BUKU PANDUAN PEMANFAATAN PELUANG MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 0 DAFTAR ISI I. II. PENDAHULUAN EKSPORTASI II.1. DASAR HUKUM, KETENTUAN DAN PROSEDUR EKSPOR II.2. SURAT KETERANGAN (SKA)/CERTIFICATE OF ORIGIN (CoO) ASAL II.3. PEMBIAYAAN EKSPOR BARANG/RULES III. KETENTUAN ASAL (RoO) ASEAN IV. KETENTUAN STANDARD ASEAN V. PANDUAN PROMOSI DAN CITRA VI. OF ORIGIN DAFTAR ALAMAT PENTING Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 1 I. PENDAHULUAN Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) telah memasuki babak baru dalam pengembangan kerjasama di kawasan dengan diberlakukannya ASEAN Community secara efektif pada 1 Januari 2016. Pengukuhan ASEAN penandatanganan sebagai Deklarasi satu Kuala Masyarakat Lumpur ditandai tentang dengan Pembentukan Masyarakat ASEAN (The Kuala Lumpur Declaration on the Establishment of ASEAN Community) oleh seluruh Kepala Negara/Pemerintahan Negara Anggota ASEAN pada Pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN bulan November 2015 di Kuala Lumpur, Malaysia. Perwujudan Masyarakat ASEAN 2015, yang terdiri dari tiga pilarnya yaitu Pilar Masyarakat Politik-Keamanan, Pilar Masyarakat Ekonomi, dan Pilar Masyarakat Sosial-Budaya, merupakan hasil kerja keras seluruh negara anggota ASEAN sejak terbentuk pada 8 Agustus 1967. Di bidang ekonomi, pembentukan Masyakarat Ekonomi ASEAN (MEA) bertujuan untuk menciptakan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang stabil, sejahtera dan berdaya saing dimana terdapat arus bebas perdagangan barang, jasa, investasi dan modal; pembangunan ekonomi yang merata; dan penurunan angka kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi melalui 4 (empat) pilar utamanya, yaitu: (i) Pasar Tunggal dan Basis Produksi; (ii) Kawasan yang berdaya saing; (iii) Kawasan dengan pembangunan ekonomi yang merata; dan (iv) Kawasan yang terintegrasi dengan perekonomian global. ASEAN merupakan kawasan yang secara ekonomi merupakan potensi yang sangat luasuntuk pembangunan ekonomi bagi para pelaku usaha maupun masyarakatnya karena jumlah penduduk ASEAN pada tahun 2015 tercatat sebesar + 650 juta jiwa (9,02% dari total penduduk dunia). Dengan jumlah penduduk hampir 10% dari total populasi dunia, ASEAN menjadi pasar yang menarik bagi para pelaku usaha di Negara Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 2 anggota ASEAN untuk mengembangkan usahanya. Pada tahun 2014, ASEAN tercatat sebagai kawasan ekonomi terbesar ke-7 berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) setelah Amerika Serikat, China, Jepang, Jerman, Inggris dan Perancis, dimana PDB ASEAN mencapai USD 2,57 trilyun dan pendapatan PDB perkapita sebesar USD 4,173. ASEAN juga merupakan salah satu destinasi investasi dunia, dimana pada tahun 2014, aliran investasi asing yang masuk ke ASEAN tercatat sebesar USD 136,2 milyar. Dan tidak kalah pentingnya, ASEAN telah menunjukkan kestabilan ekonominya dengan bertahan dari krisis ekonomi yang melanda dunia pada tahun 2008. Para pelaku usaha Indonesia diharapkan dapatmemanfaatkan potensi ekonomi serta kesepakatan-kesepekatan yang dimiliki oleh seluruh negara anggota ASEAN untuk meningkatkan ekspor produknya ke seluruh negara anggota ASEAN. Untuk mendukung para pelaku usaha Indonesia, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Kementerian informasi Perdagangan yang dapat memandang membantu perlu para untuk pelaku memberikan usaha untuk mengembangkan usahanya agar dapat memanfaatkan peluang MEA. Oleh karenanya, Buku Panduan ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha di Indonesia dalam memanfaatkan integrasi ekonomi di ASEAN. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 3 II. EKSPORTASI D alam rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional melalui perdagangan yang berkelanjutan, kegiatan ekspor menjadi salah satu sumber perolehan devisa negara yang penting, sehingga kegiatan ekspor harus terus ditingkatkan dengan tetap menjaga ketersediaan barang dan bahan untuk kebutuhan industri dan konsumen di dalam negeri. II.1. Dasar Hukum, Ketentuan, dan Prosedur Ekspor a. Dasar hukum dalam melaksanakan kegiatan ekspor: - Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tentang Pengsahan Agreement Establishing the World Trade Organization. - Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 17 Tahun 2006. - Undang-undang No. 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam ASEAN - Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa. - Permendag RI No. 13 Tahun 2012 tentang Ketentuan Dibidang Ekspor. - Permendag RI No. 77 Tahun 2014 tentang Ketentuan Asal Barang Indonesia. - Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 4 b. Ketentuan Di Bidang Ekspor Berdasarkan Permendag No 13 Tahun 2012, Ketentuan Umum di Bidang Ekspor: • Untuk mencapai pembangunan ekonomi melalui perdagangan berkelanjutan perlu dijaga keberlangsungan ekspor dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. • Ekspor merupakan salah satu sumber utama perolehan devisa untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional sehingga harus ditingkatkan dengan tetap menjaga ketersediaan barang dan bahan untuk kebutuhan dalam negeri • Persaingan global yang semakin ketat menuntut peningkatan dayasaing produk ekspor untuk memperbesar dan memperluas akses ekspor produk Indonesia ke pasar dunia dengan peningkatan nilai tambah produk dalam negeri. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 5 Barang Ekspor dikelompokkan ke dalam: PENGELOMPOKAN BARANG EKSPOR Barang Bebas Ekspor Barang yang tidak termasuk dalam kelompok barang dibatasi ekspor dan barang dilarang ekspor Dapat dilaksanakan oleh Orang Perseorangan Barang Dibatasi Ekspor Barang Dilarang Ekspor Barang yang dibatasi eksportir, jenis dan/atau jumlah yang diekspor Dilaksanakan Oleh Lembaga dan Badan Usaha a. b. c. d. e. f. Barang Dibatasi Ekspor, bertujuan: Melindungi keamanan nasional atau kepentingan umum Melindungi kesehatan manusia, hewan, tumbuhtumbuhan/lingkungan Adanya perjanjian internasional atau kesepakatan yang ditandatangani dan diratifikasi oleh pemerintah Terbatasnya pasokan di pasar dalam negeri atau untuk konservasi secara efektif Terbatasnya kapasitas pasar di negara atau wilayah tujuan ekspor Terbatasnya ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Barang yang tidak boleh diekspor a. b. c. d. e. Barang Dilarang Ekspor, bertujuan: Mengancam keamanan nasional atau kepentingan umum termasuk sosial, budaya dan moral bangsa Melindungi hak atas kekayaan intelektual Melindungi kehidupan manusia dan kesehatan Merusak lingkungan hidup dan ekologi Berdasarkan perjanjian internasional atau kesepakatan yang ditandatangani dan diratifikasi oleh pemerintah 6 Persyaratan Eksportir Barang Bebas Ekspor PERSYARATAN EKSPORTIR BARANG BEBAS EKSPOR LEMBAGA DAN BADAN USAHA ORANG PERSEORANGAN a. NPWP b. Dokumen lain yang dipersyaratkan dalam peraturan perundangundangan a. SIUP atau Izin Usaha dari kementerian teknis/lembaga pemerintah non kementerian / instansi b. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) c. NPWP d. Dokumen lain yang dipersyaratkan dalam peraturan perundangundangan Persyaratan Eksportir Barang Dibatasi Ekspor PERSYARATAN EKSPORTIR BARANG DIBATASI EKSPOR LEMBAGA / BADAN USAHA a. b. c. d. e. SIUP atau Izin Usaha dari kementerian teknis/lembaga pemerintah non kementerian / instansi Tanda Daftar Perusahaan (TDP) NPWP NIK (Nomor Identitas Kepabeanan) Memenuhi persyaratan berdasarkan pengaturan jenis barangnya, berupa: 1. Pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar (ET) 2. Surat Persetujuan Ekspor (SPE) 3. Laporan Surveyor (LS) 4. Surat Keterangan Asal (SKA); dan/atau 5. Dokumen lain yang dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan Angka 1 (ET) dan 2 (PE), diajukan ke Unit Pelayanan Perdagangan secara online www.kemendag.go.id Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 7 Ketentuan-ketentuan lain mengenai pengaturan Ekspor: 1. Permendag No. 29 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan, sebagaimana telah diubah dengan Permendag No. 52 Tahun 2012. 2. Permendag No. 44 Tahun 2012 tentang Barang Dilarang Ekspor 3. Permendag No. 45 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Sisa dan Skrap Logam. 4. Permendag No. 46 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Perak dan Emas. 5. Permendag No. 47 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Prekursor Non Farmasi. 6. Permendag No. 48 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Pupuk Urea Non Subsidi. 7. Permendag No. 51 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Sarang Burung Walet ke RRC (berlaku terhitung mulai tanggal 31 Juli 2012). 8. Permendag No. 64 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan (berlaku terhitung tanggal 1 Januari 2013). Barang Dibatasi Ekspornya, meliputi: No. 1. Kategori Industri dan Pertambangan Keterangan Produk pertambangan. Pupuk Urea Non Subsidi. Minyak dan Gas Bumi. Prekursor Non Farmasi. Perak dan Emas. Sisa dan Skrap Logam Intan kasar. Tekstil dan Produk Tekstil. Kayu dan Produk Kayu. Barang hasil industri dan kerajinan dari kayu cendana. 11. Maniok 12. Produk industri kehutanan. 13. Timah. 14. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 8 2. Pertanian dan Kehutanan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kopi. Kacang Kedelai, pecah atau utuh. Padi dan Beras. Binatang sejenis lembu hidup yakni bibit sapi, sapi bukan bibit, kerbau. Anak ikan napoleon, ikan napoleon, benih ikan bandeng. Inti kelapa sawit. Kulit buaya dalam bentuk wet blue. Binatang liar dan tumbuhan alam yang dilindungi. Barang Dilarang Ekspornya,meliputi: No. 1. Pertanian Kategori 2. Kehutanan 3 Perikanan dan Kelautan Keterangan 1. Karet alam spesifikasi teknis (TSNR) atau Standard Indonesia Rubber (SIR) yang tidak memenuhi SNI. 2. Karet alam dalam bentuk lain selain Smoked Sheet dan TSNR (SIR). 1. Kayu kasar, dikuliti atau dihilangkan getahnya maupun tidak, atau dibentuk bujur sangkar secara kasar. 2. Kayu simpai; galah belahan; tiang pancang dan tonggak dari kayu, runcing tetapi tidak digergaji memanjang; tongkat kayu, dipotong secara kasar tetapi tidak dibubut, dibengkokkan atau dikerjakan secara lain. 3. Bantalan (cross-tie) rel kereta api atau trem dari kayu. 4. Kayu digergaji atau dibelah memanjang, diiris atau dikuliti, diketam, diampelas atau end-jointed maupun tidak, dengan ketebalan melebihi 6 mm. 5. Kayu dalam bentuk log atau kayu pacakan yang tidak mempunyai nilai tambah signifikan. 6. Rotan dalam bentuk utuh yang masih mentah atau segar atau bahan setengah jadi lainnya. 7. Hati Rotan yang telah dibelah. 8. Kulit Rotan 9. Rotan lainnya 1. Anak Ikan Arwana (Scleropages Formosus dan Scleropages jardini), ukuran dibawah 10 cm. 2. Benih Ikan Botia Hidup 3. Ikan Botia hidup (Botia Macracantha). 4. Ikan Napoleon Wrasse (Cheilinus undulatus Ruppell), 5. Benih Ikan Sidat (Anguilla spp). 6. Calon Induk dan Induk Udang Penaeidae jenis Udang Windu Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 9 4. Industri 5. Pertambangan 6. Barang dalam Apendix 1 7. Cagar Budaya daftar 7. Calon Induk dan Induk Udang Penaeidae jenis Udang Jerbung. 8. Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii). 1. Sisa dan skrap dari besi tuang. 2. Sisa dan skrap dari baja paduan 3. Sisa dan skrap dari besi atau baja dilapis timah 4. Sisa dan skrap selain dari no. 1, 2, dan 3 dengan bentuk gram, serutan, kepingan, sisa gilingan, serbuk gergaji, kikiran, potongan dan hancuran, dalam bundel maupun tidak. 5. Sisa dan skrap selain dari no. 1, 2, dan 3 dengan bentuk selain dari dengan bentuk gram, serutan, kepingan, sisa gilingan, serbuk gergaji, kikiran, potongan dan hancuran, dalam bundel maupun tidak. 6. Ingot hasil peleburan kembali skrap 1. Bijih Timah, Tinslag dan Tailing. 2. Pasir Alam Termasuk Pasir Laut Pasir Sungai, Pasir Danau dan Pasir Tambang (Pasir Quarry), Tanah dan Top Soil (Termasuk Tanah Pucuk atau Humus). 3. Batu mulia selain intan dan batu semi mulia. 4. Batu mulia atau semi mulia sintetik. CITES 1. Primata. 2. Ikan paus, Lumba-lumba Porpoise, anjing laut, singa laut dan beruang laut 3. Binatang menyusui lainnya. (HS 0106.19.00.00) 4. Burung dari jenis pemangsa, dan jenis Psittaciformes. 4. Binatang melata (HS 0106.20.00.00 mis: penyu, kura-kura, biawak, buaya). 5. Jangat dan Kulit Mentah lainnya. 6. Wet Blue dari Reptil. 7. Gigi, darah, Empedu, Genital Buaya 8. Serangga (kupu bidadari, kupu sayap burung peri, kupu sayap burung goliat, kupu sayap priamus). 9. Ikan arwana. 10. Bivalviax, terumbu karang, 11. Angrek jenis tertentu yang berasal dari hutan. 12. Tanaman hidup dan biji Tengkawang. Cagar budaya berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar budaya yang memenuhi kriteria berusia lima puluh tahun atau lebih mewakili masa gaya paling singkat berusia lima puluh tahun memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 10 c. Prosedur Ekspor Prosedur Ekspor (Eksportir di Indonesia dan Importir di Luar Negeri) 1. Eksportir dan Importir melakukan korespondensi, yang diakhiri dengan pembuatan sales contract. 2. Importir mengaplikasikan pembukaan L/C (Letter of Credit) pada bank devisanya di luar negeri / Opening Bank. 3. Opening Bank mengirim L/Cconfirmation pada bank korespondensinya di Indonesia, untuk meminta bank korespondensi memberitahukan kepada eksportir. 4. Korespondensi bank / advising bank memberitahukan kepada eksportir melalui L/C advice. 5. Eksportir mempersiapkan barang dengan cara memproduksi atau membeli barang. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 11 6. Eksportir memesan ruang kapal pada shipping company. 7. Eksportir mengurus formalitas ekspor, dengan mengisi PEB (Pemberitahuan Ekspor barang) dan pembayaran pajak ekspor, kemudian PEB difiatmuatkan. 8. Pemuatan barang di atas kapal, shipping company memberikan bills of lading pada eksportir. 9. Apabila dalam L/C ada persyaratan untuk melampirkan dokumen Surat Keterangan Asal (SKA), maka eksportir harus mengurus SKA tersebut ke Instansi Penerbit SKA. 10. Setelah mempersiapkan seluruh dokumen yang dipersyaratkan pada L/C, eksportir menegosiasikan kepada negotiation bank untuk mendapat pembayaran. 11. Pengiriman dokumen yang dipersyaratkan pada L/Cdari negotiation bank ke opening bank. 12. Opening bank meneruskan dokumen tersebut kepada importir 13. Importir menyerahkan dokumen tersebut pada shipping agent untuk ditukarkan dengan delivery cargo. Dokumen yang diperlukan dalam melakukan ekspor 1. Kontrak Penjualan (sales contract); 2. Faktur Perdagangan (commercial invoice); 3. Packing List; 4. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB); 5. Bill of Lading (B/L); 6. Polis asuransi; 7. Letter of Credit (L/C); Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 12 8. Bill of Exchange (wesel ekspor); 9. Surat pernyataan mutu (quality statement); jika diperlukan oleh pihak importir); 10. Certificate of Origin (CoO)/Surat Keterangan Asal (SKA); jika diperlukan oleh pihak importir. II.2. Surat Keterangan Asal (SKA)/Certificate of Origin (CoO) Definisi SKA/CoO adalah surat keterangan kebangsaan suatu barang yang disertakan pada saat barang tersebut memasuki wilayah negara tujuan ekspor tertentu, untuk membuktikan bahwa barang tersebut berasal, dihasilkan dan atau diolah di suatu negara (Indonesia). Pada prinsipnya, dalam kerjasama pasar bebas/free trade area (FTA), dipersyaratkan adanya SKA/CoO sehingga produk yang diekspor ke negara mitra diberikan tarif preferensi atau yang sudah diturunkan/dihapus tarif bea masuk dari negara pengimpor sesuai yang telah disepakati di dalam suatu perjanjian. Jenis SKA/CoO 1. SKA/CoO Preferensi SKA/CoO yang berfungsi sebagai persyaratan dalam memperoleh tarif bea masuk preferensi, yang disertakan pada barang ekspor tertentu untuk memperoleh fasilitas pembebasan sebagian atau seluruh bea masuk yang diberikan oleh suatu negara / kelompok negara tertentu. Misalnya Form D (ASEAN Free Trade Area), Form-E (ASEAN-China FTA), From AK (ASEAN-Korea FTA), Form IJEPA (Indonesia-Japan FTA). Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 13 2. SKA Non Preferensi SKA/CoO yang berfungsi sebagai dokumen pengawasan dan/atau dokumen penyerta asal barang yang disertakan pada barang ekspor untuk dapat memasuki suatu wilayah negara tertentu, contoh form B. Persyaratan Permohonan Penerbitan SKA/CoO 1. Surat Permohonan Penerbitan SKA; 2. Invoice; 3. Packing List; 4. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 5. Original copy Bill of Lading (B/L) atau copy AWB (Air way Bill), atau copy Cargo Receipt (pelabuhan darat) 6. Fotokopi PEB yang telah difiatmuat oleh petugas Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di pelabuhan muat atau print-out PEB yang dibuat secara PDE (Pengolahan Data Elektronik) dengan dilampiri NPE (Nota Pelayanan Ekspor). 7. Perhitungan Struktur Biaya (Cost Structure) untuk produk yang prosesnya mengandung bahan baku impor Instansi Penerbit SKA/CoO 86 Instansi/ Dinas/ Lembaga yang berwenang untuk menerbitkan SKA/CoO adalah Instansi/ Dinas/ Lembaga yang DITETAPKAN oleh Dirjen Perdagangan Luar Negeri atas nama MENTERI PERDAGANGAN: 29 dinas tingkat I, 30 dinas kabupaten dan 18 dinas kota yang membidangi perdagangan luar negeri; PT. (Persero) Kawasan Berikat Nusantara dan Unit Usaha di Jakarta; Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 14 Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Kawasan Bebas Sabang Lembaga Tembakau Cabang Surakarta dan Medan, Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) dan Lembaga Tembakau Surabaya dan Jember. Registrasi Eksportir (e-ska.kemendag.go.id) Panduan Registrasi Eksportir Start (eksportir) Membuat alamat e-mail jika belum ada; Membuka alamat e-ska.kemendag.go.id; Pada Content Log IN pilih Sub Content “Pendaftaran Eksportir” Input Data Perusahaaan Dan Pengiriman Data Input data sesuai dengan kolom yang telah disediakan dengan benar Pilih user name dan password yang mudah diingat Klik register (pengiriman via WEB). Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 15 Menerima Notifikasi melalui E-mail dan mencetak Membuka alamat e-mail yang telah dibuat Mencetak notifikasi Mengirimkan hard copy dan membawa asli dokumen registrasi Mendatangi loket penerimaan dan menyerahkan dokumen registrasi IPSKA (Instansi Penerbit SKA) Petugas menerima dokumen registrasi dan memeriksa kelengkapannya Melakukan verifikasi dokumen Tidak disetujui dokumen dikembalikan disertai dengan notifikasi lewat email Proses aktivasi tidak disetujui/ ditolak Diberikan notifikasi lewat e-mail Disetujui, Proses registrasi selesai akun eksportir aktif siap di gunakan. Pengajuan Dokumen E-SKA (e-ska.kemendag.go.id) Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 16 Panduan Permohonan SKA dengan sistem e-SKA Start (eksportir) Membuka alamat e-ska.kemendag.go.id Pada menu LOG IN Masukan username dan password yang sesua saat registrasi dengan benar Pada menu permohonan sorot dan klik pada pengisian SKA klik BUAT BARU dan pilih sesuai dengan SKA yang diperlukan Menu Header Input pada kolom yang telah disediakan dengan benar sesuai dengan data dokumen ekspor Klik SAVE DATA Menu Goods Input data sesuai dengan Invoice, Packing list, B/L dan PEB Save GOOD dan save Data Cost Structure Masukan nomor HS dan nama barang-barang import non ASEAN, ASEAN dan lokal Masukan nilai impor barang dimaksud Masukan biaya langsung, ongkos produksi, keuntungan dan biaya transportasi Klik save data Up Load Data Pendukung Scan data ekspor Invoice, B/L, PEB dan NPE dan simpan sebagai file PDF Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 17 Input pada kolom yg telah disediakan sesuai dengan data dengan benar Up load data pendukung Save data Klik home Menu Home Pada sub menu tabel permohonan klik pada angka permohonan baru Lakukan preview untuk memeriksa ulang Klik tanda ceklist untuk mengirim ke alamat IPSKA yang telah dipilih saat input Prosedur Permohonan SKA dengan Sistem e-SKA IPSKA Verifikasi soft dokumen Jika ditolak diberikan notifikasi Dikembalikan ke akun eksportir Disetujui diberikan nomor SKA Eksportir Mencetak notifikasi persetujuan dan draft SKA Jika ada kesalahan/ tidak benar req revisi Benar cetak SKA dan lampiran dokumen ekspor IPSKA Menyerahkan SKA ASLI Copy dokumen pendukung Verifikasi oleh Petugas IPSKA Tidak disetujui/ ditolak Req. revisi perbaiki/ edit/ input ulang Disetujui, SKA ditandatangani Diterbitkan SKA ASLI selesai dan siap diambil oleh eksportir Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 18 II.3. Pembiayaan Ekspor Dalam mendukung kegiatan ekspor, melalui Undang-Undang No. 2 Tahun 2009, Pemerintah mendirikan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank yang merupakan Lembaga Keuangan dalam memberikan Pembiayaan Ekspor Nasinoal dalam bentuk Pembiayaan, Penjaminan, Asuransi dan Jasa Konsultasi. Pembiayaan ekspor diberikan oleh Indonesia Eximbank kepada badan usaha yang berbentuk badan hukum maupun tidak, termasuk perorangan yang berdomoisili di dalam dan di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pembiayaan ekspor nasional adalah untuk mempercepat laju pertumbuhan perdagangan luar negeri Indonesia dan meningkatkan daya saing pelaku bisnis serta menunjang kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional. Salah satu upaya Indonesia Eximbank dalam menjangkau kebutuhan para pelaku bisnis di seluruh wilayah NKRI adalah mendirikan 6 (enam) jaringan kantor yaitu: 1 (satu) Kantor Pusat di Jakarta; 4 (empat) Kantor Wilayah di Medan, Surabaya, Surakarta dan Makassar, dan 1 (satu) Kantor Pemasaran di Balikpapan. Fungsi Indonesia Eximbank Mendukung program ekspor nasional melalui Pembiayaan Ekspor Nasional dalam bentuk Pembiayaan, dalam rangka menghasilkan barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang Ekspor; Menyediakan pembiayaan bagi transaksi atau proyek yang dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh perbankan tetapi mempunyai prospek (non-bankable but feasible) untuk peningkatan ekspor nasional; dan Membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Bank atau Lembaga Keuangan dalam penyediaan pembiayaan bagi Eksportir Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 19 yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam perkembangan ekonomi. Prosedur Pengajuan Pembiayaan Ekspor Nasional 1. Eksportir atau calon debitur mengajukan permohonan. Indonesia Eximbank akan mengumpulkan informasi/dokumen dan melakukan analisa awal atas calon debitur antara lain: fasilitas pembiayaan yang akan diberikan, menggali informasi manajemen/pemilik perusahaan, verifikasi dokumen - dokumen lainnya. 2. Indonesia Eximbank melakukan risk assessment atas fasilitas, termasuk rating calon debitur, dan selanjutnya keputusan pemberian fasilitas akan diputuskan dalam Komite Pembiayaan/Komite Penjaminan dan Asuransi. 3. Apabila telah Penandatanganan dihasilkan persetujuan, Perjanjian. Apabila akan debitur dilakukan tersebut ingin mencairkan fasilitas yang telah disetujui, maka terlebih dulu akan dilakukan dokumentasi dan administrasi. 4. Selanjutnya Indonesia Eximbank akan memantau (monitoring) fasilitas tersebut dan melaporkan/memperbarui apabila terdapat perkembangan data/informasi. Persyaratan Umum Calon Debitur 1. Eligibilitas debitur/nasabah, antara lain : - Perusahaan atau perorangan, baik berbentuk badan hukum maupun tidak berbadan hukum Indonesia atau Warga Negara Indonesia yang melakukan kegiatan dalam rangka ekspor, termasuk pemasok barang dalam rangka ekspor. - Perusahaan berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha dan berdomisili diluar wilayah Negara Republik Inonesia serta Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 20 merupakan bagian dari entitas atau afiliasi dari perusahaan berbadan hukum yang berdomisili di wilayah Negara Republik Indonesia dan memberikan kontribusi terhadap Gross National Product Indonesia. 2. Melengkapi dokumen-dokumen antara lain : Surat Permohonan Fasilitas Akte Perusahaan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Tanda Daftar Perusahaan (TDP) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Salinan KTP Pengurus Perusahaan Laporan keuangan Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 21 III. KETENTUAN ASAL BARANG/RULES OF ORIGIN (ROO) DAN OPERATIONAL CERTIFICATION PROCEDURES (OCP) DI ASEAN III. 1. RULES OF ORIGIN U ntuk meningkatkan kinerja perdagangan dan daya saing ekonomi di kawasan ASEAN, negara anggota ASEAN menyepakati pembentukan Free Trade Agreements (FTA) atau Comprehensive Economic Partnership (CEP), baik secara internal ASEAN (melalui ASEAN Free Trade Area / AFTA) maupun FTA dengan Negara Mitra Dagang yaitu ASEAN-China Free Trade Agreements (ACFTA), ASEAN-Japan Comprehensive Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade Agreements (AKFTA), ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA), dan ASEAN-India Free Trade Agreements(AIFTA). Suatu Free Trade Agreements (FTA) pada umumnya terdiri dari beberapa komponen utama antara lain Perjanjian Perdagangan Barang (Trade in Goods Agreement), Perjanjian Perdagangan Jasa (Trade in Services Agreement), Perjanjian Investasi (Investment Agreement), dan Perjanjian Penanganan Sengketa (Dispute Settlement Agreement). Di dalam Perjanjian Perdagangan Barang suatu FTA, salah satu keuntungan yang diberikan kepada para importir adalah mereka dapat menikmati tarif preferensi, yaitu tarif bea masuk yang lebih rendah (atau bahkan dihapuskannya tarif bea masuk) dibanding tarif umum atau normal. Di satu sisi, keuntungan dengan mendapatkan tarif preferensi juga dinikmati oleh eksportir, mengingat produk yang mereka ekspor akan dapat bersaing dengan produk-produk lokal dari negara importir karena tarif bea masuk telah dikurangi atau dihapuskan. Namun demikian, untuk mendapatkan tarif preferensi ini, ada beberapa syarat Rules of Origin atau Ketentuan Asal Barang yang dipenuhi, termasuk Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 22 aturan terkait lainnya seperti Operational Certifications Procedures (OCP) dan Certificate of Origins atau Surat Keterangan Asal (SKA) Mengapa Rules of Origin Penting? Rules of Origin (ROO) adalah alat ukur untuk menentukan status origin/asal suatu barang/produk/material.Konsekuensinya adalah akan terdapat barang yang tidak memenuhi ROO atau disebutnon-originating. Situasi ini akan membuat para pengusaha lebih tertantang untuk memperhatikan proses produksi dalam melibatkan bahan material impor atau kegiatan ekspornya agar dapat memenuhi ROO. Semakin banyak pengusaha yang menggunakan perjanjian barang FTA dalam ekspornya, maka pemahaman tentang ROO akan semakin meningkat dan sehingga akan mewujudkan trade creation dan trade diversion. Sebaliknya, apabila pemahaman tentang ROO minim, maka ROO akan hanya menjadi trade menghambat barriers lalu (hambatan lintas barang perdagangan) dalam rangka yang akan perdagangan internasional. Konsep Kunci dalam ROO Dalam aturan ROO, suatu barang yang memenuhi persyaratan ROO disebut Originating Goods (Barang Asal). Kriteria Origin ini dipecah lagi menjadi dua (2) yaitu: 1. Wholly Obtained or Produced Barang yang diproduksi atau diperoleh secara keseluruhan di dalam suatu wilayah negara; dan 2. Non-wholly Obtained Barang yang dikategorikan sebagai Barang Asal karena telah mengalami proses transformasi. Suatu barang masuk kriteria Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 23 Originating apabila diproduksi secara keseluruhan dan/atau semua bahan material yang digunakan berasal dari dalam negeri. Barang/Produk Kategori Wholly Obtained Dibawah ini adalah barang atau produk yang masuk dalam kategori Barang Asal: (a) Tanaman dan produk tanaman yang hidup, tumbuh, dipanen, dipetik atau dikumpulkan di negara pengekspor; (b) Binatang hidup yang lahir dan dipelihara di negara pengekspor; (c) Barang yang diperoleh dari binatang hidup di negara pengekspor; (d) Barang yang diperoleh dari berburu di negara pengekspor; (e) Bahan mineral dan unsur-unsur yang timbul secara alami lainnya (f) Barang hasil memancing di laut yang diambil oleh kapal-kapal yang terdaftar dari Negara Anggota FTA dan berhak untuk mengibarkan bendera dan barang-barang lainnya yang diambil dari dari wilayah perairan negara Anggota FTA, dengan syarat Negara Anggota melaksanakan yuridiksinya berdasarkan hak eksploitasi sebagaimana diberikan sesuai dengan hukum internasional; (g) Barang hasil memancing di laut dan barang-barang laut lainnya serta barang yang diproduksi diatas setiap kapal pengolahan yang diambil dari laut dalam oleh kapal-kapal yang terdaftar dari Negara Anggota FTA dan berhak mengibarkan bendera Negara Anggota FTA dimaksud; (h) Barang-barang yang dikumpulkan yang tidak lagi dapat melaksanakan kegunaan awalnya atau tidak dapat dikembalikan atau diperbaiki lagi dan yang hanya cocok untuk dibuang, atau untuk pemanfaatan kembali suku cadang atau bahan bakunya;atau untuk pendauran; Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 24 (i) Limbah dan serpihan yang berasal dari: (i) produksi di Negara Anggota pengekspor; atau (ii) barang bekas yang dikumpulkan di Negara Anggota pengekspor, dengan syarat barang dimaksud hanya tepat untuk pemulihan bahan-bahan mentah; dan (j) Barang yang diproduksi atau diperoleh di Negara Anggota pengekspor semata-mata dari produk-produk sebagaimana dirujuk diatas. Suatu barang yang menggunakan bahan baku/material dari negara ketiga namun telah mengalami proses transformasi juga dapat dikategorikan sebagai barang originating. Barang non-originating atau yang tidak memenuhi ketentuan proses produksi yang telah ditetapkan oleh dalam persyaratan ROO tidak akan mendapatkan fasilitas preferensi sesuai Agreement yang digunakan. Penggunaan Skema Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN (ASEAN Trade in Goods Agreement) dan Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN dengan Negara Mitra Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa ASEAN telah memilikiperjanjian perdagangan barang baik intra ASEAN maupun dengan Negara Mitra. Dengan adanya pilihan ini, maka eksportir dapat menggunakan skema perjanjian perdagangan barang ini untuk mendapatkan tarif prefensi, sesuai dengan tujuan pasar ekspor dan/atau akumulasi (cumulation). Agar para eksportir mengetahui Perjanjian mana yang akan digunakan dalam melakukan kegiatan ekspor, maka perlu diperhatikan hal sebagai berikut: Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 25 1. Menggunakan Agreement) skema ATIGA (ASEAN Trade in Goods Eksportir disarankan menggunakan skema Perjanjian ATIGA dengan beberapa kondisi dibawah: - Produk yang akan diekspor ke negara ASEAN lainnya menggunakan bahan baku seluruhnya dari negara pengekspor. - Produk yang akan diekspor ke negara ASEAN lainnya menggunakan bahan baku lokal/dan atau impor dari negara non ASEAN. 2. Menggunakan skema Perjanjian Perdagangan Barang dengan Mitra Dagang (ACFTA, AJCEP, AKFTA, AANZFTA, dan AIFTA) Eksportir disarankan menggunakan skema Perjanjian diatas dengan beberapa kondisi dibawah: - Produk akan diekspor ke negara Mitra Dagang dengan komponen bahan baku seluruhnya dari negara pengekspor dan/atau dari negara ASEAN. Contoh: Produk rempah-rempah dari PT. ABC di Sulawesi akan diekspor ke China. Untuk mendapatkan tarif preferensi, maka eksportir disarankan menggunakan skema ACFTA. - Produk akan diekspor ke negara Mitra Dagang menggunakan bahan baku lokal dan/atau impor dari negara ASEAN lainnya maupun Mitra Dagang dimaksud. Contoh: PT. ACD dari Sumatera Selatan memproduksi alas kaki dengan menggunakan beberapa bahan material dari Indonesia, Korea, dan Malaysia. Produk alas kaki ini akan diekspor ke Korea. Untuk mendapatkan tarif prefensi, importir di Korea dapat meminta PT. ACD untuk menggunakan skema AKFTA. - Produk akan diekspor ke negara ASEAN menggunakan bahan baku lokal dan/atau bahan impor dari negara Mitra Dagang Contoh: Produk Minyak Atsiri,yang diproduksi oleh PT. ATM dari Yogyakarta, menggunakan bahan material dari Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 26 Indonesia, New Zealand, dan Malaysia. Produk ini akan diekspor ke Thailand. Agar importir dapat mendapatkan tarif preferensi, eksportir dapat menggunakan skema AANZFTA. BAGAIMANA CARANYA MENGETAHUI BARANG SUATU BARANG/PRODUK KETENTUAN ASAL Untuk mengetahui ROO suatu barang, maka beberapa langkah dibawah ini perlu diperhatikan: Langkah 1: Perlu di cek apakah barang tersebut telah memenuhi kriteria wholly obtained or produced goods sesuai dengan ketentuan ROO pada skema perjanjian perdagangan barang yang digunakan. Apabila produk yang akan diekspor memenui kriteria dimaksud maka produk tersebut tergolong originating. Namun apabila tidak memenuhi kriteria dimaksud, maka lanjut ke langkah 2. Langkah 2: Perlu di cek apakah barang tersebut termasuk dalam Product Specific Rules (PSR) yang ada dalam Agreement (lihat tabel 1 untuk daftar PSR). Apabila barang dimaksud ada pada pada darftar PSR, maka harus memenuhi kriteria yang ditentukan dalam tabel PSR. Namun karena daftar PSR ini sangat banyak, sangat dimungkinkan daftar PSR ini tidak dapat ditemukan di website. Pelaku usaha yang ingin mendapatkan daftar PSR dari Agreement tertentu dapat mendapatkan tabel PSR yang lengkap dari AEC Center Kementerian Perdagangan (http://aeccenter.kemendag.go.id/regulasi/). Jika tidak ada dalam PSR, maka lanjut ke langkah 3. Langkah 3: Apabila barang tersebut tidak terkategorikan sebagai Barang Asal atau non-originating pada langkah 1 atau 2, maka produk Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 27 tersebut harus diuji tingkat kandungan bahan baku dan materialnya. Barang dimaksud dapat dikategorikan sebagai originating apabila: 1) Regional Value Content (RVC) atau Tingkat Kandungan Regional-nya memenuhi atau melampaui batas sesuai dengan batas yang telah ditentukan dalam PerjanjianPerdagangan Barang dimaksud. o Untuk Perjanjian ATIGA, AANZFTA, AKFTA, AJCEP, dan ACFTA, suatu produk dapat dikategorikan sebagai Barang originating apabila perhitungan menggunakan Direct Method (Metode Langsung) memenuhi atau melampaui kandungan regional 40% atau lebih sering disebut dengan RVC 40%. o Agreement ATIGA, AANZFTA, AKFTA, dan ACFTA juga memberikan fleksibilitas bagi eksportir untuk menggunakan Undirect Method (Metode Tidak Langsung) untuk menghitung tingkat kandungan regional. o Untuk perjanjian AIFTA, suatu produk dapat dikategorikan sebagai Barang Asal apabila perhitungan RVC-nya dengan menggunakan Metode Langung memenuhi atau melampaui kandungan regional 35% dan produk tersebut telah mengalami perubahan tarif Sub-Heading (Change of Tariff Sub-Heading). atau 2) telah mengalami Perubahan Klasifikasi Tarif (Change in Tariff Classifications). o Perubahan Klasifikasi Tarif hanya berlaku pada ATIGA, AANZFTA, AKFTA, dan AJCEP. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 28 Cara Menghitung Tingkat Kandungan Regional (Regional Value Content) Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa suatu barang yang obtained atau produced goods dapat dikategorikan sebagai barang originating (barang asal) apabila setelah bukan tergolong wholly melalui perhitungan RVC, memiliki tingkat kandungan regional sesuai dengan batas yang diatur dalam Perjanjian Perdagangan Barang yang digunaan atau barang tersebut telah mengalami perubahan klasifikasi tarif. Untuk perhitungan tingkat kandungan regional, ada dua formula yang disepakati yaitu Direct method dan Indirect Method. Eksportir memiliki kebebasan untuk menggunakan 2 formula ini, kecuali pada perjanjian AJCEP, dimana eksportir hanya bisa menggunakan built-down formula(Indirect method). Direct Method Formula Bahan Baku ASEAN/ASEAN+FTA RVC = + Biaya Tenaga Kerja + Biaya Tetap + Laba + Biaya Lainnya X 100% FOB Indirect Method Formula FOB - Bahan Baku yang tidak berasal dari ASEAN / ASEAN + 1 FTA RVC = X 100% FOB Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 29 Penjelasan perhitungan RVC Biaya bahan ASEAN/ASEAN +1 FTA: Biaya bahan material dan bahan baku yang tergolong barang originating yang digunakan dalam memproduksi suatu barang Biaya Tenaga Kerja: Biaya Tenaga Kerja termasuk biaya yang digunakan untuk memproduksi suatu barang, termasuk tunjangan gaji dan tunjangan lainnya. Biaya Tetap: Jumlah keseluruhan biaya tetap perusahaan FOB:Free-On-Board atau harga suatu barang termasuk biaya pengiriman sampai tempat tujuan. Harga termasuk biaya pengiriman sesuai dengan Peraturan Valuasi Cukai pada Perjanjian Generalized Agreemement on Trade and Tariff (GATT) Contoh 1: Pengrajin kursi dari Cirebon menjual sebuah kursi senilai Rp. 2.200.000,-. Untuk membuat kursi tersebut, ada beberapa bahan material yang diimpor dari luar negeri yaitu beberapa bahan dari Turki sebesar Rp. 430.000,-, kemudian bahan dari Malaysia yang merupakan material originating sebesar Rp. 200.000, dan bahan lainnya dari dalam negeri sebesar Rp. 800.000,-. Biaya upah yang digunakan untuk memproduksi kursi tersebut adalah Rp. 100.000,-. Biaya pengiriman dan biaya tetap adalah sebesar Rp. 300.000,- dan Rp. 150.000,-. Laba dari penjualan kursi tersebut adalah 10% atau Rp. 220.000,-. Pengrajin kursi ini akan menjual kursinya ke Filipina. Apakah kursi ini memenuhi kriteria RVC 40%? Jawaban: 1. Untuk dapat memanfaatkan tarif preferensial, pengrajin dapat menggunakan skema Perjanjian Bebas Barang ATIGA karena tujuan ekspor adalah negara anggota ASEAN lainnya (Form D). Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 30 2. Perhitungan RVC Direct Method adalah sebagai berikut RVC = (200.000+800.000) + 100.000 + 300.000 + 150.000 + 220.000 2.200.000 (termasuk barang modal yang diimpor dari Turki) X 100% 1.770.000 = X 100% 2.200.000 = 80,45% Kursi yang akan dijual oleh Pengrajin dari Cirebon memenuhi kriteria Barang Asal dan berhak mendapatkan tariff preferensi. atau 3. Perhitungan RVC Indirect Method adalah sebagai berikut RVC = 2.200.000 - 430.000 X 100% 2.200.000 = 1.770.000 2.200.000 = 80,45% X 100% Contoh 2: Merujuk pada contoh 1 diatas, namun dalam hal ini Pengrajin kursi dari Cirebon akan mengekspor ke China. Jawaban: 1. Untuk dapat mendapatkan tarif preferensi, pengrajin dapat menggunakan skema ACFTA karena tujuan ekspor adalah China sebagai Negara Mitra ASEAN (Form E). 2. Perhitungan RVC adalah sebagai berikut: RVC = (200.000+800.000) + 100.000 + 300.000 + 150.000 + 2.200.000 (termasuk barang modal yang diimpor dari Turki) = 1.770.000 2.200.000 = 80,45% 220.000 X 100% X 100% Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 31 Kursi yang akan dijual oleh Pengrajin dari Cirebon memenuhi kriteria Barang Asal dan berhak mendapatkan tarif preferensi (ACFTA) ketika diklaim oleh importir di China. Catatan: untuk perhitungan RVC dalam skema ACFTA, hanya menggunakan perhitungan Direct Method mengingat dalam ACFTA tidak dikenal perhitungan Indirect Method. Contoh 3: Pengrajin kursi kayu dari Klaten menjual sebuah kursi senilai Rp. 3.500.000,.Untuk membuat kursi tersebut, ada beberapa bahan material yang diimpor dari luar negeri yaitu beberapa bahan dari Polandia sebesar Rp. 660.000,-, kemudian bahan material tergolong originating dari Korea sebesar Rp. 1.000.000,- , bahan material dari Malaysia yang merupakan material originating sebesar Rp. 200.000, dan bahan lainnya dari dalam negeri sebesar Rp. 800.000,-. Biaya upah yang digunakan untuk memproduksi kursi tersebut adalah Rp. 100.000,-. Biaya pengiriman dan biaya tetap adalah sebesar Rp. 240.000,- dan Rp. 150.000,-. Laba dari penjualan kursi tersebut adalah 10% atau Rp. 350.000,-. Pengrajin kursi ini akan menjual kursinya ke Thailand. Skema FTA mana yang digunakan? Apakah ROO kursi ini memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensi? Jawaban: 1. Untuk dapat mendapatkan tarif preferensi, pengrajin dapat menggunakan skema Perjanjian Bebas Barang AKFTA karena ada komponen yang diimpor dari Korea. Penggunaan bahan baku dari Korea ini dinamanan proses akumulasi. RVC = (1.000.000+200.000+800.000) + 100.000 + 240.000 + 150.000 + 350.000 3.500.000 = 1.770.000 3.500.000 = 50,45% X 100% X 100% Kursi yang akan dijual oleh Pengrajin dari Klaten memenuhi kriteria Barang Asal (originating) dan berhak mendapatkan tarif preferensi. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 32 Contoh 4: Produk yang tidak memenuhi persyaratan RVC Pengrajin jaket kulitGarut menjual dompet kulit premium senilai Rp. 4.000.000,-.Untuk membuat kursi tersebut, bahan material yang digunaan adalah kulit dari Srilanka senilai Rp. 2.500.000, bahan material lokal senilai Rp. 500,000. Biaya upah yang digunakan untuk memproduksi kursi tersebut adalah Rp. 350.000,-. Biaya pengiriman dan biaya tetap adalah sebesar Rp. 100.000,- dan Rp. 150.000,-. Laba dari penjualan kursi tersebut adalah 10% atau Rp. 400.000,-. Pengrajin kursi ini akan menjual kursinya ke Sydney, Australia. Skema FTA mana yang digunakan? Apakah ROO dompet ini memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensi? Jawaban: 1. Untuk dapat mendapatkan tarif preferensi, pengrajin dapat menggunakan skema Perjanjian Bebas Barang AANZFTA. 2. Perhitungan RVC adalah sebagai berikut 500.000 RVC = + 350.000 + 100.000 + 4.000.000 1.500.000 4.000.000 = = 150.000 + 400.000 X 100% X 100% 35% Karena setelah perhitungan RVC, nilai kandungan jaket tidak mencapai 40%, maka jaket kulit yang akan diekspor ke AANZFTA tidak bisa mendapatkan tarif prefensi. Akumulasi (Cummulation) Fasilitas Akumulasi dalam Perjanjian Perdagangan Barang memberikan keuntungan bagi para eksportir untuk mendapatkan tarif prefensi dimana apabila salah satu komponen atau bahan baku produksi berasal dari negara anggota ASEAN atau negara Mitra ASEAN, barang tersebut dapat dikategorikan sebagai barang originating dan selanjutnya dalam perhitungan tingkat kandungan regional, bahan baku tersebut dapat Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 33 dikategorikan sebagai Bahan Baku ASEAN atau Bahan Baku ASEANMitra. Di setiap perjanjian perdagangan barang yang dimiliki ASEAN, baik intra ASEAN maupun ASEAN dengan Negara Mitra, pasal tentang Akumulasi diatur dalam bagian ROO. Ketentuan Akumulasi yang ada di ATIGA sama dengan ketentuan Akumulasi pada ASEAN +1 FTA lainnya, namun dalam Perjanjian ATIGA ada fleksiblitas dimana memperbolehkan Partial cumulationdimana suatu produk yang memiliki nilai RVC lebih dari 20% dapat dikategorikan sebagai barang originating. Barang yang dikategorikan sebagai partial cumulation tidak eligible (memenuhi persyaratan) untuk mendapatkan tarif preferensi, namun dalam proses akumulasi secara keseluruhan, produk ini dapat dikategorikan sebagai barang originating ASEAN. Contoh 5: Akumulasi Pengusaha alas kaki dari Garut menjual material alas kaki ke Malaysia. Alas kaki yang diekspor menggunakan bahan baku yang diperoleh dari Indonesia. Ketika mengekspor ke Malaysia, pengusaha alas kaki menggunakan Form D agar importir di Malaysia dapat mendapatkan tarif preferensi. Material alas kaki ini kemudian dijadikan bahan untuk membuat sepatu untuk di ekspor ke Filipina. Dalam fasilitas akumulasi, ketika menggunakan pendekatan perhitungan RVC, alas kaki yang merupakan bahan material dalam membuat sepatu dapat dikategorikan sebagai barang originating dari Malaysia. Eksportir yang menggunakan skema ini harus mencentang cumulation pada box 13 di Surat Keterangan Asal. Catatan: pada SKA Form E (ACFTA), eksporter tidak diwajibkan untuk melaporkan cumulation, oleh karena itu kotak centang cumulation ditiadakan di box 13 apda SKA Form E. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 34 Contoh 6: Partial Cumulation Pengusaha elektronik dari Manado memproduksi walkie-talkie yang diekspor ke Thailand. Salah satu bahan walkie-talkie adalah antena yang diimpor dari Filipina. Agar antena yang digunakan dalam memproduksi walkie-talkie dapat dikategorikan barang originating ASEAN, maka antena yang diimpor dari Filipina harus memiliki RVC minimal 20%. Antena yang diimpor dari Filipina tidak akan dikenakan tarif preferensi. Ketika melakukan ekspor ke Thailand menggunakan skema ATIGA, dalam perhitungan RVC-nya antena yang diimpor dari Filipina ini dapat dimasukkan dalam komponen material walkie-talkie karena dikategorikan sebagai bahan originating ASEAN. Eksportir yang menggunakan skema ini harus mencentang partial cumulation pada box 13 di SKA Form D ATIGA. ASPEK LAINNYA YANG MEMPENGARUHI KETENTUAN ASAL BARANG Beberapa aspek penting lainnya yang mempengaruhi status Ketentuan Asal Barang antara lain sebagai berikut: Operasional Minimum Di dalam Perjanjian Perdagangan Barang, baik ATIGA atau dengan Negara Mitra, ada beberapa proses yang tidak diperhitungkan dalam menentukan origin suatu barang. Artinya, proses tersebut tidak perlu diperhitungkan sebagai bagian dari biaya operasional dalam perhitungan RVC. Proses dimaksud adalah sebagai berikut: (a) Proses preservasi atau memastikan menjaga barang dalam keadaan baik untuk maksud-maksud pengangkutan atau penyimpanan; (b) Proses untuk memfasilitasi pengapalan atau pengangkutan, dan Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 35 (c) Proses pengepakan atau penyerahan barang untuk penjualan. Change in Tariff Classification (Perubahan Klasifikasi Pos Tarif) Konsep perubahan Klasifikasi Pos Tarif berlaku untuk produk yang tidak masuk dalam kategori barang originating. Untuk memenuhi persyaratan Perubahan Klasifikasi Pos Tarif, komponen atau material yang digunakan dalam produksi suatu barang tidak harus memiliki klasifikasi pos tarif yang sama (Harmonized System/HS) dengan barang jadinya. Peraturan tentang Perubahan Klasifikasi Pos Tarif diatur dalam perjanjian bebas perdagangan barang untuk memastikan agar transformasi barang nonoriginating terjadi di negara pengekspor. Contoh 7: Perubahan Klasifikasi Tarif untuk menentukan origin suatu barang Sebuah perusahaan Indonesia memproduksi vacuum cleanerdan ingin menjual di Malaysia dan negara mitra ASEAN lainnya seperti Australia dan Selandia Baru. Vacuum cleaner yang diproduksi diklasifikasikan dengan kode HS 8508 (tarif heading – 4 digit) dan HS 8508.11 (tarif sub-heading – 6 digit). Untuk menentukan origin vacuum cleaner, dapat dilakukan dengan cara perhitungan RVC atau dengan menggunakan pendekatan perubahan Klasifikasi Pos Tarif. Beberapa komponen dalam memproduksi vacuum cleaner diperoleh dengan mengimpor dari Cina (besi – HS 7320), Jepang (mesin elektrik – HS 8412) dan Jerman (bantalan bola – HS 8482). Material tersebut kemudian dirakit di Indonesia dan menghasilkan produk jadi vacuum cleaner dengan kode HS 8508. Sehingga berdasarkan pendekatan CTC, vacuum cleaner dapat disebut sebagai barang originating Indonesia dan berhak memperoleh tarif preferensi di Malaysia, Australia dan Selandia Baru. Apabila suatu produk telah memenuhi Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 36 persyaratan dengan pendekatan CTC, maka penentuan originating produk tersebut tidak perlu lagi menggunakan pendekatan RVC, begitu pula sebaliknya. ILUSTRASI PERUBAHAN KLASIFIKASI TARIF (CTC) JERMAN JEPANG CHINA Impor Impor Bantalan gulung HS 8482 Impor Pegas Besi HS 7320 Motor HS 8412 INDONESIA Proses Produksi Vacum Cleaners HS 8508 Ekspor MALAYSIA Ekspor AUSTRALIA NEW ZEALAND Dalam beberapa kasus, Product Specific Rules (PSR) untuk barang yang diperdagangkan dalam ATIGA, atau Perjanjian lainnya, mensyaratkan bahwa perubahan Klasifikasi Pos Tarif pada level 2 digit (Kode HS).Namun, beberapa kasus mensyaratkan perubahan klasifikasi pos tarif pada level 4 digit, bahkan beberapa produk, perubahan klasifikasi tarif terjadi pada HS 6 digit atau perubahan klasifiksi sub-pos tarif. Fleksibilitas Perubahan Klasifikasi Tarif: Ketentuan De Minimis De Minimis berasal dari bahasa latin yang mengekspresikan bahwa halhal kecil yang tidak signifikan keberadaannya dapat diabaikan. Dalam Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 37 ketentuan De Minimis, barang yang tidak memenuhi persyaratan CTC masih dapat dikategorikan sebagai barang originating apabila: - Nilai bahan material non-originating yang digunakan dalam memproduksi produk tersebut – selain dari produk tekstil dan pakaian yang termasuk dalam kode HS bab 50 – 63 – dan tidak melalui perubahan klasifikasi tarif yang diperlukan, tidak melebihi 10% dari nilai FOB dan produk tersebut memenuhi persayaratan lainnya yang diatur dalam ROO ATIGA, dan Agreement lainnya. - Dalam hal tekstil dan produk pakaian pada HS code 50 – 63, dimana o Berat dari semua material non-originating yang digunakan dalam produksi sebuah produk yang tidak melalui CTC yang disyaratkan tidak melebihi 10% dari total berat produk dimaksud. o Nilai material non-originating yang digunakan dalam produksi, yang tidak melalui CTC yang disyaratkan, tidak melebihi 10% dari nilai FOB produk dimaksud. Contoh 8: De Minimis pada pendekatan CTC Tekstil dan produk pakaian A. Nilai FOB produk = US$ 1.000 Nilai material yang tidak melalui CTC =< US$ 100 B. Berat keseluruhan produk = 1.500 kg Berat material yang tidak melalui CTC =< 150 kg Perlakuan Bahan Aksesoris, Suku Cadang dan Peralatan. Dalam pendekatan CTC pada ATIGA, atau perjanjian lainnya, aksesoris, suku cadang dan peralatan serta buku manual atau material informasi yang disertakan pada barang, pada situasi tertentu, dikategorikan Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 38 menjadi bagian barang tersebut namun tidak diperhitungan dalam menentukan apakah semua material non-originating yang dipakai dalam proses produksi bahan originating telah melalui proses perubahan klasifikasi tarif yang dipersyaratkan. Kondisi dibawah ini harus diperhatikan terkait aksesoris, suku cadang, dan peralatan: (a) aksesoris, suku cadang, peralatan dan buku petunjuk atau informasi bahan lainnya yang tidak diperhitungkan secara terpisah dari barang dimaksud; dan (b) kuantitas dan nilai dari aksesoris, suku cadang, peralatan dan buku petunjuk atau informasi bahan lainnya yang biasa untuk barang dimaksud Contoh 9: Perlakuan aksesoris, suku cadang, dan peralatan pada Skema ATIGA. Perhatikan produk pemangkas rumput yang digunakan untuk memangkas rumput lapangan bola, lapangan golf, dan lapangan berumput lainnya. Perusahaan pembuat mesin pemangkas rumput akan melakukan ekspor produknya ke Vietnam. Kode HS pemangkas rumput adalah 8433.11, yang mana berdasarkan PSRnya harus memenuhi RVC 40 atau CTSH. Karena tipe pemangkas rumput yang diproduksi harus menggunakan pisau pemangkas yang untuk operasi yang berbeda (pisau untuk memangkas rumput lapangan olahraga beda dengan lapangan golf), dalam penjualannya pemangkas rumput ini dilengkapi dengan beberapa jenis pisau pemangkas (masuk kategori HS 8433.90.90) dan obeng untuk mengganti pisau pemangkas tersebut (masuk kategori HS 8204.12). Pisau cadangan dan kunci pas untuk mengganti berasal dari Hong Kong dan tidak dipersyaratkan untuk melalui perubahan klasifikasi tarif untuk menentukan Barang Asal pemangkas rumput tersebut. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 39 Catatan: Apabila dalam menentukan Barang Asal Pemangkas Rumput menggunakan pendekatan perhitungan RVC, maka pisau pemangkas pengganti dan kunci pas dalam ilustrasi diatas harus disertakan dalam perhitungan RVC. Perbandingan CTC dan RVC Dalam beberapa hal, pendekatan CTC lebih sering digunakan untuk produk-produk manufaktur dan melibatkan bahan material yang sangat beragam. Ada beberapa hal yang dalam pendekatan CTC yang memberikan keuntungan dan tidak didapatkan dalam perhitungan RVC, antara lain: - Di dalam CTC, ada de minimis yang diperhatikan yaitu, suatu barang yang tidak memenuhi perubahan dalam klasifikasi tarif wajib dipertimbangkan sebagai barang asal apabila nilai semua nonoriginating material yang diproduksi dalam barang dimaksud yang tidak memenuhi perubahan yang dipersyaratkan dalam klasifikasi tarif tidak lebih dari 10% dari nilai FOB barang dimaksud. Hal ini tidak berlaku pada perhitungan RVC. - Dalam pendekatan CTC, aksesoris, suku cadang dan peralatan yang disertakan beserta produk yang diekspor dan tidak tercatat terpisah umumnya tidak termasuk dalam penilaian CTC. Namun, pada perhitungan RVC, nilai daripada item dimaksud menjadi bagian dari bahan material. - Pada pendekatan CTC, wadah atau bahan kemasan yang digunakan pada suatu barang untuk dijual, tidak diperhitungkan dalam penilaian apakah material non-originating yang digunakan dalam memproduksi barang dimaksud telah memenuhi persyaratan CTC atau tidak. Namun pada pendekatan perhitungan RVC, wadah Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 40 atau bahan kemasan harus dihitung sebagai bagian dari bahan material produk dimaksud. Specified Process Rules (SPR) Di dalam Perjanjian Perdagangan Barang, suatu produk yang mengalami transformasi substansial atau Specified Process Rules (SPR) seperti produk tekstil dan garmen, secara otomatis dinyatakan sebagai barang originating sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk mengetahui kategori SPR suatu barang, dapat dilihat pada kriteria Product Specific Rules (PSRs). Contoh 10: Produk kategori Specified Process Rules (SPR) Importir yang mengimpor produk saputangan dari Kamboja dapat memperoleh tarif preferensi jika menggunakan skema ATIGA. Berdasarkan origin kriteria di bawah (berdasarkan ketentuan pada Annex 3 perjanjian ATIGA), produk sapu tangan telah mengalami proses substantial dan dapat dikategorikan sebagai barang originating. HS 2007 Chapter Heading SubHeading 62 6213 6213 6213.20 62 6213 6213.90 Product Description Handkerchiefs. - Of cotton - Of other textile materials Origin Criteria A regional value content of not less than 40 percent; or A change to subheading 6213.20 from any other chapter and the good is both cut and sewn in the territory of any Member State; or Process Rules for Textile and Textile Products as set out in Attachment 1 A regional value content of not less than 40 percent; or A change to subheading 6213.90 from any other chapter and the good is both cut and sewn in the territory of any Member State; or Process Rules for Textile and Textile Products as set out in Attachment 1 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 41 Tabel 1: Matriks Perbandingan ROO di Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN dan ASEAN +1 FTAs. KETENTUAN Metode Menentukan Kriteria Origin General Rule Cumulation De Minimis ATIGA AANZFTA ACFTA WO RVC SPR AKFTA WO RVC CTC SPR RVC 40% atau CTH WO RVC CTC SPR RCV 40% atau CTH RVC 40% WO RVC CTC SPR RVC 40% atau CTH Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratan: - RVC 40%; - partial cumulation; atau - CTC Berlaku untuk: 1. Produk selain tekstil dan pakaian pada HS 50-63, nonCTC material diperbolehkan s/d 10% dari nilai FOB; dan 2. Produk tekstil dan pakaian pada HS 5053, non CTC material diperbolehkan s/d: a) 10% dari nilai FOB; atau Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratan RVC 40% atau CTC Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratanRVC 40%; Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratan RVC 40% atauCTC Berlaku untuk: Tidak berlaku 1. Produk selain tekstil dan pakaian pada HS 50-63, non-CTC material diperbolehkan s/d 10% dari nilai FOB; dan 2. Produk tekstil dan pakaian pada HS 50-53, non CTC berlaku untuk: a) 10% dari nilai FOB; atau b) 10% dari berat produk Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Berlaku untuk: 1. Produk selain tekstil dan pakaian pada HS 50-63, non-CTC material diperbolehkan sampai dengan 10% dari nilai FOB; dan 2. Produk tekstil dan pakaian pada HS 5053, non CTC material diperbolehkan s/d 10% dari berat yang diperbolehkan AIFTA WO RVC + CTC RVC 35% ditambah CTSH Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratan RVC 35% atau CTSH Tidak berlaku AJCEP WO RVC CTC SPR RVC 40% atau CTH Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratan RVC 40% atau CTC Berlaku untuk: 1. Untuk produk pada HS 16, 19, 20, 22, 23, 28 sampai 49 dan 64 sampai 97, non CTC material diperbolehkan s/d 10% dari nilai FOB; 2. Untuk produk pada HS 18 dan 21, non CTC material diperbolehkan sampai 10% atau 7% dari nilai FOB sesuai dengan Annex 2 pada perjanjian AJCEP; 42 b) 10% dari berat produk dan 3. Untuk produk tekstil dan pakaian pada HS 50-63, non CTC material diperbolehkan s/d 10% dari berat produk Catatan: - SPR adalah Specific Process Rules yang diatur dalam perjanjian bahwa produk yang telah mengalami proses tertentu dinyatakan memenuhi kriteria origin - CTH (Change in Tariff Heading) adalah CTC pada level HS (Harmonised System) 4 digit - CTSH (Change in Tariff Sub-Heading) adalah CTC pada level HS (Harmonised System) 6 digit Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 43 PERSYARATAN LAINNYA DALAM MEMENUHI PERSYARATAN ROO Ada beberapa persyaratan selain status Ketentuan Asal Barang yang harus diperhatikan untuk mendapatkan tarif preferensi, yaitu persyaratan Operational Certification Procedures yang mana ada beberapa persyaratan yang juga tidak kalah penting yang harus dilakukan oleh para eksporter seperti persyaratan menggunakan Surat Keterangan Asal dan aturan dalam melengkapi informasi minimum yang dipersyaratkan dalam Perjanjian Perdagangan yang digunakan. Direct Consignment (Pengiriman Langsung) Di dalam Perjanjian Perdagangan Barang, baik ATIGA atau Perjanjian dengan Mitra Dialog, terdapat pasal tentang direct consignment (pengiriman langsung) yang mengatur bahwa produk yang diekspor dapat melalui transit namun tidak menghilangkan status Barang Asalnya. Sebuah produk yang terkategorikan Barang Asal masih dapat dipertahankan status Barang Asal-nya apabila: - Jika menggunakan FTA tertentu, langsung dikirim ke negara tujuan ekspor tanpa melalui negara non-anggota FTA; atau - Jika menggunakan FTA tertentu, melakukan transit namun kondisi tertentu harus dipenuhi. Transportasi ke negara pengimpor melalui skema ATIGA, atau ASEAN FTA lainnya, tidak mempengaruhi status asal barang produk yang diimpor. Selain itu, jika sebuah produk diimpor menggunakan ATIGA, atau FTA lainnya, dan diekspor kembali menggunakan skema yang sama, maka hal tersebut memenuhi persyaratan untuk menggunakan sertifikat “back-to-back” sehingga mempertahankan status Barang Asal yang berasal dari SKA sebelumnya. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 44 Dalam ATIGA, dan ASEAN FTA lainnya, barang yang transit melalui nonAnggota FTA akan mempertahankan status Barang Asalnya dengan catatan: - barang dimaksud tidak mengalami setiap operasianal lain selain pembongkaran atau pemuatan kembali atau operasional lain untuk menjaga barang dalam keadaan baik - barang tersebut tidak memasuki wilayah dagang atau dikonsumsi - Persinggahan barang dimaksud hanya berlaku untuk alasan geografis atau pertimbangan terkait persyaratan khusus pengangkutan Contoh 10: Direct Consignment Produk microwave diproduksi di Indonesia dan dikirim ke Thailand dengan kapal kontainer. Barang tersebut diangkut melalui Singapura karena merupakan rute pengiriman termurah. Di Singapura, container diturunkan dari satu kapal, disimpan sebentar, dan kemudian mengisi ulang ke kapal lain. Microwave tersebut tidak pernah masuk ke wilayah komersial di Singapura. Kemudian microwave yang telah dipindahkan ke kapal lain berangkat menuju Thailand. Proses pemindahan ini tidak merubah status Barang Asal microwave. Contoh lain: Peralatan medis yang diekspor dari Indonesia menuju Myanmar dalam jumlah besar dan belum disterilisasi untuk konsumen akan kehilangan status Barang Asalnya apabila diangkut melalui Singapura dimana peralatan medis tersebut disterilisasi dan dikemas ulang untuk dijual ke pasaran. Contoh kasus ASEAN-Korea FTA: Dalam kerangka kerja sama ASEAN-Korea FTA, produk oleochemicals yang diekspor dari Kepulauan Batam ke Korea menggunakan Form AK dikirimkan melalui feeder Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 45 shipping kecil menuju Singapura dan dari Singapura dipindahkan ke shipping besar untuk di ekspor ke Korea, tanpa adanya proses perubahan atau pemindahan, mengingat pengiriman eksportasi menggunakan 2 perusahaan yang berbeda maka eksportir harus menggunakan 1 (satu) Bill of Lading agar sesuai dengan ketentuan yang mengatakan “a through Bill of Lading” (B/L) sebagaimana diatur dalam Rule 19 OCP AKFTA, sebagai salah satu dokumen yang menunjukan bahwa proses pengiriman dilakukan tanpa perubahan selama di Singapura, agar barang tersebut mendapatkan tarif preferensi AKFTA. Bahan Identik dan Dapat Saling Dipertukarkan Di dalam perjanjian ATIGA dan ASEAN FTA lainnya, ada pasal yang mengatur tentang identical and interchangeable materials (Material identic dan dapat saling dipertukarkan) yaitu bahan material yang digunakan dalam memproduksi suatu barang yang biasanya datang dari beberapa negara dan sangat sulit untuk dilacak status Barang Asalnya. Dalam menentukan Ketentuan Barang Asal dalam ATIGA, dan ASEAN FTA lainnya, untuk menentukan jenis material ini harus dipisahkan memisahkan secara fisik dari masing-masing bahan atau dengan menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dari pengawasaan persediaan yang berlaku atau pengelolaan inventaris yang diterapkan di Negara Anggota pengekspor. Bahan yang sama dan saling dipertukarkan didefinisikan dalam ATIGA, atau ASEAN FTA lainnya seperti AANZFTA, sebagai "bahan yang sepadan sebagai akibat dari menjadi dari jenis yang sama dan kualitas komersial, yang memiliki karakteristik teknis dan fisik yang sama, dan yang, sekali mereka dimasukkan ke dalam produk jadi tidak dapat dibedakan dari satu sama lain untuk tujuan asal berdasarkan setiap tanda atau sekadar visual yang pemeriksaan Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 46 Bahan Material Lainnya Dalam Proses Produksi. Di dalam ATIGA, atau ASEAN FTA lainnya, ada pasal yang mengatur bahwa ada beberapa bahan material yang digunakan dalam memproduksi suatu barang tidak diwajibkan untuk diketauhi status originatingnya. Dalam ATIGA hal ini disebut dengan neutral elements, sedangkan di FTA lainnya, seperti di AANZFTA hal ini disebut oleh indirect materials. Bahan material untuk produksi dimaksud adalah: 1. Bensin atau bahan bakar lainnya dalam proses produksi 2. Peralatan 3. Suku cadang dan material yang digunakan untuk perawatan peralatan atau pabrik 4. Minyak pelumas atau jenis minyak lainnya yang digunakan dalam proses produksi atau pengoperasian mesin atau pabrik 5. Sarung tangan, kacamata pabrik, dan peralatan safety lainnya. 6. Peralatan yang digunakan dalam testing produk. 7. Catalyst atau solvent 8. Bahan material lainnya yang dipergunakan dalam proses produksi suatu barang. III. 2. Operational Certification Procedures (OCP) Dalam ATIGA, atau Perjanjian FTA ASEAN denganNegara Mitra-nya, untuk mendapatkan tarif preferensi maka eksportir harus menggunakan Surat Keterangan Asal (SKA) untuk menunjukkan bahwa produk yang diekspor telah memenuhi persyaratan untuk mendapatkan tarif preferensi. Setiap Perjanjian Bebas Barang, baik itu ATIGA maupun dengan ASEAN + 1 FTA, memiliki jenis Form yang berbeda. Sebagai contoh, Form D digunakan untuk skema ATIGA, Form ANZ digunakan Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 47 untuk skema AANZFTA, Form AK digunakan untuk skema AKFTA, Form AI digunakan untuk skema AIFTA, dan Form AJ digunakan untuk skema AJCEP. Namun sebelum menggunakan SKA, para eksportir harus mengetahui dan familiar dengan konsep dan pendekatan yang digunakan dalam menentukan status originating suatu material dan produk yang telah dijelaskan sebelumnya seperti contoh apakah akan menggunakan pendekatan CTC atau perhitungan RVC dalam menentukan status asalnya. Eksportir juga harus mengetahui pihak Instansi Penerbit SKA, dimana lokasinya dan siapa pejabat yang berwenang untuk menandatangi SKA. Informasi seputar IPSKA ini dapat diperoleh di ASEAN Sekretariat atau di Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri atau mengunjungi website http://e-ska.kemendag.go.id/ Dalam menggunakan SKA, ada beberapa langkah langkah dalam Operational Certification Procedures (OCP) yang harus dipenuhi: Langkah 1: Inspeksi pra-ekspor Ketika eksporter telah menentukan pendekatan Kententuan Asal Barang yang dikehendaki, maka langkah selanjutnya adalah mengajukan permohonan inspeksi pra-ekspor untuk memastikan bahwa produk yang diekspor telah memenuhi persyaratan Ketentuan Asal Barang. Hasil dari inspeksi tersebut akan menjadi dokumen pendukung ketika mengajuan SKA. Inspeksi pra-ekspor tidak berlaku terhadap produk yang telah diketahui ROO-nya seperti produk dengan kategori wholly obtained. Langkah 2: Pengajuan SKA. Setelah mendapatkan hasil dari inspeksi pra-ekspor, maka langkah selanjutnya adalah mengajukan permohonan untuk mendapatkan form SKA. Dalam proses pengajuan SKA harus dilengkapi dengan bukti Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 48 inspeksi pra-ekspor dan melengkapi SKA sesuai dengan persyaratan data minimum yang ditentukan. Langkah 3: Penerbitan SKA Dalam ATIGA, dan perjanjian dengan Mitra Dialog, SKA harus diterbitkan secepat mungkin dan tidak melebihi 3 hari dari tanggal ekspor. Apabila SKA diterbitkan lebih dari 3 hari setelah barang diekspor, maka SKA dapat diterbitkan secara retroactive namun tidak melebihi 12 bulan dari tanggal ekspor. Untuk penerbitan SKA secara retroactive, penerbit SKA harus memberikan surat notifikasi kepada ekportir dan pihak Cukai di negara tujuan ekspor. SKA yang diterbitkan valid selama 12 bulan dan harus diserahkan kepada pihak bea Cukai di negara tujuan ekspor. Catatan: Apabila SKA diterbitkan secara retroactive, maka kotak issued retroactively harus dicentang di box 13. Khusus AKFTA dan AIFTA, tidak terdapat kotak centang untuk penerbitan retroactive, namun harus distempel oleh Instansi Penerbit SKA. Langkah 4: Mengirimkan SKA ke Importir. SKA asli yang diterbitkan oleh IPSKA selanjutnya harus dikirim ke Importer sebagai bukti bahwa produk yang dimport telah mendapatkan pengesahan dari pihak eksporter dan telah memenuhi kriteria untuk mendapatkan tarif preferensi. Salinan dari SKA juga harus disimpan oleh eksporter dan IPSKA apabila diperlukan suatu saat. Langkah 5: Importer menyerahkan SKA dengan Deklarasi Impor ke Bea Cukai Ketika barang telah sampai di negara tujuan, maka importer harus menyerahkan SKA dengan deklarasi impor ke Bea Cukai untuk mendapatkan tarif prefensi. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 49 Flowchart langkah yang harus ditempuh dalam mengajukan SKA Pengusaha/Eksportir Mengajukan inspeksi pra-ekspor Barang yang status originnya dapat secara mudah diidentifikasi tidak perlu melalui uji inspeksi pra-ekspor (wholly obtained or produced) Instansi Penerbit SKA Pengusaha/Exporter Mengajukan SKA dengan dokumen pendukung lainnya (Bill of Lading, invoice, dsb) Uji inspeksi pra-ekspor. Dokumen pendukung diterbitkan untuk mengklaim tarif preferensi Instansi Penerbit SKA Pengusaha/Exporter Original SKA diserahkan ke importir Menerbitkan SKA - Original + 2 copies - Berlaku selama 12 bulan - Diterbitkan tidak lebih dari 3 hari setelah ekspor Importer Mengirimkan SKA beserta dokumen pendukung lainnya termasuk deklarasi impor Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Bea Cukai di negara importir 50 Persyaratan Minimum Dalam Pengisian Data (Minimum Data Requirement). Dalam Perjanjian ATIGA tidak dijelaskan tentang persyaratan minimum dalam pengajuan maupun dalam pengisian Form D. Namun dalam Perjanjian dengan Mitra Dialog seperti AANZFTA, persyaratan minimum dalam pengajuan Form AANZ maupun dalam pengisian Form ANZ diatur dalam OCP AANZFTA. Di Indonesia, khususnya pada kota besar dimana akses internet mudah diakses, para eksporter dapat melakukan pengajuan SKA secara elektronik, atau yang disebut e-SKA melalui web http://e-ska.kemendag.go.id. Untuk mengajukan e-SKA, eksporter hanya perlu melakukan registrasi dan selanjutnya mengikuti arahan yang diberikan. Bagi eksporter yang ingin mengajukan dan menggunakan Form ANZ secara manual, ada beberapa informasi yang harus diisi dalam pengajuan Form ANZ antara lain. Informasi Eksporter Nama, alamat, dan nomor telepon eksporter Informasi 1. Nama importer pengiriman/shipment 2. Dokumen pendukun seperti nomor Purchase order, (untuk shipment nomor invoice, dan Bill of Lading. yang berbeda harus 3. Nama pelabuhan dimana barang masuk melakukan pengajuan yang baru) Deskripsi Barang 1. Deskripsi Barang meliputi Kode HS (6 digit), nomor dan merk barang. 2. Jika status barang bukan wholly obtained, maka harus disertakan bukti yang menunjukkan bahwa barang tersebut adalah originating Deklarasi ekspor Deklarasi ekspor dibuat oleh eksporter, atau perwakilannya, yang menyatakan bahwa informasi tentang eksporter atau barang yang dikirim yang tertera di surat pengajuan SKA adalah benar. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 51 Adapun dalam pengisian Form ANZ, beberapa informasi yang harus diisi dalam pengajuan Form ANZ antara lain Informasi Eksporter Informasi pengiriman/shipment (untuk shipment yang berbeda harus melakukan pengajuan yang baru) Deskripsi Barang Pengesahan IPSKA Nama, alamat, dan nomor telepon eksporter 1. Nama importer 2. Dokumen pendukun seperti nomor Purchase order, nomor invoice, dan Bill of Lading. 3. Nama pelabuhan dimana barang masuk 4. Deskripsi Barang meliputi Kode HS (6 digit), nomor dan merk barang. 5. Jika status barang bukan wholly obtained, maka harus disertakan bukti yang menunjukkan bahwa barang tersebut adalah originating 6. Nilai FOB dari 7. Tanda tangan dan stempel serta nomor khusus yang diterbitkan oleh IPSKA dimana permhononan diajukan Pengisian Nilai FOB pada SKA Untuk memfasilitasi perdagangan, ASEAN telah sepakat bahwa pada ATIGA, AKFTA, dan AANZFTA, eksporter tidak diwajibkan untuk mencantumkan nilai FOB pada box 9 di Form D, Form AK, maupun Form AANZFTA apabila Ketentuan Asal Barang yang digunakan menggunaan ketentuan Wholly Obtained (WO), Change of Tariff Classification (CTC), dan Process Rule (pada produk tekstil). Surat Keterangan Asal Format dan model Surat Keterangan Asal diatur dalam OCP di setiap perjanjian. Dibawah ini adalah contoh SKA yang digunakan dalam ATIGA (Form D), AANZFTA (Form ANZ), AIFTA (Form AI), AKFTA (Form AK), dan AJCEP (Form AJ). Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 52 Form D – Digunakan untuk ATIGA Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 53 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 54 Form E – Digunakan untuk ACFTA Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 55 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 56 Form ANZ – Digunakan untuk AANZFTA Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 57 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 58 Form AI – Digunakan untuk AIFTA Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 59 Form AK – Digunakan untuk AKFTA Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 60 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 61 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 62 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 63 Form AJ – Digunakan untuk AJCEP Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 64 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 65 Back-to-back Certificate of Origin Dalam skema ATIGA, atau perjanjian barang dengan Mitra Dialog lainnya kecuali ACFTA, back-to-back CO dapat diterbitkan di negara kedua untuk keperluan untuk diekspor kembali ke negara anggota ATIGA, atau FTA lainnya. Penerbitan Back-to-back CO dapat diterbitkan apabila kondisi dibawah ini terpenuhi: - Menggunakan Form SKA yang asli yang nantinya akan dijadikan dasar penerbitan back-to-back CO. - Waktu berlaku Form SKA tidak melebihi tenggang waktu CO yang diterbitkan - Belum dikenakan Customs Clearance di negara kedua dan tidak dikeluarkan dari kawasan pabean. - Tidak melalui proses produksi ketika berada di negara kedua kecuali proses pengepakan dan kegiatan logistik seperti unloading, reloading, storing, dan kegiatan logistik lainnya yang diperlukan agar kondisi barang tidak rusak. Contoh Penerbitan Back-to-back CO Sebuah Perusahaan di Indonesia melakukan ekspor 1500 botol minyak atsiri ke Malaysia. Dari 1.500 botol yang diekspor ke Malaysia, 1000 botol digunakan untuk konsumsi di Malaysia, sedangkan 500 botol lainnya di ekspor kembali ke Vietnam. Back-to-back CO diterbitkan di Malaysia untuk memastikan bahwa 500 botol minyak atsiri yang di ekspor ulang berhak mendapatkan tarif preferensi dalam skema ATIGA ketika sampai ke Vietnam. Catatan: Eksporter harus mencentang kotak back-to-back pada box 13 di SKA yang digunakan untuk menggunakan back-to-back SKA. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 66 Verifikasi Jika terdapat keragu-raguan terhadap keaslian CO atau dokumen pelengkap lainnya terkait dengan status originating produk yang diekspor, maka pihak Bea Cukai di negara pengimpor dapat melakukan investigasi ke negara penerbit SKA. Ketika terjadi verifikasi, maka barang yang diimpor tidak boleh keluar dari wilayah kepabeanan sampai hasil verifikasi diketahui. Persyaratan Penyimpanan Dokumen (Record Keeping Requirement) Ekportir dan Instasi Penerbit SKA diwajibkan untuk menyimpan copy SKA dan dokumen pelengkap lainnya selama 3 tahun. Dokumen ini dapat disimpan dalam bentuk soft-copy. Perubahan Tujuan ekspor. Eksporter dapat melakukan perubahan tujuan destinasi ekspor dengan persyaratan barang yang dikirim belum sampai ke negara tujuan dan harus mengajukan CO baru. Begitupun juga apabila barang yang dikirim harus melalui negara non-FTA, maka eksporter harus menyediakan beberapa dokumen untuk Bea Cukai di negara importir, yaitu: - Bill of Lading yang diterbitkan oleh negara eksporter - Copy CO asli yang diterbitkan oleh IPSKA negara eksporter - Copy invoice yang asli dari barang yang di ekspor - Dokumen lainnya yang menujukkan bahwa persyaratan pengiriman langsung telah dipenuhi. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 67 Third Country Invoicing Dalam ketentuan ATIGA, atau FTA lainnya, skema importasi menggunakan Third Country Invoicing juga diatur dimana SKA diterbitkan di negara ketiga. Produk yang diekspor yang menggunakan Third Country Invoicing akan tetap mendapatkan tariff preferensi sepanjang dilengkapi CO asli dan dokumen pendukung lainnya . Contoh Third Country Invoicing Perusahaan mebel PT. A di Bali membeli bahan material dari Perusahaan PT. B di Vietnam dengan nilai FOB senilai USD 25.000, sesuai referensi invoice Nomor BIL 34 yang berdasarkan Purchase Order (PO) nomor 1050. Pembelian bahan material ini menggunakan skema ATIGA. Perusahaan bahan material di Vietnam ini memiliki anak perusahaan PT. C di Malaysia yang memiliki stok bahan material yang dipesan oleh Perusahaan di Bali. Untuk mempersingkat waktu pengiriman, maka bahan material dikirim dari Malaysia, bukan dari Vietnam. Agar pengiriman dapat dilakukan dari Malaysia, maka PT B menerbitkan Order Confirmation (OC) kepada PT C dan selanjutkanya PT. C menerbitkan Sales Invoice nomor SIN 1234. Ketika mengajukan Pemberitahukan Impor Barang (PIB), nomor invoice yang digunakan adalah nomor invoice ketika membeli dari PT. B, yaitu BIL 34 sedangkan nomor invoice yang ditulis pada box 10 Form D adalah nomor Sales Invoice yang diterbitkan dari PT C, yaitu SIN 123 Catatan: Kotak Third Country Invoicing pada box 13 SKA harus dicentang untuk menggunakan skema ini. Produk untuk keperluan Exhibition Dalam ATIGA dan perjanjian perdagangan barang dengan Mitra Dialog lainnya, produk yang diekspor dalam rangka exhibition juga akan mendapat tariff preferensi, atau dalam kasus tertentu ditangguhkan bea masuknya oleh Pemerintah setempat. Produk exhibition ini tentunya Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 68 harus dikirim menggunakan SKA menggunakan Perjanjian Perdagangan negara yang dituju dan mencentang kotak exhibition pada box 13 di SKA yang digunakan. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 69 Tabel 2: Matriks perbandingan beberapa elemen OCP di Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN dan ASEAN+1 FTAs. KETENTUAN Jenis SKA Ketentuan Specimen signatures dan official seals Penyerahan SKA ATIGA D Diatur dalam Perjanjian SKA asli diserahkan bersamaan dengan deklarasi impor AANZFTA ANZ SKA asli diserahkan bersamaan dengan deklarasi impor ACFTA E - SKA asli dan copy ketiga diserahkan bersamaan dengan deklarasi impor. AKFTA AK SKA asli diserahkan bersamaan dengan deklarasi impor - Copy ketiga (triplicate) dikembalikan ke instansi penerbit SKA AIFTA AI - SKA asli dan copy ketiga diserahkan bersamaan dengan deklarasi impor. - Copy ketiga (triplicate) dikembalikan ke instansi penerbit SKA Back-to-back CO Third Country Invoicing Diperbolehkan dan diatur dalam Perjanjian Diperbolehkan dan diatur dalam Perjanjian Kewajiban Penyimpanan dokumen Instansi Penerbit, Eksporter, dan Importer wajib menyimpan berkas SKA selama 3 tahun Validitas CO Waiver untuk SKA Valid untuk 12 bulan - SKA tidak diperlukan untuk produk dengan nilai dibawah USD 200 - Untuk AIFTA, waiver tidak diberlakukan. Untuk mendapatkan tarif preferensi wajib menggunakan Form AI Instansi Penerbit, Eksporter, dan Importer wajib menyimpan berkas SKA selama 3 tahun Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. - Instansi Penerbit harus menyimpan minimum 3 tahun - Eksporter harus menyimpan copy keempat (quadruplicate) untuk 12 bulan Instansi Penerbit, Eksporter, dan Importer wajib menyimpan berkas SKA selama 3 tahun AJCEP AJ SKA asli diserahkan bersamaan dengan deklarasi impor - Instansi Penerbit harus menyimpan minimum 3 tahun - Eksporter harus menyimpan copy keempat (quadruplicate) untuk 12 bulan 70 IV. KETENTUAN STANDARD ASEAN D alam rangka menghadapi globalisasi, mengurangi hambatan teknis perdagangan serta meningkatkan daya saing kawasan, beberapa negara telah membentuk blok perdagangan di tingkat regional termasuk ASEAN. Hal ini ditandai dengan telah disepakatinya kawasan integrasi ekonomi yang dikenal dengan ASEAN vision 2020 pada tahun 1997. Integrasi ekonomi ini bertujuan untuk mewujudkan kawasan yang stabil, makmur dan berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang merata dan tercermin dari adanya penurunan tingkat kemiskinan serta menipisnya perbedaan sosial ekonomi. Untuk menopang visi ASEAN 2020, dalam KTT ASEAN tahun 2003 di Bali disepakati 3 pilar. Ketiga pilar tersebut adalah kerja sama bidang keamanan (ASEAN Security Community), ekonomi (ASEAN Economic Community) serta sosial dan budaya (ASEAN Socio-Cultural Community). Hal ini juga didukung oleh disepakatinya percepatan ASEAN 2020 menjadi tahun 2015. Pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN ditujukan untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, dengan mengubah perbedaan yang menjadi ciri khas kawasan menjadi peluang bisnis yang saling melengkapi. Disamping itu juga menjadikan ASEAN lebih dinamis dan lebih kuat dalam rantai pasok global dan ekonomi dunia. Sebagai langkah awal integrasi ekonomi ASEAN dan berdasarkan rekomendasi High Level Task Forceon ASEANEconomic Integration (HLTF-EI), ditetapkan 11 sektor prioritas yang dijadikan percontohan dan dipercepat implementasinya. Sektor proiritas tersebut adalah electronics, healthcare, agro-based products, rubber based products, wood based products, automotives, textiles and apparels, e-ASEAN, fisheries, air travel serta tourism. Kemudian ditambah dengan sektor logistik, sehingga menjadi 12 sektor prioritas. Percepatan ini merupakan Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 71 bagian dari upaya perintisan integrasi ASEAN. Dari 12 sektor prioritas tersebut, terdapat 6 sektor yang mencakup standards and conformance. Dalam rangka mempersiapkan dan mengimplementasikan komitmen 12 sektor prioritas dibentuklah Working Group (WG). Tugas WG antara lain membahas permasalahan teknis, diantaranya ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality (ACCSQ). ACCSQ didirikan pada 1983 dan merupakan forum kerjasama yang membahas permasalahan MSTQ (Measurement, Standards, Testing and Quality). Keanggotaannya diwakili oleh National Standards Bodies (NSBs) ASEAN. Wakil dan kontak poin utama dari Indonesia dalam forum ACCSQ adalah Badan Standardisasi Nasional (BSN). Sidang ACCSQ merupakan suatu forum yang digunakan olehNSBs ASEAN untuk membahas berbagai hal teknis yang berkaitan dengan kegiatan standar dan penilaian kesesuaian. Hal ini ditujukan untuk mendukung proses ASEAN Free Trade Area (AFTA), khususnya dalam rangka mempersiapkan sarana dan prasarana penunjang di bidang standar dan penilaian kesesuaian. ACCSQ bertanggung jawab kepada ASEAN Economic Minister (AEM) melalui Senior Economic Official Meeting (SEOM) ASEAN. Kemudian AEM akan melaporkannya dalam ASEAN Summit, yaitu sidang tingkat Kepala Negara. Untuk menunjang kegiatan ACCSQ, pada saat ini terdapat 3 (tiga) Working Groups (WG), 2 (dua) Implementing Bodies dan 6 (enam) Product Working Groups (PWG) yaitu: 1. WG1 on Standards and Mutual Recognition Arrangements (MRAs) ACCSQ WG1 bertugas menyusun skema dan panduan mengenai harmonisasi standar dan pengembangan MRA secara umum. Dalam perkembangannya, WG1 ditugaskan oleh ACCSQ untuk menangani penyusunan 2 MRA untuk produk prioritas ASEAN, yaitu Wood Based Product dan Building and Construction. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 72 2. WG2 on Conformity Assessment ACCSQ WG2 bertugas mengembangkan kompetensi badan akreditasi sehingga mendapat pengakuan regional/internasional; meningkatkan kompetensi Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK); memfasilitasi pelaksanaan saling pengakuan hasil uji dan sertifikat; membantu pengembangan akreditasi dan penilaian kesesuaian; serta memantau kompetensi LPK di negara anggota ASEAN. 3. WG3 on Legal Metrology ACCSQ WG3 bertugas untuk mengimplementasikan harmonisasi regulasi teknis di bidang metrologi legal di negara anggota ASEAN. 4. Joint Sectoral Committee on Electrical and Electronic Equipment (JSC EEE) JSC EEE bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang produk peralatan listrik dan elektronika di ASEAN. 5. ASEAN Cosmetic Committee (ACC) ACC bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang kosmetik di ASEAN. 6. Traditional Medicine and Health Supplements Product Working Group (TMHS-PWG) TMHS PWG bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang obat tradisional dan suplemen kesehatan di ASEAN. 7. Pharmaceutical Product Working Group (PPWG) PPWG bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang farmasi di ASEAN. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 73 8. Medical Devices and Equipments Product Working Group (MDPWG) MDPWG bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang alat kesehatan di ASEAN. 9. Rubber Based Product Working Group (RBPWG) RBPWG bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang produk karet di ASEAN. 10. Prepared Foodstuff Product Working Group (PFPWG) PFPWG untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang pangan olahan di ASEAN. 11. Automotive Product Working Group (APWG) APWG untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang otomotif di ASEAN. Tugas WG/PWG selengkapnya dapat diakses melalui http://www.asean.org/?static_post=accsq-structure Saat ini ACCSQ sedang membuat draft rencana strategi 10 tahun ke depan (2016-2025) berdasarkan AEC Blueprint 2025. Dalam dokumen AEC Blueprint 2025, terdapat 7 langkah/tahapan yang terkait dengan aspek standardisasi dan penilaian kesesuaian. Namun demikian, forum ACCSQ Strategic Planning Session sepakat untuk merangkum dan mengelaborasinya menjadi 6 Strategic Thrust yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu 5 area yang sudah terimplementasikan oleh ACCSQ (existing) dan 1 area baru dengan masyarakat sebagai target. Kelima existing strategic thrust adalah: Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 74 i. Enhance the quality infrastructure to meet the present and future needs of ASEAN; ii. Enhance trade facilitation, economic integration and market access; iii. Strengthen the ASEAN joint approaches on international and regional standards and conformance issue; iv. Strengthen public private partnership in standard and conformance to improve competitiveness of industry and businesses; v. Enhance standards and conformance regime to support consumer protection. Sedangkan new strategic thrust adalah: i. Develop and implement capacity building standards and conformance for personnel. Joint Sectoral Committee Equipment (JSC EEE) 1. on Electrical programme and for Electronic Lingkup dan Tujuan Lingkup produk dalam kerja sama JSC EEE adalah semua peralatan listrik dan elektronika baru yang ditujukan untuk dihubungkan baik secara langsung maupun disambungkan melalui tusuk kontak ke sumber listrik, dengan tegangan yang berkisar antara 50 sampai dengan 1.000 volt untuk arus bolak balik dan antara 75 sampai dengan 1.500 volt, untuk arus searah maupun bertenaga baterai, namun tidak termasuk peralatan apapun yang Sectoral Arrangement on Conformity Assesment of Telecommunication Equipment dan tidak berlaku dicakup oleh ASEAN untuk peralatan medis. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 75 Tujuan JSC EEE adalah untuk meningkatkan kerjasama diantara negara – negara anggota dalam memastikan perlindungan kesehatan dan keselamatan manusia dan harta benda serta pelestarian lingkungan hidup yang terpengaruh oleh perdagangan peralatan listrik dan elektronika di ASEAN; untuk menghapuskan pembatasanperdagangan atas peralatan listrik dan elektronika melalui harmonisasi persyaratan teknis dan pendaftaran; dan untuk memfasilitasi perundingan persetujuan saling pengakuan dalam penilaian kesesuaian antara ASEAN dengan negara-negara atau kelompok negara (blok) lain. 2. Capaian hingga tahun 2015 a. Harmonisasi Standar Hingga Agustus 2015, terdapat 119 standar peralatan listrik dan elektronika yang telah diharmonisasi (terlampir). b. MRA/Pengaturan Saling Keberterimaan Kerja sama ini telah menyepakati ASEAN EE MRA pada tanggal 5 April 2002. Setiap negara anggota ASEAN akan menerima laporan hasil uji dan sertifikat kesesuaian produk yangdikeluarkan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang telah terdaftar di ASEAN. c. Perjanjian saling keberterimaan regulasi teknis/Directive terhadap kesepakatan ASEAN Kerja sama ini telah menyepakati AHEEERR pada taggal 9 Desember 2005. d. Harmonisasi Regulasi Teknis Harmonisasi regulasi teknis dalam kerjasama ini dilakukan melalui AHEEERR. Setiap negara Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. anggota ASEAN wajib 76 melakukan transposisi AHEEERR ke dalam peraturan nasional. Hingga Agustus 2015, Indonesia dan Myanmar berada dalam tahap 3 (amend). Kamboja dan Thailand telah memasuki tahap 6 (recognize) bersama dengan Malaysia, Filipina, Singapura dan Vietnam. Sementara Brunei dan Laos tidak mengatur perdagangan produk peralatan listrik dan elektronika sehingga tidak perlu melakukan transposisi peraturan. e. Guideline i. ASEAN EEE Risk Assessment Guidelines. (akan dilengkapi judulnya sesuai website) ii. ASEAN EE MRA (Conformity Assessment) Information Booklet. 3. Kesiapan infrastruktur a. Lembaga Penilaian Kesesuaian (misal laboratorium, lembaga sertifikasi, status listing LPK di ASEAN dll) Hingga tanggal 17 Agustus 2015, Indonesia telah mendaftarkan 3 Laboratorium Uji dan 2 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro). Laboratorium uji tersebut adalah Laboratorium Uji Balai Pengujian Mutu Barang (BPMB), Laboratorium Uji PT. Hartono istana Teknologi (PT. HIT), Laboratorium Uji PT. Panasonic Manufacturing Indonesia. Sedangkan untuk LSPro adalah LSPro TUV Rheinland Indonesia dan LSPro Sucofindo International Certification Services (SICS). Laboratorium uji lainnya yang terdapat di ASEAN adalah: 1. SIRIM QAS international Sdn.Bhd-Malaysia, 2. Intertek Testing Services Ltd 1-Thailand, 3. Intertek Testing Services Ltd 2-Thailand, Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 77 4. Electrical and Electronic Institute (EEI)-Thailand, 5. TUV SUD PSB-Thailand, 6. Electrical and Electronic Products Testing Center (National Science and Technology Development Agency) PTEC- Thailand, 7. Pro Application Testing Lab Listing-Thailand, 8. SETS Singapura, 9. TUV SUD PSB Pte Ltd-Singapura, Lembaga Penilaian Kesesuaian (misal laboratorium, Intertek Testing Services (S) Pte Ltd (Commercial & Electrical Div)-Singapura, 10. QUATEST 1-Vietnam, 11. QUATEST 3-Vietnam. LSPro lainnya yang terdapat di ASEAN adalah: 1. SIRIM QAS International Sdn.Bhd-Malaysia, 2. TUV SUD PSB Pte Ltd-Singapura, 3. Vietnam Certification Centre (QUACERT)-Vietnam. b. Prosedur keberterimaan hasil uji dan sertifikat kesesuaian produk peralatan listrik dan elektronika dari negara ASEAN dapat dilakukan melalui 3 skema yaitu: 1. Produk peralatan listrik dan elektronika yang diimpor dari negara ASEAN langsung dilakukan pengujian dan sertifikasi di LPK Indonesia untuk mendapatkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda (SPPT) SNI. 2. Produk peralatan listrik dan elektronika yang diimpor dari negara ASEAN dengan membawa laporan hasil uji dari Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 78 Laboratorium Uji terkareditasi dan terdaftar di ASEAN, maka kemudian dilakukan sertifikasi kesesuaian oleh LSPro di Indonesia untuk mendapatkan SPPT SNI. 3. Produk peralatan listrik dan elektronika yang diimpor dari negara ASEAN dengan membawa hasil uji dan sertifikat kesesuaian dari LPK terkareditasi dan terdaftar di ASEAN, maka kemudian dilakukan pengesahan oleh LSPro di Indonesia untuk mendapatkan SPPT SNI. Prosedur keberterimaan hasil uji dan sertifikat kesesuaian dari negara-negara ASEAN diatur dalam peraturan Menteri Perindustrian dan ESDM, dimana saat ini sedang dalam tahap pembahasan lebih lanjut. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 79 Matriks 119 standar peralatan listrik dan elektronika yang telah diharmonisasi No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 1 IEC 60065 Ed.7.0(2001) Audio, video and similar electronic apparatus — Safety requirements Audio product, High-fidelity set, Laser disc Set, Television, Television or video display unit, Video cassette recorder, Cassette player, Portable radio cassette player/recorder, Video compact disc player, Sub-woofer, Amplifiers, Sub-woofer, Amplifiers, Equalizers/ Mixers, Karaoke, PA system, Portable Hi-Fi System, Radio, Radio alarm, Tuner / Receiver, Turn tables / Record players, Projection television, Compact disc players, Video cassette recorder / players, Digital versatile disc players, Children video games 2 IEC 60335-1 (depends on particular Part 2s) Household and similar electrical appliances- Safety Part 1: General requirements 3 IEC 60335-2-101 Ed.1.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-101: Particular requirements for vaporizers Household and similar electrical appliances- Safety Part 1: General requirements Electric aroma vaporisers; Mosquito matt vaporisers Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 80 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 4 IEC 60335-2-11 Ed.6.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety Tumbler dryers - Part 2-11: Particular requirements for tumble dryers 5 IEC 60335-2-12 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-12: Particular requirements for warming plates and similar appliances Electric warming plates 6 IEC 60335-2-13 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-13: Particular requirements for deep fat fryers, frying pans and similar appliances Deep fryer, electric wok and similar appliances, Electrical deep fryers, Electric fryers 7 IEC 60335-2-14 Ed.4.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-14: Particular requirements for kitchen machines Electric blenders, Electric food processors, Electric juice extractors, Electric grinders, Electric mixers, Electric choppers 8 IEC 60335-2-15 Ed.5.0(2002) Safety of household and similar electrical appliances Electric fryers, Kettle, Rice cooker - Part 2-15: Particular requirements for appliances Electrical coffee/Tea makers, for heating liquids Electrical food steamers, Electrical slow cookers, Electric egg boilers, Electric jugs, Electric steam boats, Electric airpots, Electric steam generator appliances Electric thermo pots, Electric immersion sticks Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 81 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 9 IEC 60335-2-2 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-2: Particular requirements for vacuum cleaners and water-suction cleaning appliances 10 IEC 60335-2-21 Ed.5.1(2004) Household and similar electrical appliances - Safety Electric storage water heaters, - Part 2-21: Particular requirements for storage water Storage water heater and immmersion heaters 11 IEC 60335-2-23 Ed.5.0(2003) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-23: Particular requirements for appliances for skin or hair care Electrical hair dryers Electric hair styling set 12 IEC 60335-2-24 Ed.5.0(2000) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-24: Particular requirements for refrigerating appliances, ice-cream appliances and ice makers 13 IEC 60335-2-25 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-25: Particular requirements for microwave ovens, including combination microwave ovens Refrigerating appliances, ice cream appliances and ice makers, Electric refrigerators Electric freezers Electric minibars Microwave oven 14 IEC 60335-2-28 Ed.4.0( 2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-28: Particular requirements for sewing machines Electric sewing machines 15 IEC 60335-2-29 Ed.4.1(2004) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-29: Particular requirements for battery chargers Portable battery chargers (up to 12V) Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Vacuum cleaner and water suction cleaning appliances, Carpet cleaners 82 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 16 IEC 60335-2-3 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-3: Particular requirements for electric irons Electrical irons 17 IEC 60335-2-31 Ed.4.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-31: Particular requirements for range hoods and other cooking fume extractors Electric range hoods 18 IEC 60335-2-35 Ed.4.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-35: Particular requirements for instantaneous water heaters Instantaneous electric water heater 19 IEC 60335-2-36 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-36: Particular requirements for commercial electric cooking ranges, ovens, hobs and hob elements Electric built-in hobs 20 IEC 60335-2-4 Ed.4.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety Spin extractors - Part 2-4: Particular requirements for spin extractors 21 IEC 60335-2-40 Ed.3.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-40: Particular requirements for electrical heat pumps, air-conditioners and dehumidifiers Electrical heat pumps, air-conditionners and dehumidifiers, Mobile split air-conditioners, Room air-conditioners 22 IEC 60335-2-43 Ed.3.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-43: Particular requirements for clothes dryers and towel rails Electric cloth dryers Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 83 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 23 IEC 60335-2-44 Ed.3.0(2003) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-44: Particular requirements for ironers Electric ironers 24 IEC 60335-2-45 Ed.3.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-45: Particular requirements for portable heating tools and similar appliances Electric soldering irons 25 IEC 60335-2-6 Ed.5.0 (2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-6: Particular requirements for stationary cooking ranges, hobs, ovens and similar appliances 26 IEC 60335-2-7 Ed.5.0 (2000) Household and similar electrical appliances – Safety – Part 2-7: Particular requirements washing machines Stationary cooking ranges, hobs, ovens and similar appliances, Cooking range, Electric stationary electric ovens, Electric induction hobs Washing machines 27 IEC 60335-2-73 Ed.2.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-73: Particular requirements for fixed immersion heaters Electric fixed immersion heaters 28 IEC 60335-2-74 Ed.2.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-74: Particular requirements for portable immersion heaters Portable immersion heaters 29 IEC 60335-2-8 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances – Safety – Part 2-8: Particular requirements for shavers, hair clippers and similar appliances Electrical hair clippers, Electrical shavers 30 IEC 60335-2-80 Ed.2.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-80: Particular requirements for fans Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Table or standing fans, Electric table fans & regulators, Electric ventilating fan & regulators, 84 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard Electric moving-louvre fans & regulators, Electric ceiling fans & regulators, Electric wall fans & regulators, Electric auto fans & regulators, Electric pedestal fans & regulators 31 IEC 60335-2-9 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-9: Particular requirements for grills, toasters and similar portable cooking appliances 32 IEC 60335-2-98 Ed.2.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-98: Particular requirements for humidifiers 33 IEC 60950-1 Ed.1.0(2001) Information technology equipment - Safety - Part 1: General requirements Home Computer System (inclusive of monitor, printer, speaker and other mains operated accessories) 34 IEC 60034-1 Ed.11.0 (2004) Rotating electrical machines - Part 1: Rating and performance Electric motors and generators 35 IEC 60064 Ed.6.3 (2005) Tungsten filament lamps for domestic and similar general lighting purposes - Performance requirements Incandescent lamps 36 IEC 60081 Ed. 5.1 (2002) Double-capped fluorescent lamps - Performance specifications - Fluorescent Lamp: Safety requirements - Double capped fluorescent lamps – Performance Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Toasters, grills, roasters and similar appliances, Electrical portable ovens, Electrical grillers, Electrical roasters, Electric bread makers, Electric bread toasters, Electric sandwich makers / Waffle makers Electric stoves; open type heating elements Electrical Multi-Purpose Cookers Electric air coolers 85 Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization No. Standard Title Scope of Standard 37 IEC 60155 Ed.4.0 (1993), am.1(1995), am2(2006) Glow-starters for fluorescent lamps Glow-starters for fluorescent lamps 38 IEC 60227-1 Ed 3.0 (2007) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 1: General requirements PVC insulated copper cable 39 IEC 60227-3 Ed. 2.1(1997) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 3: Nonsheathed cables for fixed wiring PVC insulated copper cable Non-shreated cable for fixed wiring 40 IEC 60227-4 Ed. 2.1(1997) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 4: Sheathed cables for fixed wiring PVC insulated copper cable Shreated cable for fixed wiring 41 IEC 60227-5 Ed. 2.2(2003) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 5: Flexible cables (cords) PVC insulated copper cable Flexible cables (cord) 42 IEC 60227-6 Ed.3(2001) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 6: Lift cables and cables for flexible connections PVC insulated copper cable Lift cable and cable for flexible connections 43 IEC 60227-7 Ed. 1.1(2003) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 7: Flexible cables screened and unscreened with two or more conductors PVC insulated copper cable Flexible cable screened and unscreened with two or more conductors 44 IEC 60238 Ed.8.0(2004) Edison screw lampholders Edison Screw lamp holders Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 86 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 45 IEC 60245-1 Ed.4.0(2003) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 1: General requirements Rubber insulated cord and flexible cables 46 IEC 60245-3 Ed.2.0(1994), am1(1997) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 3: Heat resistant silicone insulated cables Heat resistant silicone insulated cables 47 IEC 60245-4 Ed.2.2(2004) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 4: Cords and flexible cables Cords and flexible cables 48 IEC 60245-5 Ed.2.0(1994), am1(2003) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 5: Lift cables Lift cables 49 IEC 60245-6 Ed.2.0(1994), am1(1997), am2(2003) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 6: Arc welding electrode cables Arc welding electrode cables 50 IEC 60245-7 Ed.1.0(1994) , am1(1997) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 7: Heat resistant ethylenevinyl acetate rubber insulated cables Heat resistant ethylene-vinyl acetate rubber insulated cables 51 IEC 60245-8 Ed.1.1(2004) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 8: Cords for applications requiring high flexibility Cords for applications requiring high flexibility 52 53 IEC 60269-1 Ed.4.0(2006) IEC 60269-2 Ed.3.0 (2006) Low-voltage fuses - Part 1: General requirements - Fuse Base & Carrier up to 32A Low-voltage fuses - Part 2: Supplementary - Fuses / Fuse Links up to 63A requirements for fuses for use by authorized persons (fuses mainly for industrial application) - Examples of standardized systems of fuses A to J Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 87 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 54 IEC 60269-3 Ed.3.0(2006) Low-voltage fuses - Part 3: Supplementary requirements for fuses for use by unskilled persons (fuses mainly for household or similar applications) - Examples of standardized systems of fuses A to F - Low-voltage distribution link Fuses 55 IEC 60269-4 Ed.4.0(2006) Low-voltage fuses - Part 4: Supplementary requirements for fuse-links for the protection of semiconductor devices fuse-links for the protection of semiconductor devices 56 IEC 60320-1 Ed.2.0(2001) Appliance couplers for household and similar general purposes - Part 1: General requirements - Appliance Connectors 57 IEC 60320-2-1 Ed.2.0(2000) Appliance couplers for household and similar general purposes - Part 2-1: Sewing machine couplers - Inter connection Coupler 58 IEC 60320-2-2 Ed.2.2(1998) Appliance couplers for household and similar general purposes - Part 2-2: Interconnection couplers for household and similar equipment Interconnection couplers for household and similar equipment 59 IEC 60320-2-3 Ed.1.1(2005) Appliance couplers for household and similar general purposes - Part 2-3: Appliance couplers with a degree of protection higher than IPX0 Appliance couplers with a degree of protection higher than IPX0 60 IEC 60320-2-4 Ed.1.0(2005) Appliance couplers for household and similar general purposes - Part 2-4: Couplers dependent on appliance weight for engagement Couplers dependent on appliance weight for engagement 61 IEC 60400 Ed.6.0(1999), am1(2002) Lampholders for tubular fluorescent lamps and starterholders Lamp holders and starter holders for tubular fluorescent lamps Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 88 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 62 IEC 60432-1 Ed.2.1(2005) Incandescent lamps - Safety specifications - Part 1: Tungsten filament lamps for domestic and similar general lighting purposes Tungsten filament lamps for domestic and similar general lighting purposes 63 IEC 60432-2 Ed.2.0(1999) Incandescent lamps - Safety specifications - Part 2: Tungsten halogen lamps for domestic and similar general lighting purposes Tungsten halogen lamps for domestic and similar general lighting purposes 64 IEC 60432-3 Ed.1.0(2002) Incandescent lamps - Safety specifications - Part 3: Tungsten halogen lamps (non-vehicle) Tungsten halogen lamps (non-vehicle) 65 IEC 60454-3-1 Ed.2.1(2002) Pressure-sensitive adhesive tapes for electrical purposes - Part 3: Specifications for individual materials - Sheet 1: PVC film tapes with pressuresensitive adhesive PVC tapes for electrical insulation 66 IEC 60598-1 Ed.6.0(2003) Luminaires - Part 1: General requirements and tests Luminaries 67 IEC 60598-2-1 Ed.1.0(1979), am.1(1987) Luminaires. Part 2: Particular requirements. Section One: Fixed general purpose luminaires Fixed general purpose luminaries 68 IEC 60598-2-2 Ed.2.1(1997) Luminaires - Part 2-2: Particular requirements - Recessed luminaires Recessed luminaries 69 IEC 60598-2-4 Ed.2.0(1997) Luminaires - Part 2: Particular requirements - Section 4: Portable general purpose luminaires Portable general purpose luminaires 70 IEC 60598-2-8 Ed.2.1(2001) Luminaires - Part 2-8: Particular requirements - Handlamps Hand Lamps 71 IEC 60598-2-20 Ed.2.2(2002) Luminaires - Part 2-20: Particular requirements - Lighting chains - Decorative Light fixture - Lighting Chains Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 89 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 72 IEC 60669-1 Ed.3.1(2000) Switches for household and similar fixed-electrical installations - Part 1: General requirements 73 IEC 60669-2-1 Ed.4.0(2002) Switches for household and similar fixed electrical installations - Part 2-1: Particular requirements - Electronic switches 74 IEC 60669-2-2 Ed.2.1(2002) Switches for household and similar fixed electrical installations - Part 2-2: Particular requirements - Electromagnetic remote-control switches (RCS) Electromagnetic Remote Control Switch 75 IEC 60669-2-3 Ed.3.0(2006) Switches for household and similar fixed electrical installations - Part 2-3: Particular requirements - Time-delay switches (TDS) Time Delay Switches 76 IEC 60745-2-1 Ed.2.0(2003) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Electric Drill Part 2-1: Particular requirements for drills and impact drills 77 IEC 60745-2-3 Ed.2.0(2006) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-3: Particular requirements for grinders, polishers and disk-type sanders Electric Grinders ( up to 100 mm ) 78 IEC 60745-2-4 Ed.2.0(2002) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-4: Particular requirements for sanders and polishers other than disk type Electric Sanders (up to 300 W) 79 IEC 60745-2-5 Ed.3.0(2003) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-5: Particular requirements for circular saws Electric Circular Saws and circular knives (Cutting Blade up to 160 mm) 80 IEC 60745-2-7 Ed.1.0(1989) Safety of hand-held motor-operated electric tools. Part 2: Particular requirements for spray guns for non-flammable liquids Electric spray guns for non-flammable liquids (up to 100 bars) Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. - General purpose switches - Domestic electric wall switch - Knife switches and reverse knifes witches Electronic Switch 90 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 81 IEC 60745-2-11 Ed.2.0(2003) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-11: Particular requirements for reciprocating saws (jig and sabre saws) Electric Jig and Saber Saws (up to 60 mm) 82 IEC 60745-2-14 Ed.2.0(2003) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-14: Particular requirements for planers Electric Planers (up to 500 W) 83 IEC 60745-2-15 Ed.2.0(2006) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-15: Particular requirements for hedge trimmers - Electric hedge trimmers and Grass shears (up to 750 W) - Trimmers (up to 300 W) 84 IEC 60745-2-17 Ed.2.0(2003) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-17: Particular requirements for routers and trimmers Electric Routers and trimmers (up to 500 W) 85 IEC 60898-1 Ed.1.0(2002) Electrical accessories - Circuit-breakers for overcurrent protection for household and similar installations - Part 1: Circuit-breakers for a.c. operation Circuit-breakers for ac operation 86 IEC 60898-2 Ed.1.0(2000) Circuit-breakers for overcurrent protection for household and similar installations - Part 2: Circuitbreakers for a.c. and d.c. operation Miniature Circuit Breaker 87 IEC 60947-2 Ed.3.0(2003) Low-voltage switchgear and controlgear - Part 2: Circuit-breakers Low voltage switchgear and control gear – Part 2: Circuit breakers 88 IEC 60947-3 Ed.2(1999) Low-voltage switchgear and controlgear - Part 3: Switches, disconnectors, switch-disconnectors and fuse-combination units Switch Fuse up to 63A 89 IEC 60968 Ed.1.2(1999) Self-ballasted lamps for general lighting services - Safety requirements Self ballast lamp for general lighting service Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 91 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 90 IEC 60969 Ed.1.2(2001) Self-ballasted lamps for general lighting services - Performance requirements Self-ballasted lamps for general lighting services 91 IEC 60998-1 Ed.2.0(2002) Connecting devices for low-voltage circuits for household and similar purposes - Part 1: General requirements Cable Connectors-(connecting device) 92 IEC 60998-2-1 Ed.2.0(2002) Connecting devices for low-voltage circuits for Connecting devices as separate entities with household and similar purposes - Part 2-1: Particular screw-type clamping units requirements for connecting devices as separate entities with screw-type clamping units 93 IEC 60998-2-2 Ed.2.0(2002) Connecting devices for low-voltage circuits for Connecting devices as separate entities with household and similar purposes - Part 2-2: Particular screwless-type clamping units requirements for connecting devices as separate entities with screwless-type clamping units 94 IEC 60998-2-3 Ed.2.0(2002) Connecting devices for low-voltage circuits for Connecting devices as separate entities with household and similar purposes - Part 2-3: Particular insulation-piercing clamping units requirements for connecting devices as separate entities with insulation-piercing clamping units 95 IEC 60998-2-4 Ed.2.0(2004) 96 IEC 61009-1 Ed.1.0(1996), am1(2002) Connecting devices for low-voltage circuits for household and similar purposes - Part 2-4: Particular requirements for twist-on connecting devices Residual current operated circuit-breakers with integral overcurrent protection for household and similar uses (RCBOs) - Part 1: General rules Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. - Cable Connectors - Connecting box Residual Current Operated Circuit-Breakers with Integral Overcurrent Protection for household and similar uses (RCBOs) 92 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 97 IEC 61009-2-1 Ed.1.0(1991) Residual current operated circuit-breakers with integral overcurrent protection for household and similar uses (RCBO's) - Part 2-1: Applicability of the general rules to RCBO's functionally independent of line voltage 98 IEC 61009-2-2 Ed.1.0(1991) Residual current operated circuit-breakers with integral overcurrent protection for household and similar uses (RCBO's) - Part 2-2: Applicability of the general rules to RCBO's functionally dependent on line voltage 99 IEC 61048 Ed.1.0 (1991), am1(1995),am2(1999) Auxiliaries for lamps - Capacitors for use in tubular fluorescent and other discharge lamp circuits - General and safety requirements Capacitors for use in tubular fluorescent lamp circuit 100 IEC 61049 Ed.1.0 (1991) Capacitors for use in tubular fluorescent and other discharge lamp circuits. Performance requirements Capacitors for use in tubular fluorescent and other discharge lamp circuits 101 EC 61347-2-2 Ed.1.0(2000) Lamp controlgear - Part 2-2: Particular requirements for d.c. or a.c. supplied electronic step-down convertors for filament lamps Isolating Transformer 102 IEC 61347-2-3 Ed.1.0(2000) Lamp control gear - Part 2-3: Particular requirements Ballast for tubular fluorescent lamp (electronic for a.c. and/or d.c. supplied electronic control gear ballast) for fluorescent lamps 103 IEC 61347-2-8 Ed.1.0(2000) Lamp controlgear - Part 2-8: Particular requirements for ballasts for fluorescent lamps Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Ballast for tubular fluorescent lamp (magnetic ballast) 93 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 104 IEC 61558-2-5 Ed.1.0(1997) Safety of transformers, reactors, power supply units and combinations thereof - Part 2-5: Particular requirements and test for transformer for shavers, power supply units for shavers and shaver supply units Electric Shaver Socket Outlets 105 IEC 61558-2-6 Ed.1.0 (1997) Safety of transformers, reactors, power supply units and similar products for supply voltages up to 1 100 V - Part 2-6: Particular requirements and tests for safety isolating transformers and power supply units incorporating safety isolating transformers AC-DC or AC-AC Converter (Adaptor) - Isolating Transformer - Adaptor for electrical appliances 106 IEC 62040-1-1 Ed.1.0 (2004), Uninterruptible power systems (UPS) - Part 1-1: General and safety requirements for UPS used in operator access areas Uninterruptible power system 107 IEC 62040-1-2 Ed.1.0 (2004) Uninterruptible power systems (UPS) - Part 1-2: General and safety requirements for UPS used in restricted access locations 108 IEC 62040-2 Ed.2.0(2005) Uninterruptible power systems (UPS) - Part 2: Electromagnetic compatibility (EMC) requirements 109 CISPR 15 Ed.5.2 (1999) Limits and methods of measurement of radio disturbance characteristics of electrical lighting and similar equipment 110 IEC 60086-1 (2000) Primary batteries - Part 1: General 111 IEC 60086-2 (2000) Primary batteries - Part 2: Physical and electrical specifications Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Lighting and similar equipment : radio disturbance limits Primary battery – Part 1 : General Primary battery – Part 2 : Electrical and physical requirements 94 No. Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization Standard Title Scope of Standard 112 IEC60335-2-34 Ed.4.0 (2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-34: Particular requirements for motorcompressors 113 IEC 60335-2-41 (1996) Household and similar electrical appliances – Safety – Part 2-41: Particular requirements for pumps Pumps for liquids having a temperature not exceeding 35 °C 114 IEC 60884-1 ed 3 (2002-06) Plug and socket outlets for household and similar purposes - Part 1: General requirement Plug and socket outlets 115 IEC 61347-1 (2000-10) Lamp controlgears - Part 1: General and safety requirements 116 IEC 61008.1 (1996) Residual current operated circuit breakers without integral overcurrent protection for household and similar uses (RCCB) - Part 1: General rules) 117 IEC 61008.2.1 (1990) Residual current operated circuit-breakers without integral overcurrent protection for household and similar uses (RCCB's). Part 2-1: Applicability of the general rules to RCCB's functionally independent of line voltage RCCB 118 IEC 60598-2-3 (2002) Luminaires - Part 2-3: Particular requirements - Luminaires for road and street lighting Luminaires Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Motor-compressors 95 No. 119 Agreed edition* of IEC Standards for ASEAN Harmonization IEC 60598-2-5 (1998) Standard Title Scope of Standard Luminaires - Part 2-5: Particular requirements - Floodlights * or any newer editions Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 96 V. D alam PANDUAN PROMOSI DAN CITRA rangka mendukung program ekspor nasional, Kementerian Perdagangan, melalui Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional (PEN) memberikan fasilitasi kepada pelaku usaha Indonesia untuk mengikuti pameran dagang di luar negeri. Pameran Dagang berdasarkan Skala Pameran Dagang Internasional Adalah pameran dagang yang diikuti oleh peserta dan atau barang/jasa yang berasal dari beberapa dari beberapa negara, termasuk yang diselenggarakan oleh perwakilan perusahaan dagang asing di Indonesia, diadakan di dalam negeri maupun di luar negeri. Pameran Dagang Nasional Adalah pameran dagang yang diikuti oleh peserta dan atau barang/jasa dari beberapa provinsi. Pameran Dagang Lokal Adalah pameran dagang yang diikuti peserta dan barang/jasa dari satu atau beberapa kabupaten/kota dalam satu provinsi. Pameran Dagang berdasarkan Produk Pameran Dagang Multi Produk (General Trade Fair) Jenis pameran ini mengetengahkan berbagai macam barang konsumsi dan industri, yang dihadiri tidak hanya oleh kalangan umum namun juga pelaku usaha dan pelaku bisnis. Umumnya dalam pameran ini terdapat paviliun-paviliun khusus berdasarkan kategori Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 97 produk atau sektor, dan umumnya peserta asing ditempatkan pada paviliun internasional yang telah disediakan. Pameran dagang Produk Khusus yang sejenis (Specialized Trade Fair). Fasilitasi Pemerintah Dalam mendukung kegiatan promosi dan citra, Kementerian Perdagangan memfasilitasi space booth ukuran standar (3mx3m) dengan menggunakan desain khusus yang diharapkan dapat menarik minat visitors dan buyers. Persyaratan Rekrutmen Kepesertaan Kriteria Umum: 1. Calon peserta individu atau golongan yang berbadan hukum (memiliki NPWP, SIUP, dan TDP). 2. Kapasitas produksi perusahaan. 3. Siap ekspor dan/atau memiliki pengalaman ekspor. Kriteria Khusus: 1. Calon peserta pameran diutamakan yang pernah berpartisipasi dalam Trade Expo Indonesia (ITE). 2. Calon peserta diutamakan yang memiliki sertifikasi BBPPEI (Balai Besar Pendidikan dan pelatihan Ekspor Indonesia) mengenai prosedur ekspor atau teknik negosiasi. 3. Calon peserta diutamakan perusahaan penerima Penghargaan Primaniyarta atau pemenang lomba lain yang diadakan oleh Kementerian Perdagangan. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 98 4. Khusus calon peserta yang berasal dari daerah sebaiknya diajukan (direkomendasi) oleh Pemerintah Daerah/Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat. 5. Bagi produk tertentu diharapkan dapat menyertakan sertifikasi tertentu, misal produk makanan dan kosmetik dapat melampirkan sertifikat dari BPOM. Prosedur Pelaksanaan Prosedur pelaksanaan pameran merupakan tahap-tahap pelaksanaan kegiatan promosi dan citra yang terdiri tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Calon peserta yang difasilitasi Ditjen PEN wajib mengikuti dan mentaati peraturan dan ketentuan yang berlaku: 1. Calon peserta wajib mempelajari dahulu ketentuan pameran yang akan diikutinya. 2. Calon peserta mengisi dan mengembalikan formulir pendaftaran (application form) yang telah disebarkan oleh Ditjen PEN dengan membubuhkan tanda tangan, cap perusahaan serta menyartakan tidak akan mengundurkan diri. 3. Calon peserta pameran wajib mengikuti proses kurasi atau seleksi produk yang akan dinilai oleh Tim Kurator. 4. Calon peserta pameran harus mencantumkan HS Code (10 digit) pada setiap produk yang akan dipamerkan, untuk memudahkan melakukan memonitor peningkatan ataupun penurunan nilai ekspor produk tersebut. 5. Pemberian fasilitas kepada calon peserta pameran maksimum 2 (dua) kali dalam setahun dan akan diberikan fasilitas kembali setelah 2 (dua) tahun berikutnya. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 99 6. Peserta pameran diwajibkan membuat laporan inquiry/buyer dan mengisi form kontak dagang setiap hari selama pameran berlangsung. 7. Calon peserta pameran harus memiliki kelengkapan media promosi (Promotion Kit seperti Brosur, CD Promosi, Kartu Nama, atau goodiebag). 8. Calon peserta sebaiknya mengetahui Peraturan Kepabeanan termasuk pajak barang masuk dan kemudahan yang dapat diperoleh dari pihak penyelenggara dalam clearance kepabeanan di bandara (khusus promosi luar negeri). 9. Para peserta pameran diharuskan berperan aktif dalam proses kegiatan evaluasi dan monitoring pameran dengan memberikan data/informasi yang akurat. Sanksi Calon peserta yang telah dinyatakan lulus seleksi tidak diperkenankan mengundurkan diri. Apabila mengundurkan diri, maka perusahaan tersebut tidak diperkenankan mengikuti prrogram promosi dilingkungan Kementerian Perdagangan selama 2 tahun. Alur Pelayanan Untuk Kegiatan Promosi dan Citra Penyebaran Informasi Keg Website DJPEN Surat Undangan Sosialisasi Daerah Rekrutmen Kepesertaan Pelaku Usaha Pemda/ Dinas Asosiasi Seleksi Kepesertaan Form Registrasi Data Administrasi Kurasi Produk Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Pelaksanaan Kegiatan Pameran Dagang LN/DN Instore Promotion Misi Dagang Evaluasi Kontak dagang Inquiry Kuesioner 100 VI. DAFTAR ALAMAT PENTING Berikut daftar alamat penting yang dapat dihubungi untuk memfasilitasi kelancaran ekspor produk Indonesia: No Unit Alamat No Telpon/Fax Website / Email 1. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia Jalan M.I. Ridwan Rais No. 5 Jakarta Pusat – 10110 Tel: 021 – 3841961/62 Web: www.kemendag.go.id 2. Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Gedung Utama, Lt. 8 Tel: 021-23528600 Fax: 021-23528610 Web: www.ditjenkpi.kemendag.go.id 3. Direktorat Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan Gedung Utama, Lt. 4 Tel: 021-3858171 Web: www.djpen.kemendag.go.id 4. Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Gedung Utama, Lt. 9 Tel: 021-3528560 Fax: 021-3858171 Web: www.ditjendaglu.kemendag.go.id 5. Direktorat Kerja Sama ASEAN Kementerian Perdagangan Gedung II, Lt. 7 Tel: 021-3858203 Fax: 021-3858203 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 101 No Unit Alamat No Telpon/Fax Website / Email 6. Direktorat Standardisasi Kementerian Perdagangan Gedung II, Lt. 8 7. Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Ekspor Indonesia Web: www.ppei.kemendag.go.id 8. Atase Perdagangan RI untuk Singapura Jl. Letjen S.Parman 112 Tel: 021-5666732 Grogol, Jakarta Barat – 021-5663309 11440 021-5674229 Kedutaan Besar Republik Tel: +65-67375420 Indonesia , 7 Chatsworth +65-68395458 Road Fax: +65-67375037 +65-67352027 9. Atase Perdagangan RI untuk Malaysia Kedutaan Besar Republik Indonesia, Jalan Tun Razak 50400, Kuala Lumpur, Malaysia Tel: +60-321164000 +60-321164067 Email: [email protected] [email protected] Kedutaan Besar Republik Indonesia, 185 Salcedo Street Legaspi Village, Makati City Tel: +63-28925061-68 10. Atase Perdagangan RI untuk Filipina Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Tel: 021-3863928 Email: [email protected] Fax: +60-321167908 +60-321448407 Email: [email protected] Fax: +63-28925878 +63-28674192 102 No 11. 12. 13. 14. 15. 16. Unit Atase Perdagangan RI untuk Thailand Alamat Kedutaan Besar Republik Indonesia, 600-602 Pitchburi Road, Rajthevi, P.O. Box 1318 Atase Perdagangan RI untuk Australia No Telpon/Fax Tel: +66-22551264 ext. 123 Tel: +61-262508600 Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia Twinhead Building 6 F No.550 Rui Goang Road, Eihu District Tel: +8862-87526170 Kedutaan Besar Republik Indonesia, Dongzhimenwai Dajie No. 4 Chaoyang District Tel: +861-65324748 +861-3811340842 Kedutaan Besar Republik Indonesia, 380 Tel: +82-27835371-7 +82-27827750 Atase Perdagangan RI untuk Korea Selatan Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Email: [email protected] [email protected] Fax: +66-22551264 +66-22551267 8 Darwin Avenue, Yarralumia ACT 2600, Canberra Konsul Perdagangan RI untuk Indonesian General Hong Kong Consulate 127-129 Leighton Road, 6-8 Keswick Street Atase Perdagangan RI untuk RRT Website / Email Email: [email protected] Fax: +61-262736017 Tel: +852-28904421 +852-28902481 Fax: +852-28950139 Web: www2.kdei-taipei.org Fax: +8862-87423706 Email: [email protected] Fax: +861-65325368 Email: [email protected] 103 No Unit Alamat No Telpon/Fax Website / Email Yoidaebangroh, Seoul Fax: +82-27804280 +82-27837750 17. Atase Perdagangan RI untuk Jepang Kedutaan Besar Republik Tel: +81-334414201 Indonesia, 5-2-5, Higashi +81-334470596 Gotanda Shinagawa-ku Yoidaebangroh, Seoul Fax: +81-334471697 +82-27837750 Email: [email protected] 18. Atase Perdagangan RI untuk India Kedutaan Besar Republik Indonesia, 50-A Chanakyapuri 110021, New Delhi Tel: +9111-61140100 Email: [email protected] Kedutaan Besar Republik Indonesia, Riyadh Diplomatic Quarter, P.O. Box 94343 Tel: +9661-4882880 Email: [email protected] +9661-4882131 ext 120 19. Atase Perdagangan RI untuk Arab Saudi Fax: +9111-6885460 +9111-6886763 Fax: +9661-4882966 20. Atase Perdagangan RI untuk Mesir Kedutaan Besar Republik Indonesia, 13 Aisha El Temoria St. Garden City, P.O. Box 1661, Cairo Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Tel: +202-7944698 +202-7947200/9 Email: [email protected] Fax: +202-7962495 104 No Unit Alamat 21. Atase Perdagangan RI untuk Italia Kedutaan Besar Republik Indonesia, Via Campania 55 22. Atase Perdagangan RI untuk Spanyol Kedutaan Besar Republik Indonesia, 65 Calle de Agastia 23. Atase Perdagangan RI untuk Swiss 16, Rue de Saint Jean, Jenewa No Telpon/Fax Tel: +3906-4200911 +3906-42009168 Fax: +3906-4880280 +3906-42010428 Tel: +3491-4130294 Website / Email Email: [email protected] Email: [email protected] Fax: +3491-4157792 Tel: +4122-3455733 Fax: +4122-3383397 24. Atase Perdagangan RI untuk Perancis Kedutaan Besar Republik Indonesia, 47-49, Rue Cortambert Tel: +331-450302760 ext 418 +331-45044872 Fax: +331-45045032 25. 26. Atase Perdagangan RI untuk Jerman Atase Perdagangan RI untuk Belgia Kedutaan Besar Republik Indonesia, Lehrter Strasse 16-17, 10557, Berlin Tel: +49-30-47807250 +49-30-47807290 Boulevard de la Woluwe 38, B-1200 Brussels Tel: +322-7790915 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Email: [email protected] Fax: +49-30-47807290 Email: [email protected] 105 No Unit Alamat No Telpon/Fax Website / Email Fax: +322-7728190 27. 28. Atase Perdagangan RI untuk Belanda Atase Perdagangan RI untuk Inggris Kedutaan Besar Republik Indonesia, 8, Tobias Asserlaan Tel: +3170-3108115 Kedutaan Besar Republik Indonesia, 38 Grosvenor Square Tel: +4420-72909613 +4420-74997881 Email: [email protected] Fax: +3170-3643331 Email: [email protected] Fax: +4420-74957022 29. 30. 31. Atase Perdagangan RI untuk Denmark Atase Perdagangan RI untuk Rusia Atase Perdagangan RI untuk Amerika Serikat Kedutaan Besar Republik Indonesia, Orehoj Alle 1, 2900 Hellerup, Copenhagen Kedutaan Besar Republik Indonesia, Apt 76, Entr. 3 Korovy val 7, Moscow 119049 Kedutaan Besar Republik Indonesia, 2020 Massachusetts Avenue, N.W. Tel: +45-39624422 Email: [email protected] Fax: +45-39624483 Tel: +7495-2385281 Email: [email protected] Fax: +7495-2385281 Tel: +202-7755350 +202-7755200 ext 350 Email: [email protected] Fax: +202-7755354 +202-7755365 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. 106 No 32. Unit Atase Perdagangan RI untuk Kanada Alamat Kedutaan Besar Republik Indonesia, 55 parkdale Avenue, Ottawa, Ontario No Telpon/Fax Tel: +1-613-7241100 ext 306 Website / Email Email: [email protected] Fax: +1-613-7241105 +1-613-7244959 33. 34. 35. 36. Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Sydney, Australia 60 Pitt Street Level 2nd Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Busan, Korea Selatan 103 Korea Express Building 1211-1 Choryang Dong, DungGU, Busan Matsushita IMP Bld. 2F, 1-3-7 Shiromi, Chuo-ku, Osaka 540-6302 Tel: +82-514411708 Web: http://itpc-busan.kr/ Fax: +82-514411628 Email: [email protected] Tel: +66-9473555 Fax : +66-6947-3556 Web: www.itpc.or.jp 3rd Floor, Ispahani Center, 123/124, Nungambakkam High Road Tel: +91-4442089196 Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Osaka, Jepang Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Chennai, India Tel: +61-292528783 Email: [email protected] Fax: +61-292528784 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Email: [email protected] Email: [email protected] [email protected] Fax : +91-4442089197 107 No 37. Unit Alamat No Telpon/Fax Website / Email Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Dubai, Saudi Arabia Al Masraf Tower, 4th Floor Office No 403, Baniyas St. Deira. P.O.Box Tel: +9714-2278544 38. Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Jeddah, Saudi Arabia Al-Mualifin St, Al Rehab District/5 P.O. Box 10 Tel: +996-26711271 Email: [email protected] 39. Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Johannesburg, Afrika Selatan Suite 02/E4, 2nd Floor, Village walk Sandton, P.O. Box 2146, RSA Tel: +27-118846240 Email: [email protected] Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Lagos, Nigeria 5, Anifoweshe street, victoria island Tel: +234-1 4619861 +234-1 4619865 40. Email: [email protected] Fax : +9714-2278545 Fax: +27-118846242 Web: www .itpclagos .com Email: [email protected] 41. Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Barcelona, Spanyol Calle Aribau 250, BJ. 08006 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Tel: +34-934144662 Email: [email protected] Fax: +34-934164188 108 No Unit 42. Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Lyon, Perancis 43. 44. 45. 46. Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Milan, Italia Alamat 19 boulevard Eugene Deruelle 69003 Lyon. Via Vittor Pisani, 8-6 Piano 20124 Milano (MI) No Telpon/Fax Tel: +33-478606278 Web: http://www.itpclyon.fr Fax: +33-478606317 Email: [email protected] [email protected] Tel: +39-236598182 Web: http://www.itpclyon.fr Fax: +39-236598191 Email: [email protected] Email: [email protected] Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Budapest, Hungaria H-1051 Budapest, Bajcsy-Zsilinszky ut. 12, 1st floor, 101 Tel: +36-13176382 Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Hamburg, Jerman Multi Buro Service Glokengisserwall 1720095, Hamburd Tel: +49-40-33313-333 Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Santiago, Chile Nueva Tajamar 481, Torre Sur, Oficina 796, las Condes Tel: +562-441-0494 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Website / Email Fax: +3612660572 Email: [email protected] Fax: +49-40-3313-377 Email: [email protected] Fax: +562-441-0495 109 No 47. 48. Unit Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Sao Paolo, Brazil Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Mexico City Alamat No Telpon/Fax Edificio Park Lane, Alameda Santos 1787 conj. 111-Cerqueira Cesar Tel: +55-11-32630472 +55-11-32538126 Cenit Plaza Arquimedes, A.C. Arquimedes No. 130, Oficina 105 cpl. Polanco, Deleg. Miguel Hidalgo Tel: +52-55-50836055 & 57 Website / Email Email: [email protected] Fax: +55-11-85542787 Email: [email protected] Fax: +52-55-50836056 49. Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Los Angeles, Amerika Serikat 3457, Wilshire, Blvd, Suit Tel: +1-2133877041 101, Los Angeles, CA 90010 Fax: +1-2133877047 Email: [email protected] [email protected] 50. Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Chicago, Amerika Serikat 607 N Clark St. Chicago, IL 60654 Email: [email protected] Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Vancouver, 1300-1500 West Georgia Street, Vancouver B.C 51. Tel: +1-3126402463 Fax: +1-3126402648 Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Tel: +1-604-6966322 +1-604-5595021 Email: [email protected] 110 No 52. 53. Unit Alamat No Telpon/Fax Canada V6G 2Z6 Fax: +1-604-6851520 ASEAN Economic Community (AEC) Center Kementerian Perdagangan, Jln. M.I. Ridwan Rais No.5, Jakarta Pusat10110, Gedung II, lt.4 Tel: 021-3858337 Gedung Bursa Efek Indonesia, Menara II, Lt.8, Kawasan SCBD Jalan Jenderal Sudirman Kav. 52-53, Jakarta 12190 Tel: 021-5154638 Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) / Indonesia Eximbank Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I. Website / Email Web: www.aeccenter.kemendag.go.id Email: [email protected] Web: www.indonesiaeximbank.go.id Fax: 021-5154639 111