buku panduan - AEC Center

advertisement
BUKU PANDUAN
PEMANFAATAN PELUANG
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN
(MEA)
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
0
DAFTAR ISI
I. II. PENDAHULUAN
EKSPORTASI
II.1. DASAR HUKUM, KETENTUAN DAN PROSEDUR
EKSPOR
II.2. SURAT
KETERANGAN
(SKA)/CERTIFICATE OF ORIGIN (CoO)
ASAL
II.3. PEMBIAYAAN EKSPOR
BARANG/RULES
III. KETENTUAN ASAL
(RoO) ASEAN
IV. KETENTUAN STANDARD ASEAN
V. PANDUAN PROMOSI DAN CITRA
VI. OF ORIGIN
DAFTAR ALAMAT PENTING
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
1
I.
PENDAHULUAN
Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN) telah memasuki
babak baru dalam pengembangan kerjasama di kawasan dengan
diberlakukannya ASEAN Community secara efektif pada 1 Januari 2016.
Pengukuhan
ASEAN
penandatanganan
sebagai
Deklarasi
satu
Kuala
Masyarakat
Lumpur
ditandai
tentang
dengan
Pembentukan
Masyarakat ASEAN (The Kuala Lumpur Declaration on the Establishment
of ASEAN Community) oleh seluruh Kepala Negara/Pemerintahan
Negara Anggota ASEAN pada Pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi
(KTT) ASEAN bulan November 2015 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Perwujudan Masyarakat ASEAN 2015, yang terdiri dari tiga pilarnya yaitu Pilar Masyarakat Politik-Keamanan, Pilar Masyarakat Ekonomi,
dan Pilar Masyarakat Sosial-Budaya, merupakan hasil kerja keras seluruh
negara anggota ASEAN sejak terbentuk pada 8 Agustus 1967. Di bidang
ekonomi, pembentukan Masyakarat Ekonomi ASEAN (MEA) bertujuan
untuk menciptakan ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang stabil,
sejahtera dan berdaya saing dimana terdapat arus bebas perdagangan
barang, jasa, investasi dan modal; pembangunan ekonomi yang merata;
dan penurunan angka kemiskinan dan perbedaan sosial ekonomi melalui
4 (empat) pilar utamanya, yaitu: (i) Pasar Tunggal dan Basis Produksi;
(ii) Kawasan yang berdaya saing; (iii) Kawasan dengan pembangunan
ekonomi yang merata; dan (iv) Kawasan yang terintegrasi dengan
perekonomian global.
ASEAN merupakan kawasan yang secara ekonomi merupakan
potensi yang sangat luasuntuk pembangunan ekonomi bagi para pelaku
usaha maupun masyarakatnya karena jumlah penduduk ASEAN pada
tahun 2015 tercatat sebesar + 650 juta jiwa (9,02% dari total penduduk
dunia). Dengan jumlah penduduk hampir 10% dari total populasi dunia,
ASEAN menjadi pasar yang menarik bagi para pelaku usaha di Negara
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
2
anggota ASEAN untuk mengembangkan usahanya. Pada tahun 2014,
ASEAN tercatat sebagai kawasan ekonomi terbesar ke-7 berdasarkan
Produk Domestik Bruto (PDB) setelah Amerika Serikat, China, Jepang,
Jerman, Inggris dan Perancis, dimana PDB ASEAN mencapai USD 2,57
trilyun dan pendapatan PDB perkapita sebesar USD 4,173. ASEAN juga
merupakan salah satu destinasi investasi dunia, dimana pada tahun
2014, aliran investasi asing yang masuk ke ASEAN tercatat sebesar USD
136,2 milyar. Dan tidak kalah pentingnya, ASEAN telah menunjukkan
kestabilan ekonominya dengan bertahan dari krisis ekonomi yang
melanda dunia pada tahun 2008.
Para pelaku usaha Indonesia diharapkan dapatmemanfaatkan
potensi ekonomi serta kesepakatan-kesepekatan yang dimiliki oleh
seluruh negara anggota ASEAN untuk meningkatkan ekspor produknya
ke seluruh negara anggota ASEAN. Untuk mendukung para pelaku
usaha Indonesia, khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM),
Kementerian
informasi
Perdagangan
yang
dapat
memandang
membantu
perlu
para
untuk
pelaku
memberikan
usaha
untuk
mengembangkan usahanya agar dapat memanfaatkan peluang MEA.
Oleh karenanya, Buku Panduan ini diharapkan dapat menjadi sumber
informasi yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha di Indonesia
dalam memanfaatkan integrasi ekonomi di ASEAN.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
3
II.
EKSPORTASI
D
alam rangka mendukung pembangunan ekonomi nasional
melalui perdagangan yang berkelanjutan, kegiatan ekspor menjadi salah
satu sumber perolehan devisa negara yang penting, sehingga kegiatan
ekspor harus terus ditingkatkan dengan tetap menjaga ketersediaan
barang dan bahan untuk kebutuhan industri dan konsumen di dalam
negeri.
II.1. Dasar Hukum, Ketentuan, dan Prosedur Ekspor
a. Dasar hukum dalam melaksanakan kegiatan ekspor:
- Undang-Undang No.7 Tahun 1994 tentang Pengsahan Agreement
Establishing the World Trade Organization.
- Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 17 Tahun
2006.
- Undang-undang No. 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Piagam
ASEAN
- Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan
Ekspor, Impor dan Lalu Lintas Devisa.
- Permendag RI No. 13 Tahun 2012 tentang Ketentuan Dibidang
Ekspor.
- Permendag RI No. 77 Tahun 2014 tentang Ketentuan Asal Barang
Indonesia.
- Undang-Undang No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
4
b. Ketentuan Di Bidang Ekspor
Berdasarkan Permendag No 13 Tahun 2012, Ketentuan Umum di
Bidang Ekspor:
• Untuk mencapai pembangunan ekonomi melalui perdagangan
berkelanjutan perlu
dijaga
keberlangsungan
ekspor dengan
memperhatikan kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi
dan kelestarian lingkungan.
• Ekspor merupakan salah satu sumber utama perolehan devisa
untuk
mendukung pembangunan ekonomi nasional sehingga
harus ditingkatkan
dengan tetap menjaga ketersediaan barang
dan bahan untuk kebutuhan dalam negeri
• Persaingan global yang semakin ketat menuntut peningkatan
dayasaing produk ekspor untuk memperbesar dan memperluas
akses
ekspor
produk
Indonesia
ke
pasar
dunia
dengan
peningkatan nilai tambah produk dalam negeri.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
5
Barang Ekspor dikelompokkan ke dalam:
PENGELOMPOKAN BARANG EKSPOR
Barang Bebas
Ekspor
Barang yang tidak
termasuk dalam
kelompok barang
dibatasi ekspor
dan barang
dilarang ekspor
Dapat
dilaksanakan
oleh Orang
Perseorangan
Barang Dibatasi Ekspor
Barang Dilarang Ekspor
Barang yang dibatasi
eksportir, jenis dan/atau
jumlah yang diekspor
Dilaksanakan
Oleh
Lembaga dan
Badan Usaha
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Barang Dibatasi Ekspor,
bertujuan:
Melindungi keamanan
nasional atau kepentingan
umum
Melindungi kesehatan
manusia, hewan, tumbuhtumbuhan/lingkungan
Adanya perjanjian
internasional atau
kesepakatan yang
ditandatangani dan
diratifikasi oleh pemerintah
Terbatasnya pasokan di
pasar dalam negeri atau
untuk konservasi secara
efektif
Terbatasnya kapasitas pasar
di negara atau wilayah
tujuan ekspor
Terbatasnya ketersediaan
bahan baku yang dibutuhkan
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Barang yang tidak boleh
diekspor
a.
b.
c.
d.
e.
Barang Dilarang Ekspor,
bertujuan:
Mengancam keamanan
nasional atau kepentingan
umum termasuk sosial,
budaya dan moral bangsa
Melindungi hak atas
kekayaan intelektual
Melindungi kehidupan
manusia dan kesehatan
Merusak lingkungan hidup
dan ekologi
Berdasarkan perjanjian
internasional atau
kesepakatan yang
ditandatangani dan
diratifikasi oleh
pemerintah
6
Persyaratan Eksportir Barang Bebas Ekspor
PERSYARATAN EKSPORTIR BARANG BEBAS EKSPOR
LEMBAGA DAN
BADAN USAHA
ORANG PERSEORANGAN
a. NPWP
b. Dokumen lain yang
dipersyaratkan dalam
peraturan perundangundangan
a. SIUP atau Izin Usaha dari
kementerian teknis/lembaga
pemerintah non kementerian /
instansi
b. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
c. NPWP
d. Dokumen lain yang dipersyaratkan
dalam peraturan perundangundangan
Persyaratan Eksportir Barang Dibatasi Ekspor
PERSYARATAN EKSPORTIR BARANG DIBATASI EKSPOR
LEMBAGA / BADAN USAHA
a.
b.
c.
d.
e.
SIUP atau Izin Usaha dari kementerian teknis/lembaga pemerintah non kementerian /
instansi
Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
NPWP
NIK (Nomor Identitas Kepabeanan)
Memenuhi persyaratan berdasarkan pengaturan jenis barangnya, berupa:
1. Pengakuan sebagai Eksportir Terdaftar (ET)
2. Surat Persetujuan Ekspor (SPE)
3. Laporan Surveyor (LS)
4. Surat Keterangan Asal (SKA); dan/atau
5. Dokumen lain yang dipersyaratkan dalam peraturan perundang-undangan
Angka 1 (ET) dan 2 (PE), diajukan ke Unit Pelayanan Perdagangan secara online
www.kemendag.go.id
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
7
Ketentuan-ketentuan lain mengenai pengaturan Ekspor:
1. Permendag No. 29 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk
Pertambangan, sebagaimana telah diubah dengan Permendag No.
52 Tahun 2012.
2. Permendag No. 44 Tahun 2012 tentang Barang Dilarang Ekspor
3. Permendag No. 45 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Sisa dan
Skrap Logam.
4. Permendag No. 46 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Perak
dan Emas.
5. Permendag No. 47 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Prekursor
Non Farmasi.
6. Permendag No. 48 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Pupuk
Urea Non Subsidi.
7. Permendag No. 51 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Sarang
Burung Walet ke RRC (berlaku terhitung mulai tanggal 31 Juli
2012).
8. Permendag No. 64 Tahun 2012 tentang Ketentuan Ekspor Produk
Industri Kehutanan (berlaku terhitung tanggal 1 Januari 2013).
Barang Dibatasi Ekspornya, meliputi:
No.
1.
Kategori
Industri dan Pertambangan
Keterangan
Produk pertambangan.
Pupuk Urea Non Subsidi.
Minyak dan Gas Bumi.
Prekursor Non Farmasi.
Perak dan Emas.
Sisa dan Skrap Logam
Intan kasar.
Tekstil dan Produk Tekstil.
Kayu dan Produk Kayu.
Barang hasil industri dan kerajinan dari kayu
cendana.
11. Maniok
12. Produk industri kehutanan.
13. Timah.
14. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
8
2.
Pertanian dan Kehutanan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kopi.
Kacang Kedelai, pecah atau utuh.
Padi dan Beras.
Binatang sejenis lembu hidup yakni bibit sapi,
sapi bukan bibit, kerbau.
Anak ikan napoleon, ikan napoleon, benih ikan
bandeng.
Inti kelapa sawit.
Kulit buaya dalam bentuk wet blue.
Binatang liar dan tumbuhan alam yang
dilindungi.
Barang Dilarang Ekspornya,meliputi:
No.
1.
Pertanian
Kategori
2.
Kehutanan
3
Perikanan dan Kelautan
Keterangan
1. Karet alam spesifikasi teknis (TSNR) atau
Standard Indonesia Rubber (SIR) yang tidak
memenuhi SNI.
2. Karet alam dalam bentuk lain selain Smoked
Sheet dan TSNR (SIR).
1. Kayu kasar, dikuliti atau dihilangkan getahnya
maupun tidak, atau dibentuk bujur sangkar
secara kasar.
2. Kayu simpai; galah belahan; tiang pancang dan
tonggak dari kayu, runcing tetapi tidak digergaji
memanjang; tongkat kayu, dipotong secara kasar
tetapi tidak dibubut, dibengkokkan atau
dikerjakan secara lain.
3. Bantalan (cross-tie) rel kereta api atau trem dari
kayu.
4. Kayu digergaji atau dibelah memanjang, diiris
atau dikuliti, diketam, diampelas atau end-jointed
maupun tidak, dengan ketebalan melebihi 6 mm.
5. Kayu dalam bentuk log atau kayu pacakan yang
tidak mempunyai nilai tambah signifikan.
6. Rotan dalam bentuk utuh yang masih mentah
atau segar atau bahan setengah jadi lainnya.
7. Hati Rotan yang telah dibelah.
8. Kulit Rotan
9. Rotan lainnya
1. Anak Ikan Arwana (Scleropages Formosus dan
Scleropages jardini), ukuran dibawah 10 cm.
2. Benih Ikan Botia Hidup
3. Ikan Botia hidup (Botia Macracantha).
4. Ikan Napoleon Wrasse (Cheilinus undulatus
Ruppell),
5. Benih Ikan Sidat (Anguilla spp).
6. Calon Induk dan Induk Udang Penaeidae jenis
Udang Windu
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
9
4.
Industri
5.
Pertambangan
6.
Barang dalam
Apendix 1
7.
Cagar Budaya
daftar
7. Calon Induk dan Induk Udang Penaeidae jenis
Udang Jerbung.
8. Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii).
1. Sisa dan skrap dari besi tuang.
2. Sisa dan skrap dari baja paduan
3. Sisa dan skrap dari besi atau baja dilapis timah
4. Sisa dan skrap selain dari no. 1, 2, dan 3 dengan
bentuk gram, serutan, kepingan, sisa gilingan,
serbuk gergaji, kikiran, potongan dan hancuran,
dalam bundel maupun tidak.
5. Sisa dan skrap selain dari no. 1, 2, dan 3 dengan
bentuk selain dari dengan bentuk gram, serutan,
kepingan, sisa gilingan, serbuk gergaji, kikiran,
potongan dan hancuran, dalam bundel maupun
tidak.
6. Ingot hasil peleburan kembali skrap
1. Bijih Timah, Tinslag dan Tailing.
2. Pasir Alam Termasuk Pasir Laut Pasir Sungai,
Pasir Danau dan Pasir Tambang (Pasir Quarry),
Tanah dan Top Soil (Termasuk Tanah Pucuk atau
Humus).
3. Batu mulia selain intan dan batu semi mulia.
4. Batu mulia atau semi mulia sintetik.
CITES 1. Primata.
2. Ikan paus, Lumba-lumba Porpoise, anjing laut,
singa laut dan beruang laut
3. Binatang menyusui lainnya. (HS 0106.19.00.00)
4. Burung dari jenis pemangsa, dan jenis
Psittaciformes.
4. Binatang melata (HS 0106.20.00.00 mis: penyu,
kura-kura, biawak, buaya).
5. Jangat dan Kulit Mentah lainnya.
6. Wet Blue dari Reptil.
7. Gigi, darah, Empedu, Genital Buaya
8. Serangga (kupu bidadari, kupu sayap burung
peri, kupu sayap burung goliat, kupu sayap
priamus).
9. Ikan arwana.
10. Bivalviax, terumbu karang,
11. Angrek jenis tertentu yang berasal dari
hutan.
12. Tanaman hidup dan biji Tengkawang.
Cagar budaya berupa benda cagar budaya,
bangunan cagar budaya, dan/atau struktur cagar
budaya yang memenuhi kriteria berusia lima puluh
tahun atau lebih mewakili masa gaya paling singkat
berusia lima puluh tahun memiliki arti khusus bagi
sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan dan memiliki nilai budaya bagi
penguatan kepribadian bangsa.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
10
c. Prosedur Ekspor
Prosedur Ekspor (Eksportir di Indonesia dan Importir di Luar Negeri)
1. Eksportir dan Importir melakukan korespondensi, yang diakhiri
dengan pembuatan sales contract.
2. Importir mengaplikasikan pembukaan L/C (Letter of Credit) pada
bank devisanya di luar negeri / Opening Bank.
3. Opening
Bank
mengirim
L/Cconfirmation
pada
bank
korespondensinya di Indonesia, untuk meminta bank korespondensi
memberitahukan kepada eksportir.
4. Korespondensi bank / advising bank memberitahukan kepada
eksportir melalui L/C advice.
5. Eksportir mempersiapkan barang dengan cara memproduksi atau
membeli barang.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
11
6. Eksportir memesan ruang kapal pada shipping company.
7. Eksportir
mengurus
formalitas
ekspor,
dengan
mengisi
PEB
(Pemberitahuan Ekspor barang) dan pembayaran pajak ekspor,
kemudian PEB difiatmuatkan.
8. Pemuatan barang di atas kapal, shipping company memberikan bills
of lading pada eksportir.
9. Apabila dalam L/C ada persyaratan untuk melampirkan dokumen
Surat Keterangan Asal (SKA), maka eksportir harus mengurus SKA
tersebut ke Instansi Penerbit SKA.
10. Setelah mempersiapkan seluruh dokumen yang dipersyaratkan pada
L/C, eksportir menegosiasikan kepada negotiation bank untuk
mendapat pembayaran.
11. Pengiriman dokumen yang dipersyaratkan pada L/Cdari negotiation
bank ke opening bank.
12. Opening bank meneruskan dokumen tersebut kepada importir
13. Importir menyerahkan dokumen tersebut pada shipping agent untuk
ditukarkan dengan delivery cargo.
Dokumen yang diperlukan dalam melakukan ekspor
1. Kontrak Penjualan (sales contract);
2. Faktur Perdagangan (commercial invoice);
3. Packing List;
4. Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB);
5. Bill of Lading (B/L);
6. Polis asuransi;
7. Letter of Credit (L/C);
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
12
8. Bill of Exchange (wesel ekspor);
9. Surat pernyataan mutu (quality statement); jika diperlukan oleh
pihak importir);
10. Certificate of Origin (CoO)/Surat Keterangan Asal (SKA); jika
diperlukan oleh pihak importir.
II.2. Surat Keterangan Asal (SKA)/Certificate of Origin (CoO)
Definisi
SKA/CoO adalah surat keterangan kebangsaan suatu barang yang
disertakan pada saat barang tersebut memasuki wilayah negara tujuan
ekspor tertentu, untuk membuktikan bahwa barang tersebut berasal,
dihasilkan dan atau diolah di suatu negara (Indonesia).
Pada prinsipnya, dalam kerjasama pasar bebas/free trade area (FTA),
dipersyaratkan adanya SKA/CoO sehingga produk yang diekspor ke
negara
mitra
diberikan
tarif
preferensi
atau
yang
sudah
diturunkan/dihapus tarif bea masuk dari negara pengimpor sesuai yang
telah disepakati di dalam suatu perjanjian.
Jenis SKA/CoO
1. SKA/CoO Preferensi
SKA/CoO yang berfungsi sebagai persyaratan dalam memperoleh tarif
bea masuk preferensi, yang disertakan pada barang ekspor tertentu
untuk memperoleh fasilitas pembebasan sebagian atau seluruh bea
masuk yang diberikan oleh suatu negara / kelompok negara tertentu.
Misalnya Form D (ASEAN Free Trade Area), Form-E (ASEAN-China FTA),
From AK (ASEAN-Korea FTA), Form IJEPA (Indonesia-Japan FTA).
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
13
2. SKA Non Preferensi
SKA/CoO yang berfungsi sebagai dokumen pengawasan dan/atau
dokumen penyerta asal barang yang disertakan pada barang ekspor
untuk dapat memasuki suatu wilayah negara tertentu, contoh form B.
Persyaratan Permohonan Penerbitan SKA/CoO
1. Surat Permohonan Penerbitan SKA;
2. Invoice;
3. Packing List;
4. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
5. Original copy Bill of Lading (B/L) atau copy AWB (Air way Bill), atau
copy Cargo Receipt (pelabuhan darat)
6. Fotokopi PEB yang telah difiatmuat oleh petugas Kantor Pelayanan
Bea dan Cukai di pelabuhan muat atau print-out PEB yang dibuat
secara PDE (Pengolahan Data Elektronik) dengan dilampiri NPE (Nota
Pelayanan Ekspor).
7. Perhitungan Struktur Biaya (Cost Structure) untuk produk yang
prosesnya mengandung bahan baku impor
Instansi Penerbit SKA/CoO
86 Instansi/ Dinas/ Lembaga yang berwenang untuk menerbitkan
SKA/CoO adalah Instansi/ Dinas/ Lembaga yang DITETAPKAN oleh
Dirjen Perdagangan Luar Negeri atas nama MENTERI PERDAGANGAN:
 29 dinas tingkat I, 30 dinas kabupaten dan 18 dinas kota yang
membidangi perdagangan luar negeri;
 PT. (Persero) Kawasan Berikat Nusantara dan Unit Usaha di Jakarta;
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
14
 Badan Pengusahaan (BP) Batam dan Kawasan Bebas Sabang
 Lembaga Tembakau Cabang Surakarta dan Medan, Balai Pengujian
dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) dan Lembaga Tembakau
Surabaya dan Jember.
Registrasi Eksportir (e-ska.kemendag.go.id)
Panduan Registrasi Eksportir
Start (eksportir)
 Membuat alamat e-mail jika belum ada;
 Membuka alamat e-ska.kemendag.go.id;
 Pada Content Log IN pilih Sub Content “Pendaftaran Eksportir”
Input Data Perusahaaan Dan Pengiriman Data
 Input data sesuai dengan kolom yang telah disediakan dengan benar
 Pilih user name dan password yang mudah diingat
 Klik register (pengiriman via WEB).
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
15
Menerima Notifikasi melalui E-mail dan mencetak
 Membuka alamat e-mail yang telah dibuat
 Mencetak notifikasi
 Mengirimkan hard copy dan membawa asli dokumen registrasi
 Mendatangi loket penerimaan dan menyerahkan dokumen registrasi
IPSKA (Instansi Penerbit SKA)
 Petugas
menerima
dokumen
registrasi
dan
memeriksa
kelengkapannya
 Melakukan verifikasi dokumen
 Tidak disetujui dokumen dikembalikan disertai dengan notifikasi
lewat email
 Proses aktivasi tidak disetujui/ ditolak
 Diberikan notifikasi lewat e-mail
 Disetujui,
 Proses registrasi selesai akun eksportir aktif siap di gunakan.
Pengajuan Dokumen E-SKA (e-ska.kemendag.go.id)
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
16
Panduan Permohonan SKA dengan sistem e-SKA
Start (eksportir)
 Membuka alamat e-ska.kemendag.go.id
 Pada menu LOG IN
 Masukan username dan password yang sesua saat registrasi dengan
benar
 Pada menu permohonan sorot dan klik pada pengisian SKA
 klik BUAT BARU dan pilih sesuai dengan SKA yang diperlukan
Menu Header
 Input pada kolom yang telah disediakan dengan benar sesuai
dengan data dokumen ekspor
 Klik SAVE DATA
Menu Goods
 Input data sesuai dengan Invoice, Packing list, B/L dan PEB
 Save GOOD dan save Data
Cost Structure
 Masukan nomor HS dan nama barang-barang import non ASEAN,
ASEAN dan lokal
 Masukan nilai impor barang dimaksud
 Masukan biaya langsung, ongkos produksi, keuntungan dan biaya
transportasi
 Klik save data
Up Load Data Pendukung
 Scan data ekspor Invoice, B/L, PEB dan NPE dan simpan sebagai file
PDF
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
17
 Input pada kolom yg telah disediakan sesuai dengan data dengan
benar
 Up load data pendukung
 Save data
 Klik home
Menu Home
 Pada sub menu tabel permohonan klik pada angka permohonan baru
 Lakukan preview untuk memeriksa ulang
 Klik tanda ceklist untuk mengirim ke alamat IPSKA yang telah dipilih
saat input
Prosedur Permohonan SKA dengan Sistem e-SKA
IPSKA
 Verifikasi soft dokumen
 Jika ditolak diberikan notifikasi
 Dikembalikan ke akun eksportir
 Disetujui diberikan nomor SKA
Eksportir
 Mencetak notifikasi persetujuan dan draft SKA
 Jika ada kesalahan/ tidak benar req revisi
 Benar cetak SKA dan lampiran dokumen ekspor
IPSKA
 Menyerahkan SKA ASLI Copy dokumen pendukung
 Verifikasi oleh Petugas IPSKA
 Tidak disetujui/ ditolak Req. revisi perbaiki/ edit/ input ulang
 Disetujui, SKA ditandatangani
 Diterbitkan
 SKA ASLI selesai dan siap diambil oleh eksportir
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
18
II.3. Pembiayaan Ekspor
Dalam mendukung kegiatan ekspor, melalui Undang-Undang No. 2
Tahun 2009, Pemerintah mendirikan Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank yang merupakan Lembaga
Keuangan dalam memberikan Pembiayaan Ekspor Nasinoal dalam
bentuk Pembiayaan, Penjaminan, Asuransi dan Jasa Konsultasi.
Pembiayaan ekspor diberikan oleh Indonesia Eximbank kepada badan
usaha
yang
berbentuk
badan
hukum
maupun
tidak,
termasuk
perorangan yang berdomoisili di dalam dan di luar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pembiayaan ekspor nasional
adalah untuk mempercepat laju pertumbuhan perdagangan luar negeri
Indonesia dan meningkatkan daya saing pelaku bisnis serta menunjang
kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor
nasional.
Salah satu upaya Indonesia Eximbank dalam menjangkau kebutuhan
para pelaku bisnis di seluruh wilayah NKRI adalah mendirikan 6 (enam)
jaringan kantor yaitu: 1 (satu) Kantor Pusat di Jakarta; 4 (empat) Kantor
Wilayah di Medan, Surabaya, Surakarta dan Makassar, dan 1 (satu)
Kantor Pemasaran di Balikpapan.
Fungsi Indonesia Eximbank
 Mendukung program ekspor nasional melalui Pembiayaan Ekspor
Nasional dalam bentuk Pembiayaan, dalam rangka menghasilkan
barang dan jasa dan/atau usaha lain yang menunjang Ekspor;
 Menyediakan
pembiayaan
bagi
transaksi
atau
proyek
yang
dikategorikan tidak dapat dibiayai oleh perbankan tetapi mempunyai
prospek (non-bankable but feasible) untuk peningkatan ekspor
nasional; dan
 Membantu mengatasi hambatan yang dihadapi oleh Bank atau
Lembaga Keuangan dalam penyediaan pembiayaan bagi Eksportir
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
19
yang secara komersial cukup potensial dan/atau penting dalam
perkembangan ekonomi.
Prosedur Pengajuan Pembiayaan Ekspor Nasional
1. Eksportir atau calon debitur mengajukan permohonan. Indonesia
Eximbank akan mengumpulkan informasi/dokumen dan melakukan
analisa awal atas calon debitur antara lain: fasilitas pembiayaan yang
akan diberikan, menggali informasi manajemen/pemilik perusahaan,
verifikasi dokumen - dokumen lainnya.
2. Indonesia Eximbank melakukan risk assessment atas fasilitas,
termasuk rating calon debitur, dan selanjutnya keputusan pemberian
fasilitas
akan
diputuskan
dalam
Komite
Pembiayaan/Komite
Penjaminan dan Asuransi.
3. Apabila
telah
Penandatanganan
dihasilkan
persetujuan,
Perjanjian.
Apabila
akan
debitur
dilakukan
tersebut
ingin
mencairkan fasilitas yang telah disetujui, maka terlebih dulu akan
dilakukan dokumentasi dan administrasi.
4. Selanjutnya Indonesia Eximbank akan memantau (monitoring)
fasilitas tersebut dan melaporkan/memperbarui apabila terdapat
perkembangan data/informasi.
Persyaratan Umum Calon Debitur
1. Eligibilitas debitur/nasabah, antara lain :
- Perusahaan atau perorangan, baik berbentuk badan hukum
maupun tidak berbadan hukum Indonesia atau Warga Negara
Indonesia yang melakukan kegiatan dalam rangka ekspor,
termasuk pemasok barang dalam rangka ekspor.
- Perusahaan berbadan hukum yang melakukan kegiatan usaha
dan berdomisili diluar wilayah Negara Republik Inonesia serta
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
20
merupakan bagian dari entitas atau afiliasi dari perusahaan
berbadan hukum yang berdomisili di wilayah Negara Republik
Indonesia dan memberikan kontribusi terhadap Gross National
Product Indonesia.
2. Melengkapi dokumen-dokumen antara lain :
 Surat Permohonan Fasilitas
 Akte Perusahaan
 Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP)
 Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
 Salinan KTP Pengurus Perusahaan
 Laporan keuangan
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
21
III. KETENTUAN ASAL BARANG/RULES OF ORIGIN (ROO)
DAN OPERATIONAL CERTIFICATION PROCEDURES (OCP) DI
ASEAN
III. 1. RULES OF ORIGIN
U
ntuk meningkatkan kinerja perdagangan dan daya saing
ekonomi di kawasan ASEAN, negara anggota ASEAN menyepakati
pembentukan Free Trade Agreements (FTA) atau Comprehensive
Economic Partnership (CEP), baik secara internal ASEAN (melalui ASEAN
Free Trade Area / AFTA) maupun FTA dengan Negara Mitra Dagang
yaitu ASEAN-China Free Trade Agreements (ACFTA), ASEAN-Japan
Comprehensive Partnership (AJCEP), ASEAN-Korea Free Trade
Agreements (AKFTA), ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area
(AANZFTA), dan ASEAN-India Free Trade Agreements(AIFTA).
Suatu Free Trade Agreements (FTA) pada umumnya terdiri dari
beberapa komponen utama antara lain Perjanjian Perdagangan Barang
(Trade in Goods Agreement), Perjanjian Perdagangan Jasa (Trade in
Services Agreement), Perjanjian Investasi (Investment Agreement), dan
Perjanjian Penanganan Sengketa (Dispute Settlement Agreement).
Di dalam Perjanjian Perdagangan Barang suatu FTA, salah satu
keuntungan yang diberikan kepada para importir adalah mereka dapat
menikmati tarif preferensi, yaitu tarif bea masuk yang lebih rendah (atau
bahkan dihapuskannya tarif bea masuk) dibanding tarif umum atau
normal. Di satu sisi, keuntungan dengan mendapatkan tarif preferensi
juga dinikmati oleh eksportir, mengingat produk yang mereka ekspor
akan dapat bersaing dengan produk-produk lokal dari negara importir
karena tarif bea masuk telah dikurangi atau dihapuskan. Namun
demikian, untuk mendapatkan tarif preferensi ini, ada beberapa syarat
Rules of Origin atau Ketentuan Asal Barang yang dipenuhi, termasuk
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
22
aturan terkait lainnya seperti Operational Certifications Procedures
(OCP) dan Certificate of Origins atau Surat Keterangan Asal (SKA)
Mengapa Rules of Origin Penting?
Rules of Origin (ROO) adalah alat ukur untuk menentukan status
origin/asal suatu barang/produk/material.Konsekuensinya adalah akan
terdapat barang yang tidak memenuhi ROO atau disebutnon-originating.
Situasi ini akan membuat para pengusaha lebih tertantang untuk
memperhatikan proses produksi dalam melibatkan bahan material impor
atau kegiatan ekspornya agar dapat memenuhi ROO. Semakin banyak
pengusaha yang menggunakan perjanjian barang FTA dalam ekspornya,
maka pemahaman tentang ROO akan semakin meningkat dan sehingga
akan mewujudkan trade creation dan trade diversion. Sebaliknya,
apabila pemahaman tentang ROO minim, maka ROO akan hanya
menjadi
trade
menghambat
barriers
lalu
(hambatan
lintas
barang
perdagangan)
dalam
rangka
yang
akan
perdagangan
internasional.
Konsep Kunci dalam ROO
Dalam aturan ROO, suatu barang yang memenuhi persyaratan ROO
disebut Originating Goods (Barang Asal). Kriteria Origin ini dipecah lagi
menjadi dua (2) yaitu:
1. Wholly Obtained or Produced
Barang yang diproduksi atau diperoleh secara keseluruhan di dalam
suatu wilayah negara; dan
2. Non-wholly Obtained
Barang yang dikategorikan sebagai Barang Asal karena telah
mengalami proses transformasi. Suatu barang masuk kriteria
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
23
Originating apabila diproduksi secara keseluruhan dan/atau semua
bahan material yang digunakan berasal dari dalam negeri.
Barang/Produk Kategori Wholly Obtained
Dibawah ini adalah barang atau produk yang masuk dalam kategori
Barang Asal:
(a) Tanaman dan produk tanaman yang hidup, tumbuh, dipanen,
dipetik atau dikumpulkan di negara pengekspor;
(b) Binatang hidup yang lahir dan dipelihara di negara pengekspor;
(c) Barang yang diperoleh dari binatang hidup di negara pengekspor;
(d) Barang yang diperoleh dari berburu di negara pengekspor;
(e) Bahan mineral dan unsur-unsur yang timbul secara alami lainnya
(f) Barang hasil memancing di laut yang diambil oleh kapal-kapal yang
terdaftar dari Negara Anggota FTA dan berhak untuk mengibarkan
bendera dan barang-barang lainnya yang diambil dari dari wilayah
perairan negara Anggota FTA, dengan syarat Negara Anggota
melaksanakan
yuridiksinya
berdasarkan
hak
eksploitasi
sebagaimana diberikan sesuai dengan hukum internasional;
(g) Barang hasil memancing di laut dan barang-barang laut lainnya
serta barang yang diproduksi diatas setiap kapal pengolahan yang
diambil dari laut dalam oleh kapal-kapal yang terdaftar dari Negara
Anggota FTA dan berhak mengibarkan bendera Negara Anggota
FTA dimaksud;
(h) Barang-barang
yang
dikumpulkan
yang
tidak
lagi
dapat
melaksanakan kegunaan awalnya atau tidak dapat dikembalikan
atau diperbaiki lagi dan yang hanya cocok untuk dibuang, atau
untuk pemanfaatan kembali suku cadang atau bahan bakunya;atau
untuk pendauran;
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
24
(i) Limbah dan serpihan yang berasal dari:
(i) produksi di Negara Anggota pengekspor; atau
(ii) barang bekas yang dikumpulkan di Negara Anggota pengekspor,
dengan syarat barang dimaksud hanya tepat untuk pemulihan
bahan-bahan mentah; dan
(j) Barang yang diproduksi atau diperoleh di Negara Anggota
pengekspor semata-mata dari produk-produk sebagaimana dirujuk
diatas.
Suatu barang yang menggunakan bahan baku/material dari negara
ketiga namun telah mengalami proses transformasi juga dapat
dikategorikan sebagai barang originating.
Barang non-originating atau yang tidak memenuhi ketentuan proses
produksi yang telah ditetapkan oleh dalam persyaratan ROO tidak akan
mendapatkan fasilitas preferensi sesuai Agreement yang digunakan.
Penggunaan Skema Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN
(ASEAN
Trade
in
Goods
Agreement)
dan
Perjanjian
Perdagangan Barang ASEAN dengan Negara Mitra
Seperti
yang
dijelaskan
sebelumnya
bahwa
ASEAN
telah
memilikiperjanjian perdagangan barang baik intra ASEAN maupun
dengan Negara Mitra. Dengan adanya pilihan ini, maka eksportir dapat
menggunakan
skema
perjanjian
perdagangan
barang
ini
untuk
mendapatkan tarif prefensi, sesuai dengan tujuan pasar ekspor dan/atau
akumulasi (cumulation).
Agar para eksportir mengetahui Perjanjian mana yang akan
digunakan dalam melakukan kegiatan ekspor, maka perlu diperhatikan
hal sebagai berikut:
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
25
1. Menggunakan
Agreement)
skema
ATIGA
(ASEAN
Trade in Goods
Eksportir disarankan menggunakan skema Perjanjian ATIGA dengan
beberapa kondisi dibawah:
- Produk yang akan diekspor ke negara ASEAN lainnya
menggunakan bahan baku seluruhnya dari negara pengekspor.
- Produk yang akan diekspor ke negara ASEAN lainnya
menggunakan bahan baku lokal/dan atau impor dari negara non
ASEAN.
2. Menggunakan skema Perjanjian Perdagangan Barang
dengan Mitra Dagang (ACFTA, AJCEP, AKFTA, AANZFTA, dan
AIFTA)
Eksportir disarankan menggunakan skema Perjanjian diatas dengan
beberapa kondisi dibawah:
- Produk akan diekspor ke negara Mitra Dagang dengan komponen
bahan baku seluruhnya dari negara pengekspor dan/atau dari
negara ASEAN.
Contoh: Produk rempah-rempah dari PT. ABC di Sulawesi akan
diekspor ke China. Untuk mendapatkan tarif preferensi,
maka eksportir disarankan menggunakan skema ACFTA.
- Produk akan diekspor ke negara Mitra Dagang menggunakan
bahan baku lokal dan/atau impor dari negara ASEAN lainnya
maupun Mitra Dagang dimaksud.
Contoh: PT. ACD dari Sumatera Selatan memproduksi alas kaki
dengan menggunakan beberapa bahan material dari
Indonesia, Korea, dan Malaysia. Produk alas kaki ini
akan diekspor ke Korea. Untuk mendapatkan tarif
prefensi, importir di Korea dapat meminta PT. ACD
untuk menggunakan skema AKFTA.
- Produk akan diekspor ke negara ASEAN menggunakan bahan
baku lokal dan/atau bahan impor dari negara Mitra Dagang
Contoh: Produk Minyak Atsiri,yang diproduksi oleh PT. ATM dari
Yogyakarta, menggunakan bahan material dari
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
26
Indonesia, New Zealand, dan Malaysia. Produk ini akan
diekspor ke Thailand. Agar importir dapat mendapatkan
tarif preferensi, eksportir dapat menggunakan skema
AANZFTA.
BAGAIMANA CARANYA MENGETAHUI
BARANG SUATU BARANG/PRODUK
KETENTUAN
ASAL
Untuk mengetahui ROO suatu barang, maka beberapa langkah dibawah
ini perlu diperhatikan:
Langkah 1: Perlu di cek apakah barang tersebut telah memenuhi
kriteria wholly obtained or produced goods sesuai dengan ketentuan
ROO pada skema perjanjian perdagangan barang yang digunakan.
Apabila produk yang akan diekspor memenui kriteria dimaksud maka
produk tersebut tergolong originating. Namun apabila tidak memenuhi
kriteria dimaksud, maka lanjut ke langkah 2.
Langkah 2: Perlu di cek apakah barang tersebut termasuk dalam
Product Specific Rules (PSR) yang ada dalam Agreement (lihat tabel 1
untuk daftar PSR). Apabila barang dimaksud ada pada pada darftar PSR,
maka harus memenuhi kriteria yang ditentukan dalam tabel PSR. Namun
karena daftar PSR ini sangat banyak, sangat dimungkinkan daftar PSR
ini tidak dapat ditemukan di website. Pelaku usaha yang ingin
mendapatkan daftar PSR dari Agreement tertentu dapat mendapatkan
tabel PSR yang lengkap dari AEC Center Kementerian Perdagangan
(http://aeccenter.kemendag.go.id/regulasi/). Jika tidak ada dalam PSR,
maka lanjut ke langkah 3.
Langkah 3: Apabila barang tersebut tidak terkategorikan sebagai
Barang Asal atau non-originating pada langkah 1 atau 2, maka produk
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
27
tersebut harus diuji tingkat kandungan bahan baku dan materialnya.
Barang dimaksud dapat dikategorikan sebagai originating apabila:
1) Regional Value Content (RVC) atau Tingkat Kandungan
Regional-nya memenuhi atau melampaui batas sesuai dengan
batas yang telah ditentukan dalam PerjanjianPerdagangan
Barang dimaksud.
o Untuk Perjanjian ATIGA, AANZFTA, AKFTA, AJCEP, dan
ACFTA, suatu produk dapat dikategorikan sebagai Barang
originating apabila perhitungan menggunakan Direct Method
(Metode Langsung) memenuhi atau melampaui kandungan
regional 40% atau lebih sering disebut dengan RVC 40%.
o Agreement ATIGA, AANZFTA, AKFTA, dan ACFTA juga
memberikan fleksibilitas bagi eksportir untuk menggunakan
Undirect
Method
(Metode
Tidak
Langsung)
untuk
menghitung tingkat kandungan regional.
o Untuk perjanjian AIFTA, suatu produk dapat dikategorikan
sebagai Barang Asal apabila perhitungan RVC-nya dengan
menggunakan Metode Langung memenuhi atau melampaui
kandungan
regional
35%
dan
produk
tersebut
telah
mengalami perubahan tarif Sub-Heading (Change of Tariff
Sub-Heading).
atau
2) telah mengalami Perubahan Klasifikasi Tarif (Change in
Tariff Classifications).
o Perubahan Klasifikasi Tarif hanya berlaku pada ATIGA,
AANZFTA, AKFTA, dan AJCEP.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
28
Cara Menghitung Tingkat Kandungan Regional (Regional Value
Content)
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa suatu barang yang
obtained atau produced goods dapat
dikategorikan sebagai barang originating (barang asal) apabila setelah
bukan
tergolong
wholly
melalui perhitungan RVC, memiliki tingkat kandungan regional sesuai
dengan batas yang diatur dalam Perjanjian Perdagangan Barang yang
digunaan atau barang tersebut telah mengalami perubahan klasifikasi
tarif.
Untuk perhitungan tingkat kandungan regional, ada dua formula yang
disepakati yaitu Direct method dan Indirect Method. Eksportir memiliki
kebebasan untuk menggunakan 2 formula ini, kecuali pada perjanjian
AJCEP,
dimana
eksportir
hanya
bisa
menggunakan
built-down
formula(Indirect method).
Direct Method Formula
Bahan Baku
ASEAN/ASEAN+FTA
RVC =
+
Biaya Tenaga
Kerja
+
Biaya
Tetap
+
Laba
+
Biaya
Lainnya
X 100%
FOB
Indirect Method Formula
FOB
-
Bahan Baku yang tidak berasal dari ASEAN / ASEAN + 1 FTA
RVC =
X 100%
FOB
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
29
Penjelasan perhitungan RVC
Biaya bahan ASEAN/ASEAN +1 FTA: Biaya bahan material dan bahan
baku yang tergolong barang originating yang digunakan dalam
memproduksi suatu barang
Biaya Tenaga Kerja: Biaya Tenaga Kerja termasuk biaya yang digunakan
untuk memproduksi suatu barang, termasuk tunjangan gaji dan tunjangan
lainnya.
Biaya Tetap: Jumlah keseluruhan biaya tetap perusahaan
FOB:Free-On-Board atau harga suatu barang termasuk biaya pengiriman
sampai tempat tujuan. Harga termasuk biaya pengiriman sesuai dengan
Peraturan Valuasi Cukai pada Perjanjian Generalized Agreemement on
Trade and Tariff (GATT)
Contoh 1:
Pengrajin kursi dari Cirebon menjual sebuah kursi senilai Rp. 2.200.000,-.
Untuk membuat kursi tersebut, ada beberapa bahan material yang diimpor
dari luar negeri yaitu beberapa bahan dari Turki sebesar Rp. 430.000,-,
kemudian bahan dari Malaysia yang merupakan material originating
sebesar Rp. 200.000, dan bahan lainnya dari dalam negeri sebesar Rp.
800.000,-. Biaya upah yang digunakan untuk memproduksi kursi tersebut
adalah Rp. 100.000,-. Biaya pengiriman dan biaya tetap adalah sebesar Rp.
300.000,- dan Rp. 150.000,-. Laba dari penjualan kursi tersebut adalah
10% atau Rp. 220.000,-. Pengrajin kursi ini akan menjual kursinya ke
Filipina. Apakah kursi ini memenuhi kriteria RVC 40%?
Jawaban:
1. Untuk dapat memanfaatkan tarif preferensial, pengrajin dapat
menggunakan skema Perjanjian Bebas Barang ATIGA karena tujuan
ekspor adalah negara anggota ASEAN lainnya (Form D).
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
30
2. Perhitungan RVC Direct Method adalah sebagai berikut
RVC =
(200.000+800.000)
+
100.000
+
300.000
+
150.000
+
220.000
2.200.000 (termasuk barang modal yang diimpor dari Turki)
X 100%
1.770.000
=
X 100%
2.200.000
=
80,45%
Kursi yang akan dijual oleh Pengrajin dari Cirebon memenuhi kriteria
Barang Asal dan berhak mendapatkan tariff preferensi.
atau
3. Perhitungan RVC Indirect Method adalah sebagai berikut
RVC =
2.200.000
-
430.000
X 100%
2.200.000
=
1.770.000
2.200.000
=
80,45%
X 100%
Contoh 2:
Merujuk pada contoh 1 diatas, namun dalam hal ini Pengrajin kursi dari
Cirebon akan mengekspor ke China.
Jawaban:
1. Untuk dapat mendapatkan tarif preferensi, pengrajin dapat menggunakan
skema ACFTA karena tujuan ekspor adalah China sebagai Negara Mitra
ASEAN (Form E).
2. Perhitungan RVC adalah sebagai berikut:
RVC =
(200.000+800.000)
+
100.000
+
300.000
+
150.000
+
2.200.000 (termasuk barang modal yang diimpor dari Turki)
=
1.770.000
2.200.000
=
80,45%
220.000
X 100%
X 100%
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
31
Kursi yang akan dijual oleh Pengrajin dari Cirebon memenuhi kriteria Barang
Asal dan berhak mendapatkan tarif preferensi (ACFTA) ketika diklaim oleh
importir di China.
Catatan: untuk perhitungan RVC dalam skema ACFTA, hanya menggunakan
perhitungan Direct Method mengingat dalam ACFTA tidak dikenal perhitungan
Indirect Method.
Contoh 3:
Pengrajin kursi kayu dari Klaten menjual sebuah kursi senilai Rp. 3.500.000,.Untuk membuat kursi tersebut, ada beberapa bahan material yang diimpor dari luar negeri yaitu beberapa bahan dari Polandia sebesar Rp. 660.000,-, kemudian bahan material tergolong originating dari Korea sebesar Rp. 1.000.000,- , bahan material dari Malaysia yang merupakan material originating sebesar Rp. 200.000, dan bahan lainnya dari dalam negeri sebesar Rp. 800.000,-. Biaya upah yang digunakan untuk memproduksi kursi tersebut adalah Rp. 100.000,-. Biaya pengiriman dan biaya tetap adalah sebesar Rp. 240.000,- dan Rp. 150.000,-. Laba dari penjualan kursi tersebut adalah 10% atau Rp. 350.000,-. Pengrajin kursi ini akan menjual kursinya ke Thailand. Skema FTA mana yang digunakan? Apakah ROO kursi ini memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensi? Jawaban: 1. Untuk dapat mendapatkan tarif preferensi, pengrajin dapat menggunakan skema Perjanjian Bebas Barang AKFTA karena ada komponen yang diimpor dari Korea. Penggunaan bahan baku dari Korea ini dinamanan proses akumulasi.
RVC =
(1.000.000+200.000+800.000)
+
100.000
+
240.000
+
150.000
+
350.000
3.500.000
=
1.770.000
3.500.000
=
50,45%
X
100%
X 100%
Kursi yang akan dijual oleh Pengrajin dari Klaten memenuhi kriteria Barang Asal (originating) dan berhak mendapatkan tarif preferensi.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
32
Contoh 4: Produk yang tidak memenuhi persyaratan RVC
Pengrajin jaket kulitGarut menjual dompet kulit premium senilai Rp. 4.000.000,-.Untuk membuat kursi tersebut, bahan material yang digunaan adalah kulit dari Srilanka senilai Rp. 2.500.000, bahan material lokal senilai Rp. 500,000. Biaya upah yang digunakan untuk memproduksi kursi tersebut adalah Rp. 350.000,-. Biaya pengiriman dan biaya tetap adalah sebesar Rp. 100.000,- dan Rp. 150.000,-. Laba dari penjualan kursi tersebut adalah 10% atau Rp. 400.000,-. Pengrajin kursi ini akan menjual kursinya ke Sydney, Australia. Skema FTA mana yang digunakan? Apakah ROO dompet ini memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensi? Jawaban: 1. Untuk dapat mendapatkan tarif preferensi, pengrajin dapat menggunakan skema Perjanjian Bebas Barang AANZFTA. 2. Perhitungan RVC adalah sebagai berikut 500.000
RVC =
+
350.000
+
100.000
+
4.000.000
1.500.000
4.000.000
=
=
150.000
+
400.000
X 100%
X 100%
35%
Karena setelah perhitungan RVC, nilai kandungan jaket tidak mencapai 40%, maka jaket kulit yang akan diekspor ke AANZFTA tidak bisa mendapatkan tarif prefensi. Akumulasi (Cummulation)
Fasilitas Akumulasi dalam Perjanjian Perdagangan Barang memberikan
keuntungan bagi para eksportir untuk mendapatkan tarif prefensi
dimana apabila salah satu komponen atau bahan baku produksi berasal
dari negara anggota ASEAN atau negara Mitra ASEAN, barang tersebut
dapat dikategorikan sebagai barang originating dan selanjutnya dalam
perhitungan tingkat kandungan regional, bahan baku tersebut dapat
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
33
dikategorikan sebagai Bahan Baku ASEAN atau Bahan Baku ASEANMitra.
Di setiap perjanjian perdagangan barang yang dimiliki ASEAN, baik intra
ASEAN maupun ASEAN dengan Negara Mitra, pasal tentang Akumulasi
diatur dalam bagian ROO.
Ketentuan Akumulasi yang ada di ATIGA sama dengan ketentuan
Akumulasi pada ASEAN +1 FTA lainnya, namun dalam Perjanjian ATIGA
ada fleksiblitas dimana memperbolehkan Partial cumulationdimana suatu
produk yang memiliki nilai RVC lebih dari 20% dapat dikategorikan
sebagai barang originating. Barang yang dikategorikan sebagai partial
cumulation tidak eligible (memenuhi persyaratan) untuk mendapatkan
tarif preferensi, namun dalam proses akumulasi secara keseluruhan,
produk ini dapat dikategorikan sebagai barang originating ASEAN.
Contoh 5: Akumulasi
Pengusaha alas kaki dari Garut menjual material alas kaki ke Malaysia.
Alas kaki yang diekspor menggunakan bahan baku yang diperoleh dari
Indonesia. Ketika mengekspor ke Malaysia, pengusaha alas kaki
menggunakan Form D agar importir di Malaysia dapat mendapatkan tarif
preferensi. Material alas kaki ini kemudian dijadikan bahan untuk
membuat sepatu untuk di ekspor ke Filipina.
Dalam fasilitas akumulasi, ketika menggunakan pendekatan perhitungan
RVC, alas kaki yang merupakan bahan material dalam membuat sepatu
dapat dikategorikan sebagai barang originating dari Malaysia.
Eksportir yang menggunakan skema ini harus mencentang cumulation
pada box 13 di Surat Keterangan Asal.
Catatan: pada SKA Form E (ACFTA), eksporter tidak diwajibkan untuk
melaporkan cumulation, oleh karena itu kotak centang
cumulation ditiadakan di box 13 apda SKA Form E.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
34
Contoh 6: Partial Cumulation
Pengusaha elektronik dari Manado memproduksi walkie-talkie yang
diekspor ke Thailand. Salah satu bahan walkie-talkie adalah antena yang
diimpor dari Filipina. Agar antena yang digunakan dalam memproduksi
walkie-talkie dapat dikategorikan barang originating ASEAN, maka
antena yang diimpor dari Filipina harus memiliki RVC minimal 20%.
Antena yang diimpor dari Filipina tidak akan dikenakan tarif preferensi.
Ketika melakukan ekspor ke Thailand menggunakan skema ATIGA,
dalam perhitungan RVC-nya antena yang diimpor dari Filipina ini dapat
dimasukkan
dalam
komponen
material
walkie-talkie karena
dikategorikan sebagai bahan originating ASEAN.
Eksportir yang menggunakan skema ini harus mencentang partial
cumulation pada box 13 di SKA Form D ATIGA.
ASPEK LAINNYA YANG MEMPENGARUHI KETENTUAN ASAL
BARANG
Beberapa aspek penting lainnya yang mempengaruhi status Ketentuan
Asal Barang antara lain sebagai berikut:
Operasional Minimum
Di dalam Perjanjian Perdagangan Barang, baik ATIGA atau dengan
Negara Mitra, ada beberapa proses yang tidak diperhitungkan dalam
menentukan origin suatu barang. Artinya, proses tersebut tidak perlu
diperhitungkan sebagai bagian dari biaya operasional dalam perhitungan
RVC. Proses dimaksud adalah sebagai berikut:
(a) Proses preservasi atau memastikan menjaga barang dalam
keadaan
baik
untuk
maksud-maksud
pengangkutan
atau
penyimpanan;
(b) Proses untuk memfasilitasi pengapalan atau pengangkutan, dan
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
35
(c) Proses pengepakan atau penyerahan barang untuk penjualan.
Change in Tariff Classification (Perubahan Klasifikasi Pos Tarif)
Konsep perubahan Klasifikasi Pos Tarif berlaku untuk produk yang tidak
masuk dalam kategori barang originating. Untuk memenuhi persyaratan
Perubahan Klasifikasi Pos Tarif, komponen atau material yang digunakan
dalam produksi suatu barang tidak harus memiliki klasifikasi pos tarif
yang sama (Harmonized System/HS) dengan barang jadinya. Peraturan
tentang Perubahan Klasifikasi Pos Tarif diatur dalam perjanjian bebas
perdagangan barang untuk memastikan agar transformasi barang nonoriginating terjadi di negara pengekspor.
Contoh 7: Perubahan Klasifikasi Tarif untuk menentukan
origin suatu barang
Sebuah perusahaan Indonesia memproduksi vacuum cleanerdan ingin
menjual di Malaysia dan negara mitra ASEAN lainnya seperti Australia
dan Selandia Baru. Vacuum cleaner yang diproduksi diklasifikasikan
dengan kode HS 8508 (tarif heading – 4 digit) dan HS 8508.11 (tarif
sub-heading – 6 digit). Untuk menentukan origin vacuum cleaner,
dapat
dilakukan
dengan
cara
perhitungan
RVC
atau
dengan
menggunakan pendekatan perubahan Klasifikasi Pos Tarif. Beberapa
komponen dalam memproduksi vacuum cleaner diperoleh dengan
mengimpor dari Cina (besi – HS 7320), Jepang (mesin elektrik – HS
8412) dan Jerman (bantalan bola – HS 8482). Material tersebut
kemudian dirakit di Indonesia dan menghasilkan produk jadi vacuum
cleaner dengan kode HS 8508. Sehingga berdasarkan pendekatan
CTC, vacuum cleaner dapat disebut sebagai barang originating
Indonesia dan berhak memperoleh tarif preferensi di Malaysia,
Australia dan Selandia Baru. Apabila suatu produk telah memenuhi
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
36
persyaratan dengan pendekatan CTC, maka penentuan originating
produk tersebut tidak perlu lagi menggunakan pendekatan RVC, begitu
pula sebaliknya.
ILUSTRASI PERUBAHAN KLASIFIKASI TARIF (CTC)
JERMAN
JEPANG
CHINA
Impor
Impor
Bantalan gulung
HS 8482
Impor
Pegas Besi
HS 7320
Motor
HS 8412
INDONESIA
Proses Produksi
Vacum Cleaners
HS 8508
Ekspor
MALAYSIA
Ekspor
AUSTRALIA
NEW ZEALAND
Dalam beberapa kasus, Product Specific Rules (PSR) untuk barang yang
diperdagangkan dalam ATIGA, atau Perjanjian lainnya, mensyaratkan
bahwa perubahan Klasifikasi Pos Tarif pada level 2 digit (Kode
HS).Namun, beberapa kasus mensyaratkan perubahan klasifikasi pos
tarif pada level 4 digit, bahkan beberapa produk, perubahan klasifikasi
tarif terjadi pada HS 6 digit atau perubahan klasifiksi sub-pos tarif.
Fleksibilitas Perubahan Klasifikasi Tarif: Ketentuan De Minimis
De Minimis berasal dari bahasa latin yang mengekspresikan bahwa halhal kecil yang tidak signifikan keberadaannya dapat diabaikan. Dalam
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
37
ketentuan De Minimis, barang yang tidak memenuhi persyaratan CTC
masih dapat dikategorikan sebagai barang originating apabila:
- Nilai
bahan
material
non-originating
yang
digunakan
dalam
memproduksi produk tersebut – selain dari produk tekstil dan
pakaian yang termasuk dalam kode HS bab 50 – 63 – dan tidak
melalui perubahan klasifikasi tarif yang diperlukan, tidak melebihi
10% dari nilai FOB dan produk tersebut memenuhi persayaratan
lainnya yang diatur dalam ROO ATIGA, dan Agreement lainnya.
- Dalam hal tekstil dan produk pakaian pada HS code 50 – 63, dimana
o Berat dari semua material non-originating yang digunakan dalam
produksi sebuah produk yang tidak melalui CTC yang disyaratkan
tidak melebihi 10% dari total berat produk dimaksud.
o Nilai material non-originating yang digunakan dalam produksi,
yang tidak melalui CTC yang disyaratkan, tidak melebihi 10% dari
nilai FOB produk dimaksud.
Contoh 8: De Minimis pada pendekatan CTC
Tekstil dan produk pakaian
A. Nilai FOB produk = US$ 1.000
Nilai material yang tidak melalui CTC =< US$ 100
B. Berat keseluruhan produk = 1.500 kg
Berat material yang tidak melalui CTC =< 150 kg
Perlakuan Bahan Aksesoris, Suku Cadang dan Peralatan.
Dalam pendekatan CTC pada ATIGA, atau perjanjian lainnya, aksesoris,
suku cadang dan peralatan serta buku manual atau material informasi
yang disertakan pada barang, pada situasi tertentu, dikategorikan
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
38
menjadi bagian barang tersebut namun tidak diperhitungan dalam
menentukan apakah semua material non-originating yang dipakai dalam
proses produksi bahan originating telah melalui proses perubahan
klasifikasi
tarif yang dipersyaratkan.
Kondisi
dibawah
ini harus
diperhatikan terkait aksesoris, suku cadang, dan peralatan:
(a) aksesoris, suku cadang, peralatan dan buku petunjuk atau informasi
bahan lainnya yang tidak diperhitungkan secara terpisah dari
barang dimaksud; dan
(b) kuantitas dan nilai dari aksesoris, suku cadang, peralatan dan buku
petunjuk atau informasi bahan lainnya yang biasa untuk barang
dimaksud
Contoh 9: Perlakuan aksesoris, suku cadang, dan peralatan
pada Skema ATIGA.
Perhatikan
produk
pemangkas
rumput
yang
digunakan
untuk
memangkas rumput lapangan bola, lapangan golf, dan lapangan
berumput lainnya. Perusahaan pembuat mesin pemangkas rumput akan
melakukan ekspor produknya ke Vietnam. Kode HS pemangkas rumput
adalah 8433.11, yang mana berdasarkan PSRnya harus memenuhi RVC
40 atau CTSH. Karena tipe pemangkas rumput yang diproduksi harus
menggunakan pisau pemangkas yang untuk operasi yang berbeda
(pisau untuk memangkas rumput lapangan olahraga beda dengan
lapangan golf), dalam penjualannya pemangkas rumput ini dilengkapi
dengan
beberapa
jenis
pisau
pemangkas
(masuk
kategori
HS
8433.90.90) dan obeng untuk mengganti pisau pemangkas tersebut
(masuk kategori HS 8204.12). Pisau cadangan dan kunci pas untuk
mengganti berasal dari Hong Kong dan tidak dipersyaratkan untuk
melalui perubahan klasifikasi tarif untuk menentukan Barang Asal
pemangkas rumput tersebut.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
39
Catatan: Apabila dalam menentukan Barang Asal Pemangkas Rumput
menggunakan pendekatan perhitungan RVC, maka pisau
pemangkas pengganti dan kunci pas dalam ilustrasi diatas
harus disertakan dalam perhitungan RVC.
Perbandingan CTC dan RVC
Dalam beberapa hal, pendekatan CTC lebih sering digunakan untuk
produk-produk manufaktur dan melibatkan bahan material yang sangat
beragam. Ada beberapa hal yang dalam pendekatan CTC yang
memberikan keuntungan dan tidak didapatkan dalam perhitungan RVC,
antara lain:
- Di dalam CTC, ada de minimis yang diperhatikan yaitu, suatu barang
yang tidak memenuhi perubahan dalam klasifikasi tarif wajib
dipertimbangkan sebagai barang asal apabila nilai semua nonoriginating material yang diproduksi dalam barang dimaksud yang
tidak memenuhi perubahan yang dipersyaratkan dalam klasifikasi
tarif tidak lebih dari 10% dari nilai FOB barang dimaksud. Hal ini
tidak berlaku pada perhitungan RVC.
- Dalam pendekatan CTC, aksesoris, suku cadang dan peralatan
yang disertakan beserta produk yang diekspor dan tidak tercatat
terpisah umumnya tidak termasuk dalam penilaian CTC. Namun,
pada perhitungan RVC, nilai daripada item dimaksud menjadi bagian
dari bahan material.
- Pada pendekatan CTC, wadah atau bahan kemasan yang
digunakan pada suatu barang untuk dijual, tidak diperhitungkan
dalam penilaian apakah material non-originating yang digunakan
dalam memproduksi barang dimaksud telah memenuhi persyaratan
CTC atau tidak. Namun pada pendekatan perhitungan RVC, wadah
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
40
atau bahan kemasan harus dihitung sebagai bagian dari bahan
material produk dimaksud.
Specified Process Rules (SPR)
Di dalam Perjanjian Perdagangan Barang, suatu produk yang mengalami
transformasi substansial atau Specified Process Rules (SPR) seperti
produk tekstil dan garmen, secara otomatis dinyatakan sebagai barang
originating sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk mengetahui
kategori SPR suatu barang, dapat dilihat pada kriteria Product Specific
Rules (PSRs).
Contoh 10: Produk kategori Specified Process Rules (SPR)
Importir yang mengimpor produk saputangan dari Kamboja dapat
memperoleh
tarif
preferensi
jika
menggunakan
skema
ATIGA.
Berdasarkan origin kriteria di bawah (berdasarkan ketentuan pada
Annex 3 perjanjian ATIGA), produk sapu tangan telah mengalami proses
substantial dan dapat dikategorikan sebagai barang originating.
HS 2007
Chapter Heading
SubHeading
62
6213
6213
6213.20
62
6213
6213.90
Product
Description
Handkerchiefs.
- Of cotton
- Of other textile materials
Origin Criteria
A regional value content of not less than 40 percent; or A change to subheading 6213.20 from any other chapter and the good is both cut and sewn in the territory of any Member State; or Process Rules for Textile and Textile Products as set out in Attachment 1
A regional value content of not less than 40 percent; or A change to subheading 6213.90 from any other chapter and the good is both cut and sewn in the territory of any Member State; or Process Rules for Textile and Textile Products as set out in Attachment 1
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
41
Tabel 1: Matriks Perbandingan ROO di Perjanjian Perdagangan Barang ASEAN dan ASEAN +1 FTAs.
KETENTUAN
Metode
Menentukan
Kriteria Origin
General Rule
Cumulation
De Minimis
ATIGA
AANZFTA
ACFTA
WO
RVC
SPR
AKFTA
WO
RVC
CTC
SPR
RVC 40% atau CTH
WO
RVC
CTC
SPR
RCV 40% atau CTH
RVC 40%
WO
RVC
CTC
SPR
RVC 40% atau CTH
Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratan: - RVC 40%; - partial cumulation; atau - CTC
Berlaku untuk: 1. Produk selain tekstil dan pakaian pada HS 50-63, nonCTC material diperbolehkan s/d 10% dari nilai FOB; dan 2. Produk tekstil dan pakaian pada HS 5053, non CTC material diperbolehkan s/d: a) 10% dari nilai FOB; atau Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratan RVC 40% atau CTC Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratanRVC 40%; Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratan RVC 40% atauCTC Berlaku untuk: Tidak berlaku 1. Produk selain tekstil dan pakaian pada HS 50-63, non-CTC material diperbolehkan s/d 10% dari nilai FOB; dan 2. Produk tekstil dan pakaian pada HS 50-53, non CTC berlaku untuk: a) 10% dari nilai FOB; atau b) 10% dari berat produk Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Berlaku untuk: 1. Produk selain tekstil dan pakaian pada HS 50-63, non-CTC material diperbolehkan sampai dengan 10% dari nilai FOB; dan 2. Produk tekstil dan pakaian pada HS 5053, non CTC material diperbolehkan s/d 10% dari berat yang diperbolehkan AIFTA
WO
RVC + CTC
RVC 35% ditambah
CTSH
Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratan RVC 35% atau CTSH Tidak berlaku AJCEP
WO
RVC
CTC
SPR
RVC 40% atau CTH
Diperbolehkan apabila bahan material memenuhi persyaratan RVC 40% atau CTC Berlaku untuk: 1. Untuk produk pada HS 16, 19, 20, 22, 23, 28 sampai 49 dan 64 sampai 97, non CTC material diperbolehkan s/d 10% dari nilai FOB; 2. Untuk produk pada HS 18 dan 21, non CTC material diperbolehkan sampai 10% atau 7% dari nilai FOB sesuai dengan Annex 2 pada perjanjian AJCEP; 42
b) 10% dari berat produk dan 3. Untuk produk tekstil dan pakaian pada HS 50-63, non CTC material diperbolehkan s/d 10% dari berat produk Catatan:
- SPR adalah Specific Process Rules yang diatur dalam perjanjian bahwa produk yang telah mengalami
proses tertentu dinyatakan memenuhi kriteria origin
- CTH (Change in Tariff Heading) adalah CTC pada level HS (Harmonised System) 4 digit
- CTSH (Change in Tariff Sub-Heading) adalah CTC pada level HS (Harmonised System) 6 digit
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
43
PERSYARATAN LAINNYA DALAM MEMENUHI PERSYARATAN
ROO
Ada beberapa persyaratan selain status Ketentuan Asal Barang yang
harus
diperhatikan
untuk
mendapatkan
tarif
preferensi,
yaitu
persyaratan Operational Certification Procedures yang mana ada
beberapa persyaratan yang juga tidak kalah penting yang harus
dilakukan oleh para eksporter seperti persyaratan menggunakan Surat
Keterangan Asal dan aturan dalam melengkapi informasi minimum yang
dipersyaratkan dalam Perjanjian Perdagangan yang digunakan.
Direct Consignment (Pengiriman Langsung)
Di dalam Perjanjian Perdagangan Barang, baik ATIGA atau Perjanjian
dengan Mitra Dialog, terdapat pasal tentang direct consignment
(pengiriman langsung) yang mengatur bahwa produk yang diekspor
dapat melalui transit namun tidak menghilangkan status Barang Asalnya. Sebuah produk yang terkategorikan Barang Asal masih dapat
dipertahankan status Barang Asal-nya apabila:
- Jika menggunakan FTA tertentu, langsung dikirim ke negara
tujuan ekspor tanpa melalui negara non-anggota FTA; atau
- Jika menggunakan FTA tertentu, melakukan transit namun kondisi
tertentu harus dipenuhi.
Transportasi ke negara pengimpor melalui skema ATIGA, atau ASEAN
FTA lainnya, tidak mempengaruhi status asal barang produk yang
diimpor. Selain itu, jika sebuah produk diimpor menggunakan ATIGA,
atau FTA lainnya, dan diekspor kembali menggunakan skema yang
sama, maka hal tersebut memenuhi persyaratan untuk menggunakan
sertifikat “back-to-back” sehingga mempertahankan status Barang Asal
yang berasal dari SKA sebelumnya.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
44
Dalam ATIGA, dan ASEAN FTA lainnya, barang yang transit melalui nonAnggota FTA akan mempertahankan status Barang Asalnya dengan
catatan:
- barang dimaksud tidak mengalami setiap operasianal lain selain
pembongkaran atau pemuatan kembali atau operasional lain untuk
menjaga barang dalam keadaan baik
- barang tersebut tidak memasuki wilayah dagang atau dikonsumsi
- Persinggahan barang dimaksud hanya berlaku untuk alasan geografis
atau pertimbangan terkait persyaratan khusus pengangkutan
Contoh 10: Direct Consignment
Produk microwave diproduksi di Indonesia dan dikirim ke Thailand
dengan kapal kontainer. Barang tersebut diangkut melalui Singapura
karena merupakan rute pengiriman termurah. Di Singapura, container
diturunkan dari satu kapal, disimpan sebentar, dan kemudian mengisi
ulang ke kapal lain. Microwave tersebut tidak pernah masuk ke wilayah
komersial di Singapura. Kemudian microwave yang telah dipindahkan ke
kapal lain berangkat menuju Thailand. Proses pemindahan ini tidak
merubah status Barang Asal microwave.
Contoh lain: Peralatan medis yang diekspor dari Indonesia menuju
Myanmar dalam jumlah besar dan belum disterilisasi untuk konsumen
akan kehilangan status Barang Asalnya apabila diangkut melalui
Singapura dimana peralatan medis tersebut disterilisasi dan dikemas
ulang untuk dijual ke pasaran.
Contoh kasus ASEAN-Korea FTA: Dalam kerangka kerja sama
ASEAN-Korea FTA, produk oleochemicals yang diekspor dari Kepulauan
Batam ke Korea menggunakan Form AK dikirimkan melalui feeder
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
45
shipping kecil menuju Singapura dan dari Singapura dipindahkan ke
shipping besar untuk di ekspor ke Korea, tanpa adanya proses
perubahan
atau
pemindahan,
mengingat
pengiriman
eksportasi
menggunakan 2 perusahaan yang berbeda maka eksportir harus
menggunakan 1 (satu) Bill of Lading agar sesuai dengan ketentuan yang
mengatakan “a through Bill of Lading” (B/L) sebagaimana diatur dalam
Rule 19 OCP AKFTA, sebagai salah satu dokumen yang menunjukan
bahwa proses pengiriman dilakukan tanpa perubahan selama di
Singapura, agar barang tersebut mendapatkan tarif preferensi AKFTA.
Bahan Identik dan Dapat Saling Dipertukarkan
Di dalam perjanjian ATIGA dan ASEAN FTA lainnya, ada pasal yang
mengatur tentang identical and interchangeable materials (Material
identic dan dapat saling dipertukarkan) yaitu bahan material yang
digunakan dalam memproduksi suatu barang yang biasanya datang dari
beberapa negara dan sangat sulit untuk dilacak status Barang Asalnya.
Dalam menentukan Ketentuan Barang Asal dalam ATIGA, dan ASEAN
FTA lainnya, untuk menentukan jenis material ini harus dipisahkan
memisahkan secara fisik dari masing-masing bahan atau dengan
menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dari pengawasaan
persediaan yang berlaku atau pengelolaan inventaris yang diterapkan di
Negara Anggota pengekspor.
Bahan yang sama dan saling dipertukarkan didefinisikan dalam ATIGA,
atau ASEAN FTA lainnya seperti AANZFTA, sebagai "bahan yang
sepadan sebagai akibat dari menjadi dari jenis yang sama dan kualitas
komersial, yang memiliki karakteristik teknis dan fisik yang sama, dan
yang, sekali mereka dimasukkan ke dalam produk jadi tidak dapat
dibedakan dari satu sama lain untuk tujuan asal berdasarkan setiap
tanda atau sekadar visual yang pemeriksaan
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
46
Bahan Material Lainnya Dalam Proses Produksi.
Di dalam ATIGA, atau ASEAN FTA lainnya, ada pasal yang mengatur
bahwa
ada
beberapa
bahan
material
yang
digunakan
dalam
memproduksi suatu barang tidak diwajibkan untuk diketauhi status
originatingnya. Dalam ATIGA hal ini disebut dengan neutral elements,
sedangkan di FTA lainnya, seperti di AANZFTA hal ini disebut oleh
indirect materials.
Bahan material untuk produksi dimaksud adalah:
1. Bensin atau bahan bakar lainnya dalam proses produksi
2. Peralatan
3. Suku cadang dan material yang digunakan untuk perawatan
peralatan atau pabrik
4. Minyak pelumas atau jenis minyak lainnya yang digunakan dalam
proses produksi atau pengoperasian mesin atau pabrik
5. Sarung tangan, kacamata pabrik, dan peralatan safety lainnya.
6. Peralatan yang digunakan dalam testing produk.
7. Catalyst atau solvent
8. Bahan material lainnya yang dipergunakan dalam proses produksi
suatu barang.
III. 2. Operational Certification Procedures (OCP)
Dalam ATIGA, atau Perjanjian FTA ASEAN denganNegara Mitra-nya,
untuk mendapatkan tarif preferensi maka eksportir harus menggunakan
Surat Keterangan Asal (SKA) untuk menunjukkan bahwa produk yang
diekspor
telah
memenuhi
persyaratan
untuk
mendapatkan
tarif
preferensi. Setiap Perjanjian Bebas Barang, baik itu ATIGA maupun
dengan ASEAN + 1 FTA, memiliki jenis Form yang berbeda. Sebagai
contoh, Form D digunakan untuk skema ATIGA, Form ANZ digunakan
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
47
untuk skema AANZFTA, Form AK digunakan untuk skema AKFTA, Form
AI digunakan untuk skema AIFTA, dan Form AJ digunakan untuk skema
AJCEP.
Namun sebelum menggunakan SKA, para eksportir harus mengetahui
dan familiar dengan konsep dan pendekatan yang digunakan dalam
menentukan status originating suatu material dan produk yang telah
dijelaskan sebelumnya seperti contoh apakah akan menggunakan
pendekatan CTC atau perhitungan RVC dalam menentukan status
asalnya.
Eksportir juga harus mengetahui pihak Instansi Penerbit SKA, dimana
lokasinya dan siapa pejabat yang berwenang untuk menandatangi SKA.
Informasi seputar IPSKA ini dapat diperoleh di ASEAN Sekretariat atau di
Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri atau mengunjungi website
http://e-ska.kemendag.go.id/
Dalam menggunakan SKA, ada beberapa langkah langkah dalam
Operational Certification Procedures (OCP) yang harus dipenuhi:
Langkah 1: Inspeksi pra-ekspor
Ketika eksporter telah menentukan pendekatan Kententuan Asal Barang
yang dikehendaki, maka langkah selanjutnya adalah mengajukan
permohonan inspeksi pra-ekspor untuk memastikan bahwa produk yang
diekspor telah memenuhi persyaratan Ketentuan Asal Barang. Hasil dari
inspeksi tersebut akan menjadi dokumen pendukung ketika mengajuan
SKA. Inspeksi pra-ekspor tidak berlaku terhadap produk yang telah
diketahui ROO-nya seperti produk dengan kategori wholly obtained.
Langkah 2: Pengajuan SKA.
Setelah mendapatkan hasil dari inspeksi pra-ekspor, maka langkah
selanjutnya adalah mengajukan permohonan untuk mendapatkan form
SKA. Dalam proses pengajuan SKA harus dilengkapi dengan bukti
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
48
inspeksi pra-ekspor dan melengkapi SKA sesuai dengan persyaratan
data minimum yang ditentukan.
Langkah 3: Penerbitan SKA
Dalam ATIGA, dan perjanjian dengan Mitra Dialog, SKA harus diterbitkan
secepat mungkin dan tidak melebihi 3 hari dari tanggal ekspor. Apabila
SKA diterbitkan lebih dari 3 hari setelah barang diekspor, maka SKA
dapat diterbitkan secara retroactive namun tidak melebihi 12 bulan dari
tanggal ekspor. Untuk penerbitan SKA secara retroactive, penerbit SKA
harus memberikan surat notifikasi kepada ekportir dan pihak Cukai di
negara tujuan ekspor. SKA yang diterbitkan valid selama 12 bulan dan
harus diserahkan kepada pihak bea Cukai di negara tujuan ekspor.
Catatan: Apabila SKA diterbitkan secara retroactive, maka kotak issued
retroactively harus dicentang di box 13. Khusus AKFTA dan
AIFTA,
tidak
terdapat
kotak
centang
untuk
penerbitan
retroactive, namun harus distempel oleh Instansi Penerbit SKA.
Langkah 4: Mengirimkan SKA ke Importir.
SKA asli yang diterbitkan oleh IPSKA selanjutnya harus dikirim ke
Importer sebagai bukti bahwa produk yang dimport telah mendapatkan
pengesahan dari pihak eksporter dan telah memenuhi kriteria untuk
mendapatkan tarif preferensi. Salinan dari SKA juga harus disimpan oleh
eksporter dan IPSKA apabila diperlukan suatu saat.
Langkah 5: Importer menyerahkan SKA dengan Deklarasi
Impor ke Bea Cukai
Ketika barang telah sampai di negara tujuan, maka importer harus
menyerahkan SKA dengan deklarasi impor ke Bea Cukai untuk
mendapatkan tarif prefensi.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
49
Flowchart langkah yang harus ditempuh dalam mengajukan
SKA
Pengusaha/Eksportir
Mengajukan inspeksi
pra-ekspor
Barang yang status originnya
dapat secara mudah
diidentifikasi tidak perlu melalui
uji inspeksi pra-ekspor (wholly
obtained or produced)
Instansi Penerbit SKA
Pengusaha/Exporter
Mengajukan SKA dengan
dokumen pendukung
lainnya (Bill of Lading,
invoice, dsb)
Uji inspeksi pra-ekspor.
Dokumen pendukung
diterbitkan untuk
mengklaim tarif preferensi
Instansi Penerbit SKA
Pengusaha/Exporter
Original SKA diserahkan
ke importir
Menerbitkan SKA
- Original + 2 copies
- Berlaku selama 12 bulan
- Diterbitkan tidak lebih
dari 3 hari setelah ekspor
Importer
Mengirimkan SKA beserta
dokumen pendukung
lainnya termasuk deklarasi
impor
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Bea Cukai di negara
importir
50
Persyaratan Minimum Dalam Pengisian Data (Minimum Data
Requirement).
Dalam Perjanjian ATIGA tidak dijelaskan tentang persyaratan minimum
dalam pengajuan maupun dalam pengisian Form D. Namun dalam
Perjanjian dengan Mitra Dialog seperti AANZFTA, persyaratan minimum
dalam pengajuan Form AANZ maupun dalam pengisian Form ANZ diatur
dalam OCP AANZFTA. Di Indonesia, khususnya pada kota besar dimana
akses internet mudah diakses, para eksporter dapat melakukan
pengajuan SKA secara elektronik, atau yang disebut e-SKA melalui web
http://e-ska.kemendag.go.id.
Untuk
mengajukan
e-SKA,
eksporter
hanya perlu melakukan registrasi dan selanjutnya mengikuti arahan
yang diberikan.
Bagi eksporter yang ingin mengajukan dan menggunakan Form ANZ
secara manual, ada beberapa informasi yang harus diisi dalam
pengajuan Form ANZ antara lain.
Informasi Eksporter
Nama, alamat, dan nomor telepon eksporter
Informasi
1. Nama importer
pengiriman/shipment
2. Dokumen pendukun seperti nomor Purchase order,
(untuk
shipment
nomor invoice, dan Bill of Lading.
yang berbeda harus
3. Nama pelabuhan dimana barang masuk
melakukan
pengajuan
yang
baru)
Deskripsi Barang
1. Deskripsi Barang meliputi Kode HS (6 digit), nomor
dan merk barang.
2. Jika status barang bukan wholly obtained, maka harus
disertakan bukti yang menunjukkan bahwa barang
tersebut adalah originating
Deklarasi ekspor
Deklarasi ekspor dibuat oleh eksporter, atau perwakilannya,
yang menyatakan bahwa informasi tentang eksporter atau
barang yang dikirim yang tertera di surat pengajuan SKA
adalah benar.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
51
Adapun dalam pengisian Form ANZ, beberapa informasi yang harus diisi
dalam pengajuan Form ANZ antara lain
Informasi Eksporter
Informasi
pengiriman/shipment
(untuk
shipment
yang berbeda harus
melakukan
pengajuan
yang
baru)
Deskripsi Barang
Pengesahan
IPSKA
Nama, alamat, dan nomor telepon eksporter
1. Nama importer
2. Dokumen pendukun seperti nomor Purchase order, nomor
invoice, dan Bill of Lading.
3. Nama pelabuhan dimana barang masuk
4. Deskripsi Barang meliputi Kode HS (6 digit), nomor dan
merk barang.
5. Jika status barang bukan wholly obtained, maka harus
disertakan bukti yang menunjukkan bahwa barang
tersebut adalah originating
6. Nilai FOB
dari 7. Tanda tangan dan stempel serta nomor khusus yang
diterbitkan oleh IPSKA dimana permhononan diajukan
Pengisian Nilai FOB pada SKA
Untuk memfasilitasi perdagangan, ASEAN telah sepakat bahwa pada
ATIGA, AKFTA, dan AANZFTA, eksporter tidak diwajibkan untuk
mencantumkan nilai FOB pada box 9 di Form D, Form AK, maupun Form
AANZFTA apabila Ketentuan Asal Barang yang digunakan menggunaan
ketentuan Wholly Obtained (WO), Change of Tariff Classification (CTC),
dan Process Rule (pada produk tekstil).
Surat Keterangan Asal
Format dan model Surat Keterangan Asal diatur dalam OCP di setiap
perjanjian. Dibawah ini adalah contoh SKA yang digunakan dalam ATIGA
(Form D), AANZFTA (Form ANZ), AIFTA (Form AI), AKFTA (Form AK),
dan AJCEP (Form AJ).
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
52
Form D – Digunakan untuk ATIGA
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
53
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
54
Form E – Digunakan untuk ACFTA
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
55
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
56
Form ANZ – Digunakan untuk AANZFTA
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
57
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
58
Form AI – Digunakan untuk AIFTA
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
59
Form AK – Digunakan untuk AKFTA
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
60
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
61
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
62
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
63
Form AJ – Digunakan untuk AJCEP
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
64
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
65
Back-to-back Certificate of Origin
Dalam skema ATIGA, atau perjanjian barang dengan Mitra Dialog
lainnya kecuali ACFTA, back-to-back CO dapat diterbitkan di negara
kedua untuk keperluan untuk diekspor kembali ke negara anggota
ATIGA, atau FTA lainnya. Penerbitan Back-to-back CO dapat diterbitkan
apabila kondisi dibawah ini terpenuhi:
- Menggunakan Form SKA yang asli yang nantinya akan dijadikan dasar
penerbitan back-to-back CO.
- Waktu berlaku Form SKA tidak melebihi tenggang waktu CO yang
diterbitkan
- Belum dikenakan Customs Clearance di negara kedua dan tidak
dikeluarkan dari kawasan pabean.
- Tidak melalui proses produksi ketika berada di negara kedua kecuali
proses pengepakan dan kegiatan logistik seperti unloading, reloading,
storing, dan kegiatan logistik lainnya yang diperlukan agar kondisi
barang tidak rusak.
Contoh Penerbitan Back-to-back CO
Sebuah Perusahaan di Indonesia melakukan ekspor 1500 botol minyak
atsiri ke Malaysia. Dari 1.500 botol yang diekspor ke Malaysia, 1000
botol digunakan untuk konsumsi di Malaysia, sedangkan 500 botol
lainnya di ekspor kembali ke Vietnam. Back-to-back CO diterbitkan di
Malaysia untuk memastikan bahwa 500 botol minyak atsiri yang di
ekspor ulang berhak mendapatkan tarif preferensi dalam skema ATIGA
ketika sampai ke Vietnam.
Catatan: Eksporter harus mencentang kotak back-to-back pada box 13
di SKA yang digunakan untuk menggunakan back-to-back SKA.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
66
Verifikasi
Jika terdapat keragu-raguan terhadap keaslian CO atau dokumen
pelengkap lainnya terkait dengan status originating produk yang
diekspor, maka pihak Bea Cukai di negara pengimpor dapat melakukan
investigasi ke negara penerbit SKA. Ketika terjadi verifikasi, maka
barang yang diimpor tidak boleh keluar dari wilayah kepabeanan sampai
hasil verifikasi diketahui.
Persyaratan
Penyimpanan
Dokumen
(Record
Keeping
Requirement)
Ekportir dan Instasi Penerbit SKA diwajibkan untuk menyimpan copy
SKA dan dokumen pelengkap lainnya selama 3 tahun. Dokumen ini
dapat disimpan dalam bentuk soft-copy.
Perubahan Tujuan ekspor.
Eksporter dapat melakukan perubahan tujuan destinasi ekspor dengan
persyaratan barang yang dikirim belum sampai ke negara tujuan dan
harus mengajukan CO baru. Begitupun juga apabila barang yang dikirim
harus melalui negara non-FTA, maka eksporter harus menyediakan
beberapa dokumen untuk Bea Cukai di negara importir, yaitu:
- Bill of Lading yang diterbitkan oleh negara eksporter
- Copy CO asli yang diterbitkan oleh IPSKA negara eksporter
- Copy invoice yang asli dari barang yang di ekspor
- Dokumen lainnya yang menujukkan bahwa persyaratan pengiriman
langsung telah dipenuhi.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
67
Third Country Invoicing
Dalam
ketentuan
ATIGA,
atau
FTA
lainnya,
skema
importasi
menggunakan Third Country Invoicing juga diatur dimana SKA
diterbitkan di negara ketiga. Produk yang diekspor yang menggunakan
Third Country Invoicing akan tetap mendapatkan tariff preferensi
sepanjang dilengkapi CO asli dan dokumen pendukung lainnya .
Contoh Third Country Invoicing
Perusahaan mebel PT. A di Bali membeli bahan material dari
Perusahaan PT. B di Vietnam dengan nilai FOB senilai USD 25.000,
sesuai referensi invoice Nomor BIL 34 yang berdasarkan Purchase
Order (PO) nomor 1050. Pembelian bahan material ini menggunakan
skema ATIGA. Perusahaan bahan material di Vietnam ini memiliki anak
perusahaan PT. C di Malaysia yang memiliki stok bahan material yang
dipesan oleh Perusahaan di Bali. Untuk mempersingkat waktu
pengiriman, maka bahan material dikirim dari Malaysia, bukan dari
Vietnam. Agar pengiriman dapat dilakukan dari Malaysia, maka PT B
menerbitkan Order Confirmation (OC) kepada PT C dan selanjutkanya
PT. C menerbitkan Sales Invoice nomor SIN 1234.
Ketika mengajukan Pemberitahukan Impor Barang (PIB), nomor
invoice yang digunakan adalah nomor invoice ketika membeli dari PT.
B, yaitu BIL 34 sedangkan nomor invoice yang ditulis pada box 10
Form D adalah nomor Sales Invoice yang diterbitkan dari PT C, yaitu
SIN 123
Catatan: Kotak Third Country Invoicing pada box 13 SKA harus
dicentang untuk menggunakan skema ini.
Produk untuk keperluan Exhibition
Dalam ATIGA dan perjanjian perdagangan barang dengan Mitra Dialog
lainnya, produk yang diekspor dalam rangka exhibition juga akan
mendapat tariff preferensi, atau dalam kasus tertentu ditangguhkan bea
masuknya oleh Pemerintah setempat. Produk exhibition ini tentunya
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
68
harus dikirim menggunakan SKA menggunakan Perjanjian Perdagangan
negara yang dituju dan mencentang kotak exhibition pada box 13 di SKA
yang digunakan.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
69
Tabel 2: Matriks perbandingan beberapa elemen OCP di Perjanjian
Perdagangan Barang ASEAN dan ASEAN+1 FTAs.
KETENTUAN
Jenis SKA
Ketentuan
Specimen
signatures dan
official seals
Penyerahan SKA
ATIGA
D
Diatur dalam Perjanjian
SKA asli diserahkan
bersamaan dengan
deklarasi impor
AANZFTA
ANZ
SKA asli diserahkan
bersamaan dengan
deklarasi impor
ACFTA
E
- SKA asli dan copy
ketiga diserahkan
bersamaan dengan
deklarasi impor.
AKFTA
AK
SKA asli diserahkan
bersamaan dengan
deklarasi impor
- Copy ketiga
(triplicate)
dikembalikan ke
instansi penerbit SKA
AIFTA
AI
- SKA asli dan copy
ketiga diserahkan
bersamaan
dengan deklarasi
impor.
- Copy ketiga
(triplicate)
dikembalikan ke
instansi penerbit
SKA
Back-to-back CO
Third Country
Invoicing
Diperbolehkan dan diatur dalam Perjanjian
Diperbolehkan dan diatur dalam Perjanjian
Kewajiban
Penyimpanan
dokumen
Instansi Penerbit,
Eksporter, dan
Importer wajib
menyimpan berkas
SKA selama 3
tahun
Validitas CO
Waiver untuk SKA
Valid untuk 12 bulan
- SKA tidak diperlukan untuk produk dengan nilai dibawah USD 200
- Untuk AIFTA, waiver tidak diberlakukan. Untuk mendapatkan tarif preferensi wajib menggunakan Form AI
Instansi Penerbit,
Eksporter, dan
Importer wajib
menyimpan berkas SKA
selama 3 tahun
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
- Instansi Penerbit
harus menyimpan
minimum 3 tahun
- Eksporter harus
menyimpan copy
keempat
(quadruplicate)
untuk 12 bulan
Instansi Penerbit,
Eksporter, dan
Importer wajib
menyimpan berkas
SKA selama 3 tahun
AJCEP
AJ
SKA asli diserahkan
bersamaan dengan
deklarasi impor
- Instansi Penerbit
harus menyimpan
minimum 3 tahun
- Eksporter harus
menyimpan copy
keempat
(quadruplicate)
untuk 12 bulan
70
IV.
KETENTUAN STANDARD ASEAN
D
alam rangka menghadapi globalisasi, mengurangi hambatan
teknis perdagangan serta meningkatkan daya saing kawasan, beberapa
negara telah membentuk blok perdagangan di tingkat regional termasuk
ASEAN. Hal ini ditandai dengan telah disepakatinya kawasan integrasi
ekonomi yang dikenal dengan ASEAN vision 2020 pada tahun 1997.
Integrasi ekonomi ini bertujuan untuk mewujudkan kawasan yang stabil,
makmur dan berdaya saing tinggi dengan pembangunan ekonomi yang
merata dan tercermin dari adanya penurunan tingkat kemiskinan serta
menipisnya perbedaan sosial ekonomi.
Untuk menopang visi ASEAN 2020, dalam KTT ASEAN tahun 2003
di Bali disepakati 3 pilar. Ketiga pilar tersebut adalah kerja sama bidang
keamanan (ASEAN Security Community), ekonomi (ASEAN Economic
Community) serta sosial dan budaya (ASEAN Socio-Cultural Community).
Hal ini juga didukung oleh disepakatinya percepatan ASEAN 2020
menjadi tahun 2015. Pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN ditujukan
untuk menjadikan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi,
dengan mengubah perbedaan yang menjadi ciri khas kawasan menjadi
peluang bisnis yang saling melengkapi. Disamping itu juga menjadikan
ASEAN lebih dinamis dan lebih kuat dalam rantai pasok global dan
ekonomi dunia.
Sebagai langkah awal integrasi ekonomi ASEAN dan berdasarkan
rekomendasi High Level Task Forceon ASEANEconomic Integration
(HLTF-EI), ditetapkan 11 sektor prioritas yang dijadikan percontohan
dan dipercepat implementasinya. Sektor proiritas tersebut adalah
electronics, healthcare, agro-based products, rubber based products,
wood based products, automotives, textiles and apparels, e-ASEAN,
fisheries, air travel serta tourism. Kemudian ditambah dengan sektor
logistik, sehingga menjadi 12 sektor prioritas. Percepatan ini merupakan
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
71
bagian dari upaya perintisan integrasi ASEAN. Dari 12 sektor prioritas
tersebut, terdapat 6 sektor yang mencakup standards and conformance.
Dalam
rangka
mempersiapkan
dan
mengimplementasikan
komitmen 12 sektor prioritas dibentuklah Working Group (WG). Tugas
WG antara lain membahas permasalahan teknis, diantaranya ASEAN
Consultative Committee on Standards and Quality (ACCSQ). ACCSQ
didirikan pada 1983 dan merupakan forum kerjasama yang membahas
permasalahan MSTQ (Measurement, Standards, Testing and Quality).
Keanggotaannya diwakili oleh National Standards Bodies (NSBs) ASEAN.
Wakil dan kontak poin utama dari Indonesia dalam forum ACCSQ adalah
Badan Standardisasi Nasional (BSN). Sidang ACCSQ merupakan suatu
forum yang digunakan olehNSBs ASEAN untuk membahas berbagai hal
teknis
yang
berkaitan
dengan
kegiatan
standar
dan
penilaian
kesesuaian. Hal ini ditujukan untuk mendukung proses ASEAN Free
Trade Area (AFTA), khususnya dalam rangka mempersiapkan sarana
dan prasarana penunjang di bidang standar dan penilaian kesesuaian.
ACCSQ bertanggung jawab kepada ASEAN Economic Minister (AEM)
melalui Senior Economic Official Meeting (SEOM) ASEAN. Kemudian AEM
akan melaporkannya dalam ASEAN Summit, yaitu sidang tingkat Kepala
Negara. Untuk menunjang kegiatan ACCSQ, pada saat ini terdapat 3
(tiga) Working Groups (WG), 2 (dua) Implementing Bodies dan 6
(enam) Product Working Groups (PWG) yaitu:
1.
WG1 on Standards and Mutual Recognition Arrangements
(MRAs)
ACCSQ WG1 bertugas menyusun skema dan panduan mengenai
harmonisasi standar dan pengembangan MRA secara umum. Dalam
perkembangannya, WG1 ditugaskan oleh ACCSQ untuk menangani
penyusunan 2 MRA untuk produk prioritas ASEAN, yaitu Wood
Based Product dan Building and Construction.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
72
2.
WG2 on Conformity Assessment
ACCSQ
WG2
bertugas
mengembangkan
kompetensi
badan
akreditasi sehingga mendapat pengakuan regional/internasional;
meningkatkan kompetensi Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK);
memfasilitasi pelaksanaan saling pengakuan hasil uji dan sertifikat;
membantu pengembangan akreditasi dan penilaian kesesuaian;
serta memantau kompetensi LPK di negara anggota ASEAN.
3.
WG3 on Legal Metrology
ACCSQ WG3 bertugas untuk mengimplementasikan harmonisasi
regulasi teknis di bidang metrologi legal di negara anggota ASEAN.
4.
Joint Sectoral Committee on Electrical and Electronic
Equipment (JSC EEE)
JSC EEE bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan
teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang produk
peralatan listrik dan elektronika di ASEAN.
5.
ASEAN Cosmetic Committee (ACC)
ACC bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis
terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang kosmetik di ASEAN.
6.
Traditional Medicine and Health Supplements Product
Working Group (TMHS-PWG)
TMHS PWG bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan
teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang obat
tradisional dan suplemen kesehatan di ASEAN.
7.
Pharmaceutical Product Working Group (PPWG)
PPWG
bertugas
untuk
menurunkan/menghilangkan
hambatan
teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang farmasi di
ASEAN.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
73
8.
Medical Devices and Equipments Product Working Group
(MDPWG)
MDPWG bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan
teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang alat
kesehatan di ASEAN.
9.
Rubber Based Product Working Group (RBPWG)
RBPWG bertugas untuk menurunkan/menghilangkan hambatan
teknis terkait standar dan penilaian kesesuaian bidang produk karet
di ASEAN.
10. Prepared Foodstuff Product Working Group (PFPWG)
PFPWG untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis terkait
standar dan penilaian kesesuaian bidang pangan olahan di ASEAN.
11. Automotive Product Working Group (APWG)
APWG untuk menurunkan/menghilangkan hambatan teknis terkait
standar dan penilaian kesesuaian bidang otomotif di ASEAN.
Tugas WG/PWG selengkapnya dapat diakses melalui
http://www.asean.org/?static_post=accsq-structure
Saat ini ACCSQ sedang membuat draft rencana strategi 10 tahun
ke depan (2016-2025) berdasarkan AEC Blueprint 2025. Dalam dokumen
AEC Blueprint 2025, terdapat 7 langkah/tahapan yang terkait dengan
aspek standardisasi dan penilaian kesesuaian. Namun demikian, forum
ACCSQ Strategic Planning Session sepakat untuk merangkum dan
mengelaborasinya menjadi 6 Strategic Thrust yang terbagi dalam 2
kelompok yaitu 5 area yang sudah terimplementasikan oleh ACCSQ
(existing) dan 1 area baru dengan masyarakat sebagai target. Kelima
existing strategic thrust adalah:
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
74
i. Enhance the quality infrastructure to meet the present and future
needs of ASEAN;
ii. Enhance trade facilitation, economic integration and market
access;
iii. Strengthen the ASEAN joint approaches on international and
regional standards and conformance issue;
iv. Strengthen public private partnership in standard and conformance
to improve competitiveness of industry and businesses;
v. Enhance standards and conformance regime to support consumer
protection.
Sedangkan new strategic thrust adalah:
i. Develop and implement capacity building
standards and conformance for personnel.
Joint Sectoral Committee
Equipment (JSC EEE)
1. on
Electrical
programme
and
for
Electronic
Lingkup dan Tujuan
Lingkup produk dalam kerja sama JSC EEE adalah semua
peralatan listrik dan elektronika baru yang ditujukan untuk
dihubungkan baik secara langsung maupun disambungkan melalui
tusuk kontak ke sumber listrik, dengan tegangan yang berkisar
antara 50 sampai dengan 1.000 volt untuk arus bolak balik dan
antara 75 sampai dengan 1.500 volt, untuk arus searah maupun
bertenaga baterai, namun tidak termasuk peralatan apapun yang
Sectoral Arrangement on Conformity
Assesment of Telecommunication Equipment dan tidak berlaku
dicakup
oleh
ASEAN
untuk peralatan medis.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
75
Tujuan JSC EEE adalah untuk meningkatkan kerjasama diantara
negara – negara anggota dalam memastikan perlindungan
kesehatan dan keselamatan manusia dan harta benda serta
pelestarian lingkungan hidup yang terpengaruh oleh perdagangan
peralatan listrik dan elektronika di ASEAN; untuk menghapuskan
pembatasanperdagangan atas peralatan listrik dan elektronika
melalui harmonisasi persyaratan teknis dan pendaftaran; dan
untuk memfasilitasi perundingan persetujuan saling pengakuan
dalam penilaian kesesuaian antara ASEAN dengan negara-negara
atau kelompok negara (blok) lain.
2. Capaian hingga tahun 2015
a. Harmonisasi Standar
Hingga Agustus 2015, terdapat 119 standar peralatan listrik dan
elektronika yang telah diharmonisasi (terlampir).
b. MRA/Pengaturan Saling Keberterimaan
Kerja sama ini telah menyepakati ASEAN EE MRA pada tanggal 5
April 2002. Setiap negara anggota ASEAN akan menerima
laporan
hasil
uji
dan
sertifikat
kesesuaian
produk
yangdikeluarkan oleh Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK) yang
telah terdaftar di ASEAN.
c. Perjanjian
saling
keberterimaan
regulasi
teknis/Directive
terhadap kesepakatan ASEAN
Kerja sama ini telah menyepakati AHEEERR pada taggal 9
Desember 2005.
d. Harmonisasi Regulasi Teknis
Harmonisasi regulasi teknis dalam kerjasama ini dilakukan
melalui
AHEEERR.
Setiap
negara
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
anggota
ASEAN
wajib
76
melakukan transposisi AHEEERR ke dalam peraturan nasional.
Hingga Agustus 2015, Indonesia dan Myanmar berada dalam
tahap 3 (amend). Kamboja dan Thailand telah memasuki tahap
6 (recognize) bersama dengan Malaysia, Filipina, Singapura dan
Vietnam.
Sementara
Brunei
dan
Laos
tidak
mengatur
perdagangan produk peralatan listrik dan elektronika sehingga
tidak perlu melakukan transposisi peraturan.
e. Guideline
i. ASEAN EEE Risk Assessment Guidelines. (akan dilengkapi
judulnya sesuai website)
ii. ASEAN EE
MRA (Conformity
Assessment) Information
Booklet.
3. Kesiapan infrastruktur
a. Lembaga Penilaian Kesesuaian (misal laboratorium, lembaga
sertifikasi, status listing LPK di ASEAN dll)
Hingga tanggal 17 Agustus 2015, Indonesia telah mendaftarkan
3 Laboratorium Uji dan 2 Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro).
Laboratorium
uji
tersebut
adalah Laboratorium Uji
Balai
Pengujian Mutu Barang (BPMB), Laboratorium Uji PT. Hartono
istana Teknologi (PT. HIT), Laboratorium Uji PT. Panasonic
Manufacturing Indonesia. Sedangkan untuk LSPro adalah LSPro
TUV Rheinland Indonesia dan LSPro Sucofindo International
Certification Services (SICS).
Laboratorium uji lainnya yang terdapat di ASEAN adalah:
1. SIRIM QAS international Sdn.Bhd-Malaysia,
2. Intertek Testing Services Ltd 1-Thailand,
3. Intertek Testing Services Ltd 2-Thailand,
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
77
4. Electrical and Electronic Institute (EEI)-Thailand,
5. TUV SUD PSB-Thailand,
6. Electrical and Electronic Products Testing Center (National
Science
and
Technology
Development
Agency)
PTEC-
Thailand,
7. Pro Application Testing Lab Listing-Thailand,
8. SETS Singapura,
9. TUV SUD PSB Pte Ltd-Singapura, Lembaga Penilaian
Kesesuaian (misal laboratorium, Intertek Testing Services (S)
Pte Ltd (Commercial & Electrical Div)-Singapura,
10. QUATEST 1-Vietnam,
11. QUATEST 3-Vietnam.
LSPro lainnya yang terdapat di ASEAN adalah:
1. SIRIM QAS International Sdn.Bhd-Malaysia,
2. TUV SUD PSB Pte Ltd-Singapura,
3. Vietnam Certification Centre (QUACERT)-Vietnam.
b. Prosedur keberterimaan hasil uji dan sertifikat kesesuaian
produk peralatan listrik dan elektronika dari negara ASEAN dapat
dilakukan melalui 3 skema yaitu:
1. Produk peralatan listrik dan elektronika yang diimpor dari
negara ASEAN langsung dilakukan pengujian dan sertifikasi
di LPK Indonesia untuk mendapatkan Sertifikat Produk
Penggunaan Tanda (SPPT) SNI.
2. Produk peralatan listrik dan elektronika yang diimpor dari
negara ASEAN dengan membawa laporan hasil uji dari
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
78
Laboratorium Uji terkareditasi dan terdaftar di ASEAN, maka
kemudian dilakukan sertifikasi kesesuaian oleh LSPro di
Indonesia untuk mendapatkan SPPT SNI.
3. Produk peralatan listrik dan elektronika yang diimpor dari
negara ASEAN dengan membawa hasil uji dan sertifikat
kesesuaian dari LPK terkareditasi dan terdaftar di ASEAN,
maka kemudian dilakukan pengesahan oleh LSPro di
Indonesia untuk mendapatkan SPPT SNI.
Prosedur keberterimaan hasil uji dan sertifikat kesesuaian dari
negara-negara
ASEAN
diatur
dalam
peraturan
Menteri
Perindustrian dan ESDM, dimana saat ini sedang dalam tahap
pembahasan lebih lanjut.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
79
Matriks 119 standar peralatan listrik dan elektronika yang telah diharmonisasi
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
1 IEC 60065 Ed.7.0(2001) Audio, video and similar electronic apparatus —
Safety requirements Audio product, High-fidelity set, Laser disc Set, Television, Television or video display unit, Video cassette recorder, Cassette player, Portable radio cassette player/recorder, Video compact disc player, Sub-woofer, Amplifiers, Sub-woofer, Amplifiers, Equalizers/ Mixers, Karaoke, PA system, Portable Hi-Fi System, Radio, Radio alarm, Tuner / Receiver, Turn tables / Record players, Projection television, Compact disc players, Video cassette recorder / players, Digital versatile disc players, Children video games 2 IEC 60335-1 (depends on particular Part 2s) Household and similar electrical appliances- Safety Part 1: General requirements 3 IEC 60335-2-101 Ed.1.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-101: Particular requirements for vaporizers Household and similar electrical appliances- Safety Part 1: General requirements Electric aroma vaporisers; Mosquito matt vaporisers Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
80
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
4 IEC 60335-2-11 Ed.6.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety Tumbler dryers - Part 2-11: Particular requirements for tumble dryers 5 IEC 60335-2-12 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-12: Particular requirements for warming plates and similar appliances Electric warming plates 6 IEC 60335-2-13 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-13: Particular requirements for deep fat fryers, frying pans and similar appliances Deep fryer, electric wok and similar appliances, Electrical deep fryers, Electric fryers 7 IEC 60335-2-14 Ed.4.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-14: Particular requirements for kitchen machines Electric blenders, Electric food processors, Electric juice extractors, Electric grinders, Electric mixers, Electric choppers 8 IEC 60335-2-15 Ed.5.0(2002) Safety of household and similar electrical appliances Electric fryers, Kettle, Rice cooker - Part 2-15: Particular requirements for appliances Electrical coffee/Tea makers, for heating liquids Electrical food steamers, Electrical slow cookers, Electric egg boilers, Electric jugs, Electric steam boats, Electric airpots, Electric steam generator appliances Electric thermo pots, Electric immersion sticks Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
81
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
9 IEC 60335-2-2 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-2: Particular requirements for vacuum cleaners and water-suction cleaning appliances 10 IEC 60335-2-21 Ed.5.1(2004) Household and similar electrical appliances - Safety Electric storage water heaters, - Part 2-21: Particular requirements for storage water Storage water heater and immmersion heaters 11 IEC 60335-2-23 Ed.5.0(2003) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-23: Particular requirements for appliances for skin or hair care Electrical hair dryers Electric hair styling set 12 IEC 60335-2-24 Ed.5.0(2000) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-24: Particular requirements for refrigerating appliances, ice-cream appliances and ice makers 13 IEC 60335-2-25 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-25: Particular requirements for microwave ovens, including combination microwave ovens Refrigerating appliances, ice cream appliances and ice makers, Electric refrigerators Electric freezers Electric minibars Microwave oven 14 IEC 60335-2-28 Ed.4.0( 2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-28: Particular requirements for sewing machines Electric sewing machines 15 IEC 60335-2-29 Ed.4.1(2004) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-29: Particular requirements for battery chargers Portable battery chargers (up to 12V) Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Vacuum cleaner and water suction cleaning appliances, Carpet cleaners 82
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
16 IEC 60335-2-3 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-3: Particular requirements for electric irons Electrical irons 17 IEC 60335-2-31 Ed.4.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-31: Particular requirements for range hoods and other cooking fume extractors Electric range hoods 18 IEC 60335-2-35 Ed.4.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-35: Particular requirements for instantaneous water heaters Instantaneous electric water heater 19 IEC 60335-2-36 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-36: Particular requirements for commercial electric cooking ranges, ovens, hobs and hob elements Electric built-in hobs 20 IEC 60335-2-4 Ed.4.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety Spin extractors - Part 2-4: Particular requirements for spin extractors 21 IEC 60335-2-40 Ed.3.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-40: Particular requirements for electrical heat pumps, air-conditioners and dehumidifiers Electrical heat pumps, air-conditionners and dehumidifiers, Mobile split air-conditioners, Room air-conditioners 22 IEC 60335-2-43 Ed.3.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-43: Particular requirements for clothes dryers and towel rails Electric cloth dryers Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
83
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
23 IEC 60335-2-44 Ed.3.0(2003) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-44: Particular requirements for ironers Electric ironers 24 IEC 60335-2-45 Ed.3.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-45: Particular requirements for portable heating tools and similar appliances Electric soldering irons 25 IEC 60335-2-6 Ed.5.0 (2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-6: Particular requirements for stationary cooking ranges, hobs, ovens and similar appliances 26 IEC 60335-2-7 Ed.5.0 (2000) Household and similar electrical appliances – Safety – Part 2-7: Particular requirements washing machines Stationary cooking ranges, hobs, ovens and similar appliances, Cooking range, Electric stationary electric ovens, Electric induction hobs Washing machines 27 IEC 60335-2-73 Ed.2.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-73: Particular requirements for fixed immersion heaters Electric fixed immersion heaters 28 IEC 60335-2-74 Ed.2.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-74: Particular requirements for portable immersion heaters Portable immersion heaters 29 IEC 60335-2-8 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances – Safety – Part 2-8: Particular requirements for shavers, hair clippers and similar appliances Electrical hair clippers, Electrical shavers 30 IEC 60335-2-80 Ed.2.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-80: Particular requirements for fans Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Table or standing fans, Electric table fans & regulators, Electric ventilating fan & regulators, 84
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
Electric moving-louvre fans & regulators, Electric ceiling fans & regulators, Electric wall fans & regulators, Electric auto fans & regulators, Electric pedestal fans & regulators 31 IEC 60335-2-9 Ed.5.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-9: Particular requirements for grills, toasters and similar portable cooking appliances 32 IEC 60335-2-98 Ed.2.0(2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-98: Particular requirements for humidifiers 33 IEC 60950-1 Ed.1.0(2001) Information technology equipment - Safety - Part 1: General requirements Home Computer System (inclusive of monitor, printer, speaker and other mains operated accessories) 34 IEC 60034-1 Ed.11.0 (2004) Rotating electrical machines - Part 1: Rating and performance Electric motors and generators 35 IEC 60064 Ed.6.3 (2005) Tungsten filament lamps for domestic and similar general lighting purposes - Performance requirements Incandescent lamps 36 IEC 60081 Ed. 5.1 (2002) Double-capped fluorescent lamps - Performance specifications - Fluorescent Lamp: Safety requirements - Double capped fluorescent lamps – Performance Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Toasters, grills, roasters and similar appliances, Electrical portable ovens, Electrical grillers, Electrical roasters, Electric bread makers, Electric bread toasters, Electric sandwich makers / Waffle makers Electric stoves; open type heating elements Electrical Multi-Purpose Cookers Electric air coolers 85
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
No.
Standard Title
Scope of Standard
37 IEC 60155 Ed.4.0 (1993), am.1(1995), am2(2006) Glow-starters for fluorescent lamps Glow-starters for fluorescent lamps 38 IEC 60227-1 Ed 3.0 (2007) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 1: General requirements PVC insulated copper cable 39 IEC 60227-3 Ed. 2.1(1997) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 3: Nonsheathed cables for fixed wiring PVC insulated copper cable Non-shreated cable for fixed wiring 40 IEC 60227-4 Ed. 2.1(1997) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 4: Sheathed cables for fixed wiring PVC insulated copper cable Shreated cable for fixed wiring 41 IEC 60227-5 Ed. 2.2(2003) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 5: Flexible cables (cords) PVC insulated copper cable Flexible cables (cord) 42 IEC 60227-6 Ed.3(2001) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 6: Lift cables and cables for flexible connections PVC insulated copper cable Lift cable and cable for flexible connections 43 IEC 60227-7 Ed. 1.1(2003) Polyvinyl chloride insulated cables of rated voltages up to and including 450/750 V - Part 7: Flexible cables screened and unscreened with two or more conductors PVC insulated copper cable Flexible cable screened and unscreened with two or more conductors 44 IEC 60238 Ed.8.0(2004) Edison screw lampholders Edison Screw lamp holders Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
86
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
45 IEC 60245-1 Ed.4.0(2003) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 1: General requirements Rubber insulated cord and flexible cables 46 IEC 60245-3 Ed.2.0(1994), am1(1997) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 3: Heat resistant silicone insulated cables Heat resistant silicone insulated cables 47 IEC 60245-4 Ed.2.2(2004) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 4: Cords and flexible cables Cords and flexible cables 48 IEC 60245-5 Ed.2.0(1994), am1(2003) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 5: Lift cables Lift cables 49 IEC 60245-6 Ed.2.0(1994), am1(1997), am2(2003) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 6: Arc welding electrode cables Arc welding electrode cables 50 IEC 60245-7 Ed.1.0(1994) , am1(1997) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 7: Heat resistant ethylenevinyl acetate rubber insulated cables Heat resistant ethylene-vinyl acetate rubber insulated cables 51 IEC 60245-8 Ed.1.1(2004) Rubber insulated cables - Rated voltages up to and including 450/750 V - Part 8: Cords for applications requiring high flexibility Cords for applications requiring high flexibility 52 53 IEC 60269-1 Ed.4.0(2006) IEC 60269-2 Ed.3.0 (2006) Low-voltage fuses - Part 1: General requirements - Fuse Base & Carrier up to 32A Low-voltage fuses - Part 2: Supplementary - Fuses / Fuse Links up to 63A requirements for fuses for use by authorized persons (fuses mainly for industrial application) - Examples of standardized systems of fuses A to J Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
87
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
54 IEC 60269-3 Ed.3.0(2006) Low-voltage fuses - Part 3: Supplementary requirements for fuses for use by unskilled persons (fuses mainly for household or similar applications) - Examples of standardized systems of fuses A to F - Low-voltage distribution link Fuses 55 IEC 60269-4 Ed.4.0(2006) Low-voltage fuses - Part 4: Supplementary requirements for fuse-links for the protection of semiconductor devices fuse-links for the protection of semiconductor devices 56 IEC 60320-1 Ed.2.0(2001) Appliance couplers for household and similar general purposes - Part 1: General requirements - Appliance Connectors 57 IEC 60320-2-1 Ed.2.0(2000) Appliance couplers for household and similar general purposes - Part 2-1: Sewing machine couplers - Inter connection Coupler 58 IEC 60320-2-2 Ed.2.2(1998) Appliance couplers for household and similar general purposes - Part 2-2: Interconnection couplers for household and similar equipment Interconnection couplers for household and similar equipment 59 IEC 60320-2-3 Ed.1.1(2005) Appliance couplers for household and similar general purposes - Part 2-3: Appliance couplers with a degree of protection higher than IPX0 Appliance couplers with a degree of protection higher than IPX0 60 IEC 60320-2-4 Ed.1.0(2005) Appliance couplers for household and similar general purposes - Part 2-4: Couplers dependent on appliance weight for engagement Couplers dependent on appliance weight for engagement 61 IEC 60400 Ed.6.0(1999), am1(2002) Lampholders for tubular fluorescent lamps and starterholders Lamp holders and starter holders for tubular fluorescent lamps Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
88
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
62 IEC 60432-1 Ed.2.1(2005) Incandescent lamps - Safety specifications - Part 1: Tungsten filament lamps for domestic and similar general lighting purposes Tungsten filament lamps for domestic and similar general lighting purposes 63 IEC 60432-2 Ed.2.0(1999) Incandescent lamps - Safety specifications - Part 2: Tungsten halogen lamps for domestic and similar general lighting purposes Tungsten halogen lamps for domestic and similar general lighting purposes 64 IEC 60432-3 Ed.1.0(2002) Incandescent lamps - Safety specifications - Part 3: Tungsten halogen lamps (non-vehicle) Tungsten halogen lamps (non-vehicle) 65 IEC 60454-3-1 Ed.2.1(2002) Pressure-sensitive adhesive tapes for electrical purposes - Part 3: Specifications for individual materials - Sheet 1: PVC film tapes with pressuresensitive adhesive PVC tapes for electrical insulation 66 IEC 60598-1 Ed.6.0(2003) Luminaires - Part 1: General requirements and tests Luminaries 67 IEC 60598-2-1 Ed.1.0(1979), am.1(1987) Luminaires. Part 2: Particular requirements. Section One: Fixed general purpose luminaires Fixed general purpose luminaries 68 IEC 60598-2-2 Ed.2.1(1997) Luminaires - Part 2-2: Particular requirements - Recessed luminaires Recessed luminaries 69 IEC 60598-2-4 Ed.2.0(1997) Luminaires - Part 2: Particular requirements - Section 4: Portable general purpose luminaires Portable general purpose luminaires 70 IEC 60598-2-8 Ed.2.1(2001) Luminaires - Part 2-8: Particular requirements - Handlamps Hand Lamps 71 IEC 60598-2-20 Ed.2.2(2002) Luminaires - Part 2-20: Particular requirements - Lighting chains - Decorative Light fixture - Lighting Chains Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
89
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
72 IEC 60669-1 Ed.3.1(2000) Switches for household and similar fixed-electrical installations - Part 1: General requirements 73 IEC 60669-2-1 Ed.4.0(2002) Switches for household and similar fixed electrical installations - Part 2-1: Particular requirements - Electronic switches 74 IEC 60669-2-2 Ed.2.1(2002) Switches for household and similar fixed electrical installations - Part 2-2: Particular requirements - Electromagnetic remote-control switches (RCS) Electromagnetic Remote Control Switch 75 IEC 60669-2-3 Ed.3.0(2006) Switches for household and similar fixed electrical installations - Part 2-3: Particular requirements - Time-delay switches (TDS) Time Delay Switches 76 IEC 60745-2-1 Ed.2.0(2003) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Electric Drill Part 2-1: Particular requirements for drills and impact drills 77 IEC 60745-2-3 Ed.2.0(2006) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-3: Particular requirements for grinders, polishers and disk-type sanders Electric Grinders ( up to 100 mm ) 78 IEC 60745-2-4 Ed.2.0(2002) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-4: Particular requirements for sanders and polishers other than disk type Electric Sanders (up to 300 W) 79 IEC 60745-2-5 Ed.3.0(2003) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-5: Particular requirements for circular saws Electric Circular Saws and circular knives (Cutting Blade up to 160 mm) 80 IEC 60745-2-7 Ed.1.0(1989) Safety of hand-held motor-operated electric tools. Part 2: Particular requirements for spray guns for non-flammable liquids Electric spray guns for non-flammable liquids (up to 100 bars) Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
- General purpose switches - Domestic electric wall switch - Knife switches and reverse knifes witches Electronic Switch 90
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
81 IEC 60745-2-11 Ed.2.0(2003) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-11: Particular requirements for reciprocating saws (jig and sabre saws) Electric Jig and Saber Saws (up to 60 mm) 82 IEC 60745-2-14 Ed.2.0(2003) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-14: Particular requirements for planers Electric Planers (up to 500 W) 83 IEC 60745-2-15 Ed.2.0(2006) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-15: Particular requirements for hedge trimmers - Electric hedge trimmers and Grass shears (up to 750 W) - Trimmers (up to 300 W) 84 IEC 60745-2-17 Ed.2.0(2003) Hand-held motor-operated electric tools - Safety - Part 2-17: Particular requirements for routers and trimmers Electric Routers and trimmers (up to 500 W) 85 IEC 60898-1 Ed.1.0(2002) Electrical accessories - Circuit-breakers for overcurrent protection for household and similar installations - Part 1: Circuit-breakers for a.c. operation Circuit-breakers for ac operation 86 IEC 60898-2 Ed.1.0(2000) Circuit-breakers for overcurrent protection for household and similar installations - Part 2: Circuitbreakers for a.c. and d.c. operation Miniature Circuit Breaker 87 IEC 60947-2 Ed.3.0(2003) Low-voltage switchgear and controlgear - Part 2: Circuit-breakers Low voltage switchgear and control gear – Part 2: Circuit breakers 88 IEC 60947-3 Ed.2(1999) Low-voltage switchgear and controlgear - Part 3: Switches, disconnectors, switch-disconnectors and fuse-combination units Switch Fuse up to 63A 89 IEC 60968 Ed.1.2(1999) Self-ballasted lamps for general lighting services - Safety requirements Self ballast lamp for general lighting service Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
91
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
90 IEC 60969 Ed.1.2(2001) Self-ballasted lamps for general lighting services - Performance requirements Self-ballasted lamps for general lighting services 91 IEC 60998-1 Ed.2.0(2002) Connecting devices for low-voltage circuits for household and similar purposes - Part 1: General requirements Cable Connectors-(connecting device) 92 IEC 60998-2-1 Ed.2.0(2002) Connecting devices for low-voltage circuits for Connecting devices as separate entities with household and similar purposes - Part 2-1: Particular screw-type clamping units requirements for connecting devices as separate entities with screw-type clamping units 93 IEC 60998-2-2 Ed.2.0(2002) Connecting devices for low-voltage circuits for Connecting devices as separate entities with household and similar purposes - Part 2-2: Particular screwless-type clamping units requirements for connecting devices as separate entities with screwless-type clamping units 94 IEC 60998-2-3 Ed.2.0(2002) Connecting devices for low-voltage circuits for Connecting devices as separate entities with household and similar purposes - Part 2-3: Particular insulation-piercing clamping units requirements for connecting devices as separate entities with insulation-piercing clamping units 95 IEC 60998-2-4 Ed.2.0(2004) 96 IEC 61009-1 Ed.1.0(1996), am1(2002) Connecting devices for low-voltage circuits for household and similar purposes - Part 2-4: Particular requirements for twist-on connecting devices Residual current operated circuit-breakers with integral overcurrent protection for household and similar uses (RCBOs) - Part 1: General rules Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
- Cable Connectors - Connecting box Residual Current Operated Circuit-Breakers with Integral Overcurrent Protection for household and similar uses (RCBOs) 92
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
97 IEC 61009-2-1 Ed.1.0(1991) Residual current operated circuit-breakers with integral overcurrent protection for household and similar uses (RCBO's) - Part 2-1: Applicability of the general rules to RCBO's functionally independent of line voltage 98 IEC 61009-2-2 Ed.1.0(1991) Residual current operated circuit-breakers with integral overcurrent protection for household and similar uses (RCBO's) - Part 2-2: Applicability of the general rules to RCBO's functionally dependent on line voltage 99 IEC 61048 Ed.1.0 (1991), am1(1995),am2(1999) Auxiliaries for lamps - Capacitors for use in tubular fluorescent and other discharge lamp circuits - General and safety requirements Capacitors for use in tubular fluorescent lamp circuit 100 IEC 61049 Ed.1.0 (1991) Capacitors for use in tubular fluorescent and other discharge lamp circuits. Performance requirements Capacitors for use in tubular fluorescent and other discharge lamp circuits 101 EC 61347-2-2 Ed.1.0(2000) Lamp controlgear - Part 2-2: Particular requirements for d.c. or a.c. supplied electronic step-down convertors for filament lamps Isolating Transformer 102 IEC 61347-2-3 Ed.1.0(2000) Lamp control gear - Part 2-3: Particular requirements Ballast for tubular fluorescent lamp (electronic for a.c. and/or d.c. supplied electronic control gear ballast) for fluorescent lamps 103 IEC 61347-2-8 Ed.1.0(2000) Lamp controlgear - Part 2-8: Particular requirements for ballasts for fluorescent lamps Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Ballast for tubular fluorescent lamp (magnetic ballast) 93
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
104 IEC 61558-2-5 Ed.1.0(1997) Safety of transformers, reactors, power supply units and combinations thereof - Part 2-5: Particular requirements and test for transformer for shavers, power supply units for shavers and shaver supply units Electric Shaver Socket Outlets 105 IEC 61558-2-6 Ed.1.0 (1997) Safety of transformers, reactors, power supply units and similar products for supply voltages up to 1 100 V - Part 2-6: Particular requirements and tests for safety isolating transformers and power supply units incorporating safety isolating transformers AC-DC or AC-AC Converter (Adaptor) - Isolating Transformer - Adaptor for electrical appliances 106 IEC 62040-1-1 Ed.1.0 (2004), Uninterruptible power systems (UPS) - Part 1-1: General and safety requirements for UPS used in operator access areas Uninterruptible power system 107 IEC 62040-1-2 Ed.1.0 (2004) Uninterruptible power systems (UPS) - Part 1-2: General and safety requirements for UPS used in restricted access locations 108 IEC 62040-2 Ed.2.0(2005) Uninterruptible power systems (UPS) - Part 2: Electromagnetic compatibility (EMC) requirements 109 CISPR 15 Ed.5.2 (1999) Limits and methods of measurement of radio disturbance characteristics of electrical lighting and similar equipment 110 IEC 60086-1 (2000) Primary batteries - Part 1: General 111 IEC 60086-2 (2000) Primary batteries - Part 2: Physical and electrical specifications Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Lighting and similar equipment : radio disturbance limits Primary battery – Part 1 : General Primary battery – Part 2 : Electrical and physical requirements 94
No.
Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
Standard Title
Scope of Standard
112 IEC60335-2-34 Ed.4.0 (2002) Household and similar electrical appliances - Safety - Part 2-34: Particular requirements for motorcompressors 113 IEC 60335-2-41 (1996) Household and similar electrical appliances – Safety – Part 2-41: Particular requirements for pumps Pumps for liquids having a temperature not exceeding 35 °C 114 IEC 60884-1 ed 3 (2002-06) Plug and socket outlets for household and similar purposes - Part 1: General requirement Plug and socket outlets 115 IEC 61347-1 (2000-10) Lamp controlgears - Part 1: General and safety requirements 116 IEC 61008.1 (1996) Residual current operated circuit breakers without integral overcurrent protection for household and similar uses (RCCB) - Part 1: General rules) 117 IEC 61008.2.1 (1990) Residual current operated circuit-breakers without integral overcurrent protection for household and similar uses (RCCB's). Part 2-1: Applicability of the general rules to RCCB's functionally independent of line voltage RCCB 118 IEC 60598-2-3 (2002) Luminaires - Part 2-3: Particular requirements - Luminaires for road and street lighting Luminaires Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Motor-compressors 95
No.
119 Agreed edition* of IEC
Standards for ASEAN
Harmonization
IEC 60598-2-5 (1998) Standard Title
Scope of Standard
Luminaires - Part 2-5: Particular requirements - Floodlights * or any newer editions
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
96
V.
D
alam
PANDUAN PROMOSI DAN CITRA
rangka
mendukung
program
ekspor
nasional,
Kementerian Perdagangan, melalui Direktorat Jenderal Pengembangan
Ekspor Nasional (PEN) memberikan fasilitasi kepada pelaku usaha
Indonesia untuk mengikuti pameran dagang di luar negeri.
Pameran Dagang berdasarkan Skala
 Pameran Dagang Internasional
Adalah pameran dagang yang diikuti oleh peserta dan atau
barang/jasa yang berasal dari beberapa dari beberapa negara,
termasuk yang diselenggarakan oleh perwakilan perusahaan dagang
asing di Indonesia, diadakan di dalam negeri maupun di luar negeri.
 Pameran Dagang Nasional
Adalah pameran dagang yang diikuti oleh peserta dan atau
barang/jasa dari beberapa provinsi.
 Pameran Dagang Lokal
Adalah pameran dagang yang diikuti peserta dan barang/jasa dari
satu atau beberapa kabupaten/kota dalam satu provinsi.
Pameran Dagang berdasarkan Produk
 Pameran Dagang Multi Produk (General Trade Fair)
Jenis pameran ini mengetengahkan berbagai macam barang
konsumsi dan industri, yang dihadiri tidak hanya oleh kalangan
umum namun juga pelaku usaha dan pelaku bisnis. Umumnya dalam
pameran ini terdapat paviliun-paviliun khusus berdasarkan kategori
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
97
produk atau sektor, dan umumnya peserta asing ditempatkan pada
paviliun internasional yang telah disediakan.
 Pameran dagang Produk Khusus yang sejenis (Specialized Trade
Fair).
Fasilitasi Pemerintah
Dalam
mendukung
kegiatan
promosi
dan
citra,
Kementerian
Perdagangan memfasilitasi space booth ukuran standar (3mx3m)
dengan menggunakan desain khusus yang diharapkan dapat menarik
minat visitors dan buyers.
Persyaratan Rekrutmen Kepesertaan
 Kriteria Umum:
1. Calon peserta individu atau golongan yang berbadan hukum
(memiliki NPWP, SIUP, dan TDP).
2. Kapasitas produksi perusahaan.
3. Siap ekspor dan/atau memiliki pengalaman ekspor.
 Kriteria Khusus:
1. Calon peserta pameran diutamakan yang pernah berpartisipasi
dalam Trade Expo Indonesia (ITE).
2. Calon peserta diutamakan yang memiliki sertifikasi BBPPEI (Balai
Besar Pendidikan dan pelatihan Ekspor Indonesia) mengenai
prosedur ekspor atau teknik negosiasi.
3. Calon peserta diutamakan perusahaan penerima Penghargaan
Primaniyarta atau pemenang lomba lain yang diadakan oleh
Kementerian Perdagangan.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
98
4. Khusus calon peserta yang berasal dari daerah sebaiknya diajukan
(direkomendasi) oleh Pemerintah Daerah/Dinas Perindustrian dan
Perdagangan setempat.
5. Bagi produk tertentu diharapkan dapat menyertakan sertifikasi
tertentu, misal produk makanan dan kosmetik dapat melampirkan
sertifikat dari BPOM.
Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan pameran merupakan tahap-tahap pelaksanaan
kegiatan promosi dan citra yang terdiri tahap persiapan, pelaksanaan,
dan evaluasi. Calon peserta yang difasilitasi Ditjen PEN wajib mengikuti
dan mentaati peraturan dan ketentuan yang berlaku:
1. Calon peserta wajib mempelajari dahulu ketentuan pameran yang
akan diikutinya.
2. Calon peserta mengisi dan mengembalikan formulir pendaftaran
(application form) yang telah disebarkan oleh Ditjen PEN dengan
membubuhkan tanda tangan, cap perusahaan serta menyartakan
tidak akan mengundurkan diri.
3. Calon peserta pameran wajib mengikuti proses kurasi atau seleksi
produk yang akan dinilai oleh Tim Kurator.
4. Calon peserta pameran harus mencantumkan HS Code (10 digit)
pada setiap produk yang akan dipamerkan, untuk memudahkan
melakukan memonitor peningkatan ataupun penurunan nilai ekspor
produk tersebut.
5. Pemberian fasilitas kepada calon peserta pameran maksimum 2
(dua) kali dalam setahun dan akan diberikan fasilitas kembali setelah
2 (dua) tahun berikutnya.
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
99
6. Peserta pameran diwajibkan membuat laporan inquiry/buyer dan
mengisi
form
kontak
dagang
setiap
hari
selama
pameran
berlangsung.
7. Calon peserta pameran harus memiliki kelengkapan media promosi
(Promotion Kit seperti Brosur, CD Promosi, Kartu Nama, atau
goodiebag).
8. Calon
peserta
sebaiknya
mengetahui
Peraturan
Kepabeanan
termasuk pajak barang masuk dan kemudahan yang dapat diperoleh
dari pihak penyelenggara dalam clearance kepabeanan di bandara
(khusus promosi luar negeri).
9. Para peserta pameran diharuskan berperan aktif dalam proses
kegiatan evaluasi dan monitoring pameran dengan memberikan
data/informasi yang akurat.
Sanksi
Calon peserta yang telah dinyatakan lulus seleksi tidak diperkenankan
mengundurkan diri. Apabila mengundurkan diri, maka perusahaan
tersebut tidak diperkenankan mengikuti prrogram promosi dilingkungan
Kementerian Perdagangan selama 2 tahun.
Alur Pelayanan Untuk Kegiatan Promosi dan Citra
Penyebaran
Informasi Keg



Website
DJPEN
Surat
Undangan
Sosialisasi
Daerah
Rekrutmen
Kepesertaan



Pelaku
Usaha
Pemda/
Dinas
Asosiasi
Seleksi
Kepesertaan



Form
Registrasi
Data
Administrasi
Kurasi
Produk
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Pelaksanaan
Kegiatan



Pameran
Dagang
LN/DN
Instore
Promotion
Misi
Dagang
Evaluasi



Kontak
dagang
Inquiry
Kuesioner
100
VI.
DAFTAR ALAMAT PENTING
Berikut daftar alamat penting yang dapat dihubungi untuk memfasilitasi kelancaran ekspor produk Indonesia:
No
Unit
Alamat
No Telpon/Fax
Website / Email
1.
Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia
Jalan M.I. Ridwan Rais
No. 5
Jakarta Pusat – 10110
Tel: 021 – 3841961/62
Web: www.kemendag.go.id
2.
Direktorat Jenderal
Perundingan Perdagangan
Internasional
Kementerian
Perdagangan
Gedung Utama, Lt. 8
Tel: 021-23528600
Fax: 021-23528610
Web:
www.ditjenkpi.kemendag.go.id
3.
Direktorat Jenderal
Pengembangan Ekspor
Nasional
Kementerian
Perdagangan
Gedung Utama, Lt. 4
Tel: 021-3858171
Web: www.djpen.kemendag.go.id
4.
Direktorat Jenderal
Perdagangan Luar Negeri
Kementerian
Perdagangan
Gedung Utama, Lt. 9
Tel: 021-3528560
Fax: 021-3858171
Web:
www.ditjendaglu.kemendag.go.id
5.
Direktorat Kerja Sama ASEAN
Kementerian
Perdagangan
Gedung II, Lt. 7
Tel: 021-3858203
Fax: 021-3858203
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
101
No
Unit
Alamat
No Telpon/Fax
Website / Email
6.
Direktorat Standardisasi
Kementerian
Perdagangan
Gedung II, Lt. 8
7.
Balai Besar Pendidikan dan
Pelatihan Ekspor Indonesia
Web: www.ppei.kemendag.go.id
8.
Atase Perdagangan RI untuk
Singapura
Jl. Letjen S.Parman 112
Tel: 021-5666732
Grogol, Jakarta Barat –
021-5663309
11440
021-5674229
Kedutaan Besar Republik Tel: +65-67375420
Indonesia , 7 Chatsworth
+65-68395458
Road
Fax: +65-67375037
+65-67352027
9.
Atase Perdagangan RI untuk
Malaysia
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, Jalan Tun
Razak 50400, Kuala
Lumpur, Malaysia
Tel: +60-321164000
+60-321164067
Email: [email protected]
[email protected]
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 185 Salcedo
Street Legaspi Village,
Makati City
Tel: +63-28925061-68
10.
Atase Perdagangan RI untuk
Filipina
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Tel: 021-3863928
Email: [email protected]
Fax: +60-321167908
+60-321448407
Email: [email protected]
Fax: +63-28925878
+63-28674192
102
No
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Unit
Atase Perdagangan RI untuk
Thailand
Alamat
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 600-602
Pitchburi Road, Rajthevi,
P.O. Box 1318
Atase Perdagangan RI untuk
Australia
No Telpon/Fax
Tel: +66-22551264
ext. 123
Tel: +61-262508600
Kantor Dagang dan Ekonomi
Indonesia
Twinhead Building 6 F
No.550 Rui Goang Road,
Eihu District
Tel: +8862-87526170
Kedutaan Besar Republik
Indonesia,
Dongzhimenwai Dajie
No. 4 Chaoyang District
Tel: +861-65324748
+861-3811340842
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 380
Tel: +82-27835371-7
+82-27827750
Atase Perdagangan RI untuk
Korea Selatan
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Email: [email protected]
[email protected]
Fax: +66-22551264
+66-22551267
8 Darwin Avenue,
Yarralumia ACT 2600,
Canberra
Konsul Perdagangan RI untuk Indonesian General
Hong Kong
Consulate 127-129
Leighton Road, 6-8
Keswick Street
Atase Perdagangan RI untuk
RRT
Website / Email
Email: [email protected]
Fax: +61-262736017
Tel: +852-28904421
+852-28902481
Fax: +852-28950139
Web: www2.kdei-taipei.org
Fax: +8862-87423706
Email: [email protected]
Fax: +861-65325368
Email: [email protected]
103
No
Unit
Alamat
No Telpon/Fax
Website / Email
Yoidaebangroh, Seoul
Fax: +82-27804280
+82-27837750
17.
Atase Perdagangan RI untuk
Jepang
Kedutaan Besar Republik Tel: +81-334414201
Indonesia, 5-2-5, Higashi
+81-334470596
Gotanda Shinagawa-ku
Yoidaebangroh, Seoul
Fax: +81-334471697
+82-27837750
Email: [email protected]
18.
Atase Perdagangan RI untuk
India
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 50-A
Chanakyapuri 110021,
New Delhi
Tel: +9111-61140100
Email: [email protected]
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, Riyadh
Diplomatic Quarter, P.O.
Box 94343
Tel: +9661-4882880
Email: [email protected]
+9661-4882131 ext
120
19.
Atase Perdagangan RI untuk
Arab Saudi
Fax: +9111-6885460
+9111-6886763
Fax: +9661-4882966
20.
Atase Perdagangan RI untuk
Mesir
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 13 Aisha El
Temoria St. Garden City,
P.O. Box 1661, Cairo
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Tel: +202-7944698
+202-7947200/9
Email: [email protected]
Fax: +202-7962495
104
No
Unit
Alamat
21.
Atase Perdagangan RI untuk
Italia
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, Via Campania
55
22.
Atase Perdagangan RI untuk
Spanyol
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 65 Calle de
Agastia
23.
Atase Perdagangan RI untuk
Swiss
16, Rue de Saint Jean,
Jenewa
No Telpon/Fax
Tel: +3906-4200911
+3906-42009168
Fax: +3906-4880280
+3906-42010428
Tel: +3491-4130294
Website / Email
Email: [email protected]
Email: [email protected]
Fax: +3491-4157792
Tel: +4122-3455733
Fax: +4122-3383397
24.
Atase Perdagangan RI untuk
Perancis
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 47-49, Rue
Cortambert
Tel: +331-450302760
ext 418
+331-45044872
Fax: +331-45045032
25.
26.
Atase Perdagangan RI untuk
Jerman
Atase Perdagangan RI untuk
Belgia
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, Lehrter
Strasse 16-17, 10557,
Berlin
Tel: +49-30-47807250
+49-30-47807290
Boulevard de la Woluwe
38, B-1200 Brussels
Tel: +322-7790915
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Email: [email protected]
Fax: +49-30-47807290
Email: [email protected]
105
No
Unit
Alamat
No Telpon/Fax
Website / Email
Fax: +322-7728190
27.
28.
Atase Perdagangan RI untuk
Belanda
Atase Perdagangan RI untuk
Inggris
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 8, Tobias
Asserlaan
Tel: +3170-3108115
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 38 Grosvenor
Square
Tel: +4420-72909613
+4420-74997881
Email: [email protected]
Fax: +3170-3643331
Email: [email protected]
Fax: +4420-74957022
29.
30.
31.
Atase Perdagangan RI untuk
Denmark
Atase Perdagangan RI untuk
Rusia
Atase Perdagangan RI untuk
Amerika Serikat
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, Orehoj Alle 1,
2900 Hellerup,
Copenhagen
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, Apt 76, Entr.
3 Korovy val 7, Moscow
119049
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 2020
Massachusetts Avenue,
N.W.
Tel: +45-39624422
Email: [email protected]
Fax: +45-39624483
Tel: +7495-2385281
Email: [email protected]
Fax: +7495-2385281
Tel: +202-7755350
+202-7755200 ext
350
Email: [email protected]
Fax: +202-7755354
+202-7755365
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
106
No
32.
Unit
Atase Perdagangan RI untuk
Kanada
Alamat
Kedutaan Besar Republik
Indonesia, 55 parkdale
Avenue, Ottawa, Ontario
No Telpon/Fax
Tel: +1-613-7241100
ext 306
Website / Email
Email: [email protected]
Fax: +1-613-7241105
+1-613-7244959
33.
34.
35.
36.
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Sydney,
Australia
60 Pitt Street Level 2nd
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Busan, Korea
Selatan
103 Korea Express
Building 1211-1
Choryang Dong, DungGU, Busan
Matsushita IMP Bld. 2F,
1-3-7 Shiromi, Chuo-ku,
Osaka 540-6302
Tel: +82-514411708
Web: http://itpc-busan.kr/
Fax: +82-514411628
Email: [email protected]
Tel: +66-9473555
Fax : +66-6947-3556
Web: www.itpc.or.jp
3rd Floor, Ispahani
Center, 123/124,
Nungambakkam High
Road
Tel: +91-4442089196
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Osaka, Jepang
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Chennai, India
Tel: +61-292528783
Email:
[email protected]
Fax: +61-292528784
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Email: [email protected]
Email: [email protected]
[email protected]
Fax : +91-4442089197
107
No
37.
Unit
Alamat
No Telpon/Fax
Website / Email
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Dubai, Saudi
Arabia
Al Masraf Tower, 4th
Floor Office No 403,
Baniyas St. Deira.
P.O.Box
Tel: +9714-2278544
38.
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Jeddah, Saudi
Arabia
Al-Mualifin St, Al Rehab
District/5 P.O. Box 10
Tel: +996-26711271
Email: [email protected]
39.
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Johannesburg,
Afrika Selatan
Suite 02/E4, 2nd Floor,
Village walk Sandton,
P.O. Box 2146, RSA
Tel: +27-118846240
Email: [email protected]
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Lagos, Nigeria
5, Anifoweshe street,
victoria island
Tel: +234-1 4619861
+234-1 4619865
40.
Email: [email protected]
Fax : +9714-2278545
Fax: +27-118846242
Web: www .itpclagos .com
Email: [email protected]
41.
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Barcelona,
Spanyol
Calle Aribau 250, BJ.
08006
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Tel: +34-934144662
Email: [email protected]
Fax: +34-934164188
108
No
Unit
42.
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Lyon, Perancis
43.
44.
45.
46.
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Milan, Italia
Alamat
19 boulevard Eugene
Deruelle 69003 Lyon.
Via Vittor Pisani, 8-6
Piano 20124 Milano (MI)
No Telpon/Fax
Tel: +33-478606278
Web: http://www.itpclyon.fr
Fax: +33-478606317
Email: [email protected]
[email protected]
Tel: +39-236598182
Web: http://www.itpclyon.fr
Fax: +39-236598191
Email: [email protected]
Email: [email protected]
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Budapest,
Hungaria
H-1051 Budapest,
Bajcsy-Zsilinszky ut. 12,
1st floor, 101
Tel: +36-13176382
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Hamburg,
Jerman
Multi Buro Service
Glokengisserwall
1720095, Hamburd
Tel: +49-40-33313-333
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Santiago, Chile
Nueva Tajamar 481,
Torre Sur, Oficina 796,
las Condes
Tel: +562-441-0494
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Website / Email
Fax: +3612660572
Email: [email protected]
Fax: +49-40-3313-377
Email: [email protected]
Fax: +562-441-0495
109
No
47.
48.
Unit
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Sao Paolo,
Brazil
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Mexico City
Alamat
No Telpon/Fax
Edificio Park Lane,
Alameda Santos 1787
conj. 111-Cerqueira
Cesar
Tel: +55-11-32630472
+55-11-32538126
Cenit Plaza Arquimedes,
A.C. Arquimedes No.
130, Oficina 105 cpl.
Polanco, Deleg. Miguel
Hidalgo
Tel: +52-55-50836055
& 57
Website / Email
Email: [email protected]
Fax: +55-11-85542787
Email: [email protected]
Fax: +52-55-50836056
49.
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Los Angeles,
Amerika Serikat
3457, Wilshire, Blvd, Suit Tel: +1-2133877041
101, Los Angeles, CA
90010
Fax: +1-2133877047
Email: [email protected]
[email protected]
50.
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Chicago,
Amerika Serikat
607 N Clark St. Chicago,
IL 60654
Email: [email protected]
Indonesian Trade Promotion
Center (ITPC) Vancouver,
1300-1500 West Georgia
Street, Vancouver B.C
51.
Tel: +1-3126402463
Fax: +1-3126402648
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Tel: +1-604-6966322
+1-604-5595021
Email: [email protected]
110
No
52.
53.
Unit
Alamat
No Telpon/Fax
Canada
V6G 2Z6
Fax: +1-604-6851520
ASEAN Economic Community
(AEC) Center
Kementerian
Perdagangan,
Jln. M.I. Ridwan Rais
No.5, Jakarta Pusat10110, Gedung II, lt.4
Tel: 021-3858337
Gedung Bursa Efek
Indonesia, Menara II,
Lt.8, Kawasan SCBD
Jalan Jenderal Sudirman
Kav. 52-53, Jakarta
12190
Tel: 021-5154638
Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) / Indonesia
Eximbank
Ditjen Perundingan Perdagangan Internasional
KEMENTERIAN PERDAGANGAN R.I.
Website / Email
Web:
www.aeccenter.kemendag.go.id
Email:
[email protected]
Web:
www.indonesiaeximbank.go.id
Fax: 021-5154639
111
Download