BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Berdasarkan Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses, dapat diketahui bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk dapat berpartisipasi aktif, dan kemandirian siswa sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan perkembangan psikologi peserta didik diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik dan memberikan kontribusi bagaimana isi materi tersebut disampaikan kepada siswa serta bagaimana pula siswa harus mempelajarinya (Majid, Abdul dkk, 2014:108). Maka dari itu dalam setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran serta penilaian pembelajaran untuk dapat mencapai suatu tujuan pendidikan dan meningkatkan kefektifan pembelajaran. Menurut Majid, Abdul dkk (2014:106) pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intramata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Sedangkan Mulyasa (2015: 170) pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar yang menyuguhkan proses belajar berdasarkan tema untuk kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran lainnya. Dari beberapa pengertian oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar untuk menyuguhkan proses pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intramata pelajaran yang kemudian dikombinasi dengan mata pelajaran lainnya berdasarkan tema. 4 5 Menurut peraturan Kemendikbud (2013:193), dalam penerapannya pembelajaran tematik memiliki tujuan pembelajaran sebagai berikut: a. Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu. b. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata pelajaran dalam tema yang sama. c. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan. d. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik. e. Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran yang lain. f. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan dalam konteks tema yang jelas. g. Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan bahkan lebih. h. Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi. Menurut Jihad, Asep dkk (2013:44) pembelajaran tematik memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Berpusat pada siswa Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subyek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar. b. Memberikan pengalaman langsung Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada 6 sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak. c. Pemisahan mata pelajaran Pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa. d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran/aspek Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran/aspek dalam suatu proses pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. e. Bersifat fleksibel Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran/aspek dengan mata pelajaran/aspek yang lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan siswa berada. f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan minat dan kebutuhannya. g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan Proses pembelajaran didasarkan pada konsep pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM). Dalam pembelajaran tematik terintegrasi memiliki acuan utama di dalamnya yaitu Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Menurut PP No.32 Tahun 2013 bahwa Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Menurut M Fadillah (2014:36) kegunaan SKL adalah sebagai acuan utama dalam pengembangan Standar Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan, Standar Pendidik, dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, dan Standar 7 Pembiayaan. Standar Kompetensi Lulusan merupakan hal yang penting dalam pembelajaran tematik terintegratif, karena SKL merupakan pedoman dalam penilaian penentuan kelulusan peserta didik. Pada kurikulum 2013 untuk mencapai SKL peserta didik haruslah memiliki tingkat kemampuan yang dinamakan dengan Kompetensi Inti (KI) yang merupakan perubahan dari standar kompetensi pada kurikulum sebelumnya (KTSP). Mulyasa (2013:174) kompetensi inti merupakan operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu, yang menggambarkan kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi inti Kurikulum 2013 kelas 4 (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013) disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Kompetensi Inti Kurikulum 2013 Kelas 4 Semester II KOMPETENSI INTI 1. Menerima, menghargai, dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya. 2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru 3 Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat, membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatanya, dan benda-benda yang dijumpainya dirumah, sekolah, dan tempat bermain. 4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam karya yang estetis yang mencerminkan perilaku anak bermain dan berakhlak mulia. Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013. Dalam pembelajaran tematik terintegratif, pembelajaran berfokus pada tema tertentu. Tema pembelajaran di desain dengan mengintegrasikan beberapa mata 8 pelajaran. Hal ini menjadikan pembelajaran lebih bermakna khususnya bagi siswa. Tema yang dimaksudkan dalam pembelajaran tematik adalah pokok pikiran yang menjadi pokok pembicaraan (Depdiknas: 2008), yang ruang lingkupnya meliputi seluruh mata pelajaran. Meskipun dalam pembelajaran tematik terintegratif tidak mewajibkan untuk memasukan semua mata pelajaran di dalamnya minimal dalam satu tema terdiri dari tiga mata pelajaran. Pencapaian tujuan pembelajaran tematik ditentukan oleh standar kompetensi (SK) yang pelaksanan operasionalnya dirinci dalam kompetensi dasar (KD) . Pembelajaran tematik untuk kelas 4 semester II terdiri dari 5 tema dan terdapat 15 subtema. Tema dan Subtema secara rinci disajikan melalui tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Tema dan Subtema Kelas 4 Semester II TEMA SUBTEMA 5 Pahlawanku 1 Perjuangan Para Pahlawan 2 Pahlawanku Kebanggaanku 3 Sikap Kepahlawanan 6 Indahnya Negeriku 1 Keanekaragaman Hewan dan Tumbuhan 2 Keindahan Alam Negeriku 3 Indahnya Peninggalan Sejarah 7 Cita-citaku 1 Aku dan Cita-citaku 2 Hebatnya Cita-citaku 3 Giat Berusaha Meraih Cita-cita 8 Tempat Tinggalku 1 Lingkungan Tempat Tinggalku 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku 3 Aku Bangga dengan Daerah Tempat Tinggalku 9 Makananku Sehat dan 1 Makananku Sehat dan Bergizi Bergizi 2 Manfaat Makanan Sehat dan Bergizi 3 Kebiasaan Makanku Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas 4 Tema 8 Tempat Tinggalku 9 Berdasarkan tabel 2.2 dalam pembelajaran tematik kelas 4 semester II terdiri dari 5 tema dan dibagi menjadi beberapa subtema. Dari 5 tema akan dipelajari salah satu tema yaitu tema 8 Tempat Tinggalku dan subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku. KI dan KD dari tema 8 Tempat Tinggalku dan subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku kelas 4 Semester II disajikan melalui tabel 2.3 dihalaman berikut. 10 Tabel 2.3 Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Tema 8 Tempat Tinggalku Subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku Kelas 4 Semester II Kompetensi Dasar Kompetensi Inti PPKn 1. Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya. 3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan bendabenda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain. Bahasa Indonesia 2.3 Menunjukkan perilaku sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai warga dalam kehidupan sehari-hari di rumah, sekolah dan masyarakat sekitar 3.3 Memahami manfaat keberagaman karakteristik individu di rumah, sekolah dan masyarakat. IPS 2.3 Menunjukkan perilaku santun, toleran dan peduli dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan dan teman sebaya. 3.1 Menggali informasi dari teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku. 3.4 Menggali informasi dari teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku. 3.5 Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi. Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas IV Tema 8 Tempat Tinggalku Pemetaan Kompetensi Dasar disajikan melalui gambar 2.1 dihalaman berikut. 11 PPKn IPS 2.3 Menunjukkan perilaku sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai warga dalam kehidupan sehari-hari di rumah sekolah dan masyarakat sekitar. 2.3 Menunjukkan perilaku santun, toleran dan peduli dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan dan teman sebaya. 3.3 Memahami manfaat keberagaman karakteristik individu di rumah, sekolah dan masyarakat. 3.5 Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi. Bahasa Indonesia 3.1 Menggali informasi dari teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku. 3.4 Menggali informasi dari teks cerita petualangan tentang lingkungan dan sumber daya alam dengan bantuan guru dan teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan memilih dan memilah kosakata baku. Subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas 4 Tema 8 Tempat Tinggalku. Gambar 2.1 Pemetaan Kompetensi Dasar Tema 8 Tempat Tinggalku Subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku 12 2.1.2 Model Pembelajaran Think Pairs Share Dan Pendekatan Problem Solving (MP TPS-PPS) Model Pembelajaran Think Pairs Share (TPS) MP TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Diskusi kelas ini membutuhkan prosedur yang digunakan dalam MP TPS yaitu dengan berfikir, berpasangan dan berbagi sehingga siswa dapat merespon dan saling bekerja sama. Menurut Frank dalam Huda (2013: 113) model pembelajaran kooperatif tipe TPS merupakan model belajar kelompok, yang menuntun siswa untuk dapat berfikir mandiri, berdiskusi dengan cara berpasangan untuk mendapatkan hasil konsensus atau jawaban yang telah mereka sepakati dan pada akhir pembelajaran mereka saling berbagi hasil dari jawaban mereka. Selanjutnya menurut Trianto (2013:81) MP TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif dalam memecahkan suatu masalah dengan cara berfikir, berpasangan, dan berbagi kepada kelompok lain. Pengertian MP TPS juga dikemukakan oleh Mulyatiningsih (2011:233) yang menyatakan bahwa MP TPS merupakan model pembelajaran yang dilakukan dengan cara berfikir dalam memecahkan masalah, berdiskusi dengan berpasangan untuk mendapatkan hasil jawaban dan berbagi pendapat antar siswa. Model ini dapat digunakan sebagai umpan balik materi yang diajarkan guru. Pada awal pembelajaran, guru menyampaikan materi pelajaran seperti biasa. Guru kemudian menyuruh dua orang peserta didik untuk duduk berpasangan dan saling berdiskusi membahas materi yang disampaikan oleh guru. Pasangan peserta didik saling mengoreksi kesalahan masing-masing dan menjelaskan hasil diskusinya dikelas. Beberapa penjelasan yang telah dikemukakan oleh para ahli maka dapat disimpulkan MP TPS adalah model belajar kelompok dalam memecahkan suatu masalah dengan cara menuntun siswa untuk dapat berfikir mandiri, berdiskusi dengan cara berpasangan untuk mendapatkan hasil konsensus atau jawaban yang telah mereka sepakati dan akhir pembelajaran mereka saling berbagi pendapat antar siswa. 13 MP TPS juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Huda (2013:206) menyatakan kelebihan/manfaat tipe TPS antara lain: 1. Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain 2. Mengoptimalkan partisipasi siswa 3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Kelemahan dari MP TPS adalah sangat sulit diterapkan disekolah yang rata-rata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak. Menurut Shoimin, Aris (2014:21 dalam buku 68 model pembelajaran inovatif dalam kurikulum 2013) kelebihan dari MP TPS adalah: 1. TPS mudah diterapkan diberbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap kesempatan 2. Menyediakan waktu berfikir untuk meningkatkan kualitas respons siswa 3. Siswa menjadi lebih aktif dalam berfikir mengenai konsep dalam mata pelajaran 4. Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi 5. Siswa dapat belajar dari siswa lain 6. Setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk berbagi atau menyampaikan idenya. Kekurangan dari MP TPS adalah: 1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor 2. Lebih sedikit ide yang muncul 3. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah. Dari beberapa kelebihan maupun kelemahan yang telah disampaikan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari MP TPS adalah: 1. Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain 14 2. Mengoptimalkan partisipasi siswa 3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain 4. TPS mudah diterapkan diberbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap kesempatan 5. Menyediakan waktu berfikir untuk meningkatkan kualitas respon siswa 6. Siswa menjadi lebih aktif dalam berfikir mengenai konsep dalam mata pelajaran 7. Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi 8. Siswa dapat belajar dari siswa lain. Kelemahan dari MP TPS adalah sangat sulit diterapkan disekolah yang ratarata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang terbentuk banyak, banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, jika ada perselisihan tidak ada penengahnya. MP TPS juga memiliki langkah-langkah untuk berfikir, menjawab dan saling berbagi satu sama lain. Menurut Mulyatiningsih (2011:234) mengemukakan langkahlangkah pelaksanaan TPS adalah sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan materi yang akan dicapai 2. Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi yang disampaikan guru 3. Peserta diidk diminta berpasangan dan mengutarakan persepsinya 4. Guru memimpin diskusi, setiap kelompok mengutarakan hasil diskusinya 5. Guru melengkapi materi yang belum dipahami oleh siswa. Menurut Tjokrodihardjo dalam Trianto (2013: 82) langkah-langkah dalam MP TPS adalah : a. Berfikir (thinking) Guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir sendiri jawaban dari masalah yang diberikan. 15 b. Berpasangan (pairing) Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan jawaban yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban mereka. Secara normal guru memberikan waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. c. Berbagi (sharing) Pada langkah akhir, guru meminta pasangan untuk berbagi dengan temannya yang ada di kelas. Menurut Wardani Naniek Sulistya (2010: 46 dalam buku Pengembangan Model Pembelajaran Aktif (Hasil Penelitian) langkah-langkah MP TPS adalah: 1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai 2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/ permasalahan yang disampaikan guru 3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan hasil pemikiran masing-masing 4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya. 5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa 6. Guru memberi kesimpulan 7. Penutup Beberapa pendapat yang telah disampaikan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah pelaksanaan MP TPS adalah: 1. Guru menyampaikan kompetensi dan inti materi yang akan dicapai 2. Siswa berfikir (Think) tentang permasalahan yang disampaikan guru 3. Siswa duduk berpasangan (Pairs) dengan mendiskusikan permasalahan 4. Setiap pasangan berbagi (Sharing) tentang permasalahan yang dirumuskan 5. Siswa menyimak penegasan permasalahan oleh guru 6. Menyimak kesimpulan 16 7. Penutup Pendekatan Problem Solving (PPS) Problem Solving disebut juga dengan pemecahan masalah. Pendekatan pemecahan masalah ini merupakan kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Menurut pendapat ahli oleh Hamdani (2010:84) menyatakan bahwa pendekatan pemecahan masalah atau PPS adalah suatu cara menyajikan pembelajaran dengan mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan suatu masalah atau persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Sejalan dengan Hamdani, Hamruni (2012:152) menyatakan bahwa PPS merupakan pendekatan dalam pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk di pecahkan sendiri atau bersama-sama. Hamruni menekankan pada kedudukan guru sebagai pengarah atau motivator, semua pendapat digali dari siswa. Semua pendapat ditampung kemudian diseleksi dengan mencari alasan-alasan yang rasional, logis dan tepat. Menurut Sukoriyanto (2010:103) PPS merupakan tindakan guru dalam mendorong siswa agar menerima suatu permasalahan dari sebuah pertanyaan yang bersifat menantang, dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan masalah atau pertanyaan tersebut. Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli tentang PPS dapat disimpulkan bahwa PPS merupakan pendekatan dalam pembelajaran dengan jalan melatih siswa untuk menghadapi berbagai masalah dari sebuah pertanyaan yang bersifat menantang baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun kelompok dan dipecahkan sendiri atau bersama-sama dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Adapun langkah-langkah dalam PPS menurut Ngalimun dkk, (2016:51 dalam buku strategi dan model pembelajaran) adalah 17 1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari siswa sesuai dengan taraf kemampuannya 2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti, bertanya dan lain-lain 3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua diatas 4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa jawaban tersebut itu betul-betul cocok 5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir tentang jawaban dari masalah. Adapun langkah penerapan PPS diantaranya John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika (dalam Wina Sanjaya:2006:217) yaitu: a. Merumuskan masalah yaitu mendefinisikan suatu permasalahan dari peristiwa, sehingga siswa dapat mengetahui betul permasalahan tersebut b. Menganalisa masalah, merupakan tindakan siswa dalam meninjau suatu permasalahan tersebut dari berbagai sudut pandang. c. Merumuskan alternatif, merupakan langkah-langkah siswa dalam merumuskan bagaimana memecahkan suatu permasalahannya. d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa dalam merumuskan kesimpulan dari hasil pengumpulan alternatif e. Pengujian alternatif yaitu mengujikan langkah yang diambil dalam merumuskan kesimpulan dari hasil pengumpulan alternatif f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah merupakan langkah siswa dapat dilakukan sesuai dengan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan. 18 PPS menurut David Johnson and Johnson (Hamruni, 2012:153) menyatakan langkah-langkah pembelajarannya adalah: 1. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan disajikan 2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang 3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya 4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalahnya 5. Menguji hipotesis, yaitu langkah siswa dalam mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan. 6. Merumuskan rekomendasi, yaitu langkah siswa dapat dilakukan sesuai dengan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan. Beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah dalam penyelesaian PPS adalah: 1. Merumuskan masalah 2. Menganalisis masalah (mencari info) 3. Merumuskan alternatif pemecahan masalah 4. Merumuskan hipotesis 5. Mengumpulkan data 6. Menguji hipotesis 7. Menarik kesimpulan 8. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah Adapun dalam PPS juga mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagai berikut: Kelebihan dari PPS adalah : 1. Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja. 19 2. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan peserta didik menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, apabila menghadapi permasalahan didalam kehidupan nyata. 3. Mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam rangka memahami bahan ajar. 4. Memberikan tantangan kepada peserta didik, dan mereka akan merasa puas dari hasil penemuan baru itu. 5. Dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam belajar. 6. Dapat membantu peserta didik mengembangkan ketrampilan berpikir kritis dan kemampuan mereka mengadaptasi situasi pembelajaran baru. 7. Pemecahan masalah membantu peserta didik mengevaluasi pemahamannya dan mengidentifiksikan alur berfikirnya. Kekurangan PPS adalah : 1. Memerlukan kemampuan khusus dan ketrampilan guru dalam menentukan suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berfikir peserta didik, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang telah dimiliki peserta didik. 2. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran lain. 3. Mengubah kebiasaan peserta didik belajar dengan mendengarkan dan menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang memerlukan sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi peserta didik. 4. Ketika peserta didik bekerja dalam kelompok, mudah kehilangan kemampuan dan kepercayaan, karena didominasi oleh yang mampu. 5. Beberapa peserta didik mungkin memiliki gaya belajar yang tidak familiar untuk digunakan dalam pemecahan masalah. 20 Berdasarkan penjelasan dari kelebihan maupun kelemahan PPS, dapat disimpulkan bahwa kelebihan PPS yaitu dapat melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna karena peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, selain itu metode ini juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, karena mereka akan terbiasa dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang menuntut untuk dipecahkan. Namun disisi lain metode ini juga memerlukan banyak waktu dalam pengaplikasiannya dan membutuhkan ketrampilan yang khusus. Dalam proses pembelajaran, hasil pembelajaran yang dicapai adalah pencerminan mutu pendidikan yang baik. Banyaknya metode pembelajaran yang digunakan belum tentu bisa membuat pembelajaran berhasil mencapai tujuan. Maka dari itu guru harus lebih kreatif, inovatif dan mampu memberikan hal yang berbeda dalam kegiatan pembelajaran dan siswa juga harus dapat menemukan setiap permasalahan yang ditemuinya dalam pembelajaran yang berlangsung. MP TPS model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan orang lain. Model ini memiliki langkah-langkah yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab dan saling membantu satu sama lain (Wardani Naniek Sulistya, 2010:35 dalam buku Pengembangan Model Pembelajaran Aktif). Untuk menyelesaikan suatu masalah pembelajaran yang kurang kreatif dan untuk mengajarkan siswa agar dapat menyelesaikan suatu permasalahannya secara mandiri dapat di lakukan dengan MP TPS - PPS. PPS merupakan suatu bentuk pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu masalah sebagai bahan kajian siswa untuk berlatih berfikir kritis dengan jalan melatih siswa menghadapi masalah untuk di pecahkan masalahnya sampai memperoleh solusi yang lebih tepat. Dengan adanya MP TPS - PPS di harapkan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran lebih kreatif, inovatif serta kemandirian siswa akan muncul saat menyelesaikan atau menemukan suatu masalah. Jadi dapat disimpulkan MP TPS - 21 PPS merupakan model belajar kelompok dalam memecahkan suatu masalah dengan cara menuntun siswa untuk dapat berfikir mandiri, berdiskusi dengan cara berpasangan yang bersifat menantang baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun kelompok yang dipecahkan bersama-sama untuk mendapatkan hasil konsensus atau jawaban yang telah mereka sepakati dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Adapun langkah-langkah dalam MP TPS - PPS adalah sebagai berikut: 1. Menyimak materi yang akan dicapai 2. Mengidentifikasi masalah 3. Berfikir (Think) untuk merumuskan masalah 4. Berpasangan menemukan alternatif pemecahan masalah 5. Merumuskan hipotesis pemecahan masalah 6. Mengumpulkan informasi pemecahan masalah 7. Menganalisis informasi pemecahan masalah 8. Berkelompok mempresentasikan hasil pemecahan masalah 9. Membuat kesimpulan 2.1.3 Model Pembelajaran Konvensional Model pembelajaran konvensional menurut Ujang Sukandhi (dalam Sunarto, 2009) mendiskripsikan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu, dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan. Sedangkan menurut I Wayan Sukra (2009) model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang berpusat pada guru dimana hampir seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru, jadi guru memegang peranan utama dalam menentukan isi dan proses belajar termasuk dalam menilai kemajuan siswa. Menurut Majid, Abdul dkk (2014:184) pembelajaran konvensional diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya 22 berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memerhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas). Dari beberapa pengertian oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan dengan ditandai guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi dan seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru. Model pembelajaran konvensional juga memiliki ciri- ciri yaitu sebagai berikut: Menurut Burrowers (Juliantara, 2009) pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Pembelajaran berpusat pada guru 2. Terjadi passive learning 3. Interaksi di antara siswa kurang 4. Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif. Kholik (2011) dalam artikelnya menjelaskan ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah: 1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar. 2. Belajar secara individual 3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis 4. Perilaku dibangun atas kebiasaan 5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final 6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran 7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik 8. Interaksi diantara siswa kurang 9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. 23 Menurut Taniredja (2011:45-46), keunggulan dari pembelajaran konvensional adalah 1) Cepat untuk menyampaikan informasi, 2) dapat menyampaikan informasi dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah besar pendengar. Disamping itu juga ada kelemahannya dari pembelajaran konvensional yaitu: a) Komunikasi yang terjadi hanya satu arah, b) Guru mengalami kesukaran untuk memenuhi kebutuhan individual pendengar yang heterogen dan c) Siswa tidak diberi kesempatan untuk berfikir dan berperilaku kreatif. Adapun langkah-langkah pembelajaran konvensional menurut Yaza (2011) adalah sebagai berikut: 1. Tahap pertama, menyampaikan tujuan. Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut. 2. Tahap dua, menyajikan informasi, guru menyajikan informasi kepada siswa secara tahap demi tahap dengan metode ceramah 3. Tahap ketiga, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Guru mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik. 4. Tahap keempat, memberikan kesempatan latihan lanjutan. Guru memberikan tugas tambahan untuk dikerjakan dirumah. Sedangkan menurut Djamarah (2010) langkah-langkah pembelajaran konvensional adalah: 1. Tahap persiapan Pada tahap ini guru menciptakan kondisi belajar siswa sebelum melakukan pembelajaran, seperti menyiapkan peralatan alat tulis, buku dan sikap siswa sebelum belajar dimulai 2. Tahap pelaksanaan Pada tahap ini guru menyajikan pelajaran dengan ceramah dalam menyampaikan materi pelajaran dan memberikan kesempatan siswa untuk bertanya 24 3. Evaluasi/tindak lanjut Pada tahap ini guru mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa melalui tes lisan dan tertulis Adapun langkah-langkah pembelajaran dari model pembelajaran konvensional menurut Sujarwo (2011) adalah sebagai berikut: Tahap 1: Guru memberikan informasi atau mendiskusikan bersama siswa dari materi pelajaran yang disampaikan Tahap 2 : Guru memberi latihan soal yang dikerjakan secara individu oleh siswa Tahap 3: Guru bersama siswa membahas latihan soal dengan cara beberapa siswa diminta mengerjakan dipapan tulis Tahap 4 : Guru memberi tugas kepada siswa sebagai pekerjaan rumah. Dari beberapa langkah-langkah pembelajaran konvensional yang telah disampaikan oleh para ahli dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 2. Guru menyajikan materi 3. Guru mengadakan tanya jawab 4. Guru memberi latihan soal yang dikerjakan secara individu oleh siswa 5. Guru bersama siswa membahas latihan soal dengan beberapa siswa diminta mengerjakan dipapan tulis 6. Guru memberi tugas pekerjaan rumah kepada siswa 7. Guru mengadakan penilaian melalui tes. 2.1.4 Hasil Belajar Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran penguasaan materi dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes. Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil belajar yang mendasarkan pada kompetensi dasar seperti yang dikehendaki dalam standar proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan 25 belajar. (Wardani Naniek Sulistya, dkk, 2012:54 dalam Evaluasi Proses dan Hasil Belajar). Klasifikasi hasil belajar menurut Blomm dalam Agus Suprijono (2009:6) secara garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. 1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual 2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap. 3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan bertindak. Menurut Naniek S. Wardani (2012) hasil belajar adalah hasil yang diperoleh dari proses belajar dan hasil belajar. Hasil belajar mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar diperoleh dari hasil tes dan non tes. Hasil belajar diperoleh dari pengukuran utuh yang mencakup semua aspek dalam pembelajaran. Sedangkan hasil belajar menurut Darmansyah (2006:13) menyatakan bahwa hasil belajar adalah hasil penelitian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan dalam bentuk angka. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa hasil belajar berupa skor dan angka yang pengukurannya dilakukan pada saat proses belajar berlangsung dengan mengukur aspek afektif dan psikomotorik menggunakan teknik non tes dan pengukuran proses hasil belajar dengan aspek kognitif menggunakan teknik tes. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil pengukuran yang diperoleh saat proses belajar berlangsung yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dengan menggunakan teknik tes dan non tes dalam bentuk angka dan skor. Dalam sebuah hasil belajar perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu pengukuran. Pengukuran menurut Allen dan Yen, 1997 (dalam Wardani Naniek Sulistya, dkk 2012:2) adalah penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu. Dalam kegiatan pengukuran dilakukan penetapan angka, sehingga perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia 26 pendidikan, instrumen yang sering digunakan adalah tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Istilah lain yang perlu dipahami dalam melakukan evaluasi adalah asesmen. Menurut TGAT yang dikutip dalam Mardapi, D (2008) asesmen mencakup semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok, seperti dengan menggunakan tes tertulis, tes lisan, kuis, ulangan harian, tugas kelompok, laporan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan sebagainya. Dalam PP. No.19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1 angka 17 dikatakan bahwa asesmen juga disebut dengan penilaian. Asesmen adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik (Wardani Naniek Sulistya, dkk, 2012:2). Istilah lain yang menyangkut kegiatan pengukuran dan asesmen yaitu evaluasi. Stufflebeam (Fernandes 1984) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif keputusan (judgement alternative). Sedangkan menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:3) evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok atau berbagai patokan yang lain. KKM merupakan kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung dan karakteristik siswa (Permendikbud No.66 tahun 2013). Kriteria ketuntasan menunjukkan presentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100. Angka maksimal 100 merupakan 27 kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari KKM dibawah target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap. KKM menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua. KKM harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik. Dalam penentuan KKM, guru seharusnya memperhatikan berikut ini: a. Tingkat kompleksitas, suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi apabila dalam pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah kondisi sebagai berikut: 1. Guru yang memahami kompetensi yang harus dibelajarkan pada peserta didik; 2. Guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang bervariasi; 3. Guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang diajarkan; 4. Peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi; 5. Peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep; 6. Peserta didik yang cermat, kreatif, dan inovatif dalam penyelesaian tugas/pekerjaan; 7. Waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan; 8. Tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta didik dapat mencapai ketuntasan belajar. b. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada masing-masing sekolah. 1. Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan, laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran; 2. Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders sekolah. 28 Kemampuan sumber daya pendukung jika melampaui standar minimal, termasuk tinggi, sekitar standar minimal, termasuk sedang, dan jika jauh dari standar, termasuk rendah. c. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata siswa disekolah yang bersangkutan. Pencapaian KKM perlu dianalisis untuk dapat ditindak lanjuti sesuai hasil yang diperoleh. Tindak lanjut tersebut perlu dilakukan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanakan pembelajaran maupun evaluasi. Hasil analisis juga dijadikan sebagai bahan mempertimbangkan penetapan KKM pada semester atau tahun pelajaran berikutnya. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut Penilaian Acuan Patokan atau Penialaian Acuan Kriteria (PAP/PAK). Keberhasilan dalam penilaian acuan patokan tergantung dalam penguasaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item pertanyaan untuk mendukung tujuan instruksional. Penilaian acuan patokan sangat cocok diterapkan pada tes-tes formatif, dimana guru ingin mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk pemahaman setelah mereka mengalami pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. Penggunaan PAP dapat membantu guru mengetahui kelompok siswa yang penguasaan tinggi, sedang maupun rendah. Guru akan melakukan upaya agar tujuan pengajaran dapat tercapai optimal. Kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/Penialian Acuan Relatif (PAN/PAR). PAN dilakukan dengan cara membandingkan nilai seorang siswa dengan nilai kelompoknya. Jadi prestasi seluruh siswa dalam kelas/kelompok sebagai dasar penilaian. Dasar penilaian acuan kelompok adalah dari asumsi sebagai berikut: a. Bahwa setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen akan selalu didapati kelompok yang baik, sedang, dan kelompok yang kurang yang distribusinya membentuk kurva normal atau kurva simetrik. 29 b. Bahwa tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk menentukan posisi relatif dari peserta tes dalam hal yang sedang dievaluasi itu, yaitu apakah seorang peserta tes posisi relatifnya berada di atas, di tengah, atau di bawah. Tes, pengukuran, asesmen dan evaluasi bersifat hierarkis, maksudnya kegiatan tersebut dilakukan secara berurutan, yaitu dimulai dari melaksanakan instrumen pengukuran (yang sering digunakan adalah tes), mengadakan pengukuran, kemudian melakukan asesmen (penilaian), dan terakhir evaluasi. Tujuan utama penggunaan evaluasi dalam pembelajaran (classroom evaluation) disekolah adalah membantu guru dan peserta didik untuk mengambil keputusan professional dalam memperbaiki pembelajaran. Sedangkan dalam buku Panduan Penilaian Berbasis Kelas (Depdiknas, 2006) fungsi evaluasi pembelajaran adalah untuk: a. menggambarkan tingkat penguasaan kompetensi peserta didik, b. membantu peserta didik memilih program atau jurusan, atau untuk mengembangkan kepribadian, c. menemukan kesulitan belajar dan mengembangkan prestasi peserta didik serta sebagai alat diagnosis bagi guru, d. sebagai upaya guru untuk menemukan kelemahan proses pembelajaran yang dilakukan ataupun yang sedang berlangsung, e. sebagai kontrol bagi guru dan semua stake holder pendidikan tentang gambaran kemajuan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik. Adapun jenis-jenis evaluasi pembelajaran menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:6) dibedakan menjadi 5 jenis yaitu: a. Evaluasi formatif, yakni penilaian yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok bahasan, tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang telah dicapai peserta didik. b. Evaluasi Sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada akhir satuan program tertentu (catur wulan, semester atau tahun ajaran), seperti ulangan umum bersama, ujian nasional. 30 c. Evaluasi diagnostik, yaitu penialain yang dilakukan untuk melihat kelemahan peserta didik dan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya. d. Evaluasi penempatan (placement), yaitu penilaian yang ditujukan untuk menempatkan peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya. e. Evaluasi seleksi, yakni penilaian yang ditujukan untuk memilih orang yang paling tepat pada kedudukan atau posisi tertentu. Prinsip Evaluasi Pembelajaran Prinsip evaluasi pembelajaran adalah patokan yang harus dipedomani ketika anda sebagai guru melakukan evaluasi proses dan hasil pembelajaran. Ada beberapa prinsip dasar asesmen pembelajaran yang harus dipedomani menurut Wardani Naniek Sulistya, dkk (2012: 7-8) adalah sebagai berikut: 1. Komprehensif (menyeluruh) Asesmen terhadap hasil belajar peserta didik harus dilaksanakan secara menyeluruh, utuh, dan tuntas yang mencakup seluruh domain aspek kognitif, afektif atau nilai dan keterampilan, psikomotorik. 2. Berorientasi pada kompetensi Dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian harus terfokus pada pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan pada penguasaan materi (pengetahuan). Sehingga penilaian harus dilakukan secara berkesinambungan, terencana, bertahap, dan terus menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun waktu tertentu. 3. Terbuka, adil dan objektif Penilaian hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan (stakeholders) baik langsung maupun tidak langsung, sehingga keputusan tentang keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa yang dapat merugikan semua pihak. 31 4. Berkesinambungan Penilaian harus dilakukan secara terus-menerus atau berkesinambungan dari waktu ke waktu, untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan siswa, sehingga kegiatan dan unjuk kerja siswa dapat dipantau melalui penilaian. 5. Bermakna Hasil penilaian hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang prestasi siswa yang mengandung informasi keunggulan dan kelemahan, minat dan tingkat penguasaan siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan. 6. Terpadu, sistematis dan menggunakan acuan kriteria Komponen yang tidak dipisahkan dari kegiatan pembelajaran dan dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku serta mendasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan. 7. Mendidik dan akuntabel Asessmen mendidik artinya proses hasil belajar harus mampu memberikan sumbangan positif pada peningkatan pencapaian hasil belajar peserta didik sehingga memberikan umpan balik dan motivasi untuk lebih giat belajar. Pelaksanaan asesmen dapat dipertanggung jawabkan baik dari segi teknik, prosedur maupun hasilnya. Prinsip penilaian dalam peraturan baru (Permendiknas No 66 tahun 2013) sebagai berikut: 1. Obyektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor subyektivitas penilaian 2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu dengan kegiatan pembelajaran dan berkesinambungan 3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporannya. 4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak. 32 5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur dan hasilnya. 6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru. Kemajuan belajar peserta didik didukung dengan kumpulan informasi yang dapat diperoleh melalui beragam teknik, baik berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif dan psikomotor (Balitbang Depdiknas, 2006). Untuk mengukur hasil belajar dapat dilakukan dengan teknik tes maupun non tes. 1. Teknik Tes Teknik tes menurut Suryanto Adi, dkk (dalam Wardani Naniek Sulistya, dkk 2012:10) tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar. Trait pendidikan meliputi ketrampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan atau bakat seseorang atau kelompok. Tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu untuk: a. mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu. b. menentukan kedudukan atau seperangkat peserta didik dalam kelompok tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu. 2. Teknik Non Tes Selain menggunakan teknik tes, hasil belajar dapat diukur melalui teknik non tes. Teknik non tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban benar atau salah. Instrumen non tes dapat berbentuk kuesioner atau inventori. Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan atau penyataan, peserta didik diminta menjawab atau memberikan pendapat terhadap pernyataan. Inventori merupakan instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, misalnya potensi peserta didik. Hasil pengukuran melalui instrumen non tes berupa angka 33 disebut dengan kuantitatif dan bukan angka seperti pernyataan sangat baik, baik, cukup, kurang, sangat kurang dan sebagainya disebut kualitatif. Teknik non tes sangat penting dalam mengakses peserta didik pada ranah afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes di antaranya: Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:12-13) mengemukakan beberapa macam teknik non tes yaitu sebagai berikut: 1. Unjuk kerja Suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti berbicara, berpidato, membaca puisi dan berdiskusi 2. Penugasan Penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan (investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu. Penyelidikan ini dilakukan secara bertahap yakni perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data dan penyajian data. 3. Tugas individu Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu pembuatan kliping, makalah dan lain sejenisnya. 4. Tugas kelompok Tugas ini dikerjakan secara berkelompok. Bentuk instrumen yang digunakan salah satunya adalah tertulis dengan menjawab uraian secara bebas dengan tingkat berfikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi. 5. Laporan Penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum dan laporan Pemantapan Praktik Lapangan (PPL). 34 6. Response atau ujian praktik Suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya seperti mata kuliah PPL. 7. Portofolio Penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjuk perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu. 2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu penelitian yang telah dilakukan oleh Dhimas Luthfi Herjunanto (2012) dengan jenis penelitian eksperimen yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share) Terhadap Hasil Belajar IPS siswa kelas V SD Negeri Genuksuran Purwodadi Groboogan semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012”. Dari analisi uji t mendapat hasil nilai signifikan kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05) dan nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel (8,670 > 1,669) maka Ho ditolak maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara penggunaan model pembelajaran tipe TPS dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Data yang diperoleh membuktikan bahwa hasil pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi dibandingkan dengan konvensional, nilai hasil belajar kelompok eksperimen kelas V SD Negeri Genuksuran mencapai hasil 90,44 sedangkan rata-rata hasil belajar kelompok kontrol kelas V SD Negeri Genuksuran mencapai hasil 83,49. Kelebihan dalam penelitian ini adalah siswa yang lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran karena siswa dituntut keaktifan dan tanggung jawab penuh agar siswa dapat bekerja sama dengan temannya sebagai pasangan. Kekurangan perlu adanya pengawasan dari guru agar motivasi siswa tumbuh berkembang saat mereka berdiskusi kelompok. Solusi, guru perlu memantau saat proses pembelajaran sehingga siswa yang mengalami kesulitan belajar akan mudah memecahkan masalahnya. 35 Penelitian yang lain dilakukan oleh Kristina Monika (2011) dengan jenis penelitian eksperimen yang berjudul “Efektivitas Model Kooperatif Tipe TPS (Think Pairs Share) dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas V SDN 01 Nampu Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan Semester II tahun Pelajaran 2011/2012”. Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran TPS lebih efektif daripada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari t hitung > t tabel (8,027 > 2,009) dan signifikansi (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak, artinya bahwa ada perbedaan antara rata-rata nilai kelas eksperimen dengan rata-rata nilai kelas kontrol. Pada tabel group statistics terlihat rata-rata nilai (mean) untuk kelas eksperimen adalah 78,88 dan untuk kelas kontrol 56,79, artinya bahwa rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Kelebihan dalam penelitian ini adalah interaksi siswa yang muncul dan memberikan rangsangan untuk berfikir sehingga bermanfaat dalam proses pembelajaran. Kekurangan dalam penelitian ini adalah waktu pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan manajemen waktu yang baik oleh guru. Solusinya adalah perlu adanya manajemen waktu yang baik oleh guru. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Danang Oktarizal (2010) dengan jenis penelitian eksperimen yang berjudul “Efektifitas Penggunaan Metode Kooperatif Learning Tipe TPS (Think Pairs Share) terhadap Hasil Belajar Siswa pada pelajaran IPA kelas V SD Negeri 3 Bangsari Kecamatan Geyer Kabupaten Grobogan”. Hasil uji independent sample t-test menunjukkan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 dan diperoleh t hitung lebih besar dari t tabel (5,330 > 2,021) maka Ho ditolak, artinya bahwa ada perbedaan antara rata-rata nilai kelompok eksperimen dengan ratarata nilai kelompok kontrol. Hal ini diperkuat oleh skor rata-rata hasil belajar pada kelompok eksperimen sebesar 89,88 sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh rata-rata hasil belajar sebesar 75,22. Kelebihan dalam penelitian ini adalah keberhasilan prestasi siswa dan semakin percaya diri tampil presentasi, kekurangan dalam penelitian ini adalah perlunya variasi kegiatan pembelajaran yang diberikan 36 kepada siswa. Solusinya perlu adanya kesesuaian tentang materi ajar dengan metode yang dilakukan. Penelitian yang lain dilakukan oleh Andry Fernando (2012) jenis penelitian eksperimen yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pairs Share (TPS) dengan Pemberian Reward terhadap Motivasi Belajar IPA Siswa Kelas V SD Negeri Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga”. Dapat dilihat dari hasil rata-rata (mean) menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa sesudah perlakuan sebesar 1,07852, sedangkan nilai rata-rata siswa sebelum perlakuan sebesar 98,692, serta nilai t hitung > t tabel (4,238 > 2,179) dan signifikansi (0,000 < 0,05) maka Ho ditolak, artinya bahwa ada perbedaan antara hasil dari pengukuran awal dan pengukuran akhir. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pairs Share (TPS) dengan pemberian reward dalam penelitian ini dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Kelebihan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pairs Share (TPS) terjadi peningkatan dalam motivasi belajarnya, kekurangan dalam penelitian ini adalah sulitnya guru dalam memantau siswa dalam melakukan pembelajaran. Solusi perlunya guru menyiapkan strategi yang baik agar dalam pembelajaran siswa dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian hasil penelitian yang relevan, secara rinci disajikan melalui tabel 2.4 dihalaman berikut. 37 Tabel 2.4 Hasil Penelitian yang Relevan Nama Peneliti Jenis Penelit ian Variabel1 Variabel 2 1 Dhimas Luthfi Herjunant o (2012) Eksperi men Model Pembelajar an Kooperatif Tipe TPS (Think Pairs Share) Hasil Belajar IPS Siswa yang lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran karena siswa dituntut keaktifan dan tanggung jawab penuh agar siswa dapat bekerja sama dengan temannya sebagai pasangan. Perlu adanya pengawasan dari guru agar motivasi siswa tumbuh berkembang saat mereka berdiskusi kelompok. 2 Kristina Monika (2011) Eksperi men Model Kooperatif Tipe TPS (Think Pairs Share) Hasil Belajar IPS Interaksi siswa yang muncul dan memberikan rangsangan untuk berfikir sehingga bermanfaat dalam proses pembelajaran. Waktu pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama sehingga diperlukan manajemen waktu yang baik oleh guru 3 Danang Oktarizal (2010) Eksperi men Metode Kooperatif Learning Tipe TPS (Think Pairs Share) Hasil Belajar IPA Keberhasilan prestasi siswa dan semakin percaya diri tampil presentasi Perlunya variasi kegiatan pembelajaran yang diberikan kepada siswa. 4 Andry Fernando (2012) Eksperi men Model Pembelajar an Kooperatif Tipe Think Pairs Share (TPS) dengan Pemberian Reward Motivasi Belajar IPA Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think Pairs Share (TPS) terjadi peningkatan dalam motivasi belajar Sulitnya guru dalam memantau siswa dalam melakukan pembelajaran. No Kelebihan Kekurangan 38 2.3 Kerangka Berpikir Kegiatan pembelajaran dapat berhasil jika proses pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah karena faktor penggunaan model pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar masih banyak guru yang menggunakan model konvensional dan sumber ajar hanya berupa buku ajar. Ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru, kurangnya interaksi antara siswa yang menyebabkan keaktifan siswa yang berkurang dan pembelajaran yang abstrak sehingga yang terjadi adalah penyampaian hanya dengan teori-teori saja serta guru dalam menyampaikan materi hanya melalui metode ceramah. Dalam proses pembelajaran guru tidak peduli terhadap siswa yang jenuh saat mengikuti pembelajaran dan guru tidak memberi kesempatan terhadap siswa untuk menunjukkan kemampuan siswa. Keadaan ini perlu diperbaiki dengan melibatkan siswa dalam pembelajaran yaitu dengan menggunakan MP TPS-PPS agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara optimal. Pencapaian proses belajar yang lebih ideal dan keberhasilan siswa mencapai ketuntasan hendaknya dapat digunakan MP TPS-PPS. TPS merupakan model belajar kelompok dalam memecahkan suatu masalah dengan cara menuntun siswa untuk dapat berfikir mandiri, berdiskusi dengan cara berpasangan untuk mendapatkan hasil konsensus atau jawaban yang telah mereka sepakati dan akhir pembelajaran mereka saling berbagi pendapat antar siswa. Sedangkan PPS merupakan suatu bentuk pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu masalah sebagai bahan kajian siswa untuk berlatih berfikir kritis dengan jalan melatih siswa menghadapi masalah untuk di pecahkan masalahnya sampai memperoleh solusi yang lebih tepat. Proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan MP TPS-PPS, secara individu dapat melatih siswa untuk membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah didalam pembelajaran, sehingga akan mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan rasa cemas yang dialami siswa. Melalui MP TPS-PPS diharapkan dapat memberikan cara dan suasana baru dalam pembelajaran tematik dan siswa dapat berfikir kritis dalam menyelesaikan persoalan 39 atau masalah. MP TPS-PPS dilaksanakan dengan langkah-langkah siswa menyimak materi keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, mengidentifikasi masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, kemudian siswa berfikir (Think) untuk merumuskan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, secara berpasangan (Pairs) siswa dapat menemukan alternatif pemecahan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, merumuskan hipotesis pemecahan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, mengumpulkan informasi pemecahan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku dan kemudian menganalisis informasi pemecahan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, kemudian secara berkelompok mempresentasikan (Share) hasil pemecahan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, membuat kesimpulan hasil pemecahan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku dan mengerjakan tes materi keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dominan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran dan guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing proses pembelajaran. Pengukuran hasil belajar menggunakan MP TPS-PPS meliputi penilaian skor proses dan skor hasil belajar. Penilaian proses menggunakan teknik non tes, sedangkan untuk mengetahui hasil belajar dapat dilihat melalui aspek kognitif menggunakan teknik tes Pembelajaran konvensional tidak dapat mendorong siswa untuk aktif belajar, pembelajaran yang berlangsung hanya berpusat kepada guru karena saat mengikuti pembelajaran siswa hanya mendengarkan informasi dari guru sehingga dalam proses pembelajaran siswa terlihat pasif. Langkah-langkah dalam pembelajaran konvensional antara lain guru menyampaikan tujuan pembelajaran, siswa menyimak penjelasan materi keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, tanya jawab materi keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, mengerjakan latihan soal keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku kemudian membahas latihan soal keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, memberi tugas PR dan mengerjakan tes. Dalam kegiatan pembelajaran ini guru lebih berperan aktif disetiap 40 kegiatan pembelajaran. Pengukuran hasil belajar dari model konvensional hanya menggunakan hasil tes tanpa ada penilaian proses belajar siswa. Secara lebih rinci penjelasan kerangka berpikir disajikan pada gambar 2.2 dihalaman berikut. 41 Pembelajaran Tematik Tema 8 Subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku Pembelajaran Konvensional Model Pembelajaran TPS dan pendekatan problem solving Menyampaikan tujuan pembelajaran Menyimak materi Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku Mengidentifikasi masalah Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku Menyimak penjelasan materi Keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku Tanya jawab materi Keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku Skor Non Tes Mengerjakan latihan soal Keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku Berfikir (Think) untuk merumuskan masalah Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku Berpasangan menemukan alternatif pemecahan masalah Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku Membahas latihan soal Keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku Merumuskan hipotesis pemecahan masalah Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku Memberi tugas PR Mengumpulkan informasi pemecahan masalah Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku Menganalisis informasi pemecahan masalah Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku Berkelompok mempresentasikan hasil pemecahan masalah Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku Membuat kesimpulan hasil pemecahan masalah Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku Tes Formatif Tes Skor Tes Skor proses belajar Skor Tes Hasil Belajar Hasil belajar Skor hasil belajar Gambar 2.2 Skema Efektivitas MP TPS - PPS Terhadap Hasil Belajar Tematik Subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku 42 2.4 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat efektivitas MP TPS-PPS terhadap hasil belajar tematik siswa kelas 4 SD Negeri Cebongan 02 Salatiga semester II tahun pelajaran 2015/ 2016.