3 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi Pertumbuhan tanaman padi dibagi kedalam tiga fase: (1) vegetatif (awal pertumbuhan sampai pembentukan bakal malai/primordial); (2) reproduktif (primordial sampai pembungaan); dan (3) pematangan (pembungaan sampai gabah matang). Fase vegetatif merupakan fase pertumbuhan organ-organ vegetatif, seperti pertambahan jumlah anakan, tinggi tanaman, jumlah, bobot, dan luas daun. Lama fase ini beragam, sehingga menyebabkan perbedaan umur tanaman. Fase reproduktif ditandai dengan: (a) memanjangnya beberapa ruas teratas batang tanaman; (b) berkurangnya jumlah anakan (matinya anakan tidak reproduktif); (c) munculnya daun bendera; (d) bunting; dan (e) pembungaan. Inisiasi primordial malai biasanya dimulai 30 hari sebelum heading dan waktunya hampir bersamaan dengan pemanjangan ruas-ruas batang. Kebanyakan varietas padi di daerah tropik, lama fase reproduktif umumnya 35 hari dan fase pematangan sekitar 30 hari. Perbedaan masa pertumbuhan (umur) hanya ditentukan oleh lamanya fase vegetatif (Makarim dan Suhartatik, 2009). Morfologi suatu tanaman sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya. Misalnya, efektifitas menangkap radiasi surya, suhu mikro tajuk tanaman, ketersediaan air bagi tanman akibat perakarannya yang berbeda dalam penyebarannya. Pemahaman tentang bentuk dan fungsi organ-organ tanaman padi diperlukan antara lain untuk merancang tipe tanaman padi ideal. Morfologi tanaman padi akan berkaitan dengan gabah, akar, batang, daun, tajuk, bunga, dan malai. Hubungan antara sifat morfologi dan fisiologi tanaman padi dapat mempengaruhi dalam perkembangan dan pertumbuhan tanaman padi. Anakan (tunas) mulai tumbuh setelah tanaman padi memiliki 4 atau 5 daun. Seperti halnya dengan akar, perkembangan anakan akan berhubungan dengan perkembangan daun. Apabila daun pada buku ke-n telah memanjang, maka pada saat itu anakan akan muncul dari ketiak daun pada buku yang ke-(n-3). Aturan ini juga berlaku bagi semua anakan sekunder dan tersier (Makarim dan Suhartatik, 2009). Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak). Anakan primer akan tumbuh dari batang utama yang sifatnya heterotropik sampai anakan 4 tersebut memiliki 6 daun dengan 4-5 akar. Anakan sekunder selanjutnya akan tumbuh dari anakan primer yang kemudian menghasilkan anakan tersier. Mata tunas yang dihasilkan tidak semua akan tumbuh menjadi anakan karena hal itu ditentukan oleh jarak tanam, radiasi, hara mineral, dan budidaya (Makarim dan Suhartatik, 2009). Jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan mengakibatkan masa masak malai tidak serempak, sehingga menurunkan produktivitas dan atau mutu beras. Jumlah anakan sedikit diharapkan malai masak serempak. Namun jika jumlah gabah per malai banyak maka masa pemasakan akan lebih lama, sehingga mutu beras menurun atau tingkat kehampaan tinggi karena ketidakmampuan sumber mengisi limbung. Jumlah anakan sedikit, bila ada serangan hama yang mengakibatkan kerusakan anakan, akan menurunkan hasil (Abdullah et al., 2008). Malai tanaman padi menopang gabah yang merupakan sink yang perlu dipenuhi dengan materi/fotosintat dari sumber (source) dalam tanaman. Sumber (source) diartikan sebagai organ tanaman yang menyuplai asimilat, sedangkan limbung (sink) adalah bagian tanaman tempat tujuan translokasi asimilat. Konsep hubungan source dan sink dapat dipakai untuk menganalisis proses produksi hasil tanaman. Malai akan mencapai hasil tinggi ketika jumlah gabah per m2 banyak, persentase gabah isi tinggi, dan bobot 1000 butir gabah isi tinggi. Untuk mencapai jumlah gabah yang banyak, dapat dilakukan dengan: (1) pengaturan jarak tanam optimal (spesifik varietas dan kesuburan tanah); (2) pemberian pupuk N dan bahan organik yang optimal (sesuai kondisi lahan). Semakin banyak jumlah malai per m2 dengan cara meningkatkan populasi tanaman, maka semakin pendek malai yang dihasilkan. Selanjutnya, semakin panjang malai rata-rata penanaman padi, semakin banyak jumlah gabah yang dihasilkan (Makarim dan Suhartatik, 2009). Fotosintesis merupakan proses fisiologis tanaman yang erat kaitannya dengan produktifitas tanaman. Nilai indeks luas daun (ILD) pada fotosintesis adalah 5-6. Efisiensi fotosintesis (EF) pada tanamn padi berperan dalam pendugaan hasil. Efisiensi fotosintesis (EF) dapat dihitung dari laju pertumbuhan tanaman (LPT/CGR), laju pertumbuhan relative (LPR/RGR), dan laju asimilasi bersih (LAB/NAR). Produksi bahan kering merupakan keseimbangan antara fotosintesis dan respirasi. Jumlah daun yang aktif berfotosintesis per 5 batang/anakan pada fase pengisian sangat menentukan persentase gabah benas (Abdullah, 2009). Pemuliaan padi Pemuliaan tanaman merupakan panduan antara seni dan ilmu dalam memperbaiki pola genetik dari populasi tanaman. Pemuliaan padi bertujuan untuk menghasilkan varietas-varietas baru yang lebih baik dari varietas-varietas yang sedang banyak ditanam petani. Berhasilnya program pemuliaan padi sangat bergantung pada kemampuan kelompok pemulia tanaman mengelola dan memanfaatkan secara maksimal keragaman genetik plasma nutfah yang tersedia. Abdullah (2009) menyatakan bahwa pembentukan atau perakitan varietas unggul padi merupakan rangkaian kegiatan yang berkesinambungan dan memerlukan waktu yang panjang (multiyear activities) yang terdiri dari tiga kegiatan utama, yaitu persilangan untuk membentuk populasi dasar, seleksi untuk memilih populasi dan atau tanaman yang dikehendaki, dan uji daya hasil dan adaptasi galur-galur harapan untuk mengidentifikasi galur-galur unggulan yang dapat diusulkan menjadi varietas unggul tipe baru (VUTB). Keragaman genetik sangat menentukan keberhasilan pemuliaan padi. Indonesia mempunyai padi bulu atau subspecies japonica tropis yang digunakan sebagai tetua dalam pembentukan PTB di IRRI, sebagai sumber sifat yang mendukung tanaman berpotensi hasil tinggi, seperti batang kokoh serta malai panjang dan padat. Padi subspesies indica mempunyai sifat beranak banyak dan genjah. Penggunaan padi indica sebagai tetua dalam pembentukan PTB diharapkan mendapatkan galur-galur PTB yang mempunyai anakan lebih banyak, semua produktif, dan berumur pendek dibanding PTB hasil persilangan japonica daerah sedang dan tropis. Sejak tahun 2001, pembentukan PTB telah menggunakan persilangan yang kompleks dengan banyak tetua, yang mempunyai gen-gen indica, japonica subtropis dan tropis, serta galur-galur introgresi yang mempunyai gen-gen dari padi liar. Melalui program ini telah dihasilkan populasi dasar dari berbagai kombinasi persilangan, galur-galur generasi menengah dan lanjut, serta galur-galur harapan sebagai materi seleksi untuk memperoleh galur atau varietas yang lebih baik dari yang sudah ada (Abdullah et al., 2008). 6 Populasi dapat dibentuk melalui koleksi, introduksi, persilangan, mutasi atau fusi. Pembentukan populasi dilakukan dengan mengadakan persilangan antara beberapa varietas tetua untuk menggabungkan sebanyak mungkin sifat-sifat yang baik kedalam suatu populasi dan kemudian memilih tanaman-tanaman yang baik dari populasi tersebut. Populasi tersebut kemudian dilakukan seleksi untuk mendapatkan sifat-sifat yang diharapkan. Seleksi dalam hal ini mencakup seleksi untuk memilih tetua atau galur pada populasi bersegregasi. Uji daya hasil merupakan lanjutan salah satu tahapan dalam program pemuliaan tanaman yang bertujuan mengevaluasi keberadaan gen-gen yang diinginkan pada suatu genotipe yang selanjutnya dipersiapkan sebagai galur atau kultivar unggul baru. Biasanya kegiatan ini memerlukan banyak waktu, tenaga dan biaya. Secara umum ada tiga tahap uji daya hasil yaitu uji daya hasil pendahuluan, uji daya hasil lanjut, dan uji multi lokasi (Nasir, 2001) Padi Tipe Baru Pembentukan PTB di Indonesia dimulai sejak tahun 1995, dengan mengintroduksi beberapa galur PTB dari IRRI yang merupakan keturunan dari hasil persilangan antara padi subspecies japonica daerah sedang dan japonica tropis (javanica), seperti IR65600, IR66160 dan IR66738. Galur-galur tersebut disilangkan dengan varietas unggul dan galur-galur harapan yang tergabung sebagai subspecies padi indica mempunyai anakan banyak. Hal ini dilakukan karena galur-galur PTB IRRI anakannya terlalu sedikit, sehingga akan sulit untuk mendapatkan potensi hasil tinggi. Penelitian awal ditujukan terutama untuk membentuk padi yang mempunyai malai lebat dengan anakan yang tidak terlalu sedikit (sedang), sehingga dapat meningkatkan potensi hasil (Abdullah, 2009). Las et al. (2003) menyatakan bahwa telah dihasilkan varietas dan sejumlah galur PTB dalam beberapa generasi. Dalam program awal pembentukan PTB telah dihasilkan sejumlah galur semi PTB, yang sebagian sifat-sifatnya menyerupai sifat PTB yang sebenarnya, antara lain jumlah anakan yang relatif sedikit (10-12 batang/rumpun) dan potensi hasil 5-10% lebih tinggi dibanding varietas IR64 dan Ciherang. Galur-galur tersebut antara lain adalah BP-10384MR-1-8-3 yang dilepas pada tahun 2001 dengan nama Cimelati dan BP-50F-MR- 7 30-5 yang dilepas pada tahun 2002 dengan nama Gilirang (aromatik). Varietas Gilirang cukup pesat pengembangannya. Generasi kedua. Beberapa galur PTB yang potensial antara lain adalah BP138E-KN-23, BP-364-MR-33-PN-5-1, BP364B-MR-33-2-PN-2-5-5-1, BP342B-MR-30-1, dan BP140F-MR-1. Galur-galur tersebut umumnya masih memerlukan pengujian lanjutan untuk menentukan teknologi budi daya yang paling tepat. Meskipun tingkat kehampaan gabahnya masih tinggi, tetapi galur PTB generasi kedua ini mempunyai jumlah gabah isi yang tetap lebih banyak (149-188 butir/malai) dibandingkan dengan gabah isi varietas lR64 (112 butir/malai). Galur yang telah memenuhi syarat untuk dilepas adalah BP-364B33-3-PN-5-1. Selain berdaya hasil lebih tinggi, galur-galur PTB generasi kedua tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 2, tetapi relatif peka terhadap penyakit hawar daun bakteri. Generasi ketiga dan seterusnya. Saat ini terdapat sekitar 80 galur harapan PTB generasi menengah yang masih dalam tahap pengujian. Hasil pengujian menunjukkan galur harapan terbaik PTB generasi ketiga ini mampu berproduksi lebih dari 8 ton/ha, atau 20% lebih tinggi daripada hasil varietas IR64. Padi tipe baru (PTB) perlu dikembangkan di Indonesia, karena: 1) padi sawah merupakan pemasok utama produksi beras nasional, sehingga penanaman PTB akan meningkatkan produktivitas, produksi, dan pendapatan petani, 2) PTB merupakan padi inbrida, sehingga produksi benih lebih mudah dan murah dan harga benih bermutu terjangkau petani (Abdullah et al., 2008). Uji Multi lokasi Seleksi melalui uji multi lokasi merupakan tahap terakhir dari rangkaian program pemuliaan. Galur-galur yang diuji jumlahnya hanya berkisar 10 sampai 15 galur. Galur-galur yang diuji tidak hanya berasal dari penggaluran populasi yang bersegregasi saja, tetapi juga galur-galur harapan atau galur introduksi manca Negara. Tujuan pengujian ini adalah untuk menilai stabilitas hasil galurgalur harapan dan mengetahui daya adaptasinya (Nasir, 2001). Pengertian lingkungan dalam pemuliaan biasanya dijabarkan pada lokasi dan tahun/musim sehingga minimal percobaan dilakukan di 2 lokasi dan 2 8 tahun/musim sehingga ada 4 kondisi lingkungan. Hal ini dilakukan untuk mengatasi pengaruh bias yang besar pada pengujian yang dilakukan pada satu lokasi atau musim karena adanya pengaruh interaksi baik musim x genotipe, maupun lokasi x genotipe yang cukup besar. Makarim dan Suhartatik (2009) melaporkan bahwa produktivitas suatu pertanaman padi merupakan hasil akhir dari pengaruh interaksi antara faktor genetik varietas tanaman dengan lingkungan dan pengelolahan melalui proses fisiologik dalam bentuk pertumbuhan tanaman. Penampilan tanaman pada suatu wilayah merupakan respon dari sifat tanaman terhadap lingkungannya dan juga pengelolahannya. Pada suatu kondisi iklim (tempat dan musim) tertentu, suatu varietas dengan genetik tertentu memiliki potensi hasil tertentu pula, yang disebut potensi hasil G x E (genotipe x lingkungan) atau sering disebut potensi hasil saja. Makarim dan Suhartatik (2009) menambahkan bahwa potensi hasil adalah hasil maksimal atau batas kemampuan varietas tanaman untuk berproduksi pada kondisi iklim tertentu pada suatu lokasi tanpa adanya kendala seperti kekurangan air, hara, keracunan besi, garam, serangan hama, penyakit, dan sebagainya.