk, atau butir pemikiran ideosinkratik. Janji
pembebasan manusia yang bersifat emansipatoris,
harapan, pesan-pesan, dan obsesi masyarakat
tanpa kelas, gagasan-gagasan propetik MarxismeLeninisme sebagai akibat dari aliansi dalam
masyarakat industri tetap merupakan daya tarik
tersendiri pada abad XXI nanti. Peluncuran suatu
gerakan pemikiran dan politis serta ideologis,
sebagai suatu opsi atau alternatif hasil dampak
yang tak terelakkan dari industrialisasi, merupakan
stimulan dan faktor dominan dalam perumusan
suatu kemasan Marxisme baru: multimukaMarxisme. Peluncuran kemasan baru tersebut
tentu saja disesuaikan dengan aspirasi, tuntutan,
kecenderungan dan masalah-masalah yang aktual
dalam era globalisasi.
Peluncuran konsep dan kemasan Marxisme
M EDIATOR, Vol. 2
No.2
2001
baru itu selanjutnya merupakan semacam jerumun
(sic) atau sumber inspirasi gerakan politik dan
perjuangan ideologis bagi setiap gerakan politik
radikal dan revolusioner. Namun, kesulitannya
adalah bagaimana mendeskripsikan secara tepat
dan transparan ujud dari “multimuka Marxisme”.
Yang dapat dikemukakan di sini adalah suatu alur
logika dan antisipasi ilmiah mengenai berbagai
potensi kenyataan bagi peluncuran suatu format
perjuangan revolusioner baru dalam bentuk
Marxisme. Peluncuran gerakan tersebut
dikonstasikan sepenuhnya pada watak, sejarah,
dan fakta historis dari Marxisme, gerakan pemikiran
dan gerakan politis, serta keragaman bentuk
gerakan politik yang pernah ada, serta
pertimbangan-pertimbangan lain, seperti prestasiprestasi PKS dan perjuangan revolusioner pada
masa lampau. Bukan tidak mustahil, prestasiprestasi negarawan, tokoh sosialis, dan pimpinan
teras partai menjadi suatu rujukan bagi upaya
pembentukan suatu sosok multimuka-Marxis yang
dimaksud.
Baru-baru ini, Rusia kembali melakukan
kejutan politik dengan merehabilitasi nama baik
Stalin yang pernah menghantui seluruh partai
sosialis dan negarawan Eropa Timur. Prestasiprestasi Stalin diangkat ke permukaan sebagai
akibat dari kegagalan-kegagalan Rusia di segala
bidang pasca-Uni Soviet. Figur Stalin ditampilkan
sebagai pahlawan bangsa yang berhasil
mengorbitkan gengsi dan kebanggaan Rusia
terutama untuk mematahkan kekuatan Nazi Jerman.
Sikap Rusia seperti ini adalah suatu refleksi
ketidakmenentuan yang melanda negara beruang
merah tersebut. Hal yang sama akan muncul pada
bekas-bekas negara Eropa Timur.
Refleksi Historis ke Proyeksi Masa
Depan
Sesuai dengan prinsip heuristik Marxisme,
Pasca hancurnya Tembok Berlin bagi kaum
komunis sejati bukanlah merupakan suatu
kehancuran total. Akan tetapi, lebih merupakan
suatu refleksi menuju proyeksi ke masa depan yang
didasarkan pada tuntutan survival “multimuka
Marxisme” yang bertolak dari prinsip “homeostatik”, yaitu upaya alot untuk mengadakan
perlawanan diri dan demi kelangsungan hidup.
Prinsip homeo statik ini dimungkinkan dengan
adanya metode heuristik yang menjadi watak
ideosinkratik dari Marx terutama dalam premispremis, postulat-postulat filsafat dan sosiologinya
yang tersebar dalam hampir keseluruhan
tulisannya. Dalam konteks ini, premis-premis dan
presep-presep (sic) Marxisme diolah kembali,
disusun, dan diorganisasikan dalam suatu
perangkat pemikiran bagi tujuan peluncuran
komunisme gaya baru.
Peluncuran format dari “multimuka Marxisme”
yang paling canggih dewasa ini adalah
pembentukan sudut timbang di kalangan intelektual
pada khususnya, dan masyarakat pada umumnya.
Kelompok yang disebutkan pertama diperkirakan
merupakan sasaran yang paling sesuai dengan
pemikiran Marx Muda, yaitu aliansi yang melanda
masyarakat industri. Dalam kondisi masyarakat
industri yang ditandai oleh kemajuan komunikasi,
teknik komputer dan tuntutan perjuangan
kebebasan sebagai akibat dari modernisasi
masyarakat industri, bukan mustahil kaum Marxis
akan meluncurkan suatu bentuk perjuangan
komunis baru dengan sasaran pada pembentukan
“sudut timbang” sebagai model atau siluet baru
dalam komunisme.
Pembentukan Sudut Pandang
Dalam konteks ini, Marxisme sepenuhnya
menyadari pesan-pesan propetik dan ideologis
Friedrich Engels yang telah menggarisbawahi
bahwa Marxisme akan memperoleh landasan pijat
yang kuat pada dunia intelektual. Artikulasi pesanpesan tersebut memungkinkan kaum komunis
mampu memberi kemasan baru bagi gerakan
komunisme baru dengan berorientasi pada tulisantulisan Marx muda. Dewasa ini, bukan tidak
mustahil mereka akan menciptakan suatu wacana
yang bersifat dialektik di kalangan generasi muda
dan dunia intelektual dalam suatu wadah, yaitu
“sudut timbang”.
Kemungkinan garapan bagi penciptaan model
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
255
perjuangan komunis dalam bentuk baru ini bertolak
dari pengalaman-pengalaman Marxisme dalam
gerakan pemikiran dan Marxisme dalam gerakan
politik. Di samping itu, wadah baru perjuangan
tersebut menimba pengalaman yang berharga atas
pengalaman traumatik tragedi yang menimpa Uni
Soviet, Eropa Timur pasca hancurnya Tembok
Berlin. Pengalaman tersebut dapat pula
berrekonsiliasi dengan gerakan non-Marxis dan
euro-komunisme.
Tidak tertutup kemungkinan bahwa bekas
negara-negara komunis Eropa Timur dan Uni Soviet dalam kebingungannya mencari alternatif
setelah ambruknya dan sistem kenegaraan mereka
akan banyak mempunyai opsi. Pilihan serba
mungkin dapat diracik sedemikian rupa, tentunya
tetap berlandas pada Marxisme-Leninisme.
Kondisi dan situasi tersebut didukung oleh
pernyataan politis-ideologis Engels seperti
tertuang dalam kata pembukaan Manifesto
Komunis. Dalam kata pengantar “Manifesto
Komunis”, 1890, Engels menandaskan bahwa bagi
Marx yang terpenting bukan pertarungan,
kontradiksi yang menjadi motor penggerak
perkembangan masyarakat, akan tetapi kesadaran
untuk melihat suatu proyeksi ke masa depan.
Proyeksi bahwa kaum buruh pada akhirnya memiliki
suatu tingkat kesadaran yang lahir dari kondisi
masyarakat yang melahirkannya. Pada waktunya
kelak, buruh akan memperoleh kesadaran politik
melalui suatu tingkat intelektualitas yang tinggi.
Engels, dalam kata pendahuluan Manifesto
Komunis, menegaskan bahwa Marx telah melihat
kemungkinan akan adanya perkembangan
intelektual di kalangan kelas buruh, sebagai akibat
dari tindakan-tindakan secara bersama serta
diskusi-diskusi.
Frase demikian tentunya dewasa ini hampir
memperlihatkan validitasnya dan merupakan
keuntungan ideologis bagi kaum komunis di mana
tidak lagi dibutuhkan suatu wadah organisasi dan
institusi formal. Komunisme tidak lagi
membutuhkan suatu bukti diri, kartu identitas atau
keanggotaan resmi partai yang terkendali dari pusat
seperti terjadi sebelumnya. Partai komunis yang
berorientasi pada kultus individu model Stalin, Mao
256
Ze Dong, dan pimpinan teras partai, nomenklatura
yang membuat wajah komunisme sebagai sesuatu
yang menyeramkan, tidak akan terulang kembali.
Melalui pembentukan sudut pandang yang
telah diintrodusir oleh Engels, sangat relevan bagi
argumentasi mengenai kenyataan peluncuran
sosok gerakan Marxis baru, multimuka-Marxisme
pada masa-masa mendatang.
Pembentukan sudut pandang yang menjadi
garapan para Marxis baru bersamaan dengan
perkembangan industrialisasi dan tuntutan
globalisasi dewasa ini. Seperti halnya Marx dan
Engels meyakini bahwa kapitalisme sebagai
prasyarat lahirnya masyarakat tanpa kelas,
kapitalisme memberikan jalan bagi tumbuh dan
berkembangnya komunis, maka era globalisasi
dewasa ini akan melahirkan suatu tingkat
kecerdasan, intelektual masyarakat yang pada
gilirannya merupakan landasan pijak bagi lahirnya
suatu perjuangan Marxis modern. Dengan
perkataan lain, kaum Marxis baru dapat saja
memanfaatkan kondisi tersebut sebagaimana Marx
dan Engels menandaskan bahwa kapitalisme
sangat berjasa dalam mematangkan perjuangan
kaum buruh. Bukankah melalui hukum-hukum
kapitalisme
terdapat
peluang
yang
menguntungkan bagi kelahiran masyarakat tanpa
kelas. Hukum-hukum kapitalisme mengisyarakan
suatu aksi penggalian liang kubur sendiri seperti
yang menjadi keyakinan Marx dan Engels
barangkali relevan untuk dianalogikan dengan
pembentukan sudut pandang yang dimaksudkan.
Pembidanan lahirnya suatu tahapan
perkembangan masyarakat ke arah terciptanya
suatu kondisi intelektual yang tinggi bagi kaum
Marxis baru dipersepsikan sebagai kehausan
sejarah. Perkembangan industri pada postkapitalisme klasik dewasa ini akan menciptakan
suatu bentuk kesadaran, intelektual, dan berbagai
bentuk suprastruktur lainnya. Kondisi ini oleh para
Marxis baru dianggap sebagai potensi lahirnya
peluncuran model perjuangan revolusioner baru,
atau bagi munculnya suatu komunisme.
Kemungkinan untuk meluncurkan suatu
bentuk pergerakan Marxis baru, terutama dalam
rangka menyongsong rentang abad XXI nanti,
M EDIATOR, Vol. 2
No.2
2001
merupakan tuntutan politik-ideologis bagi para
Marxis baru. Hal ini sesuai dengan watak
revolusioner dari Marxisme, Marxisme-Leninisme.
Suatu model komunis yang identik dengan
multimuka-Marxisme tersebut jauh sebelumnya
telah diantisipasikan oleh Marx dan Engels. Hal
itu dianggap merupakan suatu keharusan sejarah,
sehingga menurut Engels harus ditampilkan secara
khusus dalam kata pendahuluan Manifesto
Komunis.
Tahun 50-60an, tulisan-tulisan filsafat awal
diungkap kritik filsafat masyarakat modern
berkaitan dengan kebebasan universalitas dan
rasionalitas, treatmen mencolok antara politik dan
sosial dan perkembangannya konsep alienasi Marx
tampaknya lebih menarik dan mungkin lebih
langgeng daripada analisis lanjutan dari remifikasi
sosial dan ekonomi dari hak milik pribadi dalam
cara-cara produksi atau doktrin perjuangan kelas
serta kontradiksi kapitalisme. Tulisan-tulisan Marx
awal berkenaan dengan kebebasan dan alienasi,
menyediakan suatu peralatan bagi seluruh
karyanya yang memungkinkan untuk melihat
struktur dan kebenaran yang lebih jelas,
memperdalam pengetahuan dan apresiasi dari
asumsi yang rumit dari pemikiran Marx, dan kadangkadang menjelaskan beberapa aspek dari krisiskrisis baru pada masa modern dengan suatu
tuntutan bahwa emansipasi politik menjadi
emansipasi sosial yang hebat. (Tucken, 1978 : 7577).
Perlu digarisbawahi bahwa kelompok yang
paling berlega hati atas bubarnya PKS dan
runtuhnya Uni Soviet bersama-sama dengan
negara-negara satelit Eropa Timur adalah kelompok
Neo-Marxis. Di Amerika Serikat, para Marxis,
tokoh pemikir revolusioner sedunia, menyambut
gembira peristiwa bersejarah kehancuran sistem
komunis tersebut. Sikap para ilmuwan Marxis ini
memperlihatkan bahwa sudah tiba waktunya kaum
Marxis secara bebas mengemukakan pemikiran,
perjuangan mereka tanpa rasa takut lagi. Ungkapan
ini senada dengan pernyataan Marx dan Engels
yang dituangkan dalam Manifesto Komunis.
Peluncuran muka baru gerakan komunis baru
dalam era globalisasi, kalau begitu merupakan
suatu keniscayaan bukan hanya pada kelompok
intelektual Marxis yang dimaksudkan, akan tetapi
juga pada kalangan politisi, negarawan, ideologi
partai. Bagi kelompok yang disebutkan terakhir
ini peluncuran siluet tersebut (muka baru) lahir dari
kegagalan dan pengalaman traumatik komunis
terdahulu. Peluncuran muka baru dari dua
kelompok tersebut tentu saja direkonsialisasikan
sesuai dengan perkembangan dan tuntutan zaman.
Sasaran pembentukan sudut pandang
merupakan pemikiran rekayasa yang bersifat
kekinian. Gerakan komunis baru tidak lagi dogmatis
dan doktriner. Gerakan komunis baru tersebut
dapat saja berorientasi pada model “fabianisme”
yang sangat populer di Inggris. Fabianisme yaitu
suatu gerakan sosialis yang menyusupkan ide-ide
sosialisme melalui tokoh-tokoh masyarakat,
organisasi, birokrasi, tanpa bermaksud
mengadakan suatu perubahan revolusioner
terhadap sistem dan tatanan masyarakat yang ada.
Model sosialis Fabian ini tidak membutuhkan
keanggotaan tetap, organisasi politik formal,
kendali terpusat tetap kesadaran individu untuk
mengubah secara perlahan-lahan pola pikir
pemegang kekuasaan pemerintah dan pada
gilirannya secara tidak disadari telah terperangkap
pada perjuangan sosialis.
Potensi komunis untuk bangkit kembali dalam
muka baru terletak pada watak revolusionernya.
Watak revolusioner ini dengan mudah dapat
mempengaruhi generasi muda, terutama kaum
intelektual. Pesan-pesan ideologis humanisme
Marx bagi kelompok ini merupakan nilai tersendiri.
Metode heuristik yang merupakan bagian integral dari Marxisme dapat merupakan inspirasi
bagi peluncuran aktualisasi dari muka baru
Marxisme yang dimaksud. Bagaimana ujud dari
gerakan menuju pembentukan sudut pandang
adalah suatu pertanyaan yang sulit dijawab.
Tetapi, yang jelas bahwa dalam upaya
mempertahankan kelangsungan hidup sesuai
dengan prinsip “homeo-statik” komunis, yaitu
upaya mempertahankan diri dari berbagai stimulan
dari luar untuk menghancurkan komunisme dapat
dijadikan sebagai pra-anggapan bagi lahirnya
formasi baru dari muka baru Marxisme. Tantangan
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
257
Engels tersebut merupakan wacana yang paling
memungkinkan untuk diluncurkan oleh komunis
pada era globalisasi desawa ini. Marx dan Engels
terobsesi untuk mewujudkan suatu masyarakat
tanpa kelas menekankan pada peran kesadaran
manusia sebagai syarat utama.
Kesadaran manusia menciptakan dunia
realitas dan bukan sebaliknya adalah ungkapan
filsafat dari Marx sendiri yang dituangkan dalam
Tesis Tentang Feurbach : “Selama ini para filsuf
sibuk merenungkan dunia, akan tetapi yang lebih
penting adalah bagaimana cara untuk
mengubahnya” ( Marx, 1964 :37).
Neo-Marxisme dan New Left
Titik tolak bagi Neo-Marxisme adalah
memberikan interpretasi baru terhadap Marxisme,
terutama pemikiran Marx muda tatkala gencar
menyuarakan alienasi dari humanisme. Sebagian
lagi menurut pada ajaran : Mao Tse Tung dan Che
Guevara dengan cara memberikan tinjauan kritis
dan heuristik. Dengan dasar tersebut, lahirlah
suatu orientasi baru yang dikenal dengan NeoMarxisme yang dalam tulisan ini dikonstatasikan
sebagai pioner bagi tumbuh dan berkembangnya
muka baru-Marxisme. Dari kandungan NeoMarxisme ini, lahirlah apa yang disebut dengan
“Teori Kritis” dari mazhab Frankfurt dengan tokoh
pemikiran Marxis seperti Herbert Marcuse, Erich
Fromm, Max Horkheimer, Theodor Adorno, Jurgen
Habermas, Roger Garaudy, Louis Althusser, dan
lain-lain. Kelompok cendekiawan ini kembali
menginterpretasikan Marxisme dalam upaya
melestarikan pemikiran Marx yang disesuaikan
dengan kondisi objektif perkembangan masyarakat
industri abad XX. Kelompok ini, selain bersimpati
terhadap ajaran Marx, juga sekaligus mengadakan
kritik.
Menurut pandangan Neo-Marxisme,
masyarakat modern dewasa ini merupakan sistem
tertutup dan total. Tertutup karena tidak
mengizinkan upaya-upaya untuk membuka dan
mempersoalkannya, karena orang dalam hal apa
pun juga mau tidak mau mengikuti hukum dan
mekanisme sistem tersebut.
258
Total, karena semua dimensi kehidupan
individu justru terjebak dalam mengikuti
kepentingan-kepentingan yang saling
ketergantungan. Kondisi tertutup dan total yang
direkat dalam suatu kemapanan nilai dengan
demikian harus didobrak dengan jalan
mengungkapkan kembali pesan-pesan propetik
dari Marx. Humanisme Marx, terutama tesis tentang
alienasi manusia yang ditorehkan dalam naskahnaskah Paris, diberikan suatu interpretasi baru.
Jurgen Habermas, misalnya, menampilkan
suatu wajah baru dalam Marxisme dengan
mengintrodusir dimensi baru yang berorientasi
pada upaya untuk memperkaya dan
mengembangbiakkan Marxisme. Habermas
mengritik teori kerja Marx yang dituduh tidak valid
dalam kondisi masyarakat modern. Ditandaskan
bahwa kenaikan produktivitas tidak dapat
diterangkan dengan teori tersebut.
Teknologi modern sendiri pun menciptakan
nilai. Ia juga menambahkan suatu dimensi yang
sama sekali baru dari watak dasar manusia yang
diabaikan oleh Marx. Menurut dia, pekerjaan
sebagai kegiatan dasar manusia harus dilengkapi
dengan interaksi atau komunikasi antarmanusia.
Mekanisme perombakan masyarakat menurut
tokoh ini harus dilaksanakan dengan mengadakan
suatu kinerja refleksi atas sejarah pengalaman
penderitaan manusia. Dengan refleksi sejarah
tersebut manusia menyadari bahwa ia hidup di
bawah suatu sistem yang penuh dengan paksaan,
dan dengan demikian membentuk kesadaran
emansipasipatorik sebagai langkah awal untuk
membebaskan diri dari segala paksaan tersebut.
Ia menambahkan bahwa dengan komunikasi
antarmanusia, niscaya kebebasan manusia ada.
Sebab bagaimanapun, seseorang tidak dapat
dipaksa untuk memahami sesuatu. Sejauh ada
komunikasi, maka ruang bagi kebebasan menjadi
niscaya pula. Oleh sebab itu, menurut tokoh ini,
dalam sistem masyarakat tertutup dan total masih
dimungkinkan perbaikan-perbaikan yang tidak
diyakini oleh Horkheimer dan Adorno. Ini berarti
bahwa Neo-Marxisme mampu memberikan suatu
alternatif untuk tujuan emansipasi manusia
menurut premis-premis atau postulat dari Marx.
M EDIATOR, Vol. 2
No.2
2001
Sosok “multimuka Marxisme” dari NeoMarxisme dapat terlihat seperti yang dilakukan
oleh Roger Garaudy. Tokoh ini sangat vokal dalam
meluncurkan gagasan emansipatoris Marxis seperti
yang dikhotbahkan oleh Marx. Tokoh ini
berpegang pada prinsip Marxisme pluralis, dan
sebagai akibatnya pada tahun 1970, ia dikeluarkan
dari Komite Sentral Partai Komunis Prancis. Dalam
kepeloporannya sebagai tokoh dari multimukaMarxisme, ia menganjurkan agar menolak secara
definitip sifat dogmatik Marxisme. Ditegaskan
bahwa Marxisme adalah suatu keterbukaan dan
harus responsif terhadap sekalian perubahan
zaman. Di sini ia menekankan bahwa tujuan yang
operasional dan teruji validitas atau bagi
pencapaian Marxisme realitas kehidupan
masyarakat, terutama terhadap fenomena
perkembangan masyarakat modern, postkapitalisme klasik.
Selanjutnya ia menegaskan agar teori-teori
Marxisme perlu lebih dipertajam terutama mengenai
subjektivitas manusia. Ditegaskan lagi bahwa
Marxisme mutlak harus mengakui eksistensialisme
telah berjasa dalam membuka ke arah filsafat yang
muncul setelah Perang Dunia II, dianggap oleh
tokoh ini sebagai suatu filsafat yang secara
transparan meneropong hakikat dan esensi
individu, melalui penekanan pada subjektivitas
tersebut validitas Marxisme menjadi absah.
Demikian tokoh ini berargumentasi. Dengan
perkataan lain, ia telah mengembangkan suatu
pemikiran baru dalam bentuk multimuka dengan
suatu titik-tolak bahwa melalui eksistensialisme,
Marx dilengkapi.
Perlunya Marx tentang individu tidak lepas
dari produk cara produksi masyarakat, oleh tokoh
ini lebih tepat bila dikaitkan dengan analisis
eksistensialisme. Dan akhirnya, perlu diciptakan
suatu teori tentang dialektika yang memungkinkan
untuk memahami dan memberi tempat kepada
semua dimensi manusia, termasuk dimensi
kehidupan batin dan nilai-nilai.
Kemasan baru Marxisme dalam bentuk
multimuka ini juga menyuntikkan suatu program
politik baru dalam Marxisme. Ia menganjurkan, agar
Marxisme mengadakan kerjasama dengan agama,
dan bukan melalui penyusupan diri atau infiltrasi
ke dalamnya seperti telah dilakukan oleh gerakan
komunisme selama ini. Orientasi program politik
kemitraan ini dianggap sebagai sasaran yang
realistik bagi perjuangan homeostik dari Marxisme.
Pemikiran ini berangkat pada suatu asumsi dasar
bahwa kedua institusi agama dan Marxisme secara
hakiki memiliki pelataran atau titik tolak yang sama,
yaitu orientasi emansipatoris. Ditandaskan oleh
tokoh “multi muka Marxisme” ini bahwa agama
Yahudi dan Kristiani terdamaikan dalam pemikiran
Agustinus sampai dengan Picodela Mirandola dan
Thomas Munzer yang menghasilkan dasar humanis
Kristen dewasa ini. Menurut tokoh ini, analogi
tersebut merupakan kesempatan bagi Marxisme
untuk memperkaya dan mengembangkan diri.
Kemandegan Marxisme dengan demikian, dibuka
Marxisme menjadi operasional dalam
perkembangan zaman dan relevan dengan kondisi
masyarakat kapan saja.
Bukan tidak mustahil bahwa gerakan Teologi
Pembebasan di Amerika Latin merupakan
keharusan bagi kaum agamis untuk bergandengan
tangan dengan kaum komunis, merupakan anjuran
dari perjuangan multimuka Marxis Garaudy
tersebut. Sekelompok pastor kecewa terhadap
pemerintah melarikan diri ke hutan dan dengan
semangat revolusioner yang tinggi mengadakan
perlawanan fisik terhadap rezim militer negara
tersebut yang dianggap sangat represif. Demikian
juga sejumlah pastor di Filipina, mereka
mengadakan perjuangan bersenjata melawan
pemerintah. Kecenderungan emansipatoris yang
menjadi salah satu misi kekristenan menjadi kandas
oleh kenyataan objektif di kedua belahan dunia
yang beragama Katolik tersebut. Perdamaian di
dunia, seperti yang menjadi harapan mereka,
kandas dan pada akhirnya mereka mencari titiktitik kesamaan dengan Marxis. Watak revolusioner
dari Marxis dijadikan sebagai suatu titik tolak bagi
perjuangan kelompok mereka. Dengan demikian,
secara tidak sadar mereka telah terperangkap dalam
perjuangan kelas Marxis. Agama dengan demikian,
dapat saja merupakan lahan yang subur dan
menjadi landasan pijak yang kuat bagi peluncuran
gerakan radikal revolusioner Marxis baru.
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
259
Contoh klasik dari multimuka Marxis secara
jelas telah digelar oleh New Left pada dekade 1970.
Kapitalisme modern telah melahirkan tampilan dari
sosok revolusioner baru dalam diri Herbert
Marcuse. Herbert Marcuse tampil sebagai profil
revolusioner baru yang menyejajarkan diri dengan
Marx dan Mao. Tiga M (Marx, Maodan, Marcuse)
menjadi suatu potensi inspiratif dalam mengadakan
perombakan total masyarakat industri. Marcuse
memanfaatkan sisi-sisi filsafat sosial ajaran
psikoanalisis dari Sigmund Freud untuk
memperkaya Marxisme.
Kapitalisme telah melahirkan suatu masyarakat
melimpah (affluent society) seperti di Amerika
Serikat. Namun dalam masyarakat tersebut justru
manusia menjadi teralienasi. Pada kelimpahan
materi, manusia merasa hampa dan miskin,
kehidupan mati, putus asa, resah, dan
ketidakpastian hidup memuncak. Kondisi seperti
ini tentunya bertentangan dengan premis Marx
bahwa kondisi masyarakat melahirkan pola hidup
dan cara berpikir sesuai dengan kondisi masyarakat
tersebut. Seharusnya, menurut Marcuse, dalam
kelimpahan yang dicapai oleh Amerika
memungkinkan individu menemukan jati diri yang
sepenuhnya. Mengapa itu tidak terjadi?
Jawabannya adalah karena dalam masyarakat
melimpah segala potensi individu menjadi mandul
karena akibat sistem yang menjadi ciri khas
masyarakat post kapitalis.
Menurut Marcuse, masyarakat industri modern ini, manusia dalam sejarahnya untuk pertama
kali berhasil menciptakan teknologi tinggi bagi
kemudahan hidup. Kemudahan-kemudahan
teknologi memungkinkan manusia memenuhi
kebutuhan orang per orang. Kebudayaan yang
represif telah saatnya digantikan dengan
kebudayaan erotis. Membentuk hubunganhubungan erotis berarti tercipta suatu simpati dan
penghargaan satu sama lain. Individu tidak lagi
saling bersaing dan berada dalam permusuhan
potensial seperti dalam analisis atau pemahaman
kelas Marxian, akan tetapi saling menyenangkan
dan bahagia. Naluri agresif manusia telah terserap
oleh eros. Tenaga-tenaga perusak raksasa yang
dalam masyarakat sekarang diproduksikan
260
berdasarkan identifikasi antara penindasan
tambahan dan prinsip prestasi sebagai refleksi dari
daya agresi, akan dilarutkan dan pada gilirannya
tercipta suatu citra manusia baru menuju erotisasi
seluruh kepribadian dalam bentuk atau formasi
“kehalusan” (tenderness).
Namun, menurut Marcuse, penghapusan
penindasan tambahan tersebut belum dapat
dihapuskan dan dewasa ini menjadi penuh agresi
represif disebabkan oleh mekanisme masyarakat
industri itu sendiri yang penuh dengan
pencegahan pembebasan naluri seksual. Citra
masyarakat industri penuh dengan prinsip prestasi,
yaitu prinsip untuk mengatur pekerjaan
mempertahankan masyarakat secara langsung
dilebur dalam penindasan tambahan.
Nafsu menciptakan prestasi, berubah menjadi
satu-satunya motivasi dan mematikan potensi
kreatif dan memandulkan berbagai dimensi
kehidupan yang dikandung oleh manusia.
Manusia terprogram dalam proses segmentarisasi
dan manusia menjadi berdimensi satu.
Dalam “Masyarakat Berdimensi Satu”, suatu
adi karya Marcuse menggambarkan citra manusia
modern dewasa ini. Menurut dia, pada masyarakat
tersebut umumnya memiliki ciri-ciri khas, yaitu
kekuasaan prinsip teknologi, irrasionalita total, dan
afirmativa atau penghapusan dimensi negatif,
manipulasi kebutuhan-kebutuhan. Dalam pada itu,
masyarakat modern hidup dalam gurita “toleransi
represif”. Mayoritas dalam masyarakat sudah
dimanipulasikan oleh sistem sedemikian rupa,
sehingga mereka tidak pernah akan mengritik
sistem itu sendiri. Kritik dan reform yang ada justru
memantapkan bangunan sistem tersebut. Dengan
demikian, tidak ada jalan keluar manusia
terkungkung dalam penjara toleransi represif.
Emansipasi manusia hanya dapat dilakukan melalui
“penolakan besar-besaran” (the great refusal)
yang digerakkan oleh manusia-manusia marginal
yang tidak terintegrasi dalam mata rantai sistem
yang ada. Golongan ini menggantikan barisan proletariat Marx untuk menjungkirbalikkan borjuasi,
yaitu mahasiswa, kaum negro, dan orang-orang
Puertorico di Amerika Serikat dan unsur-unsur
asosial seperti dunia prostitusi, narapidana dan
M EDIATOR, Vol. 2
No.2
2001
lain-lain. Di tingkat internasional, yaitu
perjuangan pembebasan yang telah
menggoncangkan stabilitas negara-negara industri
seperti yang dilakukan oleh Vietnam dan proyek
mercusuar moral dari eksperimen manusia baru di
RRC.
Tradisi metode kritis pada Neo-Marxis dan
gerakan Kiri Baru (New Left) tersebut dewasa ini
semakin merembes ke dalam dunia akademis,
pemikir-pemikir, filsuf-filsuf radikal, dan
revolusioner, terutama generasi muda, mahasiswa
di hampir seluruh perguruan tinggi di dunia. Watak
heuristik dari Marxisme senantiasa dituntut untuk
mengadakan penciptaan kondisi yang kondusif
bagi tumbuh dan berkembangnya suatu
interpretasi baru seperti yang diintrodusir Garaudy,
misalnya.
Bagi para Marxis, kenyataan pengembangan
dan interpretasi terhadap Marxisme banyak halhal yang belum terselesaikan oleh Marx dan Engels,
terutama dalam karya-karya Marx tatkala ia masih
menjadi Marxis atau pemikiran-pemikiran Marx
muda. Banyak dimensi pemikiran yang
dilemparkan Marx dan Engels yang dapat
merupakan pemula bagi terbentuknya gerakan
revolusioner baru. Demikian juga PKS selama
perang dingin dapat menjadi refleksi historis
kekuasaan dan pembenahan ideologi bagi alternatif
sistem pemerintahan dan paradigma kekuasaan
bagi negara-negara dunia ketiga di masa-masa
mendatang.
Marxisme dalam pengertian sosialisme ilmiah
seperti yang dilontarkan oleh Marx dan Engels,
untuk membedakan sosialisme mereka dari
sosialisme utopia, seringkali menjadi lahan yang
subur bagi semangat penjelajahan, eksplorasi ilmu
pengetahuan. Marxisme adalah suatu model
pemikiran, filsafat di antara filsafat ilmu lainnya,
tidak dapat tidak, tetap merupakan salah satu
rujukan bagi dunia akademik. Sebagai salah satu
filsafat, ilmu Marxisme megandung dimensi
sosiologi yang tetap merupakan permasalahan ilmu
sampai dewasa ini.
Pada masyarakat pasca-kapitalis atau
masyarakat industri dewasa ini seperti yang
dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf dalam:
“Konflik, dan konflik dalam Masyarakat industri,
suatu analisis kritis”, adalah suatu gambaran
konkret tentang bagaimana ajaran-ajaran kelas
Marx menjadi sangat vital bagi penelitian ilmu
sosiologi. Dahrendorf dengan sangat memukau
mengritik Marx di satu pihak, dan menggugurkan
premis dan postulat Marx di pihak lain, merupakan
bukti beberapa keabsahan postulat dan premispremis sosiologis Marx masih bisa dipertahankan
keabsahannya. Lepas dari kekeliruan dan bias
interpretasi dari Marx tentang masyarakat kelas
yang menjadi inti ajarannya, terlihat bahwa prinsip
heuristik kelas yang diajukannya, seperti yang
oleh sosiolog Geiger, berupaya menampilkan model
Marxian dan relevansi serta validitasnya bila
memungkinkan justru menjadi suatu kebutuhan
kalau bukan keharusan pengembangan dan
perkembangan sosiologi sosial dan filsafat pada
masa-masa mendatang.
Di sini, lontaran gagasan heuristik tentang
kelas yang diwariskan Marx memperoleh
persemaiannya yang subur, dan menjadi titik tolak
bagi pemahaman terhadap kondisi objektif
masyarakat industri yang tetap diwarnai oleh konflik
dalam bentuk dan intensitas yang berbeda, tapi
tetap merefleksikan validitas hakikat dari
pertentangan kelas dari teori Marx.
Tokoh yang paling vokal dan representatif
yang mampu mengaktualisasikan ajaran-ajaran
Marxis, terutama ajaran filsafat dan premis-premis
sosiologisnya, adalah ilmuan berkebangsaan
Jerman, Dahrendorf.
Tokoh ini mengklaim diri sebagai satu-satunya
penafsir filsafat dan sosiologi Marx dan Engels. Ia
bahkan menegaskan telah menghidupkan
pemikiran-pemikiran Marx dengan terlebih dahulu
memfalsifasikan berbagai premis dan postulat
filsafat dan sosiologi Marx. Dahrendorf menyebut
diri sebagai penafsir yang akurat dan penerus
pemikiran Marx terbesar pada abad XX.
Dahrendorf menggali kembali teori-teori kelas
Marx dan mengaitkannya dengan kondisi objektif
masyarakat industri dewasa ini bukan tidak
mustahil melengkapi suatu pendekatan Marxian
terhadap masyarakat industri dewasa ini.
Dahrendort seperti pengakuannya bukan seorang
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
261
Marxis, tetapi dengan lantang menyatakan bahwa
ia adalah pewaris Marx dalam metode heuristik
Marx, ia berambisi melengkapi pemikiran radikal
Marx dengan peluncuran suatu meta teori baru
dalam memahami fenomena masyarakat industri.
(Dahrendort, 1987 :76-78).
Dengan demikian, Marxisme, terutama dalam
Marx muda, dan sosiologi Marx sampai dewasa ini
mempunyai kemungkinan untuk diracik dan
direformulasikan dalam mencapai konsep-konsep
baru sesuai dengan prinsip heuristik Marx.
Penciptaan rekayatif terhadap penetasan konsep
Marxis baru terus dilaksanakan yang pada
gilirannya dijadikan sebagai sumber inspirasi bagi
gerakan politik bawah tanah yang tetap
mempertahankan watak revolusioner. Marxis tetap
bertahan pada prinsip dasarnya, kendatipun
mengalami perubahan bentuk. Marxis tetap
bertumpu pada kemurnian isi dan doktrin. Dengan
demikian, pemahaman terhadap Marxisme dewasa
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
penyesuaian-penyesuaian langgeng dengan titik
tolak dari isi atau substansi dari Marxisme.
Marxisme dalam penjabaran yang bersifat
heuristik tampaknya “hampir pasti” tetap
memperlihatkan potensi revolusionernya terutama
dalam masyarakat dunia ketiga yang sedang giatgiatnya memodernisasikan diri.
Era industrialisasi dan globalisasi dewasa ini
dalam dirinya banyak melahirkan dampak dalam
bentuk dehumanisasi. Dalam kondisi yang tak
terelakkan itu, gagasan emansipatoris Marxis dan
humanisasi yang tertuang dalam karya-karya Marx
muda, potensial ditampilkan dalam bentuk
reinterpretasi. Artinya, banyak gagasan-gagasan
dalam Marxisme dapat dijadikan oleh para Marxis
baru sebagai suatu alternatif dalam menyelesaikan
permasalahan dunia baik negara-negara industri
maupun dunia ketiga.
Dari paparan di atas, timbul pertanyaan,
masihkah Marxisme dalam upaya mempertahankan
eksistensi dan kelangsungan hidup sesuai dengan
prinsip homeostatik tetap merupakan suatu
keniscayaan? Apakah kenyataan peluncuran
menjadi semakin mungkin pada Pasca-kematian
ideologi komunis dewasa ini?, Akhirnya,
262
mungkinkah dari penjumlahan gerakan pemikiran
dan gerakan politik seperti yang telah dipaparkan
akan pula melahirkan suatu multimuka baru. Dan
terlebih penting lagi, bagaimana konstatasi tentang
komunisme telah mati, tidak relevan lagi pada Pasca
perang dingin harus dijawab?
Kesimpulan
Komunisme yang berlandas pada Marxisme
tidaklah mati seperti yang dikabarkan dewasa ini.
Secara ideologis, Marxisme-Leninisme tetap
merupakan potensi untuk mengadakan lompatanlompatan dialektis menuju upaya mempertahankan
kelangsungan hidup, revivalitas dalam dinamika
perjuangan yang sangat sulit dideteksi, yaitu dalam
format, bentuk multimuka Marxis. Sesuai dengan
istilah “multimuka”, Marxisme tidak pernah akan
mati. Akan tetapi, senantiasa memiliki potensi
untuk diaktualisasikan oleh para pengikutnya.
Dapat dikatakan bahwa kematian komunisme justru
merupakan masa subur bagi penetasan kembali
telor-telor “multimuka Marxisme”. Pasca
runtuhnya Tembok Berlin adalah masa inkubasi
bagi perekayasaan pemikiran Marxistik yang lebih
relevan dengan perkembangan dan tuntutan abad
modern. Dengan kata lain, kemungkinan
komunisme muncul kembali bukanlah sesuatu
yang mustahil. Peluncuran gerakan komunisme
dalam bentuk atau siluet (wajah) baru amat potensial
mengingat watak dan warisan Marxisme dan
gerakan politik revolusioner yang tidak pernah
mengenal kata berhenti apalagi menyerah.
Kalau komunisme akan muncul dalam sosok
makhluk “multimuka”, maka seyoganya kematian
ideologi komunis dewasa ini diletakkan dalam
kondisi masa inkubasi dalam upaya penciptaan
benih baru “multimuka Marxisme”.
Antisipasi terhadap kemungkinan peluncuran
“multimuka Marxisme” dapat dilakukan melalui
pemahaman terhadap watak dasar, hakikat
Marxisme yang senantiasa mengadakan
peremajaan diri sesuai dengan watak monster,
“multimuka Marxisme”.
Marx dan Engels juga menyebut sosialisme
mereka dengan sosialisme ilmiah. Sebutan ini
M EDIATOR, Vol. 2
No.2
2001
membedakan mereka dengan para pakar sosialis
sebelumnya, dapat menjadi pelataran bagi orientasi
dan reformulasi komunisme yang telah mengalami
kemunduran di penghujung abad XX ini. Tradisi
“ilmu”, pemikiran rasional yang merupakan ciri khas
dari dunia perguruan tinggi, merupakan potensi
bagi lahan garapan reorientasi dan reformulasi
tersebut bagi kaum komunis dan simpatisannya
pada masa mendatang dalam pemikiran.
Konfigurasi pendapat umum yang
menyatakan bahwa komunisme telah mati, bukan
mustahil justru merupakan momentum pembinaan
suatu model pergerakan baru, atau masa inkubasi
bagi upaya peluncuran bentuk baru gerakan radikal
dan revolusioner yang berorientasi pada
Marxisme.
Arahan dunia terhadap fenomena Uni Soviet
dan Eropa Timur, pada Pasca “perang dingin”,
membuka peluang atau kondisi yang kondusif bagi
kemungkinan peluncuran formasi bari dari
Marxisme dalam suatu interpretasi yang berbeda
dari sebelumnya.
Gerakan pemikiran emansipatorik Marxian dan
berbagai gerakan revolusioner baru merupakan hal
yang niscaya dalam masyarakat industri dewasa
ini. Dengan kata lain, para komunis tidak pernah
mengenal kata menyerah atau mati. Para komunis
dan simpatisan dapat menjadi Marxis-Marxis baru
yang lebih berpengalaman dan memiliki suatu
jangkauan pemikiran yang lebih canggih dalam
perekayasaan teknik perjuangan baru, dan bila
mungkin merancang paradigma baru perjuangan
revolusioner baru.
Potensi peluncuran model perjuangan
komunisme baru dalam bentuk “multimuka
Marxisme” ini dapat saja mengikuti tradisi NeoMarxisme, yang telah digelar dengan prinsip
sosialisme dengan wajah manis.
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa
komunisme tetap mempunyai kesempatan untuk
tumbuh dan berkembang dengan penyesuaianpenyesuaian tertentu, misalnya dengan tuntutan
hak-hak asasi manusia, demokratisasi, liberalisme,
humanisme, lingkungan hidup, dan bahkan pada
primordialisme, etnisitas, fanatisme agama,
nasionalisme sempit, kauvinisme yang menjadi
sangat vokal pada penghujung abad ini.
“Marxisme menunggangi arus sejarah
manusia” adalah ungkapan klasik dari Marx dan
Engels. Marxisme adalah pisau analisis setiap
perkembangan masyarakat dari zaman ke zaman
adalah keyakinan dari para Marxis.
Gagasan sentral Marx tentang kemanusiaan,
terutama tentang alienasi yang tersebar dalam
tulisan-tulisannya yaitu Marx muda dalam bentuk
ketidakpuasan, kekecewaan, ketidakpastian akan
hidup, kehilangan pegangan atau disorientasi
hidup yang menjadi fenomena masyarakat industri,
ketertindasan struktural, kemiskinan terwariskan,
kebodohan yang biasanya terdapat dalam
kelompok masyarakat bagian terbesar masyarakat
jelata di negara-negara dunia ketiga, bukan tidak
mungkin dapat merupakan bom waktu bagi
lahirnya dari “multimuka Marxisme”.
Ciri-ciri eksplosif, reaktif dan rentan negaranegara dunia ketiga tersebut adalah persemaian
yang subur bagi munculnya ide-ide radikal
revolusioner Marxisme. Demikian juga negaranegara industri maju rentan terhadap iritasi nilai,
moral, dan distorsi nilai, serta berbagai regresi
budaya yang menciptakan kondisi yang kondusif
bagi peluncuran konsepsi baru dan komunisme dan
Marxisme. Kerentanan tersebut menjadi lahan
garapan bagi perjuangan politik-ideologis kaum
komunis “multimuka Marxisme”. Singkatnya,
Marxisme senantiasa berpacu dengan
perkembangan zaman. Komunisme senantiasa
merancang strategi-strategi baru. Komunisme
tampil dalam bentuk muka, wajah yang bervariasi
sebagai warisan sejarahnya.
Komunisme dapat mengambil bentuk yang
berbeda-beda, namun tetap konsisten pada
substansi dan tujuan perjuangan. Komunisme
senantiasa taat pada prinsip atau hakikat ajaran
Marx barangkali merupakan watak yang tetap
dipertahankan oleh para pengikut-pengikut
komunis atau Marxis sampai kapan pun.
Singkatnya, komunisme yang bertitik tolak dari
Marxisme intern dalam kebudayaan dan peradaban
manusia.
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
263
Dengan demikian, premis-premis dan prinsipprinsip Marx dan Engels pada waktu tertentu,
dengan situasi tertentu, dan momentum tertentu
dapat menjadi opsi yang tepat dan menjadi
alternatif perjuangan humanisasi. Artinya,
dialektika pertumbuhan kebudayaan dan sejarah
manusia dalam rentang perkembangan zaman dapat
saja melahirkan suatu kondisi yang kondusif bagi
fermentasi Marxisme.
Kalau begitu, kematian komunisme seperti
yang kambuhan dewasa ini adalah suatu
kehancuran atau “kematian”, dan bukan sebagai
kematian yang total atau definitif. Kematian
Komunisme pada gilirannya akan mencuat ke
permukaan dalam bentuk revitalitas. Rentang masa
kematian semi tersebut justru merupakan inkubasi
bagi kebangkitan dan kelahiran kembali dalam
bentuk “multimuka Marxisme”.
Di tengah-tengah perkembangannya
pendapat mengenai matinya komunisme Pasca
perang dingin, kaum komunisme terutama para
Marxis memiliki tenggang waktu, masa inkubasi
untuk merenung ulang premis-premis Marx tentang
masyarakat tanpa kelas. Prinsip-prinsip Marxisme
merupakan rujukan bagi kemungkinan interpretasi
baru dalam memahami masyarakat industri di
penghujung abad XX ini dan awal abad XXI.
Pasca “perang dingin” yang ditandai oleh
kehancuran sistem komunisme di Uni Soviet dan
negara-negara Eropa Timur, memacu para Marxis
untuk memberikan suatu interpretasi baru bagi
Marxisme. Kebutuhan mendesak akan interpretasi
tersebut dimaksudkan untuk memperoleh pijakan
bagi kemungkinan penciptaan suatu teori Marxis
yang sesuai dengan kondisi dan tuntutan
masyarakat dan globalisasi dewasa ini. Marxisme
memiliki daya hidup (elan vital), dan bersifat
operasional yang menempel pada isu-isu yang
aktual, serta berbagai kecenderungan dunia, arus
pemikiran seperti yang berorientasi pada hak-hak
asasi manusia, demokratisasi, lingkungan hidup,
kebebasan dan berbagai hal lain yang meliputi
seluruh aspek kemanusiaan termasuk kehidupan
religiusitas atau keagamaan.
Pasca hancurnya tembok Berlin yang
menandai berakhirnya antagonisme dua kubu yang
264
berseteru antara sosialis dan kapitalis melahirkan
tragedi manusi yang mengenaskan. Dunia dilanda
oleh pertentangan etnis seperti yang menimpa
Yugoslavia. Kondisi ini menantang para Marxis
baru untuk merenung ulang visi dari Marxisme.
Seperti halnya telah dilakukan oleh Neo-Marxis,
maka Marxis-Marxis baru terus melakukan
elaborasi seluruh premis, postulat dari metode
heuristik Marx, terutama dalam karya-karya
mudanya. Salah satu bentuk kegiatan para Marxis
tersebut adalah upaya untuk meluncurkan watak
revolusioner baru dalam bentuk “multimuka
Marxisme”.
Watak heuristik menjadi jaminan bagi upaya
transformasi Marxisme dalam menyesuaikan diri,
rekonsiliasi dengan tuntutan dan perkembangan
zaman. Kehancuran PKS dan negara-negara Eropa
Timur adalah kehancuran komunisme, yang
memungkinkan lahirnya suatu komunisme lain
yang disebut dalam tulisan ini sebagai “multimuka
Marxisme”.
Kondisi dan situasi yang mengatakan bahwa
komunisme tidak relevan lagi untuk dibicarakan
dewasa ini dan komunisme sudah mati dengan
pemikiran perlu untuk dikaji ulang karena Marxisme
dalam dirinya berpegang pada prinsip atau
mekanisme “homeo-statik”, yaitu dipandu oleh
watak heuristik.
Prinsip “homeo-statik”, yaitu suatu
mekanisme pertahanan diri terhadap segala
ancaman dari luar. Dengan demikian, tidak
berkelebihan bila dikatakan bahwa Marxisme mirip
dengan makhluk yang tidak pernah mati.
“Multimuka Marxisme”, dengan demikian,
adalah potensi yang dapat saja manifest dalam
gerakan politik dan revolusioner setelah terlebih
dahulu melalui tahapan pembentukan sudutpandang yang telah diantisipasikan oleh Engels
dalam kata pengantar Manifesto Komunis.
Singkatnya, peluncuran model gerakan komunisme
baru pasca “perang dingin” dapat berupa :
“multimuka Marxisme”. “Multimuka Marxisme”
lebih leluasa untuk ber”blak-blak”an mengingat
kondisi dan perkembangan dunis dewasa ini tetap
sarat dengan permasalahan kemanusiaan, alienasi,
ketimpangan, ketidakadilan, dan berbagai bentuk
M EDIATOR, Vol. 2
No.2
2001
penyakit masyarakat modern, yang kesemuanya
dapat merupakan lahan biak bagi “multimuka
Marxisme”. M
Sumber Bacaan
Dahrendorff, Ralf. 1987. Konflik dan Konflik dalam
Masyarakat Industri Sebuah Kritik Sosial.
Bandung: Penerbit Rajawali.
Djilas, Milovan. 1963. Percakapan dengan Stalin.
Bandung: Penerbit Kiwari.
Hosking, G. 1985. A History of the Soviet Union.
Fontana Press.
Kamenka, E. 1983. The Portable Karl Marx. Penguin
Book.
Marx, K. dan F. Engels. 1964. Manifesto Partai
Komunis. Jakarta: Djadjasan Pembaru.
_____. 1965. Tesis Mengenai Feurbach.
Tucker, Robert C. (ed.). 1976. The Marx-Engels Reader.
New York, London: N.W. Norotan and Co.
Sumber Ensiklopedia (Terjemahan) Dis Lit Bang
MASKOM Kopkam. Tik, 1978. Sosialisme,
Marxisme dan Komunisme.
Nasrullah Nazsir. Tinjauan Historis terhadap Pemikiran Karl Marx
265
Download