Untitled - (STPP) Gowa

advertisement
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Padi
(Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan paling
penting di negara-negara berkembang dan merupakan makanan pokok
di Indonesia sehingga beras merupakan komoditas strategis. Seiring
dengan jumlah penduduk yang terus bertambah dan tersebar di banyak
pulau maka bila sampai terjadi ketergantungan terhadap pangan impor
akan
dapat
menyebabkan
rentannya
ketahanan
pangan, yang
berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan termasuk sosial,
ekonomi, dan bahkan politik. Stagnasi pengembangan dan peningkatan
produksi padi akan mengancam stabilitas nasional sehingga upaya
pengembangan dan peningkatan produksi beras nasional mutlak
diperlukan
dengan
sasaran
utama
pencapaian
swasembada,
peningkatan pendapatan, dan kesejahteraan petani.
Berdasarkan data pada Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Kementerian Pertanian, produksi padi selama tiga tahun terakhir
menunjukkan
grafik meningkat.
Pertumbuhan
produksi
rata-rata
mencapai 4,49 persen. Dengan pertumbuhan produksi sebesar itu,
Indonesia berhasil mencapai surplus beras (swasembada) berturutturut 2.367 juta ton (2008), 3.895 juta ton (2009), dan 4.322 juta ton
(2010). Menurut data Badan Pusat Statistik (2010),
Suatu hal yang ironis, dari banyak varietas yang telah
ditemukan, petani cenderung hanya memilih varietas tertentu secara
2
berkesinambungan pada varietas yang sama, tanpa keinginan untuk
mengganti dengan verietas yang lebih unggul. Perbedaan varietas lokal
dan varietas unggul yaitu varietas lokal, hasil rendah 3 - 5 ton ha-1,
tanaman tinggi, daun rebah, jumlah anakan produktif sedikit (5 - 10),
mudah rebah, umur tanaman panjang (150 – 180 hari) sedangkan
varietas unggul, hasil tinggi 5 – 8 ton ha-1, tanaman pendek, daun
tegak, jumlah anakan produktif sedang-banyak (14 – 20), tanaman
tahan rebah dan umur tanaman genjah (105 - 125 hari) (Zulkifli,et al,
2004).
Berdasarkan
hasil
penelitian
Baharuddin
Burhan
(2009),
menunjukkan bahwa varietas membramo menghasilkan hasil padi
lebih tinggi,
dibanding dengan varietas Inpari 6 dan inpari 2 jete,
adapun hasil masing-masing 9,15 ton ha-1 , 9,02 ton ha-1 dan
6,58
ton ha-1.
Penggunaan bibit muda berdampak positif karena lebih mudah
beradaptasi dan tidak gampang stress, ini dikarenakan perakaran
belum panjang maka penanaman. Transplanting saat bibit muda dapat
mengurangi guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman
dalam memproduksi batang dan akar selama pertumbuhan vegetatif,
sehingga jumlah anakan/batang yang muncul lebih banyak dalam satu
rumpun, dan bulir padi yang dihasilkan oleh malai juga lebih banyak.
Jumlah anakan pada metode SRI berkisar 30 - 40 anakan/rumpun
sedangkan pola konvensional berkisar 25 - 30 anakan/rumpun.
3
Dengan anakan yang cukup banyak, menyebabkan anakan produktif
yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat memungkinkan hasil
gabah lebih tinggi (Anonim, 2010a )
Pada dasarnya tanaman padi tidak membutuhkan keadaan
tergenang selama proses pertumbuhannya karena tanaman padi bukan
tanaman aquatik (tanaman air) melainkan tanaman yang memerlukan
lebih banyak air dalam waktu yang tepat. Penggenangan secara terus
menerus dianggap suatu pemborosan pemakaian sumber daya air.
Penggenangan secara terus menerus selain menyebabkan terjadinya
peningkatan gas metan juga menyebabkan meningkatnya jaringan
aerenchym yang menghambat proses penyerapan air dan unsur hara
oleh akar tanaman padi,
yang konsekwensinya menghambat
pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Sumardi, et al, 2007).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh umur transplanting terhadap pertumbuhan dan
produksi padi.
2. Bagaimana tanggapan berbagai varietas terhadap pengaturan umur
transplanting.
3. Apakah ada interaksi antara umur transplanting dan varietas terhadap
pertumbuhan dan produksi padi.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tanaman Padi
1. Botani Padi
Padi merupakan tanaman pangan berupa rumput berumpun. Padi
termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies,
tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika,
Amerika dan Australia. Padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig
dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya
yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari
Afrika barat.
Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di
Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM.
(Purwono dan
Purnamawati, 2007).
Intensitas radiasi surya yang cukup tinggi menyebabkan proses
fotosintesis meningkat sehingga mempertinggi jumlah anakan yang
terbentuk. Disamping itu intensitas sinar matahari besar pengaruhnya
terhadap hasil gabah, terutama pada saat padi berbunga, karena 75 % 80 % kandungan tepung sari gabah adalah hasil fotosintesis pada saat
berbunga. Suhu mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan
tanaman. Suhu yang tinggi merupakan suhu yang sesuai bagi
pertumbuhan tanaman padi. Di Indonesia pengaruh suhu tidak terasa
sebab suhunya hampir konstan sepanjang tahun.
5
2. Pertumbuhan Padi
Pertumbuhan padi dikelompokkan atas tiga fese yaitu fase
vegetatif, reproduktif, dan pemasakan (Vergara, 1990). Fase vegetatif
dimulai dari pertumbuhan akar sampai stadia keluarnya primordial. Fase
ini dapat dibedakan atas fase vegetatif aktif, dimulai dari pertumbuhan
bibit, batang, daun, peranakan (tunas) maksimun dan fase vegetatif
lambat, dimulai dari stadia anakan maksimun sampai keluarnya primordia.
Fase reproduktif atau disebut juga fase generatif dimulai dari munculnya
primordial sampai munculnya malai. Pada fase ini berakhir maka
berlangsung proses pematangan biji yang meliputi stadia matang susu,
matang penuh, matang kuning, dan matang mati. Stadia matang mati
merupakan saat padi sudah dapat dipanen dan akhir dari satu sikulus
kehidupan.
3. Syarat Tumbuh Tanaman Padi
Tanaman
padi dapat tumbuh optimal di daerah tropis/subtropis
pada 45o LU sampai 45o LS dengan cuaca panas dan kelembaban tinggi
dengan musim hujan 4 bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah
200 mm/bulan atau 1500 - 2000 mm/tahun. Padi dapat ditanam di musim
kemarau atau hujan.
Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian
0 - 650 m dpl dengan temperatur 22 - 27 0C sedangkan di dataran tinggi
650 - 1.500 m dpl dengan temperatur 19 - 23 0C yang memerlukan
penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Jenis tanah yang diperlukan
untuk mendukung pertumbuhan tanam padi bervariasi tergantung dari
6
jenis tanaman padi yang diusahakan. Untuk padi gogo harus ditanam di
lahan yang berhumus, struktur remah dan cukup mengandung air dan
udara dengan ketebalan tanah 25 cm, pH tanah bervariasi dari 4,0
sampai 8,0. Sementara Padi sawah ditanam di tanah berlempung yang
berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm di bawah permukaan
tanah, memiliki ketebalan lumpur dengan tebal 18 - 22 cm, pH 4,0 - 7,0.
Radiasi surya sangat diperlukan dalam aktivitas fotosintesis,
pengaruh radiasi surya sangat ditentukan oleh intensitas, kualitas dan
lamanya penyinaran yang dapat mempengaruhi vegetatif ataupun
generatif tanaman. Laju fotosintesa sangat ditentukan oleh intensitas
sinar surya. Intensitas sinar surya selama 45 sampai 30 hari sebelum
panen, menentukan pengisian malai dan hasil padi . Untuk memperoleh
hasil padi yang tinggi, waktu tanam dapat diatur agar fase reproduktif
jatuh pada saat intensitas sinar surya tinggi, waktu tanam dapat diatur
agar fase reproduktif jatuh pada saat intensitas sinar surya tinggi.
Penanaman varietas padi unggul yang berdaun tegak mempertinggi
panen sinar surya, sehingga menyebabkan laju fotosintesis tinggi,
dengan demikian dapat memberikan hasil panen gabah yang tinggi pula.
Akibatnya, varietas unggul memerlukan hara yang lebih banyak untuk
mengimbangi laju fotosintesis tersebut, sehingga diperlukan pemupukan
bila ketersediaan hara tanah kurang mencukupi.(Fagi dan De Datta,
1981).
7
Kelembaban udara nisbi berpengaruh terhadap evapotranspirasi.
Pada musim kemarau dengan kelembaban rendah, intensitas sinar surya
dan suhu tinggi, mempercepat laju evapotranspirasi.
Bila laju
evapotranspirasi tidak diimbangi dengan laju translokasi air ke akar,
tanaman padi akan mengalami kekeringan.
Kisaran kelembaban nisbi
optimum untuk tanaman padi adalah 90% (Tanaka, 1976).
4. Varietas
Varietas padi unggul adalah jenis padi yang karena sifat
pembawaannya dapat memberikan hasil yang tinggi pada tiap satuan luas
dan satuan waktu. Kemampuan genetik ini dicerminkan oleh sifat-sifat
agronominya yaitu (1) anakan banyak, (2) responsif terhadap pemupukan,
(3) persentase anakan produktif tinggi, (4) jumlah gabah tiap anakan
tinggi serta (5) toleran terhadap hama dan penyakit utama padi. Di daerah
tropis, program penciptaan varietas unggul diarahkan pada
beberapa
issu penting terutama peningkatan kualitas biji-bijian dan toleransi
varietas terhadap kondisi ekstrim lingkungan, termasuk serangan hamapenyakit (De Datta, 1981).
B. Karakteristik Tanah Sawah
Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi
sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan
tanaman palawija.
Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah
taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan,
tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya.
8
Sifat fisik, kimia dan biologi tanah sawah dan tanah pada lahan
basah lainnya sangat berbeda dibandingkan tanah pada lahan kering.
Landsekap berteras-teras, adanya pematang dan penutupan tanah
dengan lapisan genangan air melindungi tanah dari proses degradasi
yang paling menentukan produktivitas lahan pada jangka panjang, yaitu
erosi. Menurut Greenland (1997), karakteristik utama tanah sawah yang
menentukan keberlanjutan sistem budidaya padi sawah asia adalah :
a. Penggunaan tanah secara kontinyu tidak menyebabkan reaksi tanah
menjadi semakin masam.
Hal ini berkaitan dengan sifat fisik-kimia
tanah tergenang, dimana pengenangan menyebabkan terjadinya
konvergensi pH tanah menuju netral.
b. Kondisi landsekap tanah sawah memungkinkan hara yang tercuci
lebih cenderung tertampung kembali ke lahan di bawahnya dari pada
keluar dari sistem tanah.
c. Fosfor lebih mudah tersedia bagi padi sawah karena pada kondisi
tergenang besi lebih banyak berada dalam bentuk ferro dan ferri,
dimana ferro-fosfat lebih mudah tersedia dari pada ferri-fosfat.
d. Sebagian hara yang terserap tanaman padi tergantikan oleh hara
terlarut dalam air irigasi.
e. Populasi aktif organisme penambat nitrogen pada tanah sawah
mempertahankan tingkat ketersediaan nitrogen organik dalam jumlah
yang cukup untuk mendukung tingkat produksi rata-rata.
9
f. Karena tanah sawah bertopografi datar, dibatasi oleh pematang dan
tertutup air genangan, maka tidak terjadi erosi.
C. Umur Transplanting
Bibit padi ditransplanting saat tanaman berumur 12 hari, yang
memiliki dua daun telah muncul pada batang muda dan umur 24 hari.
Benih harus disemai dalam petakan khusus dengan menjaga tanah tetap
lembab dan tidak tergenang air. Saat transplanting dari petak semaian,
perlu kehati-hatian dan sebaiknya dengan memakai cethok, serta dijaga
tetap lembab. Jangan bibit dibiarkan mengering. Sekam (sisa benih yang
telah berkecambah) biarkan tetap menempel dengan akar tunas, karena
memberikan
energi
yang
penting
bagi
bibit
muda.
Bibit
harus
ditransplanting secepat mungkin setelah dipindahkan dari persemaian
sekitar 30 menit, bahkan lebih baik 15 menit. Saat menanam bibit di
lapangan, benamkan benih dalam posisi horisontal agar ujung-ujung akar
tidak menghadap ke atas (ini terjadi bila bibit ditanam vertikal ke dalam
tanah). Ujung akar membutuhkan keleluasaan untuk tumbuh ke bawah.
Transplanting saat bibit masih muda secara hati-hati dapat mengurangi
guncangan dan meningkatkan kemampuan tanaman dalam memproduksi
batang dan akar selama tahap pertumbuhan vegetatif. Lebih banyak
batang yang muncul dalam satu rumpun, dan dengan metode SRI, lebih
banyak bulir padi yang dihasilkan oleh malai (Anonim, 2010b).
10
D. SRI (System of Rice Intensification)
SRI berasal dari partisipasi penelitian pertanian di daerah dataran
tinggi Madagaskar yang umumnya bertanah masam dengan kandungan
nutrisi rendah dengan potensi toksisitas besi yang tinggi setelah
perendaman (submergence). Awalnya SRI dikonseptualisasi sebagai
teknik manajemen padi di Madagaskar selama awal tahun 1980an oleh
Henri de Laulanie, seorang pendeta misioner Perancis yang lebih dari 30
tahun hidup bersama petani-petani di sana. Sejak pertengahan tahun
1990an, SRI dipromosikan sebagai metode berkelanjutan serta dapat
meningkatkan hasil padi di Madagaskar, terutama oleh NGO Tefy Saina
dan Lembaga Internasional untuk Pangan, Pertanian, dan Pembangunan
di Universitas Cornell. Ketertarikan pada SRI terlihat dari
berbagai
laporan dari Madagaskar mengenai peningkatan produktifitas padi dalam
eksperimen terkontrol (Uphoff dan Randriamiharisoa, 2002) Selanjutnya,
respon yang baik terhadap SRI sering dilaporkan dari lahan petani di
Afrika (Anthofer, 2004; Berkelaar, 2001; Stopp et al., 2002).
Prinsip-prinsip SRI adalah sebagai berikut:
1. Transplantasi bibit muda (7 – 15 hss) untuk mempertahankan potensi
pertambahan
batang
dan
pertumbuhan
akar
yang
optimal
sebagaimana dibutuhkan oleh tanaman untuk tumbuh dengan baik.
2. Bibit ditanam satu pohon perlubang ,menanam padi dalam jarak
tanam yang cukup lebar (30cm x 30cm, 35cm x 35cm), sehingga
11
mengurangi kompetisi tanaman dalam serumpun maupun antar
rumpun.
3. Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu
dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus).
4. Menyediakan nutrisi yang cukup untuk tanah dan tanaman (kompos
atau pupuk hijau), sehingga tanah tetap sehat dan subur sehingga
dapat menyediakan hara yang cukup dan lingkungan ideal yang
diperlukan tanaman untk tumbuh (Anonim, 2011a).
E. Tanam Jajar Legowo
Sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi dengan
cara mengatur jarak tanam. Selain itu sistem tanam tersebut juga
memanipulasi lokasi tanaman sehingga seolah-olah tanaman padi dibuat
menjadi taping (tanaman pinggir) lebih banyak. Seperti kita ketahui
tanaman padi yang berada dipinggir akan menghasilkan produksi lebih
tinggi dan kualitas gabah yang lebih baik hal ini disebabkan karena
tanaman tepi akan mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak.
Ada beberapa tipe sistem tanam jajar legowo:
1. Jajar legowo 2:1. Setiap dua baris diselingi satu barisan kosong
dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Namun jarak tanam dalam
barisan yang memanjang dipersempit menjadi setengah jarak tanam
dalam barisan.
2. Jajar legowo 3:1. Setiap tiga baris tanaman padi diselingi satu barisan
kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Jarak tanam
12
tanaman padi yang dipinggir dirapatkan dua kali dengan jarak tanam
yang ditengah.
3. Jajar legowo 4:1. Setiap empat baris tanaman padi diselingi satu
barisan kosong dengan lebar dua kali jarak dalam barisan. Demikian
seterusnya. Jarak tanam yang dipinggir setengah dari jarak tanam
yang ditengah.
Tujuan pola tanam jajar legowo sebagai berikut :
1. Memanfaatkan sinar matahari bagi tanaman yang berada pada bagian
pinggir barisan. Semakin banyak sinar matahari yang mengenai
tanaman, maka proses fotosintesis oleh daun tanaman akan semakin
tinggi sehingga akan mendapatkan bobot buah yang lebih berat.
2. Mengurangi kemungkinan serangan hama, terutama tikus. Pada lahan
yang relatif terbuka, hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya.
3. Menekan serangan penyakit. Pada lahan yang relatif terbuka,
kelembaban akan semakin berkurang, sehingga serangan penyakit
juga akan berkurang.
4. Mempermudah pelaksanaan pemupukan dan pengendalian hama /
penyakit.
Posisi
orang
yang
melaksakan
pemupukan
dan
pengendalian hama / penyakit bisa leluasa pada barisan kosong di
antara 2 barisan legowo.
5. Menambah populasi tanaman. Misal pada legowo 2 : 1, populasi
tanaman akan bertambah sekitar 30 %. Bertambahnya populasi
13
tanaman akan memberikan harapan peningkatan produktivitas hasil
(Anonim, 2011b).
F. Pengaruh Bahan Organik terhadap Tanaman
Penambahan bahan organik ke dalam tanah dapat meningkatkan
produktivitas
tanaman
karena
bahan
organik
tersebut
dapat
meningkatkan kesuburan tanah dan mampu memperbaiki sifat fisik
tanah. Penggunaan bahan organik telah terbukti banyak meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman. Keuntungan yang diperoleh dengan
memanfaatkan pupuk organik adalah sebagai berikut :
1. Mempengaruhi sifat fisik tanah. Warna tanah dari cerah akan berubah
menjadi kelam. Hal ini dipengaruhi baik pada sifat fisik tanah. Bahan
organik membuat tanah menjadi gembur dan lepas-lepas, sehingga
aerasi dan lebih mudah ditembus perakaran tanaman.
2. Mempengaruhi sifat kimia tanah. Kapasitas Tukar kation (KTK) dan
ketersediaan hara meningkat dengan menggunakan bahan organik.
Asam yang dikandung humus akan membantu meningkatkan proses
pelapukan bahan mineral.
3. Mempengaruhi sifat biologi tanah. Bahan organik akan menambah
energi yang diperlukan kehidupan mikroorganisme tanah. Tanah yang
kaya bahan organik akan mempercepat perbanyakan pungi, bakteri,
mikro flora dan mikro fauna tanah lainnya.
4. Mempengaruhi kondisi sosial. Daur ulang limbah perkotaan maupun
permukiman
akan
mengurangi
dampak
pencemaran
dan
14
meningkatkan penyediaan pupuk organik. Meningkatkan lapangan
kerja melalui daur ulang yang menghasilkan pupuk organik sehingga
akan meningkatkan penghasilan (Sutanto, 2002).
G. Hipotesis
1. Terdapat pengaruh umur transplanting terhadap pertumbuhan dan
produksi padi.
2. Terdapat respon berbagai varietas terhadap pengaturan umur
transplanting.
3. Terdapat interaksi antara umur transplanting dan varietas terhadap
pertumbuhan dan produksi padi.
H. Tujuan Penelitian
1. Untuk
mengetahui
pengaruh
umur
transplanting
terhadap
pertumbuhan dan produksi padi.
2. Untuk mengetahui
respon berbagai varietas terhadap pengaturan
umur transplanting.
3. Untuk mengetahui interaksi antara umur transplanting dan varietas
terhadap pertumbuhan dan produksi padi.
15
III. METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan
di Desa Galesong Kota, Kecamatan
Galesong , Kabupaten Takalar. Kegiatan penelitian ini berlangsung pada
Maret sampai Agustus 2011.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang di gunakan adalah benih varietas membramo, inpari 1,
inpari 4 serta pupuk organik, an-organik dan insektisida.
Peralatan yang digunakan adalah meteran, hand sprayer , gelas
ukur, ember, oven, timbangan, penakar hujan, label, cangkul, skop, karet
rol dan alat tulis menulis.
C. Rancangan Percobaan
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan Rancangan Petak
Terbagi (RPT) dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari
dua faktor yaitu umur transplanting (u) dan varietas (v). Faktor pertama,
umur transplanting yaitu umur transplanting 12 hss (u1), dan 24 hss (u2)
dan Faktor kedua adalah varietas yaitu membramo (v1), inpari 1 (v2) dan
inpari 4 (v3). Adapun luas petak penelitian adalah 2 m x 4 m dan kedua
faktor tersebut dikombinasikan sehingga terdapat 6 kombinasi perlakuan.
Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 18 petak
penelitian sebagai berikut :
16
U2
U1
u2v2
u1v1
u2v1
u1v3
u2v3
u1v2
Data dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam dan
analisa Uji BNT (Gomez dan Gomez, 1984).
Model statistik untuk percobaan ini terdiri dari tiga faktor (u, v, dan
k) dengan menggunakan Rancangan Petak-Petak Terpisah (RPPT)
(Gaspersz, 1994) adalah sebagai berikut:
yijk = µ + k1 + ui + Є il + vj + (uv) ij + §ijl
Dimana :
yijk
=
Nilai pengamatan pada kelompok ke-1 yang memperoleh
taraf ke-i dari perlakuan umur transplanting dan taraf ke-j
dari perlakuan varietas.
µ
= Nilai rata – rata sesungguhnya.
K1
= Pengaruh aditif dari kelompok ke-1
ui
= Pengaruh aditif dari taraf ke-i pada perlakuan umur
transplanting
Є il
= Pengaruh galat yang timbul pada kelompok ke–1 yang
memperoleh taraf ke i dari perlakuan umur transplanting,
sering disebut galat petak utama atau galat (a)
vj
= Pengaruh aditif dari taraf ke–j dari perlakuan varietas.
17
(uv) ij
=
Pengaruh interaksi antara taraf ke–i dari umur transplanting
dan taraf ke-j dari perlakuan varietas.
§ijl
= Pengaruh galat yang timbul pada kelompok ke–1 yang
memperoleh taraf ke-i dari perlakuan umur transplanting
dan taraf ke–j dari perlakuan varietas, sering disebut galat
anak petak atau galat (b)
D. Pelaksanaan Percobaan
1. Pengolahan Tanah
Persiapan lahan sebelum tanam, dengan urutan sebagai berikut:
mula-mula tanah dibajak menggunakan traktor, selanjutnya tanah digaru
sambil disebari pupuk organik berupa pupuk kandang yang telah
dikomposkan terlebih dahulu. Terakhir, tanah diratakan. Pada saat
menggaru dan meratakan tanah, diusahakan air tidak mengalir dalam
sawah agar unsur hara yang ada di tanah tidak hanyut. Setelah tanah
diratakan, dilanjutkan dengan membuat pematang, parit di bagian pinggir
dan tengah tiap petakan sawah untuk memudahkan pengaturan air.
2. Persiapan Benih dan Persemaian
Benih yang digunakan adalah benih varietas membramo, inpari 1
dan inpari 4. Tahapan persiapan benih dimulai dari perendaman,
pemeraman
dan
penyeleksian
benih
sebelum
di
hambur
pada
persemaian. Setelah dilakukan penyeleksian, benih kemudian dihambur
pada tempat persemaian. Persemaian yang dilakukan pada penelitian ini
18
adalah persemaian basah, dengan menggunakan petakan sawah ukuran
2 m x 5 m, masing-masing satu petak untuk tiap varietas.
3.Penanaman dan penyulaman
Bibit dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 12 hari setelah
semai , dan 24 hari setelah semai. Kondisi air pada saat tanam yaitu
kondisi tanah yang basah tetapi tidak tergenang (macak-macak). Sistem
tanam yang digunakan adalah tanam satu lubang 1 bibit padi. Adapun
jarak tanam yang digunakan pada percobaan ini adalah legowo 2:1
dengan jarak tanam 50 cm x 25 cm x 12.5 cm. Selain itu bibit ditanam
dangkal, yaitu pada kedalaman 2 – 3 cm dengan bentuk perakaran
horisontal (seperti huruf L). Setelah tanam dilakukan penyulaman
terhadap bibit yang tidak tumbuh/mati dengan bibit yang sudah
dipersiapkan sebelumnya. Penyulaman dilakukan maksimum satu minggu
setelah tanam untuk mempertahankan populasi yang optimal.
4. Pemupukan
Penelitian ini menggunakan pupuk organik kompos dengan dosis 5
ton ha-1, untuk melengkapi kebutuhan unsur hara tanaman maka
diberikan tambahan pupuk urea sebanyak 125 kg ha-1, SP36 50 kg ha-1
dan KCl 50 kg ha-1 di setiap petak percobaan.
5. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Dalam penelitian ini, pengendalian hama dan penyakit tanaman
dilakukan dengan sistem PHT. Cara yang dilakukan misalnya dengan
19
menempatkan bilah-bilah bambu/ajir di petakan sawah sebagai “terminal”
capung atau burung. Selain itu, penggunaan pestisida organik berupa
ramuan yang diolah dari bahan-bahan alami untuk menghalau hama. Dan
untuk pengendalian hama tikus menggunakan pagar karet rol keliling
pertanaman dan dibuatkan parit disekeliling areal pertanaman.
Untuk pengendalian gulma dilakukan bersamaan pada saat fase
penggenangan tanaman. Alat yang digunakan untuk pengendalian gulma
biasa disebut “landak”, semacam garu yang berfungsi sebagai pencabut
gulma. Dengan alat ini, gulma yang sudah tercabut sekaligus akan
dibenamkan kedalam tanah untuk menambah bahan organik tanah.
6. Panen
Tanaman padi dapat di panen setelah berumur 95 – 120 hari. Ciri
tanaman padi yang siap di panen adalah
sudah 90% masak fisiologi,
artinya 90% gabah telah berubah warna dari hijau menjadi kuning, bila
dihitung dari masa berbunga, telah mencapai 30 - 35 hari, dan
pemanenan dilakukan dengan cara menyabit batang padi.
E. Pengukuran dan Pengamatan
Parameter yang akan diamati adalah :
1. Tinggi tanaman (cm) di ukur dari pangkal batang sampai daun
terpanjang, pada saat tanaman berumur 2 Minggu Setelah Tanam
(MST), 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST. Pengukuran
dilakukan pada sepuluh
rumpun tanaman yang dipilih secara acak
dari setiap satuan petak percobaan.
20
2. Jumlah daun (helai), dihitung banyaknya daun saat tanaman berumur
2 MST, 4 MST, 6 MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST. Perhitungan
dilakukan pada sepuluh
rumpun tanaman yang dipilih secara acak
dari setiap satuan petak percobaan.
3. Jumlah Anakan (batang), di hitung dari jumlah anakan keseluruhan,
pada saat tanaman berumur 2 Minggu Setelah Tanam (MST), 4 MST,
6 MST, 8 MST, 10 MST, 12 MST. Pengukuran dilakukan pada sepuluh
rumpun tanaman yang dipilih secara acak dari setiap satuan petak
percobaan.
4. Volume akar (cm3), di ukur dengan menggunakan gelas ukur pada
akhir percobaan. Pengukuran dilakukan pada sepuluh akar tanaman
yang dipilih secara acak dari setiap satuan petak percobaan.
5. Panjang akar (cm), di ukur dari pangkal batang sampai akar
terpanjang, pada
sepuluh
akhir percobaan. Pengukuran dilakukan pada
akar tanaman yang dipilih secara acak dari setiap satuan
petak percobaan.
6. Jumlah
anakan
produktif
(batang),
anakan
produktif
dihitung
berdasarkan anakan padi yang memiliki malai produktif. Perhitungan
ini dibuat dari sepuluh rumpun yang dipilih secara acak.
7. Waktu berbunga 50% (hari), data diperoleh pada saat berbunga 50%,
dengan mengamati dari sepuluh rumpun yang dipilih secara acak.
8. Panjang malai (cm), data panjang malai diperoleh dari sepuluh malai
yang diambil secara acak dari setiap satuan petak percobaan.
21
9. Gabah bernas (butir), data gabah bernas diperoleh dari sepuluh malai
yang diambil secara acak dari setiap satuan petak percobaan.
10. Gabah hampa (butir), data gabah hampa diperoleh dari sepuluh malai
yang diambil secara acak dari setiap satuan petak percobaan.
11. Bobot 1.000 butir (g), diperoleh dari penimbangan 1.000 butir gabah
yang bernas setelah padi di kering udarakan satu hari.
12. Produksi padi per ha, gabah kering panen (KA 14 %) dikumpulkan dari
setiap petak percobaan. Sebelum gabah ditimbang, terlebih dahulu
ditampi untuk memisahkan kotoran dan gabah hampa. Berat gabah
dalam satuan kg/petak percobaan (8 m 2) selanjutnya dikonversi dalam
ton ha-1.
22
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tinggi Tanaman
Hasil pengamatan tinggi tanaman umur 12 MST dan analisis sidik
ragamnya disajikan pada Tabel lampiran 1a – 2b. Hasil pengamatan tinggi
tanaman pada 12 MST disajikan pada Tabel 1 menunjukkan bahwa,
perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata tinggi
tanaman 110.56 cm, sedangkan pada perlakuan varietas, V1 memberikan
hasil yang tertinggi sebesar 112.75 cm.
Tabel 1. Rata-rata tinggi tanaman (cm) pada umur 12 MST pada umur
transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
111.83
109.89
109.95
110.56
U2
113.66
108.23
109.07
110.32
Rata-rata
112.75
109.06
109.51
2. Jumlah Daun
Hasil pengamatan jumlah daun umur 8 MST dan analisis sidik
ragamnya disajikan pada Tabel 2a – 2b. Hasil pengamatan jumlah daun
pada 8 MST disajikan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa, perlakuan U1
23
memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata jumlah daun 80.29
helai, sedangkan pada perlakuan varietas, V3 memberikan hasil yang
tertinggi sebesar 83.10 helai.
Tabel 2. Rata-rata jumlah daun (helai) pada umur 8 MST pada umur
transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
77.37
81.73
81.77
80.29
U2
67.43
65.20
84.43
72.35
Rata-rata
72.40
73.47
83.10
3. Jumlah Anakan
Hasil pengamatan jumlah anakan umur 8 MST dan analisis sidik
ragamnya disajikan pada Tabel 3a – 3b. Hasil uji BNT pengamatan jumlah
anakan pada 8 MST disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa,
perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata jumlah
anakan 20.54 batang dan berbeda sangat nyata dengan U 2 (17.81
batang), sedangkan pada perlakuan V, V3 memberikan hasil yang tertinggi
sebesar 21.12 batang dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Tabel 3. Rata-rata jumlah anakan (batang) pada umur 8 MST pada umur
transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
19.53
20.50
21.60
20.54 a
U2
16.67
16.13
20.63
17.81 b
Rata-rata
18.10 x
18.32 x
21.12 x
NP BNT 0.05
Keterangan:
NP BNT
0.05
0.8280
3.1330
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
(a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata
24
4. Volume Akar
Hasil pengamatan volume akar pada akhir percobaan dan analisis
sidik ragamnya disajikan pada Tabel 4a – 4b. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting memberikan pengaruh
yang nyata. Sedangkan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh
yang tidak nyata. Hasil uji BNT pengamatan volume akar pada Tabel 4
menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi
dengan rata–rata volume akar (46.30 cm3 ) dan berbeda nyata dengan U1
(35.37 cm3), sedangkan pada perlakuan varietas, V2 memberikan hasil
yang tertinggi sebesar (42.78 cm3) dan berbeda tidak nyata dengan
perlakuan lainnya.
Tabel 4. Rata-rata volume akar (cm3) pada akhir percobaan pada umur
transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
41.11
46.67
51.11
46.30 a
U2
36.11
38.89
31.11
35.37 b
Rata-rata
38.61 x
42.78 x
41.11 x
6.2827
NP BNT
0.05
Keterangan:
NP BNT
0.05
6.1962
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
(a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata
5. Panjang Akar
Hasil pengamatan panjang akar pada akhir percobaan dan analisis
sidik ragamnya disajikan pada Tabel 5a – 5b. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting memberikan pengaruh
25
yang tidak nyata. Sedangkan perlakuan jenis varietas memberikan
pengaruh yang sangat nyata.
Hasil uji BNT 0.05 pengamatan panjang akar pada Tabel 5
menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi
dengan rata–rata panjang akar 29.20 cm dan berbeda tidak nyata dengan
U2 (24.10 cm), sedangkan pada perlakuan V, V2 memberikan hasil yang
tertinggi sebesar 28.89 cm dan hanya berbeda nyata dengan V3
(24..21 cm).
Tabel 5. Rata-rata panjang akar (cm) pada akhir percobaan pada umur
transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
27.51
31.59
28.51
29.20 a
U2
26.20
26.18
19.91
24.10 a
Rata-rata
26.86 x
28.89 x
24.21 y
6.1026
NP BNT
0.05
Keterangan:
NP BNT
0.05
2.3494
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
(a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata
6. Jumlah Anakan Produktif
Hasil pengamatan jumlah anakan produktif pada akhir percobaan
dan analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 6a – 6b. Hasil analisis
sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting dan
perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji BNT
0.05 pengamatan jumlah anakan produktif pada Tabel 6 menunjukkan
26
bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata
jumlah anakan produktif 12.52 batang dan berbeda nyata dengan U2
(10.58 batang), sedangkan pada perlakuan varietas, V3 memberikan hasil
yang tertinggi sebesar 12.35 batang dan berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya.
Tabel 6. Rata-rata jumlah anakan produktif (batang) pada akhir
percobaan pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
12.10
11.73
13.73
12.52 a
U2
10.30
10.47
10.97
10.58 b
Rata-rata
11.20 y
11.10 y
12.35 x
1.2649
NP BNT
0.05
Keterangan:
NP BNT
0.05
0.9775
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
(a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata
7. Waktu Berbunga 50 %
Hasil pengamatan waktu berbunga 50 % pada akhir percobaan dan
analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 7a – 7b. Hasil analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting dan perlakuan
jenis varietas memberikan pengaruh yang nyata terhadap waktu berbunga
50 %. Hasil uji BNT 0.05 pengamatan waktu berbunga 50 % pada Tabel 7
menunjukkan bahwa, perlakuan U2 memberikan hasil yang tercepat
dengan rata–rata waktu berbunga 50 % (61.22 hari) dan berbeda nyata
dengan U1 (66.44 hari), sedangkan pada perlakuan varietas, V2
27
memberikan hasil yang tercepat, yaitu 63.00 hari dan berbeda nyata
dengan perlakuan lainnya.
Tabel 7. Rata-rata waktu berbunga 50 % tanaman
transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
66.33
66.00
67.00
66.44 a
U2
61.67
60.00
62.00
61.22 b
Rata-rata
64.00 y
63.00 x
64.50 y
8.
umur
NP BNT
0.05
5.0594
NP BNT
0.05
Keterangan:
pada
0.8875
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
(a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata
Panjang Malai
Hasil pengamatan panjang malai pada akhir percobaan dan
analisis sidik ragamnya disajikan pada Tabel 8a – 8b. Hasil analisis sidik
ragam menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting memberikan
pengaruh yang tidak nyata dan perlakuan jenis varietas memberikan
pengaruh yang nyata terhadap panjang malai. Sedangkan interaksi U dan
V memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji BNT 0.05 pengamatan
panjang malai pada Tabel 8 menunjukkan bahwa, perlakuan U2
memberikan hasil yang tertinggi dengan rata–rata panjang malai 26.34 cm
dan berbeda tidak nyata dengan U1 (26.11 cm), sedangkan pada
perlakuan V, V2 memberikan hasil yang tertinggi sebesar 27.06 cm dan
hanya berbeda nyata dengan V1 (25.43 cm). Adapun interaksi antara U
dan V disajikan pada Tabel 9, dimana perlakuan u1v2 memberikan panjang
28
malai yang tertinggi sebesar 27.33 cm dan berbeda nyata dengan
kombinasi perlakuan lainnya.
Tabel 8. Rata-rata panjang malai (cm) pada akhir percobaan pada umur
transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
24.56
27.33
26.43
26.11 a
U2
26.30
26.78
25.94
Rata-rata
25.43 y
27.06 x
26.19 xy
1.2692
NP BNT
0.05
Keterangan:
Tabel 9.
Perlakuan
U2
26.34 a
0.9869
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
(a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata
Interaksi umur transplanting dan varietas terhadap rata-rata
panjang malai pada akhir percobaan
V1
V2
b
U1
NP BNT
0.05
24.56
V3
a
27.33
NP BNT 0.05
a
26.43
y
x
x
a
a
a
26.30
26.78
x
0.9874
25.94
x
x
NP BNT
0.8062
0.05
Keterangan:
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
(a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata
29
9. Gabah Bernas
Hasil pengamatan gabah bernas pada akhir percobaan dan analisis
sidik ragamnya disajikan pada Tabel 9a – 9b. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting dan perlakuan jenis
varietas memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil pengamatan gabah
bernas pada Tabel 10 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan
hasil yang tertinggi dengan rata–rata berat gabah bernas 122.54 g,
sedangkan pada perlakuan varietas, V1 memberikan hasil yang tertinggi,
yaitu 124.58 g.
Tabel 10. Rata-rata jumlah gabah bernas (g) pada akhir percobaan pada
umur transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
122.33
125.10
120.20
122.54
U2
126.83
116.00
114.00
118.94
Rata-rata
124.58
120.55
117.10
10. Gabah Hampa
Hasil pengamatan gabah hampa pada akhir percobaan dan analisis
sidik ragamnya disajikan pada Tabel 10a – 10b. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting dan perlakuan jenis
varietas memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil pengamatan gabah
hampa pada Tabel 29 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan
hasil yang terendah dengan rata–rata berat gabah hampa 28.51 g,
sedangkan pada perlakuan varietas, V3 memberikan hasil yang terendah,
30
yaitu 28.57 g.
Tabel 11. Rata-rata jumlah gabah hampa (g) pada akhir percobaan pada
umur transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
28.33
28.73
28.47
28.51
U2
33.50
31.37
28.67
31.18
Rata-rata
30.92
30.05
28.57
11. Bobot 1.000 Butir
Hasil pengamatan bobot 1.000 Butir pada akhir percobaan dan analisis
sidik ragamnya disajikan pada Tabel 11a – 11b. Hasil analisis sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting dan perlakuan jenis varietas
memberikan pengaruh yang tidak nyata. Hasil pengamatan bobot 1.000 Butir
pada Tabel 12 menunjukkan bahwa, perlakuan U1 memberikan hasil yang
tertinggi dengan rata–rata bobot 1.000 Butir 31.96 g, sedangkan pada perlakuan
varietas, V1 memberikan hasil yang tertinggi, yaitu 32.25 g.
Tabel 12. Rata-rata bobot 1.000 butir (g) pada akhir percobaan pada umur
transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
33.13
31.28
31.46
31.96
U2
31.36
31.01
30.22
30.86
Rata-rata
32.25
31.15
30.84
12. Produksi
Hasil pengamatan produksi pada akhir percobaan dan analisis sidik
ragamnya disajikan pada Tabel 12a – 12b. Hasil analisis sidik ragam
31
menunjukkan bahwa perlakuan umur transplanting memberikan pengaruh yang
tidak nyata dan perlakuan jenis varietas memberikan pengaruh yang sangat
nyata. Hasil uji BNT 0.05 pengamatan produksi pada Tabel 13 menunjukkan
bahwa, perlakuan U1 memberikan produksi tertinggi dengan rata–rata 6.45 ton
ha-1 dan berbeda tidak nyata dengan U2 (5.94 ton ha-1), sedangkan pada
perlakuan V, V1 memberikan produksi yang tertinggi, yaitu 7.01 ton ha-1 dan
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Tabel 13. Rata-rata produksi (ton ha-1) pada akhir percobaan pada akhir
percobaan pada umur transplanting dan berbagai jenis varietas
Perlakuan
V1
V2
V3
Rata-Rata
U1
7.13
6.04
6.17
6.45 a
U2
6.88
5.31
5.63
5.94 a
Rata-rata
7.01 x
5.68 y
5.90 y
NP BNT
0.05
Keterangan:
NP BNT
0.05
0.6054
0.4034
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom
(a,b,c) dan baris (x,y,z) yang sama berarti berbeda tidak nyata
32
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pada komponen tumbuh maupun
pada komponen hasil, umur transplanting 12 hari setelah semai (u1) dan varietas
membramo (v1) memberikan hasil yang tertinggi.
Perkembangan akar, dalam hal ini panjang dan volume akar akan sangat
dipengaruhi oleh sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Sifat fisik tanah yang sangat
menentukan perkembangan akar adalah porositas dan keairan tanah. Untuk sifat
kimia tanah meliputi ketersediaan unsur hara dalam tanah, sedangkan sifat
biologi tanah meliputi kandungan bahan organik tanah. Pada tanaman padi yang
ditanam dengan sistem SRI, pemberian air dilakukan secara intermitten, dan
mungkinkan terjadinya respirasi akar akibat adanya tenggang waktu dimana
sawah tidak tergenang, kondisi ini menyebabkan pertumbuhan akar tanaman
padi menjadi lebih baik sehingga merangsang absorbsi hara dan air lebih besar.
Akibatnya laju perkembangan akar meningkat dan pada akhirnya pertumbuhan
lebih baik. Sebaliknya penggenangan dapat menyebabkan terjadiya kerusakan
pada jarigan perakaran karena terbatasnya pasokan oksigen yang sangat
diprlukan dalam proses respirasi akar (Gasparillo, 2003; Uphoff, 2004; Yang et
al. 2004). Hal ini sejalan dengan pendapat Vergara (1990), bilamana udara tidak
terdapat pada lapisan olah menyebabkan pembusukan akar dan menghambat
perkembangan akar pada lapisan tersebut. Gani et al. (2002) mengemukakan
bahwa, pemberian air secara intermitten secara konsisten memberikan hasil
yang lebih baik dibandingkan dengan yang digenangi secara terus-menerus,
secara nyata meningkatkan jumlah anakan produktif, biomassa, tinggi tanaman,
dan luas daun.
33
Pertambahan jumlah anakan mulai menanjak/berkembang pesat pada
umur 2 MST dan mencapai anakan maksimun pada umur 8 MST. Anakan yang
bertahan hingga pada usia 8 MST adalah merupakan anakan yang potensil untuk
menjadi anakan produktif. Menurut De Datta (1981), anakan yang terbentuk
selama fase vegetatif biasanya kurang produktif dan malai yang dihasilkan kecil.
Manurung dan Ismunadji (1988) menyatakan bahwa fase reproduktif terjadi
penurunan jumlah anakan, munculnya daun bendera, fase bunting dan terjadinya
pembungaan (heading). Sedangkan menurut Doorembos dan Pruitt (1977)
bilamana kelembaban tanah pada fase kritis kedua (fase reproduktif) rendah
menyebabkan jumlah anakan yang menghasilkan malai berkurang dan akhirnya
menurungkan produksi.
Pada fase reproduktif dimana hasil fotosintesis sebagian besar ditujukan
untuk pembentukan malai dan pengisian biji, sehingga anakan padi yang lemah
dan kecil mati (Vergara, 1990). Selain itu berkurangnya anakan disebabkan
adanya kompetisi mendapatkan unsur hara dan cahaya akibat saling menaungi.
Keadaan
tersebut
sejalan
dengan
pendapat
Robertson
(1975)
yang
menunjukkan bahwa, periode pembentukan anakan berlansung selama 6 – 8
MST dan periode selanjutnya dipacu untuk perkembangan malai dan pengisian
biji.
Menurut Yoshida (1984), kapasitas anakan produktif merupakan salah
satu sifat utama dari setiap varietas. Selanjutnya dinyatakan bahwa varietas yang
bertipe anakan cocok untuk berbagai keragaman dan mampu berkompentisi
dengan rumput serta serta mencapai luas daun lebih cepat. Interaksi yang
menghasilkan anakan produktif terbanyak ditunjang pula oleh keberadaan unsur
hara.
34
Hal tersebut sejalan dengan pendapat Lakitan (1996) bahwa dengan
pemberian pupuk dengan kadar nitrogen yang tinggi dapat mempercepat
pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman sehingga suatu bagian
mengalami pertambahan jumlah daun dan ukuran luas. Air yang cukup akan
mendukung peningkatan luas daun sehingga berhubungan dengan tingkat
produksi tanaman (Gardner et al., 1991).
Salisbury dan Ross (1995), menyatakan bahwa luas daun dan morfologi
daun sangat dipengaruhi oleh cahaya selama perkembangannya. Dibandingkan
dengan daun naungan, daun cahaya mempunyai luas perhelai yang lebih
rendah, lebih tebal, bobotnya per satuan luas daun lebih berat, menyebar lebih
rapat pada batang dan tangkai daun lebih pendek dan mempunyai lebih banyak
klorofil per satuan bobot kering.
Hasil produksi padi per hektar, untuk umur transplanting (u1) 12 hari
setelah semai memberikan hasil 6.45 ton ha-1 dan varietas membramo
memberikan hasil yang tertinggi 7.01 ton ha-1.
Produksi hasil penelitian
menunjukkan hasil yang lebih rendah dibanding dengan diskripsi varietas
(potensi genetik) dengan produksi 6.5 – 10 ton ha-1. Produksi menurun
disebabkan karena kondisi pertanaman pada fase vegetatif sampai fase generatif
terjadi perubahan iklim. Salah satu dampak dari perubahan iklim adalah
meluasnya serangan hama penyakit seperti hama tikus, penggerek batang padi,
wereng coklat dan walang sangit pada tanaman padi.
35
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Umur transplanting 12 hari setelah semai (u1) memberikan hasil yang
tertinggi dibandingkan dengan umur transplanting 24 hari setelah semai (u2).
2. Varietas membramo (v1) memberikan hasil yang tertinggi dibandingkan
dengan varietas inpari 1(v2) dan inpari 4(v3).
3. Interaksi (U*V) Umur transplanting 12 hari setelah semai (u1) dan varietas
inpari 1 (v2) memberikan pengaruh yang nyata pada parameter panjang
malai.
B. Saran
Diperlukan adanya penelitian lanjutan, khususnya penggunaan varietas
membramo pada pertanaman padi sistem SRI dan tanam jajar legowo, sehingga
diperoleh pertumbuhan dan produksi padi yang optimal.
36
DAFTAR PUSTAKA
Adianto, 1993. Biologi pertanian, pupuk kandang, pupuk organik nabati dan
insektisida. Penerbit Alumni, Bandung.
Anonim, 2010a. Pengaruh Iklim Terhadap Produktifitas Tanaman Padi Sawah.
(Online),( http://encum-nurhidayat.blogspot.com/2010/12/-pengaruh-iklimterhadap-produktifitas.htm . Di akses 14 Juli 2010).
________, 2010b. Sistem Intensifikasi Padi (The System Of Rice Intensification–
SRI). (Online),(http://www.elsppat.or.id/download/file-/SRIecho%20note.htm. Di akses 21 Desember 2010).
________, 2011a. Budidaya dan Keunggulan Padi Organik Metode SRI (System
of Rice Intensification).(Online),(http://agroinformatika.net/-budidaya-dankeunggulan-padi-organik-metode-sri.html. Di akses 19 Juni 2011).
_________, 2011b. Cara Meningkatkan Produksi Tanaman Padi Dengan Sistem
Tanam
Jajar
Legowo.
(Online),
(http://www-.gerbangpertanian.
com/2011/02/ cara-meningkatkan-produksi-tanaman-padi.html. Di akses 30
Juni 2011).
Anthofer, J., 2004. The potential of the system of rice intensification (SRI) for
powerty reduction in Cambodia. In: Paper Presented in Conference on
International Agricultural Research for Development, Deutscher
Tropentag, Berlin, October 5–7.
Badan Pusat Statistik, 2010. Sulawesi Selatan dalam Angka 2009. Biro Pusat
Statistik (BPS), Makassar.
BALITPA, 2008. Deskripsi Varietas Unggul Baru Padi 2008. (Online) ( http
://bbpadi.litbang.deptan.go.id. Di akses 12 Desember 2010).
Burhan B., 2009. Efisiensi Pemanfaatan Air irigasi Pada Tanaman padi dengan
System Of Rice Intensification (SRI). Pascasarjana Universitas
Hasanuddin. Makassar.
De Datta, 1981. Principles and practices of rice production. John Wiley and Sons
Inc., New York.
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, 2010. Produksi
Padi
2010
Masih
Meningkat
(Online).
(http://www.sinartani.com/nasional/mentan-produksi-padi-2010-masihmeningkat-1283230179.htm. Di akses 11 Desember 2010).
37
Doorenbos and Pruitt 1977. Yield Response to Water. FAO irrigation and
draenage paper, Rome. Second edition, 33:127.
Fagi, A.M and S.K. De Datta, 1981. Envirmental Factors Affecting Nitrogen
Efficiency in Flooded Tropical Rice. Fertilizer Research 2: 53 – 67.
Gani, A., A. Rahman, Dahono, Rustam and H. Hengsdijk. 2002. Synopsis of
Water Management Experiment in Indonesia. Proceedings of A Thematic
Workshop on Water-Wise Rice Production, 8-11 April 2002 at IRRI
Headquarters in Los Banos, Philippines.
Gardner, F.P., R.P. Brent,dan R.L. Mitchell., 1991. Fisiologi Tanamanan
Budidaya, Universitas Indonesia Press.
Gasparillo, R., 2003. Growth and Yield Respons of Traditional Uland Rice of
Different Distances of planning, Using Azucaena Variety. Report for
Broader Initiatives for Negros Development (BIND). Bacolond City,
Phillippines.
Gaspersz, V., 1994. Metode Perancangan Percobaan. Armico, Bandung.
Ghosh, P., and A.K. Kashyap, 2003. Effect of rice cultivars on rate of Nmineralization, nitrification and nitrifier population size in an irrigated rice
ecosystem Applied Soil Ecology (24) 27–41.
Gomez,K.A. dan A.A. Gomez., 1983. Statistical Procedures for Agricultural
Research. Second Edition, John Wiley and Sons, New York.
Greenland DJ., 1997. The Sustainability of Rice Farming. CAB International,
New York, USA and IRRI, Los Banos, Laguna, Philippines. 273p.
Hakim N., M. Yusuf Nyakpa, A.M., Lubis, Sutopo Gani Nugroho, M. Rusdi Saul,
M. Amin Diha, Go Ban Hong, H.H. Bailey, 1986. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.
Universitas lampung.
Hardjowigeno, S., 1995. Ilmu tanah. Penerbit Akademika Presindo, Jakarta.
Lakitan, B., 1995. Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja grafindo Persada,Jakarta.
Lingga dan Marsono, 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi Revisi. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Manurung, S. O. dan M. Ismunadji, 1988. Morfologi dan Fisiologi Padi.Balai
Penelitian Tanaman Pangan, Bogor.
Mutakin, Jenal., 2009. Budidaya dan keunggulan padi organik metode SRI
(System of Rice Intensification) ( pada http://www.pustakadeptan.go.id/publikasi/p3213024.pdf) di akses pada 28 september 2009.
38
Purwono dan Heni Purnamawati, 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan
Unggul. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Robertson, 1975. Rice and Weather. Technical Note WMO. Geneva Switzerland,
423:3-8.
Salisbury B. F., C. W. Ross. 1995. Plant physiology. (Fisiologi Tumbuhan :
Terjemahan Diah R Lukman dan Sumaryono). Jilid II. Penerbit ITB,
Bandung.
Sumardi, Kasli, M. Kasim, A. Syarif dan N. Akhir. 2007. Respon Padi Sawah
Pada Teknik Budidaya Secara Aerobik dan Pemberian Bahan Organik.
Jurnal Akta Agrosia Vol. 10 No. 1. Hlm 65-71.
Sutanto R., 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Tanaka, I. 1976. Climate Influence on Photosynthesis and Photorespiration of
Rice. In climate and rice. IRRI, Los Banos, Philippines. P. 223 – 248.
Uphoff, N., Randriamiharisoa, R., 2002. Reducing water use in irrigated rice
production with the Madagascar System of Rice Intensification. In:
Bouman, B.A.M., et al. (Eds.), Water-Wise Rice Production: Proceedings
of the International Workshop on Water-Wise Rice Production, 8–11 April
2002, International Rice Research Institute, Los Banos, Philippines, p.
356.
Vergara, B.S., 1990. Budidaya Padi Sawah. Proyek Prasarana Fisik Bappenas.
Jakarta.
Yuwono D., 2005. Kompos. Penerbit Penebar swadaya. Jakarta.
Yoshida, 1984. Fundamental of Rice Crop Science. International Rice Research
Institute (IRRI). Los Banos. Laguna Philippines.
Zulkifli Z., Diah W.S. dan Mahyuddin S., 2004. Pengelolaan Tanaman Terpadu
Padi Sawah. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian.Balai Penelitian Tanaman Padi. IRRI.
Download