HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PERSAHABATAN DENGAN PRIVASI PADA REMAJA AKHIR ANGELINA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA Abstrak Privasi adalah suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi yang diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti apakah ada hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir. Sampel dalam penelitian ini adalah 80 remaja akhir dengan status mahasiswa Universitas Gunadarma. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan bantuqn SPSS 17 for windows dan uji hipotesis dilakukan dengan statistika parametrik korelasi Product Moment. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir. Selain itu juga ditemukan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki privasi yang tergolong tinggi dan kualitas persahabatan yang tergolong tinggi. Berdasarkan jenis kelamin subjek dalam penelitian ini diketahui bahwa wanita memiliki privasi dan kualitas persahabatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Berdasarkan usia subjek, kelompok usia 21 tahun memiliki privasi yang lebih tinggi dari kelompok usia lainnya, sedangkan usia 19 tahun memiliki kualitas persahabatan yang lebih tinggi dari kelompok usia lainnya. Berdasarkan fakultas/jurusan, subjek yang berasal dari fakultas Teknik Informasi memiliki privasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek dari fakultas lainnya, sedangkan subjek yang berasal dari fakultas Psikologi memiliki kualitas persahabatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek dari fakultas lainnya. Kata Kunci : kualitas persahabatan, privasi, remaja akhir. 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan interaksi dan komunikasi dengan sesama merupakan sesuatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Hal ini dikarenakan adanya konsep bahwa manusia merupakan makhluk sosial, sehingga dalam setiap tahap perkembangan kehidupan manusia dari masa anak-anak, masa remaja, masa dewasa sampai masa usia lanjut, manusia berusaha untuk menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Dalam tahap perkembangan tersebut, salah satunya yaitu remaja akhir. Menurut Sarwono (2001), remaja akhir adalah individu yang berusia 18 tahun sampai 21 tahun. Salah satu tugas perkembangan pada remaja menurut Havinghurst (dalam Sarwono, 2001) adalah mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Robinson (dalam Papalia, Old, Feldman, 2008) bahwa ada peningkatan keterlibatan remaja dengan teman sebayanya dimana sumber dukungan emosional penting sepanjang transisi masa remaja. Hal ini berarti bahwa pada usia remaja, remaja membutuhkan orang lain, terutama teman sebayanya. Di sisi lain, remaja juga memiliki tugas perkembangan yaitu mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. Hal ini merupakan konsep dari manusia sebagai makhluk individual dimana seseorang ingin bebas dari pengaruh lingkungannya. Seseorang akan berusaha untuk mengontrol interaksinya dengan orang lain dengan berbagai cara, baik secara verbal maupun non verbal dengan maksud agar orang-orang sekitarnya tidak mengganggu kehidupan pribadinya, hal ini disebut privasi. Menurut Rapoport (dalam Prabowo, 1998) privasi adalah suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihanpilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. Pada remaja akhir, adanya keinginan untuk memisahkan diri (private self) dari lingkungan sekitarnya (Sarwono, 2001). Kemampuan untuk mencapai otonomi dan memegang kendali atas perilakunya sendiri diperoleh remaja melalui reaksi 2 dari orang dewasa terhadap keinginan tersebut (Santrock, 2003). Dengan kata lain, remaja memahami adanya privasi dari interaksi dengan orang dewasa. Menurut Altman (dalam Margulis, 2005), privasi dapat mendukung interaksi sosial seseorang dengan lingkungan sekitarnya. Seseorang akan mendapatkan privasi yang diinginkannya jika ia dapat mengatur kapan harus berhubungan dengan orang lain dan kapan harus sendiri. Sedangkan menurut Westin (dalam Margulis, 2005) privasi memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk dapat menjadi diri sendiri, bersantai, serta mampu mendukung hubungan interpersonal saat seseorang membutuhkan orang lain untuk mengatasi rasa kesedihannya. Westin (dalam Caine, 2009) menambahkan dengan privasi yang diinginkan, seseorang akan dapat melakukan pelepasan emosi dari tekanan kehidupan sehari-hari seperti menyimpang sementara dari aturan sosial tanpa diketahui oleh orang sekitarnya. Seseorang akan kehilangan privasinya jika privasinya diganggu atau dilanggar oleh orang lain. Menurut Westin (dalam Caine 2009), rasa keingintahuan pihak luar yang besar merupakan salah satu penyebab seseorang kehilangan privasinya. Hal ini akan mengakibatkan kondisi yang membuat seseorang merasa tidak nyaman dengan lingkungan sekitarnya. Menurut Prabowo (1998), ketika privasi seseorang dilanggar oleh orang lain, maka dapat berakibat kecemasan, stres dan bahkan perkelahian. Oleh sebab itu privasi sangatlah penting dalam kehidupan manusia. Sayangnya tidak semua orang menyadari bahwa privasi itu penting. Beberapa pihak yang tidak mengetahui tentang privasi membuat mereka melanggar privasi orang lain. Gifford (1997) mengatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi privasi, yaitu faktor personal, faktor situsional dan faktor budaya. Faktor personal bersifat internal karena berdasarkan latar belakang individu dalam kebutuhannya akan privasi sedangkan faktor situsional dan faktor budaya bersifat eksternal karena berhubungan dengan adanya pengaruh orang lain dan lingkungan yang membuat seseorang mengontrol privasinya. 3 Salah satu faktor eksternal yang kemungkinan mempengaruhi privasi adalah relasi yang mendalam dengan orang lain. Adapun relasi yang mendalam tersebut adalah persahabatan. Persahabatan merupakan hubungan yang melibatkan kesenangan, kepercayaan, saling menghormati, saling mendukung, perhatian dan spontanitas (Davis dalam Hall, 1995). Penelitian terbaru Bliezsner & Adams (dalam Demir, 2007) menunjukkan bahwa seseorang akan lebih bahagia saat mereka mengalami persahabatan dengan kualitas yang tinggi dengan sahabat mereka. Sebuah persahabatan dengan kualitas yang tinggi ditandai dengan tingginya tingkat perilaku tolong-menolong, keakraban dan perilaku positif lainnya, serta rendahnya tingkat konflik, persaingan dan perilaku negatif lainnya. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kualitas persahabatan mempengaruhi keberhasilan dalam interaksi sosial dengan teman sebaya (Berndt, 2002). Kualitas persahabatan juga memiliki pengaruh langsung dalam mempengaruhi sikap dan perilaku karena dengan kualitas persahabatan yang tinggi dapat mengurangi rasa malu serta isolasi diri (Berndt, 2002). Sullivan (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa persahabatan dapat meningkatkan harga diri remaja. Sahabat bagi remaja dianggap sebagai orang kepercayaan yang penting, yang menolong remaja melewati berbagai situasi yang menjengkelkan (seperti kesulitan dengan orang tua dan putus pada hubungan romantis) dengan menyediakan dukungan emosi, nasihat, serta memberikan informasi. Sahabat juga memberikan perlindungan bagi remaja dari kemungkinan kejahatan teman sebaya lainnya (Santrock, 2003). Seseorang yang menjalin persahabatan tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan bersama dengan sahabat-sahabatnya seperti pembicaraan yang mendalam, pemberian pertolongan satu sama lain, serta sejumlah kegiatan bersama yaitu makan bersama, menonton film, berbelanja dan berolahraga (Parlee dalam Hildayani, 1997). Dalam suatu penelitian, remaja menghabiskan waktu rata-rata 103 menit per hari untuk interaksi yang berarti dengan sahabat dibandingkan dengan hanya 28 menit per hari dengan orang tua (Santrock, 2003). 4 Seseorang yang terlibat dalam kualitas persahabatan yang tinggi cenderung untuk saling berbagi, saling percaya, saling terbuka, dan saling mendukung, sehingga dalam hubungan ini juga akan muncul tuntutan untuk saling berkorban satu sama lain, dimana baik waktu, perhatian maupun informasi yang dimiliki oleh seseorang harus dibagi kepada sahabatnya, begitupun sebaliknya. Dengan demikian, remaja dengan kualitas persahabatan yang tinggi kemungkinan memiliki privasi yang rendah dan sebaliknya, remaja dengan kualitas persahabatan yang rendah kemungkinan memiliki privasi yang tinggi. Dari uraian diatas, maka penulis ingin meneliti dan menguji apakah ada hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir? B. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah menguji secara empiris hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir. C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memiliki dua manfaat, yaitu: 1. Manfaat Teoritis Memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya Psikologi Sosial dan Psikologi Perkembangan dengan cara memberikan tambahan data empiris yang teruji secara ilmiah tentang hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam kaitannya dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. 2. Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijaksanaan bagi remaja akhir dan masyarakat. Bagi remaja, khususnya bagi remaja akhir dalam usaha pengembangan kemandiriannya 5 tetap memperhatikan privasi dan persahabatan yang dimilikinya. Bagi masyarakat dapat membantu memahami arti dan fungsi privasi serta persahabatan pada remaja akhir. TINJAUAN PUSTAKA A. Privasi 1. Pengertian Privasi Menurut Sundstrom, Burt, dan Kamp (1980), privasi dapat didefinisikan dalam dua cara, yaitu sebagai pernyataan psikologis dan fitur fisik dari lingkungan. Privasi psikologis merupakan perasaan untuk mengontrol akses terhadap individu atau kelompok, meliputi kontrol terhadap pemberian informasi mengenai individu terhadap orang lain dan kontrol terhadap masukan dari orang lain (Margulis dalam Sundstrom, Burt, dan Kamp, 1980). Konsep privasi dalam hal ini memiliki asumsi bahwa individu mencoba untuk mempertahankan tingkat optimal dari kontak sosial dan akan muncul ketidakpuasan apabila situasinya berbeda dengan apa yang dianggap individu sebagai situasi optimal (Sundstrom, Burt & Kamp, 1980). Sedangkan privasi arsitektural adalah isolasi visual dan akustik yang disebabkan oleh kondisi lingkungan (Sundstrom, Burt & Kamp, 1980). Westin (dalam Margulis, 2003), privasi adalah pernyataan dari individu, kelompok atau lembaga dalam menentukan sendiri tentang kapan, bagaimana dan sejauh mana informasi tentang mereka untuk dikomunikasikan kepada orang lain. Rapoport (dalam Prabowo, 1998) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan. Altman (dalam Prabowo, 1998), hampir sama dengan yang dikatakan Rapoport, mendefinisikan privasi dalam bentuk yang lebih dinamis. Menurut Altman, privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Definisi ini mengandung beberapa pengertian yang lebih luas. Pertama, 6 unit sosial yang digambarkan bisa berupa hubungan antara individu dengan individu, antara individu dengan kelompok dan seterusnya. Kedua, penjelasan mengenai privasi sebagai proses dua arah; yaitu pengontrolan input yang masuk ke individu dari luar atau output dari individu ke pihak lain. Ketiga, definisi ini menunjukkan suatu kontrol yang selektif atau suatu proses yang aktif dan dinamis. Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka yang dimaksud dengan privasi adalah kemampuan seseorang untuk membatasi akses dirinya kepada orang lain dan dari orang lain terhadap dirinya. 2. Komponen-komponen Privasi Westin (dalam Prabowo, 1998) menyatakan bahwa privasi memiliki empat komponen yaitu : a. Solitude ialah keadaan dimana seseorang ingin menyendiri dan bebas dari pengamatan orang lain serta dalam kondisi privasi yang ekstrim. b. Intimacy ialah keadaan seseorang yang bersama orang lain namun bebas dari pihak-pihak lain. c. Anonymity ialah keadaan seseorang yang menginginkan untuk tidak dikenal oleh pihak lain, sekalipun ia berada di dalam suatu keramaian umum. d. Reserve ialah keadaan seseorang yang menggunakan pembatas psikologi untuk mengontrol gangguan yang tidak dikehendaki Holahan (dalam Sarwono, 1995) membagi enam jenis privasi yang terbagi dalam dua golongan, yaitu : a. Golongan pertama adalah keinginan untuk tidak diganggu secara fisik. Kelompok ini terwujud dalam tingkah laku menarik diri (withdrawal) yang terdiri dari tiga jenis yaitu : 1) Solitude (keinginan untuk menyendiri), 2) Seclusion (keinginan untuk menjauh dari pandangan dan gangguan suara tetangga atau kebisingan lalu lintas), 7 3) Intimacy (keinginan untuk dekat dengan keluarga dan orangorang tertentu tetapi jauh dari semua orang lain). b. Golongan kedua adalah keinginan untuk menjaga kerahasiaan diri sendiri yang terwujud dalam tingkah laku yang mengontrol informasi (control of information). Tiga jenis privasi yang termasuk ke dalam golongan ini antara lain : 1) Anonymity (keinginan untuk merahasiakan jati diri), 2) Reserve (keinginan untuk tidak mengungkapkan diri terlalu banyak kepada orang lain), 3) Not-neighboring (keinginan untuk tidak terlibat dengan tetangga). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa komponenkomponen privasi terdiri dari solitude, seclusion, intimacy, anonimity, reserve dan not-neighbouring. Dalam penelitian ini yang dijadikan alat ukur yaitu komponen privasi yang dijabarkan oleh Westin (dalam Prabowo, 1998), dimana komponen-komponen privasi terdiri dari solitude, intimacy, anonimity, dan reserve. Hal ini dikarenakan komponenkomponen yang diungkapkan oleh Westin sudah mencangkup komponen yang diungkapkan oleh tokoh lainnya. 3. Fungsi Privasi Menurut Westin (dalam Caine, 2009), fungsi dari privasi terdiri dari lima fungsi yaitu : a. Fungsi otonomi pribadi adalah keinginan untuk menghindari dimanipulasi atau didominasi sepenuhnya oleh orang lain. b. Fungsi pelepasan emosi adalah untuk memberikan relaksasi dari jenis peran yang dimainkan. Westin menyatakan bahwa individu memerlukan saat dimana mereka menyimpang sementara dari etiket sosial. c. Fungsi evaluasi diri adalah kesempatan untuk mengintegrasikan pengalaman menjadi pola yang bermakna untuk berencana dan berproses. Westin menyatakan bahwa individu perlu memproses 8 informasi yang terus-menerus membordir mereka. Evaluasi diri juga memungkinkan kesempatan untuk merencanakan dan menilai tindakan masa depan. d. Fungsi komunikasi yang dibatasi dan fungsi komunikasi yang dilindungi melibatkan topik apa yang akan dibicarakan dan kepada siapa diutarakan. Hal yang dimaksud yaitu dalam berbagi informasi dengan orang-orang tertentu (orang yang dipercaya) dengan harapan bahwa informasi yang disampaikan tidak disampaikan ke pihak lain. Altman (dalam Prabowo, 1998) pun menjabarkan beberapa fungsi privasi, yang terdiri dari tiga fungsi yaitu : a. Privasi sebagai pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan dengan orang lain diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya bersama-sama dengan orang lain. b. Merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, yang meliputi keintiman atau jarak dalam berhubungan dengan orang lain. c. Memperjelas identitas diri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi privasi terdiri dari fungsi otonomi pribadi, fungsi pelepasan emosi, fungsi evaluasi diri, fungsi komunikasi yang dibatasi dan fungsi komunikasi yang dilindungi, sebagai pengatur dan pengontrol interaksi interpersonal, merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain, serta memperjelas identitas diri. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Privasi Secara umum privasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor personal, faktor situsional dan faktor budaya. Berikut uraian masingmasing faktor tersebut : a. Faktor Personal 1) Demografi 9 Perbedaan latar belakang seseorang berhubungan dengan kebutuhan privasi. Marshall (dalam Gifford, 1997) mengatakan individu yang tumbuh dalam suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonim dan reserve saat ia dewasa. Sedangkan individu yang menghabiskan sebagaian besar waktunya di kota akan lebih memilih keadaan anonim dan intimacy. 2) Jenis Kelamin Walden, dkk (dalam Gifford, 1997) menemukan adanya perbedaan jenis kelamin dalam privasi. Pria dan wanita bereaksi secara berbeda terhadap pengaturan kamar yang berisi dua orang dan tiga orang. Dalam hubungannya dengan privasi, subjek pria lebih memilih ruangan yang berisi dua orang, sedangkan subjek wanita tidak mempermasalahkan keadaan dalam dua ruangan tersebut. Hal itu menunjukkan bahwa wanita merespon lebih baik daripada pria bila diperhadapkan pada situasi dengan kepadatan yang lebih tinggi. 3) Kepribadian Menurut McKechnie (dalam Gifford, 1997), individu dengan kebutuhan privasi yang lebih tinggi mempunyai tingkat kesehatan yang lebih rendah, kekuatan ego kurang dan mengalami kecemasan yang lebih banyak. Sedangkan individu yang merasa tidak mempunyai cukup privasi cenderung lebih mudah terganggu (Marshall dalam Gifford, 1997). Marshall juga mengemukakan bahwa individu yang cenderung pendiam dan mempunyai keinginan solitude dan anonimity memiliki kecenderungan mempunyai harga diri yang lebih rendah. b. Faktor Situsional 1) Setting fisik Penelitian Marshall (dalam Gifford, 1997) tentang privasi dalam rumah tingkat, menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi di dalam rumah antara lain disebabkan oleh setting rumah. Setting 10 rumah sangat berhubungan dengan seberapa sering para penghuni berhubungan dengan orang, jarak antar rumah dan banyaknya tetangga sekitar rumah. Seseorang yang mempunyai rumah yang jauh dari tetangga dan tidak dapat melihat banyak rumah lain di sekitarnya dari jendela dikatakan memiliki kepuasaan akan privasi yang lebih besar. 2) Setting sosial Stone, dkk (dalam Gifford, 1997) menyatakan bahwa individu akan merespon privasi yang bersifat informasi berdasarkan orang yang meminta informasi darinya. Setting sosial dalam hal ini berarti siapa yang meminta informasi pribadi, apa yang akan dilakukan dengan informasi tersebut, informasi seperti apa yang diminta, dan akibat sosial apa yang akan timbul jika informasi tersebut didengar atau diketahui oleh orang lain. c. Faktor Budaya Latar belakang budaya mempengaruhi tingkat privasi yang diinginkan. Di Arab, masing-masing keluarga menginginkan rumah dengan tembok yang tinggi. Sementara di India Selatan, masyarakatnya membangun lingkungan rumah yang sangat padat sehingga privasi yang tersedia sangat sedikit. (dalam Gifford, 1997). Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa privasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor personal (demografi, jenis kelamin dan kepribadian), faktor situsional (setting fisik dan setting sosial) dan faktor budaya. B. Kualitas Persahabatan 1. Pengertian Kualitas Persahabatan Sebelum kita membahas tentang kualitas persahabatan, ada baiknya kita mengetahui definisi persahabatan secara umum. 11 Persahabatan melibatkan kesenangan, penerimaan, kepercayaan, saling menghormati, saling mendukung, perhatian dan spontanitas (Davis dalam Hall, 1983). Argyle dan Henderson (dalam Hildayani, 1997) juga memberikan definisi mereka tentang persahabatan. Menurut mereka, persahabatan meliputi orang-orang yang saling menyukai, menyenangi kehadirannya satu sama lain, memiliki kesamaan minat dan kegiatan, saling membantu dan memahami, saling mempercayai, menimbulkan rasa nyaman dan saling menyediakan dukungan emosional. Sedangkan kualitas persahabatan itu sendiri menurut Mendelson (dalam Brendgen, dkk., 2001) adalah suatu proses bagaimana fungsi persahabatan (hubungan pertemanan, pertolongan, keintiman, kualitas hubungan yang dapat diandalkan, pengakuan diri, rasa aman secara emosional) terpuaskan. Menurut Hartup, dkk (dalam Brendgen, dkk., 2001), kualitas persahabatan adalah hubungan persahabatan yang memiliki aspek kualitatif pertemanan, dukungan dan konflik. Kualitas persahabatan ditentukan bagaimana suatu hubungan persahabatan berfungsi secara baik dan bagaimana pula seseorang dapat menyelesaikan dengan baik-baik apapun konflik yang ada. Berndt (2002) mengistilahkan ciri-ciri persahabatan yang positif dan negatif sebagai kualitas persahabatan. Ciri-ciri positif dari kualitas persahabatan yang dimaksud yaitu pembukaan diri (self disclosure), keakraban (intimacy), dukungan dalam harga diri (self esteem support), kesetiaan (loyality) dan perilaku sosial (prosocial behavior). Sedangkan ciri-ciri negatif dari kualitas persahabatan menurut Berndt (2002) yang dimaksud adalah persaingan dan konflik. Berdasarkan beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kualitas persahabatan adalah berfungsinya secara positif hubungan intim antara dua atau lebih individu yang mampu mengatasi segala konflik yang ada. 12 2. Aspek-aspek Kualitas persahabatan Menurut Parker dan Asher (1993) terdapat enam aspek kualitas persahabatan, yaitu : a. Dukungan dan kepedulian (validation and caring) Adalah sejauh mana hubungan ditandai dengan kepedulian, dukungan dan minat. b. Pertemanan dan rekreasi (companionship and recreation) Adalah sejauh mana menghabiskan waktu bersama dengan temanteman baik di dalam maupun di luar lingkungan akademik atau kerja. c. Bantuan dan bimbingan (help and guidance) Adalah sejauh mana teman-teman berusaha membantu satu sama lain dalam menghadapi tugas-tugas rutin dan menantang. d. Pertukaran yang akrab (intimate change) Adalah sejauh mana hubungan ditandai dengan pengungkapan informasi pribadi dan perasaan. e. Konflik dan penghianatan (conflict and betrayal) Adalah sejauh mana hubungan ditandai dengan argumen, perselisihan, rasa kesal, dan ketidakpercayaan. f. Pemecahan masalah (conflict resolution) Adalah sejauh mana perselisihan dalam hubungan diselesaikan secara efisien dan baik. Aboud dan Mendelson (dalam Brendgen, dkk., 2001) mengungkapkan kualitas suatu hubungan persahabatan dipengaruhi oleh aspek-aspek yang dapat berfungsi dengan baik. Aspek-aspek tersebut antara lain: a. Mendorong hubungan pertemanan (stimulating companionship) Mengarahkan kepada aktifitas bersama yang membangkitkan kesenangan, kegembiraan, dan gairah atau semangat. b. Pertolongan (help) Aspek ini mengarah pada penyediaan atau pemberian tuntutan, bantuan, pemberian informasi, saran dan bentuk bantuan lain yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan atau tujuan sahabatnya. c. Keintiman (Intimacy) 13 Aspek keintiman merupakan keadaan dimana individu bersikap peka terhadap kebutuhan dan kondisi sahabatnya. Disamping itu, dalam dimensi terdapat kesediaan untuk menerima sahabat apa adanya. d. Kualitas hubungan yang dapat diandalkan (relaibel alliance) Mengarah pada kesanggupan untuk mengandalkan keberadaan dan loyalitas sahabatnya. Disamping itu, aspek ini menunjukkan bagaimana konflik yang terjadi pada pasangan sahabat diselesaikan dengan baik. e. Pengakuan diri (self validation) Mengarah pada penerimaan akan orang lain untuk meyakinkan, menyetujui, mendengarkan, dan menjaga gambar diri sahabatnya sebagai pribadi yang kompeten dan berharga. Hal ini seringkali dicapai dengan perbandingan sosial akan atribut serta kepercayaan seseorang. f. Rasa aman secara emotional (emotional security) Mengarah pada rasa aman dan keyakinan yang diberikan seorang individu pada situasi-situasi yang baru atau mengancam sahabatnya. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kualitas persahabatan terdiri dari mendorong hubungan pertemanan, pertolongan, keintiman, kualitas hubungan yang diandalkan, pengakuan diri, rasa aman secara emosional, dukungan dan kepedulian, pertemanan dan rekreasi, bantuan dan bimbingan, pertukaran yang akrab, konflik dan penghianatan, serta pemecahan masalah. Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan yaitu aspek kualitas persahabatan menurut Parker & Asher (1993), yang terdiri dari dukungan dan kepedulian, pertemanan dan rekreasi, bantuan dan bimbingan, pertukaran yang akrab, konflik dan penghianatan, serta pemecahan masalah. Hal ini dikarenakan aspek-aspek tersebut mewakili secara lebih luas kriteria kualitas persahabatan. 3. Ciri-ciri Persahabatan Menurut Kurth (dalam Handayani, 2006) ciri-ciri persahabatan sebagai berikut: a. Sukarela 14 Dalam persahabatan, hubungan dibentuk atas dasar kesukarelaan penuh, sedangkan dalam berteman masih terdapat kesan kita berteman selama masih ada kerja sama. b. Unik Keunikan merupakan ciri khas persahabatan yang menjadikannya tidak dapat digantikan oleh bentuk hubungan lain. c. Kedekatan dan Keintiman. Persahabatan dan hubungan teman berbeda secara nyata. Hubungan antar teman biasanya tidak disertai dengan adanya kedekatan dan keintiman. Walaupun demikian, kualitas keintiman tidak selalu sama pada setiap sahabat yang dimiliki seseorang. d. Persahabatan harus dipelihara agar dapat bertahan. Dalam suatu hubungan persahabatan biasanya pihak-pihak yang berkepentingan dalam hubungan. Walaupun ada konflik-konflik kecil yang terjadi, pihak-pihak yang ada akan berusaha membicarakan faktor-faktor yang memicu terjadinya konflik, agar hubungan terjalin hangat dan akrab kembali. Parlee (dalam Siregar, 2010) mengkarakteristikkan persahabatan sebagai berikut: a. Kesenangan yaitu suka menghabiskan waktu dengan teman. b. Penerimaan yaitu menerima teman tanpa mencoba mengubah mereka. c. Percaya yaitu berasumsi bahwa teman akan berbuat sesuatu yang sesuai dengan kesenangan individu. d. Respek yaitu berpikiran bahwa teman membuat keputusan yang baik. e. Saling membantu yaitu menolong dan mendukung teman dan mereka juga melakukan hal yang demikian. f. Menceritakan rahasia yaitu berbagi pengalaman dan masalah yang bersifat pribadi kepada teman. g. Pengertian yaitu merasa bahwa teman mengenal dan mengerti dengan baik seperti apa adanya individu. 15 h. Spontanitas yaitu merasa bebas menjadi diri sendiri ketika berada di dekat teman. Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri persahabatan terdiri dari sukarela, unik, kedekatan dan keintiman, persahabatan harus dipelihara agar dapat bertahan, kesenangan, penerimaan, percaya, respek, saling membantu, menceritakan rahasia, pengertian, serta spontanitas. 4. Faktor-Faktor Pembentuk Persahabatan Sarwono (2002) mengungkapkan ada dua hal yang berpengaruh dalam pembentukan persahabatan, yaitu : a. Kemiripan Kemiripan atau kesamaan yang dapat mempererat hubungan antar pribadi adalah dalam hal pandangan atau sikap. Persamaan juga sebagai ikatan ketertarikan pada hubungan yang akrab. b. Saling Menilai Positif Kemudian yang memperkuat hubungan antar pribadi adalah saling menilai positif sehingga timbul perasaan atau kesan suka sama suka antara kedua pihak. Ungkapan penilaian positif dapat dilakukan secara non lisan, yaitu melalui gerak, perubahan wajah, kedipan mata dan sebagainya, atau lisan. Menurut Baron & Byrne (2004), faktor-faktor pembentukan persahabatan yaitu: a. Ketertarikan Secara Fisik Salah satu faktor yang paling kuat dan paling banyak dipelajari adalah ketertarikan secara fisik. Aspek ini menjadi penentuan yang utama dari apa yang orang lain cari untuk membentuk sebuah hubungan. Apakah pertemanan atau perkenalan yang terus menerus berkembang tergantung pada ketertarikan secara fisik dari masingmasing individu. b. Kesamaan 16 Salah satu alasan kita ingin mengetahui kesukaan dan ketidaksukaan orang lain adalah karena kita cenderung menerima seseorang yang memiki berbagai kesamaan dengan kita untuk menjalin sebuah persahabatan. Kesamaan mereka dari berbagai jenis karakteristik dan tingkat yang mereka tunjukan. c. Timbal Balik Adanya rasa saling menguntungkan yang didapatakan dari persahabatan sehingga sebuah persahabatan mungkin menjadi berkembang kearah yang lebih baik lagi. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor pembentukan persahabatan terdiri dari kemiripan, saling menarik positif, ketertarikan secara fisik, kesamaan serta timbal balik. 5. Fungsi Persahabatan Menurut Gottman dan Parker (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa ada enam fungsi persahabatan yaitu : a. Pertemanan (Companionship) Persahabatan akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk menjalankan fungsi sebagai teman bagi individu lain ketika sama-sama melakukan suatu aktivitas. b. Stimulasi Kompetensi (Stimulation) Pada dasarnya, persahabatan akan memberi rangsangan seseorang untuk mengembangkan potensi dirinya kerena memperoleh kesempatan dalam situasi sosial. Artinya melalui persahabatan seseorang memperoleh informasi yang menarik, penting dan memicu potensi, bakat ataupun minat agar berkembang dengan baik. c. Dukungan Fisik (Physical Support) Dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman, akan menumbukan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang menghadapi suatu masalah. 17 d. Dukungan Ego Persahabatan menyediakan perhatian dan dukungan ego bagi seseorang. Apa yang dihadapi seseorang juga dirasakan, dipikrkan dan ditanggung oleh orang lain (sahabatnya). e. Perbandingan sosial (Social Comparison) Persahabatan menyediakan kesempatan secara terbuka untuk mengungkapkan ekspresi kapasitas, kompetensi, minat, bakat dan keahlian seseorang. f. Intimasi / afeksi (Intimacy / affection) Tanda persahabatan yang sejati adalah adanya ketulusan, kehangatan, dan keakraban satu sama lain. Masing-masing individu tidak ada maksud ataupun niat untuk mengkhianati orang lain karena mereka saling percaya, menghargai dan menghromati keberadaan orang lain. Adapun menurut Parker dan Asher (dalam Handayani, 2006) mengemukakan tujuh fungsi pershabatan yaitu : a. Memupuk perkembangan kompetensi emosional, membantu mengembangkan keterampilan untuk mengatur emosi mereka dan mengartikan pengalaman emosional mereka. b. Mendukung ego dan mengesahkan diri sebagai pribadi, membantu membentuk citra diri yang kompeten, serta menarik dan berharga. c. Memberikan rasa aman secara emosional, memberikan rasa percaya diri untuk memasuki suatu situasi baru ataupun situasi yang secara potensial berbahaya. d. Memberikan keintiman dan afeksi. e. Memberikan bimbingan dan bantuan pada saat ada masalah, baik dalam bentuk yang kongkrit (waktu, tenaga dam materi) maupun tidak (kritik membangun, nasihat). 18 f. Melalui kesetiaan dan ketanggapannya, sahabat membuat merasa memiliki seseorang yang dapat diandalkan. g. Memberikan pertemanan dan stimulasi intelektual. Berdasarkan uraian diatas mengenai fungsi persahabatan, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi persahabatan terdiri dari pertemanan, stimulasi kompetensi, dukungan fisik, dukungan ego, perbandingan sosial, intimasi/afeksi, memupuk perkembangan membantu mengembangkan keterampilan, kompetensi emosional, mengesahkan diri sebagai pribadi, membantu membentuk citra diri yang kompeten, serta menarik dan berharga, memberikan rasa aman secara emosional, memberikan rasa percaya diri untuk memasuki suatu situasi baru ataupun situasi yang secara potensial berbahaya, memberikan bimbingan dan bantuan pada saat ada masalah, baik dalam bentuk yang kongkrit (waktu, tenaga dam materi) maupun tidak (kritik membangun, nasihat), melalui kesetiaan dan ketanggapannya, sahabat membuat merasa memiliki seseorang yang dapat diandalkan., serta memberikan pertemanan dan stimulasi intelekual. C. Remaja Akhir 1. Pengertian Remaja Akhir Menurut Neidhart (dalam Gunarsa, 2003), remaja adalah masa peralihan dan ketergantungan pada masa anak ke masa dewasa, dimana seseorang harus dapat berdiri sendiri. Santrock (2003) mendefinisikan remaja adalah masa transisi dari masa anak ke masa dewasa awal, dimulai kira-kira usia 10 tahun sampai 12 tahun dan berakhir usia 18 tahun sampai 22 tahun. Papalia,dkk (2008) menjelaskan bahwa masa remaja dimulai dari usia 11 atau 12 tahun sampai akhir dari masa remaja atau awal usia 20 tahun, dan masa tersebut membawa perubahan besar yang saling bertautan dalam semua ranah perkembangan Menurut Mappiare (1983), masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai 19 dengan 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 12 tahun atau 13 tahun sampai 17 tahun atau 18 tahun adalah remaja awal, dan usia 17 atau 18 tahun sampai dengan 21 atau 22 tahun adalah remaja akhir. Sedangkan Sarwono (2001) menetapkan batasan usia masa remaja, dimana masa antara 12 tahun sampai 15 tahun adalah remaja awal, 15 tahun sampai 18 tahun adalah masa remaja pertengahan, serta usia 18 tahun sampai 21 tahun masa remaja akhir. Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja akhir adalah individu yang berusia antara 18 tahun sampai 21 tahun. 2. Karakteristik Remaja Menurut Blos (dalam Sarwono, 2001) ada 3 tahap perkembangan remaja dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan, yaitu : a. Remaja awal (early adolescence) Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang bahunya saja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa. b. Remaja madya (middle adolescence) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman20 teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipus Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis. c. Remaja akhir (late adolescence) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu: 1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. 2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orangorang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. 3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. 4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5) Tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (the public). Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa pembagian fase remaja terdiri dari tiga tahap yaitu remaja awal, remaja pertengahan dan remaja akhir. 3. Tugas Perkembangan Remaja Havinghurst (dalam Sarwono, 2001) menyatakan bahwa terdapat beberapa tugas-tugas perkembangan pada remaja yaitu : a. Mencapai hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya. 21 b. Mencapai peranan sosial sebagai pria atau wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakannya secara efektif. d.Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya. e. Mancapai jaminan kemandirian ekonomi. f. Memilih dan mempersiapkan karir (pekerjaan). g. Belajar merencanakan hidup berkeluarga. h. Mengembangkan keterampilan intelektual. i. Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial. j.Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai petunjuk/pembimbing dalam bertingkah laku. k. Mengamalkan nilai – nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan dalam kehidupan sehari – hari, baik pribadi maupun sosial. D. HUBUNGAN ANTARA KUALITAS PERSAHABATAN DENGAN PRIVASI PADA REMAJA AKHIR Privasi merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia tetapi kenyataanya sering diabaikan bahkan dilanggar oleh beberapa pihak yang belum mengetahui arti privasi sesungguhnya. Menurut Altman dan Kevin (dalam Brigham, 1991), privasi adalah suatu tingkatan dimana individu dapat mengendalikan akses orang lain terhadap dirinya dan menjaga tingkat kontak yang diinginkan dengan orang lain. Privasi sangat dibutuhkan oleh semua orang dalam setiap tahap perkembangan kehidupannya, salah satunya yaitu remaja akhir. Pada remaja akhir adanya tugas perkembangan untuk mencapai kemandirian emosional dari lingkungan sekitarnya sehingga membuat individu untuk menjaga privasinya. Ketika seseorang merasa terganggu dengan kehadiran 22 atau perilaku verbal dari pihak lain, maka seseorang dapat menjaga privasinya untuk menghindar dari pihak tersebut. Westin (dalam Prabowo, 1998) menyatakan bahwa dengan adanya privasi dapat membantu individu dalam mengembangkan otonomi diri dari pengaruh orang lain. Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain. Setiap orang memiliki referensi tingkat privasi yang diinginkan di lingkungan dimana mereka berada. Ketika seseorang ingin menyendiri dari lingkungannya maka mereka akan berusaha menarik diri atau mengontrol interaksinya, tetapi jika pengaruh lingkungannya lebih besar dari keinginannya untuk menarik diri, maka kemungkinan seseorang akan cenderung kehilangan kontrol diri. Salah satu kemungkinan pengaruh seseorang dapat mengabaikan privasinya yaitu kualitas persahabatan. Baron & Byrne (2004) mendefinisikan bahwa persahabatan adalah hubungan yang membuat dua orang atau lebih menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, tidak mengikuti orang lain dalam hubungan tersebut, dan saling memberikan dukungan emosional. Persahabatan memiliki peran penting bagi setiap individu, karena dengan adanya sahabat dapat membuat individu menjadi pribadi yang percaya diri dan berharga melalui dukungan yang diberikan oleh sahabat-sahabatnya. Sumber dukungan sosial dan emosional yang diberikan oleh sahabat kepada individu juga sangat berarti untuk individu agar dapat bertahan dalam menghadapi berbagai persoalan yang dihadapinya. Berndt (2009) mengatakan bahwa peran sahabat berpengaruh dalam sikap, perilaku, dan karakteristik inidividu. Ketika seseorang terlibat dalam kualitas persahabatan yang tinggi maka seseorang diharapkan dapat menjadi pribadi yang mampu berbagi informasi, waktu, dan perhatian kepada sahabatnya. Hal ini kemungkinan mempengaruhi privasi yang dimilikinya. E. HIPOTESIS Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir. 23 METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan diteliti adalah: 1. Variabel bebas : Kualitas Persahabatan. 2. Variabel terikat : Privasi. B. Definisi Operasional Definis operasi dalam penelitian ini adalah : 1. Kualitas Persahabatan Kualitas persahabatan adalah berfungsinya secara positif hubungan intim antara dua atau lebih individu yang mampu mengatasi segala konflik yang ada. Kualitas persahabatan dalam penelitian ini diukur dengan skala kualitas persahabatan yang disusun oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek kualitas persahabatan menurut Parker & Asher (1993) yaitu dukungan dan kepedulian, pertemanan dan rekreasi, bantuan dan bimbingan, pertukaran yang akrab, konflik dan penghianatan, serta pemecahan masalah. 2. Privasi Privasi adalah kemampuan seseorang untuk membatasi akses dirinya kepada orang lain dan dari orang lain terhadap diri individu. Privasi dalam penelitian ini diukur dengan skala privasi yang disusun oleh peneliti berdasarkan komponen privasi menurut Westin (dalam Prabowo, 2008) yaitu solitude, intimacy, anonimity dan reserve. C. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah remaja akhir yang berusia 18-21 tahun. Hal ini dikarenakan pada masa remaja akhir emosi cenderung stabil, menghargai apa yang dimilikinya dan mampu memecahkan masalah secara lebih matang dan realistis (Al-Mighwar, 2006). Selain itu, pemikiran remaja lebih logis, abstraksi dan idealistik (Santrock, 2002), dibandingkan dengan masa remaja awal dan madya yang cenderung memiliki emosi negatif dan adanya perubahan suasana hati yang lebih intens. Sedangkan sampel yang dipilih dalam penelitian ini adalah 24 80 orang remaja akhir dengan status mahasiswa Universitas Gunadarma dari tingkat awal sampai tingkat akhir. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik accidental sampling, yaitu proses pengambilan sampel yang dilakukan secara kebetulan oleh peneliti sesuai dengan kriteria subjek yang akan diteliti. D. Teknik pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket atau kuesioner yang terdiri dari skala kualitas persahabatan dan skala privasi. Skala kualitas persahabatan digunakan untuk mengetahui tingkat kualitas persahabatan yang dijalin oleh subjek dengan sahabat-sahabatnya. Sedangkan skala privasi digunakan untuk mengetahui tingkat privasi yang dimiliki subjek. 1. Skala Kualitas Persahabatan Variabel kualitas persahabatan diukur dengan menggunakan skala kualitas persahabatan yang dibuat sendiri oleh peneliti dan dibuat berbentuk Skala Penilaian (Rating Scale). Adapun skala kualitas persahabatan ini mempunyai 4 pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala kualitas persahabatan terdiri dari dua bagian yaitu pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. 2. Skala Privasi Variabel privasi diukur dengan menggunakan skala privasi yang dibuat sendiri oleh peneliti dan dibuat berbentuk Skala Penilaian (Rating Scale). Adapun skala privasi ini mempunyai 4 pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala privasi terdiri dari dua bagian yaitu pernyataan favorable dan pernyataan unfavorable. E. Validitas dan Reliabilitas Dalam penelitian ini untuk mengukur validitas akan digunakan Product Moment dari Karl Pearson dengan mengkorelasikan skor tiap item 25 dengan skor total item. Untuk mengukur reliabilitas akan menggunakan Alpha Cronbach. F. Teknik Analisis Data Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan uji korelasi Product Moment Pearson sebagai uji hubungan untuk menganalisa hubungan kualitas persahabatan sebagai variabel bebas dengan privasi sebagai variabel terikat. Analisis data dibantu dengan menggunakan program SPSS versi 17 for windows. PELAKSANAN DAN HASIL PENELITIAN A. Persiapan Penelitian Persiapan dalam penelitian ini adalah persiapan alat ukur yang meliputi penyusunan skala kualitas persahabatan yang dikembangkan berdasarkan aspekaspek kualitas persahabatan dan skala privasi yang dikembangkan berdasarkan komponen-komponen privasi. Setelah mempersiapkan alat ukur, peneliti kemudian memperbanyak angket kualitas persahabatan dan angket privasi yang telah disusun sebanyak 80 eksemplar. B. Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini menggunakan try out terpakai, dimana data yang diperoleh dan digunakan di dapat melalui satu kali try out. Hal ini dilakukan untuk efisiensi waktu dan tenaga. Proses pengambilan data dilakukan sejak tanggal 19 Agustus 2011 sampai 20 Agustus 2011. Pengambilan data pertama kali pada tanggal 19 Agustus 2011 di Universitas Gunadarma kampus D pada pukul 13.00-17.00, peneliti menyebarkan angket kepada 38 subjek. Kemudian pada tanggal 20 Agustus 2011 di lokasi yang sama yaitu Universitas Gunadarma kampus D pada pukul 09.30-17.30, peneliti melanjutkan menyebarkan angket kepada 42 orang subjek. Dari 80 angket yang tersebar maka yang kembali ke peneliti dan memenuhi kriteria untuk dianalisis sebanyak 80 eksemplar. C. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi 26 Sebelum melakukan analisis Product Moment, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya normalitas dan linearitas dalam sebaran data. a. Uji Normalitas Untuk uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan program SPSS yaitu uji Kolmogorov Smirnov. Dari hasil uji normalitas menggunakan Kolmogorov Smirnov, skala kualitas persahabatan diketahui nilai signifikansi sebesar 0,016 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor kualitas persahabatan pada subjek penelitian adalah tidak normal. Sedangkan hasil uji normalitas skala privasi diketahui nilai nilai signifikasi 0,200 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa distribusi skor privasi adalah normal. b. Uji Linearitas Dari hasil pengukuran regresi sederhana diperoleh nilai F sebesar 0,532 dengan signifikansi 0,468 (p>0,05). Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang linier antara kualitas persahabatan dengan privasi. 2. Uji Hipotesis Berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment diketahui bahwa koefisien korelasi antara kualitas persahabatan dengan privasi sebesar 0,082 dengan taraf signifikasi sebesar 0,468 (p>0,05). Dari hasil tersebut, terlihat tidak adanya hubungan yang antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir. Dengan demikian hipotesis yang berbunyi terdapat hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir, ditolak. D. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan 27 teknik korelasi product moment menunjukkan bahwa hipotesis ditolak artinya tidak ada hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir. Tidak adanya hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir kemungkinan dapat dikarenakan kemampuan remaja akhir yang telah mengembangkan otonomi dirinya. Masa remaja akhir merupakan pra masa dewasa, dimana para remaja sudah mampu berpikir secara abstrak, termasuk mengenai kebebasan dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Santrock (2002) yang mengatakan bahwa pada masa remaja akhir adanya independensi dan pencarian identitas diri. Sedangkan Blos (dalam Sarwono, 2001) mengatakan bahwa yang menandai individu memasuki masa remaja akhir, salah satunya yaitu tumbuh “dinding” yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (public). Papalia, dkk (2008) mengatakan hal yang sama bahwa pengaruh teman sebaya mencapai puncaknya pada awal masa remaja; biasanya pada usia 12 sampai 13 tahun dan menurun pada masa remaja pertengahan serta akhir ketika hubungan dengan orang tua telah direnegoisasikan. Dengan kata lain, kemungkinan pengaruh dari teman sebaya terhadap privasi yang dimiliki oleh remaja akhir menurun. Berdasarkan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik skala kualitas persahabatan di atas menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik +1 SD. Hal ini berarti bahwa secara umum subjek dalam penelitian ini memiliki kualitas persahabatan yang tergolong tinggi. Tingginya kualitas persahabatan kemungkinan dapat dikarenakan persahabatan dianggap sebagai sumber dukungan sosial dan emosional bagi remaja akhir. Masalah-masalah yang dihadapi oleh remaja akhir seperti masalah dengan tugas akademik, keluarga bahkan dengan pasangan membuat remaja akhir berusaha mencari kenyamanan emosional dan dukungan bagi dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Gottman dan Parker (dalam Santrock, 2003) yang menyatakan bahwa persahabatan memiliki enam fungsi yaitu pertemanan, stimulasi kompetensi, perbandingan sosial, intimasi, dukungan fisik, serta dukungan ego. Dalam dukungan fisik, dengan kehadiran fisik seseorang atau beberapa teman akan menumbuhkan perasaan berarti (berharga) bagi seseorang yang sedang 28 menghadapi suatu masalah. Hal serupa dengan dukungan ego, persahabatan menyediakan perhatian dan dukungan ego bagi seseorang. Apa yang dihadapi seseorang juga dirasakan, dipikirkan dan ditanggung oleh sahabatnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Brendgen, dkk (2001) mengungkapkan bahwa ketika remaja menghadapi masalah, maka remaja mendatangi sahabat-sahabatnya untuk meminta bantuan mereka. Sedangkan berdasarkan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik skala privasi di atas menunjukkan bahwa mean empirik lebih besar dari mean hipotetik + 1SD. Hal ini berarti bahwa secara umum subjek dalam penelitian ini memiliki privasi yang tergolong tinggi. Hal ini kemungkinan dikarenakan subjek sebagai remaja akhir yang mengembangkan otonomi dirinya cenderung mengingini untuk tidak didominasi oleh lingkungannya. Westin (dalam Caine, 2009) menyatakan bahwa salah satu fungsi privasi yaitu fungsi otonomi diri, dimana adanya keinginan untuk menghindari dimanipulasi atau didominasi sepenuhnya oleh orang lain. Deskripsi Subjek Penelitian Berikut ini adalah deskripsi subjek penelitian yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia dan fakultas/jurusan : Berdasarkan jenis kelamin subjek dalam penelitian ini diketahui bahwa wanita memiliki tingkat privasi lebih tinggi dari pria. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan adanya keinginan wanita untuk tidak diganggu secara fisik oleh orang yang kurang dikenalnya. Dengan kata lain, untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan yang diinginkannya maka wanita berusaha menjaga privasinya ketika diperhadapkan dengan pihak-pihak yang tidak dikenal mengganggunya terutama secara fisik. Rapoport (dalam Prabowo, 1998) menyatakan bahwa privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi yang diinginkan. Berdasarkan usia subjek dalam penelitian diketahui bahwa kelompok usia 21 tahun memiliki tingkat privasi yang lebih tinggi dibandingkan subjek dengan kelompok usia 18, 19 dan 20 tahun. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena 29 usia 21 tahun merupakan masa transisi dari usia remaja ke usia dewasa. Erikson (dalam Papalia, dkk, 2008) menyatakan bahwa pada masa dewasa awal, krisis yang dialami oleh individu adalah intimasi versus isolasi, dimana pada satu sisi seseorang akan membuat komitmen personal yang dalam dengan orang lain, tetapi di sisi lain seseorang juga butuh kesendirian sebagai upaya untuk merefleksikan kehidupannya. Sedangkan berdasarkan jurusan/fakultas, subjek yang berasal dari fakultas Teknik Informasi memiliki privasi lebih tinggi dari subjek yang berasal dari fakultas lainnya. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan setting sosial pada fakultas Teknik Informasi kurang kondusif, dimana fakultas Teknik Informasi didominasi oleh pria. Blyth & Foster Clark (dalam Papalia,dkk, 2008) mengemukakan bahwa pertemanan pada pria lebih fokus kepada aktivitas bersama ketimbang percakapan mendalam, dibandingkan dengan wanita yang nyaman menceritakan pengalaman-pengalamannya kepada temannya. Dengan kata lain, karena pertemanan antar pria membuat subjek jarang saling bertanya dan berbagi informasi pribadi. Untuk kualitas persahabatan, berdasarkan jenis kelamin subjek diketahui bahwa wanita memiliki kualitas persahabatan yang lebih tinggi dari pria. Bukowski, dkk (2001) menyatakan bahwa wanita lebih menunjukkan perilaku tolong-menolong, responsif, berbagi, serta lebih terbuka kepada teman-temannya dibandingkan pria. Hal serupa diungkapkan oleh Garmon, dkk (dalam Papalia, dkk, 2008) yang menyatakan bahwa wanita memiliki hubungan sosial yang lebih intim dibandingkan dengan pria Sedangkan berdasarkan usia subjek, kelompok usia 19 tahun memiliki kualitas persahabatan yang lebih tinggi dibandingkan subjek kelompok usia lainnya. Tingginya kualitas persahabatan subjek di kelompok usia 19 tahun kemungkinan adanya kecenderungan subjek sedang menikmati dan menghabiskan banyak waktu maupun aktifitas bersama dalam hubungan persahabatan yang baru dengan teman-teman di lingkungan barunya yang mengarah pada kesenangan, kegembiraan dan semangat. Aboud dan Mendelson (dalam Brendgen, dkk, 2001) menyatakan bahwa kualitas suatu hubungan persahabatan dipengaruhi oleh aspekaspek yang dapat berfungsi dengan baik, salah satunya yaitu mendorong 30 hubungan pertemanan (stimulating companionship) yang mengarahkan kepada aktivitas bersama yang membangkitkan kesenangan, kegembiraan, dan gairah atau semangat. Subjek yang berasal dari fakultas psikologi memiliki kualitas persahabatan lebih besar dari subjek pada kelompok jurusan/fakultas lainnya. Hal ini kemungkinan dapat disebabkan karena mayoritas mahasiswa fakultas psikologi adalah wanita, dimana persahabatan antar wanita cenderung lebih menerima dan mendukung secara emosional dibandingkan pria. Papalia, dkk (2008) menyatakan bahwa pertemanan wanita lebih vital dalam berbagi rahasia dan dukungan emosional dibandingkan dengan pertemanan pria. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas persahabatan dengan privasi pada remaja akhir. Selain itu juga ditemukan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki kualitas persahabatan yang tergolong tinggi dan privasi yang tergolong tinggi. Berdasarkan jenis kelamin subjek dalam penelitian ini diketahui bahwa wanita memiliki privasi dan kualitas persahabatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Berdasarkan usia subjek, kelompok usia 21 tahun memiliki privasi yang lebih tinggi dari kelompok usia lainnya, sedangkan usia 19 tahun memiliki kualitas persahabatan yang lebih tinggi dari kelompok usia lainnya. Berdasarkan fakultas/jurusan, subjek yang berasal dari fakultas Teknik Informasi memiliki privasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek dari fakultas lainnya, sedangkan subjek yang berasal dari fakultas Psikologi memiliki kualitas persahabatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek dari fakultas lainnya. B. Saran Berdasarkan hasil penelitian, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Saran untuk Subjek Penelitian 31 Bagi subjek penelitian, diharapkan dapat menjaga privasi yang dimilikinya namun tetap juga mempertahankan kualitas persahabatan yang telah dijalin dengan sahabat-sahabatnya. 2. Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut Bagi para peneliti yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang privasi, diharapkan dapat meneliti faktor-faktor lain yang kemungkinan memiliki pengaruh terhadap privasi seperti usia (remaja awal, dewasa awal), setting sosial (seseorang yang meminta informasi), fitur fisik dari lingkungan (rumah tingkat, rumah susun), serta budaya (Batak, Jawa). DAFTAR PUSTAKA Azwar, S. (2008). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Baron, R. A., & Byrne, D. (2004). Psikologi sosial 2. Jakarta: Erlangga. Berndt, J. (2002). Friendship quality and social development. Jurnal. 1, 7-10. Brendgen, Markiewicz, Doyle, & Bukowski. (2001). The relation between friendship quality, ranked-friendship preference, and adolescents’ behavior with their friends. Diakses tanggal 15 Juli 2011 dari www. findarticle.com. Brigham, J.C. (1991). Social psychology (2nd). New York : Harper Collins. Caine, K. (2009). Exploring everyday privacy behaviors and misclosures. Disertasi (Di Terbitkan). Georgia : Georgia Institute of Technology. Diakses tanggal 10 Juli 2011 Demir, M. (2007). Close friendship and happiness among young adults. Disertasi (Di Terbitkan). Detroit : Wayne State University. Diakses tanggal 10 Juli 2011. Fitriani, V. (2009). Hubungan antara privasi dan aspek-aspek kepuasan kerja kepada karyawan kantor tipe open-plan di PT. X. Skripsi (tidak di terbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Gifford, R. (1997). Environmental psychology principle and practise. Boston : Allyn & Bacon. Gunarsa, S. (2003). Psikologi remaja. Jakarta : Gunung Mulia. Hall, E. (1983). Psychology today an introduction (5th ed). New York : Random House, Inc. 32 Handayani, P. T. (2006). Hubungan antara kualitas persahabatan dengan kesepian pada wanita lajang. Skripsi (Tidak di Terbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Hildayani, R. (1997). Persahabatan lawan jenis pada dewasa muda pria dan wanita yang telah menikah. Skripsi (Tidak di Terbitkan). Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Margulis, S. T. (2003). On the status and contribution of Westin's and Altman's theories of privacy. Diakses tanggal 14 Juli 2011 dari www.privacy.etd. Margulis, S. T. (2005). Privacy and psychology. Diakses tanggal 14 Juli 2011 dari www.privacy.etd. Mappiare, A. (1983). Psikologi remaja. Surabaya : Usaha Nasional. Monks, Knoers, & Haditono. (1998). Psikologi perkembangan : pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Papalia, Old, &Feldman. (2008). Human development. Jakarta : Kencana. Owens, K. (2001). Child and adolescent development. Illionnis : Wadsworth. Parker, J., & Asher, R. (1993). Friendship and friendship quality in middle childhood: links with peer group acceptance and feelings of loneliness and social dissatisfaction. Journal of Developmental Psychology. 4, 611-621. Prabowo, H., & Fakhrurrozi, M. (2005). Skala psikologi. Jakarta : Gunadarma. Prabowo, H. (1998). Pengantar psikologi lingkungan. Depok : Universitas Gunadarma Santrock, J. W. (2002). A topical approach to life span development. New York : McGraw Hill Company. Santrock, J. W. (2003). Adolescence (perkembangan remaja). Jakarta: Erlangga. Sarwono, S. W. (1995). Psikologi lingkungan. Jakarta : Gramedia. Sarwono, S. W. (2001). Psikologi remaja. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. Sarwono, S. W. (2002). Psikologi sosial: individu dan teori-teori psikologi sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Siregar, A.R. (2010). Pengaruh attachment style terhadap kualitas persahabatan pada remaja. Skripsi (Diterbitkan). Medan : Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara. Sundstrom, Burt, & Kamp. (1980). Privacy at work. Academy of Management Journal. 1, 101-117. 33