Document

advertisement
65
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, interaksi siswa dengan
siswa lain maupun interaksi siswa dengan guru dalam pembelajaran matematika di
kelas IV SDN Pule I, Wonogiri khususnya pada aspek bertanya, menjawab,
mendengarkan, memberikan bantuan, meminta bantuan, kerjasama antar siswa,
maupun negosiasi antar siswa mengalami peningkatan dengan diterapkannya
model pembelajaran kooperatif tipe TPS.
Selama proses pembelajaran, siswa dikelompokkan menjadi 4 kelompok.
Tiap kelompok beranggotakan dari 4 siswa. Kelompok tersebut tidak berubah
selama proses pembelajaran dengan TPS ini. Pembagian kelompok ini
berdasarkan nilai tes siswa sebelumnya, yang diperoleh dari guru matematika
yang bersangkutan serta atas pertimbangan guru matematika tersebut. Hal ini
dimaksudkan agar tiap kelompok beranggotakan siswa yang memiliki kemampuan
heterogen.
Pada setiap pembelajaran, kegiatan pertama yang dilakukan oleh siswa
adalah belajar secara mandiri. Pada tahap ini, siswa belajar secara mandiri dalam
memahami materi sebelum didiskusikan secara berkelompok. Siswa mencoba
menemukan ide penyelesaian soal yang ada pada LKS secara mandiri terlebih
dahulu. Hal ini dimaksudkan agar setiap siswa mampu menyelesaikan soal yang
disajikan, tidak hanya menggantungkan jawaban dari teman saja. Menurut
Dimyati dan Mudjiono (2006: 169), membagi kelas dengan memberi kesempatan
untuk belajar perorangan dan berkelompok kecil mencegah terjadinya perilaku
66
siswa sebagai parasit belajar, dan ketakmampuan kerja kelompok. Hal ini
dimaksudkan agar siswa terlibat aktif dalam pembelajaran, melatih siswa
mengungkapkan pendapat, dan menambah pemahaman siswa tentang materi yang
dipelajari.
Setelah siswa mempelajari materi secara mandiri dan mempunyai ide
dalam menyelesaikan soal yang ada, siswa mendiskusikan ide masing-masing
siswa secara berpasangan. Siswa saling diskusi dan mengemukakan kesulitan
yang dialami sehingga kesulitan tersebut dapat dipikirkan secara bersama.
Menurut Robert E. Slavin (1995:
2), dalam pembelajaran kooperatif, siswa
diharapkan untuk saling membantu, berdiskusi dan berargumentasi, saling berbagi
pengetahuan yang dimiliki, serta saling mengisi kekurangan masing-masing
anggota kelompok dalam memahami materi yang diberikan.
Kegiatan setelah siswa berdiskusi secara berpasangan adalah dengan
diskusi kelompok antar pasangan (kelompok berempat). Dalam diskusi kelompok
berempat, siswa mendiskusikan penyelesain soal pada LKS yang telah didapatkan
dari diskusi berpasangan. Pada siklus I, diskusi kelompok berempat belum
berlangsung secara optimal. Pada siklus II, diskusi berjalan lebih baik karena
siswa menyadari tanggung jawab masing-masing dalam mengerjakan tugasnya.
Tiap kelompok berempat yang tediri dari siswa yang memiliki kemampuan
akademis berbeda memungkinkan siswa yang mempunyai kemampuan akademis
tinggi memberi penjelasan dan membantu siswa yang mengalami kesulitan
sehingga mereka dapat lebih menguasai materi yang diajarkan dan dapat belajar
lebih banyak lagi. Anita Lie (2002:
32) berpendapat bahwa siswa yang
67
mempunyai kemampuan akademis rendah mendapat penjelasan dari siswa yang
telah paham sehingga mereka lebih mudah dalam belajar. Siswa juga saling
mengoreksi jawaban dan saling mengingatkan bila terjadi kesalahan dalam
mengerjakan soal antar anggota dan kelompok maupun dengan kelompok lain.
Siswa saling bergantung satu dengan yang lain dan harus bekerjasama secara
kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Setelah waktu untuk diskusi selesai, dilanjutkan dengan presentasi
kelompok. Setiap pertemuan dilakukan presentasi kelompok. Pada saat presentasi
kelompok, siswa menuliskan jawaban di papan tulis, kemudian dibahas bersama
dengan bimbingan guru. Pada siklus I, siswa mempresentasikan hasil pekerjaan
kelompok belum atas kemauan sendiri. Siswa hanya bersedia mempresentasikan
hasil pekerjaan kelompok jika ditunjuk oleh guru. Tetapi pada siklus II, keaktifan
dalam mempresentasikan hasil pekerjaan kelompok semakin meningkat. Tiap
kelompok bersedia presentasi atas kemauan sendiri, bahkan siswa nampak
berusaha untuk menjadi yang terbaik.
Setelah siswa mengikuti pembelajaran dalam tiap siklusnya, pada akhir
tiap siklus dilaksanakan tes/kuis individu. Tes dilaksanakan sebanyak dua kali
dengan perolehan nilai tes siswa sebagai berikut.
68
100
80
60
NILAI
TES I
40
TES II
20
0
1
3
5
7
9
11
13
15
SISWA
Gambar 7. Grafik Perolehan Nilai Tes I Dan Tes II
Peningkatan skor individu akan menentukan skor kelompok. Dengan
demikian setiap siswa bertanggung jawab terhadap kelompoknya masing-masing.
Dari hasil tes siswa tersebut, diperoleh nilai rata-rata tes I adalah 55,13 dan nilai
rata-rata tes II adalah 78,06. Berikut adalah grafik perolehan nilai rata-rata tes I
NILAI
dan nilai rata-rata tes II.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
TES I
TES II
Gambar 8. Grafik Perolehan Rata-Rata Nilai Tes I Dan Tes II
69
Penghargaan kelompok ditentukan oleh perolehan skor kelompok. Jika
skor kelompok memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, maka kelompok berhak
mendapatkan hadiah. Pada siklus I, kelompok III dan IV tidak mendapatkan
penghargaan, pada sikklus II mendapatkan penghargaan. Hal ini terjadi karena
pada siklus I, siswa belum bekerjasama dengan optimal dalam menyelesaikan
masalah yang ada dalam LKS. Pada siklus II, siswa sudah mulai bekerjasama
dengan optimal dalam menyelesaikan masalah yang ada pada LKS. Siswa
bekerjasama dalam kelompok untuk memperbaiki hasil sebelumnya dalam
memahami materi dan menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru.
Sardiman A.M (2005: 167) berpendapat bahwa kerjasama dalam belajar pada saat
kerja kelompok merupakan salah satu usaha untuk mempertahankan nama baik
kelompok serta untuk memperbaiki kegagalan yang lalu.
Kelompok II pada siklus I mendapatkan penghargaan super team, pada
siklus II mendapatkan penghargaan good team. Ini disebabkan skor dari Ag yang
tidak meningkat.
Hal yang nampak dari Ag bahwa siswa tersebut kurang
memiliki motivasi dari dirinya sendiri untuk belajar lebih tekun. Menurut Oemar
Hamalik (2007:
161), motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya
perbuatan belajar murid. Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif
daripada motivasi yang dipaksakan dari luar.
Penghargaan yang diberikan berupa pemberian hadiah. Pemberian hadiah
bertujuan untuk meningkatkan motivasi siswa sehingga diharapkan keaktifan
siswa dalam mengikuti pembelajaran semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan
pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2002: 127), yang menyatakan bahwa dengan
70
pemberian
hadiah,
anak
didik
akan
termotivasi
untuk
belajar
guna
mempertahankan prestasi belajar yang telah mereka capai. Dalam hal ini fungsi
motivasi yang terpenting adalah sebagai pendorong timbulnya aktivitas, sebagai
pengarah, dan sebagai penggerak untuk melakukan suatu pekerjaan.
Berdasarkan pengamatan pada saat siswa belajar dengan TPS, interaksi
siswa dengan guru maupun dengan siswa lain semakin meningkat. Interaksi siswa
pada siklus I sebesar 64,34% dengan kategori sedang dan 75,23 % pada siklus II
dengan kategori tinggi. Hal ini diperkuat dengan hasil wawancara dengan guru,
bahwa secara umum interaksi siswa dalam pembelajaran matematika dengan
penerapan TPS dapat meningkatkan interaksi siswa. Berikut disajikan grafik skor
interaksi dari siswa kepada guru serta grafik interaksi siswa dengan siswa pada
siklus I dan siklus II.
Persentase
100
80
60
40
Siklus I
20
Siklus II
0
Bertanya
Menjawab
Mendengarkan
Aspek
Gambar 9. Grafik Skor Interaksi dari Siswa kepada Guru
Persentase
71
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Siklus I
Siklus II
Mbrkan
Bantuan
Mmta
Bantuan
Kerjasama
Negosiasi
Aspek
Gambar 10. Grafik Skor Interaksi Siswa dengan Siswa
Peningkatan interaksi siswa dengan siswa maupun interaksi siswa dengan
guru salah satu alasannya selama kegiatan kelompok berlangsung, guru
berkeliling dari satu kelompok ke kelompok yang lain untuk memberikan
bimbingan kepada siswa atau kelompok yang mengalami kesulitan. Menurut
Syaiful B. Djamarah dan Aswan Zain (2002:
10), gerak guru dalam posisi
mendekati kelompok kecil atau individu menandakan kesiagaan, minat dan
perhatian guru selama kegiatan belajar kelompok. Aktivitas yang dilakukan guru
selama kegiatan belajar kelompok berlangsung dapat meningkatkan hubungan
yang baik antara guru dengan siswa. Menurut Robert E. Slavin (1995: 2), dalam
pembelajaran kooperatif, siswa diharapkan saling membantu, berdiskusi dan
berargumentasi, saling berbagi pengetahuan yang dimiliki, serta saling mengisi
kekurangan masing-masing anggota kelompok dalam memahami materi yang
diberikan.
Penerapan pembelajaran TPS dalam penelitian ini sudah dapat mencapai
tiga tujuan utama dalam pembelajaran kooperatif, yaitu hasil belajar, penerimaan
72
siswa terhadap perbedaan individu, dan mengembangkan ketrampilan sosial.
Berdasarkan wawancara dengan siswa, mereka merasa senang dalam mengikuti
pembelajaran matematika dengan TPS. Mereka senang belajar dalam kelompok
karena dapat mempermudah mereka dalam memahami materi yang dipelajari.
Mereka juga senang dengan pembelajaran ini karena dengan belajar kelompok
dapat diskusi dengan siswa lain.
Setelah tindakan berupa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
TPS dilaksanakan, interaksi siswa dalam pembelajaran matematika siswa kelas IV
meningkat. Melalui keempat tahap dalam TPS yang terdiri atas think (berpikir),
pair (berpasangan), square (kelompok berempat), penghargaan kelompok,
interaksi siswa dengan siswa maupun interaksi siswa dengan guru di kelas IV
SDN Pule I dalam pembelajaran matematika mengalami peningkatan.
73
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SDN Pule I dengan jumlah
siswa 16 siswa. Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan sebagai
berikut.
1. Data tentang aspek-aspek interaksi siswa dengan siswa maupun interaksi
siswa dengan guru yang diamati dalam penelitian ini sudah dikelompokkan
sejak awal, yang sebenarnya sudah mereduksi data sejak awal, sehingga
peningkatan interaksi siswa dengan guru maupun interaksi siswa dengan
siswa dalam penelitian ini hanya berdasarkan indikator tersebut.
2. Selama pelaksanaan tindakan, tugas rumah hanya dikumpulkan saja, tidak
dibahas secara optimal.
3. Observer dalam penelitian ini hanya dua orang, sehingga tidak semua
aktivitas siswa dalam kelompok dapat terekam.
4. Pada penelitian ini data tentang aspek-aspek interaksi siswa hanya diamati
dan didukung wawancara tanpa didukung kuesioner.
5. Pelaksanaan tindakan dilakukan dalam dua siklus dengan tiap siklus terdiri
dari dua pertemuan saja, sehingga peningkatan interaksi siswa dalam
pembelajaran belum optimal.
Download