Bidirectional Causality Antara IHSG dan Anggota ASEAN

advertisement
FINESTA Vol.2, No. 1, (2014) 61-66
61
Bidirectional Causality Antara IHSG dan Anggota
ASEAN-5 Periode Sebelum dan Sesudah Subprime
Mortgage
Stefanie Octavia H.
Program Manajemen, Program Studi Manajemen Keuangan
Fakultas Ekonomi, Universitas Kristen Petra
Jl. Siwalankerto 121-131, Surabaya
E-mail: [email protected]
Abstrak— Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
keberadaan bidirectional causality antara IHSG dan indeks anggota
ASEAN-5 pada periode sebelum dan sesudah krisis subprime
mortgage, serta melihat pengaruh krisis terhadap perubahan
hubungan tersebut. Granger causality test digunakan untuk melihat
keberadaan bidirectional causality pada kedua periode. Dengan
menggunakan return mingguan kelima indeks pada periode Januari
2003 – Augustus 2008 dan April 2010- Juli 2013 sebagai populasi,
penelitain menunjukkan bahwa pada kedua periode tidak ditemukan
adanya bidirectional causality. Perubahan hanya terjadi pada
keberadaan unidirectional causality, dimana perubahaan tersebut
disebabkan oleh krisis subprime mortgage.
Kata kunci — Bidirectional causality, Subprime mortgage,
ASEAN-5
Abstract — This study is conducted to determine the existence of
bidirectional causality between JCI and index of ASEAN-5’s
member before and after the subprime mortgage crisis, and indentify
the effect of the crisis on the relationship changes. The main method
of analysis used in this study is granger causality test. Granger
causality test is used to indentify the presence of bidirectional
causality on both period. By using weekly returns of the fifth index
during January 2003 - August 2008 and April 2010 - July 2013 as
the population, this study finds that bidirectional causality did not
reveal on both period. The changes only occur in the presence of
unidirectional causality, which is caused by the subprime mortgage
crisis.
Keywords — Bidirectional causality, Subprime mortgage Crisis,
ASEAN-5
1.
Meningkatnya proporsi investor asing dai IHSG,
memungkinkan terjadinya hubungan satu arah maupun dua
arah (Bidirectional causality) antara IHSG dengan indeks
negara anggota ASEAN-5. Namun hubungan tersebut dapat
berubah karena terjadinya krisis. Berdasarkan penelitian M.
ShabriAbd. Majid (2009) disebutkan bahwa krisis finansial
dapat merubah arah hubungan antar negara, dimana untuk
ASEAN-5, terjadi peningkatan keberadaan Bidirectional
causality pada periode sesudah krisis financial 1997.
Bertolak dari penelitian tersbut, peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai bidirectional
causality antara indeks negara anggota ASEAN-5 dengan
IHSG sebagai pusat penelitian. Peneliti juga mengkaji
perubahan keberadaan bidirectional causality sebelum dan
sesudah krisis, serta pengaruh krisis subprime mortgage
terhadap perubahan tersebut. Pembatasan periode subprime
mortgage didasarkan pada penelitian Kho (2013) yaitu
periode 1 September 2008 - 31 Maret 2010. Bertolak dari
penelitian tersebut, maka dalam penelitian ini periode
sebelum krisis mencakup periode Januari 2002 – Agustus
2008, dimana Januari 2002 merupakan periode awal dari
realisasi AFTA (Hutagalung, n.d.). Sedangkan periode
sesudah krisis mencakup periode April 2010 – Juli 2013,
dimana Juli 2013 merupakan bulan terakhir sebelum
pelemahan indeks global sebagai akibat wacana penarikan
program stimulus bank sentral Amerika Serikat atau yang
dikenal dengan FED dan isu intervensi AS dalam konflik
Suriah (Latif, 2013, para.5).
PENDAHULUAN
Kedekatan geografis dan kesamaan karakteristik
memungkinkan negara di kawasan Asia memiliki efek
domino (contagion effect) yang sangat tinggi (Muzzamil,
2011). Keterkaitan tersebut juga semakin meningkat dengan
direalisasikannya AFTA. Setelah perealisasian AFTA,
ASEAN terutama ASEAN-5 mencatat pertumbuhan ekonomi
yang tinggi. Sebagai bagian dari ASEAN-5, IMF
menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara
dengan kondisi perekonomian terkuat di antara negara-negara
di ASEAN (Ferdiansyah, 2012, para. 2). Hal tersebut
meningkatkan ketertarikan investor untuk berinvestasi di
Indonesia, terutama pasca krisis subprime mortgage. Pasca
krisis subprime mortagage investor mengincar negara
berkembang sebagai saasaran investasi, yang salah satunya
adalah Indonesia. Pada periode sesudah krisis, peningkatan
transaksi investor asing di IHSG terjadi setiap tahunnya.
Berdasarkan Laporan Kebijakan Moneter Triwulan IV tahun
2012 (www.bi.go.id), dapat diketahui bahwa proporsi
kepemilikan oleh investor asing mencapai 59,15% dari total
saham yang diperdagangkan di dalam negeri dengan
dominasi kepemilikan oleh investor ASEAN.
2.
TEORI PENUNJANG
Bidirectional causality atau bilateral causality atau
hubungan timbal balik (feedback) merupakan hubungan
dimana terdapat dua variable yang saling mempengaruhi
(X↔Y). Pada hubungan ini, suatu variabel dapat menjadi
sebab dan akibat dari variabel lainnya.
Indeks Harga Saham Gabungan (composite indeks)
merupakan suatu nilai yang berfungsi sebagai pengukur
kinerja suatu saham di bursa efek, menilai situasi pasar secara
umum dan berfungsi sebagai barometer kesehatan
perekonomian negara secara umum. Indeks ini sering
digunakan sebagai acuan tentang perkembangan kegiatan di
pasar modal. Hal ini disebabkan karena kondisi
perekonomian suatu negara dapat mempengaruhi keputusan
investor untuk melakukan transaksi dalam bursa efek.
Dalam teori pasar modal, return adalah tingkat
pengembalian yang diterima oleh seorang investor dari saham
yang diperdagangkan di pasar modal (saham perusahaan go
public). Return dapat berupa return realisasi yang sudah
terjadi atau return ekspektasi yang belum terjadi tetapi yang
FINESTA Vol.2, No. 1, (2014) 61-66
diharapkan akan terjadi di masa mendatang. Return saham
sesungguhnya (Ri,t) dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut:
Ri,t = ( Pi,t /Pi,t-1 ) - 1
(1)
Keterangan :
Ri,t = Rate of return saham i pada waktu t
Pi,t = Harga indeks saham i pada waktu t
Pi,t-1 = Harga indeks saham i pada waktu t-1
Keterkaitan antara indeks Indonesia (IHSG) dengan
indeks anggota ASEAN-5 didorong oleh hubungan
diplomatik dan perdagangan antara kelima Negara yang
mengindikasikan adanya keterkaitan berupa hubungan
kausalitas. Selain disebabkan oleh perubahan hubungan
diplomatis dan perdagangan, keterkaitan berupa hubungan
kausalitas antara IHSG dengan indeks negara anggota
ASEAN-5 dapat berubah karena adanya krisis. Penelitian
Majid (2009) membuktikan bahwa adanya krisis
menyebabkan indeks kelima indeks semakin terkointegrasi.
Peningkatan keterkaitan tersebut tergambar melalui
peningkatan jumlah hubungan bidirectional causality antar
Negara anggota ASEAN-5 pasca krisis 1997.
Salah satu krisis yang mengguncang sebagian besar
indeks di dunia termasuk IHSG adalah krisis subprime
mortgage. Pasca krisis subprime mortgage, investor
cenderung berinvestasi di negara berkembang (emerging
market) yang dinilai sebagai tempat investasi yang
menjanjikan. Lokasi yang berdekatan serta adanya hubungan
diplomatis antara Indonesia dengan negara anggota ASEAN5 menimbulkan keterkaitan indeks kelima negara tersebut.
Gejolak yang terjadi di Indonesia dan negara lain akan
memicu reaksi investor berupa perpindahan aliran dana dari
atau ke Indonesia, sehingga gejolak perekonomian akan cepat
tercermin pada volatilitas IHSG. Keterkaitan tersebut terbukti
dengan tingginya proporsi investor ASEAN di Indonesia.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) mencatat bahwa
investor ASEAN menempati peringkat pertama dalam
komposisi investor asing pada tahun 2012.
Keterkaitan IHSG dengan indeks anggota ASEAN-5
pernah dibuktikan secara empiris oleh M. Shabri Abd. Majid
(2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan
kausalitas dua arah (bidirectional causality) terjadi antara
indeks Indonesia dengan indeks Thailand, sedangkan
hubungan satu arah terjadi pada Indonesia yang secara
signifikan mempengaruhi indeks Malaysia dan dipengaruhi
indeks Filipina dan Singapura. Sedangkan penelitian terbaru
oleh Ahmad Muzammil (2011) dan Nurul Hidayah (2012)
menunjukkan bahwa secara parsial IHSG signifikan
dipengaruhi oleh indeks Malaysia, indeks Filipina dan indeks
Thailand.
Berikut adalah kerangka berpikir dalam penelitian ini:
Gambar 1. Kerangka Berpikir
62
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan hasil penelitian oleh Majid (2009), maka
didapatkan hipotesa sebagai berikut:
1. Pada periode sebelum subprime mortgage, terdapat
bidirectional causality antara IHSG dengan indeks
Thailand.
2. Pada periode sesudah subprime mortgage, terdapat
bidirectional causality antara IHSG dengan indeks
anggota ASEAN-5
3. Perubahan keberadaan bidirectional causality antara IHSG
dengan indeks anggota ASEAN-5 dipengaruhi signifikan
oleh subprime mortgage
3.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini disusun berdasarkan metode kuantitatif.
Menurut Kuncoro (2007), metode kuantitatif merupakan
penelitian yang sifatnya dapat dihitung jumlahnya dengan
metode statistik. Populasi dalam penelitian ini adalah indeks
saham anggota ASEAN-5, yang terdiri dari indeks Indonesia
(IHSG), indeks Malaysia (KLSE), indeks Thailand (SET),
indeks Filipina (PSEi) dan indeks Singapura (STI). Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah
purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sumber data
dilakukan pertimbangan tertentu dan tidak menyimpang dari
ciri-ciri sampel yang ditetapkan (Sugiyono, 2005). Kriteria
yang harus dipenuhi dalam pengambilan sampel penelitian ini
adalah:
a) memiliki data closing price mingguan pada periode Januari
2002 - Agustus 2008 dan April 2010 - Juli 2013
b) kelima indeks harus memiliki kesamaan tanggal data
closing price.
Tahap pengujian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Menghitung return mingguan kelima indeks dengan
menggunakan rumus (1)
b) Melakukan Uji Stasioner pada return kelima indeks
dengan menggunakan alat statistik Augmented DickeyFuller. Menurut Hadiyatullah (2011) Stasioneritas
menunjukkan bahwa data tidak memiliki perubahan yang
signifikan, atau fluktuasi datanya bersifat tetap atau
konstan sehingga data dapat digunakan dalam uji VAR
dan uji Granger Causality. Hipotesis dari uji ini adalah :
Ho :δ=0 , model bersifat non-stasioner
H1 :δ ≠0 , model bersifat stasioner
Sesuai dengan hipotesa-hipotesa yang telah dibuat di atas
ditentukan kriteria uji asumsi sebagai berikut :
• Tolak
H0 jika nilai probabilitas < tingkat
signifikansi (α = 0,05)
• Terima H0, jika nilai probabilitas > tingkat
signifikansi (α = 0,05)
Apabila hasil uji menunjukkan bahwa data tidak
stasioner, maka akan dilakukan differencing 1 kali.
c) Melakukan uji lag optimal dengan menggunakan alat
statistic VAR, untuk melaihat lag variable X ke variable Y
dan lag variable Y ke variable X. Penentuan jumlah lag
optimal yang akan digunakan dalam model Granger dapat
ditentukan berdasarkan kriteria Akaike Information
Criterion (AIC), Schwarz Information Criterion (SC) dan
Hannan Quinnon Criterion (HQ). Menurut Gujarati (2006)
dari ketiga model tersebut, model yang akan digunakan
FINESTA Vol.2, No. 1, (2014) 61-66
63
adalah model dengan nilai lag terkecil untuk memperkecil
eror.variabel X dan variable Y dalam uji ini adalah sebagai
berikut:
No.
1
2
3
4
Tabel 1.
Variabel X dan Y untuk Uji VAR
Variabel X
Variabel Y
Return IHSG
Return KLSE
Return IHSG
Return SET
Return IHSG
Return PSEi
Return IHSG
Return STI
d) Melakukan uji Granger Causality test untuk menguji
keberadaan bidirectional causality antara variable X dan
variable Y, dengan penentuan variable X dan Y seperti
pada tabel 1. Lag yang digunakan dalam uji ini digunakan
adalah hasil lag optimal dari uji VAR. Hipotesa pada
pengujian ini adalah sebagai berikut :
Ho : variabel X tidak mempengaruhi variabel Y atau
variabel Y tidak mempengaruhi variabel X
H1 : variabel X mempengaruhi variabel Y atau
variabel Y mempengaruhi variabel X
Sesuai dengan hipotesa-hipotesa yang telah dibuat di atas
ditentukan kriteria uji asumsi sebagai berikut :
• Tolak H0 jika nilai probabilitas < tingkat signifikansi
(α = 0,05)
• Terima H0, jika nilai probabilitas > tingkat
signifikansi (α = 0,05).
e) Melakukan analisa deskriptif atas perubahan hubungan
IHSG dengan indeks negara pada periode sebelum dan
sesudah krisis untuk melihat perubahan hubungan antara
IHSG dengan indeks anggota ASEAN-5 pada kedua
periode dan pengaruh krisis terhadap perubahan tersebut
berdasarkan hasil penelitian Kho (2013) untuk melihat
pengaruh krisis.
4.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Total sampel pada periode sebelum krisis adalah 1.360
data yang terdiri dari 272 data untuk masing-masing indeks
dan sampel pada periode sesudah krisis adalah 840 data
yang terdiri dari 168 data untuk masing-masing indeks.
Hasil uji stasioner pada data menunjukkan bahwa data
telah bersifat stasioner. Oleh karena itu data dapat langsung
digunakan untuk pengujian lag dan uji kausalitas tanpa perlu
dilakukan differencing.
Pada pengujian ini, lag maksimum yang digunakan
adalah 4. Hal ini disebabkan karena kemajuan teknologi dan
keterbukaan informasi sangat memungkinkan suatu berita
dapat ditransmisikan ke bursa lain pada periode kurang dari 1
bulan (4 minggu), mengingat bahwa data yang digunakan
adalah data mingguan, maka panjang lag maksimum adalah
4. Bahkan berdasarkan penelitian Majid (2009) lag
maksimum yang mungkin terjadi adalah 5 hari, dimana dalam
penelitian ini 5 hari dapat diartikan kurang dari lag 1. Hasil
uji VAR yang akan digunakan sebagai lag dalam uji Granger
Causality adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil uji VAR
Lag
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
X (Eksogen)
return IHSG
return IHSG
return IHSG
return IHSG
return KLSE
return SET
return PSEi
return STI
Y (Endogen)
return KLSE
return SET
return PSEi
return STI
return IHSG
return IHSG
return IHSG
return IHSG
Sebelum
Krisis
0
0
0
0
0
0
0
0
Sesudah
Krisis
0
0
0
0
1
1
1
1
Berdasarkan tabel 2, seluruh pengujian Granger
Causality pada periode sebelum krisis menggunakan lag 0,
sedangkan pada periode sesudah krisis, pengujian Granger
Causality dengan return IHSG sebagai variabel X
menggunakan lag 1, dan pengujian dengan return IHSG
sebagai variabel Y menggunakan lag 1. Oleh karena tidak
memungkinkan untuk melakukan pengujian kausalitas
dengan tools Pairwise Granger Causality Tests pada lag 0,
maka dalam penelitian ini seluruh uji kausalitas
menggunakan lag 1. Hasil uji Granger adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.
Hasil Uji Granger Causality
Null Hypothesis:
IHSG does not Granger Cause KLSE
KLSE does not Granger Cause IHSG
IHSG does not Granger Cause STI
STI does not Granger Cause IHSG
IHSG does not Granger Cause SET
SET does not Granger Cause IHSG
IHSG does not Granger Cause PSEI
PSEI does not Granger Cause IHSG
Probability
Sebelum
Sesudah
Krisis
Krisis
0,3465
0,6845
0,2028
0,7481
0,1613
0,1752
0,0085
0,0943
3,00E-05
9,00E-11
0,288
0,5165
0,8325
0,0167
0,3562
0,9847
Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahwa terdapat
empat nilai probability yang memiliki nilai dibawah 0,05.
Pada periode sebelum krisis, hubungan STI yang
mempengaruhi IHSG memiliki probability 0,0085 dan
hubungan IHSG yang mempengaruhi SET memiliki
probability 0,00003. Sedangkan pada periode sesudah krisis,
hubungan IHSG yang mempengaruhi SET memiliki
probability 0,00000000009 dan hubungan IHSG yang
mempengaruhi PSEi memiliki probabilitas 0,0167.
Berdasarkan kriteria pengambilan keputusan pada uji
Granger, maka dapat terjadi penlakan H0 pada keempat
hubungan tersebut, yang artinya :
• Pada periode sebelum krisis, STI mempengaruhi IHSG dan
IHSG mempengaruhi SET
• Pada periode sesudah krisis, IHSG mempengaruhi SET dan
IHSG mempengaruhi PSEi
Gambar 2.
Hubungan Antara IHSG Dengan Indeks Anggota ASEAN-5 Periode
Sebelum dan Sesudah Krisis
FINESTA Vol.2, No. 1, (2014) 61-66
Gambar tersebut tampak bahwa pada kedua periode
tidak ditemukan adanya bidirectional causality. Hubungan
yang terjadi hanya berupa unidirectional causality.
Perubahan keberadaan unidirectional causality tampak pada
hubungan STI yang mempengaruhi IHSG dan IHSG yang
mempengaruhi PSEi. Pada periode sebelum krisis, tampak
bahwa STI mempengaruhi IHSG, namun pada periode
sesudah krisis tidak ditemukan adanya hubungan kasualitas
antara IHSG dengan STI. Sedangkan untuk hubungan antara
IHSG dan PSEi, pada periode sebelum krisis kedua indeks
tidak memiliki hubungan kausalitas. Hubungan kasualitas
antara IHSG dan PSEi baru tampak pada periode sesudah
krisis, dimana pada periode tersebut unidirectional causality
terjadi pada IHSG yang mempengaruhi PSEi
Ditemukannya dua hubungan satu arah (unidirectional
causality) pada periode sebelum krisis, yaitu antara indeks
Singapura yang mempengaruhi indeks Indonesia dan indeks
Indonesia yang mempengaruhi indeks Thailand. Didukung
oleh hasil penelitian Jang dan Sul (2002) yang menyatakan
bahwa tidak ditemukan adanya bidirectional causality antara
indeks Indonesia dan indeks Singapura, indeks Thailand
dengan indeks Indonesia (dalam Majid, 2009, p. 172). Hasil
penelitian ini juga memiliki kemiripan dengan penelitian
Majid (2009) yang menyatakan bahwa indeks Singapura
mempengaruhi indeks Indonesia dan indeks Thailand
mempengaruhi indeks Indonesia. Hasil pengujian Granger
Causality pada periode sesudah krisis menunjukkan hasil
yang serupa, berupa terjadinya dua hubungan satu arah
(unidirectional causality). Namun terjadi perubahan
hubungan, dimana pada periode ini indeks Singapura tidak
lagi mempengaruhi indeks Indonesia. Uni-directional
causality pada periode ini terjadi pada indeks Indonesia yang
mempengaruhi indeks Thailand dan indeks Indonesia yang
mempengaruhi indeks Filipina.
Keterkaitan antara IHSG dengan indeks negara lain dapat
didorong oleh keterkaitan perekonomian Indonesia dengan
negara anggota ASEAN-5. Kerjasama perdagangan tersebut
akan tergambar melalui kegiatan ekspor dan impor. Laporan
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) menunjukkan terjadinya
perbaikan kinerja ekspor pada sebagian besar negara tujuan
ekspor utama Indonesia. Ekspor barang dari logam tidak
mulia bahkan kembali meningkat ditopang oleh permintaan
ekspor riil yang tinggi, terutama dari Singapura, Malaysia,
dan Thailand.
Keterkaitan antara Indonesia dengan Thailand pada
periode sebelum krisis didukung dengan tingginya
pertumbuhan perdagangan kedua negara. Laporan Atase
Perdagangan Indonesia (www.kemendag.go.id) menunjukkan
bahwa perdagangan Indonesia - Thailand pada tahun 2007
mengalami pertumbuhan 29,72%. Sedangkan pada bulan Mei
2008, perdagangan Indonesia - Thailand mengalami
pertumbuhan 58,98% dengan pertumbuhan impor sebesar
75,58% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2007.
Berdasarkan laporan NPI dapat diketahui bahwa ekspor ke
Thailand mengalami pertumbuhan yang tertinggi, dengan
total pertumbuhan mencapai 5,9% dimana pertumbuhan
ekspor ke negara lainnya masih menghasilkan nilai negatif .
Peningkatan ini mengindikasikan semakin tingginya
keterkaitan dan pengaruh Indonesia atas Thailand.
Keterkaitan antara Indonesia dengan Thailand juga semakin
tinggi dengan terjadinya peningkatan kerjasama bilateral
antara Indonesia dengan Thailand. Sedangkan salah satu
64
penyebab lemahnya pengaruh Thailand atas Indonesia adalah
adanya peraturan Thailand yang menyatakan bahwa investasi
keluar negeri di atas USD 10 juta harus mendapat persetujuan
Bank Sentral (Winantyo,dkk. , 2008). Adanya peraturan
tersebut membuat pergerakan investor Thailand untuk
berinvestasi ke luar negeri menjadi terbatas, sehingga
pengaruh Thailand atas indeks luar negeri termasuk Indonesia
juga menjadi lemah.
Keterkaitan antara Singapura dengan Indonesia dapat
tergambar melalui kerjasama dalam hal perdagangan, yang
tergambar melalui ekspor dan impor kedua Negara.
Berdasarkan laporan external trade Singapura, total ekspor
Singapura ke Indonesia lebih tinggi daripada total impor atas
produk Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa
pengaruh Singapura atas Indonesia akan lebih kuat dari pada
sebaliknya. Keterkaitan antara indeks Indonesia dan
Singapura sendiri dapat dijelaskan melalui perbandingan
kapitalisasi indeks Indonesia dengan indeks Singapura,
dimana kapitalisasi Singapura lebih besar daripada
kapitalisasi Indonesia. Menurut Mansur (2005) keterkaitan
antar bursa akan terjadi pada Negara dengan lokasi
berdekatan, dimana bursa yang lebih besar akan
mempengaruhi bursa yang lebih kecil. Pernyataan tersebut
juga didukung melalui gambaran alokasi investasi portfolio
antar negara ASEAN-5 (Tabel 5). Singapura tercatat
menyumbang 14% dari total nilai investasi global yang
tercatat di Indonesia dengan total nilai investasi sebesar USD
5,507 miliar. Sedangkan nilai investasi Indonesia di
Singapura tercatat hanya sebesar 0,17% dari total investasi
global, dengan nilai investasi sebesar USD 226 juta . Oleh
karena itu dapat dijelaskan pengaruh indeks Singapura yang
mempengaruhi indeks Indonesia pada periode sebelum krisis.
Pada periode sesudah krisis, hasil Granger menunjukkan
bahwa indeks Indonesia tidak lagi dipengaruhi oleh indeks
Singapura. Perubahan hubungan Indonesia dengan Singapura
tersebut tergambar melalui penurunan realisasi investasi dan
hubungan perdagangan kedua negara. Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM) mencatat sejak tahun 2010 hingga akhir
kuartal 2 tahun 2013, jumlah PMA asal Singapura mengalami
penurunan dari $5.565 juta di tahun 2010 menjadi $1.908,15
juta pada triwulan 2 tahun 2013. Dari sisi perdagangan,
Laporan Pertumbuhan Ekspor Impor Indonesia periode 20082013 (www.kemendag.go.id),
menunjukkan bahwa
pertumbuhan ekspor Indonesia ke Singapura tampak
mengalami peningkatan, sedangkan pertumbuhan impor
mengalami penurunan. Bahkan jika dibandingkan dengan
periode Januari 2012 – Agustus 2012, pertumbuhan impor
periode Januari 2013 – Agustus 2013 mencatat angka negatif.
Tabel 4
Pertumbuhan Ekspor Impor Indonesia
Partner
Kegiatan
2012/2013
Perdagangan
Perdagangan
2011/2012
(per Agsutus)
Ekspor
-5.06
7.2
Singapura
Impor
0.85
-6.39
Ekspor
-7.95
-14.7
Malaysia
Impor
10.25
-2.18
Sumber: Perkembangan Ekspor NonNigas (Negara Tujuan) Periode
:2008-2013 (2013, p.1) dan Perkembangan Impor NonNigas (Negara
Tujuan) Periode :2008-2013 (2013, p.1)
Labih lanjut mengenai hubungan ekspor impor Indonesia
dengan Singapura, Laporan Ekspor Impor Indonesia 2013
menyebutkan bahwa pada tahun tersebut, impor asal
Singapura pertumbuhan negatif jika dibandingkan tahun
FINESTA Vol.2, No. 1, (2014) 61-66
sebelumnya sedangkan ekspor Indonesia ke Singapura justru
mengalami peningkatan. Pertumbuhan ekspor tersebut
terutama ditopang oleh permintaan ekspor riil yang tinggi
atas kebutuhan barang dari logam tidak mulia dan gas.
Negara
Tujuan
Investasi
Indonesia
Malaysia
Filipina
Singapura
Thailand
Tabel 5
Alokasi Investasi Portfolio ASEAN-5
Investasi Dari
Total Nilai
Indonesia Malaysia Filipina Singapura Thailand Investasi Global
147
6
5507
2
38.908
8
330
13.023
170
59.381
2
26
963
1
30.25
226
1.629
622
529
126.085
12
53
26
4.235
37.805
Sumber: Winantyo,dkk (2008, p.234)
Pada periode sebelum krisis, negara yang menempati
posisi kedua sebagai negara investor di Indonesia adalah
Malaysia dengan nilai investasi sebesar USD 147 juta.
Namun jika dibandingkan dengan total investasi global,
proporsi investasi Malaysia di Indonesia tercatata hanya
sebesar 0,37%. Proporsi investasi Indonesia di Malaysia
sendiri hanya sebesar 0,013% dengan nilai investasi sebesar
USD 8 juta. Rendahnya proporsi investasi Indonesia di
Malaysia dan investasi Malaysia di Indonesia dengan
proporsi masing-masing kurang dari 1% menyebabkan
lemahnya pengaruh antara kedua negara, sehingga gejolak di
Malaysia tidak akan signifikan mempengaruhi volatilitas
IHSG dan gejolak Indonesia tidak akan signifikan
mempengaruhi volatilitas KLSE. Hal tersebut menjelaskan
tidak keterkaitan antara indeks Indonesia dengan indeks
Malaysia dalam penelitian ini. Sedangkan pada periode
sesudah krisis, tabel 4 menunjukkan bahwa sejak tahun 2011,
ekspor ke Malaysia menunjukkan pertumbuhan yang negatif.
Pada tahun 2011/2012 impor dari Malaysia menunjukkan
adanya pertumbuhan, namun untuk periode 2012/2013
pertumbuhan impor mencatata angka negatif. Pertumbuhan
ekspor impor ini mendukung hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa tidak ditemukan bidirectional causality
antara IHSG dengan KLSE.
Tidak adanya keterkaitan antara indeks Indonesia dan
indeks Filipina pada periode sebelum krisis tergambar dari
proporsi investasi kedua negara yang sangat kecil. total
proporsi investasi Indonesia di Filipina hanya sebesar
0,0066% dari total investasi global dengan nilai investasi
sebesar USD 2 juta, sedangkan investasi Filipina di Indonesia
hanya sebesar USD 6 juta atau sama dengan 0,15% dari total
investasi global. Pada periode sesudah krisis global,
Indonesia dan Filipina mengalami peningkatan hubungan
kerjasama, terutama dalam hal perdagangan. Berdasarkan
Laporan Atase Perdagangan (www.kemendag.go.id) , total
perdagangan Indonesia pada akhir tahun 2011 mengalami
peningkatan 12,22% dibandingkan dibanding periode yang
sama tahun 2010. Pada pertengahan tahun 2011 ini, posisi
Indonesia sebagai salah satu negara asal impor bagi negara
Filipina telah menduduki peringkat ke-sepuluh, dari 10
negara asal utama dengan pangsa pasar sebesar 3,86% dari
total impor Filipina dan peringkat ke 13 sebagai negara tujuan
ekspor Filipina. Sedangkan periode Januari - Februari 2013,
total perdagangan Indonesia-Filipina kembali mengalami
peningkatan sebesar 0,04% dibanding periode yang sama
pada tahun 2012 dengan total perdagangan sebesar USD
503,27 juta. Total perdagangan tersebut terdiri dari ekspor
65
Indonesia ke Filipina sebesar US$ 373,18 juta atau turun
sebesar 9,07% dibanding periode Januari-Februari 2012, dan.
Surplus perdagangan Indonesia dengan Filipina periode
Januari-Pebruari 2013 sebesar US$ 243,10 juta. Pada periode
ini posisi Indonesia naik ke peringkat ke-sembilan sebagai
negara asal impor Filipina dengan pangsa pasar sebesar
3,96% dari total impor Filipina. Peningkatan hubungan
tersebut menjelaskan munculnya unidirectional causality,
dengan indeks Indonesia mempengaruhi indeks Filipina pada
periode sesudah krisis.
Perubahan hubungan antara IHSG dengan indeks
ASEAN-5 dapat dipicu oleh terjadinya krisis. Berdasarkan
penelitian Majid (2009) disebutkan bahwa adanya krisis
menyebabkan perubahan hubungan di ASEAN-5. Pada
penelitian ini, perubahan tersebut dapat disebabkan oleh
terjadinya krisis subprime mortgage. Berdasarkan penelitian
Kho (2013) hasil Granger menunjukkan bahwa krisis
subprime mortgage berdampak pada Singapura, Thailand dan
Filipina. Singapura, Thailand, dan Filipina merupakan tiga
negara anggota ASEAN-5 yang memiliki hubungan kerja
sama ekspor impor yang kuat. Partner ekspor dan impor
terbesar dari negara Thailand dan Filipina di dalam ASEAN5 adalah Singapura. Oleh karena itu, saat krisis
mempengaruhi Thailand, krisis tersebut akan menyebar dan
mempengaruhi Singapura dan Filipina. Dengan kata lain,
terjadi contagion effect menyebar melalui hubungan
perdagangan. Hasil tersebut memungkinkan terjadinya
perubahan hubungan ketiga negara tersebut dengan anggota
ASEAN-5 lainnya, terutama dengan Indonesia. Sedangkan
untuk negara Indonesia dan Malaysia tidak didapati adanya
contagion effect.
Kho (2013) menyebutkan bahwa Indonesia dan Malaysia
merupakan negara eksportir komoditas yang dibutuhkan
hampir semua negara sekalipun terjadi krisis. Pada tabel 4
mengenai ekspor pada periode krisis subprime mortgage
tidak terjadi perubahan ekspor yang signifikan. Dapat
dikatakan bahwa krisis subprime mortgage tidak memberi
perubahan pada hubungan di Indonesia dan Malaysia, bahkan
apabila pada periode krisis tidak terjadi contagion effect pada
Singapura, Malaysia dan Filipina, kemungkinan besar tidak
akan terjadi perubahan hubungan antara IHSG dengan indeks
negara lain. Faktor yang memungkinkan terjadinya
perubahan hubungan antara IHSG dengan indeks anggota
ASEAN-5 adalah bertambah kuatnya IHSG karena semakin
banyak investor asing ke IHSG pada periode sesudah krisis,
sehingga market capitaliztion IHSG semakin besar, bahkan
hampir menyaingi market capitalization Malaysia.
Gambar 3.
Ekspor antar negara ASEAN-5 periode krisis subprime mortgage
Sumber: Kho,2013, p. 27
FINESTA Vol.2, No. 1, (2014) 61-66
Berdasarkan gambar 3 dapat dilihat bahwa pada periode
krisis, sebagaian besar ekspor negara ASEAN-5 ke Thailand
mengalami peningkatan, kecuali ekspor Singapura ke
Thailand yang cenderung stabil. Peningkatan ekspor ke
Thailand terutama terjadi di Indonesia. Dibandingkan negara
lainnya, ekspor Indonesia ke Thailand mendapat prosentase
tertinggi yang menyebabkan semakin kuatnya pengaruh
Indonesia ke Thailand. Peningkatan ekspor juga terjadi pada
ekspor Indonesia ke Filipina dan Malaysia. Peningkatan
ekspor ke Filipina dapat meningkatkan pengaruh Indonesia
atas Filipina. Sedangkan seperti yang dapat dilihat pada
gambar 3, krisis subprime mortgage tidak berdampak pada
Indonesia dan Malaysia, oleh karena itu tidak ada perubahan
hubungan antara Indonesia dan Malaysia. Namun secara garis
besar, dapat dikatakan bahwa krisis subprime mortgage
mempengaruhi perubahan hubungan antara IHSG dengan
indeks anggota ASEAN-5 pada periode sebelum dan sesudah
krisis. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa pelemahan
IHSG pada periode krisis bukan disebabkan oleh kegiatan
perdagangan antara Indonesia dengan ngara anggota
ASEAN-5 lainnya.
Krisis subprime mortgage mempengaruhi IHSG dan
masuk ke Indonesia melalui hubungan perdagangan dengan
Cina (John Vetter, seminar, November 8, 2013) . Ekspor
nonmigas Indonesia ke Cina memiliki proporsi 13.6%. Angka
tersebut menempatkan Cina sebagai negara tujuan ekspor
nomor satu di Indonesia. Pada saat Amerika yang merupakan
mitra dagang utama Cina mengalami mengalami krisis
subprime mortgage, permintaan impor Amerika ke Cina
menjadi menurun. Sebagai akibatnya, Cina mengalami
pelemahan ekonomi yang disebabkan penurunan nilai ekspor
di Cina. Penurunan tersebut berimbas pada penurunan
permintaan barang berupa sumber energi seperti batu bara di
Indonesia. Hal tersebut berdampak pada penurunan nilai
ekspor Indonesia yang mendorong investor untuk melepas
kepemilikan sahamnya di BEI.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia (2013). Laporan Kebijakan Moneter
Triwulan IV 2012. Retrieved May 15, 2013, from
http://www.bi.go.id/web/id/Publikasi/Kebijakan+Moneter/T
injauan+Kebijakan+Moneter/lkm_tw412.htm
Bank Indonesia (2013). Laporan Neraca Pembayaran
Indonesia Tahun 2012. Retrieved May 15, 2013, from
http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/EA0E9CE7-48EE-4C1BA32632E5F0C602A5/28812/LPI2012Finaledit12042014.pdf
Department of Statistic Singapore. External Trade.
Retrieved October 15, 2013, from
www.singstat.gov.sg/publications/publications_and_papers/r
eference/yearbook_2012/excel/topic13.xls
Ferdiansyah, F. (2012, Desember). Performa Impresif
Indonesia. Retrieved March 2, 2013, from
http://suar.okezone.com/read/2012/12/14/58/732115/large
Gujarati, D N. (2006). Essential of Econometrics (3rd ed).
New York: Mc. Graw Hill.
66
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia. Laporan
Atase Perdagangan Indonesia-Filipina. Retrieved
December 1, 2013, from
http://www.kemendag.go.id/id/view/trade-attachereport/123/2012/12
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia,
Perkembangan Ekspor NonNigas (Negara Tujuan) Periode
:2008-2013. Retrieved December 1, 2013, from
http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesiaexport-import/growth-of-non-oil-and-gas-exportdestination-country
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia,
Perkembangan Impor NonNigas (Negara Tujuan) Periode
:2008-2013. Retrieved December 1, 2013, from
http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/indonesiaexport-import/growth-of-non-oil-and-gas-importdestination-country
Kho, S. (2013). Analisa Contagion Effect Antar negara
ASEAN-5 Saat Krisis Bursa Saham Amerika.Universitas
Kristen Petra
Kuncoro, M. (2007). Metode Kuantitatif : Teori dan
Aplikasi Untuk Bisnis dan Ekonomi. Yogyakarta: UPP
STIM YKPN.
Latif, S. (2013, August 27). Ambruk Lagi, IHSG Terjun
Bebas ke Level 3.967. Retrieved November 20, 2013, from
http://bisnis.liputan6.com
Majid, M.S.A(2009). Dynamic Linkages among ASEAN-5
Emerging Stock Merket. Department of Economics,
International Journal of Emerging Market Vol. 4 No. 2,
2009, pp. 160-184
Muzzamil, A. (2011). Analisis Pengaruh Indeks Saham Asia
Tenggara terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
di Bursa Efek Indonesia. Universitas Pembangunan Negara
“Veteran”, Jakarta, Indonesia
Sugiyono (2005). Metode Penelitian Administrasi. Bandung
: Alfabeta
Download