BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Sarwono, 2008). Ketuban pecah dini (KPD) didefenisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban pecah dini (Sarwono, 2008). Insidensi ketuban pecah dini terjadi 10% pada semua kehamilan. Pada kehamilan aterm insidensinya bervariasi 6-19%, sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua ketuban pecah dini pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan cukup bulan, sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas, ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 30-40% (Sualman, 2009). Universitas Sumatera Utara Penyebab ketuban pecah dini ini pada sebagian besar kasus tidak diketahui. Banyak penelitian yang telah dilakukan beberapa dokter menunjukkan infeksi sebagai penyebabnya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kondisi sosial ekonomi rendah yang berhubungan dengan rendahnya kualitas perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh chlamydia trachomatis dan nescheria gonorrhea. Selain itu infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban, fisiologi selaput amnion/ketuban yang abnormal, servik yang inkompetensia, serta trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisposisi atau penyebab terjadinya ketuban pecah dini. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual dan pemeriksaan dalam (Sualman, 2009). Penelitian lain di sebuah Rumah Bersalin Tiyanti, Maospati Jawa Barat, menyebutkan faktor paritas yaitu pada multipara sebesar 37,59% juga mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini, selain itu riwayat ketuban pecah dini sebelumnya sebesar 18,75% dan usia ibu yang lebih dari 35 tahun mengalami ketuban pecah dini (Agil, 2007). Komplikasi paling sering terjadi pada ketuban pecah dini sebelum usia kehamilan 37 minggu adalah sindrom distress pernapasan, yang terjadi pada 1040% bayi baru lahir. Resiko infeksi meningkat pada kejadian ketuban pecah dini. Semua ibu hamil dengan ketuban pecah dini prematur sebaiknya dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya korioamnionitis (radang pada korion dan amnion). Selain itu kejadian prolaps atau keluarnya tali pusar dapat terjadi pada ketuban pecah dini (Ayurai, 2010). Universitas Sumatera Utara Kejadian ketuban pecah dini dapat menimbulkan beberapa masalah bagi ibu maupun janin, misalnya pada ibu dapat menyebabkan infeksi puerperalis/masa nifas, dry labour/partus lama, dapat pula menimbulkan perdarahan post partum, morbiditas dan mortalitas maternal, bahkan kematian (Cunningham, 2006). Resiko kecacatan dan kematian janin juga tinggi pada kejadian ketuban pecah dini preterm. Hipoplasia paru merupakan komplikasi fatal yang terjadi pada ketuban pecah dini preterm. Kejadiannya mencapai hampir 100% apabila ketuban pecah dini preterm ini terjadi pada usia kehamilan kurang dari 23 minggu (Ayurai, 2010). Winkjosastro (2006) dalam bukunya mengatakan penatalaksanaan ketuban pecah dini tergantung pada umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin. Pada umumnya lebih baik untuk membawa semua pasien dengan ketuban pecah dini ke rumah sakit dan melahirkan bayi yang usia gestasinya > 37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin. Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan menunjukkan bahwa jumlah pasien yang mengalami ketuban pecah dini dari bulan januari sampai maret adalah 47 pasien dari 155 kelahiran di rumah sakit tersebut, dari 47 pasien yang mengalami ketuban pecah dini 21 diantaranya adalah primipara dengan usia gestasi rata-rata 38-40 minggu dan berakhir dengan persalinan sectio caesarea, 15 pasien mengalami ketuban pecah dini akibat trauma (pemeriksaan dalam) dan infeksi, 3 akibat gemeli (kehamilan ganda), 8 pasien lainya kurang diketahui penyebabnya. Selain itu dari Universitas Sumatera Utara jumlah kasus yang ada, ketuban pecah dini di rumah sakit ini banyak terjadi pada primipara. Berdasarkan penjelasan diatas penulis tertarik melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umun Daerah Padangsidimpuan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut: "Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umun Daerah Padangsidimpuan”. 1.3 Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya ketuban pecah dini di Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Praktek Keperawatan Dapat meningkatkan kualitas pelayanan antenatal khususnya pada kasus ketuban pecah dini, serta mengidentifikasi lebih dini masalah kesehatan selama kehamilan dan persalinan. 1.4.2 Pendidikan Keperawatan Dengan adanya penelitian ini, dapat dimanfaatkan pada ilmu keperawatan khususnya maternitas dalam pemberian asuhan keperawatan yang komprehensif pada pelayanan antenatal khususnya dengan kasus ketuban pecah dini. Universitas Sumatera Utara 1.4.3 Bagi penelitian selanjutnya Dengan adanya penelitian ini, dapat menjadi data dasar bagi penelitian berikutnya. Universitas Sumatera Utara