BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerbitan laporan keuangan secara umum bertujuan untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan. Pelaporan keuangan bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka (Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus dapat memberikan informasi yang akurat dan relevan serta terbebas dari adanya kecurangan yang akan sangat menyesatkan para pengguna laporan keuangan dalam proses pengambilan keputusan. Sayangnya, tidak seluruh pelaku bisnis menyadari pentingnya laporan keuangan yang bersih dan terbebas dari kecurangan. Rezaee (2002) menyatakan bahwa dalam dua dekade terakhir financial statement fraud telah meningkat secara substansial. Meningkatnya kecurangan pada laporan keuangan di satu sisi dapat memberikan keuntungan bagi para pelaku bisnis karena mereka dapat melebih-lebihkan hasil usaha (overstated) dan kondisi keuangan mereka sehingga laporan keuangan mereka terlihat baik dalam pandangan publik. Akan tetapi, meningkatnya kecurangan laporan juga sangat merugikan publik yang sangat menggantungkan pengambilan keputusan mereka berdasarkan laporan keuangan. Menurut Financial Accounting Standard Board (FASB), pengguna utama laporan keuangan adalah pemegang saham, investor lain, dan kreditor (Hendriksen, 2000) Taylor dan Glezen (dalam Soselisa dan Muchlasin, 2008), mendefinisikan financial statement fraud sebagai suatu kesengajaan atau kecerobohan baik berupa tindakan yang disengaja ataupun kelalaian yang mengakibatkan kekeliruan bersifat material pada laporan keuangan sehingga laporan keuangan mengandung informasi yang menyesatkan. Meningkatnya berbagai kasus skandal akuntansi di dunia menyebabkan berbagai pihak berspekulasi bahwa manajemen telah melakukan kecurangan pada laporan keuangan (Skousen et al., 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examiners (ACFE, 1997) menemukan bahwa 83% kasus fraud terjadi yang dilakukan oleh pemilik perusahaan atau dewan direksi (Brennan dan McGrath, 2007). Selain itu, Ernst & Young (2003) dalam Brennan dan McGrath (2007) juga menemukan bahwa lebih dari setengah pelaku fraud adalah manajemen. Jika financial statement fraud memang sebuah masalah yang signifikan, auditor sebagai pihak yang bertanggungjawab harus dapat mendeteksi aktivitas kecurangan sebelum akhirnya berkembang menjadi skandal akuntansi yang sangat merugikan. Skandal akuntansi telah berkembang secara luas, seperti halnya di Amerika Serikat. Spathis (2002) menjelaskan bahwa di USA (United States of America) kecurangan akuntansi yang menimpa Enron menimbulkan kerugian yang sangat besar di hampir seluruh industri. Dampak dari kecurangan tersebut sangat besar dan telah merugikan banyak pihak. Skandal akuntansi tersebut diperkirakan menimbulkan kerugian bagi Enron sebesar US$50 miliar, ditambah lagi kerugian investor sebesar US$32 miliar dan ribuan pegawai Enron harus kehilangan dana pensiun mereka sekitar US$1 miliar. Indonesia sebagai negara dengan kondisi ekonomi yang belum stabil, juga terkena wabah meluasnya kasus skandal akuntasi. Pada tahun 2011 skor Indonesia dalam Corruption Perception Index (CPI) adalah 3.0 dan menempati posisi 100 dari 183 negara yang diukur tingkat korupsinya (Transparancy International, 2011). Maraknya skandal kecurangan akuntansi di Indonesia dibuktikan dengan adanya likuidasi beberapa bank, diajukannya manajemen BUMN dan swasta ke pengadilan, kasus kejahatan perbankan, manipulasi pajak, korupsi di komisi penyelenggara pemilu, dan DPRD (Soselisa dan Mukhlasin, 2008). Badan Usaha Milik Negara atau disingkat BUMN (State Owned Enterprises) merupakan pelaku bisnis yang dominan di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Meskipun rata-rata kineja operasionalnya masih belum sesuai dengan harapan, namun perannya dalam perekonomian masih sangat besar. Kebutuhan publik akan listrik, bahan bakar, telekomunikasi, bahan pangan, dan perbankan sebagian besar masih dikerjakan oleh BUMN. Dalam kurun waktu 2008 2009 meskipun terdapat BUMN berskala besar yang memperoleh laba akan tetapi masih terdapat sejumlah BUMN yang menderita kerugian. Pada tahun 2009 dari seluruh BUMN yang tercatat sebanyak 141 perusahaan, 24 diantaranya mengalami kerugian dengan nilai yang mencapai Rp1,74 triliun. (Seputar Indonesia, 27 Mei 2010). Dari gambaran tersebut, memberikan kenyataan bahwa secara normatif menunjukkan kinerja BUMN belum sepenuhnya sesuai dengan harapan. Terkait dengan BUMN yang tergabung dalam Badan Usaha Milik Negara Strategis (BUMNIs), Kementerian BUMN mencatat setidaknya ada enam Badan Usaha Milik Negara Strategis yang kondisinya dinilai memprihatinkan. Yakni, PT PAL sebagai instansi penjuru terutama rekayasa kapal perang, PT Dirgantara Indonesia untuk mendukung pembuatan roket dan rudal, helikopter dan fix wing aircraft, PT PINDAD untuk memenuhi kebutuhan senjata, meriam, amunisi dan panser, PT Dahana untuk mengembangkan amonium nitrat dan propeler untuk bahan peledak, PT LEN dan PT INTI untuk mengembangkan alat komunikasi khusus dan radar, terakhir, PT Krakatau Steel untuk menyediakan baja. Menurut Undang-undang Nomer 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara, definisi BUMN adalah : Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan . Sebagaimana amanat dari Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bahwa pelaku utama dalam sistem perekonomian Indonesia adalah: Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Badan Usaha Milik Swasta (BUMS); dan Koperasi. BUMN sebagai salah satu pelaku utama perekonomian nasional bertujuan untuk mendukung keuangan negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang keberadaanya pada saat ini diatur dengan Undang-Undang (UU) no. 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Berdasarkan UU No. 19 Tahun 2003 pasal 2, maksud dan tujuan pendirian BUMN tidak lain adalah sebagai berikut: 1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. 2. Mengejar keuntungan. 3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. 4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. 5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. Seperti yang kita ketahui pada berita masa, bahwa masih banyaknya kasuskasus yang terjadi pada instansi pemerintah maupun BUMN di Indonesia terkait dengan tindakan kecurangan. Di industri perbankan sendiri, pembobolan bankbank di Indonesia baik milik negara maupun swasta pada tahun 2003 dan yang masih terjadi hingga kini, menurut Hiro Tugiman umumnya dikarenakan lemahnnya atau kurangnya peranan audit internal yang ada. Semua kasus kecurangan (fraud) tidak dengan mudah teridentifikasi dan diselesaikan dengan sedini mungkin. Munculnya kasus-kasus kecurangan tersebut bersamaan dengan dikeluarkannya peraturan bank Indonesia mengenai kewajiban bagi semua bank, untuk menerapkan kebijaksanaan yang berkaitan dengan pengurangan tindak kecurangan yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip Internal Audit, Good Corporate Governance (GCG) dan manajemen resiko yang memiliki manfaat besar dan perlu diterapkan secara konsekwen serta konsisten bagi semua bank yang beroperasi di Indonesia. Kesadaran akan perlunya penerapan Good Corporate Governance dan Manajemen Resiko yang menjadi bagian dari pelaksanaan Audit Internal menjadi semakin penting, ketika masih banyak manajemen Bank yang berpendapat bahwa pembangunan dan pelaksanaan sebuah rencana dan program Manajemen Resiko dan Good Corporate Governance hanya akan menambah beban dan biaya bank dan bukanlah sebagai sesuatu yang memiliki nilai tambah dan mendatangkan manfaat. Namun disadari bahwa ada banyak manafaatnya bagi bank apabila menerapkan Manajemen Resiko dan Good Corporate Governance. Adapun peranan audit internal telah terjadi pergeseran ekspektasi dan prioritas atas jasa audit internal, hal ini mengakibatkan audit internal harus lebih fokus terhadap tugas audit baik berfungsi sebagai watchdog, konsultan, serta sebagai katalis. Dalam kaitannya dengan penanganan tindakan kecurangan, internal audit lebih cenderung berfungsi sebagai watchdog ( Anjing pengawas yang memastikan perarturan dijalankan dan dipatuhi). Untuk melaksanakan fungsi audit sebagai konsultan serta sebagai katalis, departemen audit harus membuat unit-unit tersendiri dengan job desk tersendiri sehingga dalam pelaksanaan tujuan audit dapat terfokus hingga tercapainya suatu rencana dan tujuan organisasi. (Tugiman : https://docs.google.com) Menindaklanjuti uraian diatas, bahwasanya tidak ada organisasi yang terbebas dari fraud (kecurangan), karena pada dasarnya permasalahan ini bersumber dan bermuara pada masalah manusia. Apapun aturan dan prosedur yang diciptakan sangat dipengaruhi oleh manusia yang memegang kuasa untuk menjalankannya, karena tidak semua orang jujur dan berintegrasi tinggi. Menurut teori Cressey (dikutip oleh Skousen et al., 2009), terdapat tiga kondisi yang selalu hadir dalam tindakan fraud yaitu pressure, opportunity, dan rationalization yang disebut sebagai fraud triangle. Ketiga kondisi tersebut merupakan faktor risiko munculnya kecurangan dalam berbagai situasi, oleh karenanya Standar Profesi Audit Internal (1210.2) menyatakan bahwa internal audit harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk dapat mengenali, meneliti, dan menguji adanya indikasi kecurangan. Pada umumnya fraud berupa pencurian (theft), penyembunyian (concealment), dan pengalihan (conversion) barang curian ke dalam bentuk lain. Hal ini sering disebut sebagai unsur fraud. Di lingkungan profesi auditor, istilah fraud sudah tidak asing lagi, walaupun berasal dari bahasa asing. Padanan dalam Bahasa Indonesianya, sekali lagi di lingkungan profesi auditor, sering digunakan istilah kecurangan. Oleh karena itu kecurangan merupakan istilah yang dapat saling dipertukarkan dengan istilah Fraud . PT Bank Mandiri Tbk. Merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara di Indonesia yang bergerak di industri perbankan yang didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan juli 1999 empat bank pemerintah yaitu : Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor Impor Indonesia, dan Bank Pembangunan Indonesia dilebur menjadi satu yaitu Bank Mandiri. Dalam menjalankan usahanya di industri perbankan, Bank Mandiri mengemban visi yaitu menjadi lembaga keuangan yang paling dikagumi dan selalu progresif. Hingga saat ini Bank Mandiri merupakan bank terbesar di Indonesia yang memiliki lebih dari 920 kantor cabang yang tersebar di Indonesia dari Sabang hingga Merauke. Seiring berkembangnya jaman yang semakin pesat dan untuk mempertahankan citra perusahaan yang baik, serta semakin kompleksnya kegiatan operasional perusahaan dengan banyaknya kantor cabang yang tersebar di Indonesia, yang juga berdampak pada keterbatasan dalam berkomunikasi antara manajemen puncak dengan berbagai operasi yang ada untuk menelaah keefektifan kinerja yang memuaskan, walaupun telah dibangun suatu sistem pengawasan tertentu. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam mengetahui apakah prosedur-prosedur yang ditetapkan telah ditaati, apakah para karyawan bekerja dengan efisien, apakah pendekatan-pendekatan yang ada masih efektif pada kondisi ekonomi saat ini. Keterbatasan komunikasi antara manajemen puncak dengan lini operasional dalam perusahaan inilah yang dapat menimbulkan kecurangan seperti pencurian, pemerasan, penggelapan, pemalsuan, dan lain-lain. Kecurangan di PT Bank Mandiri Tbk. terjadi karena adanya tekanan untuk melakukan penyelewengan, kesempatan, dan pembenaran terhadap tindakan tersebut. Bentuk kecurangan yang terjadi di PT Bank Mandiri Tbk. ini diantaranya meliputi management fraud. Management fraud yang terjadi dalam bentuk penggelapan aset perusahaan, misalnya penggelapan uang perusahaan yang didukung dengan pemanipulasian laporan keuangan, dimana data dan informasi akuntansi yang akan disajikan dalam laporan keuangan dirubah dengan sengaja. Kejadian ini terjadi pada 5 Mei 2010, manajer keuangan PT Medixie Sekawan, Yekti Hartono melakukan pencairan cek ilegal di Bank Mandiri senilai Rp 720 juta. Kecurangan-kecurangan seperti ini harus dapat diantisipasi agar tidak menghambat kemajuan PT Bank Mandiri Tbk. sendiri dengan Audit Internal yang harus melakukan tugas pengawasan atas keseluruhan jaringan kegiatan perusahaan. Situasi dan kondisi dalam perusahaan ini akan terlihat dari analisa tim auditor. Kekeliruan dan ketidaksesuaian prosedur dilapangan akan dapat segera diperbaiki melalui saran auditor, sehingga kesalahan fatal dalam perusahaan ini dapat dihindari. (Putra : http://economy.okezone.com) Penulis menemukan adanya fenomena yang terjadi terkait dengan lemahnya internal audit yang ada dalam organisasi-organisasi besar terutama yang cakupannya Nasional bahkan Internasional. Berdasarkan hasil studi Bapepam tahun 2006, fungsi audit internal di Indonesia masih tergolong dalam kategori yang belum memadai, hasil studi ini masih relevan dan sejalan dengan pernyataan Anwar Nasution dalam sambutannya sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 tahun anggaran 2009 kepada DPR, Selasa 15 September 2009 menyatakan bahwa fungsi audit internal di Indonesia masih belum efektif. Lemahnya audit internal di industri perbankan terbukti dengan banyaknya kasus-kasus perbankan yang terjadi belakangan ini. Dalam catatan Strategic Indonesia, pemrakarsa diskusi, dalam kuartal I-2011 telah terjadi sedikitnya 9 kasus perbankan yang merugikan keuangan hingga Rp 206 miliar. Mengutip data Bareskrim Mabes Polri ke-9 skandal tersebut yakni: 1. Pembobolan kantor kas Bank BRI Tamini Square. Kerugian mencapai Rp 29,5 miliar. Aksi ini melibatkan supervisor kantor kas dan 4 tersangka di luar bank. 2. Pemberian kredit fiktif pada BII pada 31 Januari 2011. Kerugian sebanyak Rp 3,6 miliar. Aksi kejahatan ini melibatkan account officer BII Cabang Jayakarta, Jakarta. 3. Pencairan deposito dan melarikan tabungan nasabah Bank Mandiri senilai Rp 18 miliar. Melibatkan 5 tersangka, salah satunya customer service bank tersebut. 4. BNI Cabang Margonda Depok. Seorang wakil pimpinan CNI setempat mengirim berita telex palsu berisi perintah pemindahan slip surat keputusan kredit dengan membuka rekening peminjaman modal kerja. Kerugian bank mencapai Rp 20 miliar, namun berhasil dicegah karena sistem bank berhasil menghentikan transaksi. 5. Pencairan deposito Rp 6 miliar milik nasabah oleh pengurus BPR Pundi Artha Sejahtera Bekasi. Kasus ini melibatkan Dirut BPR, 2 komisaris, komisaris utama dan seorang pelaku di luar bank. 6. Pada 9 Maret, Head Teller Bank Danamon Cabang Menara Danamon menarik uang kas nasabah berulang-ulang sebesar Rp 1,9 miliar dan US$ 110 ribu. 7. Penggelapan dana nasabah oleh Kepala Operasi Bank Panin Cabang Metro Sunter dengan mengalirkan ke rekening pribadi. Kerugian sebanyak Rp 2,5 miliar. 8. Pembobolan nasabah prioritas Citibank Landmark oleh Senior Relationship Manager, Inong Malinda Dee. Kerugian mencapai setidaknya Rp 16,63 miliar. 9. Konspirasi kecurangan investasi/deposito Bank Mega oleh Kepala Cabang Jababeka, Direktur Keuangan PT Elnusa Tbk, Direksi PT Discovery dan Komisaris PT Harvestindo. Kerugian diperkirakan mencapai Rp 111 miliar. (Saputra : http://finance.detik.com) Dari 9 skandal yang disebutkan diatas terdapat setidaknya 8 skandal yang melibatkan karyawan atau manajemen bank yang bersangkutan, hal ini membuktikan bahwa lemahnya internal audit dalam menjalankan fungsi dan tanggung-jawabnya dalam melaksanakan analisis, penilaian, konsultasi, serta memberikan rekomendasi atau saran-saran dan informasi mengenai kegiatankegiatan yang dilaksanakan oleh unit kerja di organisasi yang bersangkutan masih kurang memadai, sehingga ketidaksesuaian prosedur atau kecurangan yang terjadi tidak dengan cepat teridentifikasi. Dari uraian diatas penulis melihat adanya permasalahan yang perlu dikaji, yaitu keterkaitan antara pemeriksaan intern, dengan sejumlah temuan yang kemungkinan atau dapat diidentifikasi, sebagai temuan kecurangan (fraud) pada dunia perusahaan yang kegiatan utamanya bergerak dalam industri perbankan yang dituangkan dalam sebuah karya ilmiah skripsi dengan judul PERANAN AUDIT INTERNAL DALAM MENCEGAH KECURANGAN (FRAUD) PADA PT. BANK MANDIRI Tbk. (PERSERO) BANDUNG 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasikan : a. Bagaimana pelaksanaan Audit Internal pada PT. Bank Mandiri Tbk. b. Bagaimana peranan Audit Internal dalam pencegahan kecurangan pada PT. Bank Mandiri Tbk. 1.3 Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini yaitu untuk mendapatkan informasi dan data yang mendukung dalam pelaksanaan audit baik kualitatif maupun kuantitatif. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan di atas, penelitian ini bertujuan : a . Untuk mengetahui pelaksanaan Audit Internal pada PT. Bank Mandiri Tbk. b . Untuk mengetahui peranan Audit Internal dalam pencegahan kecurangan di PT. Bank Mandiri Tbk. 1.4 Manfaat dan Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : a . Bagi Penulis Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah untuk menambah perbendaharaan pengetahuan dan ilmu bagi penulis, cara kerja Sistem Pengendalian Intern yang sesungguhnya, serta untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Widyatama. b . Bagi perusahaan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan, informasi, dan kelengkapan data yang bermanfaat dalam pengembangan perusahaan khususnya satuan kerja audit internal c . Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini diharapkan bisa dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya serta sebagai acuan dan informasi tambahan. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dalam penulisan skripsi ini akan dilakukan di PT Bank Mandiri Tbk.cabang Surapati Bandung, mulai bulan Juli 2013 sampai dengan selesai.