BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Tematik
Berdasarkan Permendikbud nomor 65 tahun 2013 tentang standar proses, dapat
diketahui bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara
interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
dapat berpartisipasi aktif, dan kemandirian siswa sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dalam pembelajaran tematik
terutama berkaitan dengan perkembangan psikologi peserta didik diperlukan terutama
dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar
tingkat keluasan sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik dan memberikan
kontribusi bagaimana isi materi tersebut disampaikan kepada siswa serta bagaimana
pula siswa harus mempelajarinya (Majid, Abdul dkk, 2014:108). Maka dari itu dalam
setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran serta penilaian pembelajaran untuk dapat mencapai suatu tujuan
pendidikan dan meningkatkan kefektifan pembelajaran.
Menurut Majid, Abdul dkk (2014:106) pembelajaran tematik merupakan
suatu pendekatan dalam pembelajaran yang secara sengaja mengaitkan beberapa
aspek baik dalam intramata pelajaran maupun antar mata pelajaran. Sedangkan
Mulyasa (2015: 170) pembelajaran tematik terpadu adalah pembelajaran yang
diterapkan pada tingkatan pendidikan dasar yang menyuguhkan proses belajar
berdasarkan tema untuk kemudian dikombinasikan dengan mata pelajaran lainnya.
Dari beberapa pengertian oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
tematik merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran yang diterapkan pada
tingkatan pendidikan dasar untuk menyuguhkan proses pembelajaran yang secara
sengaja mengaitkan beberapa aspek baik dalam intramata pelajaran yang kemudian
dikombinasi dengan mata pelajaran lainnya berdasarkan tema.
4
5
Menurut
peraturan
Kemendikbud
(2013:193),
dalam
penerapannya
pembelajaran tematik memiliki tujuan pembelajaran sebagai berikut:
a. Mudah memusatkan perhatian pada satu tema atau topik tertentu.
b. Mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi mata
pelajaran dalam tema yang sama.
c. Memiliki pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan.
d. Mengembangkan kompetensi berbahasa lebih baik dengan mengkaitkan
berbagai mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi peserta didik.
e. Lebih bergairah belajar karena mereka dapat berkomunikasi dalam situasi
nyata, seperti: bercerita, bertanya, menulis sekaligus mempelajari pelajaran
yang lain.
f. Lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi yang disajikan
dalam konteks tema yang jelas.
g. Guru dapat menghemat waktu, karena mata pelajaran yang disajikan secara
terpadu dapat dipersiapkan sekaligus dan diberikan dalam 2 atau 3 pertemuan
bahkan lebih.
h. Budi pekerti dan moral peserta didik dapat ditumbuh kembangkan dengan
mengangkat sejumlah nilai budi pekerti sesuai dengan situasi dan kondisi.
Menurut Jihad, Asep dkk (2013:44) pembelajaran tematik memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai
dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa
sebagai subyek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator
yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan
aktivitas belajar.
b. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa
(direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada
6
sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih
abstrak.
c. Pemisahan mata pelajaran
Pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu
jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang
paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
d. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran/aspek
Pembelajaran
tematik
menyajikan
konsep-konsep
dari
berbagai
mata
pelajaran/aspek dalam suatu proses pembelajaran. Hal ini diperlukan untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
e. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan
bahan ajar dari satu mata pelajaran/aspek dengan mata pelajaran/aspek yang
lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
f. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
g. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Proses pembelajaran didasarkan pada konsep pembelajaran aktif, inovatif,
kreatif, efektif dan menyenangkan (PAIKEM).
Dalam pembelajaran tematik terintegrasi memiliki acuan utama di dalamnya
yaitu Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Menurut PP No.32 Tahun 2013 bahwa
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencangkup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Menurut M Fadillah
(2014:36) kegunaan SKL adalah sebagai acuan utama dalam pengembangan Standar
Isi, Standar Proses, Standar Penilaian Pendidikan, Standar Pendidik, dan Tenaga
Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, dan Standar
7
Pembiayaan. Standar Kompetensi Lulusan merupakan hal yang penting dalam
pembelajaran tematik terintegratif, karena SKL merupakan pedoman dalam penilaian
penentuan kelulusan peserta didik. Pada kurikulum 2013 untuk mencapai SKL
peserta didik haruslah memiliki tingkat kemampuan yang dinamakan dengan
Kompetensi Inti (KI) yang merupakan perubahan dari standar kompetensi pada
kurikulum sebelumnya (KTSP). Mulyasa (2013:174) kompetensi inti merupakan
operasionalisasi Standar Kompetensi Lulusan dalam bentuk kualitas yang harus
dimiliki peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan
tertentu, yang menggambarkan kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam
aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik untuk
suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi inti Kurikulum 2013
kelas 4 (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013) disajikan melalui tabel 2.1
berikut ini.
Tabel 2.1
Kompetensi Inti Kurikulum 2013 Kelas 4 Semester II
KOMPETENSI INTI
1. Menerima, menghargai, dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, tetangga, dan guru
3 Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati (mendengar, melihat,
membaca) dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu secara kritis tentang dirinya,
makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatanya, dan benda-benda yang dijumpainya dirumah,
sekolah, dan tempat bermain.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, logis, dan sistematis, dalam
karya yang estetis yang mencerminkan perilaku anak bermain dan berakhlak mulia.
Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2013.
Dalam pembelajaran tematik terintegratif, pembelajaran berfokus pada tema
tertentu. Tema pembelajaran di desain dengan mengintegrasikan beberapa mata
8
pelajaran. Hal ini menjadikan pembelajaran lebih bermakna khususnya bagi siswa.
Tema yang dimaksudkan dalam pembelajaran tematik adalah pokok pikiran yang
menjadi pokok pembicaraan (Depdiknas: 2008), yang ruang lingkupnya meliputi
seluruh mata pelajaran. Meskipun dalam pembelajaran tematik terintegratif tidak
mewajibkan untuk memasukan semua mata pelajaran di dalamnya minimal dalam
satu tema terdiri dari tiga mata pelajaran. Pencapaian tujuan pembelajaran tematik
ditentukan oleh standar kompetensi (SK) yang pelaksanan operasionalnya dirinci
dalam kompetensi dasar (KD) .
Pembelajaran tematik untuk kelas 4 semester II terdiri dari 5 tema dan terdapat
15 subtema. Tema dan Subtema secara rinci disajikan melalui tabel 2.2 berikut ini.
Tabel 2.2
Tema dan Subtema Kelas 4 Semester II
TEMA
SUBTEMA
5 Pahlawanku
1 Perjuangan Para Pahlawan
2 Pahlawanku Kebanggaanku
3 Sikap Kepahlawanan
6 Indahnya Negeriku
1 Keanekaragaman Hewan dan Tumbuhan
2 Keindahan Alam Negeriku
3 Indahnya Peninggalan Sejarah
7 Cita-citaku
1 Aku dan Cita-citaku
2 Hebatnya Cita-citaku
3 Giat Berusaha Meraih Cita-cita
8 Tempat Tinggalku
1 Lingkungan Tempat Tinggalku
2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku
3 Aku Bangga dengan Daerah Tempat
Tinggalku
9 Makananku Sehat dan 1 Makananku Sehat dan Bergizi
Bergizi
2 Manfaat Makanan Sehat dan Bergizi
3 Kebiasaan Makanku
Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas 4 Tema 8 Tempat
Tinggalku
9
Berdasarkan tabel 2.2 dalam pembelajaran tematik kelas 4 semester II terdiri
dari 5 tema dan dibagi menjadi beberapa subtema. Dari 5 tema akan dipelajari salah
satu tema yaitu tema 8 Tempat Tinggalku dan subtema 2 Keunikan Daerah Tempat
Tinggalku.
KI dan KD dari tema 8 Tempat Tinggalku dan subtema 2 Keunikan Daerah
Tempat Tinggalku kelas 4 Semester II disajikan melalui tabel 2.3 dihalaman berikut.
10
Tabel 2.3
Kompetensi Inti Dan Kompetensi Dasar Tema 8 Tempat Tinggalku
Subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku Kelas 4 Semester II
Kompetensi Dasar
Kompetensi Inti
PPKn
1.
Menunjukkan
perilaku jujur,
disiplin, tanggung
jawab, santun,
peduli, dan percaya
diri dalam
berinteraksi dengan
keluarga, teman,
guru, dan
tetangganya.
3. Memahami
pengetahuan faktual
dengan cara
mengamati dan
menanya berdasarkan
rasa ingin tahu
tentang dirinya,
makhluk ciptaan
Tuhan dan
kegiatannya, dan
bendabenda yang
dijumpainya di
rumah, di sekolah dan
tempat bermain.
Bahasa Indonesia
2.3 Menunjukkan
perilaku sesuai
dengan hak dan
kewajiban
sebagai warga
dalam
kehidupan
sehari-hari di
rumah, sekolah
dan masyarakat
sekitar
3.3 Memahami
manfaat
keberagaman
karakteristik
individu di
rumah, sekolah
dan masyarakat.
IPS
2.3 Menunjukkan
perilaku santun,
toleran dan peduli
dalam melakukan
interaksi sosial
dengan
lingkungan dan
teman sebaya.
3.1 Menggali informasi
dari teks laporan
hasil pengamatan
tentang gaya, gerak,
energi panas, bunyi,
dan cahaya dengan
bantuan guru dan
teman dalam bahasa
Indonesia lisan dan
tulis dengan
memilih dan
memilah kosakata
baku.
3.4 Menggali informasi
dari teks cerita
petualangan tentang
lingkungan dan
sumber daya alam
dengan bantuan
guru dan teman
dalam bahasa
Indonesia lisan dan
tulis dengan
memilih dan
memilah kosakata
baku.
3.5 Memahami
manusia dalam
dinamika interaksi
dengan lingkungan
alam, sosial,
budaya, dan
ekonomi.
Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas IV Tema 8 Tempat Tinggalku
Pemetaan Kompetensi Dasar disajikan melalui gambar 2.1 dihalaman berikut.
11
PPKn
IPS
2.3 Menunjukkan perilaku sesuai
dengan hak dan kewajiban
sebagai
warga
dalam
kehidupan sehari-hari di
rumah
sekolah
dan
masyarakat sekitar.
2.3 Menunjukkan
perilaku
santun, toleran dan peduli
dalam melakukan interaksi
sosial dengan lingkungan
dan teman sebaya.
3.3 Memahami
manfaat
keberagaman karakteristik
individu di rumah, sekolah
dan masyarakat.
3.5 Memahami manusia dalam
dinamika interaksi dengan
lingkungan alam, sosial,
budaya, dan ekonomi.
Bahasa Indonesia
3.1 Menggali informasi dari teks
laporan hasil pengamatan
tentang gaya, gerak, energi
panas, bunyi, dan cahaya
dengan bantuan guru dan
teman dalam bahasa Indonesia
lisan dan tulis dengan memilih
dan memilah kosakata baku.
3.4 Menggali informasi dari teks
cerita petualangan tentang
lingkungan dan sumber daya
alam dengan bantuan guru dan
teman dalam bahasa Indonesia
lisan dan tulis dengan memilih
dan memilah kosakata baku.
Subtema 2
Keunikan Daerah
Tempat Tinggalku
Sumber: Buku Guru SD/MI Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Kelas 4 Tema 8 Tempat Tinggalku.
Gambar 2.1
Pemetaan Kompetensi Dasar Tema 8 Tempat Tinggalku Subtema 2
Keunikan Daerah Tempat Tinggalku
12
2.1.2 Model Pembelajaran Think Pairs Share Dan Pendekatan Problem Solving
(MP TPS-PPS)
Model Pembelajaran Think Pairs Share (TPS)
MP TPS merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana
pola diskusi kelas. Diskusi kelas ini membutuhkan prosedur yang digunakan dalam
MP TPS yaitu dengan berfikir, berpasangan dan berbagi sehingga siswa dapat
merespon dan saling bekerja sama.
Menurut Frank dalam Huda (2013: 113) model pembelajaran kooperatif tipe
TPS merupakan model belajar kelompok, yang menuntun siswa untuk dapat
berfikir mandiri, berdiskusi dengan cara berpasangan untuk mendapatkan hasil
konsensus atau jawaban yang telah mereka sepakati dan pada akhir pembelajaran
mereka saling berbagi hasil dari jawaban mereka. Selanjutnya menurut Trianto
(2013:81) MP TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif dalam memecahkan
suatu masalah dengan cara berfikir, berpasangan, dan berbagi kepada kelompok lain.
Pengertian MP TPS juga dikemukakan oleh Mulyatiningsih (2011:233) yang
menyatakan bahwa MP TPS merupakan model pembelajaran yang dilakukan dengan
cara berfikir dalam memecahkan masalah, berdiskusi dengan berpasangan untuk
mendapatkan hasil jawaban dan berbagi pendapat antar siswa. Model ini dapat
digunakan sebagai umpan balik materi yang diajarkan guru. Pada awal pembelajaran,
guru menyampaikan materi pelajaran seperti biasa. Guru kemudian menyuruh dua
orang peserta didik untuk duduk berpasangan dan saling berdiskusi membahas materi
yang disampaikan oleh guru. Pasangan peserta didik saling mengoreksi kesalahan
masing-masing dan menjelaskan hasil diskusinya dikelas.
Beberapa penjelasan yang telah dikemukakan oleh para ahli maka dapat
disimpulkan MP TPS adalah model belajar kelompok dalam memecahkan suatu
masalah dengan cara menuntun siswa untuk dapat berfikir mandiri, berdiskusi dengan
cara berpasangan untuk mendapatkan hasil konsensus atau jawaban yang telah
mereka sepakati dan akhir pembelajaran mereka saling berbagi pendapat antar siswa.
13
MP TPS juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Menurut Huda (2013:206)
menyatakan kelebihan/manfaat tipe TPS antara lain:
1. Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang
lain
2. Mengoptimalkan partisipasi siswa
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka
kepada orang lain.
Kelemahan dari MP TPS adalah sangat sulit diterapkan disekolah yang rata-rata
kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok
yang terbentuk banyak.
Menurut Shoimin, Aris (2014:21 dalam buku 68 model pembelajaran inovatif
dalam kurikulum 2013) kelebihan dari MP TPS adalah:
1. TPS mudah diterapkan diberbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap
kesempatan
2. Menyediakan waktu berfikir untuk meningkatkan kualitas respons siswa
3. Siswa menjadi lebih aktif dalam berfikir mengenai konsep dalam mata
pelajaran
4. Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi
5. Siswa dapat belajar dari siswa lain
6. Setiap siswa dalam kelompoknya mempunyai kesempatan untuk berbagi atau
menyampaikan idenya.
Kekurangan dari MP TPS adalah:
1. Banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
2. Lebih sedikit ide yang muncul
3. Jika ada perselisihan, tidak ada penengah.
Dari beberapa kelebihan maupun kelemahan yang telah disampaikan oleh para
ahli dapat disimpulkan bahwa kelebihan dari MP TPS adalah:
1. Memungkinkan siswa untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang
lain
14
2. Mengoptimalkan partisipasi siswa
3. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan partisipasi mereka
kepada orang lain
4. TPS mudah diterapkan diberbagai jenjang pendidikan dan dalam setiap
kesempatan
5. Menyediakan waktu berfikir untuk meningkatkan kualitas respon siswa
6. Siswa menjadi lebih aktif dalam berfikir mengenai konsep dalam mata
pelajaran
7. Siswa lebih memahami tentang konsep topik pelajaran selama diskusi
8. Siswa dapat belajar dari siswa lain.
Kelemahan dari MP TPS adalah sangat sulit diterapkan disekolah yang ratarata kemampuan siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah
kelompok yang terbentuk banyak, banyak kelompok yang melapor dan perlu
dimonitor, jika ada perselisihan tidak ada penengahnya.
MP TPS juga memiliki langkah-langkah untuk berfikir, menjawab dan saling
berbagi satu sama lain. Menurut Mulyatiningsih (2011:234) mengemukakan langkahlangkah pelaksanaan TPS adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan materi yang akan dicapai
2. Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi yang disampaikan guru
3. Peserta diidk diminta berpasangan dan mengutarakan persepsinya
4. Guru memimpin diskusi, setiap kelompok mengutarakan hasil diskusinya
5. Guru melengkapi materi yang belum dipahami oleh siswa.
Menurut Tjokrodihardjo dalam Trianto (2013: 82) langkah-langkah dalam
MP TPS adalah :
a. Berfikir (thinking)
Guru mengajukan pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran,
dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berfikir
sendiri jawaban dari masalah yang diberikan.
15
b. Berpasangan (pairing)
Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan jawaban
yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat
menyatukan jawaban mereka. Secara normal guru memberikan waktu tidak
lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan.
c. Berbagi (sharing)
Pada langkah akhir, guru meminta pasangan untuk berbagi dengan temannya
yang ada di kelas.
Menurut Wardani Naniek Sulistya (2010: 46 dalam buku Pengembangan Model
Pembelajaran Aktif (Hasil Penelitian) langkah-langkah MP TPS adalah:
1. Guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2. Siswa diminta untuk berfikir tentang materi/ permasalahan yang disampaikan
guru
3. Siswa diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan
mengutarakan hasil pemikiran masing-masing
4. Guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil
diskusinya.
5. Berawal dari kegiatan tersebut mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menambah materi yang belum diungkapkan para siswa
6. Guru memberi kesimpulan
7. Penutup
Beberapa pendapat yang telah disampaikan oleh para ahli dapat disimpulkan
bahwa langkah-langkah pelaksanaan MP TPS adalah:
1. Guru menyampaikan kompetensi dan inti materi yang akan dicapai
2. Siswa berfikir (Think) tentang permasalahan yang disampaikan guru
3. Siswa duduk berpasangan (Pairs) dengan mendiskusikan permasalahan
4. Setiap pasangan berbagi (Sharing) tentang permasalahan yang dirumuskan
5. Siswa menyimak penegasan permasalahan oleh guru
6. Menyimak kesimpulan
16
7. Penutup
Pendekatan Problem Solving (PPS)
Problem Solving disebut juga dengan pemecahan masalah. Pendekatan
pemecahan masalah ini merupakan kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa
menghadapi berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun kelompok untuk
dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama.
Menurut pendapat ahli oleh Hamdani (2010:84) menyatakan bahwa pendekatan
pemecahan masalah atau PPS adalah suatu cara menyajikan pembelajaran dengan
mendorong siswa untuk mencari dan memecahkan suatu masalah atau persoalan
dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.
Sejalan dengan Hamdani, Hamruni (2012:152) menyatakan bahwa PPS
merupakan pendekatan dalam pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapi
berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah
kelompok untuk di pecahkan sendiri atau bersama-sama. Hamruni menekankan pada
kedudukan guru sebagai pengarah atau motivator, semua pendapat digali dari siswa.
Semua pendapat ditampung kemudian diseleksi dengan mencari alasan-alasan yang
rasional, logis dan tepat.
Menurut Sukoriyanto (2010:103) PPS merupakan tindakan guru dalam
mendorong siswa agar menerima suatu permasalahan dari sebuah pertanyaan yang
bersifat menantang, dan mengarahkan siswa agar dapat menyelesaikan masalah atau
pertanyaan tersebut.
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli tentang PPS
dapat disimpulkan bahwa PPS merupakan pendekatan dalam pembelajaran dengan
jalan melatih siswa untuk menghadapi berbagai masalah dari sebuah pertanyaan yang
bersifat menantang baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun kelompok dan
dipecahkan sendiri atau bersama-sama dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran.
Adapun langkah-langkah dalam PPS menurut Ngalimun dkk, (2016:51 dalam
buku strategi dan model pembelajaran) adalah
17
1. Ada masalah yang jelas untuk dipecahkan. Masalah ini harus tumbuh dari
siswa sesuai dengan taraf kemampuannya
2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan
masalah tersebut. Misalnya dengan jalan membaca buku-buku, meneliti,
bertanya dan lain-lain
3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban ini
tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh, pada langkah kedua
diatas
4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa
harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa
jawaban tersebut itu betul-betul cocok
5. Menarik kesimpulan. Artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan terakhir
tentang jawaban dari masalah.
Adapun langkah penerapan PPS diantaranya John Dewey seorang ahli
pendidikan berkebangsaan Amerika (dalam Wina Sanjaya:2006:217) yaitu:
a. Merumuskan masalah yaitu mendefinisikan suatu permasalahan dari peristiwa,
sehingga siswa dapat mengetahui betul permasalahan tersebut
b. Menganalisa masalah, merupakan tindakan siswa dalam meninjau suatu
permasalahan tersebut dari berbagai sudut pandang.
c. Merumuskan alternatif, merupakan langkah-langkah siswa dalam merumuskan
bagaimana memecahkan suatu permasalahannya.
d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa dalam merumuskan kesimpulan dari
hasil pengumpulan alternatif
e. Pengujian alternatif yaitu mengujikan langkah yang diambil dalam
merumuskan kesimpulan dari hasil pengumpulan alternatif
f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah merupakan langkah siswa
dapat dilakukan sesuai dengan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan
kesimpulan.
18
PPS menurut David Johnson and Johnson (Hamruni, 2012:153) menyatakan
langkah-langkah pembelajarannya adalah:
1. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu
yang mengandung konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan
disajikan
2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara kritis
dari berbagai sudut pandang
3. Merumuskan
hipotesis,
yaitu
langkah
siswa
merumuskan
berbagai
kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya
4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan
informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalahnya
5. Menguji hipotesis, yaitu langkah siswa dalam mengambil atau merumuskan
kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
6. Merumuskan rekomendasi, yaitu langkah siswa dapat dilakukan sesuai dengan
rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Beberapa pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli dapat disimpulkan
bahwa langkah-langkah dalam penyelesaian PPS adalah:
1.
Merumuskan masalah
2.
Menganalisis masalah (mencari info)
3.
Merumuskan alternatif pemecahan masalah
4.
Merumuskan hipotesis
5.
Mengumpulkan data
6.
Menguji hipotesis
7.
Menarik kesimpulan
8.
Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah
Adapun dalam PPS juga mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagai berikut:
Kelebihan dari PPS adalah :
1.
Metode ini dapat membuat pendidikan di sekolah menjadi lebih relevan
dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja.
19
2.
Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan
peserta didik menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil, apabila
menghadapi permasalahan didalam kehidupan nyata.
3.
Mengembangkan pemecahan yang bermakna dalam rangka memahami bahan
ajar.
4.
Memberikan tantangan kepada peserta didik, dan mereka akan merasa puas
dari hasil penemuan baru itu.
5.
Dapat melibatkan peserta didik secara aktif dalam belajar.
6.
Dapat membantu peserta didik mengembangkan ketrampilan berpikir kritis
dan kemampuan mereka mengadaptasi situasi pembelajaran baru.
7.
Pemecahan masalah membantu peserta didik mengevaluasi pemahamannya
dan mengidentifiksikan alur berfikirnya.
Kekurangan PPS adalah :
1. Memerlukan kemampuan khusus dan ketrampilan guru dalam menentukan
suatu masalah yang tingkat kesulitannya sesuai dengan tingkat berfikir peserta
didik, tingkat sekolah dan kelasnya serta pengetahuan dan pengalaman yang
telah dimiliki peserta didik.
2. Proses belajar mengajar dengan menggunakan metode ini sering memerlukan
waktu yang cukup banyak dan sering terpaksa mengambil waktu pelajaran
lain.
3. Mengubah kebiasaan peserta didik belajar dengan mendengarkan dan
menerima informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berfikir
memecahkan permasalahan sendiri atau kelompok, yang kadang-kadang
memerlukan sumber belajar, merupakan kesulitan tersendiri bagi peserta
didik.
4. Ketika peserta didik bekerja dalam kelompok, mudah kehilangan kemampuan
dan kepercayaan, karena didominasi oleh yang mampu.
5. Beberapa peserta didik mungkin memiliki gaya belajar yang tidak familiar
untuk digunakan dalam pemecahan masalah.
20
Berdasarkan penjelasan dari kelebihan maupun kelemahan PPS, dapat
disimpulkan bahwa kelebihan PPS yaitu dapat melibatkan peserta didik dalam proses
pembelajaran, sehingga pembelajaran akan lebih bermakna karena peserta didik
terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, selain itu metode ini juga dapat
meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik, karena mereka akan terbiasa
dihadapkan pada permasalahan-permasalahan yang menuntut untuk dipecahkan.
Namun
disisi
lain
metode
ini
juga
memerlukan
banyak
waktu
dalam
pengaplikasiannya dan membutuhkan ketrampilan yang khusus.
Dalam proses pembelajaran, hasil pembelajaran yang dicapai adalah
pencerminan mutu pendidikan yang baik. Banyaknya metode pembelajaran yang
digunakan belum tentu bisa membuat pembelajaran berhasil mencapai tujuan.
Maka dari itu guru harus lebih kreatif, inovatif dan mampu memberikan hal yang
berbeda dalam kegiatan pembelajaran dan siswa juga harus dapat menemukan setiap
permasalahan yang ditemuinya dalam pembelajaran yang berlangsung.
MP TPS model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
bekerjasama dengan orang lain. Model ini memiliki langkah-langkah yang ditetapkan
secara eksplisit untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab
dan saling membantu satu sama lain (Wardani Naniek Sulistya, 2010:35 dalam buku
Pengembangan Model Pembelajaran Aktif). Untuk menyelesaikan suatu masalah
pembelajaran yang kurang kreatif dan untuk mengajarkan siswa agar dapat
menyelesaikan suatu permasalahannya secara mandiri dapat di lakukan dengan MP
TPS - PPS.
PPS merupakan suatu bentuk pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu
masalah sebagai bahan kajian siswa untuk berlatih berfikir kritis dengan jalan melatih
siswa menghadapi masalah untuk di pecahkan masalahnya sampai memperoleh solusi
yang lebih tepat.
Dengan adanya MP TPS - PPS di harapkan siswa dalam melaksanakan proses
pembelajaran lebih kreatif, inovatif serta kemandirian siswa akan muncul saat
menyelesaikan atau menemukan suatu masalah. Jadi dapat disimpulkan MP TPS -
21
PPS merupakan model belajar kelompok dalam memecahkan suatu masalah dengan
cara menuntun siswa untuk dapat berfikir mandiri, berdiskusi dengan cara
berpasangan yang bersifat menantang baik itu masalah pribadi atau perorangan
maupun kelompok yang dipecahkan bersama-sama untuk mendapatkan hasil
konsensus atau jawaban yang telah mereka sepakati dalam rangka pencapaian tujuan
pengajaran. Adapun langkah-langkah dalam MP TPS - PPS adalah sebagai berikut:
1. Menyimak materi yang akan dicapai
2. Mengidentifikasi masalah
3. Berfikir (Think) untuk merumuskan masalah
4. Berpasangan menemukan alternatif pemecahan masalah
5. Merumuskan hipotesis pemecahan masalah
6. Mengumpulkan informasi pemecahan masalah
7. Menganalisis informasi pemecahan masalah
8. Berkelompok mempresentasikan hasil pemecahan masalah
9. Membuat kesimpulan
2.1.3 Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional menurut Ujang Sukandhi (dalam Sunarto,
2009) mendiskripsikan bahwa pembelajaran konvensional ditandai dengan guru
mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi,
tujuannya adalah siswa mengetahui sesuatu bukan mampu untuk melakukan sesuatu,
dan pada saat proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan.
Sedangkan menurut I Wayan Sukra (2009) model pembelajaran konvensional
merupakan model pembelajaran yang berpusat pada guru dimana hampir seluruh
kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru, jadi guru memegang peranan utama
dalam menentukan isi dan proses belajar termasuk dalam menilai kemajuan siswa.
Menurut Majid, Abdul dkk (2014:184) pembelajaran konvensional diartikan
sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya
22
berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memerhatikan keseluruhan
situasi belajar (non belajar tuntas).
Dari beberapa pengertian oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang diartikan sebagai
pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan dengan ditandai
guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep bukan kompetensi
dan seluruh kegiatan pembelajaran dikendalikan oleh guru.
Model pembelajaran konvensional juga memiliki ciri- ciri yaitu sebagai berikut:
Menurut Burrowers (Juliantara, 2009) pembelajaran konvensional memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Pembelajaran berpusat pada guru
2. Terjadi passive learning
3. Interaksi di antara siswa kurang
4. Tidak ada kelompok-kelompok kooperatif.
Kholik
(2011)
dalam
artikelnya
menjelaskan
ciri-ciri
pembelajaran
konvensional adalah:
1. Siswa adalah penerima informasi secara pasif, dimana siswa menerima
pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari
informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai dengan standar.
2. Belajar secara individual
3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4. Perilaku dibangun atas kebiasaan
5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final
6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran
7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik
8. Interaksi diantara siswa kurang
9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
23
Menurut Taniredja (2011:45-46), keunggulan dari pembelajaran konvensional
adalah 1) Cepat untuk menyampaikan informasi, 2) dapat menyampaikan informasi
dalam jumlah banyak dengan waktu singkat kepada sejumlah besar pendengar.
Disamping itu juga ada kelemahannya dari pembelajaran konvensional yaitu: a)
Komunikasi yang terjadi hanya satu arah, b) Guru mengalami kesukaran untuk
memenuhi kebutuhan individual pendengar yang heterogen dan c) Siswa tidak diberi
kesempatan untuk berfikir dan berperilaku kreatif.
Adapun langkah-langkah pembelajaran konvensional menurut Yaza (2011)
adalah sebagai berikut:
1. Tahap pertama, menyampaikan tujuan. Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut.
2. Tahap dua, menyajikan informasi, guru menyajikan informasi kepada siswa
secara tahap demi tahap dengan metode ceramah
3. Tahap ketiga, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik. Guru
mengecek keberhasilan siswa dan memberikan umpan balik.
4. Tahap keempat, memberikan kesempatan latihan lanjutan. Guru memberikan
tugas tambahan untuk dikerjakan dirumah.
Sedangkan
menurut
Djamarah
(2010)
langkah-langkah
pembelajaran
konvensional adalah:
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini guru menciptakan kondisi belajar siswa sebelum melakukan
pembelajaran, seperti menyiapkan peralatan alat tulis, buku dan sikap siswa
sebelum belajar dimulai
2. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini guru menyajikan pelajaran dengan ceramah dalam
menyampaikan materi pelajaran dan memberikan kesempatan siswa untuk
bertanya
24
3. Evaluasi/tindak lanjut
Pada tahap ini guru mengadakan penilaian terhadap pemahaman siswa melalui
tes lisan dan tertulis
Adapun langkah-langkah pembelajaran dari model pembelajaran konvensional
menurut Sujarwo (2011) adalah sebagai berikut:
Tahap 1: Guru memberikan informasi atau mendiskusikan bersama siswa dari materi
pelajaran yang disampaikan
Tahap 2 : Guru memberi latihan soal yang dikerjakan secara individu oleh siswa
Tahap 3: Guru bersama siswa membahas latihan soal dengan cara beberapa siswa
diminta mengerjakan dipapan tulis
Tahap 4 : Guru memberi tugas kepada siswa sebagai pekerjaan rumah.
Dari beberapa langkah-langkah pembelajaran konvensional yang telah
disampaikan oleh para ahli dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran
2. Guru menyajikan materi
3. Guru mengadakan tanya jawab
4. Guru memberi latihan soal yang dikerjakan secara individu oleh siswa
5. Guru bersama siswa membahas latihan soal dengan beberapa siswa diminta
mengerjakan dipapan tulis
6. Guru memberi tugas pekerjaan rumah kepada siswa
7. Guru mengadakan penilaian melalui tes.
2.1.4 Hasil Belajar
Hasil belajar harus diidentifikasi melalui informasi hasil pengukuran
penguasaan materi dan aspek perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes.
Penguasaan materi yang dimaksud adalah derajat pencapaian kompetensi hasil belajar
yang mendasarkan pada kompetensi dasar seperti yang dikehendaki dalam standar
proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbagi dalam ranah kognitif,
afektif dan psikomotor. Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan taksonomi tujuan
25
belajar. (Wardani Naniek Sulistya, dkk, 2012:54 dalam Evaluasi Proses dan Hasil
Belajar).
Klasifikasi hasil belajar menurut Blomm dalam Agus Suprijono (2009:6) secara
garis besar membagi menjadi 3 ranah, yakni ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual
2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.
3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar ketrampilan dan kemampuan
bertindak.
Menurut Naniek S. Wardani (2012) hasil belajar adalah hasil yang diperoleh
dari proses belajar dan hasil belajar. Hasil belajar mencakup aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik. Hasil belajar diperoleh dari hasil tes dan non tes. Hasil belajar
diperoleh dari pengukuran utuh yang mencakup semua aspek dalam pembelajaran.
Sedangkan hasil belajar menurut Darmansyah (2006:13) menyatakan bahwa
hasil belajar adalah hasil penelitian terhadap kemampuan siswa yang ditentukan
dalam bentuk angka.
Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa hasil belajar berupa skor dan angka
yang pengukurannya dilakukan pada saat proses belajar berlangsung dengan
mengukur aspek afektif dan psikomotorik menggunakan teknik non tes dan
pengukuran proses hasil belajar dengan aspek kognitif menggunakan teknik tes. Jadi
dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil pengukuran yang diperoleh
saat proses belajar berlangsung yang mencakup aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik dengan menggunakan teknik tes dan non tes dalam bentuk angka dan
skor.
Dalam sebuah hasil belajar perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu
pengukuran. Pengukuran menurut Allen dan Yen, 1997 (dalam Wardani Naniek
Sulistya, dkk 2012:2) adalah penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk
menyatakan keadaan individu. Dalam kegiatan pengukuran dilakukan penetapan
angka, sehingga perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia
26
pendidikan, instrumen yang sering digunakan adalah tes, lembar observasi, panduan
wawancara, skala sikap dan angket.
Istilah lain yang perlu dipahami dalam melakukan evaluasi adalah asesmen.
Menurut TGAT yang dikutip dalam Mardapi, D (2008) asesmen mencakup semua
cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok, seperti
dengan menggunakan tes tertulis, tes lisan, kuis, ulangan harian, tugas kelompok,
laporan, lembar pengamatan, pedoman wawancara, tugas rumah dan sebagainya.
Dalam PP. No.19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 1 angka
17 dikatakan bahwa asesmen juga disebut dengan penilaian. Asesmen adalah proses
pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar
peserta didik (Wardani Naniek Sulistya, dkk, 2012:2).
Istilah lain yang menyangkut kegiatan pengukuran dan asesmen yaitu evaluasi.
Stufflebeam (Fernandes 1984) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses
penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi
pengambilan keputusan dalam menentukan alternatif keputusan (judgement
alternative). Sedangkan menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:3) evaluasi itu
merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran,
dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria
tertentu.
Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat
ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan
pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang
dipersyaratkan seperti KKM, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan
rata-rata unjuk kerja kelompok atau berbagai patokan yang lain. KKM merupakan
kriteria ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan
mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya dukung
dan karakteristik siswa (Permendikbud No.66 tahun 2013).
Kriteria ketuntasan menunjukkan presentase tingkat pencapaian kompetensi
sehingga dinyatakan dengan angka maksimal 100. Angka maksimal 100 merupakan
27
kriteria ketuntasan ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai
minimal 75. Satuan pendidikan dapat memulai dari KKM dibawah target nasional
kemudian ditingkatkan secara bertahap. KKM menjadi acuan bersama pendidik,
peserta didik, dan orang tua. KKM harus dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar
(LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar peserta didik. Dalam penentuan
KKM, guru seharusnya memperhatikan berikut ini:
a. Tingkat kompleksitas, suatu indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas
tinggi apabila dalam pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari
sejumlah kondisi sebagai berikut:
1.
Guru yang memahami kompetensi yang harus dibelajarkan pada peserta didik;
2.
Guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang bervariasi;
3.
Guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang
diajarkan;
4.
Peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi;
5.
Peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep;
6.
Peserta didik yang cermat, kreatif, dan inovatif dalam penyelesaian
tugas/pekerjaan;
7.
Waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena memiliki
tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam proses
pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;
8.
Tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta didik
dapat mencapai ketuntasan belajar.
b. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran pada
masing-masing sekolah.
1.
Sarana dan prasarana pendidikan yang sesuai dengan tuntutan kompetensi
yang harus dicapai peserta didik seperti perpustakaan, laboratorium, dan
alat/bahan untuk proses pembelajaran;
2.
Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders
sekolah.
28
Kemampuan sumber daya pendukung jika melampaui standar minimal,
termasuk tinggi, sekitar standar minimal, termasuk sedang, dan jika jauh dari
standar, termasuk rendah.
c. Tingkat kemampuan (intake) rata-rata siswa disekolah yang bersangkutan.
Pencapaian KKM perlu dianalisis untuk dapat ditindak lanjuti sesuai hasil yang
diperoleh. Tindak lanjut tersebut perlu dilakukan untuk melakukan perbaikan dan
penyempurnaan dalam pelaksanakan pembelajaran maupun evaluasi. Hasil analisis
juga dijadikan sebagai bahan mempertimbangkan penetapan KKM pada semester
atau tahun pelajaran berikutnya.
Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum
pengukuran dan bersifat mutlak disebut Penilaian Acuan Patokan atau Penialaian
Acuan Kriteria (PAP/PAK). Keberhasilan dalam penilaian acuan patokan tergantung
dalam penguasaan materi atas kriteria yang telah dijabarkan dalam item-item
pertanyaan untuk mendukung tujuan instruksional. Penilaian acuan patokan sangat
cocok diterapkan pada tes-tes formatif, dimana guru ingin mengetahui sejauh mana
siswa telah terbentuk pemahaman setelah mereka mengalami pembelajaran dalam
jangka waktu tertentu. Penggunaan PAP dapat membantu guru mengetahui kelompok
siswa yang penguasaan tinggi, sedang maupun rendah. Guru akan melakukan upaya
agar tujuan pengajaran dapat tercapai optimal.
Kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan
pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan
Norma/Penialian Acuan Relatif (PAN/PAR). PAN dilakukan dengan cara
membandingkan nilai seorang siswa dengan nilai kelompoknya. Jadi prestasi seluruh
siswa dalam kelas/kelompok sebagai dasar penilaian. Dasar penilaian acuan
kelompok adalah dari asumsi sebagai berikut:
a. Bahwa setiap populasi peserta didik yang sifatnya heterogen akan selalu didapati
kelompok yang baik, sedang, dan kelompok yang kurang yang distribusinya
membentuk kurva normal atau kurva simetrik.
29
b. Bahwa tujuan evaluasi hasil belajar adalah untuk menentukan posisi relatif dari
peserta tes dalam hal yang sedang dievaluasi itu, yaitu apakah seorang peserta tes
posisi relatifnya berada di atas, di tengah, atau di bawah.
Tes, pengukuran, asesmen dan evaluasi bersifat hierarkis, maksudnya kegiatan
tersebut dilakukan secara berurutan, yaitu dimulai dari melaksanakan instrumen
pengukuran (yang sering digunakan adalah tes), mengadakan pengukuran, kemudian
melakukan asesmen (penilaian), dan terakhir evaluasi.
Tujuan utama penggunaan evaluasi dalam pembelajaran (classroom evaluation)
disekolah adalah membantu guru dan peserta didik untuk mengambil keputusan
professional dalam memperbaiki pembelajaran. Sedangkan dalam buku Panduan
Penilaian Berbasis Kelas (Depdiknas, 2006) fungsi evaluasi pembelajaran adalah
untuk:
a. menggambarkan tingkat penguasaan kompetensi peserta didik,
b. membantu
peserta
didik
memilih
program
atau
jurusan,
atau
untuk
mengembangkan kepribadian,
c. menemukan kesulitan belajar dan mengembangkan prestasi peserta didik serta
sebagai alat diagnosis bagi guru,
d. sebagai upaya guru untuk menemukan kelemahan proses pembelajaran yang
dilakukan ataupun yang sedang berlangsung,
e. sebagai kontrol bagi guru dan semua stake holder pendidikan tentang gambaran
kemajuan perkembangan proses dan hasil belajar peserta didik.
Adapun jenis-jenis evaluasi pembelajaran menurut Wardani Naniek Sulistya
(2012:6) dibedakan menjadi 5 jenis yaitu:
a. Evaluasi formatif, yakni penilaian yang dilaksanakan pada setiap akhir pokok
bahasan, tujuannya untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang telah
dicapai peserta didik.
b. Evaluasi Sumatif, yaitu penilaian yang dilakukan pada akhir satuan program
tertentu (catur wulan, semester atau tahun ajaran), seperti ulangan umum bersama,
ujian nasional.
30
c. Evaluasi diagnostik, yaitu penialain yang dilakukan untuk melihat kelemahan
peserta didik dan faktor-faktor yang diduga menjadi penyebabnya.
d. Evaluasi penempatan (placement), yaitu penilaian yang ditujukan untuk
menempatkan peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
e. Evaluasi seleksi, yakni penilaian yang ditujukan untuk memilih orang yang paling
tepat pada kedudukan atau posisi tertentu.
Prinsip Evaluasi Pembelajaran
Prinsip evaluasi pembelajaran adalah patokan yang harus dipedomani ketika
anda sebagai guru melakukan evaluasi proses dan hasil pembelajaran. Ada beberapa
prinsip dasar asesmen pembelajaran yang harus dipedomani menurut Wardani Naniek
Sulistya, dkk (2012: 7-8) adalah sebagai berikut:
1. Komprehensif (menyeluruh)
Asesmen terhadap hasil belajar peserta didik harus dilaksanakan secara
menyeluruh, utuh, dan tuntas yang mencakup seluruh domain aspek kognitif,
afektif atau nilai dan keterampilan, psikomotorik.
2. Berorientasi pada kompetensi
Dalam pelaksanaan kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian harus
terfokus pada pencapaian kompetensi (rangkaian kemampuan), bukan pada
penguasaan materi (pengetahuan). Sehingga penilaian harus dilakukan secara
berkesinambungan, terencana, bertahap, dan terus menerus untuk memperoleh
gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun waktu tertentu.
3. Terbuka, adil dan objektif
Penilaian hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan
(stakeholders) baik langsung maupun tidak langsung, sehingga keputusan tentang
keberhasilan siswa jelas bagi pihak-pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa
yang dapat merugikan semua pihak.
31
4. Berkesinambungan
Penilaian harus dilakukan secara terus-menerus atau berkesinambungan dari
waktu ke waktu, untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan siswa,
sehingga kegiatan dan unjuk kerja siswa dapat dipantau melalui penilaian.
5. Bermakna
Hasil penilaian hendaknya mencerminkan gambaran yang utuh tentang
prestasi siswa yang mengandung informasi keunggulan dan kelemahan, minat dan
tingkat penguasaan siswa dalam pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan.
6. Terpadu, sistematis dan menggunakan acuan kriteria
Komponen yang tidak dipisahkan dari kegiatan pembelajaran dan dilakukan
secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah yang baku serta
mendasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
7. Mendidik dan akuntabel
Asessmen mendidik artinya proses hasil belajar harus mampu memberikan
sumbangan positif pada peningkatan pencapaian hasil belajar peserta didik
sehingga memberikan umpan balik dan motivasi untuk lebih giat belajar.
Pelaksanaan asesmen dapat dipertanggung jawabkan baik dari segi teknik,
prosedur maupun hasilnya.
Prinsip penilaian dalam peraturan baru (Permendiknas No 66 tahun 2013) sebagai
berikut:
1. Obyektif, berarti penilaian berbasis pada standar dan tidak dipengaruhi faktor
subyektivitas penilaian
2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana, menyatu
dengan kegiatan pembelajaran dan berkesinambungan
3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pelaporannya.
4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian dan dasar pengambilan
keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
32
5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak internal
sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur dan hasilnya.
6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.
Kemajuan belajar peserta didik didukung dengan kumpulan informasi yang
dapat diperoleh melalui beragam teknik, baik berhubungan dengan proses belajar
maupun hasil belajar. Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan
indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif dan
psikomotor (Balitbang Depdiknas, 2006). Untuk mengukur hasil belajar dapat
dilakukan dengan teknik tes maupun non tes.
1. Teknik Tes
Teknik tes menurut Suryanto Adi, dkk (dalam Wardani Naniek Sulistya, dkk
2012:10) tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk
memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir
pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
Trait pendidikan meliputi ketrampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan
atau bakat seseorang atau kelompok. Tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu
untuk:
a. mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian
terhadap seperangkat tujuan tertentu.
b. menentukan kedudukan atau seperangkat peserta didik dalam kelompok tentang
penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.
2. Teknik Non Tes
Selain menggunakan teknik tes, hasil belajar dapat diukur melalui teknik non
tes. Teknik non tes berisi pertanyaan atau pernyataan yang tidak memiliki jawaban
benar atau salah. Instrumen non tes dapat berbentuk kuesioner atau inventori.
Kuesioner berisi sejumlah pertanyaan atau penyataan, peserta didik diminta
menjawab atau memberikan pendapat terhadap pernyataan. Inventori merupakan
instrumen yang berisi tentang laporan diri yaitu keadaan peserta didik, misalnya
potensi peserta didik. Hasil pengukuran melalui instrumen non tes berupa angka
33
disebut dengan kuantitatif dan bukan angka seperti pernyataan sangat baik, baik,
cukup, kurang, sangat kurang dan sebagainya disebut kualitatif.
Teknik non tes sangat penting dalam mengakses peserta didik pada ranah
afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek
kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes di antaranya:
Menurut Wardani Naniek Sulistya (2012:12-13) mengemukakan beberapa
macam teknik non tes yaitu sebagai berikut:
1. Unjuk kerja
Suatu penilaian/pengukuran yang dilakukan melalui pengamatan aktivitas peserta
didik dalam melakukan sesuatu yang berupa tingkah laku atau interaksinya seperti
berbicara, berpidato, membaca puisi dan berdiskusi
2. Penugasan
Penilaian yang berbentuk pemberian tugas yang mengandung penyelidikan
(investigasi) yang harus selesai dalam waktu tertentu. Penyelidikan ini dilakukan
secara bertahap yakni perencanaan, pengumpulan data, pengolahan data dan
penyajian data.
3. Tugas individu
Penilaian yang berbentuk pemberian tugas kepada peserta didik yang dilakukan
secara individu. Tugas ini dapat diberikan pada waktu pembuatan kliping, makalah
dan lain sejenisnya.
4. Tugas kelompok
Tugas ini dikerjakan secara berkelompok. Bentuk instrumen yang digunakan salah
satunya adalah tertulis dengan menjawab uraian secara bebas dengan tingkat
berfikir tinggi yaitu aplikasi sampai evaluasi.
5. Laporan
Penilaian yang berbentuk laporan atas tugas atau pekerjaan yang diberikan seperti
laporan diskusi, laporan kerja praktik, laporan praktikum dan laporan Pemantapan
Praktik Lapangan (PPL).
34
6. Response atau ujian praktik
Suatu penilaian yang dipakai untuk mata pelajaran yang ada kegiatan
praktikumnya seperti mata kuliah PPL.
7. Portofolio
Penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada kumpulan informasi yang menunjuk
perkembangan kemampuan peserta didik dalam satu periode tertentu.
2.2
Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yaitu
penelitian yang telah dilakukan oleh Dhimas Luthfi Herjunanto (2012) dengan jenis
penelitian eksperimen yang berjudul “Efektivitas Penggunaan Model Pembelajaran
Kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share) Terhadap Hasil Belajar IPS siswa kelas V
SD Negeri Genuksuran Purwodadi Groboogan semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012”.
Dari analisi uji t mendapat hasil nilai signifikan kurang dari 0,05 (0,000 < 0,05) dan
nilai t hitung lebih besar daripada nilai t tabel (8,670 > 1,669) maka Ho ditolak maka
dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan efektivitas yang signifikan antara
penggunaan model pembelajaran tipe TPS dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional. Data yang diperoleh membuktikan bahwa hasil pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih tinggi dibandingkan
dengan konvensional, nilai hasil belajar kelompok eksperimen kelas V SD Negeri
Genuksuran mencapai hasil 90,44 sedangkan rata-rata hasil belajar kelompok kontrol
kelas V SD Negeri Genuksuran mencapai hasil 83,49. Kelebihan dalam penelitian ini
adalah
siswa yang lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran karena siswa
dituntut keaktifan dan tanggung jawab penuh agar siswa dapat bekerja sama dengan
temannya sebagai pasangan. Kekurangan perlu adanya pengawasan dari guru agar
motivasi siswa tumbuh berkembang saat mereka berdiskusi kelompok. Solusi, guru
perlu memantau saat proses pembelajaran sehingga siswa yang mengalami kesulitan
belajar akan mudah memecahkan masalahnya.
35
Penelitian yang lain dilakukan oleh Kristina Monika (2011) dengan jenis
penelitian eksperimen yang berjudul “Efektivitas Model Kooperatif Tipe TPS (Think
Pairs Share) dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPA Kelas V SDN 01 Nampu
Kecamatan Karangrayung Kabupaten Grobogan Semester II tahun Pelajaran
2011/2012”. Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar kelas
eksperimen yang menggunakan model pembelajaran TPS lebih efektif daripada kelas
kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat
dari t hitung > t tabel (8,027 > 2,009) dan signifikansi (0,000 < 0,05) maka Ho
ditolak, artinya bahwa ada perbedaan antara rata-rata nilai kelas eksperimen dengan
rata-rata nilai kelas kontrol. Pada tabel group statistics terlihat rata-rata nilai (mean)
untuk kelas eksperimen adalah 78,88 dan untuk kelas kontrol 56,79, artinya bahwa
rata-rata nilai kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Kelebihan dalam
penelitian ini adalah interaksi siswa yang muncul dan memberikan rangsangan untuk
berfikir sehingga bermanfaat dalam proses pembelajaran. Kekurangan dalam
penelitian ini adalah waktu pembelajaran memerlukan waktu yang cukup lama
sehingga diperlukan manajemen waktu yang baik oleh guru. Solusinya adalah perlu
adanya manajemen waktu yang baik oleh guru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Danang Oktarizal (2010) dengan
jenis penelitian eksperimen yang berjudul “Efektifitas Penggunaan Metode
Kooperatif Learning Tipe TPS (Think Pairs Share) terhadap Hasil Belajar Siswa
pada pelajaran IPA kelas V SD Negeri 3 Bangsari Kecamatan Geyer Kabupaten
Grobogan”. Hasil uji independent sample t-test menunjukkan nilai signifikansi 0,000
< 0,05 dan diperoleh t hitung lebih besar dari t tabel (5,330 > 2,021) maka Ho ditolak,
artinya bahwa ada perbedaan antara rata-rata nilai kelompok eksperimen dengan ratarata nilai kelompok kontrol. Hal ini diperkuat oleh skor rata-rata hasil belajar pada
kelompok eksperimen sebesar 89,88 sedangkan pada kelompok kontrol diperoleh
rata-rata hasil belajar sebesar 75,22. Kelebihan dalam penelitian ini adalah
keberhasilan prestasi siswa dan semakin percaya diri tampil presentasi, kekurangan
dalam penelitian ini adalah perlunya variasi kegiatan pembelajaran yang diberikan
36
kepada siswa. Solusinya perlu adanya kesesuaian tentang materi ajar dengan metode
yang dilakukan.
Penelitian yang lain dilakukan oleh Andry Fernando (2012) jenis penelitian
eksperimen yang berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Think Pairs Share (TPS) dengan Pemberian Reward terhadap Motivasi Belajar
IPA Siswa Kelas V SD Negeri Bugel 02 Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga”. Dapat
dilihat dari hasil rata-rata (mean) menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa sesudah
perlakuan sebesar 1,07852, sedangkan nilai rata-rata siswa sebelum perlakuan sebesar
98,692, serta nilai t hitung > t tabel (4,238 > 2,179) dan signifikansi (0,000 < 0,05)
maka Ho ditolak, artinya bahwa ada perbedaan antara hasil dari pengukuran awal dan
pengukuran akhir. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Think Pairs Share (TPS) dengan pemberian reward
dalam penelitian ini dapat mempengaruhi motivasi belajar siswa. Kelebihan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Think
Pairs Share (TPS) terjadi peningkatan dalam motivasi belajarnya, kekurangan dalam
penelitian ini adalah sulitnya guru dalam memantau siswa dalam melakukan
pembelajaran. Solusi perlunya guru menyiapkan strategi yang baik agar dalam
pembelajaran siswa dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan uraian hasil penelitian
yang relevan, secara rinci disajikan melalui tabel 2.4 dihalaman berikut.
37
Tabel 2.4
Hasil Penelitian yang Relevan
Nama
Peneliti
Jenis
Penelit
ian
Variabel1
Variabel 2
1
Dhimas
Luthfi
Herjunant
o (2012)
Eksperi
men
Model
Pembelajar
an
Kooperatif
Tipe TPS
(Think
Pairs
Share)
Hasil
Belajar IPS
Siswa yang lebih
antusias dalam
mengikuti
pembelajaran karena
siswa dituntut
keaktifan dan
tanggung jawab
penuh agar siswa
dapat bekerja sama
dengan temannya
sebagai pasangan.
Perlu adanya
pengawasan dari
guru agar
motivasi siswa
tumbuh
berkembang saat
mereka berdiskusi
kelompok.
2
Kristina
Monika
(2011)
Eksperi
men
Model
Kooperatif
Tipe TPS
(Think
Pairs
Share)
Hasil
Belajar IPS
Interaksi siswa yang
muncul dan
memberikan
rangsangan untuk
berfikir sehingga
bermanfaat dalam
proses pembelajaran.
Waktu
pembelajaran
memerlukan
waktu yang cukup
lama sehingga
diperlukan
manajemen waktu
yang baik oleh
guru
3
Danang
Oktarizal
(2010)
Eksperi
men
Metode
Kooperatif
Learning
Tipe TPS
(Think
Pairs
Share)
Hasil
Belajar
IPA
Keberhasilan prestasi
siswa dan semakin
percaya diri tampil
presentasi
Perlunya variasi
kegiatan
pembelajaran
yang diberikan
kepada siswa.
4
Andry
Fernando
(2012)
Eksperi
men
Model
Pembelajar
an
Kooperatif
Tipe Think
Pairs
Share
(TPS)
dengan
Pemberian
Reward
Motivasi
Belajar
IPA
Menggunakan model
pembelajaran
kooperatif tipe Think
Pairs Share (TPS)
terjadi peningkatan
dalam motivasi
belajar
Sulitnya guru
dalam memantau
siswa dalam
melakukan
pembelajaran.
No
Kelebihan
Kekurangan
38
2.3
Kerangka Berpikir
Kegiatan pembelajaran dapat berhasil jika proses pembelajaran dipengaruhi
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah karena faktor penggunaan model
pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar masih banyak guru yang menggunakan
model konvensional dan sumber ajar hanya berupa buku ajar. Ciri-ciri pembelajaran
konvensional adalah pembelajaran yang berpusat pada guru, kurangnya interaksi
antara siswa yang menyebabkan keaktifan siswa yang berkurang dan pembelajaran
yang abstrak sehingga yang terjadi adalah penyampaian hanya dengan teori-teori saja
serta guru dalam menyampaikan materi hanya melalui metode ceramah. Dalam
proses pembelajaran guru tidak peduli terhadap siswa yang jenuh saat mengikuti
pembelajaran dan guru tidak memberi kesempatan terhadap siswa untuk
menunjukkan kemampuan siswa. Keadaan ini perlu diperbaiki dengan melibatkan
siswa dalam pembelajaran yaitu dengan menggunakan MP TPS-PPS agar hasil
belajar siswa dapat tercapai secara optimal.
Pencapaian proses belajar yang lebih ideal dan keberhasilan siswa mencapai
ketuntasan hendaknya dapat digunakan MP TPS-PPS. TPS merupakan model belajar
kelompok dalam memecahkan suatu masalah dengan cara menuntun siswa untuk
dapat berfikir mandiri, berdiskusi dengan cara berpasangan untuk mendapatkan hasil
konsensus atau jawaban yang telah mereka sepakati dan akhir pembelajaran mereka
saling berbagi pendapat antar siswa. Sedangkan PPS merupakan suatu bentuk
pendekatan pembelajaran yang menyajikan suatu masalah sebagai bahan kajian siswa
untuk berlatih berfikir kritis dengan jalan melatih siswa menghadapi masalah untuk di
pecahkan masalahnya sampai memperoleh solusi yang lebih tepat.
Proses pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan MP TPS-PPS,
secara individu dapat melatih siswa untuk membangun kepercayaan diri terhadap
kemampuannya untuk menyelesaikan masalah didalam pembelajaran, sehingga akan
mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan rasa cemas yang dialami siswa.
Melalui MP TPS-PPS diharapkan dapat memberikan cara dan suasana baru dalam
pembelajaran tematik dan siswa dapat berfikir kritis dalam menyelesaikan persoalan
39
atau masalah. MP TPS-PPS dilaksanakan dengan langkah-langkah siswa menyimak
materi keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, mengidentifikasi masalah
keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, kemudian siswa berfikir (Think)
untuk merumuskan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku,
secara berpasangan (Pairs) siswa dapat menemukan alternatif pemecahan masalah
keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, merumuskan hipotesis pemecahan
masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, mengumpulkan informasi
pemecahan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku dan kemudian
menganalisis informasi pemecahan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat
tinggalku, kemudian secara berkelompok mempresentasikan (Share) hasil pemecahan
masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, membuat kesimpulan
hasil pemecahan masalah keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku dan
mengerjakan tes materi keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku. Dalam
kegiatan pembelajaran siswa dominan lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran dan
guru berperan sebagai fasilitator dalam membimbing proses pembelajaran.
Pengukuran hasil belajar menggunakan MP TPS-PPS meliputi penilaian skor proses
dan skor hasil belajar. Penilaian proses menggunakan teknik non tes, sedangkan
untuk mengetahui hasil belajar dapat dilihat melalui aspek kognitif menggunakan
teknik tes
Pembelajaran konvensional tidak dapat mendorong siswa untuk aktif belajar,
pembelajaran yang berlangsung hanya berpusat kepada guru karena saat mengikuti
pembelajaran siswa hanya mendengarkan informasi dari guru sehingga dalam proses
pembelajaran
siswa
terlihat
pasif.
Langkah-langkah
dalam
pembelajaran
konvensional antara lain guru menyampaikan tujuan pembelajaran, siswa menyimak
penjelasan materi keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, tanya jawab
materi keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, mengerjakan latihan soal
keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku kemudian membahas latihan soal
keunikan warisan budaya daerah tempat tinggalku, memberi tugas PR dan
mengerjakan tes. Dalam kegiatan pembelajaran ini guru lebih berperan aktif disetiap
40
kegiatan pembelajaran. Pengukuran hasil belajar dari model konvensional hanya
menggunakan hasil tes tanpa ada penilaian proses belajar siswa. Secara lebih rinci
penjelasan kerangka berpikir disajikan pada gambar 2.2 dihalaman berikut.
41
Pembelajaran Tematik Tema 8 Subtema 2
Keunikan Daerah Tempat Tinggalku
Pembelajaran Konvensional
Model Pembelajaran TPS dan pendekatan problem
solving
Menyampaikan tujuan pembelajaran
Menyimak materi Keunikan Warisan Budaya Daerah
Tempat Tinggalku
Mengidentifikasi masalah Keunikan Warisan Budaya
Daerah Tempat Tinggalku
Menyimak penjelasan materi Keunikan warisan
budaya daerah tempat tinggalku
Tanya jawab materi Keunikan warisan budaya
daerah tempat tinggalku
Skor
Non
Tes
Mengerjakan latihan soal Keunikan warisan
budaya daerah tempat tinggalku
Berfikir (Think) untuk merumuskan masalah Keunikan
Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku
Berpasangan menemukan alternatif pemecahan masalah
Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku
Membahas latihan soal Keunikan warisan budaya
daerah tempat tinggalku
Merumuskan hipotesis pemecahan masalah Keunikan
Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku
Memberi tugas PR
Mengumpulkan informasi pemecahan masalah Keunikan
Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku
Menganalisis informasi pemecahan masalah Keunikan
Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku
Berkelompok mempresentasikan hasil pemecahan
masalah Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat
Tinggalku
Membuat kesimpulan hasil pemecahan masalah
Keunikan Warisan Budaya Daerah Tempat Tinggalku
Tes Formatif
Tes
Skor Tes
Skor proses belajar
Skor Tes
Hasil Belajar
Hasil belajar
Skor hasil belajar
Gambar 2.2
Skema Efektivitas MP TPS - PPS Terhadap Hasil Belajar Tematik
Subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku
42
2.4 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat efektivitas MP
TPS-PPS terhadap hasil belajar tematik siswa kelas 4 SD Negeri Cebongan 02
Salatiga semester II tahun pelajaran 2015/ 2016.
Download