147 PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul Karakter morfologi tanaman pada varietas unggul dicirikan tipe tanaman yang baik. Hasil penelitian menunjukkan terdapat karakter morfologi yang menjadi faktor penyebab perbedaan hasil pada setiap varietas. Karakter 3 daun bagian atas yang meliputi panjang, lebar, tebal, dan sudut tiga daun bagian atas akan menentukan bentuk kanopi tanaman (Tabel 3). Karakter tersebut sangat menjadi dasar karakter fisiologi untuk penangkapan cahaya, fotosintesis, asimilasi, translokasi dan akumulasi asimilat selama tahap pertumbuhannya. Pada VUL karakter tiga daun bagian atas memiliki bentuk yang terkulai, ini disebabkan daun yang panjang, dan sudut daun yang besar. Kemajuan perbaikan karakter daun terdapat pada VUB, PTB, dan hibrida yang sudah menghasilkan karakter posisi daun tegak meskipun sudut daun masih terlalu besar jika dibandingkan dengan karakter tipe tanaman ideal (Tabel 3). Karakter morfologi tiga daun bagian atas yang ideal menurut Yuan (2001) dan Peng et al. (2008) ialah panjang daun bendera 50 cm dan daun kedua dan ketiga 55 cm, sudut daun berturut-turut 5, 10, dan 20 derajat daun menyempit membentuk huruf V, lebar 2 cm, dan tebal. Konstribusi tiga daun bagian atas yang menghasilkan kanopi baik merupakan morfologi ideal yang perperan penting untuk perangkap, penangkap lebih banyak energi cahaya, dan efisiensi penggunaan cahaya. Kanopi daun yang tegak pada VUB, PTB, dan hibrida memungkinkan penetrasi dan distribusi cahaya yang lebih besar ke bagian bawah sehingga memiliki kanopi untuk fotosintesis yang lebih besar. Fu et al. (2008) menyatakan sudut daun berpengaruh terhadap distribusi luas daun yang berfotosintesis dan lengkungan daun mempengaruhi keefektipan dari luas daun. Yuan et al. (2011) mengevaluasi galur berdaya hasil tinggi yang dihubungkan dengan mekanisme fisiologi yang mendasari potensi hasil tinggi. Karakter tinggi tanaman dari VUL tinggi dan VUB, PTB, dan hibrida pendek (Tabel 4) berhubungan dengan ketahanan terhadap kerebahan, tingkat kepadatan daun dalam kanopi, dan kemampuan fotosintesis. membentuk anakan pada VUL dan PTB Kemampuan sedikit, sedangkan pada VUB dan 148 hibrida lebih banyak (Tabel 8). Namun, kemampuan yang tinggi pada VUB dan hibrida juga diikuti dengan rendahnya persentase anakan produktif. Rendahnya persentase anakan produktif menunjukkan terjadinya kompetisi antar anakan untuk memanfaatkan ruang tumbuh maupun asimilat. Dengan demikian anakan tidak produktif dapat bersifat sebagai parasit bagi batang utamanya. Galur B11143 dan BP360 (PTB) dengan jumlah anakan yang sedikit memiliki kemampuan pembentukan anakan produktif lebih besar. Ini dapat menekan terjadinya kompetisi terhadap penggunaan faktor lingkungan dan hasil fotosintesis. Ukuran dan efisiensi fotosintesis merupakan kapasitas source yang dapat memenuhi kebutuhan kapasitas sink yang besar sebagai prasyarat untuk hasil padi varietas unggul. Hasil analisis karakter fisiologi menunjukkan perbedaan karakter fisiologi di antara padi varietas unggul. Ini disebabkan adanya perbedaan karakter morfologi yang berhubungan erat dengan komponen hasil. Karakter fotosintesis yang lebih baik pada PTB terutama galur B11143 dan BP360 hasil perakitan baru memiliki karakter morfologi daun yang menyebabkan kanopi fotosintesis lebih tinggi sampai tahap pengisian biji. Hal ini menyebabkan galur B11143 dan BP360 (PTB) memiliki nilai LPR dan LAB lebih tinggi sampai tahap pengisian biji dibandingkan dengan VUB dan hibrida (Tabel 17 dan 18). LPR dan LAB yang tinggi selama tahap pertumbuhan akan meningkatkan kapasitas source. LPR yang tetap tinggi menyebabkan akumulasi karbohidrat pada organ vegetatif lebih besar. Sesuai hasil analisis kandungan gula pada PTB lebih tinggi pada tahap pengisian biji (Tabel 24). Hasil penelitian Li et al. (2009) menunjukkan padi tipe malai berat mempunyai kemampuan menghasilkan asimilat yang lebih tinggi pada tahap pengisian biji. Selanjutnya Ishimaru et al. (2005) menyatakan pada padi modern dan hibrida, akumulasi karbohidrat berkorelasi dengan hasil dan meningkatnya kapasitas akumulasi karbohidrat pada tahap pengisian biji dapat memperbaiki potensi hasil. Hal yang sama dinyatakan oleh Horie et al. (2006) bahwa hasil biji sangat berhubungan dengan jumlah gabah per unit luas dan persentase gabah isi, keduanya ditentukan melalui proses fisiologi dari genotipe dan interaksi dengan lingkungannya. 149 Hasil yang tinggi disebabkan dari peningkatan kapasitas sink dengan malai dan jumlah gabah per malai yang tinggi. Jumlah malai per m2 dan jumlah gabah per malai akan menentukan kemampuan hasil. Pada VUL memiliki jumlah malai per m2 dan jumlah gabah per malai yang rendah, sedangkan VUB memiliki jumlah malai per m2 yang tinggi tetapi jumlah gabah per malai rendah (Tabel 11 dan 27). Kapasitas sink PTB lebih besar ditunjukkan dengan jumlah gabah per malai yang lebih banyak, meskipun memiliki jumlah malai per m2 yang lebih rendah dibandingkan VUB dan hibrida. Hibrida juga mempunyai kapasitas sink besar ditunjukkan dengan jumlah malai per m2 dan jumlah gabah per malai yang tinggi. Keunggulan kapasitas sink yang besar pada PTB dan hibrida masih diikuti dengan rendahnya persentase gabah isi terutama Fatmawati dan Rokan. Varietas Ciherang (VUB), Galur B11143 (PTB), Maro (hibrida) memiliki karakter tipe tanaman yang lebih baik yang menyebabkan kemampuan fotosintesis lebih tinggi, sehingga memberikan hasil yang tertinggi pada kelompok varietasnya (Tabel 28). Kemampuan menghasilkan kapasitas source untuk memenuhi kebutuhan kapasitas sink ini disebabkan antara lain oleh karakter kanopi daun dan kualitas tajuk yang lebih baik yang menghasilkan karakter fisiologi untuk meningkatkan laju fotosintesis. Ini sesuai hasil analisis korelasi yang menunjukkan hasil gabah secara nyata berkorelasi positif dengan LPR, LAB, kandungan klorofil dan gula (Tabel 31, 33, dan 35), dan karakter fisiologi tersebut berpengaruh langsung terhadap hasil. Karakter fisiologi yang memberikan pengaruh langsung terbesar terhadap hasil adalah bobot kering tanaman tahap berbunga dan pengisian biji, dan indeks panen (Tabel 30 dan 38). Ini menunjukkan bahwa kemampuan karakter morfologi terutama karakter kanopi daun untuk memanfaatkan energi matahari erat kaitannya dengan kemampuan menghasilkan bahan kering. Total hasil bahan kering terutama ditentukan oleh kanopi fotosintesis, dimana kanopi setiap tipe varietas padi berbeda. Menurut Horie et al. (2003) dan Takai et al. (2006) akumulasi biomassa sebelum pembungaan dan produksi biomassa selama setengah dari akhir periode reproduktif padi nyata berpengaruh terhadap hasil. Akumulasi bahan kering dari fase pemanjangan sampai pembungaan secara positif berkorelasi dengan akumulasi selama tahap pengisian biji dan secara nyata berpengaruh terhadap 150 hasil biji (Wu et al. 2008). Dengan demikian hasil yang lebih tinggi pada Ciherang, B11143, dan Maro disebabkan oleh pengaruh langsung dari karakter fisiologi bahan kering, LPR, LAB, kandungan klorofil dan gula, serta indeks panen. Peningkatan Hasil Padi Varietas Unggul melalui Pengaturan Jarak tanam Tidak tercapainya potensi hasil pada padi varietas unggul menunjukkan bahwa potensi hasil dibatasi oleh sifat genetis tanaman dan lingkungan. Potensi hasil akan tercapai apabila semua faktor berada dalam kondisi yang optimal. Dari hasil penelitian analisis karakter morfologi dan fisiologi terdapat karakter yang masih dapat dioptimalkan peranannya untuk meningkatkan hasil. Dan ini merupakan keunggulan karakter dari setiap varietas yang dapat dimanfaatkan dengan mengoptimalkan kondisi lingkungannya. Karakter yang menjadi keunggulan setiap varietas adalah VUL tanaman tinggi, daun tebal dan lebar, kapasitas sink agak besar; VUB tanaman pendek, posisi daun tegak, kemampuan membentuk anakan tinggi, dan kapasitas sink sedang; PTB tanaman pendek, posisi 3 daun bagian atas tegak, daun bendera panjang, daun tebal, berwarna hijau tua, dan kapasitas sink sangat besar: sedangkan pada hibrida tanaman pendek, posisi 3 daun bagian atas tegak, daun bendera panjang, kemampuan membentuk anakan tinggi, dan kapasitas sink besar. Penyediaan ruang tumbuh yang sesuai untuk kontribusi karakter kanopi daun dapat mendorong daun memanfaatkan secara penuh energi matahari sehingga kapasitas fotosintesis tanaman ditingkatkan. Pengaturan jarak tanam dilakukan untuk mengoptimalkan peranan karakter morfologi dan fisiologi dari varietas Ciherang, galur B11143, dan Maro. Kemampuan membentuk anakan yang lebih banyak terjadi pada jarak tanam dengan ruang tumbuh yang lebih luas dan terhambat pada ruang tumbuh yang sempit. Pada jarak tanam tegel 30 cm x 30 cm varietas Pandan Wangi, Ciherang, galur B11143, dan Maro dapat meningkatkan jumlah anakan maksimum, sedangkan pada jarak tanam legowo 2:1 (10 cm x 20 cm) semua varietas memiliki jumlah anakan yang lebih sedikit. Namun tujuan utama pengaturan ruang tumbuh adalah meningkatkan jumlah anakan pada VUL dan PTB sesuai karakternya sedangkan untuk VUB dan hibrida dengan karakter 151 anakan yang banyak akan mendapatkan jumlah anakan yang mampu menghasilkan anakan produktif lebih banyak. Ruang tumbuh yang lebih lebar (Jarak tanam tegel 30 cm x 30 cm) menghasilkan persentase anakan tertinggi untuk varietas Pandan Wangi, B11143, dan Maro, sedangkan Ciherang diperoleh pada jarak tanam 25 cm x 25 cm (Tabel 40). Selama tahap pertumbuhannya nilai ILD tertinggi dicapai pada legowo 2:1 (10 cm x 20 cm) untuk semua varietas. Hal ini terjadi karena jarak tanam tersebut memiliki ruang tumbuh yang lebih kecil dibandingkan jarak tanam lainnya. Namun nilai ILD yang diharapkan pada setiap varietas adalah nilai optimum yang mampu meningkatkan kapasitas fotosintesis sesuai karakter tiga daun bagian atas, sehingga kemampuan membentuk bahan kering akan meningkat. Nilai ILD optimum pada tanaman padi berkisar 4 – 6 yang dapat dicapai sebelum tahap berbunga (Yoshida 1981). Pada jarak tanam tegel 15 cm x 30 cm dan 20 cm x 20 cm varietas Ciherang, B11143, dan Maro dapat mencapai nilai ILD optimum sebelum tahap berbunga. Karakter kanopi daun yang tegak dengan tercapainya ILD optimum dapat mencapai pertumbuhan maksimum dan hasil fotosintesis juga maksimum. Hasil penilitian Takai et al. (2006) juga menunjukkan bahwa perbaikan kanopi fotosintesis selama tahap reproduktif akhir penting sebagai langkah awal untuk meningkatkan potensi hasil padi. Kemampuan menghasilkan malai per m2 pada setiap varietas dipengaruhi oleh kondisi ruang tumbuh dan kepadatan populasi per luasan dari jarak tanam. Jumlah malai per m2 tertinggi dihasilkan pada jarak tanam dengan ruang tumbuh yang lebih kecil (legowo 2:1 (10 cm x 20 cm) oleh Pandan Wangi, Ciherang, dan Maro. Lebih tingginya jumlah malai per m2 pada varietas tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah populasi tanaman per m2 dari setiap jarak tanam. Galur B11143 jumlah malai per m2 tertinggi dicapai pada jarak tanam tegel 15 cm x 30 cm. Ini menunjukkan jumlah malai per m2 lebih ditentukan oleh kondisi ruang tumbuh dari setiap jarak tanam. Dengan demikian karakter morfologi dan fisiologi setiap varietas yang diuji akan memberikan respon yang berbeda terhadap kondisi ruang tumbuh untuk membentuk malai. Jarak tanam tegel 30 cm x 30 cm memberikan kemampuan semua varietas memberikan hasil gabah per rumpun lebih tinggi dibandingkan jarak tanam 152 lainnya. Namun, pada jarak tanam tegel 30 cm x 30 cm menghasilkan hasil terendah meskipun anakan dan malai yang terbentuk lebih banyak. Hal ini didukung oleh pernyataan Feng et al. (2007) bahwa pembentukan anakan lebih banyak membawa dampak negatif terhadap jumlah gabah per malai dan ini menyebabkan berkurangnya bobot malai. Hasil tertinggi untuk semua varietas dihasilkan pada jarak tanam 15 cm x 30 cm untuk varietas Ciherang 7.66 ton GKG/ha, Maro 7.69 ton GKG/ha, galur B11143 8.09 ton GKG/ha, dan Pandan Wangi 4.56 ton GKG/ha. Varietas Ciherang, Maro, dan galur B11143 pada jarak tanam tegel 15 cm x 30 cm dapat mengoptimalkan karakter morfologinya memanfaatkan faktor lingkungan terutama radiasi matahari, sehingga meningkatkan kapasitas fotosintesis. Hasil ini menunjukkan bahwa hasil gabah secara nyata dipengaruhi oleh jarak tanam yang berhubungan dengan keadaan ruang tumbuh bukan karena kepadatan populasi yang lebih tinggi (Tabel 45). Ini ditunjukkan dengan tingkat kepadatan populasi yang lebih tinggi dari setiap jarak tanam tidak meningkatkan hasil pada semua varietas. Meskipun demikian hasil penelitian Makarim et al. (2008) menunjukkan bahwa semakin rapat populasi tanaman (jarak tanam rapat) dapat meningkatkan hasil pada varietas IR64 dan Fatmawati. Dengan demikian pengembangan teknologi budidaya jarak tanam untuk meningkatkan hasil perlu mempertimbangkan karakter morfologi dan fisiologi setiap varietas. Peningkatan Hasil Padi Varietas Unggul dengan Pengelolaan Hara N Hasil percobaan kedua menunjukkan varietas Pandan Wangi, Ciherang, galur B11143, dan Maro memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan varietas dalam kelompoknya. Hasil yang dicapai belum memenuhi potensi hasil pada setiap varietas (Tabel 28), ini menunjukkan masih ada faktor lain yang mempengaruhi hasil. Berdasarkan hasil analisis fisiologi, meningkatkan kapasitas fotosintesis dengan memanfaatkan keunggulan karakter morfologi pada varietas Pandan Wangi, Ciherang, galur B11143, dan Maro dapat dilakukan dengan cara pengelolaan tanaman. Hal ini sesuai dengan hasil percobaan pertama dan kedua yang menunjukkan bahwa varietas unggul memiliki kapasitas sink yang besar, namun diduga kemampuan menghasilkan source belum dapat memenuhi 153 kebutuhan sink. Ini ditunjukkan dengan rendahnya persentase gabah isi terutama pada PTB (65.4 – 81.4%) dan hibrida (71.4 – 80.2%) (Tabel 27). Ini memungkinkan untuk melakukan perbaikan kemampuan source untuk memenuhi kebutuhan sink, melalui pengelolaan hara N. Pengelolaan hara N dengan dosis dan waktu pemberian yang berbeda dapat mempengaruhi pertumbuhan semua varietas. Terdapat interaksi antara pengelolaan hara N dengan varietas dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan penggunaan hara N sangat ditentukan oleh kemampuan setiap varietas untuk memanfaatkan ketersediaan N. Setiap varietas menunjukkan respon yang berbeda terhadap peningkatan dosis N dalam pengelolaan hara. Kemampuan membentuk anakan, peningkatan luas daun. dan bobot kering tanaman dihasilkan dari dosis pupuk yang berbeda untuk setiap varietas (Tabel 51). Perbedaan karakter morfologi dan fisiologi diantara varietas dapat menjadi penyebab respon pemupukan N yang berbeda. Varietas Ciherang, Maro, dan galur B11143 mempunyai karakter daun tegak maka peningkatan dosis pupuk N dapat meningkatkan jumlah anakan, luas daun, dan bobot kering tanaman. Varietas Pandan Wangi cenderung menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap peningkatan dosis pupuk N. Karakter Pandan Wangi yang tinggi dan daun yang terkulai dapat menjadi penyebab tidak maksimalnya proses fotosintesis meskipun memiliki kandungan N yang tinggi. Karakter daun tegak dapat dioptimalkan laju fotosintesisnya dengan pengelolaan hara N, sehingga laju pertumbuhan tanaman dan bobot kering tanaman dapat ditingkatkan. Hasil penelitian Zhang et al. (2009) juga menunjukkan bahwa aplikasi N secara nyata meningkatkan akumulasi bahan kering sebelum berbunga yang disebabkan meningkatnya jumlah anakan, ILD, dan laju pertumbuhan tanaman. Peningkatan bobot kering tanaman menyebabkan peningkatan translokasi asimilat selama tahap pengisian biji. Ini sesuai hasil analisis korelasi yang menunjukkan bobot kering tahap berbunga dan pengisian biji secara nyata berkorelasi dengan kandungan dan serapan hara N (Tabel 64). Meningkatnya dosis N pada pengelolaan hara N dapat meningkatkan kandungan dan serapan N tajuk dan N malai pada tahap berbunga, pengisian biji, dan panen pada semua varietas (Tabel 54, 55, 56, dan 57). Kandungan dan 154 serapan hara N tertinggi dicapai setiap varietas berbeda terhadap pengelolaan hara N. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan karakter morfologi dan fisiologi dari setiap varietas. Varietas Pandan Wangi mencapai kandungan dan serapan hara N tertinggi dihasilkan pada dosis 125 kg N/ha, sedangkan Ciherang, B11143, dan Maro mencapai kandungan dan serapan N tertinggi pada dosis 150 kg N/ha. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa kandungan dan serapan hara N secara nyata berkorelasi dengan hasil gabah (Tabel 65). Hal ini menjelaskan bahwa varietas dengan kandungan dan serapan hara yang tinggi menyebabkan peningkatan hasil. Ntanos et al. (2002) menjelaskan bahwa hasil biji berkorelasi dengan translokasi bobot kering dan efisiensi N. Ini menunjukkan kekuatan sink sangat dipengaruhi oleh efisiensi translokasi. Dengan demikian varietas dengan karakter sink yang besar akan mampu memanfaatkan ketersediaan N untuk meningkatkan hasil asimilat dan meningkatkan translokasi asimilat yang lebih besar selama tahap pengisian biji. Pengaruh pengelolaan hara N dengan peningkatan dosis N terhadap peningkatan hasil secara nyata dihasilkan oleh galur B11143 dan varietas Maro. Sampai pada dosis 125 kg N/ha B11143 dan Maro memberikan hasil yang lebih tinggi. Pada varietas Ciherang meskipun pada dosis 125 kg N/ha memberikan hasil tertinggi, tetapi tidak berbeda nyata dengan dosis 100 kg N/ha. Dengan demikian galur B11143 dan varietas Maro selain responsif terhadap pemupukan N juga merupakan varietas yang efisien-N, sedangkan pada Ciherang meskipun responsif terhadap pemupukan N tetapi tidak efisien-N. Pada varietas Pandan Wangi tidak responsif terhadap pemupukan N, walaupun peningkatan pemberian N juga meningkatkan kandungan dan serapan N tajuk. Hal ini sesuai dengan nilai efisiensi penyerapan dan agronomi dari setiap varietas, dimana karakter sink sangat mempengaruhi efisiensi penyerapan dan agronomi N. Varietas Maro memiliki nilai efisiensi penyerapan dan agronomi yang lebih tinggi (87.9% dan 31.38 kg GKG/kg N), kemudian B11143 (79.6% dan 31.29 kg GKG/kg N) (Tabel 63). Hasil penelitian Kamiji et al. (2011) juga menunjukkan varietas Takanari yang mempunyai jumlah gabah lebih banyak memiliki efisiensi yang lebih baik pada hasil gabah per satuan aplikasi N. Nilai efisiensi penyerapan dan agronomi pada varietas Ciherang adalah 58.5% dan 22.81 kg GKG/kg N, sedangkan pada 155 Pandan Wangi meskipun memiliki nilai efisiensi penyerapan tinggi (63.4%) tetapi nilai efisiensi agronominya sangat rendah (14.05 kg GKG/kg N) (Tabel 63). Pengelolaan hara dengan dosis 125 kg N/ha memberi hasil tertinggi pada galur B11143 (8.20 ton GKG/ha), Maro (8.04 ton GKG/ha), dan Ciherang (7.24 ton GKG/ha) (Tabel 61). Pada varietas Pandan Wangi pengelolaan hara dengan dosis 100 kg N/ha memberikan hasil tertinggi (5.27 ton GKG/ha) dan tidak berbeda nyata dengan semua dosis pupuk N. Pemupukan N akhir pada tahap awal berbunga untuk padi hibrida dan padi tipe malai berat direkomendasikan oleh Witt et al. (2007) untuk menunda penuaan daun dan memperkuat pengisian biji sehingga meningkatkan hasil. Hasil penelitian menunjukkan aplikasi N terakhir pada awal berbunga dapat meningkatkan hasil secara nyata galur B11143 dan varietas Maro (Tabel 61). Kemampuan membentuk source yang rendah setelah berbunga pada varietas Maro dapat ditingkatkan dengan peningkatan dosis pupuk N, sehingga meningkatkan hasil. Doberman et al. (2000) menyatakan varietas dengan source terbatas dan padi hibrida memerlukan aplikasi N pada saat berbunga. Ketersediaan N setelah berbunga akan meningkatkan kemampuan fotosintesis tetap tinggi untuk galur B11143 yang mempunyai karakter malai besar dan dapat meningkatkan hasil asimilat selama tahap pengisian biji. Fu et al. (2011) menyatakan cadangan karbohidrat non struktural pada batang berhubungan erat dengan kekuatan sink selama pengisian biji dan aplikasi N pada tahap pembentukan gabah dapat meningkatkan cadangan karbohidrat non struktural. Hal ini menyebabkan kekuatan sink meningkat untuk varietas padi dengan malai besar seperti varietas padi super. Hasil ini menunjukkan padi varietas unggul memerlukan pengelolaan hara N spesifik berdasarkan karakter morfologi dan fisiologi tanaman. Abdulrachman et al. (2004) menyatakan efisiensi penggunaan N secara nyata lebih tinggi pada sistem pengelolaan hara spesifik. Sistem tersebut memiliki kombinasi tingkat N lebih baik menurut kebutuhan N tanaman seperti pembagian dan waktu aplikasi yang lebih baik.