JIMVET. 01(2): 188-195 (2017) ISSN : 2540-9492 IDENTIFIKASI ENDOPARASIT PADA IKAN JEBONG (Abalistes stellaris) DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) LAMPULO KOTA BANDA ACEH Identification of Endoparasites on Starry Triggerfish (Abalistes stellaris) in Lampulo Fish Auction Site (FAS) Banda Aceh Muhammad Geraldy Zarry1, Muhammad Hambal2,, Zuhrawaty NA3 Program Studi Pendidikan Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala 2 Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala 3 Laboratorium Klinik, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala E-mail: [email protected] 1 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi endoparasit pada Starry Triggerfish (Abalistes stellaris) yang diperoleh dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lampulo Banda Aceh. Penelitian dilakukan pada Mei 2016 di Laboratorium Parasitologi, Fakultas Kedokteran Hewan Unsyiah. Sebanyak 25 Abalistes stellaris diperoleh dan kemudian diperiksa untuk mengetahui keberadaan endoparasit. Sebelum diperiksa, panjang ikan diukur dan berdasarkan pada keberadaan telur di perut, jenis kelamin ikan diidentifikasi. Pengamatan dari endoparasit dilakukan dengan mengamati organ internal ikan secara makroskopik kemudian mikroskopik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan terinfeksi oleh Anisakis spp. dan Tetraphylidea di perut dan usus ikan dengan tingkat prevalensi masing-masing endoparasit antara 12% dan 36%. Hasil juga menunjukkan bahwa semakin panjang tubuh ikan, semakin banyak parasit yang diperoleh. Kata Kunci: Abalistes stellaris, Anisakis spp., endoparasit ABSTRACT This study aims to identify endoparasite on Starry Triggerfish (Abalistes stellaris) obtained from the Lampulo Fish Auction Site (TPI) Banda Aceh. The study was conducted in May 2016 at the Laboratory of Parasitology, Faculty of Veterinary Medicine Unsyiah. As many as 25 Abalistes stellaris were collected and then examined to find out endoparasites. Before examined, the length of fish were measured and based on the existence of spawn in the abdomen, the sex was identified. Observations of the endoparasites were done by observing internal organs of fish macroscopic then microscopic. The results revealed that the fish were infected by Anisakis spp. and Tetraphylidea in the stomach and intestines of fish with a prevalence rate of each endoparasite between 12% and 36%. Results also showed that the longer the fish length is, the more parasites were obtained. Keywords: Abalistes stellaris, Anisakis spp., endoparasites PENDAHULUAN Ikan Jebong (Abalistes stellaris) (Bloch dan Schneider, 1801) merupakan salah satu spesies ikan yang berasal dari famili Balistidae. Spesies ikan ini dapat ditemukan di Indo-Pasifik (Laut Merah dan Afrika Timur ke Asia Tenggara, utara ke Jepang dan selatan ke utara Australia, serta timur Atlantik bagian barat). Ikan ini hidup dengan memakan hewan bentik (cacing laut). Ikan ini umum ditemukan di pasar di Thailand, 188 JIMVET. 01(2): 188-195 (2017) ISSN : 2540-9492 Indonesia, Filipina, dan Jepang. Di Aceh, ikan ini dipasarkan dalam keadaan segar dan olahan. Selain diolah menjadi ikan asin, ikan ini juga sering diolah oleh sebagian masyarakat menjadi dendeng ikan (Figueiredo dan Menezes, 2000; Carpenter dan Niem, 2001). Ikan laut yang hidup bebas terutama yang memiliki sifat karnivora, sering teridentifikasi dengan cacing endoparasit (Sarjito dan Desrina, 2005). Parasit merupakan organisme yang hidup dengan beradaptasi dan menyebabkan kerugian pada inangnya. Cacing parasit yang terdapat pada ikan yang hidup bebas di alam tidak bersifat mematikan, namun ikan terinfeksi bias menularkan parasite kepada ikan lain melalui interaksi satu sama lain (Indaryanto dkk., 2014). Bebarapa larva dan cacing parasit dapat menyebabkan penyakit pada pencernaan serta menghasilkan enzim yang dapat merusak tekstur dan kualitas dari daging ikan (Buchmann dan Bresciani, 2001). Parasit yang menginfeksi ikan akan menyebabkan pertumbuhan ikan terganggu atau terhambat. Pada bagian dalam tubuh ikan lebih sering ditemukan parasit dari kelompok trematoda (digenea) dan nematoda, sedangkan pada bagian luar tubuh ikan lebih sering ditemukan dari kelompok monogenea (Chambers dkk., 2001; Cribb dkk., 2002). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Oshmarin, Mamaev dan Parukhin pada tahun 1961 dan Reimer pada tahun 1981, diidentifikasi 2 jenis endoparasit dari Ikan Jebong yaitu, Diploproctodaeum macracetabulum dan Diploproctodaeoides longipygum (Reimer, 1981; Oshmarin dkk., 1961 yang disitasi dari Bailey, 2015). Kemudian pada tahun 2011, diidentifikasi endoparasit pada Ikan Jebong di laut merah yaitu Hypocreadium Ozaki (Al-Zubaidy, 2011). Informasi tentang Ikan Jebong ini masih sangat minim, bahkan untuk di Indonesia sendiri, masih jarang ditemukan adanya penelitian tentang identifikasi parasit pada Ikan Jebong. Untuk itu, sebuah penelitian yang memfokuskan pada parasit Ikan Jebong akan membantu memahami potensi ikan ini. MATERIAL DAN METODE Penelitian ini menggunakan Ikan Jebong yang diambil langsung di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lampulo Kota Banda Aceh. Sampel kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan selanjutnya di bawa ke Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala untuk diperiksa. Pengamatan endoparasit ikan dimulai dengan di letakkan Ikan Jebong pada cawan petri kemudian menyiapkan alat bedah seperti, pisau bedah, gunting dan pinset. Ikan kemudian diukur. Rongga tubuh bagian dalam ikan dibuka melalui bagian ventral tubuh ikan dengan menggunting dari anus hingga operkulum. Diangkat bagian yang dipotong sehingga rongga perut terbuka. Semua organ dalam dipisahkan dan ditempatkan pada masing-masing cawan petri yang berisi NaCl fisiologis. Organ internal diperiksa secara makroskopis kemudian mikroskopis. Jaringan otot ikan juga diperiksa dengan cara pengirisan mendatar sehingga menghasilkan fillet. Setiap lapisan otot dibuka, diperiksa dan diteliti untuk mengetahui adanya cacing. Bila saat diteliti ada cacing, cacing diambil dengan menggunakan pinset dan ditempatkan pada cawan petri yang telah berisi NaCl fisiologis, kemudian diamati dibawah mikroskop (Yanong, 2008, Nurhayati dkk., 2007, dan Rohde, 2005 yang disitasi oleh Pradipta dkk., 2014). 189 JIMVET. 01(2): 188-195 (2017) ISSN : 2540-9492 HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Parasit Yang Ditemukan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 25 ekor Ikan Jebong yang didapatkan secara acak di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Lampulo Kota Banda Aceh, ditemukan endoparasit yaitu Anisakis spp. dan endoparasit dari ordo Tetraphyllidea. Tabel 1. Jenis parasit, predileksi, dan prevalensi endoparasit pada Ikan Jebong (Abalistes stellaris) Endoparasit Anisakis spp. Tetraphyllidea Predileksi Jumlah ikan terinfeksi / total sampel Prevalensi (%) 3/25 12 9/25 36 Usus dan Lambung Usus dan Lambung Dari tabel 1 tersebut dapat di lihat bahwa tingkat infeksi endoparasit pada Ikan Jebong tidak terlalu tinggi, yaitu Anisakis spp. 12% dan endoparasit dari ordo Tetraphyllidea sebanyak 36%. Jumlah Anisakis spp. yang ditemukan pada sampel berkaitan dengan sifat Ikan Jebong yang karnivora dengan memakan ikan kecil, cumicumi dan udang yang merupakan inang perantara pertama dari Anisakis spp., sehingga dari hasil yang didapatkan Ikan Jebong dapat dikategorikan sebagai inang perantara kedua. Kebiasaan ikan memakan inang perantara ini mempengaruhi tinggi rendahnya presentase larva Anisakis spp. yang ditemukan pada tubuh ikan. Larva Anisakis spp. mempunyai distribusi dan rentang inang yang luas sehingga sering ditemukan pada ikan laut yang bersifat karnivora (Utami, 2014). Ditemukannya Anisakis spp. pada tubuh ikan menunjukkan bahwa ikan tersebut memiliki kualitas daging yang buruk meskipun yang ditemukan hanya satu larva. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Utami (2014) yang meneliti keberagaman Anisakis spp. pada beberapa jenis ikan laut seperti ikan kembung bahwa keberadaan Anisakis spp. pada daging ikan dapat menyebabkan reaksi alergi pada manusia yang mengkonsumsinya. Umumnya parasit yang masuk ke dalam tubuh manusia merupakan larva stadium ketiga dan tetap hidup sebagai larva stadium ketiga. Selain dari mengkonsumsi ikan yang tidak matang, resiko zoonosis terhadap manusia juga bisa terjadi pada saat kontak langsung dengan ikan pada proses preparasi sebelum diolah. Larva dapat ditemukan dalam keadaan hidup saat terjadi muntah atau keluar melalui feses. Infeksi dari larva tersebut dapat dicegah dengan mengkonsumsi ikan dalam keadaan matang dikarenakan Anisakis spp. mampu bertahan hidup pada suhu kurang dari 70 °C dan temperatur kurang dari -20 °C dan menghindari mengkonsumi organ internal ikan (Arifudin dan Abdulgani, 2013; Utami, 2014; Jabal, 2015). Tabel 2. Prevalensi endoparasit pada Ikan Jebong (Abalistes stellaris) berdasarkan ukuran tubuh ikan. Kategori Ukuran (cm) <30cm ≥30cm Banyak Sampel 6 19 Jumlah sampel yang terinfeksi 2 9 190 Prevalensi 33.33% 42.36% JIMVET. 01(2): 188-195 (2017) ISSN : 2540-9492 Dari tabel 2 tersebut dapat di lihat bahwa tingkat prevalensi endoparasit pada Ikan Jebong yang memiliki ukuran tubuh yang lebih panjang, memiliki tingkat prevalensi lebih besar daripada ikan yang lebih pendek. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Muttaqin dan Abdulgani (2013) dimana ikan yang berukuran lebih panjang memiliki tingkat prevalensi yang lebih tinggi. Pada penelitiannya, ikan berukuran 21-24 cm memiliki tingkat prevalensi mencapai 66,67% dan ikan berukuran 25-37 cm memiliki tingkat prevalensi mencapai 80%. Beberapa penelitian lain juga menyebutkan adanya pengaruh dari panjang ukuran ikan. Seperti yang dinyatakan Noble dan Noble pada tahun 1989, terdapat beberapa faktor infeksi yang mempengaruhi jumlah, ukuran dan prilaku parasit seperti umur, ukuran tubuh inang, iklim, musim dan lokasi geografik. Tingginya jumlah infeksi juga dipengaruhi oleh kebiasaan makan, mikrohabitat dan jenis ikan, dan juga kondisi perairan. Kimpel dkk. pada tahun 2004 menjelaskan bahwa, pertambahan panjang tubuh ikan juga menyebabkan akumulasi parasit menjadi tinggi, ini disebabkan oleh pertambahan jumlah dan jenis makanan yang dapat dimakan oleh ikan seiring bertambah besarnya dimensi mulut ikan. Dimensi mulut ikan dapat menggambarkan ukuran terbesar yang mampu ikan telan, sehingga semakin besar ukuran ikan, maka semakin besar pula ukuran yang dapat ditelan, sehingga variasi dari makanan yang dikonsmsi ikan bertambah. Saat ikan berada pada saat juvenil, ikan akan memakan crustacean, gastropoda, chepalapoda dan organisme planktonik yang lebih kecil dari tubuhnya, namun pada saat dewasa, ikan akan memulai memakan ikan lainnya sehingga lebih mudah terjangkit dan mengakumulasi parasit seperti anisakis dalam jumlah yang banyak (Noble dan Noble, 1989, dan Kimpel dkk., 2004 yang disitasi dari Muttaqin dan Abdulgani, 2013). Tabel 3. Prevalensi endoparasit pada Ikan Jebong (Abalistes stellaris) berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Banyak Sampel Jantan Betina 9 16 Jumlah sampel yang terinfeksi 4 7 Prevalensi 44.44% 43.75% Dari tabel 3 tersebut dapat disimpulkan bahwa jenis kelamin ikan tidak berpengaruh pada jumlah infeksi parasit. Ini sesuai dengan penelitian Indaryanto dan Wardiatno (2014) dimana komposisi dan intensitas konsumsi serta kebutuhan energi antara ikan jantan dan betina tidak berbeda, sehingga jenis kelamin tidak mempengaruhi infeksi cacing parasitik pada tubuh ikan. Karakteristik Dari Jenis Parasit Yang Ditemukan Anisakis spp. Anisakis spp. stadium ketiga (seperti yang terlihat pada Gambar 1) memiliki tubuh bewarna putih kemerahan, kutikula yang keras, tiga bibir, gigi menonjol untuk melubangi terdapat pada ventral mulut yang disebut dengan gigi pengebor (boring tooth), lubang sekresi terdapat diantara bibir, mempunyai lubang pencernaan sederhana (esophagus, ventrikulus, intestinum) dengan panjang total 10-29 mm. Berbeda dengan ukuran cacing dewasa jantan yaitu 38-60 mm dan untuk cacing dewasa betina yaitu 4580 mm. Keberadaan larva paling banyak ditemukan di rongga perut dan saluran pencernaan, diduga karena larva tersebut keluar dari saluran pencernaan dan 191 JIMVET. 01(2): 188-195 (2017) ISSN : 2540-9492 mengumpul atau bermigrasi ke organ-oragan viscera di dalam rongga abdomen dan bahkan menembus daging menggunakan gigi pengebornya. Banyaknya parasit yang ditemukan pada saluran pencernaan kemungkinan karena banyaknya makanan yang tersedia bagi cacing. (Iglesias dkk, 1997 yang disitasi dari Arifudin dan Abdulgani, 2013; Utami, 2014). Siklus hidup dari anisakis belum dapat dijelaskan sepenuhnya, namun berdasarkan survey ekologi dan uji laboratorium, dapat dilihat bahwa anisakis hanya melibatkan 3 host. Cacing dewasa dapat ditemukan pada mamalia laut seperti lumbalumba, singa laut dan paus. Telur cacing keluar dari tubuh dalam feses dari mamalia laut dan fase embrionik terjadi dalam air laut. Larva tahap kedua yang menetas dimakan oleh krustasea kecil seperti krill. Hospes perantara pertama yang terinfeksi ini kemudian dimakan oleh ikan laut dan cumi-cumi, di mana larva menjadi larva tahap ketiga. Siklus hidup selesai ketika mamalia laut makan ikan yang terinfeksi atau cumi-cumi. Krustasea secara teoritis dapat menginfeksi mamalia laut, dalam hal ini ikan dan cumi-cumi akan bertindak hanya sebagai host perantara. Infeksi pada manusia umumnya terjadi secara tidak sengaja. Manusia merupakan host yang tidak sesuai bagi parasit ini. Di dalam tubuh manusia, belum pernah dilaporkan adanya anisakis dewasa yang reproduktif (Sakanari dan Mckerrow, 1989). Gambar 1. Larva stadium III Anisakis spp. (A) Pada cawan petri dibawah stereoskop (B) Boring tooth Tetraphyllidea Pada penelitian ini, terdapat 3 endoparasit yang berasal dari ordo Tetraphyllidea seperti yang terlihat pada Gambar 2 namun belum dapat ditentukan genus dan spesies dari masing-masing endoparasit. Menurut Sarjito dan Desrina (2005), sampai saat ini informasi tentang infeksi cacing endoparasit pada ikan masih sangat minim disebabkan pada umumnya infeksi parasit yang terjadi pada ikan liar tidak mematikan sehingga tidak langsung dapat dirasakan dampaknya seperti pada ikan yang dibudidayakan. Tetraphyllidea merupakan ordo dari Cestoda. Cestoda merupakan kelas dari Platyhelmintes yang pada saat dewasa merupakan parasit obligat pada usus hewan vetebrata. Morfologi dari parasit ini yaitu, skoleks umumnya memiliki 4 otot bothridia yang bervariasi. Bothridia terkadang mengintai dengan atau tanpa kait, berpasangan kiri dan kanan yang tersusun saling membelakangi. Proglotid umumnya hermaprodit (kecuali Dioecotaenia). Terdapat beberapa testes. Vagina membuka anterior untuk cirrus-sac. Pori genital umumnya lateral, terkadang sublateral. Ovarium posterior, 192 JIMVET. 01(2): 188-195 (2017) ISSN : 2540-9492 bilobeal atau tetrabeal. Tetraphylidea memiliki lebih dari 400 spesies dan 64 genus yang diakui dan disahkan, namun klasifikasi famili dari parasit ini sangat tidak pasti. Kerabat terdekat dari beberapa Tetraphylidea mencakup Proteocephalidea dan dalam beberapa kasus lain Lecanicephalidea atau Cyclophylidea. Host definitif dari Tetraphylidea adalah Elasmobranchs (hiu dan pari). Hampir semua Elasmobranchs yang diperiksa merupakan host dari 1 atau lebih spesies tetraphylidea. Parasit umumnya ditemukan pada usus hewan dengan mayoritas spesies berasal dari perairan tropis dan subtropis. Siklus hidup dari parasit ini belum lengkap diketahui, namun pada tahap larva diketahui tahapan embrio hexacanth, procercoid, diikuti dengan plerocercoid atau merocercoid sebagai larva tahap akhir. Parasit ini kemungkinan besar memiliki 3-5 host dalam siklus hidupnya (Caira dkk., 2016). Gambar 2. Tetraphyllidea, dimana gambar A, B dan C meurupakan Parasit 1, gambar D dan E merupakan Parasit 2, dan gambar F merupakan Parasit 3. Pada gambar A, B, dan C (parasit 1) adalah parasit yang memiliki 4 buah alat penghisap pada bagian anterior, bagian tengah yang bulat dan pada bagian posterior tubuh parasit berbentuk kerucut. Pada saat dalam keadaan diam atau istirahat, parasit menggulungkan bagian penghisap dan posterior ke bagian tubuh tengahnya sehingga berbentuk bulat. Parasit ini bergerak dengan memanjangkan badannya. Pada gambar D dan E (parasit2) adalah parasit yang memiliki bagian anterior yang lebih besar dan bulat daripada bagian tengah yang berbentuk tabung, dan memiliki bagian posterior yang kecil berbentuk bulat yang terpisah. Pada parasit ini, parasit bergerak dengan menggunakan bagian anteriornya seperti ubur-ubur. Pada gambar F (parasit 3) adalah parasit yang memiliki 2 bagian saja, anterior yang lebih besar daripada posterior dan berbentuk bulat. Pada bagian anterior terdapat 3 buah sesungut. Parasit ini bergerak dengan menggerakkan bagian anteriornya seperti ubur-ubur. Ketiga endoparasit yang ditemukan ini umumnya dalam keadaan hidup dan berpredileksi pada usus dan lambung Ikan Jebong. 193 JIMVET. 01(2): 188-195 (2017) ISSN : 2540-9492 KESIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa endoparasit yang menginfeksi Ikan Jebong yang diperoleh dari TPI Lampulo Kota Banda Aceh yaitu Anisakis spp. dan endoparasit dari ordo Tetraphyllidea yang berpredileksi di lambung dan usus ikan dengan tingkat prevalensi masing-masing endoparasit sebanyak 12% dan 36%. Hasil juga menunjukkan bahwa semakin panjang tubuh ikan, semakin banyak parasit yang diperoleh. DAFTAR PUSTAKA Al-Zubaidy, A.B. 2011. Hypocreadium cavum (Digenea: Lepocreadiidae: Hypocreadium) in Marine Fishes, Abalistes stellaris. JKAU. 22(1):3-13. Arifudin, S. dan N. Abdulgani. 2013. Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis spp. pada Saluran Pencernaan Ikan Kerapu (Epinephelus sexfasciatus) di TPI Brondong Lamongan. Jurnal Sains dan Seni POMITS. 2(1):34-37. Bailly, N. 2015. Abalistes stellaris (Bloch & Schneider, 1801). Dalam: Froese, R. dan D. Pauly. (2015) FishBase. Diakses melalui : World Register of Marine Species http://marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=219872 16 Febuari 2016. Buchmann, K. dan J. Bresciani. (2001). An Introduction to Parasitic Diseases of Freshwater Trout. DSR Publishers, Denmark. Caira, J. N., K. Jensen, E. Barbeau. 2016. Tetraphyllidea. Diakses melalui: Global Cestode Database. World Wide Web electronic publication. http://tapeworms.uconn.edu/tetraphyllidea.html. 16 Febuari 2017. Carpenter, K.E. dan V.H. Niem. 2001. FAO species identification guide for fishery purposes. The living marine resources of the Western Central Pacific. Volume 6. Bony fishes part 4 (Labridae to Latimeriidae), estuarine crocodiles, sea turtles, sea snakes and marine mammals. FAO, Rome. Chambers C.B., M.S. Carlisle, A.D.M. Dove, dan T.H. Cribb. 2001. A Description of Lecithocladium invisorn (Digenea: Hemiuridae) and the pathology associated with two species of Hemiuridae in Acanthurid Fish. The Journal Parasitology Reseach. 87(8):666–673. Cribb, T.H, LA Chisholm, dan RA Bray. 2002. Invited review diversity in the Monogenea and Digenea: does lifestyle matter. International Journal for Parasitology. 32(3):321–328. Figueiredo, J.L. dan N.A. Menezes. 2000. Manual de Peixes Marinhos do Sudeste de Brasil VI. Teleostei (5). Museu de Zoologia, Universidade de Sao Paulo, Brasil. Indaryanto, F.R., Y. Wardianto, dan R. Tiuria. 2014. Penyebaran cacing parasitik pada Ikan Kembung Betina (Rastrelliger brachysoma) di Pulau Jawa. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 4(4):215-220. Indaryanto, F.R., dan Y. Wardianto,. 2014. Habitat Lechitocladium angustiovum pada Ikan Kembung Perempuan (Rastrelliger brachysoma) di Perairan Teluk Banten dan Pelabuhan Ratu. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 19(3):145-149. Jabal, A.R. 2015. Protozoa dan cacing parasitik pada Ikan Sidat (Anguila spp.) asal Danau Lindu Sulawesi Tengah. Skripsi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muttaqin, M.Z. dan N. Abdulgani. 2013. Prevalensi dan Derajat Infeksi Anisakis spp. pada Saluran Pencernaan Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus). Jurnal Sains dan Seni POMITS. 2(1):30-33. 194 JIMVET. 01(2): 188-195 (2017) ISSN : 2540-9492 Pradipta, I.P.G.H., N.A. Suratma, dan I.B.M. Oka. 2014. Prevalensi infeksi cacing pada Ikan Pisang-pisang (Pterocaesio diagramma) dan Ikan Sulir Kuning (Caesio cuning) yang dipasarkan di Pasar Ikan Kedonganan, Badung. Buletin Veteriner Udayana. 6(1):35-42. Sarjito, dan Desrina. 2005. Analisa infeksi cacing endoparasit pada Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer Bloch) dari perairan Pantai Demak. Laporan Kegiatan Hasil Penelitian Dosen Muda. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. Sakanari, J. A. dan J. H. McKerrow. 1989. Anisakiasis. Clinical Microbiology Reviews. 2(3):278-284. Utami, P. 2014. Identifikasi Anisakis spp. pada beberapa ikan laut di beberapa Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Cilacap. Jurnal Matematika, Saint, dan Teknologi. 15(1):21-28. 195