1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan paling penting di negara-negara berkembang dan merupakan makanan pokok di Indonesia sehingga beras merupakan komoditas strategis. Seiring dengan jumlah penduduk yang terus bertambah dan tersebar di banyak pulau maka bila sampai terjadi ketergantungan terhadap pangan impor akan dapat menyebabkan rentannya ketahanan pangan, yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk sosial, ekonomi, dan bahkan politik. Stagnasi pengembangan dan peningkatan produksi padi akan mengancam stabilitas nasional sehingga upaya pengembangan dan peningkatan produksi beras nasional mutlak diperlukan dengan sasaran utama pencapaian swasembada, peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan petani. Berdasarkan data pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, produksi padi selama tiga tahun terakhir menunjukkan grafik meningkat. Pertumbuhan produksi rata-rata mencapai 4,49 persen. Dengan pertumbuhan produksi sebesar itu, Indonesia berhasil mencapai surplus beras (swasembada) berturutturut 2.367 juta ton (2008), 3.895 juta ton (2009), dan 4.322 juta ton (2010). Menurut data Badan Pusat Statistik (2010), Suatu hal yang ironis, dari banyak varietas yang telah ditemukan, petani cenderung hanya memilih varietas tertentu secara 2 berkesinambungan pada varietas yang sama, tanpa keinginan untuk mengganti dengan verietas yang lebih unggul. Perbedaan varietas lokal dan varietas unggul yaitu varietas lokal, hasil rendah 3 - 5 ton ha-1, tanaman tinggi, daun rebah, jumlah anakan produktif sedikit (5 - 10), mudah rebah, umur tanaman panjang (150 – 180 hari) sedangkan varietas unggul, hasil tinggi 5 – 8 ton ha-1, tanaman pendek, daun tegak, jumlah anakan produktif sedang-banyak (14 – 20), tanaman tahan rebah dan umur tanaman genjah (105 - 125 hari) (Zulkifli,et al, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Baharuddin Burhan (2009), menunjukkan bahwa varietas membramo menghasilkan hasil padi lebih tinggi, dibanding dengan varietas Inpari 6 dan inpari 2 jete, adapun hasil masing-masing 9,15 ton ha-1 , 9,02 ton ha-1 dan 6,58 ton ha-1. Penggunaan bibit muda berdampak positif karena lebih mudah beradaptasi dan tidak gampang stress, ini dikarenakan perakaran belum panjang maka penanaman. Transplanting saat bibit muda dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif, sehingga jumlah anakan/batang yang muncul lebih banyak dalam satu rumpun, dan bulir padi yang dihasilkan oleh malai juga lebih banyak. Jumlah anakan pada metode SRI berkisar 30 - 40 anakan/rumpun sedangkan pola konvensional berkisar 25 - 30 anakan/rumpun. 3 Dengan anakan yang cukup banyak, menyebabkan anakan produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat memungkinkan hasil gabah lebih tinggi (Anonim, 2010a ) Pada dasarnya tanaman padi tidak membutuhkan keadaan tergenang selama proses pertumbuhannya karena tanaman padi bukan tanaman aquatik (tanaman air) melainkan tanaman yang memerlukan lebih banyak air dalam waktu yang tepat. Penggenangan secara terus menerus dianggap suatu pemborosan pemakaian sumber daya air. Penggenangan secara terus menerus selain menyebabkan terjadinya peningkatan gas metan juga menyebabkan meningkatnya jaringan aerenchym yang menghambat proses penyerapan air dan unsur hara oleh akar tanaman padi, yang konsekwensinya menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Sumardi, et al, 2007). B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pengaruh umur transplanting terhadap pertumbuhan dan produksi padi. 2. Bagaimana tanggapan berbagai varietas terhadap pengaturan umur transplanting. 3. Apakah ada interaksi antara umur transplanting dan varietas terhadap pertumbuhan dan produksi padi. 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Padi 1. Botani Padi Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. (Purwono dan Purnamawati, 2007). Intensitas radiasi surya yang cukup tinggi menyebabkan proses fotosintesis meningkat sehingga mempertinggi jumlah anakan yang terbentuk. Disamping itu intensitas sinar matahari besar pengaruhnya terhadap hasil gabah, terutama pada saat padi berbunga, karena 75 % 80 % kandungan tepung sari gabah adalah hasil fotosintesis pada saat berbunga. Suhu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman. Suhu yang tinggi merupakan suhu yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman padi. Di Indonesia pengaruh suhu tidak terasa sebab suhunya hampir konstan sepanjang tahun. 5 2. Pertumbuhan Padi Pertumbuhan padi dikelompokkan atas tiga fese yaitu fase vegetatif, reproduktif, dan pemasakan (Vergara, 1990). Fase vegetatif dimulai dari pertumbuhan akar sampai stadia keluarnya primordial. Fase ini dapat dibedakan atas fase vegetatif aktif, dimulai dari pertumbuhan bibit, batang, daun, peranakan (tunas) maksimun dan fase vegetatif lambat, dimulai dari stadia anakan maksimun sampai keluarnya primordia. Fase reproduktif atau disebut juga fase generatif dimulai dari munculnya primordial sampai munculnya malai. Pada fase ini berakhir maka berlangsung proses pematangan biji yang meliputi stadia matang susu, matang penuh, matang kuning, dan matang mati. Stadia matang mati merupakan saat padi sudah dapat dipanen dan akhir dari satu sikulus kehidupan. 3. Syarat Tumbuh Tanaman Padi Tanaman padi dapat tumbuh optimal di daerah tropis/subtropis pada 45o LU sampai 45o LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1500 - 2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim kemarau atau hujan. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0 - 650 m dpl dengan temperatur 22 - 27 0C sedangkan di dataran tinggi 650 - 1.500 m dpl dengan temperatur 19 - 23 0C yang memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Jenis tanah yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanam padi bervariasi tergantung dari 6 jenis tanaman padi yang diusahakan. Untuk padi gogo harus ditanam di lahan yang berhumus, struktur remah dan cukup mengandung air dan udara dengan ketebalan tanah 25 cm, pH tanah bervariasi dari 4,0 sampai 8,0. Sementara Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan tanah, memiliki ketebalan lumpur dengan tebal 18 - 22 cm, pH 4,0 - 7,0. Radiasi surya sangat diperlukan dalam aktivitas fotosintesis, pengaruh radiasi surya sangat ditentukan oleh intensitas, kualitas dan lamanya penyinaran yang dapat mempengaruhi vegetatif ataupun generatif tanaman. Laju fotosintesa sangat ditentukan oleh intensitas sinar surya. Intensitas sinar surya selama 45 sampai 30 hari sebelum panen, menentukan pengisian malai dan hasil padi . Untuk memperoleh hasil padi yang tinggi, waktu tanam dapat diatur agar fase reproduktif jatuh pada saat intensitas sinar surya tinggi, waktu tanam dapat diatur agar fase reproduktif jatuh pada saat intensitas sinar surya tinggi. Penanaman varietas padi unggul yang berdaun tegak mempertinggi panen sinar surya, sehingga menyebabkan laju fotosintesis tinggi, dengan demikian dapat memberikan hasil panen gabah yang tinggi pula. Akibatnya, varietas unggul memerlukan hara yang lebih banyak untuk mengimbangi laju fotosintesis tersebut, sehingga diperlukan pemupukan bila ketersediaan hara tanah kurang mencukupi.(Fagi dan De Datta, 1981). 7 Kelembaban udara nisbi berpengaruh terhadap evapotranspirasi. Pada musim kemarau dengan kelembaban rendah, intensitas sinar surya dan suhu tinggi, mempercepat laju evapotranspirasi. Bila laju evapotranspirasi tidak diimbangi dengan laju translokasi air ke akar, tanaman padi akan mengalami kekeringan. Kisaran kelembaban nisbi optimum untuk tanaman padi adalah 90% (Tanaka, 1976). 4. Varietas Varietas padi unggul adalah jenis padi yang karena sifat pembawaannya dapat memberikan hasil yang tinggi pada tiap satuan luas dan satuan waktu. Kemampuan genetik ini dicerminkan oleh sifat-sifat agronominya yaitu (1) anakan banyak, (2) responsif terhadap pemupukan, (3) persentase anakan produktif tinggi, (4) jumlah gabah tiap anakan tinggi serta (5) toleran terhadap hama dan penyakit utama padi. Di daerah tropis, program penciptaan varietas unggul diarahkan pada beberapa issu penting terutama peningkatan kualitas biji-bijian dan toleransi varietas terhadap kondisi ekstrim lingkungan, termasuk serangan hamapenyakit (De Datta, 1981). B. Karakteristik Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. 8 Sifat fisik, kimia dan biologi tanah sawah dan tanah pada lahan basah lainnya sangat berbeda dibandingkan tanah pada lahan kering. Landsekap berteras-teras, adanya pematang dan penutupan tanah dengan lapisan genangan air melindungi tanah dari proses degradasi yang paling menentukan produktivitas lahan pada jangka panjang, yaitu erosi. Menurut Greenland (1997), karakteristik utama tanah sawah yang menentukan keberlanjutan sistem budidaya padi sawah asia adalah : a. Penggunaan tanah secara kontinyu tidak menyebabkan reaksi tanah menjadi semakin masam. Hal ini berkaitan dengan sifat fisik-kimia tanah tergenang, dimana pengenangan menyebabkan terjadinya konvergensi pH tanah menuju netral. b. Kondisi landsekap tanah sawah memungkinkan hara yang tercuci lebih cenderung tertampung kembali ke lahan di bawahnya dari pada keluar dari sistem tanah. c. Fosfor lebih mudah tersedia bagi padi sawah karena pada kondisi tergenang besi lebih banyak berada dalam bentuk ferro dan ferri, dimana ferro-fosfat lebih mudah tersedia dari pada ferri-fosfat. d. Sebagian hara yang terserap tanaman padi tergantikan oleh hara terlarut dalam air irigasi. e. Populasi aktif organisme penambat nitrogen pada tanah sawah mempertahankan tingkat ketersediaan nitrogen organik dalam jumlah yang cukup untuk mendukung tingkat produksi rata-rata. 9 f. Karena tanah sawah bertopografi datar, dibatasi oleh pematang dan tertutup air genangan, maka tidak terjadi erosi. C. Umur Transplanting Bibit padi ditransplanting saat tanaman berumur 12 hari, yang memiliki dua daun telah muncul pada batang muda dan umur 24 hari. Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap lembab dan tidak tergenang air. Saat transplanting dari petak semaian, perlu kehati-hatian dan sebaiknya dengan memakai cethok, serta dijaga tetap lembab. Jangan bibit dibiarkan mengering. Sekam (sisa benih yang telah berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena memberikan energi yang penting bagi bibit muda. Bibit harus ditransplanting secepat mungkin setelah dipindahkan dari persemaian sekitar 30 menit, bahkan lebih baik 15 menit. Saat menanam bibit di lapangan, benamkan benih dalam posisi horisontal agar ujung-ujung akar tidak menghadap ke atas (ini terjadi bila bibit ditanam vertikal ke dalam tanah). Ujung akar membutuhkan keleluasaan untuk tumbuh ke bawah. Transplanting saat bibit masih muda secara hati-hati dapat mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif. Lebih banyak batang yang muncul dalam satu rumpun, dan dengan metode SRI, lebih banyak bulir padi yang dihasilkan oleh malai (Anonim, 2010b). 10 D. SRI (System of Rice Intensification) SRI berasal dari partisipasi penelitian pertanian di daerah dataran tinggi Madagaskar yang umumnya bertanah masam dengan kandungan nutrisi rendah dengan potensi toksisitas besi yang tinggi setelah perendaman (submergence). Awalnya SRI dikonseptualisasi sebagai teknik manajemen padi di Madagaskar selama awal tahun 1980an oleh Henri de Laulanie, seorang pendeta misioner Perancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani di sana. Sejak pertengahan tahun 1990an, SRI dipromosikan sebagai metode berkelanjutan serta dapat meningkatkan hasil padi di Madagaskar, terutama oleh NGO Tefy Saina dan Lembaga Internasional untuk Pangan, Pertanian, dan Pembangunan di Universitas Cornell. Ketertarikan pada SRI terlihat dari berbagai laporan dari Madagaskar mengenai peningkatan produktifitas padi dalam eksperimen terkontrol (Uphoff dan Randriamiharisoa, 2002) Selanjutnya, respon yang baik terhadap SRI sering dilaporkan dari lahan petani di Afrika (Anthofer, 2004; Berkelaar, 2001; Stopp et al., 2002). Prinsip-prinsip SRI adalah sebagai berikut: 1. Transplantasi bibit muda (7 – 15 hss) untuk mempertahankan potensi pertambahan batang dan pertumbuhan akar yang optimal sebagaimana dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dengan baik. 2. Bibit ditanam satu pohon perlubang ,menanam padi dalam jarak tanam yang cukup lebar (30cm x 30cm, 35cm x 35cm), sehingga 11 mengurangi kompetisi tanaman dalam serumpun maupun antar rumpun. 3. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus). 4. Menyediakan nutrisi yang cukup untuk tanah dan tanaman (kompos atau pupuk hijau), sehingga tanah tetap sehat dan subur sehingga dapat menyediakan hara yang cukup dan lingkungan ideal yang diperlukan tanaman untk tumbuh (Anonim, 2011a). E. Tanam Jajar Legowo Sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi dengan cara mengatur jarak tanam. Selain itu sistem tanam tersebut juga memanipulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat menjadi taping (tanaman pinggir) lebih banyak. Seperti kita ketahui tanaman padi yang berada dipinggir akan menghasilkan produksi lebih tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik hal ini disebabkan karena tanaman tepi akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak. Ada beberapa tipe sistem tanam jajar legowo: 1. Jajar legowo 2:1. Setiap dua baris diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Namun jarak tanam dalam barisan yang memanjang dipersempit menjadi setengah jarak tanam dalam barisan. 2. Jajar legowo 3:1. Setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Jarak tanam 12 tanaman padi yang dipinggir dirapatkan dua kali dengan jarak tanam yang ditengah. 3. Jajar legowo 4:1. Setiap empat baris tanaman padi diselingi satu barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Demikian seterusnya. Jarak tanam yang dipinggir setengah dari jarak tanam yang ditengah. Tujuan pola tanam jajar legowo sebagai berikut : 1. Memanfaatkan sinar matahari bagi tanaman yang berada pada bagian pinggir barisan. Semakin banyak sinar matahari yang mengenai tanaman, maka proses fotosintesis oleh daun tanaman akan semakin tinggi sehingga akan mendapatkan bobot buah yang lebih berat. 2. Mengurangi kemungkinan serangan hama, terutama tikus. Pada lahan yang relatif terbuka, hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya. 3. Menekan serangan penyakit. Pada lahan yang relatif terbuka, kelembaban akan semakin berkurang, sehingga serangan penyakit juga akan berkurang. 4. Mempermudah pelaksanaan pemupukan dan pengendalian hama / penyakit. Posisi orang yang melaksakan pemupukan dan pengendalian hama / penyakit bisa leluasa pada barisan kosong di antara 2 barisan legowo. 5. Menambah populasi tanaman. Misal pada legowo 2 : 1, populasi tanaman akan bertambah sekitar 30 %. Bertambahnya populasi 13 tanaman akan memberikan harapan peningkatan produktivitas hasil (Anonim, 2011b). F. Pengaruh Bahan Organik terhadap Tanaman Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan produktivitas tanaman karena bahan organik tersebut dapat meningkatkan kesuburan tanah dan mampu memperbaiki sifat fisik tanah. Penggunaan bahan organik telah terbukti banyak meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan pupuk organik adalah sebagai berikut : 1. Mempengaruhi sifat fisik tanah. Warna tanah dari cerah akan berubah menjadi kelam. Hal ini dipengaruhi baik pada sifat fisik tanah. Bahan organik membuat tanah menjadi gembur dan lepas-lepas, sehingga aerasi dan lebih mudah ditembus perakaran tanaman. 2. Mempengaruhi sifat kimia tanah. Kapasitas Tukar kation (KTK) dan ketersediaan hara meningkat dengan menggunakan bahan organik. Asam yang dikandung humus akan membantu meningkatkan proses pelapukan bahan mineral. 3. Mempengaruhi sifat biologi tanah. Bahan organik akan menambah energi yang diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah. Tanah yang kaya bahan organik akan mempercepat perbanyakan pungi, bakteri, mikro flora dan mikro fauna tanah lainnya. 4. Mempengaruhi kondisi sosial. Daur ulang limbah perkotaan maupun permukiman akan mengurangi dampak pencemaran dan 14 meningkatkan penyediaan pupuk organik. Meningkatkan lapangan kerja melalui daur ulang yang menghasilkan pupuk organik sehingga akan meningkatkan penghasilan (Sutanto, 2002). G. Hipotesis 1. Terdapat pengaruh umur transplanting terhadap pertumbuhan dan produksi padi. 2. Terdapat respon berbagai varietas terhadap pengaturan umur transplanting. 3. Terdapat interaksi antara umur transplanting dan varietas terhadap pertumbuhan dan produksi padi. H. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pengaruh umur transplanting terhadap pertumbuhan dan produksi padi. 2. Untuk mengetahui respon berbagai varietas terhadap pengaturan umur transplanting. 3. Untuk mengetahui interaksi antara umur transplanting dan varietas terhadap pertumbuhan dan produksi padi. 15 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Desa Galesong Kota, Kecamatan Galesong , Kabupaten Takalar. Kegiatan penelitian ini berlangsung pada Maret sampai Agustus 2011. B. Bahan dan Alat Bahan yang di gunakan adalah benih varietas membramo, inpari 1, inpari 4 serta pupuk organik, an-organik dan insektisida. Peralatan yang digunakan adalah meteran, hand sprayer , gelas ukur, ember, oven, timbangan, penakar hujan, label, cangkul, skop, karet rol dan alat tulis menulis. C. Rancangan Percobaan Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari dua faktor yaitu umur transplanting (u) dan varietas (v). Faktor pertama, umur transplanting yaitu umur transplanting 12 hss (u1), dan 24 hss (u2) dan Faktor kedua adalah varietas yaitu membramo (v1), inpari 1 (v2) dan inpari 4 (v3). Adapun luas petak penelitian adalah 2 m x 4 m dan kedua faktor tersebut dikombinasikan sehingga terdapat 6 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 18 petak penelitian sebagai berikut : 16 U2 U1 u2v2 u1v1 u2v1 u1v3 u2v3 u1v2 Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dan analisa Uji BNT (Gomez dan Gomez, 1984). Model statistik untuk percobaan ini terdiri dari tiga faktor (u, v, dan k) dengan menggunakan Rancangan Petak-Petak Terpisah (RPPT) (Gaspersz, 1994) adalah sebagai berikut: yijk = µ + k1 + ui + Є il + vj + (uv) ij + §ijl Dimana : yijk = Nilai pengamatan pada kelompok ke-1 yang memperoleh taraf ke-i dari perlakuan umur transplanting dan taraf ke-j dari perlakuan varietas. µ = Nilai rata – rata sesungguhnya. K1 = Pengaruh aditif dari kelompok ke-1 ui = Pengaruh aditif dari taraf ke-i pada perlakuan umur transplanting Є il = Pengaruh galat yang timbul pada kelompok ke–1 yang memperoleh taraf ke i dari perlakuan umur transplanting, sering disebut galat petak utama atau galat (a) vj = Pengaruh aditif dari taraf ke–j dari perlakuan varietas. 17 (uv) ij = Pengaruh interaksi antara taraf ke–i dari umur transplanting dan taraf ke-j dari perlakuan varietas. §ijl = Pengaruh galat yang timbul pada kelompok ke–1 yang memperoleh taraf ke-i dari perlakuan umur transplanting dan taraf ke–j dari perlakuan varietas, sering disebut galat anak petak atau galat (b) D. Pelaksanaan Percobaan 1. Pengolahan Tanah Persiapan lahan sebelum tanam, dengan urutan sebagai berikut: mula-mula tanah dibajak menggunakan traktor, selanjutnya tanah digaru sambil disebari pupuk organik berupa pupuk kandang yang telah dikomposkan terlebih dahulu. Terakhir, tanah diratakan. Pada saat menggaru dan meratakan tanah, diusahakan air tidak mengalir dalam sawah agar unsur hara yang ada di tanah tidak hanyut. Setelah tanah diratakan, dilanjutkan dengan membuat pematang, parit di bagian pinggir dan tengah tiap petakan sawah untuk memudahkan pengaturan air. 2. Persiapan Benih dan Persemaian Benih yang digunakan adalah benih varietas membramo, inpari 1 dan inpari 4. Tahapan persiapan benih dimulai dari perendaman, pemeraman dan penyeleksian benih sebelum di hambur pada persemaian. Setelah dilakukan penyeleksian, benih kemudian dihambur pada tempat persemaian. Persemaian yang dilakukan pada penelitian ini 18 adalah persemaian basah, dengan menggunakan petakan sawah ukuran 2 m x 5 m, masing-masing satu petak untuk tiap varietas. 3.Penanaman dan penyulaman Bibit dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 12 hari setelah semai , dan 24 hari setelah semai. Kondisi air pada saat tanam yaitu kondisi tanah yang basah tetapi tidak tergenang (macak-macak). Sistem tanam yang digunakan adalah tanam satu lubang 1 bibit padi. Adapun jarak tanam yang digunakan pada percobaan ini adalah legowo 2:1 dengan jarak tanam 50 cm x 25 cm x 12.5 cm. Selain itu bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2 – 3 cm dengan bentuk perakaran horisontal (seperti huruf L). Setelah tanam dilakukan penyulaman terhadap bibit yang tidak tumbuh/mati dengan bibit yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Penyulaman dilakukan maksimum satu minggu setelah tanam untuk mempertahankan populasi yang optimal. 4. Pemupukan Penelitian ini menggunakan pupuk organik kompos dengan dosis 5 ton ha-1, untuk melengkapi kebutuhan unsur hara tanaman maka diberikan tambahan pupuk urea sebanyak 125 kg ha-1, SP36 50 kg ha-1 dan KCl 50 kg ha-1 di setiap petak percobaan. 5. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Dalam penelitian ini, pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan sistem PHT. Cara yang dilakukan misalnya dengan 19 menempatkan bilah-bilah bambu/ajir di petakan sawah sebagai “terminal” capung atau burung. Selain itu, penggunaan pestisida organik berupa ramuan yang diolah dari bahan-bahan alami untuk menghalau hama. Dan untuk pengendalian hama tikus menggunakan pagar karet rol keliling pertanaman dan dibuatkan parit disekeliling areal pertanaman. Untuk pengendalian gulma dilakukan bersamaan pada saat fase penggenangan tanaman. Alat yang digunakan untuk pengendalian gulma biasa disebut “landak”, semacam garu yang berfungsi sebagai pencabut gulma. Dengan alat ini, gulma yang sudah tercabut sekaligus akan dibenamkan kedalam tanah untuk menambah bahan organik tanah. 6. Panen Tanaman padi dapat di panen setelah berumur 95 – 120 hari. Ciri tanaman padi yang siap di panen adalah sudah 90% masak fisiologi, artinya 90% gabah telah berubah warna dari hijau menjadi kuning, bila dihitung dari masa berbunga, telah mencapai 30 - 35 hari, dan pemanenan dilakukan dengan cara menyabit batang padi. E. Pengukuran dan Pengamatan Parameter yang akan diamati adalah : 1. Tinggi tanaman (cm) di ukur dari pangkal batang sampai daun terpanjang, pada saat tanaman berumur 2 Minggu Setelah Tanam (MST), 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST. Pengukuran dilakukan pada sepuluh rumpun tanaman yang dipilih secara acak dari setiap satuan petak percobaan. 20 2. Jumlah daun (helai), dihitung banyaknya daun saat tanaman berumur 2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST. Perhitungan dilakukan pada sepuluh rumpun tanaman yang dipilih secara acak dari setiap satuan petak percobaan. 3. Jumlah Anakan (batang), di hitung dari jumlah anakan keseluruhan, pada saat tanaman berumur 2 Minggu Setelah Tanam (MST), 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST. Pengukuran dilakukan pada sepuluh rumpun tanaman yang dipilih secara acak dari setiap satuan petak percobaan. 4. Volume akar (cm3), di ukur dengan menggunakan gelas ukur pada akhir percobaan. Pengukuran dilakukan pada sepuluh akar tanaman yang dipilih secara acak dari setiap satuan petak percobaan. 5. Panjang akar (cm), di ukur dari pangkal batang sampai akar terpanjang, pada sepuluh akhir percobaan. Pengukuran dilakukan pada akar tanaman yang dipilih secara acak dari setiap satuan petak percobaan. 6. Jumlah anakan produktif (batang), anakan produktif dihitung berdasarkan anakan padi yang memiliki malai produktif. Perhitungan ini dibuat dari sepuluh rumpun yang dipilih secara acak. 7. Waktu berbunga 50% (hari), data diperoleh pada saat berbunga 50%, dengan mengamati dari sepuluh rumpun yang dipilih secara acak. 8. Panjang malai (cm), data panjang malai diperoleh dari sepuluh malai yang diambil secara acak dari setiap satuan petak percobaan. 21 9. Gabah bernas (butir), data gabah bernas diperoleh dari sepuluh malai yang diambil secara acak dari setiap satuan petak percobaan. 10. Gabah hampa (butir), data gabah hampa diperoleh dari sepuluh malai yang diambil secara acak dari setiap satuan petak percobaan. 11. Bobot 1.000 butir (g), diperoleh dari penimbangan 1.000 butir gabah yang bernas setelah padi di kering udarakan satu hari. 12. Produksi padi per ha, gabah kering panen (KA 14 %) dikumpulkan dari setiap petak percobaan. Sebelum gabah ditimbang, terlebih dahulu ditampi untuk memisahkan kotoran dan gabah hampa. Berat gabah dalam satuan kg/petak percobaan (8 m 2) selanjutnya dikonversi dalam ton ha-1. 22 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Tinggi Tanaman Hasil pengamatan tinggi tanaman umur 12 MST dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel lampiran 1a – 2b. Hasil pengamatan tinggi tanaman pada 12 MST disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata tinggi tanaman 110.56 cm, sedangkan pada perlakuan varietas, V1 memberikan hasil yang tertinggi sebesar 112.75 cm. Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) pada umur 12 MST pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 111.83 109.89 109.95 110.56 U2 113.66 108.23 109.07 110.32 Rata-rata 112.75 109.06 109.51 2. Jumlah Daun Hasil pengamatan jumlah daun umur 8 MST dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 2a – 2b. Hasil pengamatan jumlah daun pada 8 MST disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 23 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata jumlah daun 80.29 helai, sedangkan pada perlakuan varietas, V3 memberikan hasil yang tertinggi sebesar 83.10 helai. Tabel 2. Rata-rata jumlah daun (helai) pada umur 8 MST pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 77.37 81.73 81.77 80.29 U2 67.43 65.20 84.43 72.35 Rata-rata 72.40 73.47 83.10 3. Jumlah Anakan Hasil pengamatan jumlah anakan umur 8 MST dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 3a – 3b. Hasil uji BNT pengamatan jumlah anakan pada 8 MST disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata jumlah anakan 20.54 batang dan berbeda sangat nyata dengan U 2 (17.81 batang), sedangkan pada perlakuan V, V3 memberikan hasil yang tertinggi sebesar 21.12 batang dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 3. Rata-rata jumlah anakan (batang) pada umur 8 MST pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 19.53 20.50 21.60 20.54 a U2 16.67 16.13 20.63 17.81 b Rata-rata 18.10 x 18.32 x 21.12 x NP BNT 0.05 Keterangan: NP BNT 0.05 0.8280 3.1330 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata 24 4. Volume Akar Hasil pengamatan volume akar pada akhir percobaan dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 4a – 4b. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting memberikan pengaruh yang nyata. Sedangkan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil uji BNT pengamatan volume akar pada Tabel 4 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata volume akar (46.30 cm3 ) dan berbeda nyata dengan U1 (35.37 cm3), sedangkan pada perlakuan varietas, V2 memberikan hasil yang tertinggi sebesar (42.78 cm3) dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 4. Rata-rata volume akar (cm3) pada akhir percobaan pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 41.11 46.67 51.11 46.30 a U2 36.11 38.89 31.11 35.37 b Rata-rata 38.61 x 42.78 x 41.11 x 6.2827 NP BNT 0.05 Keterangan: NP BNT 0.05 6.1962 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata 5. Panjang Akar Hasil pengamatan panjang akar pada akhir percobaan dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 5a – 5b. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting memberikan pengaruh 25 yang tidak nyata. Sedangkan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang sangat nyata. Hasil uji BNT 0.05 pengamatan panjang akar pada Tabel 5 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata panjang akar 29.20 cm dan berbeda tidak nyata dengan U2 (24.10 cm), sedangkan pada perlakuan V, V2 memberikan hasil yang tertinggi sebesar 28.89 cm dan hanya berbeda nyata dengan V3 (24..21 cm). Tabel 5. Rata-rata panjang akar (cm) pada akhir percobaan pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 27.51 31.59 28.51 29.20 a U2 26.20 26.18 19.91 24.10 a Rata-rata 26.86 x 28.89 x 24.21 y 6.1026 NP BNT 0.05 Keterangan: NP BNT 0.05 2.3494 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata 6. Jumlah Anakan Produktif Hasil pengamatan jumlah anakan produktif pada akhir percobaan dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 6a – 6b. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting dan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji BNT 0.05 pengamatan jumlah anakan produktif pada Tabel 6 menunjukkan 26 bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata jumlah anakan produktif 12.52 batang dan berbeda nyata dengan U2 (10.58 batang), sedangkan pada perlakuan varietas, V3 memberikan hasil yang tertinggi sebesar 12.35 batang dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 6. Rata-rata jumlah anakan produktif (batang) pada akhir percobaan pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 12.10 11.73 13.73 12.52 a U2 10.30 10.47 10.97 10.58 b Rata-rata 11.20 y 11.10 y 12.35 x 1.2649 NP BNT 0.05 Keterangan: NP BNT 0.05 0.9775 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata 7. Waktu Berbunga 50 % Hasil pengamatan waktu berbunga 50 % pada akhir percobaan dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 7a – 7b. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting dan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu berbunga 50 %. Hasil uji BNT 0.05 pengamatan waktu berbunga 50 % pada Tabel 7 menunjukkan bahwa, perlakuan U2 memberikan hasil yang tercepat dengan rata–rata waktu berbunga 50 % (61.22 hari) dan berbeda nyata dengan U1 (66.44 hari), sedangkan pada perlakuan varietas, V2 27 memberikan hasil yang tercepat, yaitu 63.00 hari dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 7. Rata-rata waktu berbunga 50 % tanaman transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 66.33 66.00 67.00 66.44 a U2 61.67 60.00 62.00 61.22 b Rata-rata 64.00 y 63.00 x 64.50 y 8. umur NP BNT 0.05 5.0594 NP BNT 0.05 Keterangan: pada 0.8875 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata Panjang Malai Hasil pengamatan panjang malai pada akhir percobaan dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 8a – 8b. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting memberikan pengaruh yang tidak nyata dan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang malai. Sedangkan interaksi U dan V memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji BNT 0.05 pengamatan panjang malai pada Tabel 8 menunjukkan bahwa, perlakuan U2 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata panjang malai 26.34 cm dan berbeda tidak nyata dengan U1 (26.11 cm), sedangkan pada perlakuan V, V2 memberikan hasil yang tertinggi sebesar 27.06 cm dan hanya berbeda nyata dengan V1 (25.43 cm). Adapun interaksi antara U dan V disajikan pada Tabel 9, dimana perlakuan u1v2 memberikan panjang 28 malai yang tertinggi sebesar 27.33 cm dan berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan lainnya. Tabel 8. Rata-rata panjang malai (cm) pada akhir percobaan pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 24.56 27.33 26.43 26.11 a U2 26.30 26.78 25.94 Rata-rata 25.43 y 27.06 x 26.19 xy 1.2692 NP BNT 0.05 Keterangan: Tabel 9. Perlakuan U2 26.34 a 0.9869 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata Interaksi umur transplanting dan varietas terhadap rata-rata panjang malai pada akhir percobaan V1 V2 b U1 NP BNT 0.05 24.56 V3 a 27.33 NP BNT 0.05 a 26.43 y x x a a a 26.30 26.78 x 0.9874 25.94 x x NP BNT 0.8062 0.05 Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata 29 9. Gabah Bernas Hasil pengamatan gabah bernas pada akhir percobaan dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 9a – 9b. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting dan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil pengamatan gabah bernas pada Tabel 10 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata berat gabah bernas 122.54 g, sedangkan pada perlakuan varietas, V1 memberikan hasil yang tertinggi, yaitu 124.58 g. Tabel 10. Rata-rata jumlah gabah bernas (g) pada akhir percobaan pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 122.33 125.10 120.20 122.54 U2 126.83 116.00 114.00 118.94 Rata-rata 124.58 120.55 117.10 10. Gabah Hampa Hasil pengamatan gabah hampa pada akhir percobaan dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 10a – 10b. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting dan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil pengamatan gabah hampa pada Tabel 29 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang terendah dengan rata–rata berat gabah hampa 28.51 g, sedangkan pada perlakuan varietas, V3 memberikan hasil yang terendah, 30 yaitu 28.57 g. Tabel 11. Rata-rata jumlah gabah hampa (g) pada akhir percobaan pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 28.33 28.73 28.47 28.51 U2 33.50 31.37 28.67 31.18 Rata-rata 30.92 30.05 28.57 11. Bobot 1.000 Butir Hasil pengamatan bobot 1.000 Butir pada akhir percobaan dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 11a – 11b. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting dan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil pengamatan bobot 1.000 Butir pada Tabel 12 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata bobot 1.000 Butir 31.96 g, sedangkan pada perlakuan varietas, V1 memberikan hasil yang tertinggi, yaitu 32.25 g. Tabel 12. Rata-rata bobot 1.000 butir (g) pada akhir percobaan pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 33.13 31.28 31.46 31.96 U2 31.36 31.01 30.22 30.86 Rata-rata 32.25 31.15 30.84 12. Produksi Hasil pengamatan produksi pada akhir percobaan dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 12a – 12b. Hasil analisis sidik ragam 31 menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting memberikan pengaruh yang tidak nyata dan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang sangat nyata. Hasil uji BNT 0.05 pengamatan produksi pada Tabel 13 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan produksi tertinggi dengan rata–rata 6.45 ton ha-1 dan berbeda tidak nyata dengan U2 (5.94 ton ha-1), sedangkan pada perlakuan V, V1 memberikan produksi yang tertinggi, yaitu 7.01 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Tabel 13. Rata-rata produksi (ton ha-1) pada akhir percobaan pada akhir percobaan pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas Perlakuan V1 V2 V3 Rata-Rata U1 7.13 6.04 6.17 6.45 a U2 6.88 5.31 5.63 5.94 a Rata-rata 7.01 x 5.68 y 5.90 y NP BNT 0.05 Keterangan: NP BNT 0.05 0.6054 0.4034 Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom (a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata 32 B. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pada komponen tumbuh maupun pada komponen hasil, umur transplanting 12 hari setelah semai (u1) dan varietas membramo (v1) memberikan hasil yang tertinggi. Perkembangan akar, dalam hal ini panjang dan volume akar akan sangat dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat fisik tanah yang sangat menentukan perkembangan akar adalah porositas dan keairan tanah. Untuk sifat kimia tanah meliputi ketersediaan unsur hara dalam tanah, sedangkan sifat biologi tanah meliputi kandungan bahan organik tanah. Pada tanaman padi yang ditanam dengan sistem SRI, pemberian air dilakukan secara intermitten, dan mungkinkan terjadinya respirasi akar akibat adanya tenggang waktu dimana sawah tidak tergenang, kondisi ini menyebabkan pertumbuhan akar tanaman padi menjadi lebih baik sehingga merangsang absorbsi hara dan air lebih besar. Akibatnya laju perkembangan akar meningkat dan pada akhirnya pertumbuhan lebih baik. Sebaliknya penggenangan dapat menyebabkan terjadiya kerusakan pada jarigan perakaran karena terbatasnya pasokan oksigen yang sangat diprlukan dalam proses respirasi akar (Gasparillo, 2003; Uphoff, 2004; Yang et al. 2004). Hal ini sejalan dengan pendapat Vergara (1990), bilamana udara tidak terdapat pada lapisan olah menyebabkan pembusukan akar dan menghambat perkembangan akar pada lapisan tersebut. Gani et al. (2002) mengemukakan bahwa, pemberian air secara intermitten secara konsisten memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan yang digenangi secara terus-menerus, secara nyata meningkatkan jumlah anakan produktif, biomassa, tinggi tanaman, dan luas daun. 33 Pertambahan jumlah anakan mulai menanjak/berkembang pesat pada umur 2 MST dan mencapai anakan maksimun pada umur 8 MST. Anakan yang bertahan hingga pada usia 8 MST adalah merupakan anakan yang potensil untuk menjadi anakan produktif. Menurut De Datta (1981), anakan yang terbentuk selama fase vegetatif biasanya kurang produktif dan malai yang dihasilkan kecil. Manurung dan Ismunadji (1988) menyatakan bahwa fase reproduktif terjadi penurunan jumlah anakan, munculnya daun bendera, fase bunting dan terjadinya pembungaan (heading). Sedangkan menurut Doorembos dan Pruitt (1977) bilamana kelembaban tanah pada fase kritis kedua (fase reproduktif) rendah menyebabkan jumlah anakan yang menghasilkan malai berkurang dan akhirnya menurungkan produksi. Pada fase reproduktif dimana hasil fotosintesis sebagian besar ditujukan untuk pembentukan malai dan pengisian biji, sehingga anakan padi yang lemah dan kecil mati (Vergara, 1990). Selain itu berkurangnya anakan disebabkan adanya kompetisi mendapatkan unsur hara dan cahaya akibat saling menaungi. Keadaan tersebut sejalan dengan pendapat Robertson (1975) yang menunjukkan bahwa, periode pembentukan anakan berlansung selama 6 – 8 MST dan periode selanjutnya dipacu untuk perkembangan malai dan pengisian biji. Menurut Yoshida (1984), kapasitas anakan produktif merupakan salah satu sifat utama dari setiap varietas. Selanjutnya dinyatakan bahwa varietas yang bertipe anakan cocok untuk berbagai keragaman dan mampu berkompentisi dengan rumput serta serta mencapai luas daun lebih cepat. Interaksi yang menghasilkan anakan produktif terbanyak ditunjang pula oleh keberadaan unsur hara. 34 Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lakitan (1996) bahwa dengan pemberian pupuk dengan kadar nitrogen yang tinggi dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman sehingga suatu bagian mengalami pertambahan jumlah daun dan ukuran luas. Air yang cukup akan mendukung peningkatan luas daun sehingga berhubungan dengan tingkat produksi tanaman (Gardner et al., 1991). Salisbury dan Ross (1995), menyatakan bahwa luas daun dan morfologi daun sangat dipengaruhi oleh cahaya selama perkembangannya. Dibandingkan dengan daun naungan, daun cahaya mempunyai luas perhelai yang lebih rendah, lebih tebal, bobotnya per satuan luas daun lebih berat, menyebar lebih rapat pada batang dan tangkai daun lebih pendek dan mempunyai lebih banyak klorofil per satuan bobot kering. Hasil produksi padi per hektar, untuk umur transplanting (u1) 12 hari setelah semai memberikan hasil 6.45 ton ha-1 dan varietas membramo memberikan hasil yang tertinggi 7.01 ton ha-1. Produksi hasil penelitian menunjukkan hasil yang lebih rendah dibanding dengan diskripsi varietas (potensi genetik) dengan produksi 6.5 – 10 ton ha-1. Produksi menurun disebabkan karena kondisi pertanaman pada fase vegetatif sampai fase generatif terjadi perubahan iklim. Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah meluasnya serangan hama penyakit seperti hama tikus, penggerek batang padi, wereng coklat dan walang sangit pada tanaman padi. 35 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Umur transplanting 12 hari setelah semai (u1) memberikan hasil yang tertinggi dibandingkan dengan umur transplanting 24 hari setelah semai (u2). 2. Varietas membramo (v1) memberikan hasil yang tertinggi dibandingkan dengan varietas inpari 1(v2) dan inpari 4(v3). 3. Interaksi (U*V) Umur transplanting 12 hari setelah semai (u1) dan varietas inpari 1 (v2) memberikan pengaruh yang nyata pada parameter panjang malai. B. Saran Diperlukan adanya penelitian lanjutan, khususnya penggunaan varietas membramo pada pertanaman padi sistem SRI dan tanam jajar legowo, sehingga diperoleh pertumbuhan dan produksi padi yang optimal. 36 DAFTAR PUSTAKA Adianto, 1993. Biologi pertanian, pupuk kandang, pupuk organik nabati dan insektisida. Penerbit Alumni, Bandung. Anonim, 2010a. Pengaruh Iklim Terhadap Produktifitas Tanaman Padi Sawah. (Online),( http://encum-nurhidayat.blogspot.com/2010/12/-pengaruh-iklimterhadap-produktifitas.htm . Di akses 14 Juli 2010). ________, 2010b. Sistem Intensifikasi Padi (The System Of Rice Intensification– SRI). (Online),(http://www.elsppat.or.id/download/file-/SRIecho%20note.htm. Di akses 21 Desember 2010). ________, 2011a. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification).(Online),(http://agroinformatika.net/-budidaya-dankeunggulan-padi-organik-metode-sri.html. Di akses 19 Juni 2011). _________, 2011b. Cara Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Dengan Sistem Tanam Jajar Legowo. (Online), (http://www-.gerbangpertanian. com/2011/02/ cara-meningkatkan-produksi-tanaman-padi.html. Di akses 30 Juni 2011). Anthofer, J., 2004. The potential of the system of rice intensification (SRI) for powerty reduction in Cambodia. In: Paper Presented in Conference on International Agricultural Research for Development, Deutscher Tropentag, Berlin, October 5–7. Badan Pusat Statistik, 2010. Sulawesi Selatan dalam Angka 2009. Biro Pusat Statistik (BPS), Makassar. BALITPA, 2008. Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi 2008. (Online) ( http ://bbpadi.litbang.deptan.go.id. Di akses 12 Desember 2010). Burhan B., 2009. Efisiensi Pemanfaatan Air irigasi Pada Tanaman padi dengan System Of Rice Intensification (SRI). Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Makassar. De Datta, 1981. Principles and practices of rice production. John Wiley and Sons Inc., New York. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2010. Produksi Padi 2010 Masih Meningkat (Online). (http://www.sinartani.com/nasional/mentan-produksi-padi-2010-masihmeningkat-1283230179.htm. Di akses 11 Desember 2010). 37 Doorenbos and Pruitt 1977. Yield Response to Water. FAO irrigation and draenage paper, Rome. Second edition, 33:127. Fagi, A.M and S.K. De Datta, 1981. Envirmental Factors Affecting Nitrogen Efficiency in Flooded Tropical Rice. Fertilizer Research 2: 53 – 67. Gani, A., A. Rahman, Dahono, Rustam and H. Hengsdijk. 2002. Synopsis of Water Management Experiment in Indonesia. Proceedings of A Thematic Workshop on Water-Wise Rice Production, 8-11 April 2002 at IRRI Headquarters in Los Banos, Philippines. Gardner, F.P., R.P. Brent,dan R.L. Mitchell., 1991. Fisiologi Tanamanan Budidaya, Universitas Indonesia Press. Gasparillo, R., 2003. Growth and Yield Respons of Traditional Uland Rice of Different Distances of planning, Using Azucaena Variety. Report for Broader Initiatives for Negros Development (BIND). Bacolond City, Phillippines. Gaspersz, V., 1994. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung. Ghosh, P., and A.K. Kashyap, 2003. Effect of rice cultivars on rate of Nmineralization, nitrification and nitrifier population size in an irrigated rice ecosystem Applied Soil Ecology (24) 27–41. Gomez,K.A. dan A.A. Gomez., 1983. Statistical Procedures for Agricultural Research. Second Edition, John Wiley and Sons, New York. Greenland DJ., 1997. The Sustainability of Rice Farming. CAB International, New York, USA and IRRI, Los Banos, Laguna, Philippines. 273p. Hakim N., M. Yusuf Nyakpa, A.M., Lubis, Sutopo Gani Nugroho, M. Rusdi Saul, M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Universitas lampung. Hardjowigeno, S., 1995. Ilmu tanah. Penerbit Akademika Presindo, Jakarta. Lakitan, B., 1995. Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja grafindo Persada,Jakarta. Lingga dan Marsono, 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta. Manurung, S. O. dan M. Ismunadji, 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi.Balai Penelitian Tanaman Pangan, Bogor. Mutakin, Jenal., 2009. Budidaya dan keunggulan padi organik metode SRI (System of Rice Intensification) ( pada http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/p3213024.pdf) di akses pada 28 september 2009. 38 Purwono dan Heni Purnamawati, 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya, Jakarta. Robertson, 1975. Rice and Weather. Technical Note WMO. Geneva Switzerland, 423:3-8. Salisbury B. F., C. W. Ross. 1995. Plant physiology. (Fisiologi Tumbuhan : Terjemahan Diah R Lukman dan Sumaryono). Jilid II. Penerbit ITB, Bandung. Sumardi, Kasli, M. Kasim, A. Syarif dan N. Akhir. 2007. Respon Padi Sawah Pada Teknik Budidaya Secara Aerobik dan Pemberian Bahan Organik. Jurnal Akta Agrosia Vol. 10 No. 1. Hlm 65-71. Sutanto R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Tanaka, I. 1976. Climate Influence on Photosynthesis and Photorespiration of Rice. In climate and rice. IRRI, Los Banos, Philippines. P. 223 – 248. Uphoff, N., Randriamiharisoa, R., 2002. Reducing water use in irrigated rice production with the Madagascar System of Rice Intensification. In: Bouman, B.A.M., et al. (Eds.), Water-Wise Rice Production: Proceedings of the International Workshop on Water-Wise Rice Production, 8–11 April 2002, International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines, p. 356. Vergara, B.S., 1990. Budidaya Padi Sawah. Proyek Prasarana Fisik Bappenas. Jakarta. Yuwono D., 2005. Kompos. Penerbit Penebar swadaya. Jakarta. Yoshida, 1984. Fundamental of Rice Crop Science. International Rice Research Institute (IRRI). Los Banos. Laguna Philippines. Zulkifli Z., Diah W.S. dan Mahyuddin S., 2004. Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.Balai Penelitian Tanaman Padi. IRRI.